• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBIJAKAN TENTANG PENDIDIKAN BERBASIS MA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KEBIJAKAN TENTANG PENDIDIKAN BERBASIS MA"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

KEBIJAKAN TENTANG PENDIDIKAN BERBASIS MASYARAKAT

Makalah ini disusun untuk memenuhi tuga Kelompok Mata Kuliah

Kebijakan dan Komparasi Pendidikan

Dosen pengampu:

Dr. Syamsul Bahri, M.A.

Disusun Oleh:

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM STRATA DUA (S2)

KONSENTRASI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

INSTITUT PERGURUAN TINGGI ILMU AL-QUR

’AN JAKARTA

TAHUN 2017

Aceng Fuad Hasim Ikbal

(2)

i

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’aalamin puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt

yang telah memberikan kenikmatan terutama nikmat Iman, Islam serta nikmat sehat

waal’afiat sehingga penulis bisa menyelesaikan penulisan makalah ini dengan baik.

Shalawat beserta salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada baginda alam yakni Nabi Muhammad Saw. Kepada keluarganya, shahabatnya, dan seluruh umatnya sampai hari

kiamat.

Tidaklah mudah menyusun makalah ini, penulis menyadari itu sepenuhnya. Tidak sedikit kesulitan, hambatan, rintangan, dan cobaan yang penulis alami. Karena dalam penulisan makalah ini diperlukan kesungguhan, ketenangan, ketelatenan, kesabaran,

kejernihan hati ketajaman pikiran, serta kedalaman pengetahuan. Namun berkat do’a,

dorongan dan motivasi dari berbagai pihak alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan makalah ini.

Penulis

(3)

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

A. Latar belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 2

BAB 1I PEMBAHASAN ... 3

A. Pengertian Pendidikan Berbasis Masyarakat ... 3

B. Landasan Filosofis Pendidikan Berbasis Masyarakat ... 4

C. Landasan Hukum Kebijakan Pendidikan Berbasis Masyarakat ... 5

D. Konsep Dasar Pendidikan Berbasis Masyarakat ... 7

BAB 1II PENUTUP ... 9

Kesimpulan ... 9

(4)

1

BAB I

Pendahulun

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan

pemerintah. Sekolah hanyala membantu kelanjutan pendidikan dalam keluarga. Peralihan bentuk pendidikan keluarga ke sekolah memerlukan kerja sama antara orang tua (keluarga) dan pendidik (sekolah).

Pendidikan di Indonesia masa Orde Baru ditengarai banyak pengamat sebagai situasi dan kondisi pendidikan yang menyisakan banyak persoalan. Paling tidak terdapat dua persoalan utama yang menjadi ciri umum pendidikan di Indonesia masa ini. Pertama, kebijakan pendidikan nasional yang sangat sentralistik dan menekankan uniformitas (keseragaman), yang menyebabkan format kurikulum, buku ajar, bahkan hingga penilaian hasil pendidikan diatur secara serba seragam dengan mengikuti garis petunjuk atau indoktrinasi dari pemerintah pusat di Jakarta. Kebijakan seperti ini pada gilirannya menutup ruang gerak pengembangan dan improvisasi pendidikan yang sesuai dengan kondisi sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat tempat pendidikan berlangsung.

Kedua, kebijakan pendidikan nasional yang diskriminatif dalam memperlakukan sekolah swasta, sehingga mengesankan bahwa pendidikan hanya milik pemerintah, bukan milik masyarakat. Kondisi ini menyebabkan adanya jurang pemisah antara

“negeri” dan “swasta”, di mana mayoritas dana, sarana, dan perhatian pemerintah

dipusatkan pada sekolah negeri, sehingga kualitas sekolah swasta terabaikan. Kebijakan diskriminatif ini juga diberlakukan antara sekolah umum milik Departemen Pendidikan

dan Kebudayaan dengan sekolah agama (madrasah) milik Departemen Agama.

Pendidikan berbasis masyarakat sesungguhnya merupakan wacana baru yang muncul dalam dunia pendidikan, terutama bagi masyarakat Indonesia.1 Setelah pemerintah memberlakukan kebijakan desentralisasi dalam sistem pendidikan. Dalam wujud nyatanya pemerintah memberlakukan undang- undang otonomi daerah. Dalam hal ini tidak luput tentunya sistem pendidikan secara rasional mengikuti atas kebijakan desentralisasi tersebut. Desentralisasi pendidikan mengandung pemahaman bahwa

1

(5)

2

pendidikan membutuhkan unsur berbasis kebutuhan masyarakat. Daerah diharapkan mampu membangun peradaban pendidikan sesuai dengan kebutuhan daerah itu sendiri.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian pendidikan berbasis masyarakat ? 2. Apa landasan filosofis pendidikan berbasis masyarakat ?

