Developments Aerenkim Paddy Rice and Paddy Fields in the
Treatment of Immersion Time Nursery
Fitri Handayani
1), Tesri Maideliza
1)dan Mansyurdin
2)1)Laboratorium Riset Struktur Perkembangan Tumbuhan, Jurusan Biologi, FMIPA Universitas Andalas, 2) Laboratorium Riset Genetika, Jurusan Biologi, FMIPA
Universitas Andalas
Abstract. Research on the development of aerenkim on the rice paddy and paddy fields at nursery by immersion treatment was conducted from February to March 2013 in the the Laboratory of Plant Development Structure, Biology Departement, Faculty of Mathematics and Natural Sciences at Andalas University. The materials were processed by the paraffin method, and it is described qualitatively. From the result of the research, it can be seen that the difference of aerenkim development day by day until the erghth day after showing in the day wet and submerged conditions. This differentiation of aerenkim zoning in the different treatments are also look different. In anatomy of both rice wich grow in the different soil of land shows the some adaptation to the excess of the water capacity, they both can form aerenkim to survive in submerged condition with the type of lysogenous forming where this aerenkim was formed after two days of submerged plant and the structures of the aerenkim are not ehanged after eight dyas submerged plants.
Keywords: anatomy plant, paddy, aerenchima
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara agraris, karena lebih dari 60% penduduknya berusaha disektor pertanian terutama di bidang pangan dengan hasil utama adalah beras (Departemen Penerangan, 1984). Beras merupakan bahan makanan pokok dari sebahagian besar penduduk Indonesia, karena itu beras berperan penting dalam kehidupan ekonomi. Kebutuhan akan beras selalu meningkat dari tahun ketahun sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk yang relatif tinggi yaitu 2,3% per tahun. Dengan demikian usaha–usaha peningkatan produksi bahan pangan perlu mendapat perhatian yang serius dari pemerintah (Balai Informasi Pertanian, 1986).
Menurut Anwar dan Partohardjono (1986), usaha untuk peningkatan produksi beras dapat dilakukan dengan intensifitasi maupun eksensifikasi dengan perluasan areal. Peningkatan produksi padi juga di lakukan dengan penanaman pada lahan kering, seperti padi ladang. Di Indonesia padi dapat tumbuh di lahan basah dan lahan
diprediksi karena pengaruh dari iklim global, sehingga bisa saja terjadi kemarau yang panjang atau musim hujan yang terus-terusan di sepanjang bulan. Sehingga keadaan ini dapat mempersulit petani dalam masa penyemaian benih. Jika tanaman berada pada keadaan terendam (kondisi anaerob), akar dari tanaman yang terendam akan terangsang membentuk jaringan aerenkim dibandingkan dengan akar tanaman pada lahan yang tidak (Saab dan Sach, 1995).
Padi, salah satu dari beberapa tanaman yang mampu beradaptasi terhadap lingkungan. Salah satu sifat adaptif padi adalah adanya konstitutif dan pengembangan lebih lanjut dari aerenkim yang memungkinkan oksigen untuk diangkut ke organ terendam. Aerenkim dianggap sebagai salah satu adaptasi morfologi penting bagi tanaman untuk menghadapi stres hipoksia. Aerenkim dapat diamati pada zona pembentukan aerenkim 1 mm dari pangkal akar dan satu 1 mm dari ujung akar.
Aerenkim merupakan istilah yang diberikan ke jaringan tanaman yang mengandung ruang udara yang diperbesar melebihi yang biasa ditemukan sebagai ruang intraseluler. Aerenkim terbentuk dipengaruhi oleh penghapusan beberapa sel-sel korteks, (Armstrong, 1979). Aerenkim pertama kali diidentifikasi oleh Sachs lebih dari 120 tahun yang lalu (Sachs, 1882) dan bernama lisogenous dan schizogenous (De Bary, 1884). Aerenkim lisogenous terbentuk melalui sel yang melisis, sedangkan aerenkim schizogenous terbentuk dengan cara pemisahan sel selama pengembangan jaringan (Evans, 2003).
