BOKS PEKDA
Peluang Pengembangan BPR di Daerah
Perbankan Maluku saat ini tumbuh dengan pesat, jauh melebihi kinerjanya dalam
beberapa tahun terakhir ini. Dengan pertumbuhan kredit di atas 40% per tahun dan LDR
di atas 50%, prospek bisnis perbankan menjadi sangat menjanjikan.
Sayangnya, dari Rp6,05 triliun total asset perbankan, hanya 4,46% yang yang
merupakan share dari Bank Perkreditan Rakyat (BPR) sedangkan sisanya merupakan share
oleh bank umum. Terlebih lagi, hanya 2,24%
Dana Pihak Ketiga (DPK) Maluku yang
disimpan di BPR serta hanya 5,98% kredit
Maluku yang disalurkan melalui BPR.
Padahal jika dilihat dari Loan to
Deposit Ratio (LDR) BPR yang mencapai
146,93% dan rasio Non Performing Loan
(NPL) BPR yang hanya 0,84%, maka potensi bisnis BPR masih terbuka lebar. Tingkat LDR
BPR yang berada di atas 100% menunjukkan bahwa seluruh DPK yang dihimpun telah
berhasil disalurkan seluruhnya dalam bentuk kredit. Dengan keberhasilan itu, saat ini
terdapat beberapa bank umum yang
melakukan kerja sama dengan BPR terkait
dengan penyaluran kredit. Kerjasama dalam
bentuk channeling atau executing tersebut
berupa penyaluran kredit oleh BPR dengan
dana yang disediakan oleh bank umum. Hal
tersebut menunjukkan bahwa BPR mampu
menyalurkan kredit secara lebih baik dari bank umum. Apalagi saat ini hanya terdapat 2
BPR dengan 6 kantor, jumlah yang jauh lebih sedikit dibandingkan daerah lain di
Sulampua.
Tidak hanya itu, salah satu BPR di Kota Ambon bahkan mendapat predikat sebagai
salah satu BPR terbaik di Indonesia dengan
rasio keuntungan yang sangat tinggi, jauh
melebihi keuntungan yang diraih oleh bank
umum di wilayah Maluku.
Dengan syarat pembukaan BPR yang
relatih mudah jika dibandingkan dengan
bank umum, baik dalam hal permodalan
BOKS PEKDA
Rp500 juta jika ingin membuka BPR di luar Kota Ambon serta berbagai persyaratan SDM,
teknologi maupun syarat lainnya yang relatif mudah, maka peluang pembukaan BPR
khususnya didaerah-daerah yang belum memiliki BPR menjadi sangat terbuka dan
menguntungkan.
Dengan berbagai kemudahan yang diberikan Bank Indonesia, maka aktivitas BPR
pun akan menjadi semakin mudah jika dibandingkan dengan gerak bank umum. Itu
sebabnya, BPR yang beroperasi di daerah tidak perlu takut bersaing dengan bank umum
mengingat pangsa pasarnya berbeda. Bahkan, dengan kemudahan yang diberikan BPR
dan sulit untuk diberikan oleh bank umum terkait dengan batasan ketentuan, bukan tidak