• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II STATUS BANGUNAN ATAS TANAH HAK GUNA BANGUNAN DIATAS HAK PENGELOLAAN SETELAH BERAKHIR JANGKA WAKTUNYA JIKA DIALIHKAN DENGAN JUAL BELI A. Dasar Hukum dan Tata Cara Pemberian dan Peralihan Bangunan di Atas Tanah Hak Guna Bangunan yang haknya telah ber

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II STATUS BANGUNAN ATAS TANAH HAK GUNA BANGUNAN DIATAS HAK PENGELOLAAN SETELAH BERAKHIR JANGKA WAKTUNYA JIKA DIALIHKAN DENGAN JUAL BELI A. Dasar Hukum dan Tata Cara Pemberian dan Peralihan Bangunan di Atas Tanah Hak Guna Bangunan yang haknya telah ber"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

STATUS BANGUNAN ATAS TANAH HAK GUNA BANGUNAN DIATAS HAK PENGELOLAAN SETELAH BERAKHIR JANGKA WAKTUNYA

JIKA DIALIHKAN DENGAN JUAL BELI

A. Dasar Hukum dan Tata Cara Pemberian dan Peralihan Bangunan di Atas Tanah Hak Guna Bangunan yang haknya telah berakhir diatas Hak Pengelolaan Nomor 1/Petisah Tengah yang Dikelola Pemerintah Kota Medan

Pemerintah Daerah yang dalam hal ini Pemko Medan sebagai pemegang hak

pengelolaan atas suatu bidang tanah dalam rangka otonomi daerah mempunyai

wewenang seluas-luasnya untuk merencanakan penggunaan tanah dan menunjuk

orang atau badan hukum untuk diberi hak atas tanah diatas hak pengelolaan tersebut.

Istilah hak pengelolaan tertuang dalam berbagai peraturan

perundang-undangan baik dalam tingkat Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan

Menteri atau Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional. Dalam UUPA adanya hak

pengelolaan dalam hukum tanah nasional disebutkan secara tersirat dimana yang

disebutkan sebagai hak pengelolaan adalah tanah yang tidak dipunyai dengan sesuatu

hak menurut peruntukkan dan keperluannya misalnya hak milik, hak guna usaha, hak

guna bangunan atau hak pakai atau memberikannya dalam pengelolaan kepada

sesuatu badan penguasa untuk dipergunakan bagi pelaksanaan tugasnya

masing-masing.

Istilah dan pengertian hak pengelolaan yang tercantum dalam peraturan

perundang-undangan yang dapat dijadikan sebagai dasar hukum dari adanya hak

(2)

1. Dalam tingkat Undang-Undang, antara lain :

a. Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah

Susun, yang menyebutkan bahwa rumah susun hanya dapat dibangun di atas

tanah hak milik, hak guna bangunan, hak pakai atas tanah negara atau hak

pengelolaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Adapun hak pengelolaan adalah hak pengelolaan sebagaimana yang

dimaksudkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 1953, Peraturan

Menteri Agraria Nomor 9 tahun 1965, Peraturan Menteri Dalam Negeri

Nomor 5 Tahun 1974 dan Nomor 1 tahun 1977 dimana hak pengelolaan

hanya dapat diberikan kepada badan-badan hukum yang seluruh modalnya

dimiliki oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Oleh karena itu eksistensi

hak pengelolaan mendapat pengukuhan oleh peraturan ini.

b. undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas

Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan

Bangunan jo. Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 112 Tahun 2000 tentang

Pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan yang menyebutkan

bahwa hak pengelolaan adalah hak menguasai negara yang kewenangan

pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya berupa

perencanaan peruntukkan dan penggunaan tanah atau penyerahan bagian dari

tanah pada pihak ketiga atau bekerja sama dengan pihak ketiga.

(3)

a. Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak

Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas tanah;

b. Pasal 1 angka 4 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang

Pendaftaran Tanah;

c. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1997 tentang Pengenaan Bea

Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan karena Pemberian Hak

Pengelolaan;

d. Pasal 1 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 tentang

Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar;

Yang dari pasal-pasal tersebut kesemuanya dapat disimpulkan bahwa hak

pengelolaan merupakan hak menguasai negara yang kewenangan

pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya.

3. Dalam tingkat Peraturan Menteri

a. Pasal 2 Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 tentang Pelaksanaan

Konversi Hak Penguasaan Atas Tanah Negara dan Ketentuan tentang

Kebijaksanaan Selanjutnya dimana tanah negara dapat diberikan hak kepada

pihak ketiga dengan dikonversi menjadi hak pengelolaan dan berlangsung

selama tanah tersebut dipergunakan oleh instansi yang bersangkutan;

b. Pasal 1 angka 3 Peraturan Menteri negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan

Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan

(4)

c. Peraturan Menteri negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor

3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan

Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah Negara;

d. Pasal 3 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1974 tentang

Ketentuan-Ketentuan Mengenai Penyediaan dan Pemberian Tanah Untuk

Keperluan Perusahaan.

Hak pengelolaan dapat diperoleh di atas tanah negara apabila di atas tanah

tersebut bebas dan tidak ada hak-hak atas tanah lain yang melekat di atasnya. Jika di

atas tanah yang akan diberikan Hak Pengelolaan tersebut masih ada hak-hak atas

tanah, maka dapat dilakukan pembebasan terhadap hak-hak tersebut berikut segala

sesuatu yang ada di atasnya dengan membayar ganti rugi atas tanah hak tersebut oleh

calon pemegang hak pengelolaan. Hak pengelolaan dapat dibebani hak-hak lainnya

seperti hak guna bangunan atau hak pakai.

Berdasarkan Pasal 67 ayat (1) dan ayat (2) Permenag/KaBPN No.9 Tahun

1999 dapat disimpulkan bahwa yang menjadi subyek hak pengelolaan adalah badan

hukum privat yang didirikan oleh negara dan badan hukum publik yang dalam hal ini

adalah Pemko Medan yang dapat diberikan hak pengelolaan berdasarkan permohonan

dari yang bersangkutan dengan memenuhi persyaratan dan ketentuan yang diatur

dalam peraturan perundang-undangan.

Pemko Medan telah melakukan inventarisasi tanah-tanah asetnya, khusus aset

(5)

kesamaan persepsi mengenai tanah aset pemerintah, maka yang dimaksud dengan

aset tersebut adalah :25

1. Tanah-tanah yang bukan tanah pihak lain dan yang telah dikuasai secara fisik oleh instansi pemerintah;

2. Tanah-tanah tersebut dikelola dan dipelihara/dirawat dengan dana instansi pemerintah;

3. Tanah tersebut telah terdaftar dalam daftar inventaris instansi pemerintah yang bersangkutan;

4. Tanah secara fisik dikuasai atau digunakan atau dimanfaatkan oleh pihak lain berdasarkan hubungan hukum yang dibuat antara pihak lain dengan instansi pemerintah dimaksud;

5. Tanah tersebut diatas baik yang sudah ada sertipikatnya maupun belum ada sertipikat.

Pelaksanaan penggunaan aset daerah berdasarkan pada suatu perjanjian dasar

dan kerjasama yang dibuat oleh para pihak dan dilandasi oleh kebebasan berkontrak

(freedom of contract) yang prinsip-prinsipnya adalah:26

1. Adanya kesepakatan para pihak untuk mengikatkan diri dalam suatu perjanjian kerjasama untuk melaksanakan suatu proyek tertentu dengan syarat-syarat yang disepakati oleh para pihak (Pasal 1320 KUHPerdata); 2. Bahwa setiap perjanjian yang dibuat secara sub adalah mengikat para pihak

sebagai Undang-undang dan para pihak wajib mematuhi apa yang menjadi kewenangan, hak dan kewajiban masing-masing pihak dan dilaksanakan dengan itikad baik (good faith) serta hanya mengikat kedua belah pihak (Pasal 1338 dan Pasal 1339 KUHPerdata);

3. Pada dasarnya setiap perjanjian yang dibuat tidak dapat ditarik kembali kecuali dengan persetujuan kedua belah pihak atau karena alasan yang oleh Undang-undang dipandang layak untuk membatalkan perjanjian tersebut; 4. Masalah berakhirnya perjanjian dan akibat hukumnya.

