• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Slametan dan Kekristenan (Alasan warga jemaat pepanthan Pelem GKJW Magetan melakukan Slametan ) T1 712008046 BAB IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Slametan dan Kekristenan (Alasan warga jemaat pepanthan Pelem GKJW Magetan melakukan Slametan ) T1 712008046 BAB IV"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

65 BAB IV

Makna Slametan Bagi Jemaat GKJW Magetan

4.1 Pemahaman jemaat GKJW Magetan melakukan slametan

(2)

66 yang berkaitan dengan sistem kepercayaan dalam keselamatan. Bagi masyarakat pendukungnya upacara tersebut tentunya akan mengalami kesulitan untuk meninggalkan tradisi tersebut, karena keselamatan dan manusia tidak dapat dipisahkan, setiap orang berlomba-lomba untuk mencari keselamatanya.

Selain sebagai budaya nenek moyang slametan merupakan tradisi turun-temurun yang dilakukan oleh orang Jawa. Karena jikalau masyarakat Jawa tidak melakukan tradisi tersebut, ada sesuatu yang kurang dari keselamatan mereka. Ketika Islam masuk dalam kebudayaan slametan ini, doa serta tata cara slametan berubah dan berbau Islami, tidak heran banyak orang yang beranggapan bahwa upacara slametan merupakan kebudayaan Islam. Dari tradisi nenek moyang, warisan turun-trurun dan budaya Islam, mau tidak mau jemaat GKJW Magetan juga ikut terpengaruh oleh situasi budaya demikian. Dari tradisi inilah banyak jemaat GKJW Magetan yang beranggapan, jikalau tidak melakukan slametan warga GKJW Magetan akan mendapat sanksi sosial. Karena peranan masyarakat sangat berpengaruh dalam slametan tersebut. Mereka merasa dikucilkan karena tidak bisa berbaur dengan masyarakat setempat, malu karena tidak saling menghargai. Karena bisa dikatakan orang Jawa sangat menghargai hubungan sosial yang baik.

(3)

67 pokok dasar adanya upacara slametan ini. Hal tersebut diadakan sebagai ucapan syukur pada Tuhan atau untuk memuja makhluk gaib. Jika kita melihat upacara

slametan yang dilakukan dalam masyarakat Jawa, maka kita akan menemukan

suatu kelompok masyarakat yang saling membangun dalam suatu cara yang dilakukan oleh masyarakat Jawa tersebut. Clifford Geertz juga mengatakan bahwa upacara slametan merupakan upacara yang menyangkut akan keselamatan serta kesejahteraan orang Jawa, serta pandangan orang Jawa tentang Tuhan merupakan warisan nenek moyang yang sudah mendarah daging bagi masyarakat Jawa. Hingga kini merupakan fenomena yang tak bisa dilepaskan dengan akar sejarah kepercayaan yang pernah dianut oleh orang Jawa itu sendiri. Hal ini sangat jelas berkaitan antara padangan Greetz dengan pemahaman warga jemaat GKJW Magetan, karena slametan menjadi kebudayaan yang sulit untuk dipisahkan bagi orang Jawa karena menyangkut keselamatan mereka.

(4)

68 menjadikan slametan itu penting untuk dilakukan oleh orang Jawa. Jikalau kita kembali melihat masyarakat muslim yang melakukan slametan, peranan masyarakat muslim sangat berpengaruh kepada slametan karena, jikalau orang muslim tidak melalukan slametan dan menganggap bahwa slametan merupakan suatu hal yang dilarang agama (kafir), mungkin upacara slametan tidak dapat kita jumpai pada saat ini.1

Secara etimologis kebudayaan berarti hal-hal yang berkaitan dengan akal, namun ada juga yang menggangap bahwa budaya bersal dari kata majemuk “budi daya” yang berarti daya dari budi atau daya dari akal yang berupa cipta, rasa dan karsa. Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya terkandung ilmu pengetahuan yang lain serta kebiasaan yang didapat manusia sebagai anggota masyarakat. kebudayaan mencakup keseluruhan yang meliputi bentuk teknologi sosial, ideologi, bahasa, religi, dan kesenian serta benda yang semuanya merupakan warisan sosial.2 Kebudayaan adalah hasil dari gagasan manusia yang berupa cipta, rasa dan karsa baik yang kongkrit ataupun abstrak yang bertujuan untuk mencapai kesempurnaan hidup, yang telah menjadi kebiasaan yang turun-temurun dari leluhur dan didalamnya terkandung norma atau gagasan yang menjadi pedoman dan pengaruh bagi manusia dalam bersikap dan berperilaku, baik secara individu maupuan kelompok, aturan dan nilai-nilai sosial, sehingga banyak orang yang masih memegang kebudayaan sebagai salah satu bentuk dari fungsi sosial.3

1 Hasil wawancara bapak Didik tgl 24 Agustus 2012.

2

E.B Taylor, Primitive Culture : Researches in the Development of Mythologi, Religion, art and Custom, Gloucester, MA (1958/1871).

