• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAUN TANAMAN DIGITALIS SEBAGAI OBAT JANT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "DAUN TANAMAN DIGITALIS SEBAGAI OBAT JANT"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

DAUN TANAMAN DIGITALIS SEBAGAI OBAT JANTUNG

( DIGOKSIN )

I. Deskripsi tanaman

1. DIGITALIS PURPUREA

A. Nama Tumbuhan

1. Nama Ilmiah : Digitalis purpurea

2. Sinonim : Common foxglove

3. Nama Lokal : Digitalis 4. Familia :

Scropulariaceae

5. Ordo : Solanales

B. Ciri Umum

1. Habitus : Herba 2. Batang :

-3. Percabangan : Simpodial 4. Daun

a. Jenis Daun : Tunggal b. Filotaksis :

-c. Bentuk & Ukuran : Bulat telur memanjang

(p=10-35cm, l=5-12cm)

5. Margo folii : Crenatus 6. Basis folii : Obtusus 7. Apex folii : Obtusus 8. Permukaan daun

a. Warna :

atas : Hijau muda bawah : hijau pucat b.Tekstur :

atas : Kasar (berbulu halus)

bawah : kasar 9. Nervatio : Penninervis 10. Stipule :

-11. Catatan tambahan : Dalam kondisi bunga belum tumbuh

C. Bunga

(2)

3. Jumlah & warna petal : ( 4) Merah muda, Ungu, Putih, di bagian dalam terdapat bintik-bintik hitam

4. Jumlah Stamen : 4

5. Kedudukan Ovarium : Tenggelam (inferus) 6. Infloresensi : Rasemosa- tandan 7. Braktea/ Brakteola :

8. Rumus Bunga :

-D. Buah

1. Tipe buah :

-2. Bentuk & Ukuran : kerucut, kotak, beruang dua, tiap ruang berisi biji 3. Warna :

-E. Lain-lain

1. Getah & Warna getah : 2. Bau (aromatik dll) : 3. Sulur : 4. Duri : 5. Umbi :

-6. Rhizoma : Tunggang, warna coklat muda

2. DIGITALIS LANATA

Nama Lain : Daun digitalis lanata Nama Tanaman Asal : Digitalis lanata (Ehrh.) Familia : Scrophulariaceae Zat berkhasiat Utama/Isi :

Glukosida-glikosida terdiri dari 5 golongan : a. Digitoksigenina : Ianatosid A

b. Gitoksigenina : Ianatosid B c. Digoksigenina : Digoksina d. Diginatigenina : Diginatika e. Gitaloksigenina : Gitaloksina

Penggunaan : Isolasi glukosida terutama Digoksina Pemerian : Bau lemah, rasa hangat pahit

Bagian yang digunakan : Daun

Sediaan : Digoxinum (FI), Digoxini Compressi (FI)

Perbedaan Digitalis Purpurea dan Digitalis Lanata :

Diditalis Purpurea

Digitalis Lanata

Daun berambut

Bentuk daun bulat telur memanjan

sampai bulat telur melebar

Tepi daun bergerigi atau beringgit tidak

beraturan, kadang bergerigi, pucuk dan

daun agak runcing,

pangkal daun dekuren/telinga

(3)

II. ZAT AKTIF TANAMAN

Kandungan senyawa kimia dari daun digitalis berupa glikoksida / digoksin/ digitoksin. Kandungan lainnya berupa alkaloida, saponin, flavonoida, dan polifenol.

A. Glikoksida

Disini akan dijelaskan pembagian glikoksida (glikosida) menurut aglikon. Aglikon dari glikosida terdiri dari banyak jenis senyawa kimiawi. Senyawa-senyawa tersebut meliputi senyawa-senyawa alkoholik dan fenolik, isotiosianat, nitril sianogenetik, turunan antrasen, flavonoid dan steroid. Meskipun demikian glikosida tanaman yang pada waktu ini banyak digunakan secara medisinal kebanyakan mempunyai aglikon steroid, flavonoid atau antrasen. Ini tidak berarti bahwa glikosida lain tidak penting, hanya yang digunakan untuk pengobatan lebih sedikit.

1) Klasifikasi Glikosida

Ketika bahan kimia alami dari kelompok aglycone digunakan sebagai dasar pengaturan, dimana penggolongannya sebagai berikut:

a. GLIKOSIDA SAPONIN

Glikosida saponin adalah glikosida yang aglikonnya berupa sapogenin. Glikosida saponin bisa berupa saponin steroid maupun saponin triterpenoid. Saponin adalah segolongan senyawa glikosida yang mempunyai struktur steroid dan mempunyai sifat-sifat khas dapat membentuk larutan koloidal dalam air dan membui bila dikocok. Saponin merupakan senyawa berasa pahit menusuk dan menyebabkan bersin dan sering mengakibatkan iritasi terhadap selaput lendir. Saponin juga bersifat bisa menghancurkan butir darah merah lewat reaksi hemolisis, bersifat racun bagi hewan berdarah dingin, dan banyak diantaranya digunakan sebagai racun ikan. Saponin bila terhidrolisis akan menghasilkan aglikon yang disebut sapogenin. Ini merupakan suatu senyawa yang mudah dikristalkan lewat asetilasi sehingga dapat dimurnikan dan dipelajari lebih lanjut. Saponin yang berpotensi keras atau beracun seringkali disebut sebagai sapotoksin.

Menurut SOBOTKA :

1. Saponin merupakan turunan dari hidrokarbon yang jenuh dari siklopentano perhidrofenantren

2. Juga dapat merupakan turunan yang tak jenuh dari siklopentano perhidrofenantren. Struktur kimiawi

Berdasarkan struktur aglikonnya (sapogeninnya),

(4)

Glikosida saponin dibagi menjadi 2 jenis berdasarkan pada struktur bahan kimia dari aglycone (sapogenin). Saponin pada hidrolisis

menghasilkan suatu aglycone yang dikenal sebagai "sapogenin".

Biosintesis glukosida saponin

Berdasarkan struktur dari aglikon maka glikosida dan saponin dapat dibagi 2 golongan yaitu saponin netral yang berasal dari steroid dengan rantai samping spiroketal dan saponin asam yang mempunyai struktur triterpenoid. Biosintesa saponin triterpenoid lebih kurang diketahui bila dibandingkan dengan saponin steroid tetapi dapat dikatakan bahwa keduanya mempunyai tidak tolak yang sama yaitu yang berasal dari asetat dan mevalonat. Rantai samping terbentuk sesudah terbentuknya squalen. Sebagian terjadi inti steroid spiroketal dan yang lain

membentuk triterpenoid pentasiklik. Gugus gulanya dapat berdiri 1 – 55 gula dan dalam beberapa hal aglikon tak diikat dengan gula tetapi dengan asam uronat.

GLIKOSIDA STEROID

Glikosida steroid adalah glikosida yang aglikonnya berupa steroid. Glikosida steroid disebut juga glikosida jantung karena memiliki daya kerja kuat dan spesifik

terhadap otot jantung.

Struktur Kimiawi

Secara kimiawi bentuk struktur glikosida jantung sangat mirip dengan asam empedu yaitu bagian

gula yang menempel pada posisi tiga dari inti steroid dan bagian aglikonnya berupa steroid yang terdiri dari dua tipe yaitu tipe kardenolida dan tipe bufadienolida. Tipe kardenolida merupakan steroid yang mengandung atom C-23 dengan rantai

samping terdiri dari lingkaran lakton 5-anggota yang tidak jenuh dan alfa-beta menempel pada atom C nomor 17 bentuk beta.

Sementara tipe bufadienolida berupa homolog dari kardenolida dengan atom C-24 dan mempunyai rantai samping lingkaran keton 6- anggota tidak jenuh ganda yang menempel pada atom C nomor 17.

Biosintesa Glikosida Jantung Aglikon dari glikosida jantung adalah steroid yaitu turunan dari siklo-pentenofenantren yang mengandung lingkaran lakton yang tidak jenuh pada atom C-17. Seperti sudah kita ketahui biosintesis dari senyawa steroid pada umumnya didasarkan atas biosintesa dari senyawa kolesterol. Meskipun tidak semua senyawa steroid memerlukan kolesterol sebagai prekursor (pra zat)

pembentukannya, paling tidak pembentukan kolesterol ini dianggap sebagai mekanisme biosintesa senyawa steroid pada umumnya.

GLIKOSIDA ANTRAKUINON

(5)

(Chrysarobin) sehingga hanya digunakan sebagai obat luar atau hanya digunakan sebagai zat warna (Cochineal, Coccus Cacti). Tanaman-tanaman seperti kelembak, aloe, sena, dan kaskara telah lama dikenal sebagai obat alami kelompok

purgativum meskipun pada saat itu kandungan kimiawinya belum diketahui dengan jelas.

Belakangan, ternyata ada persamaan kandungan kimiawi antara obat purgativum dengan beberapa bahan pewarna alami. Senyawa yang pertama ditemukan adalah sena dari tipe antrakuinon, baik dalam keadaan bebas maupun sebagai glikosida. Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa produk alam juga mengandung turunan antrakuinon yang tereduksi, misalnya oksantron, antranol, dan antron. Termasuk juga produk lain seperti senyawa yang terbentuk dari dua molekul antron, yaitu diantron. Senyawa-senyawa ini dapat dalam keadaan bebas (tidak terikat dengan senyawa gula dalam bentuk glikosida) dapat pula dalam bentuk glikosida dimana turunan antrakinon tersebut berfungsi sebagai aglikon.