Dari permasalahan diatas rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimanakah perkembangan aerenkim pada padi yang tumbuh di lahan terendam, pembentukan struktur aerenkim berdasarkan umur benih yang berada pada kondisi terendam. Agar kita mengetahui
perkembangan aerenkim padi sawah dan padi ladang pada tahap persemaian dengan perlakuan perendaman dan untuk melihat perbedaan zonasi aerenkim antara padi sawah dan padi ladang.
METODA
Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metoda eksperimen, dengan perlakuan penyemaian benih pada kondisi lembab dan terendam (tanah sawah), kering dan terendam (tanah kebun) antar varietas padi sawah dan padi ladang (BPTP solok, 2010).Perkembangan aerenkim diamati secara deskriptif dengan seri pengambilan sampel akar umur 1 sampai 8 setiap hari kemudian umur 14 dan 21 hari setelah persemaian. Struktur anatomi diamati dengan membuat preparat permanen dengan metoda parafin (Sass, 1958).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Struktur jaringan akar padi pada sayatan melintang umur 1 hari setelah semai pada umumnya sama dengan stuktur anantomi akar padi dalam kondisi kering (Gambar 1). Dari arah luar ke arah dalam searah sentri petal terdiri dari 1 lapis sel epidermis yang tersusun oleh sel-sel berbentuk segi empat. Sebelah dalam epidermis di ikuti oleh eksodermis dan di bawah jaringan eksodermis terdapat korteks yang ldisusun oleh beberapa lapis sel parenkim. Endodermis juga berupa selapis sel. Perisikel terdapat di bawah endodermis yang terdiri dari 1-2 lapis sel.
Toleransi tanaman terhadap banjir juga padi sawah kondisi terendam dan pada padi ladang kondisi terendam di bagian tengah sel korteks (Gambar 3). Proses pembentukan dan perkembangan aerenkim pada padi sangat menarik. Sel-sel korteks pada bagian tengah mengalami penuaan terlebih dahulu. Karena itu, sel ini lah yang mengalami pelisisan terlebih dahulu dari pada bagian luar dan bagian dalam sel korteks. Kemudian pelisisan sel ini berkembang ke bangian samping yang terlihat sebagai indikasi pembentukan aerenkim. Pembentukan aerenkim dapat dilakukan tanaman untuk mempertahankan diri dalam keadaan tergenang, akan tetapi ada tanaman yang tidak toleran terhadap banjir seperti mentimun. Mentimun tidak memiliki kemampuan untuk membentuk aerenkim dibawah tekanan hipoksia (Van Noordwijik dan Brouwer, 1993).
Pada hari ke 2 setelah semai terlihat bahwa sel-sel yang mulai melisis sudah tampak jelas. Pada padi sawah kondisi lembab terbentuk 4-8 rongga sel aerenkim yang berasal dari 2 sel melisis di bagian tengah dan 1 sel melisis ke bagain samping. Pada padi ladang kondisi kering tidak terbentuk aerenkim dimana struktur akarnya masih dalam keadaan normal. Pada padi sawah kondisi terendam terbentuk 2-10 rongga sel aerenkim yang berasal dari 3 sel korteks melisis di bagian tengah dan 1 sel korteks melisis ke bagian samping. Pada padi ladang kondisi terendam terbentuk 2-6 rongga sel aerenkim yang berasal dari 2 sel melisis di bagaian tengah dan 1 sel melisis ke bagaian samping.
Sel-sel yang melisis ini terbentuk dari proses lisogenous di bagian tengah ke bagian luar dan dalam (Gambar 2. a,c,d), yang kemudian berkembang ke bagian samping. Proses pembentukan aerenkim
lisogenous juga ditemukan pada tanaman jagung (Gunawardena, 2001), tanaman gandum (Trought dan Drew, 1980). Selain pembentukan aerenkim lisogenous, pembentukan aerenkim schizogenous juga di temukan pada tanaman rumex (Colmer, 2003). Pada tanaman labu (Shimamura, 2007), terbentuk aerenkim bukan schizogenous atau lisogenous, tetapi diproduksi oleh perpanjangan radial sel kortek.