(6)

3

BAB II

Pembahasan

A. Pengertian Pendidikan Berbasis Masyarakat

Pendidikan berbasis masyarakat menurut Jalal dan Supriadi merupakan

pendidikan yang dirancang, dilaksanakan, dinilai dan dikembangkan oleh masyarakat yang mengarah pada usaha menjawab tantangan dan peluang yang ada di lingkungan masyarakat tertentu dengan berorientasi pada masa depan.2 Dengan kata lain, pendidikan

berbasis masyarakat adalah konsep pendidikan “dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat”. Dengan ini menegaskan bahwa yang menjadi acuan dalam memahami pendidikan berbasis masyarakat adalah pendidikan luar sekolah, karena pendidikan luar sekolah itu bertumpu pada masyarakat, bukan pada pemerintah. Ia dapat mengambil bentuk Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM) yang tumbuh subur dan masyarakat berlomba-lomba untuk mendirikannaya.

Hal senada juga diungkapkan oleh Dedi Supriadi yang mengkaji fenomena TKA/TPA yang muncul di Indonesia semenjak 1980-an. Ia menyebutkan bahwa pendidikan berbasis masyarakat merupakan proses pendidikan yang lahir dari kebutuhan masyarakat. Oleh karenanya ia tak perlu dikekang oleh aturan-aturan formal dari pemerintah. Dari sini, fenomena TKA/TPA kiranya dapat dijadikan model alternasi bagi pengembangan pendidikan berbasis masyarakat, terutama dari segi keterlepasannya dari birokrasi pemerintah. Ia senantiasa terwujud sebagai bukti dari akomodasi kehendak

masyarakat untuk membelajarkan anak-anaknya.3

Pendidikan berbasis masyarakat dengan proses formal biasanya merupakan

pendidikan yang diselenggarakan oleh organisasi birokrasi formal semisal sekolah atau universitas. Pendidikan berbasis masyarakat dengan proses nonformal dapat mengambil bentuk pendidikan di luar kerangka sistem formal yang menyediakan jenis pelajaran terpilih, seperti di perpustakaan atau museum. Adapun pendidikan berbasis masyarakat dengan proses informal merupakan pendidikan yang diperoleh individu melalui interaksinya dengan orang lain di tempat kerja, dengan keluraga, atau dengan teman.

2

Fasli Jalal dan Dedi Supriadi (Eds.) Reformasi Pendidikan dalam Konteks Otonomi Daerah. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa. 2001. Cet. I. h. 186.

3

Dedi Supriadi. “Antara Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar: Di Balik Kebijakan Ada Konstruk

(7)

4

Pendidikan Berbasis Masyarakat (Community Based Education) intinya adalah bahwa masyarakat yang menentukan kebijakan serta ikut berpartisipasi di dalam menanggung beban pendidikan, bersama seluruh masyarakat setempat, tentang pendidikan yang bermutu bagi anak-anak mereka. Dalam pengertian ini, masyarakat tidak semestinya menyerahkan seluruh pendidikan anak-anak mereka kepada sekolah semata-mata, tetapi ikut memikirkan serta bertanggungjawab bersama kalangan pendidikan akan berhasilnya pendidikan anak-anak mereka. Dengan demikian, diharapkan akan tercipta hubungan yang harmonis di antara pendidikan di rumah dan pendidikan sekolah serta pendidikan luar sekolah.4

B. Landasan Filosofis Pendidikan Berbasis Masyarakat

Menurut catatan Watson, ada tiga elemen dasar yang saling bersinergi yang menjadi landasan filosofis bagi terwujudnya pendidikan berbasis masyarakat, yaitu learning society, critical pedagogy dan berbasis lokal.

1. Learning Society

Landasan pertama adalah bahwa pendidikan berbasis masyarakat bertumpu pada pengembangan masyarakat belajar (learning society). Landasan ini menegaskan adanya kepercayaan terhadap masyarakat untuk melaksanakan pendidikannya sendiri berdasarkan kekuatan, keterampilan, pengetahuan, dan pengalaman yang dimilikinya. Semua aspek dalam kehidupan manusia dapat menjadi sarana dan media pembelajaran yang dapat dilakukan sepanjang hayat, sehingga memberikan iklim kondusif bagi lahirnya masyarakat belajar (learning society).5 Intinya, learning society adalah masyarakat yang menjadikan segala aktivitas hidupnya sebagai suatu proses pembelajaran yang dilakukan secara sadar.