Struktur Kimiawi

Sama halnya dengan sifat glikosida lainnya, glikosida antrakuinon juga mudah terhidrolisis. Bentuk uraiannya adalah aglikon dihidroksi antrakuinon, trihidroksi antrakuinon, atau tetrahidroksi antrakuinon.

Biosintesa Senyawa Antrakinon

Biosintesa senyawa antrakinon diselidiki di dalam mikroorganisme. Dan disimpulkan bahwa biosintesa pada tumbuhan tinggi terjadi melalui proses yang serupa, salah satu contoh yang sederhana ialah pembentukan turunan antrakinon dari asam asetat yang diberi label dalam Peniccilium islandicum, jenis Penicillium yang dikenal menghasilkan bermacam-macam turunan antrakinon.

Terjadinya proses biosintesa emodin atau senyawa antrakinon lainnya dapat diikuti dengan memberi label (tanda) pada asam asetat, yang dimaksud dengan memberi label adalah menggunakan senyawa yang sebagian unsure- unsurnya diberi muatan radio aktif dengan menggunakan isotopnya yang radioaktif.

GLIKOSIDA SIANOPORA

Glikosida sianopora adalah glikosida yang pada ketika dihidrolisis akan terurai menjadi

bagian-bagiannya dan menghasilkan asam sianida (HCN). Biosintesa Glikosida Sianopor Aglikon- aglikon

yang merupakan turunan dari asam amino C6 – C3 seperti fenilalanin dan tirosin. Biosintesa senyawa ini adalah melalui “Shikimic Acid Pathway”.

Setelah terbentuk asam shikimat dapat mengalami fosforilasi dan bereaksi dengan asam fosfoenolpiruvat membentuk asam profenat, yang selanjutnya melalui asam fenilpiruvat menjadi fenilalanin.

GLIKOSIDA ISOTIOSIANAT

Banyak biji dari beberapa tanaman keluarga Crucifera mengandung glikosida yang aglikonnya adalah isotiosianat. Aglikon ini merupakan turunan alifatik atau

(6)

Biosintesa Glikosida Isotiosianat Aglikon dari glikosida isotiosianat dapat merupakan senyawa alifatik atau turunan aromatik. Penelitian dengan radio isotop telah

menunjukkan bahwa aglikon yang berupa senyawa alifatik biosintesanya dapat melalui “Acetate Pathway”sedang yang aromatic melalui “Shikimic Acel Pathwey”.

GLIKOSIDA FLAVONOL

Glikosida flavonol dan aglikon biasanya dinamakan flavonoid. Glikosida ini

merupakan senyawa yang sangat luas penyebarannya di dalam tanaman. Di alam dikenal adanya sejumlah besar flavonoid yang berbeda-beda dan merupakan pigmen kuning yang tersebar luas diseluruh tanaman tingkat tinggi. Rutin,

kuersitrin, ataupun sitrus bioflavonoid (termasuk hesperidin, hesperetin, diosmin dan naringenin) merupakan kandungan flavonoid yang paling dikenal. Biosintesa Glikosida Flavonoid Aglikon dan glikosida flavonol dan falvanoid lainnya adalah contoh senyawa yang di dalam system biologis pembentukannya dapat melalui kedua cara pembentukan senyawa aromatis, yaitu dengan kondensasi asam asetat dan melalui shikimic Acid Pathway.

GLIKOSIDA ALKOHOL

Glikosida alkohol ditunjukkan oleh aglikonnya yang selalu memiliki gugus hidroksi. Senyawa yang termasuk glikosida alcohol adalah salisin. Salisin adalah glikosida yang diperoleh dari beberapa spesies Salix dan Populus. Biosintesa Glikosida Alkohol Biosintesa glikosida alkohol, aldehid, lakton dan fenol dapat digambarkan sebagai berikut :

GLIKOSIDA ALDEHIDA

Salinigrin yang terkandung dalam Salix discolor terdiri dari glukosa yang diikat oleh m- hidroksibenzaldehida sehingga merupakan glikosida yang aglikonnya suatu aldehida.

GLIKOSIDA LAKTON

Meskipun kumarin tersebar luas dalam tanaman, tetapi glikosida yang mengandung kumarin (glikosida lakton) sangat jarang ditemukan. Beberapa glikosida dari

turunan hidroksi kumarin ditemukan dalam bahan tanaman seperti skimin dan Star anise Jepang, aeskulin dalam korteks horse chestnut, daphin dalam mezereum, fraksin dan limettin.

GLIKOSIDA FENOL

Beberap aglikon dari glikosida alami mempunyai kandungan bercirikan senyawa fenol. Arbutin yang terkandung dalam uva ursi dan tanaman Ericaceae lain menghasilkan hidrokuinon sebagai aglikonnya. Hesperidin dalam buah jeruk juga dapat digolongkan sebagai glikosida fenol. Uva ursi adalah daun kering dari Arctostaphylos uva ursi (Famili Ericaceae). Tanaman ini merupakan semak yang selalu hijau merupakan tanaman asli dari Eropa, Asia, Amerika Serikat dan Kanada.

FUNGSI GLIKOSIDA

(7)

1. Fungsi glikosida sebagai cadangan gula temporer

2. Proses pembentukan glikosida merupakan proses detoksikasi 3. Glikosida sebagai pengatur tekanan turgor

4. Proses glikosidasi untuk menjaga diri terhadap pengaruh luar yang mengganggu 5. Glikosida sebagai petunjuk sistematik Penggunaan glikosida dimana beberapa diantara glikosida merupakan obat yang sangat penting, misalnya yang berkhasiat kardiotonik, yaitu glikosida dari Digitalis, Strophanthus, Colchicum, Conyallaria, Apocynum dan sebagainya yang berkhasiat laksatifa/pencahar seperti Senna, Aloe, Rheum, Cascara Sagrada dan Frangula yang mengandung glikosida turunan

antrakinon emodin. Selanjutnya sinigrin, suatu glikosida dari Sinapis nigra, mengandung alilisotiosianat suatu iritansia lokal. Gaulterin adalah glikosida dari gaulteria yang dapat menghasilkan metal salisilat sebagai analgesik.

B. SAPONIN

Saponin merupakan senyawa dalam bentuk glikosida yang tersebar luas pada tumbuhan tingkat tinggi. Saponin membentuk larutan koloidal dalam air dan

membentuk busa yang mantap jika dikocok dan tidak hilang dengan penambahan asam (Harbrone,1996). Saponin merupakan golongan senyawa alam yang rumit, yang mempunyai massa dan molekul besar, dengan kegunaan luas (Burger et.al,1998) Saponin diberi nama demikian karena sifatnya menyerupai sabun “Sapo” berarti sabun. Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat dan menimbulkan busa bila dikocok dengan air. Beberapa saponin bekerja sebagai antimikroba. Dikenal juga jenis saponin yaitu glikosida triterpenoid dan glikosida struktur steroid tertentu yang mempunyai rantai spirotekal. Kedua saponin ini larut dalam air dan etanol, tetapi tidak larut dalam eter. Aglikonya disebut sapogenin, diperoleh dengan hidrolisis dalam suasana asam atau hidrolisis memakai enzim (Robinson,1995).

Di kehidupan sehari-hari kita sering melihat peristiwa buih yang disebabkan karena kita mengkocok suatu tanaman ke dalam air. Secara fisika buih ini timbul karena adanya penurunan tegangan permukaan pada cairan (air). Penurunan tegangan permukaan disebabkan karena adanya senyawa sabun (bahasa latin = sapo) yang dapat mengkacaukan iktan hidrogen pada air. Senyawa sabun ini

biasanya memiliki dua bagian yang tidak sama sifat kepolaranya. Dalam tumbuhan tertentu mengandung senyawa sabun yang biasa disebut saponin. Saponin berbeda struktur dengan senywa sabun yang ada. Saponin merupakan jenis glikosida.

Glikosida adalah senyawa yang terdiri daro glikon (Glukosa, fruktosa,dll) dan aglikon (senyawa bahan aalam lainya). Saponin umumnya berasa pahit dan dapat

membentuk buih saat dikocok dengan air. Selain itu juga bersifat beracun untuk beberapa hewan berdarah dingin (Najib, 2009). Saponin merupakan glikosida yang memiliki aglikon berupa steroid dan triterpen. Saponin steroid tersusun atas inti steroid (C 27) dengan molekul karbohidrat. Steroid saponin dihidrolisis

menghasilkan suatu aglikon yang dikenal sebagai saraponin.

(8)

Saponin ada pada seluruh tanaman dengan konsentrasi tinggi pada bagian-bagian tertentu, dan dipengaruhi oleh varietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Fungsi dalam tumbuh-tumbuhan tidak diketahui mungkin sebagai penyimpan karbohidrat atau merupakan weste product dan metabolism tumbuh-tumbuhan kemungkinan lain adalah sebagai pelindung terhadap serangan serangga.

