BAB I
LABORATORY STONE CRUSHER
A. MAKSUD DAN TUJUAN
Memecah agregat untuk mendapatkan ukuran material yang kita inginkan.
B. BENDA UJI
Agregat yang ada di Kampus Program Diploma Teknik Sipil.
C. PERALATAN 1. Stone Crusher 2. Ember
D. PELAKSANAAN
Menyiapkan alat yang akan kita pakai dan ditentukan berapa besar ukuran agregat yang kita inginkan serta ukuran besar kecilnya lubang pemecah agregat.
1. Menyiapkan agregat yang akan ditumbuk.
2. Menghidupkan alat dengan menekan tombol “on”. 3. Masukkan agregat ke dalam alat sedikit demi sedikit.
4. Pada saat memasukkan agregat ke dalam alat mengusahakan ukuran agregat tidak melebihi ukuran lubang pemecahnya.
5. Setelah agregat dimasukkan kedalam alat tutup lubang untuk memasukkan agregat dengan penutup untuk menghindari pecahan agregat yang terlempar keluar alat.
6. Setelah agregat pecah ditampung pada tempat yang telah disediakan. 7. Untuk hasil yang optimal, maka perlu diperhatikan ukuran agregat yang
E. DATA PEMERIKSAAN
Data pemeriksaan yang dihasilkan berupa batu dengan ukuran-ukuran ¾ dan ½ yang sesuai dengan ukuran diameter dari mesin pemecah batu tersebut.
F. PEMBAHASAN
Pada percobaan uji pemecah batu dengan menggunakan mesin pemecah batu dapat diketahui cara kerja dari mesin pemecah batu, sehingga kita dapat dengan mudah menentukan ukuran batu yang diinginkan.
Dalam percobaan tersebut perlu diperhatikan kondisi batu pada waktu dimasukkan kedalam mesin pemecah batu . kondisi ini dapat diartikan kondisi batu tersebut maupun cara pemasukan batu kedalam alat pemecah.
G. KESIMPULAN
BAB II
PEMISAHAN AGREGAT (SAMPLE SPLITER)
A. MAKSUD DAN TUJUAN
Memisahkan agregat untuk mendapatkan ukuran yang kita inginkan.
B. BENDA UJI
Agregat yang ada di Kampus Program Diploma Teknik Sipil.
C. PERALATAN
1. Sample Spliter 2. Ember
D. PELAKSANAAN
Menyiapkan alat yang akan kita pakai dan menentukan berapa besar ukuran agregat yang akan kita inginkan serta ukuran besar kecilnya lubang pemecah agregat
1. Menyiapkan agregat yang akan dipisahkan.
2. Memasukkan agregat ke dalam alat pemisah agregat sedikit demi sedikit.
3. Pada saat memasukkan agregat di usahakan agregat tidak melebihi kapasitas alat.
4. Setelah agregat masuk kedalam alat maka agregat akan terpisah antara agregat kasar dan halus sesuai ukuran yang kita inginkan.
E. DATA PEMERIKSAAN
F. PEMBAHASAN
Pada percobaan uji pemisahan agregat dapat diketahui cara kerja alat pemisah agregat,sehingga kita dapat dengan mudah memisahkan agregat sesuai ukuran yang kita inginkan.
G. KESIMPULAN
SAMPLE SPLITER
BAB III
SKID RESISTANCE TESTER
A. MAKSUD DAN TUJUAN
Menguji tingkat kekesatan yang diberikan oleh beban terhadap perkerasan.
B. PERALATAN
Skid Resistance Tester.
C. PELAKSANAAN
1. Membersihkan permukaan perkerasan yang akan diuji. 2. Kemudian meletakkan alat diatas permukaan yang akan diuji.
3. Setelah itu mendatarkan alat dengan menggerak–gerakkan ketiga sekrup hingga datar.
4. Setelah datar , skala jarum yang terdapat pada alat di nolkan terlebih dahulu, dengan cara mengangkat lengan ayun sebesar 90° kemudian dilepaskan secara bebas , dan ditahan setelah melewati skala jarum dan lihat apakah skala pada jarum sudah menunjukkan angka nol atau belum , kalau belum mencapai angka nol maka lengan ayun distel dengan cara menyetel sekrup lengan ayun sampai jarum pada alat menunjukkan angka nol.
5. Jika alat sudah menunjukkan angka nol, menentukan terlebih dahulu beban lalu lintas yang akan melewati perkerasan yang akan diuji. 6. Setelah ditentukan beban lalu lintasnya mengukur panjang jarak
kekesatan perkerasan sesuai dengan ketentuan.
7. Melakukan pengujian dan lihat seberapa besar kekesatan permukaan perkerasan tersebut dengan melihat hasil pengujian pada skala , berapa besar yang ditunjukkan oleh jarum.
Tabel jarak kekesatan untuk pengujian kekesatan :
Jarak kekesatan (cm) Beban lalu lintas Tidak diperhitungkan
11 12.7
Ringan Sedang
Berat
Menentukan jarak kekesatan :
a. Lengan pada alat tegak lurus sumbu horizontal dan berada ditengah– tengah jarak kekesatan sesuai tabel.
b. Ujung lengan ditarik atau digeser kekanan sejauh ½ l , setelah itu lengan diturunkan sampai menyentuh permukaan perkerasan dengan mengatur sekrup untuk menaik–turunkan lengan ayun.
c. Mengangkat tinggi–tinggi lengan sampai lengan tersebut terkunci di penjepit , lalu menekan tombol yang ada pada penjepit untuk memulai pengukian , dengan membiarkan lengan mengayun dan setelah melewati ujung dari jarak kekesatan lengan ditahan agar tidak kembali ke posisi semula sehingga tidak terjadi kesalahan dalam hal pencatatan.
d. Membaca skala yang ditunjukkan pada jarum penunjuk , nilai inilah yang dicatat sebagai nilai kekesatan dari permukaan perkerasan yang diuji.
D. PEMBAHASAN
Pada saat melakukan percobaan perlu dilakukan penyetelan alat. Karena hasil akan optimal jika kondisi alat dalam keadaan seimbang (Sebelum dilakukan percobaan kondisi jarum dalam keadaan 0). Nilai kekesatan dapat diatur sesuai dengan yang dilakukan
E. KESIMPULAN
BAB IV
MINI TEXTURE METER
A. MAKSUD DAN TUJUAN
Untuk menguji tingkat kerataan permukaan perkerasan jalan.
B. PERALATAN Mini Texture Meter
C. PELAKSANAAN :
1. Memasang dan stel alat dengan baik dan benar.
2. Setelah dipasang dengan baik dan benar, alat tersebut di stel terlebih dahulu dengan menyetel kalibrasi pada papan kalibrasi dengan posisi (000) untuk mendekati posisi riil.
3. Menekan tombol nomor 2 untuk mengetahui kerataan permukaan jalan yang akan diuji.
4. Setelah itu memulai pengujian dengan membuka kunci sinar radio aktif dengan posisi “terbuka (on)”.
5. Setelah sinar radio aktif di nyalakan, mengaktifkan tombol yang terletak pada alat pegangan (hand grip) kemudian alat mulai dijalankan.
6. Secara otomatis alat akan merekam tekstur permukaan jalan etiap jarak 10 m , begitu seterusnya sampai dengan jarak maximum pembacaan adalah 50 m.
Pada alat ini terdapat 5 tombol dengan angka 0, 1 , 2 , 3 dan 4. a. Angka 0 menunjukkan kalibrasi
b. Angka 1 menunjukkan texture HRA (Hot Rolling Asphalt) c. Angka 2 menunjukkan texture
d. Angka 3 menunjukkan sensor check e. Angka 4 menunjukkan check match
D. DATA PEMERIKSAAN
Dari hasil pengujian didapatkan nilai kekesatan dari suatu perkerasan
E. PEMBAHASAN
Pada waktu melakukan percobaan perlu diperhatikan langkah penyetelan alat. Karena hasil akan optimal jika kondisi alat dalam keadaan seimbang (sebelum dilakukan percobaan kondisi jarum pada keadaan nol). Nilai kekesatan dapat diatur sesuai dengan yang diinginkan.
F. KESIMPULAN
Dari percobaan uji kekesatan permukaan perkerasan dapat diketahui cara kerja atau pengoperasian alat uji kekesatan.
BAB V
CORE DRILL
A. MAKSUD DAN TUJUAN
Untuk Menentukan/mengambil sample perkerasan di lapangan sehingga bisa diketahui tebal perkerasannya serta untuk mengetahui karakteristik campuran perkerasan.
B. LOKASI
Lokasi Pengujian di sebelah selatan bengkel perkerasan Program Diploma Teknik sipil Universitas Gadjah Mada.