(5)

69 Kebudayaan bukan suatu yang statis dalam keadaan diam (tidak bergerak, tidak aktif, tidak berubah keadaannya), melainkan kebudayaan sangat dinamis (bergerak dan mudah menyesuaikan diri dengan keadaan) atau cair sehingga mengalami perubahan-perubahan sesuai dengan perkembangan zaman. Bisa jadi kebudayaan yang dulu dilakukan oleh nenek moyang sekarang tidak dilakukan oleh masyarakat karena dianggap sebagai suatu yang berolak belakang dengan norma yang berlaku. Jika melihat kebudayaan slametan yang dilakukan orang Jawa secara turun-temurun memang ada perubahan di dalam slametan tersebut. Dimana ada pergeseran makna yang mungkin menurut orang zaman dulu roh halus sangat berpengaruh terhadap keselamatan mereka tetapi di zaman sekarang ketika agama masuk orang beranggapan bahwa roh tersebut merupakan suatu hal yang sudah dianggap tidak penting dan bisa saja orang tidak lagi melakukan

slametan karena dianggap sebagai suatu yang tidak etis untuk dilakukan. Mereka

(6)

70 pertemuan dan pergumulan antara manusia dan tradisi-tradisi serta tantangan-tantangan masa kini.

Dengan demikian unsur-unsur kebudayaan upacara slametan yang dilakukan oleh orang Jawa dan jemaat GKJW Magetan memang harus dilestarikan sebagai bentuk tradisi nenek moyang, tradisi turun-temurun, norma, aturan-aturan, religi dan nilai-nilai sosial tanpa harus membedakan agama dan satatus sosial seseorang. Orang Jawa cukup antusias melaksanakan suatu aktifitas yang berhubungan dengan keagamaan/kepercayaannya tanpa harus meninggalkan Tuhan sebagai pusat keselamatan. Upacara slametan yang ternyata merupakan budaya Jawa yang dekat dengan unsur-unsur agama dan kepercayaan, nampaknya cukup memberikan motivasi tersendiri bagi orang Jawa untuk menyelenggarakannya, jadi terdapat adanya suatu hubungan yang konteks diamana gereja dapat memberikan pemahaman ulang tentang upacara slametan tanpa harus meninggalkan tradisi slametan tersebut.

4.2 Pemahaman jemaat GKJW Magetan tentang makna slametan

(7)

71 dirasakan. Keselamat menjadi harapan bagi semua manusia, oleh karena itu jemaat GKJW Magetan pepanthan Pelem menginginkan keselamatan baik dibumi maupun di kehidupan yang akan datang. Keselamatan yang diharapkan oleh sitap manusia bukan hanya keselamatan jasmani melainkan juga dalam keselamatan rohani. Selain untuk menjaga keseimbangan dan keselamatan jemaat GKJW Magetan juga menggagap slametan sebagai tempat untuk berkumpulnya jemaat lain, dimana Interaksi sosial merupakan suatu bentuk hubungan, baik hubungan orang perorangan, individu dengan kelompok maupun hubungan kelompok dengan kelompok. Interaksi tersebut terjadi karena kehidupan manusia selalu membutuhkan orang lain untuk dapat saling mengenal, saling membantu dan saling membagi pengalaman. Salah satu bentuk interaksi melalui komunikasi, komunikasi merupakan sarana yang sangat penting untuk terwujudnya sebuah hubungan yang baik. Selain itu sistem kekerabatan juga sangat berpengaruh dalam sebuah relasi. Secara umum sistem kekerabatan orang Jawa Sistem kekerabatan orang Jawa berdasarkan prinsip keturunan bilateral (garis keturunan diperhitungkan dari dua belah pihak, ayah dan ibu), menunjukkan arti penting dalam kebersamaan keluarga luas.