1. Sifat-sifat Saponin :

a. Mempunyai rasa pahit

b. Dalam larutan air membentuk busa stabil c. Menghemolisa eritrosit

d. Merupakan racun kuat untuk ikan dan amfibi

e. Membentuk persenyawaan dengan kolesterol dan hidroksiteroid lainya f. Sulit untuk dimurnikan dan diidentifikasi

g. Berat molekul relative tinggi dan analisi hanya menghasilkan formula empiris yang mendekati

Toksisitasnya mungkin karena dapat merendahkan tegangan permukaan (Surface tenstn) dengan hidrolisis lengkap akan dihasilkan sapogenin (aglikon) dan karbohidrat (heksosa, pentose, dan Saccharic acid) (Kim Nio,1989).

2. Klasifikasi Saponin

Saponin diklasifikasikan berdasarkan sifat kimia menjadi dua yaitu saponin steroid dan saponin triterpenoid.

a) Saponin steroid

Saponin steroid tersusun atas inti steroid (C27) dengan molekul karbohidrat. Steroid saponin dihidrolisis menghasilkan satu aglikon yang dikenal sebagai sapogenin. Tipe saponin ini memiliki efek antijamur. Pada binatang menunjukan penghambatan aktifitas otot polos. Saponin steroid diekskresikan setelah koagulasi dengan asam glukotonida dan digunakan sebagai bahan baku pada proses

biosintetis obat kortikosteroid. Saponin jenis ini memiliki aglikon berupa steroid yang di peroleh dari metabolisme sekunder tumbuhan. Jembatan ini juga sering disebut dengan glikosida jantung, hal ini disebabkan karena memiliki efek kuat terhadap jantung.

Salah satu contoh saponin jenis ini adalah Asparagosida (Asparagus sarmentosus), Senyawa ini terkandung di dalam ttumbuhan Asparagus sarmentosus yang hidup dikawasan hutan kering afrika. Tanaman ini juga biasa digunkan sebagai obat anti nyeri dan rematik oleh orang afrika (Anonim, 2009).

b) Saponin Tritetpenoid

(9)

Salah satu jenis contoh saponin ini adalah asiatosida. Senyawa ini terdapat pada tumbuhan Gatu kola yang tumbuh didaerah India. Senyawa ini dapat dipakai sebagai antibiotik (Anonim, 2009).

3. Biosintesis Saponin

Biosintesis pada kedua jenis senyawa ini hampir sama baik saponin denga steroid maupun triterpen. Semua senyawa ini melalui jalur asam mevalonat yang diperoleh dari asetil CoA . Sebelum membentuk steroid biosintesis ini membentuk senyawa squalen yang merupakan jenis triterpen yang merupakan gabungan Dari dua farnesil piroposfat. Setelah membentuk squalen, maka terjadi reaksi oksidasi pada atom C nomor 3 sehingga terbentuk OH, setelah itu terjadi pembentukan epoksidasqualen. Senyawa ini akan terjadi siklisasai menjadi lanosterol yang merupakan bentuk dasar dari senyawa steroid(Arifin, 1986). Sedangkan perbedaannya dengan triterpen adalah pada jumlah cincin dan bnetuk cincin

keempat dan kelima, pada triterpen masing-masing cincin tersebut memiliki 5 atom karbon

4. Macam – Macam Saponin

Macam-macam saponin berbeda sekali komponen kimianya, yaitu berbeda pada aglikon (sapogenin) dan juga karbohidratnya sehingga tumbuhan-tumbuhan

tertentu dapat mempunyai macam-macam saponin yang berlainan seperti : a. Quilage saponin, Campuran dari 3 atau 4 saponin

b. Alfafa saponin, Campuran dari paling sedikit 5 saponin

c. Soy Bean saponin, terdiri dari 5 fraksi yang berbeda dengan sapogenin atau karbohidratnya, atau dalam kedua-duanya.

Contoh glikosida lain adalah tioglikosida dan bessiltioglikosida. Bila dihidrolisis dengan enzim akan menghasilkan tiosianat, isotiosianat dan

(10)

tersebut ada pada bawang, selada air, kacang-kacangan (seperti : Kacang tanah,kacang kedelai), dan juga macam-macam kol (Kim Nio,1989).

Saponin dalam bentuk gugus triterpenoid dan glikosida adalah steroid umum dalam produk tumbuh-tumbuhan. Berupa efek biologi telah dianggap dari saponin. Penelitian yang efektif telah dilakukan pada membrane permeable, sebagai

pertanahan tubuh (sistim imun), antikangker, sifat antikolesterol dari saponin. Saponin juga telah terbukti secara signifikan mempengaruhi pertumbuhan, konsumsi makanan dan reproduksi pada hewan percobaan. Beragam senyawa struktur saponin juga telah diamati untuk membunuh protozoa, moluska, antioksidan, merusak pencernaan protein dan penyerapan vitamin dan mineral dalam usus. Menyebabkan hipoglikemia dan bertindak sebagai anti jamur dan anti virus (Yoshiki et al,1998). Peran Fisiologi saponin pada tananman belum sepenuhnya di pahami meskipun ada sejumlah publikasi menggambarkan identifikasi saponin dan beberapa efek pada sel hewan, jamur dan bakteri. Hanya sedikit yang diketahui fungsi saponin untuk tumbuhan itu sendiri. Banyak saponin diketahui antimikroba untuk menghambat jamur dan untuk melindungi tanaman dari serangga. Saponin dianggap sebagai dari sistim pertahanan tanaman dan dengan demikiandimasukan dalam kelompok besar mol pelindung pada sel tumbuhan (Morrisey &

Osboun,1999). Cara identifikasi saponin, timbang 500 mg serbuk simplisia masukan kedalam tabung reaksi, tambahkan 10 ml air panans, dinginkan kemudian kocok kuat-kuat selama 10 detik terbentuk buih putih yang stabil tidak kurang dari 10 menit sehingga 1-10 cm. Pada penambahan 1 tetes asam klorida 2 N buih tidak hilang, menunjukan bahwa dalam simplisia tersebut mengandung saponin.

A. SENYAWA ALKALOID

Alkaloid merupakan suatu golongan senyawa organik yang terbanyak ditemukan di alam. Hampir seluruh alkaloid berasal dari tumbuh-tumbuhan dan tersebar luas dalam berbagai jenis tumbuhan tingkat tinggi. Sebagian besar alkaloid terdapat pada tumbuhan dikotil sedangkan untuk tumbuhan monokotil dan

pteridofita mengandung alkaloid dengan kadar yang sedikit.

Alkaloid merupakan senyawa yang bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen dan biasanya berupa sistem siklis. Alkaloid mengandung atom karbon, hidrogen, nitrogen dan pada umumnya mengandung oksigen. Senyawa alkaloid banyak terkandung dalam akar, biji, kayu maupun daun dari tumbuhan dan juga dari hewan. Senyawa alkaloid merupakan hasil metabolisme dari tumbuh– tumbuhan dan digunakan sebagai cadangan bagi sintesis protein. Kegunaan alkaloid bagi tumbuhan adalah sebagai pelindung dari serangan hama, penguat tumbuhan dan pengatur kerja hormon. Alkaloid mempunyai efek fisiologis.

Garam alkaloid dan alkaloid bebas biasanya berupa senyawa padat dan berbentuk kristal tidak berwarna (berberina dan serpentina berwarna kuning). Ada juga alkaloid yang berbentuk cair, seperti konina, nikotina, dan higrina. Sebagian besar alkaloid mempunyai rasa yang pahit. Alkaloid juga mempunyai sifat

farmakologi. Sebagai contoh, morfina sebagai pereda rasa sakit, reserfina sebagai obat penenang, atrofina berfungsi sebagai antispamodia, kokain sebagai anestetik lokal, dan strisina sebagai stimulan syaraf.

(11)

di alam bukan termasuk alkaloid. Misalnya pirimidin dan asam nukleat, yang kesemuanya itu tidak pernah dinyatakan sebagai alkaloid.

Alkaloid tidak mempunyai nama yang sistematik, sehingga nama dinyatakan dengan nama trivial misalnya kodein, morfin, heroin, kinin, kofein, nikotin. Sistem klasifikasi alkaloid yang banyak diterima adalah pembagian alkaloid menjadi 3 golongan yaitu alkaloid sesungguhnya, protoalkaloid dan pseudoalkaloid. Suatu cara mengklasifikasikan alkaloid adalah cara yang didasarkan jenis cincin heterosiklik nitrogen yang merupakan bagian dari struktur molekul. Jenisnya yaitu pirolidin, piperidin, kuinolin, isokuinolin, indol, piridin dan sebagainya.

Gambar II.1 Struktur jenis–jenis alkaloid

Garam alkaloid berbeda sifatnya dengan alkaloid bebas. Alkaloid bebas biasanya tidak larut dalam air (beberapa dari golongan pseudo dan protoalkaloid larut), tetapi mudah larut dalam pelarut organik agak polar (seperti benzena, eter, kloroform). Dalam bentuk garamnya, alkaloid mudah larut dalam pelarut organik polar.