C. PERALATAN
1. Mesin Core Drill
2. Alat untuk menutup lubang bekas pengeboran.
D. PELAKSANAAN
1. Alat diletakkan pada lapisan perkerasan beton/aspal yang akan diuji dengan posisi datar.
2. Setelah itu kita sediakan air dengan alat yang ada sistem pompa.
3. Kemudian air dimasukkan ke alat core drill dengan selang kecil pada tempat yang sudah disediakan pada alat tersebut, sehingga alat tidak mengalami kerusakan terutama mata bor yang berbentuk silinder selama proses pengujian.
4. Setelah semua siap kemudian alat dihidupkan dengan menggunakan tali yang dililitkan pada starter alat dan ditarik.
6. Kemudian hasil dari pengeboran tersebut diambil dengan menggunakan penjapit, setelah itu diukur tebal dan dimensinya dan diamati sampel tersebut apakah perkerasan tersebut layak pakai atau tidak.
E. PEMBAHASAN
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui secara tepat susunan struktur dari suatu konstruksi jalan, jenis perkerasan, persentase susunan dan untuk memeriksa perubahan dari struktur jalan, serta cara kerja dari alat “Core Drill”.
F. KESIMPULAN
CORE DRILL
BAB VI
PEMERIKSAAN LENDUTAN JALAN (BENKELMAN BEAM)
A. MAKSUD DAN TUJUAN
Metode ini digunakan sebagai pegangan dalam pengujian perkerasan
jalan dengan alat Benkelman Beam yaitu dengan cara mengukur gerakan
vertikal pada permukaan lapis jalan melalui pemberian beban roda yang
diakibatkan oleh beban tertentu.
Tujuan dari pemeriksaan Benkelman Beam ini adalah untuk memperoleh data lapangan yang akan bermanfaat pada :
1. Penilaian struktur perkerasan
2. Perbandingan sifat-sifat struktural sistem perkerasan yang berlainan.
B. BENDA UJI
Permukaan aspal di jalan raya
C. PERALATAN
1. Truk dengan spesifikasi standar sebagai berikut :
- Berat kosong truk (5 ± 01) Ton
- Jumlah as 2 buah, dengan roda belakang ganda
- Beban masing-masing roda belakang ban ganda yaitu (4,08 ± 0,045) Ton atau (9000 ± 100) Lbs
- Ban dalam kondisi baik dan dari jenis kembang halus (zig-zag) dengan ukuran 25,4 x 50,8 cm atau 10 x 20 inchi
- Tekanan angin ban (5,5 ± 0,0) kg/cm2 atau (80 ± 1) Psi
- Jarak sisi kedua bidang kontak ban dengan permukaaan jalan antara 10-15 cm atau 4-6 inchi
2. Alat timbang muatan praktis yang dapat dibawa kemana-mana (Portable
3. Alat Benkelman Beam terdiri dari dua batang yang mempunyai panjang total standar (366 ± 0,16) cm yang terbagi menjadi 3 bagian dengan
perbandingan 1 : 2 sumbu 0 dengan perlengkapan sebagai berikut :
- Arloji pengukur (dial Bouge) berskala mm dengan ketelitian 0,01 mm
- Alat penggetar (Buzzar) - Alat pendatar (Waterpass)
4. Pengukur tekanan yang dapat mengukur tekanan angin ban minimum 5 kg/cm2 atau 80 Psi.
5. Termometer (5oC-70oC) dengan perbandingan skala 10C atau (40F-140F) dengan pembagian skala 1oF.
6. Rol meter 30 m dan 3 m (100ft dan 10ft). 7. Formulir lapangan dan hardboard).
8. Minyak arloji pengukur dan alkohol murni untuk membersihkan batang arloji pengukur.
9. Perlengkapan keamanan bagi petugas dan tempat pengujian :
- Tanda batas kecepatan lalu lintas pada saat melewati tempat pengujian pada ditempatkan ±50 m didepan dan dibelakang truk.
- Tanda penunjuk lalu lintas yang dapat dilewati.
- Tanda lampu peringatan terutama bila pengujian malam hari.
- Tanda pengenal kain yang dipasang pada truk dibagian depan dan belakang.
- Tanda pengaman lalu lintas yang dipegang oleh petugas.
- Pakaian khusus petugas yang warnanya dapat dilihat jelas oleh pengendara.
D. PELAKSANAAN
1. Memasang batang pengukur Benkelman Beam sehingga menjadi
sambungan kaku.
2. Dalam keadaan batang pengukur terkunci, menempatkan Benkelman
3. Mengatur kaki sehingga Benkelman Beam dalam keadaan datar.
4. Menempatkan alat penyetel pada alat yang sama dan mengatur
sehingga alat berada dibawah tumit batang (TB) dari batang pengukur,
kemudian mengatur landasan sehingga batang menjadi datar dan
mantap.
5. Melepaskan pengunci (P) atau batang pengukur atau menurunkan
ujung batang perlahan-lahan hingga TB terletak pada penyetel.
6. Mengatur arloji pengukur (AP2) Benkelman Beam pada kedudukannya
hingga ujung arloji pengukur bersinggungan dengan batang pengukur,
kemudian dikunci dengan kuat.
7. Mengatur arloji pengukur alat penyetel (AP1) pada dudukannya hingga
ujung batang arloji bersinggungan dengan batang pengukur tepat
diatas TB kemudian dikunci dengan erat.
8. Mengatur kedudukan batang arloji pengukur Benkelman Beam dan
batang arloji alat penyetel, sehingga batang arloji dapat bergerak ± 5
mm
9. Dalam kedudukan seperti h diatur kedua jarum arloji pengukur pada
angka nol.
10. Menghidupkan alat penggetar, kemudian menurunkan plat penyetel
dengan memutar skrup pengatur, sehingga arloji pengukur pada
formulir yang sudah tersedia dapat dibaca.
11. Melakukan seperti j berturut-turut pada setiap penurunan batang arloji
pengukur 0,25 mm sampai mencapai penurunan, mencatat
pembacaan arloji pada setiap penurunan tersebut.
12. Dalam keadaan kedudukan seperti k, menaikkan penyetel
berturut-turut pada setiap kenaikan batang arloji pengukur 0,25 mm sampai
mencapai kenaikan 2,5 mm (tumit batang kembali pada kedudukan
normal).
13. Hasil pembacaan arloji Benkelman Beam dikalikan dengan faktor skala
ujung belakang batang pengukur) untuk alat Benkelman Beam yang
umum digunakan dengan faktor perbandingan 1 : 2 maka pembacaan
arloji tersebut dikalikan dengan 2.
14. Jika pembacaan arloji Benkelman Beam berbeda dengan hasil
pembacaan pada arloji alat penyetel berarti ada kemungkinan
kesalahan pada alat seperti gesekan pada sumbu yang terlalu besar
atau peluru-peluru sumbu yang terlalu longgar.
E. PERHITUNGAN
1. Faktor koreksi truk yang digunakan (FL)
2. Faktor pengali panjang dan perbandingan batang Benkelman Beam (Fm)
3. Faktor koreksi pengaruh musim dan lingkungan (Fe)
Fe = 1,0 pemeriksaan diakhir musim penghujan
Fe = 1,15 pemeriksaan diakhir musim kemarau
Fe = 1,0 pemeriksaan diakhir musim kemarau dan muka air tanah
tinggi
Fe = 1,0-1,5 pemeriksaan diakhir musim kemarau dan penghujan.
Fe = 0,9-1,0 pemeriksaan dilakukan dilokasi dengan drainasi.
- Pembacaan yang dilakukan a. Pembacaan awal
Pembacaan dial Benkelman Beam pada saat posisi beban tepat
berada pada tumit belakang (sering kali di nolkan)
b. Pembacaan kedua (d 2)
Pembacaan dial Benkelman Beam pada posisi beban berada pada
jarak 12 kali dari titk awal.
X12 = 30 cm (jenis permukaan penetrasi)
X12 = 40 cm (jenis permukaan aspal beton)
c. Pembacaan ketiga (d 3) – jarang dilaksanakan
Pembacaan dial Benkelman Beam pada posisi beban berada pada
jarak “C” dari titik awal.
Pembacaan dial Benkelman Beam pada posisi beban berada pada
jarak 6 m dari titik awal.