Menurut hukum Indonesia, tiap pihak yang akan mengakhiri perjanjian secara sepihak sebelum jangka waktunya berakhir harus mendapat ijin dari pengadilan negeri setempat yang berwenang atas pelaksanaan perjanjian

25Maria S.W.Sumardjono, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi dan Implementasi.,

(Jakarta : Penerbit Buku Kompas,2005), hal. 251.

26Doli D. Siregar, Manajemen Aset, Cetakan Pertama, (Jakarta : Gramedia Pustaka Umum,

(6)

tersebut. Maksud dari ketentuan ini adalah untuk melindungi pihak yang lemah. Pasal 1266 dan Pasal 1267 KUHPerdata adalah ketentuan yang berlaku dalam hal para pihak tidak menentukan sendiri cara mengakhiri perjanjian kerjasama tersebut. Dengan kata lain para pihak dapat mengabaikan atau mengecualikan berlakunya ketentuan Pasal 1266 dan Pasal 1267 KUHPerdata sehingga pengakhiran perjanjian dapat dilaksanakan tanpa ijin Pengadilan Negeri.

Adapun dari aset-aset tanah hak pengelolaaan yang tersebar di Kota Medan

dan terdaftar sebagai hak pengelolaan Pemko Medan salah satunya adalah tanah

dengan status hak pengelolaan (HPL) Nomor 1 yang terletak di Kelurahan Petisah

Tengah, Kecamatan Medan Barat dengan luas lebih kurang 393.575 M2 yang

memiliki hak guna bangunan di atas tanah tersebut (terlampir). Dari daftar inventaris

tersebut dapat dilihat bahwa pemanfaatan Hak Pengelolaan di daerah Kota medan,

yaitu :

1. Untuk keperluan bisnis (Ruko/Mall/Hotel) terdiri dari 49 (empat puluh sembilan)

bidang atau sama dengan 49% (empat puluh sembilan persen);

2. Untuk perumahan terdiri dari 43 (empat puluh tiga) bidang atau sama dengan

41,8% (empat puluh satu koma delapan persen);

3. Untuk fasilitas umum terdiri dari 8 (delapan) bidang atau sama dengan 7,7%

(tujuh koma tujuh persen);

4. Yang belum dimanfaatkan terdiri dari 3 (tiga) bidang atau sama dengan 2,9%

(dua koma sembilan persen);

Pemegang Hak Pengelolaan, selain berwenang untuk menggunakan tanah hak

pengelolaan itu untuk keperluan pelaksanaan tugasnya, berwenang pula untuk

(7)

dengan persyaratan-persyaratan tertentu, baik mengenai peruntukan, penggunaan

maupun jangka waktu dan keuangannya, dengan ketentuan bahwa pemberian hak atas

tanah kepada pihak ketiga yang bersangkutan dilakukan oleh pejabat-pejabat yang

berwenang sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.27

Wewenang tersebut di atas bertitik tolak dari Peraturan Pemerintah Nomor 36

Tahun 1997 tentang Pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan

Karena Pemberian Hak Pengelolaan dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5

Tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Mengenai Penyediaan dan Pemberian

Tanah Untuk Keperluan Perusahaan. Pejabat yang berwenang untuk mengeluarkan

keputusan pemberian hak itu yaitu hak guna bangunan dan hak pakai menurut Pasal 4

dan Pasal 9 Permenag/KaBPN No.3 Tahun 1999 adalah :

1. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya apabila luas tanah tidak lebih

dari 2.000 M2(dua ribu meter persegi) kecuali tanah bekas hak guna usaha;

2. Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi apabila luas tanah

tidak lebih dari 150.000 M2(seratus lima puluh ribu meter persegi), kecuali yang

kewenangan pemberiannya telah dilimpahkan kepada Kantor Pertanahan

Kabupaten/Kotamadya.

Sedangkan mengenai prosedur dan persyaratan untuk mendapatkan hak bagi

pihak ketiga tetap mengikuti prosedur sebagaimana yang diatur dalam

Permenag/KaBPN No.9 Tahun 1999.

27Juli Panglima Saragih, Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah Dalam Otonomi,

(8)

Sehubungan dengan penyerahan bagian tanah hak pengelolaan Pemerintah

Daerah kepada pihak ketiga, persyaratan-persyaratan tersebut dituangkan dalam

bentuk perjanjian yang diadakan oleh para pihak yang juga merupakan hukum bagi

hubungan konkret yang bersangkutan (Pasal 1338 KUHPerdata) tetapi ada

pembatasannya, yaitu khusus dibidang hukum tanah, sepanjang perjanjian yang

diadakan itu tidak melanggar atau bertentangan dengan ketentuan-ketentuan UUPA.28

Berdasarkan perjanjian tertulis/surat penyerahan yang dibuat antara pemegang

hak pengelolaan dengan pihak ketiga, maka pihak ketiga dapat mengajukan

permohonan untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah hak pengelolaan tersebut

kepada Kantor Pertanahan setempat. Dalam perjanjian antara pemegang hak

pengelolaan dan pihak ketiga harus dibuat hak apa yang diberikan oleh pemegang hak

pengelolaan, yaitu apakah hak guna bangunan atau hak pakai.29

Mengenai hubungan pemegang Hak Pengelolaan dan pihak ketiga dapat

dianalisis dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ataupun Peraturan Menteri

yang mengatur untuk itu, yang dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Hak-hak yang dapat diberikan diatas hak pengelolaan adalah hak guna bangunan

dan hak pakai;

2. Pejabat yang diberi kewenangan memberikan hak guna bangunan dan hak pakai

diatas hak pengelolaan adalah Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota;

(9)

3. Permohonan hak guna bangunan dan hak pakai diatas hak pengelolaan harus

terlebih dahulu memperoleh penunjukan berupa perjanjian penggunaan tanah dari

pemegang hak pengelolaan;

4. Pemberian hak guna bangunan dan hak pakai diatas tanah hak pengelolaan

berdasarkan usul penunjukan pemegang hak pengelolaan;

5. Pemegang hak guna bangunan dan hak pakai diatas tanah hak pengelolaan

berkewajiban menggunakan tanah sesuai dengan peruntukkan dan persyaratan

sebagaimana ditetapkan dalam perjanjian pemberian;

6. Pemegang hak guna bangunan dan hak pakai diatas tanah hak pengelolaan

menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan hak guna bangunan dan hak

pakai diatas tanah hak pengelolaan sesudah hak guna bangunan dan hak pakai

hapus;

7. Peralihan hak guna bangunan dan hak pakai diatas tanah hak pengelolaan harus

dengan persetujuan tertulis dari pemegang hak pengelolaan;

8. Pemegang hak pengelolaan dapat membatalkan hak guna bangunan dan hak pakai

sebelum jangka waktunya berakhir karena tidak dipenuhinya syarat-syarat atau

kewajiban-kewajiban yang tertuang dalam perjanjian penggunaan tanah hak

pengelolaan;

9. Hapusnya hak guna bangunan dan hak pakai diatas tanah hak pengelolaan

mengakibatkan tanahnya kembali kedalam penguasaaan pemegang hak

(10)