2. Critical Pedagogy

Solusi yang ditawarkan paradigma ini dalam memecahkan berbagai masalah pendidikan adalah dengan usaha reformasi “gincu”, yaitu membangun kelas dengan fasilitas baru, modernisasi peralatan sekolah dengan komputer, meningkatkan metodologi pengajaran yang lebih efisien dan partisipatif, seperti melalui group

4

Syanti Kukuh Vidyawati. “Manajemen Pendidikan Berbasis Masyarakat (Studi Kasus pada KB Sinar Mentari, Dusun Kanggotan, Kelurahan Pleret, Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul, D.I. Yogyakarta)”. Skripsi

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan. UIN Sunan Kalijaga. Yogyakarta. 2013. h. 16.

5

(8)

5

dynamics, learning by doing, experimental learning, dan bahkan melalui CBSA (Cara

Belajar Siswa Aktif).6

3. Berbasis Lokal

Pendidikan berbasis masyarakat dilaksanakan dengan mengikuti asas berbasis lokal. Dengan berlokasi di masyarakat, diharapkan masyarakat dapat merancang, memutuskan, serta mengatur pendidikannya sendiri sesuai kebutuhannya.7

C. Landasan Hukum Kebijakan Pendidikan Berbasis Masyarakat

1. Pendidikan berbasis masyarakat sesungguhnya bukan hanya dapat dilaksanakan melalui jalur pendidikan luar sekolah (nonformal), sebagaimana diungkapkan dalam UU No. 20 Tahun 2003 pasal 13 ayat (1) menyebutkan bahwa “Jalur pendidikan

terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi

dan memperkaya”.8

2. Undang-undang Sisdiknas UU No 20 tahun 2003, dalam ketentuan umum menyatakan bahwa Pendidikan berbasis masyarakat adalah penyelenggaraan pendidikan berdasarkan kekhasan agama, sosial, budaya, aspirasi dan potensi masyarakat sebagai perwujudan pendidikan dari, oleh dan untuk masyarakat.9

3. Peran serta masyarakat dalam pendidikan yang tertuang pada pasal 54 ayat (1) Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha dan organisasi kemasyarakatan dalam menyelenggarakan dan pengendalian mutu pada satuan pendidikan. Ayat (2) masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber pelaksanaan dan pengguna hasil pendidikan.10

4. Demikian pula pendidikan berbasis masyarakat sebagaimana yang tertuang pada pasal 55 ayat (1) Masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan non formal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial dan budaya untuk kepentingan masyarakat, ayat (2) Penyelenggara pendidikan berbasis masyarakat mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan, serta manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standard nasional

pendidikan. Ayat (3) Dana penyelenggaraan pendidikan berbasi masyarakat dapat

6

Toto Suharto. Pendidikan Berbasis Masyarakat Organik Pengalaman Pesantren Persatuan Islam. Surakarta: Fataba Press. 2013. h. 54.

7

Toto Suharto. Pendidikan Berbasis Masyarakat Organik Pengalaman Pesantren Persatuan Islam. Surakarta: Fataba Press. 2013. h. 54.

8

Tim Redaksi Fokus Media. Undang-Undang Guru dan Dosen. Bandung: Fokus Media. 2006. h. 60.

9

Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003.

10

(9)

6

bersumber dari penyelenggara, masyarakat, pemerintah, pemerintah daerah dan/ atau sumber lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ayat (4) lembaga pendidikan berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis, subsidi dana dan sumber daya lain secara adil dan merata dari pemerintah dan/ atau pemerintah daerah.

Upaya yang perlu dilakukan dalam mewujudkan pendidikan berbasis masyarakat adalah sebagai berikut:

a. Membuat peraturan dan pedoman unit kerja masing-masing yang dapat menjamin hak steakholders untuk menyampaikan pendapat dalam segala proses pengambilan keputusan, pembuat kebijakan, perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan/

pengevaluasian dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional di unit kerja masing-masing.

b. Menyediakan sarana partisipasi atau saluran komunikasi agar stakeholders dapat mengutarakan pendapat atau aspirasinya.

c. Melakukan advokasi, demokratisasi, publikasi, komunikasi, transparasi dan realisasi terhadap stakeholder agar dukungan yang dilakukan optimal.