- Lendutan Balik (d) = Fm. Fl. Fe. (d4-d1)
- Kemiringan titik belok = FmFlFe x
d d
. . 12
) 1 2 (
2 −
- Lendutan max (Dmax) = d1.Fm.Fl.Fe - Niali lendutan balik
3. Menurut Design Parameter and Models for the Road Work Design
dari Bina Marga, besarnya lendutan balik segmen ditentukan dengan
rumus:
D = d* + 1.s
s = [n(Σd2)−(Σd)2]/[n(n−1)
Dengan, D = Lendutan balik segmen
d = Lendutan balik 1 titk
n = Jumlah titik pemeriksaan
s = standar deviasi
d*= Lendutan balik rata-rata
4. Menurut Manual Pemeriksaan Perkerasan Jalan dengan alat
Benkelman Beam no. 01/MN/B/1983, lendutan balik segmen:
* Jalan arteri/ tol D = d*+2s
*Jalan kolektor D = d *+ 1,64s
F. ANALISA PERHITUNGAN 1. Nilai Ekivalen
a. Kendaraan ringan =
4 4 8160 1000 8160 1000
+ = 0,00023 + 0,00023
= 0,000451
b. Bus =
4 4 8160 6000 8160 3000
+ = 0,01827 + 0,29231 = 0,31058
c. Truk =
4 4 8160 5000 8160 2000
+ = 0,00361 + 0,14097 = 0,14458
d. Truk 2 As =
4 4 8160 8000 8160 5000
+ = 0,14097 + 0,92385 = 1,06482
e. Truk 4 As =
4 4 4 4 8160 5000 8160 5000 8160 8000 8160 5000 + + +
= 0,14097 + 0,92385 + 0,14097 + 0,14097
= 1,34676
2. LHR
a. Kendaraan ringan = (1+0,025)3 x 2670 = 2875,298
b. Bus = (1+0,025)3 x 1182 = 1272,885 c. Truk = (1+0,025)3 x 929 = 1000,432
d. Truk 2 As = (1+0,025)3 x 782 = 842,128
e. Truk 4 As = (1+0,025)3 x 321 = 345,682
3. LEP
a. Kendaraan ringan = 2875,298 x 0,5 x 0,000451 = 0,64838
b. Bus = 1272,885 x 0,5 x 0,31058 = 197,6663
c. Truk = 1000,432 x 0,5 x 0,14458 = 72,3212
d. Truk 2 As = 842,128 x 0,5 x 1,06482 = 448,3574
4. Lendutan balik (d)
d = Fm x FI x Fe x (d4 – d1)
Dimana Fm : Rasio dimensi A / Rasio dimensi B
FI : Rasio beban 8,16 ton / Beban truk penguji
Fe : Pengaruh musim
Asumsi dimensi : A = 224
B = 122
d = 1,836 x 1,0168 x 1 x ( 1.35 – 0 )
= 2.52
Nilai lendutan balik (d) pada STA 0 + 000 = 2.52
5. Kemiringan titik belok (tg )
tg = 2 x
xFmxFIxFe
x
d
d
12
1 2tg = 2 x −
461 0 25 , 3
x 1,836 x 1,0168 x 1 = 0,0132
tg = 0,0132 = arc tg
= arc 0,0132
= 0,754
Kemiringan titik belok pada STA 0+000 = 0,754
6. Lendutan maksimum Dmak = d1 x Fm x FI x Fe
= 0 x 1,836 x 1,0168 x 1
= 0
7. Perhitungan Lendutan Balik segmen 1 (Sta 0 + 000 – Sta 2 + 500) Tabel perhitungan lendutan balik segmen 1
No Sta d1 d2 d4 X12 d d2
1 0+000 0 1,10 1,35 356
2,52
6,35
2 0+100 0 1,00 1,23 426
2,30
5,27
3 0+200 0 1,80 1,96 413
3,66
13,39
4 0+300 0 2,75 2,81 399
5,25
27,52
5 0+400 0 2,66 2,79 359
5,21
27,13
6 0+500 0 2,36 2,40 329
4,48
20,08
7 0+600 0 4,60 4,72 413
8,81
77,65
8 0+700 0 3,25 3,36 400
6,27
39,35
9 0+800 0 2,36 2,56 406
4,78
22,84
10 0+900 0 3,10 3,36 416
6,27
39,35
11 1+000 0 2,50 2,59 428
4,84
23,38
12 1+100 0 4,10 4,23 487
7,90
62,37
13 1+200 0 2,50 2,98 458
5,56
30,95
14 1+300 0 3,56 3,78 396
7,06
49,80
15 1+400 0 6,10 6,31 377
11,78
138,78
16 1+500 0 3,20 3,52 426
6,57
43,19
17 1+600 0 2,40 2,54 359
4,74
22,49
18 1+700 0 3,20 3,31 421
6,18
38,19
19 1+800 0 2,10 2,26 456
4,22
17,80
20 1+900 0 2,80 2,91 344
5,43
29,52
21 2+000 0 4,65 4,71 300
8,79
22 2+100 0 2,89 3,10 389
5,79
33,50
23 2+200 0 4,65 4,90 328
9,15
83,69
24 2+300 0 2,57 2,67 415
4,98
24,85
25 2+400 0 2,78 3,20 419
5,97
35,69
26 2+500 0 2,10 2,35 431
4,39 19,25 Jumlah 152,90 1.009,70 Rata-Rata 5,88
♦ Contoh Perhitungan d pada sta 0+000 d = Fm . Fl . Fc ( d4 – d1 )
=1,836 . 1.0168.1.(1,35 – 0)
= 2.52
S =
(
) (
)
(
1)
2 2 − − n n d d n = ) 1 26 ( 26 ) 90 . 152 ( ) 70 . 1009 ( 26 2 − − =2.103D = d + 1,28 S
= 3.28 + 1,28 x 2.103
No Jenis Kendaraan Volum e Harian Berat (ton)
C Angka Ekivalen
LER LEP
1 2 3 4 5 6 Tak Bermotor Kendaraan ringan Bus Truk
Truk 2 As
Truk 4 As
3752 2670 1182 929 782 321 - 1+1 3+6 2+5 5+8 5+8+5+5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.00002 0.05574 0.02675 0.1772 0.00416 2875,29 8 1272,88 5 1000,43 2 842,128 345,682 0,64838 197,666 3 72,3212 448,357 4 232,775 3 951,769
L = 365 * LEP * N
N = 4,2025 (Tabel 4.6)
L = 365 *951,769* 4,2025
= 1.459.930,366
= 1,460
t =
L L D log 013 , 0 08 , 0 ) log 1 ( 408 , 0 log 303 , 2 − − − = 460 , 1 log 013 . 0 08 . 0 ) 460 , 1 log 1 ( 408 . 0 972 . 5 log 303 . 2 − − −
= 68.71 mm
= 6.87 cm
T =
(
)
min4 * 9
001 ,
0 −RCI 4,5+ Pd Cam +T
=
(
)
3,254 025 , 0 10 7 9 001 ,
= 2,25. 10-3 + 3,3125 = 3,3148 cm
Jadi tebal overlay adalah = T + t = 3,3148 + 6.87 = 10.185 cm
GRAFIK NILAI LENDUTAN BALIK SEGMEN 1
8. Perhitungan Lendutan Balik segmen 2 (Sta 2+ 500 – Sta 5+000) Tabel perhitungan lendutan balik segmen 2
No Sta d1 d2 d4 X12 d d2
1 2+500 0 2,10 2,35 431
4,39
19,25
2 2+600 0 1,70 2,21 415
4,13
17,02
3 2+700 0 1,90 2,25 396
4,20
17,65
4 2+800 0 1,30 1,51 398
2,82
7,95
5 2+900 0 2,30 2,48 423
4,63
21,44
6 3+000 0 5,36 5,59 325
10,44
108,92
7 3+100 0 2,30 2,65 426
4,95
24,48
8 3+200 0 3,50 3,76 430
7,02
49,28
9 3+300 0 4,70 4,98 387
9,30
86,44
10 3+400 0 5,87 6,00 354
11,20
125,48
11 3+500 0 4,65 5,05 398
9,43
88,89
12 3+600 0 3,62 3,70 346
6,91
47,72
13 3+700 0 4,60 4,98 425
9,30
86,44
14 3+800 0 1,20 2,15 320
4,01
16,11
15 3+900 0 1,30 1,52 365
2,84
8,05
16 4+000 0 2,56 2,75 387
5,13
26,36
17 4+100 0 4,70 4,91 398
9,17
84,03
18 4+200 0 4,20 4,69 421
8,76
76,67
19 4+300 0 2,30 2,42 422
4,52
20,41
20 4+400 0 2,90 3,30 325
6,16
37,96
21 4+500 0 3,60 3,88 456
7,24
22 4+600 0 3,90 4,29 489
8,01
64,15
23 4+700 0 3,56 3,79 416
7,08
50,07
24 4+800 0 3,98 4,09 419
7,64
58,31
25 4+900 0 2,39 2,42 406
4,52
20,41
26 5+000 0 1,89 2,21 367
4,13 17,02 Jumlah 167,90 1.232,96
Rata – rata
6,46
♦ Contoh Perhitungan d pada sta 0+000 d = Fm . Fl . Fc ( d4 – d1 )
=1,836 . 1,0168.1.(2.35 – 0)
= 4.39
S =
(
)
(
)
(
1)
2 2 − − n n d d n = ) 1 26 ( 26 ) 90 . 167 ( ) 96 . 1232 ( 26 2 − − = 5.949D = d + 1,28S
= 4.39+ 1,28x 5.949
No Jenis Kendaraan Volum e Harian Berat (ton)
C Angka Ekivalen
LER LEP
1 2 3 4 5 6 Tak Bermotor Kendaraan ringan Bus Truk
Truk 2 As
Truk 4 As