10. Hak guna bangunan dan hak pakai hapus, maka bekas pemegang hak guna

bangunan dan hak pakai wajib menyerahkan tanahnya kepada pemegang hak

pengelolaan dan memenuhi ketentuan yang sudah disepakati dalam perjanjian

penggunaan tanah hak pengelolaan;

11. Hak guna bangunan dan hak pakai dapat dibebani dengan hak tanggungan atas

persetujuan tertulis dari pemegang hak pengelolaan yang berlaku sebagai

persetujuan untuk pengalihan haknya apabila dikemudian hari diperlukan dalam

rangka eksekusi hak tanggungan.30

Setelah memperoleh penunjukkan berupa perjanjian penggunaan tanah dari

pemegang hak pengelolaan, kemudian atas usul pemegang hak pengelolaan dimohon

hak guna bangunan atau hak pakai kepada Kepala Kantor Pertanahan

Kabupaten/Kota. Selanjutnya diterbitkan surat keputusan pemberian hak oleh Kepala

Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Kemudian penerima hak mengajukan

permohonan penerbitan sertipikat hak guna bangunan atau hak pakai diatas hak

pengelolaan setelah memenuhi klausula yang ditetapkan dalam surat keputusan

pemberian haknya.

Tata cara pemberian hak atas tanah menurut Permenag/KaBPN No.9 Tahun

1999 jo. Peraturan KaBPN (Perkaban) No.2 tahun 2012,dapat dilakukan dengan cara:

1. Pemberian hak secara individual, merupakan pemberian hak atas sebidang tanah

kepada seseorang atau sebuah badan hukum tertentu atau kepada beberapa orang

30 Surat Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor : 6301-3433

(11)

atau badan hukum secara bersama sebagai penerima hak bersama yang dilakukan

dengan satu penetapan pemberian hak;

2. Pemberian hak secara kolektif, merupakan pemberian hak atas beberapa bidang

tanah masing-masing kepada seseorang atau sebuah badan hukum atau kepada

beberapa orang atau badan hukum sebagai penerima hak yang dilakukan dengan

satu penetapan pemberian hak.

Adapun prosedur pemberian hak atas tanah diatas hak pengelolaan kepada

pihak ketiga tersebut dapat digambarkan secara ringkas sebagai berikut :

(12)

Hak guna bangunan sebagaimana yang dimaksud adalah yang terdapat dalam

Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 dimana hak untuk mendirikan

dan mempunyai bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dalam jangka

waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun dan dapat diperpanjang dengan waktu 20

(dua puluh) tahun lagi, dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain serta dapat

dijadikan jaminan hutang dan dibebani dengan hak tanggungan.

Atas setiap permohonan yang diajukan oleh pihak ketiga, maka oleh petugas

pelaksanaan melakukan penilaian atas kelayakan subjek pemegang hak atas tanah

berdasarkan riwayat perolehan hak atas tanah kepada yang bersangkutan secara sah

dan dapat dipertanggungjawabkan. Proses selanjutnya dari permohonan hak yang

diterima akan diseleksi dan kemudian dilakukan pengukuran dan pemetaan serta

penelitian lapangan. Dari kegiatan-kegiatan tersebut akan diperoleh data yang

kemudian disahkan oleh Kepala Kantor Pertanahan melalui Berita Acara Rapat yang

akan menjadi dasar pembukuan hak atas tanah dalam buku tanah serta pemberian

Surat Keputusan pemberian haknya.

Pemohon juga diwajibkan terlebih dahulu untuk membayar uang pemasukan

kepada pemegang Hak Pengelolaan dengan jumlah sesuai dengan perjanjian

penggunaan tanah yang telah disepakati antara kedua belah pihak, membayar uang

pemasukan kepada negara yang besarnya sama dengan rumus uang pemasukan

terhadap jenis tanah yang diberikan di atas tanah negara lainnya sesuai dengan Surat

Edaran Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 110-170 tanggal 23 Januari 2003

(13)

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (untuk selanjutnya ditulis BPHTB).

Selain itu, penerima hak juga masih dibebani dengan membayar kewajiban biaya

pengukuran dan panitia pemeriksaaan tanah sesuai dengan Peraturan Pemerintah

Nomor 13 Tahun 2010 tentang Penerimaan Bukan Pajak yang berlaku pada Badan

Pertanahan Nasional.

Setelah semua bukti/tanda pelunasan ataupun surat-surat terkait lainnya yang

menjadi alas hak bagi pengajuan permohonan tersebut dilengkapi, maka

pemohon/pihak ketiga berhak mengajukan permohonan hak guna bangunan kepada

Kepala Kantor Pertanahan dimana tanah tersebut berada dengan membawa surat

perjanjian penggunaan tersebut. Adapun proses pengajuan permohonan dan

pendaftaran hak ini serta segala kegiatannya dilakukan sendiri oleh pemohon/pihak

ketiga tanpa campur tangan pemegang hak pengelolaan yang hanya terbatas pada

pemberian usul/rekomendasi ataupun melakukan monitoring terhadap terbitnya sertipikat hak guna bangunan diatas hak pengelolaan tersebut.

Atas bagian tanah diatas hak pengelolaan harus didaftarkan pada Kantor

Pertanahan setempat, yaitu pendaftaran yang dimaksudkan dalam Pasal 1 ayat (1) PP

No.24 tahun 1997. Keharusan pendaftaran tanah ini sebagai jaminan kepastian hukum

yang kuat dan tunduk pada UUPA dan peraturan pelaksanannya seperti hak atas tanah

lainnya serta untuk mendapatkan tanda bukti hak berupa sertipikat yang berlaku

(14)

Adapun keuntungan-keuntungan pemberian hak pengelolaan kepada Pemko,

yaitu :31

1. Untuk kepastian hukum mengenai hak atas tanah;

2. Untuk mengamankan aset Pemko Medan dimana untuk menghindari penyerobotan, pengambilalihan atau klaim dari pihak lain.

Hal ini dapat dilakukan dengan cara pengamanan administratif (melengkapi sertipikat dan bukti kepemilikan atas tanah), pengamanan fisik (pemagaran dan pemasangan tanda pemilikan tanah) dan tindakan/upaya hukum jika terjadi pelanggaran hak atau tindak pidana.

3. Untuk mendapatkan keuntungan dari pihak ketiga dalam rangka meningkatkan pendapatan daerah dibidang pertanahan.

Kewajiban-kewajiban yang timbul dari adanya perjanjian penyerahan bagian hak pengelolaan kepada pihak ketiga yang dapat meningkatkan pendapatan daerah, yakni dalam bentuk retribusi daerah sesuai dengan Pasal 1 huruf g Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 21 Tahun 2002 tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah, dimana retribusi adalah sebagai bentuk pembayaran atas objek retribusi yakni pelayanan pemakaian kekayaan daerah yang dimiliki atau dikelola langsung oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan yang dinikmati oleh pribadi atau badan yang memperoleh hak untuk menggunakan kekayaan daerah yang pembayarannya diterima pada saat perjanjian ditandatangani. Bentuk pendapatan lainnya adalah pembagian penerimaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) hak-hak atas tanah diatas tanah Hak Pengelolaan yang masuk ke kas Pemerintah Kota Medan.

Penyerahan bagian-bagian dari tanah hak pengelolaan kepada pihak ketiga

diatur dalam Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9

tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan

Hak Pengelolaan yang menyatakan bahwa setiap penyerahan penggunaan tanah yang

merupakan bagian dari tanah hak pengelolaan kepada pihak ketiga oleh pemegang

hak pengelolaan, baik yang disertai ataupun tidak disertai dengan pendirian bangunan

31Dewi, Sri Puspita. “Analisis Yuridis Terhadap Pemberian Hak Pengelolaan Kepada

(15)

diatasnya, wajib dilakukan dengan pembuatan perjanjian tertulis antara pihak

pemegang hak pengelolaan dan pihak ketiga yang bersangkutan.