I. Klasifikasi alkaloid

Klasifikasi alkaloid diantaranya yaitu berdasarkan lokasi atom nitrogen di dalam struktur alkaloid dan berdasarkan asal mula kejadiannya (biosintesis) dan

hubungannya dengan asam amino. Berdasarkan asal mulanya (biogenesis) dan hubungannya dengan asam amino, alkaloid dibagi menjadi tiga kelas, yaitu:

a. True alkaloid

Alkaloid jenis ini memiliki ciri-ciri; toksik, perbedaan keaktifan fisiologis yang besar, basa, biasanya mengandung atom nitrogen di dalam cincin heterosiklis, turunan asam amino, distribusinya terbatas dan biasanya terbentuk di dalam

tumbuhan sebagai garam dari asam organik. Tetapi ada beberapa alkaloid ini yang tidak bersifat basa, tidak mempunyai cincin heterosiklis dan termasuk alkaloid kuartener yang lebih condong bersifat asam. Contoh dari alkaloid ini adalah koridin dan serotonin.

b. Proto alkaloid

Alkaloid jenis ini memiliki ciri-ciri; mempunyai struktur amina yang

sederhana, di mana atom nitrogen dari asam aminonya tidak berada di dalam cincin

heterosiklis, biosintesis berasal dari asam amino dan basa, istilah biologycal

amine sering digunakan untuk alkaloid ini. c. Pseudo alkaloid

Alkaloid jenis ini memiliki ciri-ciri; tidak diturunkan dari asam amino dan umumnya bersifat basa.

B. Flavonoid

Senyawa flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar yang ditemukan di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu, biru, dan sebagai zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuhan. Flavonoid

merupakan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada tanaman hijau, kecuali alga. Flavonoid yang lazim ditemukan pada tumbuhan tingkat tinggi

(12)

dan O-glikosida, flavanon C- dan O-glikosida, khalkon dengan C- dan O-glikosida, dan dihidrokhalkon, proantosianidin dan antosianin, auron O-glikosida, dan dihidroflavonol O-glikosida. Golongan flavon, flavonol, flavanon, isoflavon, dan khalkon juga sering ditemukan dalam bentuk aglikonnya Menurut Markham (1988).

flovonoid tersusun dari dua cincin aromatis yang terdiri dari 15 atom karbon, dimana dua cincin benzene (C6) terikat pada suatu rantai propana (C3) sehingga membentuk suatu susunan C6-C3-C6 .

Kerangka flavonoid :

Susunan ini dapat menghasilkan tiga jenis struktur senyawa flavonoid yaitu: 1. Flavonoida atau 1,3-diarilpropana

2. Isoflavonoida atau 1,2-diarilpropana

3. Neoflavonoida atau 1,1-diarilpropana

Istilah flavonoida diberikan untuk senyawa-senyawa fenol yang berasal dari kata flavon, yaitu nama salah satu jenis flavonoida yang terbesar jumlahnya dalam tumbuhan. Senyawa-senyawa flavon ini mempunyai kerangka 2-fenilkroman, dimana posisi orto dari cincin A dan atom karbon yang terikat pada B dari cincin 1,3-diarilpropanan dihubungkan oleh jembatan oksigen sehingga membentuk cincin heterosiklik yang baru (cincin C)

Kelas-kelas yang berlainan dalam golongan ini dibedakan berdasarkan cincin heterosiklik-oksigen tambahan dan gugus hidroksil yang tersebar menurut pola yang berlainan. Flavonoid sering terdapat sebagai glikosida. Golongan terbesar flavonoid berciri mempunyai piran yang menghubungkan rantai tiga-karbon dengan salah satu dari cincin benzene. Sistem penomoran untuk turunan flavonoid

diberikan dibawah:

Di antara flavonoid khas yang mempunyai kerangka seperti diatas berbagai jenis dibedakan tahanan oksidasi dan keragaman pada rantai C3

C. POLYPHENOL

Saat ini Polyphenol merupakan salah satu produk anti oksidan yang sangat kuat dan ampuh dalam menangkal radikal bebas. Senyawa ini juga memiliki kemampuan sebagai anti Aging (Anti Penuaan Dini). Berbagai studi dan penelitian membuktikan bahwa radikal bebas adalah penyebab utama dari penyakit-penakit degeneratif seperti : Kanker, Kolesterol, Diabetes, Jantung maupun Stroke.

Dengan demikian, Polyphenol begitu diperlukan dalam mencegah ataupun menanggulangi penyakit-penyakit tersebut diatas.

Journal of Cellular Biochemistry mempublikasikan bahwa polyphenol

(13)

menurunkan resiko kanker lambung, paru-paru, usus besar, hati dan pancreas serta membantu menurunk tingkat kadar gula dalam darah. Polyphenol efektif

mengurangi penumpukan kolesterol jahat (LDL) di dalam darah, karena anti oksidan mampu mencegah oksidasi kolesterol dalam pembuluh arteri yang menyebabkan pembekuan trombosit abnormal penyebab terjadinya serangan jantung dan stroke.

Sebuah study oleh para peneliti Amerika Serikat yang dipublikasikan dalam American Journal of Epidemiologi menyatakan bahwa mereka yang minum

sedikitnya dua cangkir teh yang mengandung polyphenol setiap hari, ternyata 68% lebih rendah kemungkinan terkena kanker usus.

Manfaat & Khasiat Polypenol :

- sebagai anti oksidant yang yang sangat kuat dalam menangkal radikal bebas. - Mampu meredam perkembangan aktifasi sel kanker hingga 50%.

- Untukmengobati asam urat, eksim, migraine, demam, asthma, dll.

- Mencegah penakit degenaratif seperti : kanker, klesterol, jantung maupun stroke. - Mampu menurunkan kadar gula dalam plasma darah sehingga baik diminum bagi penderita diabetes.

- Memiliki kemampuan anti aging (anti penuaan dini)

II. Daun Digitalis Dimanfaatkan Sebagai Obat Jantung

A. Komposisi kimia dari Digitalis

Tanah bagian dari tanaman mengandung glikosida steroid (digitoksin, Β-acetildigitoksin, digitonin, gatoksin, gitonin), dan juga sejumlah glikosida purpurea, yang dalam proses pengeringan dan penyimpanan ungu foxgloves berubah menjadi dasar (sekunder) glikosida. Selain itu, tanaman mengandung jumlah asam organik, Saponin, flavonoid, Kolin dan senyawa lain.

B. Sifat-sifat farmakologis digitalis

Glikosida Digitalis ungu adalah perlawanan terbesar dalam tubuh dari glikosida jantung lainnya dalam aplikasi rumah, Karena molekul mereka tidak biasa untuk anyaman asing gula- digitoksozy. Misalnya, Ketika aplikasi domestic digitoksika kardiotropika efek adalah hanya 2-4 h.Glikosida Digitalis ungu untuk mempercepat pengembangan pasien tidak perlu baik cardiotropic aktivitas spesifik untuk

memperlambat glikozidam jantung. Selain itu, Jika tindakan cardiotonic glikosida jantung grup strophanthus terus 24-30 h, digitoksina, jangka masa ini adalah 2-3 minggu.

(14)

begitu kecil, yang paruhnya (pengurangan konsentrasi dalam plasma darah di 50 %) adalah 160 tapi. Durasi tindakan dan kemampuan untuk penumpukan digitoksin menempati tempat pertama antara semua glikosida jantung dikenal: diikuti oleh digoksin, celanidistrofantin.

Gejala yang khas dari glikosida jantung ungu khususnya, digitoksina dan gitoksina, efek langsung pada jantung. Tindakan ini adalah akibat akumulasi

sebelumnya zat-zat dalam jaringan hati dan sensitivitas tinggi otot jantung ke grup ini senyawa obat. Biotransformasi glikosida tanaman terjadi terutama di hati dan ditandai oleh progresif pembelahan molekul pada peralatan dan aglikony (geniny), dan digitoksin di hati. Glikosida tanaman sebagian dialokasikan memori, tapi terutama di usus, 7-15 % digitoksina lagi diserap ke dalam darah, menciptakan penumpukan obat dan kemungkinan keracunan. Digitoksin sebenarnya belum mengalokasikan memori.

C. Aktivitas farmakologis spesifik dari glikosida

Digitalis didefinisikan oleh prinsip-prinsip individu dan common tindakan

glikosida jantung pada tubuh. Hal ini ditandai dengan aspek-aspek utama berikut : Efek langsung dari metabolisme jaringan otot jantung (positif, inotrope); Diastolik aksi (negatif chronotropic), dilakukan oleh peraturan pusat, Inhibitive efek pada sistem konduktif hati, secara khusus, inisiasi bundel atrioventrikular.

Properti farmakologi yang paling penting dari glikosida jantung, khususnya Foxglove ungu, harus mempertimbangkan untuk menjadi sangat efektif dalam hal patologis model gagal jantung. Di bawah pengaruh glikosida jantung mengurangi resistensi pembuluh, meningkatkan aliran darah ke

proses oksigenasi jaringan, suplai darah otot jantung meningkatkan karena normalisasi parameter hemodinamik secara keseluruhan.

Standardisasi biologis utama glikosida jantung- ungu Foxglove dilakukan pada berbagai jenis hewan laboratorium. Aktivitas biologis dalam Standardisasi

digitoksina katak adalah 8000- 10

ES LTD, pada kucing-2300-2400 CUD. Efek toksik pada hewan dalam percobaan dibawah tindakan glikosida tanaman terkait dengan overdosis dan dengan

kemampuan penumpukan mereka tinggi, dengan sindrom kardial dan ekstrakardial. Binatang yang muncul arrythmia, aritmia, blok atrioventrikular lengkap, Flicker ventrikel jantung, pelanggaran saluran cerna (muntah, diare) dan CNS.