Pada hari ke 3 setelah semai (Gambar 4). Pada padi sawah kondisi lembab terdapat penambahan jumlah aerenkim, terbentuk 10-16 rongga sel aerenkim dengan penambahan 1 sel kortek yang melisis ke bagian dalam dari hari sebelumnya. Pada padi ladang kondisi kering tidak terbentuk aerenkim dan struktur akarnya masih dalam keadaan normal. Pada padi sawah kondisi terendam terbentuk 11-16 rongga sel aerenkim yang berasal dari 5 sel korteks melisis di bagian tengah dan 1 sel melisis ke bagian samping. Pada padi ladang terbentuk 8-16 sel aerenkim yang berasal dari 2 sel korteks melisis di bagaian tengah dan 1 sel melisis ke bagaian samping.
Aerenkim mulai berkembang pesat 4 hari setelah semai (Gambar 5). Pada padi sawah kondisi lembab terbentuk 19-21 rongga sel aerenkim yang terbentuk dari 5 sel korteks yang melisis di bagian tengah dan 2 sel korteks melisis ke bagian samping. Pada padi padi ladang kondisi kering tidak terbentuk aerenkim dan struktur akarnya masih dalam keadaan normal. Pada padi sawah kondisi terendam terbentuk 17-22 rongga sel aerenkim yang berasal dari 5 sel korteks melisis di bagian tengah dan 1 sel korteks melisis ke bagian samping. Pada padi ladang kondisi terendam terbentuk 19-26 rongga sel aerenkim.
aerenkim sehingga struktur akarnya masih dalam keadaan normal. Pada padi sawah kondisi terendam terbentuk 22-24 rongga sel aerenkim yang berasal dari 5 sel korteks yang melisis di bagian tengah dan 2 sel korteks melisis ke bagian samping. Pada padi ladang kondisi terendam terbentuk 26-28 rongga sel aerenkim yang berasal dari 5 sel korteks melisis di bagaian tengah, 2 sel korteks melisis ke bagaian samping.
Pada hari ke 6 setelah semai (Gambar 7), padi sawah kondisi normal terbentuk 23-26 rongga sel aerenkim yang berasal dari 5 sel korteks yang melisis di bagian tengah dan 3 sel korteks melisis ke bagian samping. Pada padi ladang kondisi kering tidak terbentuk aerenkim dan struktur akarnya masih dalam keadaan normal. Pada padi sawah kondisi terendam terbentuk 24-27 rongga sel aerenkim yang berasal dari 6 sel korteks melisis di bagian tengah dan 2 sel korteks melisis ke bagian samping. Pada padi ladang kondisi terendam terbentuk 26-28 rongga sel aerenkim yang berasal dari 5 sel koreks melisis di bagaian tengah, 2 sel kortek ke bagian samping.
Pada hari ke 7 setelah semai tidak banyak perbedaan dari hari sebelumnya (Gambar 8). Pada padi sawah kondisi lembab terbentuk 26-28 rongga sel aerenkim dan ada 3 rongga sel aerenkim yang kecil. Pada padi ladang kondisi kering masih dalam struktur normal. Pada padi sawah kondisi terendam dibentuk 26-27 rongga sel aerenkim. Dan pada padi ladang terendam dibentuk 28-30 rongga sel aerenkim. Sel-sel yang melisis ke bagian luar dan dalam serta ke bagian sampingnya sama seperti sebelumnya.
Pada hari ke 8 setelah semai (Gambar 9), padi sawah kondisi lembab dibentuk 27-28 ronggasel aerenkim. Padi ladang kondisi kering struktur dari akarnya masih dalam sudah tidak mengalami perubahan lagi
(tetap). Pada padi sawah kondisi lembab dan padi sawah kondisi terendam dan sel yang membentuk aerenkim tinggal selapis sel.