Adapun substansi dari perjanjian yang dimaksud diatur pada Pasal 3 Peraturan

Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 tentang Tata Cara Permohonan dan

Penyelesaian Pemberian Hak atas Bagian-bagian Tanah Hak Pengelolaan serta

Pendaftarannya, mengatur mengenai kewenangan menyerahkan bagian-bagian tanah

hak pengelolaan kepada pihak ketiga yang menyatakan bahwa :32

a. Setiap penyerahan penggunaan tanah yang merupakan bagian dari tanah hak pengelolaan kepada pihak ketiga oleh pemegang hak pengelolaan, baik yang disertai ataupun tidak disertai dengan pendirian bangunan diatasnya, wajib dilakukan dengan pembuatan perjanjian tertulis antara pihak pemegang Hak Pengelolaan dan pihak ketiga yang bersangkutan.

b. Perjanjian dimaksud dalam ayat (1) memuat mengenai : 1) Identitas pihak-pihak yang bersangkutan;

2) Letak, batas-batas dan luas tanah yang dimaksud; 3) Jenis penggunaannya;

4) Hak atas tanah yang akan dimintakan untuk diberikan kepada pihak ketiga yang bersangkutan dan keterangan mengenai jangka waktunya serta kemungkinan untuk memperpanjangnya;

5) Jenis-jenis bangunan yang akan didirikan di atasnya dan ketentuan mengenai pemilikan bangunan-bangunan tersebut pada berakhirnya hak tanah yang diberikan;

6) Jumlah uang pemasukan dan syarat-syarat pembayarannya; 7) Syarat-syarat lain yang dipandang perlu.

Secara ringkas, tata cara pihak ketiga memperoleh hak guna bangunan diatas

hak pengelolaan dapat dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut :

1. Pihak ketiga memperoleh penunjukan berupa perjanjian penggunaan tanah di

atas hak pengelolaan dari Pemko Medan selaku pemegang hak pengelolaan

(16)

berdasarkan suatu perjanjian (misalnya perjanjian kerjasama) yang isinya

memberi persetujuan kepada pihak ketiga untuk memperoleh hak guna

bangunan diatas hak pengelolaan;

2. Berdasarkan perjanjian tersebut, pihak ketiga memenuhi kewajiban yang

ditentukan dalam perjanjian termasuk membayar retribusi yang besarnya

diatur dalam Perda Kota Medan;

3. Selanjutnya mengajukan permohonan hak guna bangunan diatas hak

pengelolaan ke Kantor Pertanahan Kota Medan dengan melampirkan

persyaratan-persyaratan seperti Surat Perjanjian dengan Pemko Medan,

Rekomendasi/persetujuan dari Pemko Medan selaku pemegang hak

pengelolaan, bukti-bukti pelunasan retribusi, Identitas pihak ketiga dan SPPT

Pajak Bumi dan Bangunan;

4. Berdasarkan kewenangan pemberian hak guna bangunan diatas hak

pengelolaan yang dimiliki, Kepala Kantor Pertanahan Kota Medan

menerbitkan Surat Keputusan tentang pemberian hak guna bangunan diatas

hak pengelolaan atas nama pihak ketiga;

5. Kemudian pihak ketiga memohon pendaftaran hak guna bangunan diatas hak

pengelolaan setelah memenuhi kewajiban-kewajiban yang ditentukan dalam

Surat Keputusan pemberian haknya antara lain membayar uang pemasukan ke

(17)

6. Kantor Pertanahan Kota Medan menerbitkan sertipikat hak guna bangunan

dengan jangka waktu dan luas tertentu serta terdaftar atas nama pihak ketiga

yang diterbitkan diatas sebagian Hak Pengelolaan.

B. Objektif Hak Guna Bangunan diatas Hak Pengelolaan

Pemegang hak guna bangunan berhak menguasai dan mempergunakan tanah

yang diberikan dengan hak guna bangunan selama waktu tertentu untuk mendirikan

dan mempunyai bangunan untuk keperluan pribadi atau usahanya serta untuk

mengalihkan hak tersebut kepada pihak lain dan membebaninya. Pasal 37 UUPA

menyebutkan Hak Guna Bangunan terjadi karena :

1. Mengenai tanah yang dikuasai langsung oleh negara dengan penetapan

pemerintah yang memberikan hak tersebut;

2. Mengenai tanah milik karena perjanjian yang berbentuk otentik antara pemilik

yang bersangkutan dengan pihak yang akan memperoleh hak guna bangunan

itu, yang bermaksud menimbulkan hak tersebut karena dibuatnya perjanjian

otentik yang dibuat di hadapan notaris antara si pemilik tanah dan si pemegang

hak guna bangunan.

Ketentuan yang berkenaan dengan hak guna bangunan yang diberikan di atas

tanah hak pengelolaan dapat dijumpai dalam Pasal 21, pasal 22 ayat (2), Pasal 26 ayat

(2), Pasal 30 huruf d, Pasal 34 ayat (7), Pasal 35 ayat (1) huruf b, Pasal 36 ayat (2)

dan Pasal 38 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996. Pada pokoknya, hak guna

bangunan dapat terjadi di atas tanah hak pengelolaan dan diberikan dengan keputusan

(18)

pengelolaan. Perpanjangan atau pembaharuan dan peralihan hak guna bangunan di

atas tanah hak pengelolaan diberikan setelah dan harus dengan mendapat persetujuan

tertulis dari pemegang hak pengelolaan.

Pada saat hak guna bangunan di atas tanah hak pengelolaan berakhir,

pemegang hak guna bangunan di atas hak pengelolaan wajib menyerahkan kembali

tanahnya kepada pemegang hak pengelolaan. Hak guna bangunan di atas tanah hak

pengelolaan hapus karena dibatalkan haknya oleh pemegang hak pengelolaan

sebelum jangka waktu berakhir karena tidak dipenuhi syarat-syarat atau

kewajiban-kewajiban yang tertuang dalam perjanjian penggunaan tanah hak pengelolaan, yang

mengakibatkan tanah kembali dalam penguasaan pemegang hak pengelolaan.

Hak-hak di atas Hak Pengelolaan memang bisa diberikan, termasuk Hak Guna

Bangunan. Menurut pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun

1977 tentang Tata Cara Permohonan dan Penyelesaian Pemberian Hak atas

Bagian-Bagian Tanah Hak Pengelolaan serta Pendaftarannya, penyerahan penggunaan tanah

yang merupakan bagian dari tanah Hak Pengelolaan kepada pihak ketiga oleh

pemegang Hak Pengelolaan wajib dilakukan dengan pembuatan perjanjian tertulis

antara pihak pemegang Hak Pengelolaan dan pihak ketiga yang antara lain memuat

tentang jangka waktu pemberian hak atas tanah tersebut serta kemungkinan untuk

memperpanjangnya. Hak-hak atas tanah diatas Hak Pengelolaan tersebut diproses dan

memiliki status hukum yang sama dengan hak-hak lain sebagaimana diatur dalam

(19)

Merujuk pada Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996, yang

berhak menjadi pemegang Hak Guna Bangunan adalah Warga Negara Indonesia dan

badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di

Indonesia. Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) Permenag/KaBPN No.9 Tahun 1999, diatur

bahwa permohonan hak atas tanah di atas tanah Hak Pengelolaan, dalam hal ini

adalah Hak Guna Bangunan di atas tanah Hak Pengelolaan, pemohon Hak Guna

Bangunan terlebih dahulu memperoleh penunjukkan berupa perjanjian penggunaan

tanah dari pemegang Hak Pengelolaan.