d. Melibatkan stakeholder secara proposional dengan mempertimbangkan relevansi pelibatannya, batas-batas yurisdiksinya, kompetensinya dan kompatibilitas tujuan yang akan dicapai.11

Model pendidikan berbasis masyarakat bertumpu pada masyarakat, oleh masyrakat dan untuk masyarakat. Dari masyarakat artinya pendidikan mampu memenuhi atau mampu memberikan jawaban dan solusi atau kebutuhan masyarakat. Pendidikan oleh masyarakat artinya masyarakat ditempatkan sebagai subyek/ pelaku pendidikan dan bukan hanya obyak. Pendidikan untuk masyarakat artinya keikutan masyarakat dalam semua program baik yang akan dirancang maupun yang sedang dilaksanakan memerlukan partisipasi aktif masyarakat.12

11Slamet, “MBS, Life Skills, KBK, CTL, dan Saling Keterkaitannya”

dalam Handout Kapita Selekta Desentralisasi Pendidikan di Indonesia (September 2005). hlm. 5.

12

(10)

7

D. Konsep Dasar Pendidikan Berbasis Masyarakat

Partisipasi masyarakat dalam pendidikan di Indonesia, menurut Suyata, bukanlah hal yang baru. Ia telah dilaksanakan oleh yayasan-yayasan swasta, kelompok sukarelawan, organisasi- organisasi non-pemerintah, dan bahkan oleh perseorangan.13

Dalam tinjauan literatur, ada tiga perspektif yang mencoba mencari landasan konseptual bagi pendidikan berbasis masyarakat,

yaitu:

1. Pendidikan berbasis masyarakat dalam perspektif historis.

Perspektif ini melihat pendidikan berbasis masyarakat sebagai sebuah perkembangan lanjut dari pendidikan berbasis sekolah. Perspektif ini dikemukakan

oleh Winarno Surakhmad yang menyatakan bahwa pendidikan berbasis masyarakat merupakan perkembangan lebih lanjut dari pendidikan berbasis sekolah. Dalam pandangannya, “konsep pengelolaan Pendidikan Berbasis Sekolah (PBS) adalah konsep yang sangat mungkin perlu kita dahulukan sebagai titik tumbuh konsep

pendidikan berbasis masyarakat”.14

2. Pendidikan berbasis masyarakat dalam perspektif sosiologis.

Pendidikan berbasis masyarakat dari perspektif sosiologis. Di sini membedakan

konsep ”pendidikan masyarakat” (community education) dengan ”pendidikan

berbasis masyarakat” (community-based education). Menurutnya, pendidikan masyarakat didefinisikan sebagai proses pembangunan pendidikan masyarakat dengan tujuan untuk pengembangan potensi dan partisipasi masyarakat di tingkat lokal, yang pelaksanaannya mengikuti paradigma fungsionalis. Paradigma ini

mengasumsikan adanya “sekolah negeri” dan keinginan untuk menggunakannya secara efisien. Sekolah-sekolah ini memang dibuat agar menjadi sumber daya masyarakat, dalam rangka meningkatkan partisipasi masyarakat dalam bidang pendidikan. Paradigma ini tidak melihat struktur sosial masyarakat di mana sekolah itu berada, tapi yang dilihat adalah keterlibatan warga negara dalam pembangunan masyarakat.

13

Suyata, Community Participation in School Development: Acces, D - mand, and School Construction (Jakarta: Directorate of Seconday Education, Di- rectorate General of Primay and Secondary Education, Ministry of Education and Culture, 1996). h. 2.

14

Winarno Surakhmad. “Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah dalam Rangka Pengembangan

(11)

8

3. Pendidikan berbasis masyarakat dalam perspektif politik.

Perspektif ketiga yang dapat digunakan untuk melihat konsep pendidikan berbasis masyarakat adalah perspektif politik. Di antara tokohnya adalah Dean

Nielsen. Nilesen menekankan bahwa pendidikan berbasis masyarakat (community-based education) merupakan hal yang berlawanan dengan pendidikan berbasis

negara (state-based education). Hal ini karena masyarakat dengan makna community biasanya dilawankan dengan negara. Dalam konteks Indonesia, menurut Nielsen, pendidikan berbasis masyarakat menunjuk kepada tujuh pengertian, yaitu:

a. Peran serta masyarakat dalam pendidikan, b. Pengambilan keputusan yang berbasis sekolah,

c. Pendidikan yang diberikan oleh sekolah swasta atau yayasan,

d. Pendidikan dan pelatihan yang diberikan oleh pusat pelatihan milik swasta, e. pendidikan luar sekolah yang disediakan pemerintah,

f. Pusat kegiatan belajar masyarakat,

g. Pendidikan luar sekolah yang diberikan oleh organisasi, seperti lembaga swadaya masyarakat dan pondok pesantren.15