D. Penerapan Foxglove ungu dalam pengobatan

Bentuk-bentuk Kedokteran ungu Foxglove, serta tumbuh-tumbuhan medis, dengan glikosida jantung, digunakan pada gagal jantung kronis, kejahatan dan penyakit lainnya pada sistem kardiovaskular, dikombinasikan dengan fibrilasi atrium.

Praktis yang sangat penting adalah penggunaan obat naperstanki ungu ketika kejahatan hati dengan gejala stagnasi, Ketika jantung tidak mampu mengatasi beban fisiologis. Pasien

meningkatkan tekanan vena, jantung dilantalis, meningkatkan ukuran hati, secara signifikan mengurangi output urin, Ada telah cukup bengkak.

(15)

mengurangi vena tekanan dan meningkatkan urin. Pasien menghilang pembengkakan, menormalkan fungsi hati dan dimensi. Karena normalisasi parameter hemodinamik secara keseluruhan, rekonstruksi sirkulasi darah dalam jaringan dan respirasi jaringan normal pada pasien dengan secara signifikan mengurangi sesak napas dan

menghilang sinus hidung.

Durasi janji obat naperstanki periode pemulihan yang ditentukan oleh sirkulasi dan detak jantung yang normal, normalisasi diuresis, hilangnya pembengkakan dan sebuah sesuai pengurangan indeks massa tubuh pasien, meningkatkan tidur dan kesehatan secara keseluruhan. Obat-obatan digitalis biasanya diresepkan untuk jangka panjang (bulan). Selama pengobatan, hal ini diperlukan untuk hati-hati memantau kinerja sistem kardiovaskular dan kondisi umum pasien. Bila digunakan dengan benar, obat-obatan harus tidak diamati efek samping, Namun, harus memperhitungkan kemungkinan individu sensitivitas pasien.

E. Efek samping digitalis

Dalam overdosis digitalis ungu atau terlalu lama aplikasi dosis terapi mungkin, keracunan parah, Berdasarkan tindakan selektif glikosida jantung pada jantung. Gejala utama keracunan dengan glikosida jantung: tajam perlambatan nadi. Kadang-kadang overdosis ditandai mual, muntah, dan penurunan urin. Kapan beracun fenomena menunjukkan penggunaan kalium klorida, atropin, kafein,

unithiol.

F. Kontraindikasi untuk penggunaan digitalis :

Koroner insufisiensi (terutama pada sklerosis koroner pembuluh jantung), infark miokard akut, pada etiologi dinyatakan, blok atrioventrikular lengkap, Endokarditis aktif dan revmocardit (risiko terjadinya emboli). Digitalis tidak ditampilkan ketika gagal jantung kompensasi.

Digitalis persiapan hati-hati harus ditunjuk dalam lesi aorta (terutama stenosis), disertai dengan

gigih bradikardia.

Daun digitalis memiliki kandungan Glikosida Jantung, dan glikosida yang terkandung dimanfaatkan oleh perusahaan besar farmasi sebagai obat jantung. Kita akan

membahas dahulu tentang glikosida jantung.

1. Glikosida Jantung

Glikosida jantung adalah alkaloid yang berasal dari tanaman yang kemudian diketahui berisi

digoksin dan digitoksin. Keduanya bekerja sebagai inotropik positif pada gagal jantung.

Digoksin adalah suatu obat yang diperoleh dari tumbuhan Digitalis lanata. Digoksin digunakan

(16)

sempit (jarak antara MTC [Minimum Toxic Concentration] dan MEC [Minimum Effectiv Concentration] mempunyai jarak yang sempit.

Artinya rentang antara kadar dalam darah yang dapat menimbulkan efek terapi dan yang dapat menimbulkan efek toksik sempit. Sehingga kadar obat dalam plasma harus tepat agar tidak melebihi batas MTC yang dapat menimbulkan efek toksik. Efek samping pada pemakaian dosis tinggi, gangguan susunan syaraf pusat: bingung, tidak nafsu makan, disorientasi, gangguan saluran cerna: mual, muntah dan gangguan ritme jantung. Reaksi alergi kulit seperti gatal-gatal, biduran dan juga terjadinya ginekomastia (jarang) yaitu membesarnya payudara pria)mungkin

terjadi.

Stabilitas dan Sifat dari Glikosida

Jantung Glikosida steroid merupakan glikosida dengan aglikon steroid. Glikosida jantung / cardiac

gycocide / sterol glycocide/ digitaloida adalah glikosida yang mempunyai daya kerja yang kuat dan spesifik terhadap otot jantung. Daya kerja glikosida steroid yaitu: menambah kontraksi sistemik, berakibat pada pengosongan ventrikel menjadi lebih sempurna, akibat selanjutnya lamanya kontraksi systole dipersingkat, sehingga jantung dapat beristirahat lebih panjang di antara dua kontraksi. Aglikon steroid atau genin terdiri dari dua tipe, yaitu tipe kardenolida dan bufadienolida.

Yang umum dalam alam adalah tipe kardenolida yang merupakan steroida C23 dengan rantai samping yang terdiri dari lingkaran lakton lima anggota yang tidak jenuh α-β dan menempel pada C nomor 17 bentuk β. Tipe bufadienolida adalah homolog C24 dari kardenolida dan mempunyai rantai simpang lingkaran lakton enam anggota tidak jenuh ganda menempel pada C

nomor 17. Nama bufadienolida berasal dari nama genus untuk katak Bufo, karena prototipe dari senyawa bufalin diisolasikan dari kulit katak. Aspek kimiawi yang luar biasa dari kardenolida dan

bufadienolida adalah bahwa hubungan lingkaran C/D mempunyai konfigurasi. Agar daya kerja terhadap jantung optimum, ternyata bahwa aglikon harus mempunyai lingkaran lakotn tidak jenuh α-β dan β menempel pada posisi 1 dari steroida dan hubungan-hubungan A/ B dan C/D harus mempunyai konfigurasi sis. Bila glikosida dipecah aglikon masih mempunyai kegiatan terhadap jantung, tetapi bagian gula dari glikosida yang menyebabkan dapat larutnya glikosida sangat penting untuk absorbsi dan penyebaran glikosida dalam tubuh. Subtitusi oksigen pada inti steroida juga mempengaruh penyebaran glikosida dalam tubuh.

Substitusi oksigen pada inti steroida juga mempengaruhi penyebaran dan

metabolisme glikosida. Pada umumnya makin banyak gugus hidroksi pada molekul lebih cepat waktu mulainya bekerja dan

selanjutnya lebih cepat dikeluarkan dari tubuh.

Struktur dan daya kerja dari glikosida jantung mepunyai hubungan yang sangat erat, pergantian tempat dari gugus hidroksi atau aalnya perubahan kecil dalam molekul akan, mengubah bahkan melenyapkan sama sekali sifat kardioaktifnya. Ciri khas untuk aglikon dan kardioaktif adalah adanya gugus hidroksi yang menempel pada posisi 3 dan 14 dari inti steroida. Setiap glikosida jantung mempunyai bagian gula yang terdiri dari satu, dua, tiga, atau empat

gugus gula pentosa atau heksosa, tetapi gula yang di ujung biasanya adalah glukosa. Gugus OH dari

(17)

dalam pengobatan adalah glukosa, Digitoksosa, Simarosa, L-Ramnosa, D-arabinosa.

Hidrolisis asam yang lama dari glikosida jantung akan menyebabkan terpecahnya glikosida tersebut menjadi gula dan aglikon. Sedang hidrolisis yang terjadi karena enzim yang terdapat dalam banyak tanaman glikosida jantung memecah glikosida menjadi suatu gula bebas dan suatu glikosida sekunder yang menandung lebih sedikit gula. Adanya enzim-enzim ini memungkinkan dipelajarinya secara terperinci susuanan dari glikosida jantung. Seringkali enzim- enzim tersebut terikat sangat erat di dalam protoplasma sel (desmoenzim). Bila tidak diperhatikan secara cermat, selama pengeringan dan penyimpanan banyak obat jantung, maka enzim tadi akan memecah gula dan glukosa yang biasanya terdapat di ujung hingga dari heterosida yang asli akan terjadi senyawa yang kurang kompleks. Misalnya dari ekstrak gubal strofanti dapat diahrapkan akan terdapat senyawa kardioaktif seperti: strofantidin, simarin, k- strofantin dan k-strofantosida.

Kecuali dengan hidrolisa, glikosida jantung dapat pula rusak dengan cara yang lain. Lingkaran lakton di dalamnya mudah terbuka dengan adanya alkali, yang akan membentuk garam dari asam

aldehid. Sekali terbuka, lingkaran tersebut tidak dapat dibentuk kembali menjadi lakton yang asli

(cardenolide); sekarang karboksil tadi membentuk lakton dengan suatu hidroksil di bagian lain dari aglikon tersebut menghasilkan isogenin, cardanolide, yang secara fisiologi tidak aktif. Inilah sebabnya mengapa adanya alkali kuat menghancurkan aktivitas dari glikosida jantung. Gugus hidroksil tersier (yaitu pada kedudukan 14 dari digitoksigenin) mudah terpisah sebagai air pada suhu yang tinggi memebentuk anhidrogenin, misalnya anhidro digitoksigenin.