Setiap pemegang Hak Guna Bangunan diatas Hak Pengelolaan memiliki

kewajiban-kewajiban sebagai berikut :

1. Membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara pembayarannya ditetapkan

dalam keputusan pemberian haknya ;

2. Menggunakan tanah sesuai dengan peruntukkannya dan persyaratan

sebagaimana ditetapkan dalam keputusan dan perjanjian pemberiannya;

3. Memelihara dengan baik tanah dan bangunan di atasnya serta menjaga

kelestarian lingkungan hidup ;

4. Menyerahkan kembali tanah kepada pemegang Hak Pengelolaan setelah Hak

Guna Bangunan tersebut hapus ;

5. Menyerahkan sertipikat Hak Guna Bangunan yang telah hapus kepada Kepala

Kantor Pertanahan.

Menurut Pasal 26 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996

(20)

Bangunan diatas tanah Hak Pengelolaan dapat diperpanjang atau diperbaharui atas

permohonan pemegang Hak Guna Bangunan setelah mendapat persetujuan dari

pemegang Hak Pengelolaan. Namun, tidak ada jaminan permohonan perpanjangan

Hak Guna Bangunan di atas Hak Pengelolaan tersebut pasti akan disetujui oleh

pemegang Hak Pengelolaan. Hak Guna Bangunan diatas tanah Hak Pengelolaan ini

juga dapat diperbaharui apabila seluruh jangka waktu Hak Guna Bangunan dan

perpanjangannya telah berakhir.

Perpanjangan dan/atau pembaharuan Hak Guna Bangunan di atas tanah Hak

Pengelolaan dilakukan atas permohonan pemegang Hak Guna Bangunan yang

bersangkutan selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sebelum jangka waktu Hak Guna

Bangunan atau perpanjangannya berakhir dengan mendapatkan persetujuan dari

pemegang Hak Pengelolaan. Jika pemegang Hak Pengelolaan tidak memberikan

persetujuan, maka jangka waktu Hak Guna Bangunan tidak diperpanjang/diperbarui.

Ini artinya jangka waktu Hak Guna Bangunan-nya berakhir maka Hak Guna

Bangunan-nya hapus dan tanahnya kembali pada pemegang Hak Pengelolaan.

Hal ini sesuai dengan pasal 35 ayat (1) huruf (a) Peraturan Pemerintah Nomor

40 Tahun 1996, yang menyatakan bahwa salah satu alasan hapusnya Hak Guna

Bangunan adalah berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan

pemberian atau perpanjangannya atau dalam perjanjian pemberiannya. Hapusnya Hak

Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan mengakibatkan tanah yang bersangkutan

kembali ke dalam penguasaan sepenuhnya dari pemegang hak pengelolaan yang

(21)

bekas pemegang Hak Guna Bangunan wajib menyerahkan tanahnya kepada

pemegang Hak Pengelolaan dan memenuhi ketentuan yang sudah disepakati dalam

perjanjian penggunaan tanah Hak Pengelolaan.

Hak Guna Bangunan diatur dalam Pasal 16, Pasal 35 sampai dengan Pasal 40,

Pasal 50, Pasal 51, 52, 55 serta ketentuan konversi Pasal I, II, V dan VIII. Telah

dilengkapi juga dengan peraturan pelaksanaannya, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor

40 Tahun 1996, Permenag/KaBPN No.9 Tahun 1999, Permenag/KaBPN No.3 Tahun

1999.

Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan

di atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun

dan dapat diperpanjang dengan jangka waktu paling lama 20 tahun, atas permintaan

pemegang hak dengan mengingat keperluan serta keadaan bangunan-bangunan. Hak

Guna Bangunan tersebut di atas dapat juga beralih dan dialihkan kepada pihak lain.

Sesudah jangka waktu dan perpanjangan tersebut berakhir, pemegang Hak Guna

Bangunan diatas tanah Negara dapat mengajukan pembaharuan hak.

Adapun syarat permohonan perpanjangan dan pembaharuan Hak Guna

Bangunan adalah sebagai berikut:

1. Tanahnya masih diusahakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat dan

tujuan pemberian hak tersebut ;

2. Syarat-syarat pemberian hak tersebut masih dipenuhi dengan baik oleh

(22)

3. Pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang Hak Guna

Bangunan ;

4. Tanah tersebut masih sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah yang

bersangkutan ;

5. Permohonan diajukan selambat-lambatnya dua tahun sebelum berakhirnya

jangka waktu Hak Guna Bangunan tersebut.

Menurut Pasal 23 ayat (2) PP No. 40 Tahun 1996, Hak Guna Bangunan atas

tanah Hak Pengelolaan diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau

Pejabat yang bertanggung jawab dibidang agraria/pertanahan atau yang ditunjuk

berdasarkan usul pemegang Hak Pengelolaan. Pemberian Hak Guna Bangunan di atas

tanah Hak Pengelolaan didaftarkan di dalam buku tanah pada Kantor Pertanahan. Hak

Guna Bangunan atas tanah Negara atau atas tanah Hak Pengelolaan, terjadi sejak

didaftar oleh Kantor Pertanahan.

Hapusya Hak Guna Bangunan diatas Hak Pengelolaan dapat terjadi karena

alasan-alasan hapusnya Hak Guna Bangunan pada umumnya, yakni :

1. Berakhirnya jangka waktu Hak Guna Bangunan ;

2. Dibatalkan oleh pemegang Hak Pengelolaan ;

3. Dilepaskan secara sukarela oleh pemegang Hak Guna Bangunan sebelum

jangka waktu Hak Guna Bangunan berakhir ;

4. Dicabut berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang

Pencabutan Hak-Hak atas Tanah dan Benda-Benda yang Ada di atasnya;

(23)

6. Tanahnya musnah;

7. Pemegang Hak Guna Bangunan tidak lagi memenuhi syarat sebagai subyek

yang berhak menjadi pemegang Hak Guna Bangunan sebagaimana diatur di

dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996.

Namun Hak Guna Bangunan diatas Hak Pengelolaan juga dapat hapus karena

dibatalkan oleh Pejabat yang berwenang atau pemegang Hak Pengelolaan sebelum

jangka waktunya berakhir, karena:

1. Tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak dan/atau

dilanggarnya ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30,

Pasal 31 dan Pasal 32 atau ;

2. Tidak dipenuhinya syarat-syarat atau kewajiban yang tertuang dalam

perjanjian pemberian Hak Guna Bangunan antara pemegang Hak Guna

Bangunan dan perjanjian penggunaan tanah Hak Pengelolaan, atau

3. Putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

Pemerintah daerah sudah lama memanfaatkan lembaga hak pengelolaan ini

untuk mengelola tanah yang dimilikinya karena haknya bersifat permanen, yaitu tidak

dibatasi dengan jangka waktu, dan pemberian hak kepada pihak ketiga tersebut akan

memberikan kontribusi kepada pendapatan asli daerah secara berkesinambungan.

Sedangkan penerima Hak Guna Bangunan mendapat tanah di lokasi strategis dengan

kegiatan perdagangan, industri dan jasa yang sudah mapan. Adapun pemanfaatan

(24)

dengan sewa, kerja sama pemanfaatan, pinjam pakai, bangun guna serah dan bangun

serah guna.

C. Hubungan Penggunaan Hak Pengelolaan dan Hak Diatasnya

Dari Hak Pengelolaan dapat diterbitkan hak milik, hak guna bangunan dan

hak pakai, yakni sejenis hak-hak yang tercantum dalam UUPA. Dengan demikian,

berarti hak-hak tersebut harus sama dengan hak-hak tanah yang diatur oleh UUPA,

baik mengenai kelembagaannya, jangka waktu,right to usedanright to disposalnya. Untuk mendapatkan hak-hak yang timbul dari hak pengelolaan itu, maka pemegang

hak pengelolaan mengadakan suatu perjanjian dengan yang memohon hak tersebut

dan dalam perjanjian tersebut dibuatkanlah hak apa yang diberikan oleh pemegang

hak pengelolaan, yaitu apakah hak milik, hak guna bangunan atau hak pakai.