3752 2670 1182 929 782 321 - 1+1 3+6 2+5 5+8 5+8+5+5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.00002 0.05574 0.02675 0.1772 0.00416 2875,29 8 1272,88 5 1000,43 2 842,128 345,682 0,64838 197,666 3 72,3212 448,357 4 232,775 3 951,769
L = 365 * LEP * N
N = 4,2025 (Tabel 4.6)
L = 365 *951,769* 4,2025
= 1.459.930,366
= 1,460
t =
L L D log 013 , 0 08 , 0 ) log 1 ( 408 , 0 log 303 , 2 − − − = 460 , 1 log 013 . 0 08 . 0 ) 460 , 1 log 1 ( 408 . 0 12 log 303 . 2 − − −
= 86.67 mm
= 8.67 cm
T =
(
)
min4 * 9
001 ,
0 −RCI 4,5+ Pd Cam +T
=
(
)
3,254 025 , 0 10 7 9 001 ,
= 2,25. 10-3 + 3,3125 = 3,3148 cm
Jadi tebal overlay adalah = T + t = 3,3148+ 8.667 = 11.982 cm
GRAFIK NILAI LENDUTAN BALIK SEGMEN 2
9. Perhitungan Lendutan Balik segmen 3 (Sta 5+000 – Sta 7+500) Tabel perhitungan lendutan balik segmen 3
No Sta d1 d2 d4 X12 d d2
1 5+000 0 1,89 2,21 367
4,13
17,02
2 5+100 0 1,60 2,10 399
3,92
15,37
3 5+200 0 3,50 3,58 356
6,68
44,67
4 5+300 0 3,90 4,23 436
7,90
62,37
5 5+400 0 1,26 1,89 356
3,53
12,45
6 5+500 0 3,61 3,71 354
6,93
47,97
7 5+600 0 2,63 2,88 415
5,38
28,91
8 5+700 0 2,40 2,65 403
4,95
24,48
9 5+800 0 2,30 2,53 411
4,72
22,31
10 5+900 0 2,94 3,51 326
6,55
42,94
11 6+000 0 3,56 3,66 310
6,83
46,69
12 6+100 0 6,10 6,35 487
11,86
140,54
13 6+200 0 4,10 4,45 356
8,31
69,02
14 6+300 0 1,10 1,26 398
2,35
5,53
15 6+400 0 1,00 1,21 415
2,26
5,10
16 6+500 0 1,71 1,96 398
3,66
13,39
17 6+600 0 3,68 3,76 366
7,02
49,28
18 6+700 0 1,75 1,88 346
3,51
12,32
19 6+800 0 3,20 3,36 400
6,27
39,35
20 6+900 0 2,56 2,79 405
5,21
27,13
21 7+000 0 3,25 3,64 461
6,80
22 7+100 0 1,25 1,42 431
2,65
7,03
23 7+200 0 2,36 2,65 406
4,95
24,48
24 7+300 0 5,46 5,67 305
10,59
112,06
25 7+400 0 3,32 3,62 345
6,76
45,68
26 7+500 0 6,65 6,84 312
12,77 163,07 Jumlah 156,47 1.125,35
Rata – rata
6,02
♦ Contoh Perhitungan d pada sta 0+000 d = Fm . Fl . Fc ( d4 – d1 )
=1,836 . 1,0168.1.(2.21 – 0)
= 4.13
S =
(
)
(
)
(
1)
2 2 − − n n d d n = ) 1 26 ( 26 ) 47 . 156 ( ) 35 . 1125 ( 26 2 − − = 2.711D = d + 1,28S
= 4.13 + 1,28 x 2.711
No Jenis Kendaraan Volum e Harian Berat (ton)
C Angka Ekivalen
LER LEP
1 2 3 4 5 6 Tak Bermotor Kendaraan ringan Bus Truk
Truk 2 As
Truk 4 As
3752 2670 1182 929 782 321 - 1+1 3+6 2+5 5+8 5+8+5+5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.00002 0.05574 0.02675 0.1772 0.00416 2875,29 8 1272,88 5 1000,43 2 842,128 345,682 0,64838 197,666 3 72,3212 448,357 4 232,775 3 951,769
L = 365 * LEP * N
N = 4,2025 (Tabel 4.6)
L = 365 *951,769* 4,2025
= 1.459.930,366
= 1,460
t =
L L D log 013 , 0 08 , 0 ) log 1 ( 408 , 0 log 303 , 2 − − − = 460 , 1 log 013 . 0 08 . 0 ) 460 , 1 log 1 ( 408 . 0 6 . 7 log 303 . 2 − − −
= 74.918 mm
= 7.492 cm
T =
(
)
min4 * 9
001 ,
0 −RCI 4,5+ Pd Cam +T
=
(
)
3,254 025 , 0 10 7 9 001 ,
= 2,25. 10-3 + 3,3125 = 3,3148 cm
Jadi tebal overlay adalah = T + t = 3,3148 + 7.492 = 10.807 cm
GRAFIK NILAI LENDUTAN BALIK SEGMEN 3
10. Perhitungan Lendutan Balik segmen 4 (Sta 7+500 – Sta 10+000) Tabel perhitungan lendutan balik segmen 4
No Sta d1 d2 d4 X12 d d2
1 7+500 0 6,65 6,84 312
12,77
163,07
2 7+600 0 1,65 1,85 406
3,45
11,93
3 7+700 0 1,20 1,35 436
2,52
6,35
4 7+800 0 1,30 1,46 451
2,73
7,43
5 7+900 0 1,10 1,62 328
3,02
9,15
6 8+000 0 1,00 1,23 436
2,30
5,27
7 8+100 0 3,10 3,26 316
6,09
37,04
8 8+200 0 2,50 2,63 300
4,91
24,11
9 8+300 0 4,20 4,41 408
8,23
67,79
10 8+400 0 6,25 6,51 361
12,15
147,72
11 8+500 0 4,26 4,35 319
8,12
65,95
12 8+600 0 3,62 3,72 400
6,95
48,23
13 8+700 0 1,85 2,05 456
3,83
14,65
14 8+800 0 5,56 5,71 321
10,66
113,64
15 8+900 0 3,80 3,98 356
7,43
55,21
16 9+000 0 2,50 2,65 387
4,95
24,48
17 9+100 0 1,20 1,31 431
2,45
5,98
18 9+200 0 1,23 1,36 340
2,54
6,45
19 9+300 0 1,95 2,19 406
4,09
16,72
20 9+400 0 4,00 4,12 416
7,69
59,16
21 9+500 0 1,30 1,61 312
3,01
22 9+600 0 1,22 1,36 497
2,54
6,45
23 9+700 0 3,90 4,12 432
7,69
59,16
24 9+800 0 3,50 3,76 385
7,02
49,28
25 9+900 0 2,36 2,53 364
4,72
22,31
26 10+000 0 1,00 1,35 392
2,52 6,35 Jumlah 144,37 1.042,92
Rata – rata
5,55
♦ Contoh Perhitungan d pada sta 0+000 d = Fm . Fl . Fc ( d4 – d1 )
=1,836 . 1,0168.1.(6.84 – 0)
= 12.77
S =
(
)
(
)
(
1)
2 2 − − n n d d n = ) 1 26 ( 26 ) 37 . 144 ( ) 92 . 1042 ( 26 2 − − = 3.107
D = d + 1.28 S
= 12.77 + 1.28 x 3.107
No Jenis Kendaraan Volum e Harian Berat (ton)
C Angka Ekivalen
LER LEP
1 2 3 4 5 6 Tak Bermotor Kendaraan ringan Bus Truk
Truk 2 As
Truk 4 As
3752 2670 1182 929 782 321 - 1+1 3+6 2+5 5+8 5+8+5+5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.00002 0.05574 0.02675 0.1772 0.00416 2875,29 8 1272,88 5 1000,43 2 842,128 345,682 0,64838 197,666 3 72,3212 448,357 4 232,775 3 951,769
L = 365 * LEP * N
N = 4,2025 (Tabel 4.6)
L = 365 *951,769* 4,2025
= 1.459.930,366
= 1,460
t =
L L D log 013 , 0 08 , 0 ) log 1 ( 408 , 0 log 303 , 2 − − − = 460 , 1 log 013 , 0 08 , 0 ) 460 , 1 log 1 ( 408 , 0 747 . 16 log 303 , 2 − − −
= 95.251mm
= 9.525 cm
T =
(
)
min4 * 9
001 ,
0 −RCI 4,5+ Pd Cam +T
=
(
)
3,254 025 , 0 10 7 9 001 ,
= 2,25. 10-3 + 3,3125 = 3,3148 cm
Jadi tebal overlay adalah = T + t = 3,3148 + 9.525 = 12.840 cm
GRAFIK NILAI LENDUTAN BALIK SEGMEN 4
0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00 14,00 7 + 5 0 0 7 + 6 0 0 7 + 7 0 0 7 + 8 0 0 7 + 9 0 0 8 + 0 0 0 8 + 1 0 0 8 + 2 0 0 8 + 3 0 0 8 + 4 0 0 8 + 5 0 0 8 + 6 0 0 8 + 7 0 0 8 + 8 0 0 8 + 9 0 0 9 + 0 0 0 9 + 1 0 0 9 + 2 0 0 9 + 3 0 0 9 + 4 0 0 9 + 5 0 0 9 + 6 0 0 9 + 7 0 0 9 + 8 0 0 9 + 9 0 0 1 0 + 0 0 0 STATIONING L E N D U T A N
GRAFIK NILAI RCI
0 1 2 3 4 5 6 7 8
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
JARAK (Km)
R
C
ALAT UJI BENKELMAN BEAM
BAB VII
DYNAMIC CONE PENETROMETER
( DCP )
A. Maksud dan Tujuan
Percobaan ini digunakan untuk menentukan nilai CBR subgrade,
subbase/ base course suatu sistem secara cepat dan tepat. Biasa
dilakukan sebagai pekerjaan quality control pembuatan jalan.