Jadi selama pengeringan, penyimpanan dan ekstraksi mungkin dan memang terjadi bermacan-macam perubahan dari obat jantung. Glikosida jantung juga terhidrolisis sebagian oeh asam lambung tetepi tidak cukup cepat hingga tidak mengacaukan pengobatan. Karena panas dapat

menghancurkan enzim, maka dapat diharapkan bahwa obat jantung yang diawetkan dengan panas (heat- stabilized) kualitasnya akan tahan lama, tetapi penggunaan panas dapat mengubah sebagian dari glikosida yang asli.

Kelarutan dari glikosida jantung berbeda cukup besar sesuai dengan kadar gula dalam molekul.

Pada umumnya makin besar jumlah gugus gula yang terdapat dalam molekul, makin besar kelarutannya dalam air, tetapi makin kecil kelarutannya dalam kloroform.

Alkohol dapat melarutkan kedua macam glikosida baik glikosida asli maupun glikosida sekunder dan juga aglikon, karena itu nampaknya alkohol merupakan pelarut yang

cocok untuk zat kardioaktif (cardiac principles). Glikosida jantung tidak larut dalam petroleum eter dan dalam eter, dan pelarut tersebut digunakan untuk

menghilangkan lemak biji strofanti sebelum

diekstraksi dengan alkohol. Infusa air satu persen daun digitalis mengandung hampir seluruh jumlah

heterosida aktif yang terdapat dalam obat. Hal ini mungkin disebabkan karena obat tersebut disamping mengandung glikosida jantung juga mengandung saponin yang berperan sebagai emulgator (emulsifier) untuk glikosida sekunder.

(18)

a) Farmakodinamik/Farmakokinetik :

· Onset of action (waktu onset) : oral : 1-2 jam; IV : 5-30 menit · Peak effect (waktu efek puncak) : oral : 2-8 jam; IV : 1-4 jam

· Durasi : dewasa : 3-4 hari pada kedua sediaan Absorpsi : melalui difusi pasif pada usus halus bagian atas, makanan dapat menyebabkan absorpsi mengalami

penundaan (delay), tetapi tidak mempengaruhi jumlah yang diabsorpsi. B. Distribusi :

Fungsi ginjal normal : 6-7 L/ kg Gagal ginjal kronik : 4-6 L/kg Anak-anak : 16 L/kg

Dewasa : 7 L/kg menurun bila terdapat gangguan ginjal Ikatan obat dengan protein (protein binding) : 30%

Metabolisme : melalui sequential sugar hydrolysis dalam lambung atau melalui reduksi cincin lakton oleh bakteri di intestinal , metabolisme diturunkan dengan adanya gagal jantung kongestif

Bioavailabilitas:

T½ eliminasi (half-life elimination) berdasarkan umur, fungsi ginjal dan jantung T½ eliminasi (half-life elimination): parent drug (obat asal ): 38 jam; metabolit: digoxigenin: 4

jam ; monodigitoxoside : 3 – 12 jam

Waktu untuk mencapai kadar puncak, serum: oral ~ 1 jam

Ekskresi : urin (50% hingga 70% dalam bentuk obat yang tidak berubah )

Konsentrasi serum digoksin : o Gagal jantung kongestif : 0,5 -0,8 ng/ml .Aritmia : 0,8-2 ng/ml

Dewasa : < 0,5 ng/ml, kemungkinan menunjukkan underdigitalization, kecuali jika terdapat hal- hal khusus Toksik > 2,5 ng/ml

C. Kontraindikasi

Intermittent complete heart block ; Blok AV derajat II ; supraventricular arrhytmias yang disebabkan oleh Wolff- Parkinson-White Syndrome ; takikardia ventricular atau fibrilasi ; hypertropic obstructive cardiomyopathy.

D. Efek Samping

Biasanya berhubungan dengan dosis yang berlebih, termasuk : anoreksia, mual , muntah, diare, nyeri abdomen, gangguan penglihatan, sakit kepala, rasa capek, mengantuk , bingung,

delirium, halusinasi, depresi ; aritmia, heart block ; jarang terjadi rash, isckemia intestinal ; gynecomastia pada penggunaan jangka panjang , trombositopenia.

E. Identifikasi Kimiawi

1. Reaksi Legal

Glikosida jantung kecuali scillaren, memberikan reaksi legal. Heterosida atau

ekstrak murni dari obat gubal dilarukan dalam piridina. Bila natrium hidroksida dan natrium nitropurusida ditambahkan secara berturutan, akan terjadi warna merah darah.

2. Reaksi Keller –Killiani

(19)

klorida yang sama diteteskan pada dasar tabung reaksi dengan suatu pipet. Suatu warna yang jelas akan terjadi pada batas antara dua reagen,

yang secaraperlahan-lahan menyebar ke dalam lapisan asam asetat. Reaksi ini menunjukkan adanya gula deoksi. Glikosida dari oleander dan squill memberikan warna merah, sedang gliolosida dari adonis, apocymun dan digitalis memberikan warna hijau kebiruan.

3. Reaksi Sterol dan Liebermann

Kepada larutan glikosida dalam asam asetat glasial diatmbahkan satu tetes asam sulfat pekat. Pergantian warna terjadi dari rosa melaui merah, violet dan biru ke hijau. Warna-warna tersebut sedikit berbeda untuk satu senyawa dengan senyawa yang lain. Reaksi ini disebabkan oleh bagian steroida dari molekul dan karakteristik untuk aglikon dari tipe scillarenin. Asam sulfat 80% digunakan sebagai alat untuk identifikasi biji strophanti. Biji strophanthus kombe memberikan warna hijau dengan reagen ini, sedang kebanyakan pemalsunya (S.courtmanni dan S. gratus )

memberikan warna merah.

F. Tanaman Lain Yang Mengandung Glikosida Jantung

Di dalam tanaman, glikosida jantung terdapat dalam tumbuhan digitalis. Digitalis (USP = United State of Pharmacopoeia sejak tahun 1820 sampai sekarang) adalah serbuk daun Digitalis purpurea Linne atau D. lanata (family Scrophulariaceae) yang telah dikeringkan pada suhu tidak lebih dari 600 C. Berupa serbuk halus atau serbuk sangat halus. Untuk menyesuaikan kadar, bisa diencerkan dengan bahan pengisi lain, seperti laktosa, amilum, atau dengan daun digitalis yang telah diketahui kadarnya lebih tinggi atau lebih rendah. Dimana potensinya diperhitungkan

terhadap satuan USP unit. Diketahui bahwa 1 USP unit setara dengan tidak kurang dari 100 mg serbuk daun digitalis kering. Nama digitalis berasal dari istilah Latin digitus yang berarti jempol. Ini menggambarkan bentuk bunga, Digitalis purpurea yang seperti jempol.

Daun digitalis mengandung berbagai glikosida jantung, diantaranya digitoksin (0,2-0,4 %), digitalin, gitalin, gitoksin, dan digitonin. Daun-daunnya juga mengandung minyak atsiri yang tersusun dari stearoptena, digitalosmin (yang memberi bau khas padaku serta menimbulkan rasa tajam), asam antirinat, digitoflavon, inositol, dan pektin.

Secara umum digitalis adalah tanaman yang berpotensi keras dan berbahaya bagi manusia karena aksi langsung menuju ke jantung. Dosis yang terlalu besar akan memberikan gejala keracunan berupa hilangnya selera makan (anorexia), mual (nausea), ludah membanjir keluar (salivation), muntah (vomiting) diare, kepala pening (headache), mengantuk (drowsiness), bingung (disorientation), gangguan konsentrasi (delirium), menghadapi bayangan fatamorgana (hallucination), bahkan kematian.

Kegunaannya sendiri adalah sebagai kardiotonikum. Efek penggunaan terutama ditimbulkan oleh bagian aglikon digitalis. Mekanisme kardiotonikum adalah

meningkatkan tonus otot jantung yang mengakibatkan pengosongan otot jantung lebih sempurna dan curah jantung meningkat.

DIGOKSIN

(20)

Selain itu, digoksin juga mempunyai efek tak langsung terhadap aktivitas syaraf otonom dan sensitivitas jantung terhadap neurotransmiter.

NAMA DAN STRUKTUR KIMIA

Digoksin (digoxin) adalah salah satu jenis glikosida jantung yang diekstraksi dari tanaman

foxglove , Digitalis lanata. Digoksin memiliki rumus molekul C 41H64 O 14 dengan bobot

molekul 780,938 g/mol. Rumus struktur digoksin adalah sebagai berikut:

4-[(3 S,5 R ,8 R ,9 S ,10 S ,12 R ,13 S ,14 S )-3- [(2 S ,4 S,5 R ,6 R )-5-[(2 S ,4 S ,5 R , 6 R )-5- [(2 S ,4 S,5 R ,6 R )-4,5-dihydroxy-6-methyl-oxan-2- yl]oxy-4-hydroxy-6-

methyl-oxan-2-yl]oxy-4-

hydroxy-6-methyl-oxan-2-yl]oxy-12,14-dihydroxy-10,13-dimethyl-1,2,3,4,5,6,7,8,9,11,12,15,16,17- tetradecahydrocyclopenta[ a]phenanthren-17- yl]-5 H-furan-2-one

DESKRIPSI DAN STABILITAS

Digoksin berbentuk kristal putih atau serbuk dan memiliki rasa pahit. Digoksin praktis tidak larut

dalam air, sedikit larut dalam alkohol encer, dan sangat sedikit larut dalam propilen glikol 40%.

pH digoksin injeksi adalah 6,6-7,4. Digoksin akan stabil bila disimpan pada tempat yang terlindung dari cahaya pada suhu 15-25 derajat celcius. Digoksin injeksi dapat bercampur dengan larutan infus.