Perjanjian tersebut disertai dengan gambar tanahnya yang bersangkutan untuk

dikirimkan kepada kepala kantor pertanahan setempat.

Hak pengelolaan itu tidak mudah dipahami, bahkan dapat menimbulkan salah

tafsir bila disandingkan dengan hak-hak atas tanah yang diatur dalam Pasal 16

UUPA. Permohonan hak milik, hak guna bangunan atau hak pakai oleh pihak ketiga

dilakukan dengan perantaraan (rekomendasi) pemegang hak pengelolaan. Jika di atas

tanah hak pengelolaan akan diberikan dengan sesuatu hak atas tanah, misalnya hak

guna bangunan, maka tanah hak pengelolaan itu harus didaftarkan terlebih dahulu

oleh karena tanggal pendaftaran itu merupakan saat lahir/terjadinya hak pengelolaaan.

Dengan didaftarkannya hak milik, hak guna bangunan atau hak pakai di atas

(25)

hak pengelolaannya tidak menjadi hapus. Dalam hal hak guna bangunan atau hak

pakai diberikan di atas hak pengelolaan untuk pembangunan dan pengembangan

wilayah industri atau pariwisata, dengan berakhirnya hak atas tanah itu, maka tanah

tersebut kembali dalam penguasaan sepenuhnya pemegang hak pengelolaan.

Manakala hak tersebut telah berakhir, maka baik perpanjangannya maupun

pemberian hak baru kepada pihak ketiga yang lain kembali ke prosedur melalui

pemegang hak pengelolaan tersebut.33

Pemberian hak atas tanah di atas tanah hak pengelolaan kepada pihak ketiga

dapat dilakukan menurut tata cara yang diatur oleh peraturan perundang-undangan

dibidang pertanahan dan mewajibkan adanya perjanjian tertulis antara pemegang hak

pengelolaan dengan pihak ketiga sebagai dasar hubungan hukum antara kedua belah

pihak. Pihak ketiga harus memperoleh persetujuan dari pemegang hak pengelolaan

yang dimuat dalam Perjanjian Penyerahan Penggunaan dan Pengurusan Hak Atas

Tanah, karena perjanjian itu merupakan alas hak pemberian hak guna bangunan di

atas hak pengelolaan.

Hak pengelolaan merupakan fungsi/kewenangan publik sebagaimana hak

menguasai negara, dan tidak tepat untuk disamakan dengan hak yang sebagaimana

yang diatur dalam Pasal 16 UUPA karena hak atas tanah hanya menyangkut aspek

keperdataan.34 Menurut Pasal 4 ayat (2) Permenag No.9 tahun 1999, untuk

33 A.P. Parlindungan, Hak Pengeloaan Menurut Sistem UUPA, (Bandung : Mandar Maju,

1989), hal.30-31

34 Maria S.W. Sumardjono, Tanah Dalam Perspektif Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya,

(26)

memperoleh suatu hak atas tanah di atas tanah hak pengelolaan, pemohon harus

memperoleh penunjukan berupa perizinan penggunaan tanah dari pemegang hak

pengelolaan.

D. Status Hak atas Tanah dan Bangunan Setelah Berakhirnya Jangka Waktu Hak Guna Bangunan

Tanah-tanah yang diberikan Hak Pengelolaan diberikan untuk jangka waktu

selama tanah yang dimaksud diberikan untuk kepentingan penerima hak atas tanah,

yang artinya memiliki waktu yang tidak terbatas. Setiap kali suatu hak itu berakhir,

maka pemegang Hak Pengelolaan itu akan kembali mempunyai hubungan

sepenuhnya kembali dengan hak-hak yang timbul dari Hak Pengelolaan tersebut.

Meskipun Hak Pengelolaan jangka waktunya tidak terbatas atau diberikan

kepada pemegang haknya selama diperlukan, namun Hak Pengelolaan dapat hapus

atau menjadi batal jika terjadi hal-hal sebagai berikut :35

1. Pembatalan hak oleh menteri karena tidak memenuhi kewajibannya sebagai penerima Hak Pengelolaan;

2. Pembatalan hak karena cacat hukum administratif;

3. Pembatalan hak karena melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;

4. Dilepaskannya haknya oleh pemegang Hak Pengelolaan kepada Negara.

Pemberian hak milik, hak guna bangunan dan hak pakai di atas Hak

Pengelolaan dilakukan atas dasar perjanjian tertulis antara pemegang Hak

Pengelolaan dan pihak ketiga yang bersangkutan, dan setelah jangka waktu hak guna

35Boedi Harsono,Hukum Agraria Indonesia : Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok

(27)

bangunan dan hak pakai di atas Hak Pengelolaan tersebut berakhir maka tanah

tersebut kembali ke dalam penguasaan pemegang hak pengelolaan.

Sedangkan terhadap bangunan yang berdiri di atas tanah tersebut setelah

berakhirnya jangka waktu hak guna bangunan, maka pihak ketiga wajib

mengosongkan atau menghancurkan bangunan yang berdiri di atas tanah tersebut dan

jika tidak mengosongkan atau menghancurkannya, maka selanjutnya bangunan

tersebut akan menjadi milik Pemerintah Kota Medan.

E. Peralihan Hak dengan Jual Beli Bangunan di atas Tanah Hak Guna Bangunan yang Haknya Telah Berakhir Diatas Hak Pengelolaan

Suatu hak atas tanah dapat dialihkan atau beralih apabila hak atas tanah

tersebut dipindahkan atau dipindahtangankan dari/oleh pemegang hak selaku subyek

hukum/hak kepada pihak lain karena suatu perbuatan hukum yang sengaja dilakukan

dengan tujuan agar pihak lain tersebut memperoleh hak atas tanah yang dialihkan.

Peralihan dari setiap hak-hak yang berasal dari hak pengelolaan harus melalui tata

cara menurut Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 jo. Peraturan Menteri

Agraria Nomor 6 Tahun 1972, yaitu melalui suatu akta pejabat dengan

mempergunakan formulir Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang resmi menurut

Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 104/Dja/1977 jo. Surat Direktur

Jenderal Agraria tanggal 25 Okober 1977 Nomor Btu 10/614/10-77 yang dibuat oleh

PPAT dan disesuaikan dengan bentuk akta PPAT yang baru sesuai dengan Peraturan

Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 8 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas

(28)

Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun

1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Jadi, peralihan hak atas tanah terjadi karena memang disengaja dan

merupakan pemberian hak kepada orang lain karena suatu perbuatan hukum antara

pemegang hak lama yang sengaja dilakukan kepada pihak ketiga yang akan menjadi

penerima hak dan sekaligus sebagai pemegang hak baru dengan tujuan agar pihak

lain tersebut memperoleh hak atas tanah yang dialihkan.

Mengalihkan hak atas tanah, maksudnya memindahkan hak atas tanah kepada

pihak lain, dengan pemindahan dimaksud, maka haknya akan berpindah. Hak(right)

yang dimaksud adalah hubungan hukum yang melekat sebagai pihak yang berwenang

atau berkuasa untuk melakukan tindakan hukum.36Secara yuridis, peralihan hak atas

tanah dapat dilakukan melalui beberapa proses, antara lain jual beli hibah, tukar

menukar, pemisahan dan pembagian biasa, pemisahan dan pembagian harta warisan,

penyerahan hibah wasiat, hipotik dan credit verband.37 Adapun hipotek dan credit verband sepanjang mengenai tanah saat ini tidak berlaku lagi sejak diundangkannya undang-undang hak tanggungan yang baru. Sedangkan cara-cara peralihan hak guna

bangunan dapat terjadi karena jual beli, tukar menukar, penyertaan dalam modal,

secara hibah dan hibah wasiat dan pewarisan yakni pewarisan tanpa wasiat dan

pewarisan dengan wasiat.