Pemahaman jemaat GKJW Magetan tentang makna slametan juga mengandung kebersamaan warga jemaat dan non warga jemaat dan menumbuhkan nilai kegotong-royongan. Nilai kegotong–royongan ini terlihat baik pada saat mempersiapkan segala kebutuhan yang diperlukan untuk upacara

slametan itu sendiri, hingga kesuksesan upacara slametan tentunya tidak dapat

(8)

72 gotong-royong atau kerja bakti, sehingga walaupun tidak mendapat upah masyarakat tetap antusias untuk ikut melaksanakannya demi kelangsungan upacara slametan. Kepedulian melaksanakan gotong-royong tidak terlepas dari tingginya kesadaran masyarakat. Salah satu dampak positif dari gotong-royong adalah membentuk pribadi masyarakat yang suka menolong dan rela berkorban untuk kepentingan bersama, dengan demikian perwujudan dari bentuk gotong-royong akan membuktikan secara langsung bahwa kepentingan individu tidak lebih diutamakan, namun hasil gotong-royong dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat. Upaya menanamkan sikap gotong-royong dan tolong-menolong kepada generasi muda merupakan tanggungjawab masyarakat. Lingkungan merupakan sarana efektif pembentuk sikap generasi muda yang menjadi sumber dalam menentukan masa depan berkaitan dengan sikap moral masyarakat. Dengan demikian upacara slametan juga mengandung makna untuk menanamkan sikap gotong-royong dan tolong menolong sebagai wujud solidaritas jemaat GKJW Magetan.

Slametan menurut jemaat GKJW Magetan Pepanthan Pelem juga sebagai

(9)

73 dapat menikmati sukacita seperti keluarga yang melakukan slametan. rasa saling memeberi dan berbagi pada sesama inilah yang juga membuat slametan itu masih tetap dilakukan oleh jemaat GKJW Magetan. Ada jemaat yang menganggap bahwa makan yang diberikan pada orang lain merupakan bentuk untuk mengenang Yesus ketika melakukan perjamuan terakhir, hal ini sangat menarik untuk kita analisa karena seperti halnya Yesus yang memberikan berkat dan cinta kasih pada orang lain.

Slametan juga dipandang untuk menghargai kehidupan atas apa yang telah

Tuhan berikan. Berkaitan dengan lingkungan slametan dipandang sebagai upaya untuk melestariakan alam dan menghargai serta merawat lingkungan. Karena bagi seorang petani mereka mendapatkan kehidupan dari alam oleh karena itu mereka juga harus dapat melestarikan alam.

(10)

74 sosial dan pengalaman perseorangan. Dengan demikian slametan merupakan upacara dasar yang inti bagi masyarakat Jawa.

Jikalau kita kaitkan pemahaman Geertz dengan pemahaman jemaat GKJW Magetan, hal ini sangat erat hubungannya kerena keduanya menganggap bahwa

slametan merupakan upaya orang untuk mencari keselamatan akan dirinya, baik

berkaitan pada masa sekarang atau pada masa yang akan datang, selain itu

slametan juga merupakan upacara inti bagi masyarakat Jawa untuk membentuk

relasi yang baik dengan masyarakat dengan cara saling gotong-royong dalam menjalin solidaritas sosial.

Dalam upacara slametan ini terdapat makanan sebagai salah satu bentuk syarat utama yang harus ada dalam upacara slametan. Jika Geertz mengatakan bahwa makanan merupakan bentuk sesaji bagi makhluk halus, selain itu Geertz secara umum juga menggambarkan doa yang terdapat dalam upacara slametan ini ditujukan pada roh nenek moyang atau pada leluhur, karena masyarakat Jawa menyadari bahwa keberadaan roh-roh yang ada di lingkungan sekitar sangat berpengaruh terhadap keselamatan mereka, oleh karena itu doa yang ditujukan pada roh agar tidak menggangu. Roh nenek moyang adalah alasan mengapa orang melakukan slametan. Geertz juga mengatakan inti upacara slametan terletak pada makanan karena makanan merupakan persembahan atau sesaji buat roh-roh nenek moyang, dimana roh tersebut juga ikut makan bersama orang yang melakukan

slametan. Dalam hal ini bukan berati roh tersebut memakan makanan kita

(11)

75 hal ini dimaknai agar para roh-roh nenek moyang dan roh-roh yang berada di sekitar kita tidak mengganggu kelangsungan hidup manusia.