B. Benda uji
Tanah
C. Peralatan
1. Mistar ukur, panjang 100cm
2. Batang Penetrasi, diameter 16 mm
3. Konus terbuat dari baja yang diperkeras, diameter 20 mm, sudut
kemiringan 60 o
D. Pelaksanaan
1. Meletakkan Penetrometer yang telah dirakit diatas permukaan tanah
atau sirtu yang akan diperiksa. Letakkan alat ini sedemikian rupa
sehingga alat ini dalam keadaan vertikal, penyimpangan sedikit saja
akan mengakibatkan kesalahan pengukuran yang relatif besar.
2. Membaca posisi awal penunjukan (xo) dalam satuan mm terdekat.
Penunjukan xo tidak perlu tepat pada angka nol, karena nilai xo ini akan
ditunjukkan pada nilai penetrasi.
3. Mengangkat palu penumbuk sampai menyentuh pemegang palu,
melepaskan sehingga menumbuk landasan penumbuknya. Tumbukan ini
4. Membaca penunjukan mistar ukur (x1) setelah terjadi penetrasi
masukkan nilai x1 ini pada blangko data kolom kedua (pembacaan
mistar – mm) untuk tumbukan n=1(baris kedua).
5. Mengulangi langkah c dan d sampai kedalaman 1 m, dengan
mendapatkan nilai x2, x3, x4, ...xn dan tumbukan n=1, n=2, n=3,
...,n=n.
6. Kita plotkan data x dan n dalam grafik dengan n (jumlah pukulan) untuk
mendatar dan x (kedalaman) untuk menurun.
7. Kita tarik regresi dalam hasil dari data tersebut.
8. Grafik tersebut kita bandingkan dengan grafik ketentuan, maka didapat
nilai CBR untuk satu titik.
9. Mengulangi langkah a-h untuk titik-titik lainnya, setelah didapat CBR
masing-masing titik dicari CBR rata-rata.
E. Data Praktikum dan Perhitungan
(Data Terlampir)
Perhitungan
Hasil tes DCP
1. Nilai CBR (%)
5% 5.8% 2.45% 6.8% 2.7%
8.9% 3.5% 3.4% 6.8%
2. Menghitung nilai CBR segmen :
1. Cara Analitis
CBR max = 8.9%
CBR min = 2.45%
Jumlah titik n = 9 ; dari grafik diperoleh R = 3.08
Rumus
CBR segmen = − −
R CBRMin CBRMax rata CBRRe = − − 08 . 3 45 . 2 9 . 8 04 . 5
Nilai CBR segmen dengan cara analitis = 2.95
2. Cara Grafis
No Nilai CBR
jumlah yang sama % yang sama atau lebih besar atau lebih besar
1 2,45 9 100,00
2 2,7 8 88,89
3 3,4 7 77,78
4 3,5 6 66,67
5 5 5 55,56
6 5,8 4 44,44
7 6,8 3 33,33
8 6,8 3 33,33
9 8,9 1 11,11
CBR Segmen Cara Grafis
0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00 100,00 110,00
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 5 5,5 6 6,5 7 7,5 8 8,5 9 9,5
CBR % S a m a a ta u l e b ih b e s a r
F. PEMBAHASAN
Penentuan CBR secara cepat dan tepat dilapangan dapat dilakukan
dengan menggunakan Dynamic Cone Penetrometer. Untuk mangambil nilai
CBR yang mewakili dilakukan dengan mengambil nilai CBR pada titik-titik
tertentu secara acak lalu dirata-rata. Perhitungan rata-rata dapat dilakukan
dengan cara grafis atau analitis.
Penentuan CBR dengan cara ini sangat efektif, karena data dapat
dicari dengan mudah dan hasil yang sangat cepat diperoleh. Namun
demikian, kesalahan dapat terjadi pengambil data pada titik tertentu.
Kasalahan itu dapat dikarenakan sudut jatuhnya alat tidak tegak lurus pada
bidang atau kesalahan pembacaan dan pengolahan data mengingat
banyaknya angka-angka yang dijumpai. Hal itu dapat di sebut Human Error,
sehingga ketelitian pengerjaan harus deperhatikan.
G. KESIMPULAN
Dari percobaan yang dilakukan diperoleh nilai CBR sebagai berikut :
• Nilai CBR dari perhitungan secara analitis = 2.95%
BAB VIII
BERAT JENIS AGREGAT KASAR
A. MAKSUD DAN TUJUAN
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan berat jenis (bulk),
berat jenis kering permukaan jenuh (saturated surface dry = SSD), berat
jenis semu (apparent) dan penyerapan dari agregat kasar.
1. Berat Jenis (bulk specific gravity) ialah perbandingan antara berat
agregat kering dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat
dalam keadaan jenuh pada suhu tertentu
2. Berat jenis kering permukaan jenuh (SSD) yaitu perbandingan antara
berat agregat kering permukaan jenuh dan berat air suling yang isinya
sama dengan isi agregat dalam keadaan jenuh pada suhu tertentu.
3. Berat jenis semu (apparent specific gravity) ialah perbandingan antara
berat agregat kering dan berat air suling yang isinya sama dengan isi
agregat dalam keadaan kering pada suhu tertentu.
4. Penyerapan ialah prosentase berat air yang dapat diserap pori terhadap
berat agregat kering.
B. BENDA UJI
Benda uji adalah agregat yang tertahan saringan no 4 diperoleh dari
alat pemisah contoh atau cara perempat, sebanyak kira-kira 3 kg.
C. PERALATAN
1. Keranjang kawat ukuran 3.35 mm atau 2.36 mm (no 6 atau no 8) dengan
kapasitas kira-kira 5 kg.
2. Tempat air dengan kapasitas dan bentuk yang sesuai untuk
pemeriksaan. Tempat ini harus dilengkapi dengan pipa sehingga
permukaan air selalu tetap.
3. Timbangan dengan kapasitas 5 kg dan ketelitian 0.1 % dari berat contoh
4. Oven, yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai
(110±5)°C.
5. Alat pemisah contoh.
6. Saringan no 4.
D. PELAKSANAAN
1. Cuci benda uji untuk menghilangkan debu atau bahan-bahan lain yang
melekat pada permukaan.
2. Keringkan benda uji dalam oven pada suhu 105°C sampai berat tetap.
3. Dinginkan benda uji pada suhu kamar selama 1-3 jam, kemudian
timbang dengan ketelitian 0.5 gr (B)
4. Rendam benda uji dalam air pada suhu kamar selama 24±4 jam.
5. Keluarkan benda uji dari air, lap dengan kain penyerap sampai selaput
air pada permukaan hilang (SSD), untuk butiran besar pengeringan
harus satu persatu.