36 J. Andy Hartanto, SH.,M.H, Problemtika Hukum Jual Beli Tanah Belum Bersertpikat,

(Yogyakarta:CV.Asawaja Pressindo), hal.45-46.

37 Soetomo, Pedoman Jual Bei Tanah Peralihan Hak dan Sertipikat,, (Malang: Lembaga

(29)

Sebagai landasan hukum dalam pengaturan tentang hukum pertanahan di

Indonesia, UUPA tidak memberi penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan

jual beli hak atas tanah/jual beli tanah. Dalam konsiderans dan penjelasan umum

hukum tanah nasional disebutkan bahwa hukum agraria Indonesia berdasarkan

hukum adat dimana hukum adat merupakan sumber utama yaitu memakai sistem dan

asas-asas hukum adat. Sehingga pengertian mengenai jual beli hak atas tanah juga

menggunakan pengertian hukum adat, yaitu perbuatan hukum pemindahan hak atas

tanah yang merupakan penyerahan hak atas tanah (secara permanen) oleh penjual

kepada pembeli dengan membayar sejumlah uang/dengan harga tertentu.

Adapun pengertian jual beli tanah yang disebutkan dalam Pasal 1457

KUHPerdata bahwa jual beli tanah adalah sesuatu perjanjian dengan mana penjual

mengikatkan dirinya untuk menyerahkan hak atas tanah yang bersangkutan kepada

pembeli dan pembeli mengikatkan diriya untuk membayar kepada penjual sesuai

dengan harga yang telah disetujui.38

Penggunaan istilah jual beli tanah adalah untuk keperluan praktis, tetapi

sebenarnya yang diperjualbelikan atau yang menjadi obyek jual beli adalah hak atas

tanah, bukan tanahnya. Sedangkan jual beli bangunan yang ada di atas tanah tersebut

dalam hal ini berarti perbuatan hukum yang berupa penyerahan hak atas bangunan

dari penjual kepada pembeli untuk dapat menguasai dan menggunakan bangunan

tersebut dengan membayar sejumlah harga kepada penjual.

38 R Wiryono Prodjodikoro, Hukum Perdata tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu,

(30)

Jual beli bangunan yang dilakukan juga bersifat tunai dan terang. Tunai

artinya harga bangunan dibayar secara penuh/lunas dimana pembeli menyerahkan

sejumlah uang kepada penjual dan penjual menyerahkan hak atas tanah berikut

bangunan yang ada di atasnya kepada pembeli untuk dikuasai atau diusahakan.

Sedangkan terang artinya perbuatan hukum terhadap penjualan dan pembelian hak

atas tanah berikut bangunan yang ada di atasnya tersebut dilakukan dihadapan

pihak/pejabat yang berwenang yang dapat menanggung bahwa jual beli tersebut tidak

melanggar hukum yang berlaku. Dalam hukum adat, sistem yang dipakai berkenaan

dengan peralihan hak atas tanah berikut bangunan yang ada di atasnya umumnya

dikenal dengan sistem yang konkrit (kontan) karena peralihan hak tersebut serentak

terjadi seketika pada saat pembayaran harga tanah berikut bangunannya diserahkan

oleh pembeli.

Jual beli terhadap hak atas tanah yang telah memiliki tanda bukti hak berupa

sertipikat dilakukan oleh para pihak (penjual dan pembeli) dihadapan Pejabat

Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berwenang membuat akta menyangkut perbuatan

hukum yang dilakukan. Akta yang dibuat dihadapan PPAT ditandatangani oleh para

pihak sebagai bentuk kesepakatan dan persetujuan secara nyata terhadap perbuatan

hukum jual beli yang dilakukan dimana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk

menyerahkan suatu kebendaan dan pihak lain menerima dengan membayar sesuai

dengan harga yang telah diperjanjikan.

Perbuatan hukum jual beli yang dilakukan merupakan perbuatan hukum

(31)

sah menjadi pemegang hak yang baru. Bukti kepemilikan dan pemindahan hak

terhadap hak atas tanah berikut bangunan yang ada di atasnya yang diterima oleh

pembeli harus didaftarkan pada Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat dimana

tanah tersebut berada untuk dicatat pada buku tanah dan sertipikat hak dari tanah

yang bersangkutan. Dengan dicatatnya pemindahan hak tersebut maka sertipikat

haknya dapat dijadikan sebagai surat tanda bukti yang kuat dan bentuk pemberitahuan

kepada pihak ketiga bahwa penerima hak adalah pemegang hak yang baru karena

pendaftaran tanah mempunyai sifat terbuka.

Hak atas tanah berikut bangunan yang ada di atasnya yang dapat dijadikan

obyek jual beli adalah hak atas tanah di atas tanah negara, yang dalam hal ini adalah

peralihan hak guna bangunan diatas hak pengelolaan. Peralihan dalam bentuk jual

beli ini harus memenuhi syarat materiil dan syarat formil yang telah ditentukan oleh

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apabila tidak terpenuhi maka akan

membawa konsekuensi pada legalitas (sah/tidaknya) jual beli hak guna bangunan di

atas hak pengelolaan tersebut. Disamping itu juga dapat berkonsekuensi tidak dapat

didaftarkannya peralihan dengan jual beli tersebut.

Para pihak dapat melakukan jual beli bangunan yang berada di atas tanah hak

guna bangunan di atas hak pengelolaan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah

(PPAT). Hal ini dipertegas dalam Pasal 37 ayat (1) PP No.24 tahun 1997 dengan

catatan bahwa hak guna bangunan atas tanah tersebut belum berakhir dan mendapat

(32)

peralihan atau perbuatan hukum jual belinya tidak berbeda jauh dengan jual beli

tanah pada umumnya.

Prosedur peralihan hak atas tanah karena jual beli harus dilakukan dihadapan

PPAT yang dihadiri oleh pihak penjual atau kuasanya, pihak pembeli atau kuasanya

dengan dihadiri oleh minimal dua orang saksi yang menurut peraturan

perundang-undangan yang berlaku memenuhi syarat untuk bertindak sebagai saksi dalam suatu

perbuatan hukum, yang memberi kesaksian antara lain mengenai kehadiran para

pihak atau kuasanya, keberadaan dokumen asli dan telah dilaksanakannya perbuatan

hukum tersebut oleh para pihak yang bersangkutan. Untuk jual beli terhadap

bangunan yang beradaa di atas tanah hak guna bangunan yang haknya telah berakhir

dihadapan PPAT, harus dilakukan perpanjangan terlebih dahulu terhadap haknya

yang telah berakhir tersebut ke Kantor Pertanahan setempat karena secara hukum,

hak atas tanah yang haknya telah berakhir tidak dapat dilakukan perbuatan hukum

jual beli diatasnya.

Sebelum melakukan jual beli, PPAT harus memeriksa/mengecek kesesuaian

data terlebih dahulu atas sertipikat hak atas tanah yang bersangkutan dengan

daftar-daftar dalam buku tanah yang ada di Kantor Pertanahan Kota setempat dengan

memperlihatkan sertipikat asli. Hal ini perlu dilakukan guna menghindari jual beli

tanah terhadap sertipikat palsu atau sertipikat ganda atau sertipikat asli tapi palsu.