Tetapi warga Jemaat GKJW Magetan tidak melakukan slametan karena roh nenek moyang, karena dalam era modernisasi orang berfikir secara rasional dimana keselamatan itu sudah diberikan Tuhan secara langsung pada manusia. Berbeda dengan padangan Geertz jemaat GKJW Magetan pepantahan Pelem lebih mengganggap makanan tersebut merupakan bentuk ungkapan syukur dan cinta kasih mereka, selain itu ada juga jemaat yang beranggapan bahwa acara makan bersama dimaknai untuk mengenang Yesus dalam perjamuan terakhir, dalam

slametan merupakan suatu pengharapan yang diharapkan oleh masyarakat Jawa

terkhusus jemaat GKJW Magetan, dimana jemaat berdoa dan berpengharapan pada Tuhan. Karena keselamatan itu sendiri berpusat pada Yesus, bukan pada roh halus. Inilah yang harus kita luruskan karena keselamatan yang dilakukan jemaat GKJW Magetan pepantahan Pelem, harus ditujukan pada Tuhan Yesus Kristus, sebagai orang Kristen yang percaya bahwa Yesus merupakan Juruslamat karena Ia telah menyelamatkan dan menebus dosa manusia.

(12)

76

karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi

pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang

memegahkan diri” (Efesus 2:8-9). Luther menyatakan bahwa manusia

diselamatkan bukan karena amal atau perbuatannya yang baik, melainkan semata-mata oleh karena anugerah Allah. Hal ini didasarkan pada perkataan Paulus dalam Surat Roma: "Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena

Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa." (Roma 5:8). Calvin juga

mengutarakan bahwa Keselamatan diperoleh hanya karena kasih Allah melalui iman. Keselamatan juga merupakan keputusan Allah yang kekal yang dengannya ia menetapkan untuk dirinya sendiri, apa yang menurut kehendakya akan terjadi pada setiap orang. Dengan demikian penebusan Kristus membuat orang untuk memantapkan keyakinannya dan kepastianya dalam dirinya dan pada giliranya mendorong mereka untuk memuliakan Allah.

Dengan demikian unsur-unsur dalam kebudayaan sangat dinamis, upacara

slametan yang dilakukan orang Jawa mengalami perkembangan, seiring dengan

berjalannya waktu orang lebih berfikir rasional. Masuknya agama baru dalam masyarakat Jawa juga sangat mempengaruhi pola pikir pemahaman tentang

slametan itu sendiri. Setiap orang menginginkan keselamatan tetapi bagaimana

(13)

77 berkembang di daerah Jawa merupakan unsur keagamaan dan tujuan keagamaan. Bercampurnya budaya dan agama membuat orang mengerti akan pentingnya nilai sosial, norma dan pentingnya menjaga kelestarian budaya itu sendiri. Sebagai orang Kristen kita harus dapat memberikan contoh yang baik kepada masyarakat sesuai dengan ajaran Kekristenan. Dengan demikian konteks kebudayaan dan agama menjadi sangat penting untuk mewujudkan keharmonisan sosial.

Referensi

Dokumen terkait

sebagai pesuruh Allah B Bermula era baru dalam sejarah tamadun masyarakat Arab Jahiliah C Berlaku penghijrahan Nabi Muhammad s.a.w..

Change. 2) Perubahan tata guna lahan dan perkembangan morfologi sungai (berliku atau berjalin, agradasi atau degradasi) harus diperhatikan dan segera dilakukan penyesuaian agar tidak

Berdasarkan uraian yang sudah dipaparkan, masalah dalam penelitian adalah “apakah Adventure Based Counseling (ABC) efektif untuk meningkatkan tanggung jawab mahasiswa

Data penelitian yang akan digunakan dalam penelitian berupa data keaktifan sisa dan hasil belajar siswa kelas XI IPS 3 SMA Batik 2 Surakarta, dari beberapa

i) Hasil kajian ini dapat mengukur kefahaman Guru-guru Pendidikan Islam (GPI) terhadap isra‟iliyyat. ii) Dapat mengenalpasti faktor-faktor demografi yang mempengaruhi

Daerah yang rentan terhadap gerakan massa/ potensi rawan bencana longsor dan menyebabkan terjadinya degradasi lahan pertanian ditemukan di daerah Purworejo bagian

inkuiri sebagai salah satu standar dalam pelaksanaan pembelajaran sains, termasuk pembelajaran listrik-magnet. Berdasarkan analisis data, juga ditemukan bahwa semua dosen

Visualisasi yang disimpulkan dari Patung Sri Baduga ini adalah dengan cara.. analisis objektif atau berdasarkan bentuk visual ( Form ) yang terdapat