6. Timbang benda uji kering permukaan jenuh (Bj).
7. Letakkan benda uji di dalam keranjang, goncangkan batunya untuk
mengeluarkan udara yang tersekap dan tentukan beratnya di dalam air
(Ba). Ukur suhu air untuk penyesuaian perhitungan kepada suhu
E. DATA PRAKTIKUM DAN PERHITUNGAN
Data Praktikum;
Uraian Contoh
I
Contoh
II
Rata-rata Satuan
Berat benda uji di dalam air ( Ba
)
Berat benda uji kering permukaan
jenuh / SSD ( Bj )
Berat wadah
Berat wadah + benda uji kering
oven
Berat benda uji kering oven ( Bk )
1915.1 3003.8 183.4 2708.8 2525.4 1914.5 3003.9 183.4 2708.8 2525.4 1914.8 3003.85 183.4 2708.8 2525.4 Gram Gram Gram Gram Gram Perhitungan :
1. Contoh I
a. Berat jenis (bulk specivic gravity ) =
Ba Bj Bk − = 1 . 1915 8 . 3003 4 . 2525 − = 2.32
b. Berat jenis kering permukaan jenuh (saturated surface dry)
= Ba Bj Bj − = 1 . 1915 8 . 3003 8 . 3003 −
= 2.76
c. Berat jenis semu (apparent spesivic gravity) =
)
(Bk Ba
Bk − = 1 . 1915 4 . 2525 4 . 2525 −
d. Penyerapan = ( )x100%
Bk Bk Bj−
=
(
)
100%4 . 2525 4 . 2525 8 . 3003 x −
= 18.94 %
2. Contoh II
a. Berat jenis (bulk specivic gravity ) =
Ba Bj Bk − = 5 . 1914 9 . 3003 4 . 2525 − = 2.32
b. Berat jenis kering permukaan jenuh (saturated surface dry)
= Ba Bj Bj − = 5 . 1914 9 . 3003 9 . 3003 −
= 2.76
c. Berat jenis semu (apparent spesivic gravity) =
)
(Bk Ba
Bk
−
=
(
2525.4 1914.5)
4 . 2525
−
= 4.13
d. Penyerapan = ( )x100%
Bk Bk Bj−
=
(
)
100%4 . 2525 4 . 2525 9 . 3003 x − = 18.95% Dimana :
Bk = berat benda uji kering oven, (gram)
Bj = berat benda uj kering jenuh (gram)
Uraian Contoh I Contoh II Rata-rata Satuan
Berat jenis bulk 2.32 2.32 2.32 -
Berat jenis kering jenuh 2.76 2.76 2.76 -
Berat jenis semu 4.14 4.13 4.135 -
Penyerapan 18.94 18.95 18.945 %
F. PEMBAHASAN
Agregat kasar yang mempunyai pori-pori berguna untuk menyerap aspal
sehingga ikatan antara aspal dan agregat baik. Penyerapan agregat
maksimum 3 % untuk agregat yang digunakan pada lapisan permukaan
dengan pengikat aspal. Penyerapan agregat aspal yang diperoleh adalah
18.945 %
G. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil uji Laboratorium yang dilakukan secara duplo maka
diperoleh :
1. Berat jenis bulk rata-rata : 2.32
2. Berat jenis SSD rata-rata : 2.76
3. Berat jenis semu rata-rata : 4.135
4. Penyerapan rata-rata : 18.945 %
Menurut syarat SNI 1969-1990-F
a. Bj semu minimum: 2.5 2.36 < 2.5 tidak memenuhi
b. Penyerapan terhadap air maksimal: 3% 18.945 % > 3% memenuhi
Jadi agregat kasar yang diuji tidak memenuhi syarat, sehingga
BAB IX
BERAT JENIS AGREGAT HALUS
A. MAKSUD DAN TUJUAN
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan berat jenis (bulk), berat
jenis kering permukaan jenuh (saturated surface dry = SSD), berat jenis
semu (apparent) dan penyerapan dari agregat halus.
1. Berat Jenis (bulk specific gravity) ialah perbandingan antara berat
agregat kering dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat
dalam keadaan jenuh pada suhu tertentu
2. Berat jenis kering permukaan jenuh (SSD) yaitu perbandingan antara
berat agregat kering permukaan jenuh dan berat air suling yang isinya
sama dengan isi agregat dalam keadaan jenuh pada suhu tertentu.
3. Berat jenis semu (apparent specivic gravity) ialah perbandingan antara
berat agregat kering dan berat air suling yang isinya sama dengan isi
agregat dalam keadaan kering pada suhu tertentu.
4. Penyerapan ialah prosentase berat air yang dapat diserap pori terhadap
berat agregat kering.
B. BENDA UJI
Benda uji adalah agregat yang lewat saringan no 4 diperoleh dari alat
pemisah contoh atau cara perempat sebanyak 1000 gr.
C. PERALATAN
1. Timbangan, kapasitas 1 kg atau lebih dengan ketelitian 0.1 gr.
2. Piknometer dengan kapasitas 500 ml.
3. Kerucut terpancung (cone), diameter bagian atas (40 ± 3)mm, diameter
bagian bawah (90±3)mm dan tinggi (75±3)mm dibuat dari logam tebal
minimum 0.8 mm
5. Saringan no 4
6. Oven yang dilengkapi pengatur suhu untuk memanasi sampai
(110±5)°C
7. Pengukur suhu dengan ketelitian pembacaan 1°C
8. Talam
9. Bejana tempat air
10. Pompa hampa udara (vaccum pump) atau tungku.
11. Air suling
12. Desikator.
D. PELAKSANAAN
1. Keringkan benda uji dalam oven pada suhu (110±5)°C, sampai berat
tetap .Yang dimaksud dengan berat tetap adalah keadaan berat benda
uji selama 3 kali proses penimbangan dan pemanasan dalam oven
dengan selang waktu 2 jam berturut-turut, tidak akan mengalami
perubahan kadar air lebih besar dari pada 0.1%. Dinginkan pada suhu
ruang kemudian rendam dalam air selama (24±4)jam
2. Buang air perendam hati-hati, jangan ada butiran yang hilang, tebarkan
agregat di atas talam, keringkan di udara panas dengan cara
membalik-balikan benda uji. Lakukan pengeringan sampai tercapai
keadaan kering permukaan jenuh.
3. Periksa keadaan kering permukaan jenuh dengan mengisikan benda
uji ke dalam kerucut terpancung, padatkan dengan batang penumbuk
sebanyak 25 kali, angkat kerucut terpancung. Keadaan kering
permukaan jenuh tercapai bila benda uji runtuh akan tetapi masih
dalam keadaan tercetak.
4. Segera setelah tercapai keadaan kering permukaan jenuh masukkan
500 gr benda uji ke dalam piknometer. Masukkan air suling sampai
mencapai 90 % isi piknometer, puter sambil diguncangkan sampai tidak
terlihat gelembung udara di dalamnya. Untuk mempercepat proses ini
jangan sampai ada air yang ikut terisap, dapat juga dilakukan dengan
merebus piknometer.
5. Rendam piknometer dalam air dan ukur suhu air untuk penyesuaian
perhitungan kepada suhu standart 25°C.
6. Tambahkan air sampai mencapai tanda batas.
7. Timbang piknometer berisi air dan benda uji sampai ketelitian 0.1 gr
(Bt).
8. Keluarkan benda uji, keringkan dalam oven dengan suhu (110±5)0C
sampai berat tetap kemudian dinginkan benda uji dalam desikator.
9. Setelah benda uji dingin kemudian timbanglah ( Bk ).
10. Tentukan berat piknometer berisi air penuh dan ukur suhu air guna
penyesuaian dengan suhu standart 250C (B).
E. DATA PRAKTIKUM DAN PERHITUNGAN
Data Praktikum :
Uraian
Contoh I Contoh II Rata-rata Satua n
Berat piknometer
Berat piknometer + benda uji 500 gr
Berat piknometer + benda uji + air
(Bt)
Berat piknometer + air (B)
Berat wadah
Berat wadah + benda uji kering oven
Berat benda uji kering oven (Bk)
287.4
787.4
1675.4
1351.7
146.1
641.2
495.1
287.3
787.3
1674.4
11351.7
146.2
641.3
495.1
287.35
787.35
1674.9
1351.7
146.15
641.25
495.1
Gram
Gram
Gram
Gram
Gram
Gram
Perhitungan :
1. Contoh I
a. Berat jenis (bulk specivic gravity ) =
) 500
(B Bt
Bk − + = 4 . 1675 500 7 . 1351 1 . 495 − +
= 2.81
b. Berat jenis kering permukaan jenuh (saturated surface dry)
= ) 500 ( 500 Bt
B+ −
= 4 . 1675 500 7 . 1351 500 − + = 2.84
c. Berat jenis semu (apparent spesivic gravity) =
)
(B Bk Bt
Bk − + = 4 . 1675 1 . 495 7 . 1351 1 . 495 − + = 2.89
d. Penyerapan = (500 )x100%
Bk Bk
−
=
(
)
100%1 . 495 1 . 495 500 x −
= 0.99 %
2. Contoh II
a. Berat jenis (bulk specivic gravity ) =
) 500
(B Bt
Bk
− +
=
(
1351.7 500 1674.4)
1 . 495
− +
b. Berat jenis kering permukaan jenuh (saturated surface dry)
=
) 500 (
500
Bt
B+ −
=
(
1351.7 500 1614.4)
500
− +
= 2.82
c. Berat jenis semu (apparent spesivic gravity) =
)
(B Bk Bt
Bk
− +
=
(
1351.7 495.1 1674.4)
1 . 495
− +
= 2.87
d. Penyerapan = (500 )x100%
Bk Bk
−
=
(
)
100%1 . 495
1 . 495 500
x
−
= 0.99 %.
Dimana :
Bk = Berat benda uji kering oven, (gram)
B = Berat piknometer berisi air (gram)
Bt = Berat piknometer berisi benda uji dan air, (gram)
SSD = Berat benda uji dalam keaadan kering permukaan jenuh
(gram)
Uraian Contoh I Contoh II Rata-rata Satuan
Berat jenis bulk 2.81 2.79 2.8 -
Berat jenis kering jenuh 2.84 2.82 2.83 -
F. PEMBAHASAN
Agregate yang mempunyai pori-pori berguna untuk menyerap aspal
sehingga ikatan antara aspal dan agregate baik. Penyerapan agregate
maksimal 3 % yang digunakan untuk lapisan permukaan dengan pengikat
aspal. Angka pori agregate halus lebih kecil sehingga penyerapan aspal
lebih sedikit. Agregate yang porositas lebih besar tidak baik sebagai
campuran dengan aspal karena mudah terjadi stripping.