Hasil pengecekan tersebut dicatatkan Kantor Pertanahan pada lembar halaman

perubahan yang menyatakan bahwa tanah tersebut telah dicek dan dinyatakan sesuai

(33)

hukum jual beli ini, seorang PPAT harus jeli dalam memperhatikan hal-hal yang

krusial dalam kegiatan jual beli tanah berikut bangunannya tersebut, yakni mengenai

objek dan subjek hukum dari jual beli tanah berikut bangunannya tersebut.

Mengenai yang menjadi objek dari jual beli tersebut yakni tanah, hal yang

perlu diperhatikan dan dipastikan adalah letak tanah yang berada harus di wilayah

kerja PPAT itu sendiri dan tidak melanggar ketentuan absentee, tanah yang

bersangkutan tidak sedang dalam sengketa mengenai data fisik dan/atau data yuridis,

mengenai luas dan batas-batas tanah sehingga dikemudian hari tidak memungkinkan

munculnya konflik atas tanah tersebut mengenai ketidakcocokan luas dan batas, serta

jenis tanah yang diperjualbelikan serta benda-benda yang ada diatasnya. Sedangkan

mengenai subjek dari perbuatan hukum jual beli tanah tersebut yang perlu

diperhatikan dan dipastikan adalah pihak-pihak yang berwenang bertindak sebagai

pihak penjual dan pihak pembeli.

Yang berhak menjadi pihak penjual adalah pihak yang namanya tertera dalam

sertipikat hak guna bangunan tersebut atau ahli warisnya yang sah. Sedangkan yang

berhak menjadi pihak pembeli adalah siapa saja yang menurut undang-undang berhak

menjadi pemegang hak atas tanah berikut bangunan di atasnya yang akan dibeli.

Apabila dalam proses peralihan jual beli tanah memerlukan ijin dari pejabat yang

berwenang, maka ijin tersebut sudah diperoleh sebelum akta jual beli yang

bersangkutan dibuat dan ditandatangani.

Namun pada kenyataannya, khusus mengenai jual beli bangunan yang berada

(34)

jual beli dihadapan Notaris, sesuai dengan kewenangan Notaris yang termuat dalam

Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun 2004 (selanjutnya disebut UUJN)

Pasal 15 ayat (2) huruf f yang menyatakan bahwa Notaris berwenang pula untuk

membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan sekaligus dengan permohonan hak

baru dengan dasar penggunaan akta otentik yaitu Jual Beli Rumah dan Pengoperan

Hak. Hal ini secara prakteknya telah banyak dilakukan dan telah menjadi jalan keluar

terhadap hak guna bangunan yang haknya telah berakhir, namun ingin dilakukan

peralihan haknya.

Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa bangunan yang telah dibangun

di atas tanah hak pengelolaan tidak dapat serta merta dihancurkan seketika hak guna

bangunannya berakhir namun dapat tetap berdiri di atas tanah pengelolaan tersebut

karena prinsip dari hak guna bangunan adalah hak atas bangunan yang didirikan di

atas tanah negara atau tanah hak milik dimana biaya untuk membangun/mendirikan

bangunan dikeluarkan oleh pemegang hak guna bangunan tersebut. Hal ini

menunjukkan bahwa terdapat hubungan perdata tentang kepemilikan bangunan antara

pemegang hak dan hak atas bangunan tersebut. Adapun bentuk penggantian dari

adanya hubungan tersebut dapat dilakukan dengan ganti rugi oleh pihak lain yang

dalam hal ini calon pemegang hak baru (pembeli) berupa harga yang disepakati

kepada pemegang hak lama (penjual) dalam proses peralihan hak dengan jual beli

tersebut. Akta ini sekaligus sebagai bukti telah terjadi peralihan hak dengan jual beli

(35)

disertai dengan persetujuan atau rekomendasi dari pemegang Hak Pengelolaan dalam

hal ini Pemko Medan.

Peralihan hak dengan perbuatan hukum jual beli terhadap bangunan di atas

tanah hak guna bangunan yang haknya telah berakhir ini bukan merupakan suatu

penyelundupan hukum, namun suatu bentuk perbuatan hukum yang telah terjadi

semenjak lahirnya UUPA yang menyebutkan bahwa dapat terjadi peralihan hak

terhadap bangunan di atas tanah yang belum bersertipikat yang dilakukan oleh

pejabat yang berwenang, yakni Notaris. Belum bersertipikat dalam hal ini tanah yang

haknya telah berakhir dan statusnya kembali menjadi tanah negara. Tanah yang hak

guna bangunannya telah berakhir di atas tanah hak pengelolaan, artinya haknya

kembali kepada negara dan tidak terdaftar lagi sebagai hak atas tanah di Kantor

Pertanahan. Menjadi wewenang Notaris dalam hal jual beli atas bangunan di atas

tanah tanah yang statusnya adalah tanah negara karena telah diatur dalam UUJN

yakni secara praktek Notaris dapat mengalihkan dan memohon hak baru terhadap

tanah negara yang belum memiliki hak.

Hal ini dikarenakan hak guna bangunan yang telah berakhir, sertipikatnya

tidak berlaku lagi walaupun secara hukum, hak guna bangunan yang haknya telah

berakhir harus diperpanjang/diperbarui kembali sebelum haknya berakhir. Jika

haknya telah berakhir dan tidak dilakukan perpanjangan, maka status tanah kembali

menjadi milik negara. Sertipikat hak guna bangunan yang telah berakhir jangka

waktunya jika hak guna bangunan tersebut berasal dari tanah negara maka haknya

(36)

pemilik dari bangunan tersebut. Jika hak guna bangunan yang haknya telah berakhir

akan dialihkan kepada pihak lain maka perubahan haknya melalui proses permohonan

hak di kantor pertanahan setempat.

Hal ini tidak menutup kemungkinan bagi warga negara Indonesia yang ingin

memohonkan hak baru terhadap tanah dan bangunan tersebut kepada negara dapat

menjadikan akta jual beli rumah dan pengoperan hak tersebut sebagai alas hak untuk

memohon hak baru kepada Kantor Pertanahan dengan tetap mengikutsertakan

ijin/rekomendasi dari pihak pemegang hak pengelolaaan karena tanah tersebut berada

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian tesis ini adalah: Pemegang Sertifikat Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan yang tidak ada perjanjian dan persetujuan dari Pemerintah Kota Pekanbaru

Kereta Api Indonesia (Persero) selaku pemegang Hak Pengelolaan dalam melakukan pemberian Hak Guna Bangunan kepada pihak ketiga, lebih memperhatikan segi-segi peruntukan atas

para pihak telah membuatan janji-janji untuk melakukan perjanjian Kredit, selanjutnya Pemberi Hak Tanggungan atau Debitur harus melakukan pengecekan terhadap sertifikat

Menyerahkan bagian-bagian daripada tanah itu kepada pihak ketiga menurut persyaratan yang ditentukan oleh perusahaan pemegang hak tersebut, yang meliputi segi-segi

Dengan demikian pemberian hak pakai kepada pihak ketiga atas dasar hak pengelolaan bukanlah pemberian hak sewa, karena objek dari hak pengelolaan adalah tanah negara maka

Kedua, perubahan cara atau alas hak penyerahan bagian-bagian tanah Hak Pengelolaan kepada pihak ketiga dari semula dalam bentuk hubungan hukum publik menjadi perjanjian

Hak Pengelolaan merupakan pelimpahan sebagian kewenangan dari hak menguasai negara atas tanah; c] Kewenangan dalam Hak Pengelolaan, adalah merencakan peruntukan dan

Wujud dari perjanjian jual beli ialah rangkaian hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari kedua belah pihak, yang saling berjanji, yaitu si penjual dan si pembeli.Dalam rangka pendaftaran