15

(12)

9

BAB III

Penutup

Kesimpulan

Pendidikan berbasis masyarakat lebih mengacu kepada arah dan tujuan apa yang di harapkan sebagai anggota masyarakat. Sehingga ketentuan yang digunakan dalam proses

pendidikannya lebih terpusat kepada pemberdayaan manusia untuk menjawab tantangan yang ada dalam masyarakat dan segala bentuk keputusan yang ada di dalamnya dibuat oleh masyarakat

(13)

10

Daftar Pustaka

Djati Sidi, Indra,. Menuju Masyarakat Belajar: Menggagas Paradigma Baru Pendidikan.Jakarta: Paramadina-Logos Wacana Ilmu. Cet. I; 2001.

Jalal, Fasli dan Dedi Supriadi (Eds.) Reformasi Pendidikan dalam Konteks Otonomi Daerah. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa. 2001. Cet. I.

Kukuh Vidyawati, Syanti,. “Manajemen Pendidikan Berbasis Masyarakat (Studi Kasus pada KB Sinar Mentari, Dusun Kanggotan, Kelurahan Pleret, Kecamatan Pleret,

Kabupaten Bantul, D.I. Yogyakarta)”. Skripsi Fakultas Tarbiyah dan Keguruan. UIN Sunan Kalijaga. Yogyakarta. 2013.

Nielsen, Dean,. Memetakan Konsep Pendidikan Berbasis Masyarakat di Indonesia dalam Reformasi Konteks Otonomi Daerah .Yogyakarta: Adi cita. 2001.

Rosyada, Dede,. Paradigma Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media. 2007.

Slamet, “MBS, Life Skills, KBK, CTL, dan Saling Keterkaitannya” dalam Handout Kapita Selekta Desentralisasi Pendidikan di Indonesia (September 2005).

Suharto, Toto,. Konsep Dasar Pendidikan Berbasis Masyarakat. Jurnal. Palembang: Cakrawala Pendidikan, November 2005, Th. XXIV, No. 3.

--- ,. Pendidikan Berbasis Masyarakat Organik Pengalaman Pesantren Persatuan Islam. Surakarta: Fataba Press. 2013.

Supriadi, Dedi,. “Antara Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar: Di Balik Kebijakan Ada Konstruk Berpikir”, Analisis CSIS, Tahun XXIX/2000, No. 3.

Surakhmad, Winarno,. “Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah dalam Rangka Pengembangan Pendidikan Berbasis Masyarakat”, makalah disampaikan pada Raker Kepala Sekolah SLTP-SLTA Negeri dan Swasta Se-Propinsi Jawa Tengah, Kanwil Depdiknas Agustus-September 2000.

Suyata, Community Participation in School Development: Acces, D - mand, and School Construction (Jakarta: Directorate of Seconday Education, Di- rectorate

General of Primay and Secondary Education, Ministry of Education and Culture, 1996).

Referensi

Dokumen terkait

/2015 tanggal 05 Oktober 2015, pekerjaan Penyusunan Data Base Jaringan Data Spasial Daerah Kabupaten Muara Enim, maka peserta yang masuk dalam calon daftar pendek dan

Penyelidikan ini juga dijalankan bertujuan untuk mengkaji perhubungan di antara tingkah laku kesediaan pensyarah secara lisan atau bukan lisan dengan tahap motivasi pelajar di

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan cuci tangan perawat sebelum dan sesudah melaksanakan tindakan keperawatan di Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau

Sistem pendaftaran siswa baru ini digunakan untuk mempermudah sekolah dalam menerima calon siswa yang akan mendaftar kesekolah tersebut.siswa dan orang tua lebih mudah dalam

Aplikasi Administrasi Surat Kerja Online ini merupakan suatu alat bantu dari pengelolaan informasi atau pengolahan data menjadi sebuah informasi yang berasal dari sebuah

Demikian pengumuman ini di sampaikan, atas per hatiannya diucapkan ter

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini yang berjudul

Pada siklus ke II ini terdiri dari kegiatan perencanaan, pengamatan, dan refleksi tindakan.Pada siklus ini pelaksanaan metode Pembelajaran peta konsepjuga sama seperti