G. KESIMPULAN
Dari hasil perhitungan percobaan diperoleh :
1. Berat jenis bulk rata-rata : 2.8
2. Berat jenis SSD rata-rata : 2.83
3. Berat jenis semu rata-rata : 2.88
4. Penyerapan rata-rata : 0.99 %
Menurut syarat SNI 1969-1990-F
a. Bj semu minimum : 2.5 2.80 > 2.5 memenuhi
b. Penyerapan terhadap air maximal : 3 % 4.185 %>3% tidak
memenuhi.
Jadi agregate halus yang diuji tidak memenuhi syarat, sehingga
GELAS TABUNG
PIKNOMETER
THERMOMETER
BAB X
ANALISIS SARINGAN AGREGAT KASAR
A. MAKSUD DAN TUJUAN
Pengujian ini bertujuan untuk membuat suatu distribusi ukuran
agregat kasar dalam bentuk grafik yang dapat memperlihatkan
pembagian butir (gradasi) suatu agregat dengan menggunakan
saringan.
B. BENDA UJI
Agregat Kasar :Material lolos saringan 25,4 mm sebanyak
3000 gram.
C. PERALATAN
1. Timbangan dan neraca dengan ketelitian 0,2 % dari berat sampel.
2. Satu set saringan 75,0 mm (3”); 63,0 mm (2 ½”); 50,0 mm (2”), 37,5
mm (1 ½”); 25,0 mm (1,06”); 20,0 mm (¾ ”); 12,5mm (½”), 10 mm
(3/8”);No. 4, No. 6, No. 16, No. 30, No. 50, No. 100, No. 200.
3. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi
sampai 110 ± 5 °C.
4. Alat pemisah contoh.
5. Mesin pengguncang saringan
6. Talam-talam
D. PELAKSANAAN
Sampel dikeringkan di dalam oven dengan suhu (110 ± 5) °C, sampai
berat tetap.
Yang dimaksud berat tetap adalah keadaan berat benda uji selama 3 kali
proses penimbangan dan pemanasan dalam oven dengan selang
waktu 2 jam berturut-turut, tidak akan mengalami perubahan kadar
air lebih besar dari pada 0,1 %.
Sampel disaring dengan susunan saringan, dimana ukuran saringan
paling besar ditempatkan paling atas.
Saringan diguncang manual atau dengan mesin pengguncang selama
15 menit.
E. DATA PEMERIKSAAN
Data praktikum dapat dilihat pada formulir hasil pemeriksaan.
NO.
SARINGAN BERAT KUMULATIF
JUMLAH
PERSENTASE (%) SPESIFIKASI
(MM) (INCH)
TERTAHAN
(gr) TERTAHAN TERTAHAN LOLOS MIN MAKS
76.2 3" 100
63.5 2 1/2" 100
50.8 2" 100
37.5 1 1/2" 100
25.4 1" 0,00 0,00 0 100 100 100
19.1 3/4" 375 375 18.77 81.23 90 100 12.7 1/2" 530.6 905.6 45.34 54.66 80 100 9.52 3/8" 536.7 1442.3 72.21 27.79 70 90
6.35 1/4" 1442.3 72.21 27.79 60 80
4.75 #4 476.1 1918.4 96.04 3.96 50 70
2.38 #8 76.5 1994.9 99.87 0.13 35 50
1.19 #16 1.1 1996 99.93 0,07 20 40
0.59 #30 0.1 1996.1 99.93 0,07 18 29
0.425 #40 0.1 1996.2 99.94 0.06
0.279 #50 0.1 1996.3 99.94 0.06 16 23
0.212 #70 1996.3 99.94 0.06
0.177 #80 0.1 1996.4 99.95 0.05
0.075 #200 0.5 1997 99,98 0.02 1 9
PAN PAN 0.5 1997.5 100,00 0,00
F. PEMBAHASAN
Jenis gradasi agregat kasar (F1)
1. Dari grafik 1 didapat :D60 = 13.1 mm
D30 = 9.52 mm
D10 = 4.36 mm
Cu = =
10 60
302
xD D
D
36 . 4 1 . 13
52 . 9 2
x = 1.587 < 15
Cc = = 10 60
D D
36 . 4
1 . 13
= 3.005 < 6
2. Gradasi seragam adalah agregat dengan ukuran hampir sama
(sejenis) atau mengandung agregat halus yang lebih sedikit
jumlahnya sehingga tidak dapat mengisi rongga antar agregat.
Jenis gradasi ini menghasilkan lapis permukaan dengan sifat
permebilitas tinggi, stabilitas kurang, berat volume kecil.
3. Karena Cu < 15 dan Cc > 6 maka jenis gradasi termasuk gradasi
gap atau terbuka (celah). Agregat dengan gradasi akan
menghasilkan lapisan permukaan dengan sifat stabilitas sedang,
berat volume sedang, permeabilitas cukup.
G. KESIMPULAN
Dari hasil percobaan :
Karena Cu < 15 dan Cc < 6, maka jenis gradasi agregat kasar termasuk
gradasi seragam (uniform). Sehingga baik Untuk bahan campuran
BAB XI
ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS
A. MAKSUD DAN TUJUAN
Pengujian ini bertujuan untuk membuat suatu distribusi ukuran
agregat halus dalam bentuk grafik yang dapat memperlihatkan
pembagian butir (gradasi) suatu agregat dengan menggunakan saringan.
B. BENDA UJI
Agregat Halus : Material lolos saringan no.¼ sebanyak 1000 gram.
C. PERALATAN
1. Timbangan dan neraca dengan ketelitian 0,2 % dari berat sampel. 2. Satu set saringan 75,0 mm (3”); 63,0 mm (2 ½”); 50,0 mm (2”), 37,5
mm (1 ½”); 25,0 mm (1,06”); 20,0 mm (¾ ”); 12,5mm (½”), 10 mm
(3/8”); No. 4, No. 6, No. 16, No. 30, No. 50, No. 100, No. 200.
3. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai 110 ± 5 °C.
4. Alat pemisah contoh.
5. Mesin pengguncang saringan 6. Talam-talam
7. Kuas, sikat kuningan, sendok dan alat-alat lainnya.
D. PELAKSANAAN
1. Sampel dikeringkan di dalam oven dengan suhu (110 ± 5) °C,
sampai berat tetap.
2. Yang dimaksud berat tetap adalah keadaan berat benda uji selama
3 kali proses penimbangan dan pemanasan dalam oven dengan
selang waktu 2 jam berturut-turut, tidak akan mengalami perubahan
3. Sampel disaring dengan susunan saringan, dimana ukuran
saringan paling besar ditempatkan paling atas.
4. Saringan diguncang manual atau dengan mesin pengguncang
selama 15 menit.
E. DATA PEMERIKSAAN
Data praktikum dapat dilihat pada formulir hasil pemeriksaan.
NO.
SARINGAN BERAT KUMULATIF
JUMLAH
PERSENTASE (%) SPESIFIKASI
(MM) (INCH)
TERTAHAN
(gr) TERTAHAN TERTAHAN LOLOS MIN MAKS
76.2 3" 63.5 2 1/2" 50.8 2" 37.5 1 1/2"
25.4 1" 100 100 100
19.1 3/4" 100 90 100
12.7 1/2" 100 80 100
9.52 3/8" 100 70 90
6.35 1/4" 60 80
4.75 #4 4.3 4.3 0.43 99.57 50 70
2.38 #8 251.5 255.8 25.598 74.402 35 50
1.19 #16 164.4 420.2 42.05 57.95 20 40
0.59 #30 165.7 585.9 58.63 41.37
0.425 #40 585.9 58.63 41.37 18 30
0.279 #50 233.6 819.5 82.01 17.99 16 23
0.212 #70 819.5 82.01 17.99
0.177 #80 819.5 82.01 17.99
0.15 #100 135.4 954.9 95.56 4.44 4 16
0.075 #200 39.6 994.5 99.52 0.48 1 9
F. PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN Jenis gradasi agregat halus ( F2 )
Dari grafik 1 didapat : D60 = 1.17 mm
D30 = 0.40 mm
D10 = 0.20 mm
Cc = =
10 60
302 xD D
D
20 . 0 17 . 1
40 . 0 2
x = 0.68 < 15
Cu = =
10 60 D D
20 . 0
17 . 1
= 5.78 < 6
Untuk merencanakan mix design pada suatu agregat dibutuhkan
campuran yang memenuhi daerah spesifikasi dari suatu grafik analisis
saringan. Disamping penggunaan cara grafis, juga dibutuhkan cara
analisis untuk mengetahui jenis agregat yang dipakai untuk pembuatan
mix design.