Pada hari ke 14 setelah semai (Gambar 10), padi sawah kondisi lembab, padi sawah kondisi terendam dan padi ladang konsisi terendam tidak mengalami perubahan dari pengamatan sebelumnya struktur anatomi akarnya sama dengan sebelumnya. Akan tetapi berbeda dengan padi ladang kondisi kering, pada hari ke 14 ini sudah mulai kondisi terendam masih dalam kondisi yang sama dengan hari ke 14 setelah semai, tidak mengalami perubahan dari pengamatan sebelumnya. Akan tetapi pada padi ladang kondisi normal mengalami perkembangan aerenkim yaitu terbentuk 12-14 rongga sel aerenkim dengan 3 sel korteks yang melisis di bagian tengah dan 2 sel korteks yang melisi ke bagian samping.
Pada padi sawah kondisi lembab dan padi sawah kondisi terendam saat struktur akarnya
sudah tetap. Pembentukan aerenkim
menyisakan 2 sel kortek yaitu 1 sel korteks di
bawah eksodermis sebagai pembatas
aerenkim dengan sel eksodermis dan 1 sel kortek sebelah endodermis. Akan tetapi, pada padi ladang menyisakan 3 sel yang tidak melisis yaitu 2 sel yang tidak melisis tersebut sebelah dalam eksodermis dan 1 sel yang tidak melisis sebelah endodermis untuk pemisahan aerenkim dengan sel–sel di sekitarnya.
kering, aerenkim tidak terbentuk struktur akarnya masih sama dengan padi ladang umur satu hari. Struktur aerenkim sempurna pada umur 8 hari dengan deret aerenkim 27-28 rongga sel aerenkim pada padi sawah lembab, 27-29 rongga sel aerenkim pada padi sawah terendam dan 28-30 rongga sel aerenkim pada padi ladang terendam. Tanaman labu, struktur aerenkimnya tetap 16 hari setelah akar berada dalam kondisi terendam (Shimamura 2007).
Zona pembentukan aerenkim dari pangkal (zona proximal) ke ujung (zona distal) dapat dilihat pada gambar 12. Zona pembentukan aerenkim pada padi umur 7 hari setelah semai pada padi sawah kondisi lembab terbentuk aerenkim dari bagian zona proximal akar kebagian zona distal sampai ± 8 mm dari zona dista dari panjang akar keseluruhan 50 mm. Pada padi ladang kondisi kering pada hari ke 7 setelah semai tidak terbentuk zona aerenkim. Pada padi sawah kondisi terendam terbentuk aerenkim dari bagian zona proximal akar kebagian zona distal sampai ± 5 mm dari zona distal dari panjang akar keseluruhan 47 mm. Pada padi ladang kondisi terendam terbentuk aerenkim dari bagian zona proximal akar kebagian zona distal sampai ± 5 mm dari zona distal dari panjang akar keseluruhan 45 mm. Zona pembentukan aerenkim berkembang pada padi hari ke 14 setelah semai. Pada padi sawah kondisi lembab terbentuk aerenkim dari bagian zona proximal akar kebagian zona distal sampai ± 5 mm dari zona distal dari panjang akar keseluruhan 67 mm. Pada padi ladang kondisi kering sudah mulai terbentuk aerenkim dari bagian zona proximal akar kebagian zona distal sampai ± 45 mm dari zona distal dari panjang akar keseluruhan 65 mm. Pada padi sawah kondisi terendam terbentuk aerenkim dari bagian zona proximal akar kebagian zona distal sampai ± 3 mm dari zona distal dari panjang akar keseluruhan 64 mm. Pada padi ladang kondisi terendam terbentuk aerenkim dari bagian zona proximal akar kebagian zona
distal sampai ± 4 mm dari zona distal dari panjang akar keseluruhan 62 mm.
Pada hari ke 21 setelah semai pada padi sawah kondisi lembab terbentuk aerenkim dari bagian zona proximal akar kebagian zona distal sampai ± 3 mm zona dari zona distal dari panjang akar keseluruhan 84 mm. Pada padi ladang kondisi kering mulai terbentuk aerenkim dari bagian zona proximal akar kebagian zona distal sampai ± 45 mm dari zona distal dari panjang akar keseluruhan 83 mm. Pada padi sawah kondisi terendam terbentuk aerenkim dari bagian zona proximal akar kebagian zona distal dari panjang akar keseluruhan 81 mm. Pada padi ladang kondisi terendam zona aerenkim terbentuk aerenkim dari bagian zona proximal akar kebagian zona distal dari panjang akar keseluruhan 80 mm. Pada padi dalam kondisi terendam zona pembentukan aerenkimnya tidak berbeda. Sedangkan pada padi dalam kondisi umum zona pembentukan aerenkimnya berbeda tipis pada padi sawah kondisi lembab dengan padi yang dalam kondisi terendam, karena padi sawah masih memiliki kandungan air yang lebih dari pada padi ladang kering. Pembentukan aerenkim pada labu, 5 mm dari zona proximal dan 60 mm dari zona distal dari panjang akar keselurun 80 mm jadi zona pembentukan ± ¼ bagian dari ujung akar (Shimamura, 2007).