INDIKASI

Digoksin sebagai glikosida jantung digunakan untuk digitalisasi dan terapi pemeliharaan. Digoksin juga digunakan secara intravena (IV) untuk digitalisasi cepat pada kondisi darurat.

DOSIS DAN CARA PEMBERIAN Cara Pemberian

Digoksin umumnya diberikan secara oral sebagai dosis harian tunggal. Sedangkan untuk bayi dan

anak kurang dari 10 tahun, dosis harian sebaiknya diberikan dalam dosis terbagi. Guna tercapainya konsentrasi serum puncak yang lebih tinggi yang belum

terbentuk, maka dosis harian terbagi direkomendasikan bagi pasien dengan kriteria berikut:

1. Bayi dan anak dengan umur kurang dari 10 tahun

2. Pasien yang memerlukan dosis harian 300 mcg atau lebih

3. Pasien dengan riwayat atau beresiko terhadap toksisitas dalam penggunaan glikosida jantung

4. Pasien tanpa masalah kepatuhan terapi, jika pasien cenderung melanggar

(21)

dapat berakibat fatal, pemberian digoksin ini harus dilakukan oleh tenaga

kesehatan yang sudah terlatih. Jika pengukuran dosis digoksin yang sangat kecil dengan menggunakan jarum suntik tuberkulin, maka ini akan berpotensi overdosis. Pencampuran digoksin dengan obat lain dalam satu jarum suntik, atau dengan pemberian simultan sangat tidak direkomendasikan. Meskipun digoksin dapat juga diberikan melalui injeksi intramuskular (IM), namun cara pemberian ini kurang direkomendasikan karena sering menyebabkan iritasi lokal yang parah disamping timbulnya rasa nyeri, disamping itu pemberian secara IV dapat menghasilkan efek yang lebih cepat dan dapat diprediksi. Pemberian injeksi IM tidak memberikan keuntungan dibanding injeksi IV, kecuali jika injeksi IV dikontraindikasikan. Jika terpaksa obat harus diberikan melalui injeksi IM, maka obat harus diberikan jauh ke dalam otot dengan disertai pijatan dari tempat suntikan, dengan volume

penyuntikan tidak boleh lebih dari 2 mL pada satu sisi tempat penyuntikan. Terapi digoksin oral seyogyanya segera menggantikan terapi

injeksi tersebut.

Dosis Pertimbangan Umum

Pedoman dosis yang diberikan didasarkan pada respon rata-rata pasien dan berbagai variable substansial yang dapat diamati pada pasien. Penentuan dosis harus didasarkan pada kondisi klinis masing-masing pasien. Dokter umumnya mendasarkan pemilihan dosis berdasarkan konsentrasi serum digoksin.

Radioimmunoassay dapat digunakan untuk memantau efek khasiat dan toksisitas dari digoksin.

Digoksin memiliki indeks terapi sempit, sehingga penentuan dosis harus sangat berhati- hati. Dosis biasa adalah dosis rata-rata yang pada beberapa pasien

memerlukan modifikasi dengan memperhatikan kebutuhan dan respon tiap individu, kondisi umum, status kardiovaskular, fungsi ginjal, berat badan dan usia pasien, kondisi penyakit penyerta, obat- obatan lain, dan faktor-faktor lain yang mungkin mengubah farmakodinamika dan farmakokinetika digoksin, dan konsentrasi plasma digoksin. Perbedaan ketersediaan hayati digoksin pada pemberian oral, IV atau IM harus diperhatikan saat pasien beralih dari satu rute pemberian ke rute pemberian lainnya. Tidak ada perbedaan yang berarti pada ketersediaan hayati sediaan oral digoksin baik yang berbentuk tablet maupun eliksir, kedua bentuk sediaan tersebut dapat digunakan secara bergantian. Namun saat rute

pemberian digoksin diubah dari oral atau IM ke IV, maka dosis digoksin harus dikurangi sekitar 20-25%. Pertimbangan Pengurangan Dosis pada Pasien dengan Pemantauan EKG Pemantauan fungsi jantung dengan EKG harus dilakukan selama terapi digoksin pada kondisi:

1. Terapi digoksin diberikan secara intravena

2. Terapi digoksin diberikan secara oral dalam waktu lama

3. Bila terapi digoksin diberikan pada pasien dengan resiko reaksi negatif terhadap digoksin seperti pada pasien dengan penyakit jantung atau ginjal yang berat. Dosis glikosida jantung, termasuk digoksin harus dikurangi pada kelompok pasien-pasien berikut:

1. Pasien dengan hipokalemia 2. Pasien dengan hipotiroid

3. Pasien dengan kerusakan miokard yang luas 4. Pasien dengan gangguan konduksi

(22)

6. Dosis digoksin individual harus diberikan pada pasien yang juga menerima terapi quinidin, karena eliminasi dan volume distribusi digoksin kemungkinan akan

menurun

Dosis bagi Pasien Gagal Jantung Kongestif

Pada kondisi ini digoksin dapat diberikan baik secara digitalisasi cepat ataupun digitalisasi lambat yang berfrekuensi pada dosis maupun frekuensi pemberiannya. 1. Digitalisasi cepat (hanya jika diperlukan secara medis), loading dose digoksin harus diberikan dengan memperhatikan proyeksi penyimpanan digoksin dalam tubuh. Dosis pemeliharaan harian harus mengikuti loading dose , dan dihitung sebagai prosentase dari loading dose . Puncak penyimpanan digoksin dalam tubuh umumnya sebesar 8-12 mcg/KgBB yang akan memberikan efek terapi dengan resiko toksisitas mimimum pada pasien dengan gagal jantung kongestif, irama sinus normal, dan fungsi ginjal yang normal.

2. Digitalisasi lambat, terapi ini harus dimulai dengan dosis pemeliharaan harian yang tepat yang memungkinkan penyimpanan digoksin dalam tubuh secara perlahan. Konsentrasi steady-state umumnya akan dicapai dalam waktu 5 kali waktu paruh obat pada setiap pasien tergantung pada kondisi ginjal pasien. Umumnya memerlukan waktu 1-3 minggu.

Loading Dose (Untuk Digitalisasi Cepat)

Loading dose adalah pemberian obat dalam dosis terbagi dengan pemberian awal sekitar 50% dari total dosis, dan diikuti dengan fase pemberian berikutnya sebesar 25% pada interval 6-8 jam setelah pemberian pertama baik pada pemberian secara oral, IM maupun IV. Loading dose ini harus disertai dengan pemantauan klinis

pasien terlebih bila dilakukan penambahan dosis. Jika berdasarkan respon klinisnya pasien memerlukan perubahan dosis, maka dosis pemeliharaannya dihitung

berdasarkan jumlah loading dose yang sebenarnya, yaitu dosis totalnya.

Biasanya dosis inisiasi oral sebesar 500-750 mcg (0,5-0,75 mg) digoksin tablet, atau 400-600 mcg (0,4-0,6 mg) digoksin kapsul cair menghasilkan efek terdeteksi

setelah 0,5-2 jam dan terjadi efek maksimal pada waktu 2-6 jam. Dosis tambahan sekitar 125-375 mcg tablet digoksin atau 100-300 mcg digoksin kapsul cair bila perlu dapat diberikan secara hati-hati pada 6-8 jam setelah pemberian dosis inisiasi hingga diperoleh respon klinis yang memadai. Pasien dengan berat badan 70 Kg umumnya mendapatkan respon klinis yang memadai pada dosis 750-1250 mcg digoksin tablet atau setara dengan 600-1000 mcg digoksin kapsul cair.

Dosis inisiasi IV umumnya adalah 400-600 mcg (0,4-0,6 mg) yang segera akan menghasilkan efek terdeteksi setelah 5-30 menit pemberian dan mencapai efek maksimum setelah 1-4 jam setelah pemberian pada pasien dewasa. Dosis

tambahan 100-300 mcg digoksin dapat diberikan secara hati-hati setelah 6-8 jam setelah pemberian dosis inisiasi hingga diperoleh respon klinis yang memadai. Dosis IV digoksin pada pasien dewasa dengan berat badan 70 Kg adalah sekitar 600-1000 mcg.

Dosis Pemeliharaan

Dosis pemeliharaan harian berfungsi untuk menggantikan digoksin yang

tereliminasi dari tubuh pasien, maka dosis tersebut dapat diperkirakan dengan mengalikan prosentase eliminasi dengan penyimpanan tubuh ( loading dose ) yang menghasilkan respon klinis memadai.

(23)

Dosis pemeliharaan digoksin pada pasien dewasa umumnya adalah 125-500 mcg sekali sehari, dosis harus dititrasi sesuai umur, berat badan, dan fungsi ginjal. Dosis pemeliharaan umumnya dimulai dengan dosis 250 mcg sekali perhari pada pasien dewasa dengan usia kurang dari 70

tahun dengan fungsi ginjal normal, dosis dapat ditingkatkan setiap 2 minggu sesuai dengan respon klinis. Sedangkan dosis pemeliharaan oral dengan kapsul cair

umumnya sebesar 150-350 mcg setiap hari pada pasien dengan bersihan kreatinin lebih dari 50 ml/menit. Dosis pemeliharan digoksin IV biasanya 125-350 mcg sekali perhari pada pasien dengan bersihan kreatinin 50 ml/menit atau lebih.