G. KESIMPULAN
Karena Cc < 15 dan Cu < 6 maka jenis gradasi termasuk gradasi
seragam . Agregat dengan gradasi seragam akan menghasilkan lapisan
permukaan dengan sifat stabilitas kurang, berat volume kecil,
CARA ANALISIS
PERCENTE PASSING
No. Saringan
mm
19 12.5 9.5 4.75 2.38 1.19 0.59 0.279 0.15
Sleve 3/4" 1/2" 3/8" No. 4 No. 8
No. 30
No. 50
No. 100
No. 200
Spec.
90-100
80-100 70-90 50-70 35-50 18-29 13-23 8-16 4-10
82.50% 79.27 73.74 66.80 42.50 0.00 18.73 8.11 2.00 0.57
17.50% 17.50 17.50 17.50 17.50 15.05 11.47 8.24 4.08 2.31
Total 96.77 91.24 84.30 60.00 15.05 30.20 16.35 6.09 2.88
A B
A P b
− − =
= b
= 18.5 %
b + a = 1, a =1 - b
= 1 – 0.185
= 0.815 = 81.5 %
Keterangan :
b = persen campuran agregat halus
P = Rata-rata nilai tengah spec no 4
A = Persen lolos agregat kasar pada no 4
B = Persen lolos agregat halus pada no 4
a = Persen campuran agregat kasar
FIRST TRIAL COMBINATION
No. Saringan
mm
19 12.5 9.5 4.75 2.38 1.19 0.59 0.279 0.15
Sleve 3/4" 1/2" 3/8" No. 4 No. 8 No. 30
No. 50
No. 100
No. 200
Spec.
90-100
80-100 70-90 50-70 35-50 18-29 13-23 8-16 4-10
83.00% 79.75 74.19 67.21 42.75 0.00 18.84 8.16 2.02 0.57
17.00% 17.00 17.00 17.00 17.00 14.62 11.14 8.01 3.97 2.25
Total 96.75 91.19 84.21 59.75 14.62 29.98 16.16 5.98 2.82
Notes : memenuhi spesifikasi
SECOND TRIAL COMBINATION
No. Saringan
mm
19 12.5 9.5 4.75 2.38 1.19 0.59 0.279 0.15
Sleve 3/4" 1/2" 3/8" No. 4 No. 8 No. 30
No. 50
No. 100
No. 200
Spec.
90-100
80-100 70-90 50-70 35-50 18-29 13-23 8-16 4-10
51.00% 49.00 45.58 41.29 26.27 0.00 11.58 5.01 1.24 0.35
49.00% 49.00 49.00 49.00 49.00 42.14 32.11 23.07 11.44 6.48
Total 98.00 94.58 90.29 75.27 42.14 43.69 28.09 12.68 6.83
CARA GRAFIS
PERCENTE PASSING
FIRST TRIAL COMBINATION
No. Saringan
mm
19 12,5 9,5 4,75 2,38 1,19 0,59 0,279 0,15
Sleve 3/4" 1/2" 3/8" No. 4 No. 8 No. 30
No. 50
No. 100
No. 200
Spec.
90-100
80-100 70-90 50-70 35-50 18-29 13-23 8-16 4-10 83,00% 79,75 74,19 67,21 42,75 0,00 18,84 8,16 2,02 0,57 17,00% 17,00 17,00 17,00 17,00 14,62 11,14 8,01 3,97 2,25 Total 96,75 91,19 84,21 59,75 14,62 29,98 16,16 5,98 2,82
Notes : tidak memenuhi spesifikasi
SECOND TRIAL COMBINATION
No. Saringan
mm
19 12,5 9,5 4,75 2,38 1,19 0,59 0,279 0,15
Sleve 3/4" 1/2" 3/8" No. 4 No. 8 No. 30
No. 50
No. 100
No. 200
Spec.
90-100
80-100 70-90 50-70 35-50 18-29 13-23 8-16 4-10 51,00% 49,00 45,58 41,29 26,27 0,00 11,58 5,01 1,24 0,35 49,00% 49,00 49,00 49,00 49,00 42,14 32,11 23,07 11,44 6,48 Total 98,00 94,58 90,29 75,27 42,14 43,69 28,09 12,68 6,83
No. Saringan
mm
19 12.5 9.5 4.75 2.38 1.19 0.59 0.279 0.15
Sleve 3/4" 1/2" 3/8" No. 4 No. 8 No. 30
No. 50
No. 100
No. 200
Spec.
90-100
80-100 70-90 50-70 35-50 18-29 13-23 8-16 4-10
82.50% 79.27 73.74 66.80 42.50 0.00 18.73 8.11 2.00 0.57
17.50% 17.50 17.50 17.50 17.50 15.05 11.47 8.24 4.08 2.31
BAB XII
KELEKATAN AGREGAT TERHADAP ASPAL
A. MAKSUD DAN TUJUAN
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan kelekatan agregate
terhadap aspal. Kelekatan agregat terhadap aspal ialah prosentase luas
permukaan batuan yang tertutup aspal terhadap keseluruhan luas
permukaan.
B. BENDA UJI
1. Benda uji adalah agregat yang lewat saringan 9.5 mm (3/8 “) dan tertahan
pada saringan 6.3 mm (1/4 “) sebanyak kira-kira 100 gram.
2. Aspal AC 60/70 produksi PERTAMINA.
3. Untuk pelapisan agregate basah perlu ditentukan berat jenis kering
permukaan jenuh (SSD) dan penyerapan dari agregat kasar.
PB – 0202-76/
C. PERALATAN
1. Wadah untuk mengaduk, kapasitas minimal 500 ml.
2. Timbangan dengan kapasitas 200 gram, ketelitian 0.1 gram
3. Pisau pengaduk baja (spatula) lebar 25 mm, panjang 100 mm.
4. Tabung gelas kimia (beker) kapasitas 600 ml
5. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai
(150 ± 1oC)
6. Saringan 6.3 mm (1/4 “) dan 9.5 mm (3/8 “)
7. Termometer logam ± 200oC
D. PELAKSANAAN
1. Untuk pelapisan agregate kering dengan aspal dingin (cut back) dan ter.
a. Ambil 100 gram benda uji, masukan kedalam wadah isilah aspal
sebanyak 5.5 ± 0.2 gram yang telah dipanaskan sampai pada suhu
yang diperlukan (table 1). Aduklah aspal dan benda uji sampai rata
dengan spatula selama 2 menit.
b. Masukan adukan beserta wadahnya kedalam oven pada suhu 60oC
selama 2 jam, selama proses ini lobang angin pada oven harus
dibuka.
c. Setelah dingin 2 jam keluarkan adukan beserta wadahnya dari oven
dan diaduk sampai dingin (suhu ruang)
d. Pindahkan adukan tersebut kedalam tabung gelas kimia, isilah air
suling sebanyak 400 ml dan diamkan tabung berisi adukan pada suhu
ruang, selama 16 – 18 jam.
e. Ambil selaput aspal yang mengembang dipermukaan air dengan tidak
menggangu agregate didalam tabung. Terangi benda uji dengan
lampu (75 watt) yang dipakai kap, atur tempat lampu sehingga tidak
menyilaukan akibat pantulan cahaya dari permukaan air.
f. Dengan melihat dari atas menembus air, perkirakan persentase luas
permukaan yang masih terselaput aspal. Lebih dari 95% atau kurang,
permukaan yang kecoklatan atau buram dianggap terselaputi penuh
2. Untuk pelapisan agregat kering dengan aspal emulsi (RS,MS,SS).
a. Ambil seratus gram benda uji, masukan kedalam wadah dan isikan 80
± 0.2 gram aspal emulsi pada suhu ruang tanpa diaduk. Kemudian masukan kedalam oven pada suhu ruang tanpa diaduk. Kemudian
masukan kedalam oven pada suhu 135oC selama 5 menit. Keluarkan
dari oven, aduk sampai merata sehingga benda uji terlapis aspal.
b. Kemudian lakukan seperti pada 4.a.ii tetapi pada suhu 135 oC.
3. Untuk pelapisan agregate basah dengan aspal dingin dan ter.
a. Ambilkan 100 gram benda uji, masukan kedalam wadah dan isilah 2
ml air suling. Aduk pada suhu ruang sampai benda menjadi basah
secara merata. Tambahkan 5.5 ± 0.2 gram aspal yang telah
dipanaskan sampai suhu yang diperlukan (tabel 1). Aduk sampai rata
sehingga benda uji terlapis aspal, pengadukan tidak boleh melebihi
dari 5 menit.
b. Kemudian lakukan seperti pada 4.a.iii dan 4.a.iv.
4. Untuk pelapisan agregat kering dengan aspal panas dan ter (RT-10, RT-
11, dan RT-12)
a. Ambil 100 gram benda uji, masukan kedalam wadah, jika digunakan
aspal panas, panaskan wadah berisi benda uji selama 1 jam dalam
oven pada suhu tetap antara 135oC – 149oC sementara itu panaskan
<