Gambar 2. Sayatan melintang struktur anatomi akar padi umur 1 hari. a. padi sawah kondisi lembab, b. padi ladang kondisi kering, c. padi sawah kondisi terendam, d. padi ladang terendam
Gambar 3. Sayatan melintang struktur anatomi akar padi umur 2 hari. a. padi sawah kondisi lembab, b. padi ladang kondisi kering, c. padi sawah kondisi terendam, d. padi ladang terendam.
Gambar 4. Sayatan melintang struktur anatomi akar padi umur 3 hari. a. padi sawah kondisi lembab, b. padi ladang kondisi kering, c. padi sawah kondisi terendam, d. padi ladang terendam
Gambar 5. Sayatan melintang struktur anatomi akar padi umur 4 hari. a. padi sawah kondisi lembab, b. padi ladang kondisi kering, c. padi sawah kondisi terendam, d. padi ladang terendam
Gambar 6. Sayatan melintang struktur anatomi akar padi umur 5 hari. a. padi sawah kondisi lembab, b. padi ladang kondisi kering, c padi sawah kondisi terendam, d. padi ladang terendam
Gambar 8. Sayatan melintang struktur anatomi akar padi umur 7 hari. a. padi sawah lembab, b. padi ladang kering, c. padi sawah terendam, d. padi ladang terendam.
Gambar 9. Sayatan melintang struktur anatomi akar padi umur 8 hari. a. padi sawah lembab, b. padi ladang kering, c. padi sawah terendam, d. padi ladang terendam.
Gambar 10. Sayatan melintang struktur anatomi akar padi umur 14 hari. a. padi sawah lembab l, b. padi ladang kering, c. padi sawah terendam, d. padi ladang terendam.
Gambar 11. Sayatan melintang struktur anatomi akar padi umur 21 hari. a. padi sawah lembab, b. padi ladang kering, c. padi sawah terendam, d. padi ladang terendam.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Jumlah Deret Sel Kortek dan Jumlah Rongga Aerenkim Padi Sawah Kondisi Lembab
Umur Individu Σ akar Jlh Deret Sel Kortek
(sel)
Jlh Rongga Sel Aerenkim
(rongga)
1 hari 16 16 akar 6-8 -
2 hari 16 16 akar 6-8 4-8 3 hari 16 16 akar 7-8 10-16
4 hari 5 15 akar 2 19-21
5 hari 5 15 akar 2 20-24
6 hari 5 15 akar 2 23- 26
7 hari 5 15 akar 2 26-28
Tabel. 2 Hasil Pengamatan Jumlah Deret Sel Kortek dan Jumlah Rongga Aerenkim Padi Ladang Kondisi Kering
Umur Individu Σ akar Jlh Deret Sel Kortek
(sel)
Jlh Rongga Sel Aerenkim
(rongga)
1 hari 16 16 akar 6-8 -
2 hari 16 16 akar 6-8 -
3 hari 16 16 akar 6-8 -
4 hari 5 15 akar 7-8 -
5 hari 5 15 akar 7-8 -
6 hari 5 15 akar 7-8 -
7 hari 5 15 akar 7-8 -
8 hari 5 15 akar 7-8 -
Tabel 3. Hasil Pengamatan Jumlah Deret Sel Kortek dan Jumlah Rongga Aerenkim Padi Sawah kondisi terendam
Umur Individu Σ akar Jlh Deret Sel Kortek
(sel)
Jlh Rongga Sel Aerenkim
(rongga)
1 hari 16 16 akar 6-8 -
2 hari 16 16 akar 6-8 2-10 3 hari 16 16 akar 7-9 11-16
4 hari 5 15 akar 2 17-22
5 hari 5 15 akar 2 22-24
6 hari 5 15 akar 2 24- 27
7 hari 5 15 akar 2 26-27
8 hari 5 15 akar 2 27-29