Dosis pada Pasien Dewasa dengan Fibrilasi Atrial

Penyimpanan digoksin tubuh lebih dari 8-12 mcg/Kg diperlukan untuk sebagian besar pasien gagal jantung koroner dan irama sinus normal untuk mengendalikan laju ventrikel pada pasien dengan fibrilasi atrial.

Dalam pengobatan pasien dengan fibrilasi atrial kronis, dosis digoksin harus dititrasi ke dosis minimum untuk menghasilkan efek yang diinginkan pada ventrikel.

Dosis Pediatrik

Dosis pada neonatus terutama bayi premature harus dititrasi secara sangat berhati-hati karena kemungkinan klirensnya menurun. Bayi dan anak umur dibawah 10 tahun umumnya secara proporsional memerlukan dosis yang lebih besar dari anak umur lebih dari 10 tahun dan orang dewasa yang dihitung berdasarkan berat badan atau luas permukaan tubuh. Anak usia lebih dari 10 tahun memerlukan dosis

dewasa dengan perhitungan berat badan anak-anak. Kapsul cair tidak direkomendasikan penggunaannya pada neonatus dan anak-anak.

Dosis pemeliharaan pada anak usia 2-5 tahun dengan fungsi ginjal normal adalah 10-15 mcg/Kg BB, anak usia 5-10 tahun dengan fungsi ginjal normal adalah 7-10 mcg/Kg BB, sedangkan anak usia lebih dari 10 tahun dengan fungsi ginjal normal adalah 3-5 mcg/Kg BB. Dosis digitalisasi IV umumnya adalah 80% dari dosis tablet atau eliksir.

Dosis Geriatrik

Pada pasien geriatrik dosis harus dikurangi terlebih bila pasien menderita penyakit jantung koroner. Usia lanjut dapat menjadi indicator adanya penurunan fungsi ginjal. Dosis pemeliharaan pada pasien dengan usia lebih dari 70 tahun umumnya dimulai dengan dosis 125 mcg sekali sehari peroral (daam bnetuk tablet).

Dosis pada Pasien dengan Penurunan Fungsi Hati

Tak ada penyesuaian dosis untuk pasien dengan penurunan fungsi hati Dosis pada Pasien dengan Penurunan Fungsi Ginjal

Dosis digoksin pada pasien dengan insufisiensi ginjal (bersihan kreatinin kurang dari 10 ml/menit, maka penyesuaian dosis ditentukan berdasarkan konsentrasi puncak penyimpanan digoksin dalam tubuh (6-10 mcg/Kg BB) karena penurunan fungsi ginjal ini akan mempengaruhi pola distribusi dan eliminasi digoksin.

Dosis pemeliharaan digoksin pada pasien dewasa dengan gangguan fungsi ginjal dapat dimulai dengan 125 mcg sekali sehari (tablet) atau 62,5 mcg pada pasien yang ditandai mengalami kerusakan ginjal, dosis dapat ditingkatkan setiap 2 minggu sesuai dengan respon klinis.

FARMAKOKINETIK Absorpsi

Setelah pemberian dosis oral baik dalam bentuk tablet maupun eliksir, sekitar 60-85% digoksin akan diabsorpsi. Digoksin dalam sediaan kapsul cair akan diabsorpsi sekitar 90-100%. Absorpsi

(24)

Penundaan pengosongan lambung atau adanya makanan mungkin akan memperlambat penyerapan digoksin tetapi tidak mengurangi tingkat penyerapannya. Penyerapan digoksin dari saluran cerna akan mengalami penurunan hanya jika digoksin diberikan bersama makanan tinggi serat. pH lambung tidak menghalangi penyerapan digoksin. Penyerapan digoksin dapat terganggu akibat keadaan malabsorpsi.

Gastrektomi parsial dan by pass jejunoileal akan sedikit mengubah pola absorpsi digoksin.

Konsentrasi plasma digoksin bervariasi pada tiap- tiap individu dengan dosis tertentu dapat mengakibatkan efek terapeutik pada seseorang, namun dapat juga menghasilkan efek toksik pada orang lain. Ambilan digoksin dari otot jantung pada bayi hampir 2 kali lebih besar dibandingkan pada orag dewasa. Untuk mengetahui konsentrasi plasma digoksin pada pasien maka sampel darah harus diambil pada 6-8 jam setelah pemberian digoksin.Konsentrasi plasma yang menghasilkan efek terapeutik pada orang dewasa umumnya sekitar 0,5-2 ng/mL, sedangkan pada pasien dengan fibrilasi atrial memerlukan konsentrasi yang lebih tinggi yaitu sekitar 2-4 ng/mL akibat adanya pelambatan laju ventrikel. Pada orang dewasa kecuali dengan fibrilasi atrial toksisitas dapat terjadi pada kondisi plasma yang stabil lebih dari 2 ng/mL.

Neonatus umumnya mampu mentolerir konsentrasi plasma yang lebih tinggi disbanding orang dewasa. Setelah pemberian digoksin oral dosis tunggal 500-750 mcg akan menghasilkan onset setelah 0,5-2 jam setelah pemberian dengan efek maksimum tercapai setelah 2-6 jam setelah pemberian, Sedangkan pada pemberian IM dosis tunggal 1000 mcg, onset dihasilkan setelah 30 menit dengan efek

maksimum pada 4-6 jam setelah pemberian. Pada pemberian IV 400-600 mcg dalam dosis tunggal menghasilkan onset pada 5-30 menit dan efek maksimum terjadi pada 1-4 jam. Efek digoksin dapat bertahan selama 3-4 hari.

Distribusi

Pada konsentrasi plasma terapeutik, sekitar 20-30% digoksin terikat pada protein plasma.Pasien dengan gangguan fungsi ginjal berat memiliki volume distribusi yang lebih kecil dibandingkan pada pasien dengan fungsi ginjal normal.

Metabolisme

Umumnya hanya sedikit digoksin yang akan mengalami metabolisme, namun tingkat metabolisme ini dapat bervariasi dan berakibat fatal pada beberapa pasien. Sebagian kecil metabolisme terjadi dihati, dan metabolisme juga dapat terjadi oleh bakteri dilumen usus setelah pemberian oral atau setelah eliminasi empedu pada pemberian IV. Digoksin mengalami reaksi pembelahan bertahap dari gugus gula untuk membentuk digoksigenin-bisdigitoxosida, digoksigenin-monodigitoxosida, dan digoksigenin,

metabolit tersebut bersifat menurunkan kardioaktivitas digoksin. Digoksin juga mengalami pengurangan cincin lakton membentuk dihidrodigoksin yang kemudian juga mengalami pembelahan bertahap pada gugus gulanya.

Eliminasi

(25)

pasien hipertiroid. Pada pasien tak terdigitalisasi, yang menerima dosis

pemeliharaan tanpa loading dose yang telah mencapai konsentrasi steady-state akan mengalami peningkatan waktu paruh eliminasi

yaitu sekitar 4-5 kali waktu paruh eliminasi atau sekitar 7 hari pada pasien dengan fungsi ginjal normal. Eliminasi harian pada pasien dengan fungsi ginjal normal adalah sekitar 30%, dan 14% pada pasien anurik.

Prosentase eliminasi harian digoksin dapat dihitung dengan persamaan: %Eliminasi = 14 + (bersihan kreatinin (ml/ menit)/5)

Penggunaan persamaan diatas harus ekstra hati-hati karena bersihan kreatinin tidak akurat menggambarkan fungsi ginjal dan bersihan digoksin total dari dalam tubuh pasien.

SEDIAAN DIGOKSIN

Referensi

Dokumen terkait

Dari tabel diatas semakin menguatkan bahwa ekstrak daun Hemigraphis colorata mengandung flavonoid yang merupakan senyawa polifenol dengan terdiri dari gugus hidroksil (OH - )

Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi senyawa fitokimia meliputi alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, steroid, dan triterpenoid dari daun, tangkai daun, kayu,

Tanaman pepaya terdiri dari tanaman jantan, hermaprodit dan betina. Pembagian ini mempengaruhi bentuk buah. Tanaman hermaprodit mempunyai bunga hermaprodit terdiri dari

dari metode penepungan karena pada metode ini daun yang digunakan adalah daun yang masih segar sehingga golongan senyawa alkaloid dapat ter- identifikasi, akan tetapi

2.3.2 Sifat dan Dampak dari PHC terhadap Tumbuhan Menurut (Bossert dan Bartha,1984 dalam Herdiyanto 2005) tumpahan crude oil yang komponen utamanya terdiri dari senyawa PHC

Pemisahan aglikon-aglikon flavonoid dari ekstrak etilasetat dilakukan dengan kromatografi kolom menggunakan proses elusi gradien, yaitu ekstrak di dalam kolom

Dari hasil studi literatur ini didapatkan 15 tanaman tradisional dengan kandungan senyawa metabolit sekunder alkaloid, flavonoid, fenolik, glikosida, poliketida, saponin,

Asetilkolin pada konsentrasi rendah menstabilisasi reseptor nyeri terhadap mediator lain, sehingga senyawa ini be rsama -sama dengan senyawa yang dalam konsentrasi yang sesuai