Tabel 4. Hasil Pengamatan Jumlah Deret Sel Kortek dan Julmah Rongga Aerenkim Padi ladang kondisi terendam
Umur Individu Σ akar Jlh Deret Sel Kortek (sel)
Jlh Rongga Sel Aerenkim
1 hari 16 16 akar 6-8 -
2 hari 16 16 akar 6-8 2-6 3 hari 16 16 akar 7-9 8-16
4 hari 5 15 akar 3 19-26
5 hari 5 15 akar 3 25-27
6 hari 5 15 akar 3 26-28
7 hari 5 15 akar 3 28-30
Tabel 5. Waktu pembentukan dan zona pembentukan aerenkim pada padi sawah dan padi ladang dari umur 1-8 hari setelah semai
Parameter
Perlakuan Waktu terbentuk
(hss)
Zona terbentuk Dari pangkal
akar (mm)
Waktu struktur sempurna
(hss)
Jumlah Rongga Sel
Aerenkim Padi sawah
lembab
2 12 8 27-28
Padi sawah terendam
2 13 8 27-29
Padi ladang kering
- - -
Padi ladang terendam
2 17 8 28-30
Keterangan tabel : hss = hari setelah semai
akar berada dalam kondisi terendam (Shimamura 2007).
Umur Akar (hari setelah Semai)
Gambar 11. Reikontruksi zona pembentukan aerenkim pada padi umur 7,14, 21 Hss (hari setelah semai). a0 padi sawah lembab, b0 padi ladang kering, a1 padi sawah terendam, b1 padi ladang terendam. Derah diarsir hitam terbentuk aerenkim, daerah putih tidak terbentuk aerenkim
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, K dan Partohardjono. 1986. Respon Varietas/Galur Harapan Padi Sawah terhadap Pemupukan Nitrogen. Dalam Proseding Penghasilan Tanaman Pangan. Bogor
Balai Informasi Pertanian. 1986. Swasembada Beras di Sumatra Barat telah dicapai oleh Pelita III. Buletin
Balai Informasi Pertanian . Padang 9 Colmer TD. 2003. Long-distance Transport of Gases in Plants: A Perspective on Internal Aeration and Radial Oxygen Loss from Roots. Plant, Cell & Environment 26: 17–36.
Evans. D. E. 2003. Aerenchyma Formation. New Phytol. 161: 35– 49
Fahn. A. 1990 Plant Anatomy. Edisi 4. Professor of Botany. The Hebrew University of Jerusalem. Israel
Gunawardena, A. Pearce D.M. Jackson, M.B. Hawes, C.R. Evans D.E. 2001. Characterisation of Pogrammed Cell Death During Aerenkim Formation Induced by Ethylene or Hypoxia in Roots of Maize (Zea mays L.). Planta 212: 205–214.
Kamandalu. A.A.N.B. 2005. Uji Multilokasi Galur Harapan (gh) Padi Gogo. Balai Pengkahian Teknologi Pertanian Bali. Bali
Saab I N and Sachs M M 1995 A Flooding-induced Xyloglucan Endo-Transglycosylase Homolog in Maize is Responsive to Ethylene and Associated
with Aerenchyma. Plant Physiol. 112 : 385–391
Sass, E. 1958. Botanical Microtechnique. Third Edition. The Lowa State University Press Lowa.
Shimamura. S, Yoshida, S. Mochizuki T. 2007. Aerenkim Cortex Formation in Adventitious Roots of luffa cylindrica Hipokotil and Due to Flooding. Ann Bot. 7: 1.431-1.439.
Trought dan drew. 1980. Characteristic Roots and Hormone Activity of Wheat in Response to Hypoxia and Ethylene. Crop Science 37 :812-818.