• Tidak ada hasil yang ditemukan

KH. MUHAMMAD IHYA' ULUMIDDIN : STUDI TOKOH DAN SEJARAH ISLAMISASI PONDOK PESANTREN NURUL HAROMAIN TERHADAP MASYARAKAT PUJON MALANG 1991-2012.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KH. MUHAMMAD IHYA' ULUMIDDIN : STUDI TOKOH DAN SEJARAH ISLAMISASI PONDOK PESANTREN NURUL HAROMAIN TERHADAP MASYARAKAT PUJON MALANG 1991-2012."

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

KH. MUHAMMAD IHYA’ ULUMIDDIN

(Studi Tokoh dan Sejarah Islamisasi Pondok Pesantren Nurul Haromain Terhadap Masyarakat Pujon Malang 1991-2012)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Program Strata Satu (S-1) Pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)

Oleh

Muhammad RomadlonHimam Al Haroki

NIM: A8.22.12.139

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

(2)
(3)
(4)
(5)

ii ABSTRAK

Skripsi ini merupakan hasil penelitian lapangan yang berjudul “KH

Muhammad Ihya’ Ulumuddin (Studi Tokoh dan Sejarah Islamisasi Pondok

Pesantren Nurul Haromain Terhadap Masyarakat Pujon Malang 1991-2012)”. Permasalahan yang akan dibahas yaitu, (1) Bagaimana Sejarah Biografi KH

Muhammad Ihya’ Ulumuddin? (2) Bagaimana Sejarah Berdirinya Pondok

Pesantren Nurul Haromain Pujon Malang? (3) Bagaimana Proses Islamisasi Pondok Pesantren Nurul Haromain Terhadap Masyarakat Pujon Malang? (4) Bagaimana Dampak Islamisasi Pondok Pesantren Nurul Haromain Terhadap Masyarakat Pujon Malang?

Untuk menjawab permasalahan di atas penulis menggunakan metode sejarah (historis), yaitu suatu langkah atau cara merekontruksi masa lampau secara sistematis dan objektif dengan cara mengumpulkan, mengkritik, menafsirkan dan mensintresiskan data dalam rangka menegakkan fakta serta kesimpulan yang kuat. Penelitian ini menggunakan pendekatan historis (sejarah) dan bersifat kualitatif. Sedangkan teori yang digunakan adalah teori kepemimpinan Max Webber.

(6)

iii ABSTRAK

This thesis is the result of field research titled "KH Muhammad Ihya 'Ulumuddin (Figures Studies and History Islamization Nurul Haromain Community Pujon Malang 1991-2012)". Issues to be discussed, namely, (1) How History biography of KH Muhammad Ihya 'Ulumuddin? (2) How Establishment History Nurul Haromain Pujon Malang? (3) How is the Islamization of Nurul Haromain Community Pujon Malang? (4) How Impact of Islamization Nurul Haromain Community Pujon Malang?

To answer the above problems the author uses historical method (historical), which is a step or how to reconstruct the past systematically and objectively by collecting, criticize, interpret and mensintresiskan data in order to enforce the facts and conclusions. This study takes a historical approach (history) and is qualitative. While the theory used is the theory of the leadership of Max Webber.

(7)

ii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

[image:7.595.115.500.190.745.2]

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv

TABEL TRANSLITERASI ... v

HALAMAN MOTTO ... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii

ABSTRAK ... viii

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Kegunaan Penelitian ... 7

E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik ... 8

F. Penelitian Terdahulu ... 10

G. Metode Penelitian ... 11

H. Sistematika Bahasan ... 17 BAB II BIOGRAFI KH. MUHAMMAD IHYA’ ULUMIDDIN

(8)

iii

A. Latar Belakang Keluarga ... 19

B. Pendidikan ... 20

C. Karier ... 23

1. Merintis Dakwah ... 25

2. Mendidik Santri ... 27

D. Karya-Karya ... 28

BAB III PONDOK PESANTREN NURUL HAROMAIN PUJON MALANG A. Letak Geografis ... 30

1. Kepadatan Penduduk ... 31

2. Kondisi Fisik... 31

3. Kondisi Perekonomian ... 32

B. Latar Belakang Berdirinya Pondok Pesantren Nurul Haromain ... 35

C. Perkembangan Pondok Pesantren Nurul Haromain ... 39

D. Program dan Kegiatan Pondok Pesantren Nurul Haromain ... 44

BAB IV ISLAMISASI PONDOK PESANTREN NURUL HAROMAIN TERHADAP MASYARAKAT PUJON MALANG A. Respon Masyarakat Pujon Terhadap Kegiatan Pondok Pesantren Nurul Haromain ... 51

(9)

iv

BAB V PENUTUP

(10)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyebaran agama Islam di Indonesia sampai sekarang masih cukup menjadi polemik di masyarakat, dimana Islamisasi di Indoensia itu seperti apa bentuknya dan bagaimana caranya. Masalah waktu atau kapan peristiwa Islam masuk di Indonesia masih belum banyak diketahui oleh publik terutama bagi masyarakat Indonesia sendiri. Indonesia adalah penduduk yang mayoritas beragama Islam, yang mana menempati urutan atas Negara yang penduduknya beragama Islam.

Islamisasi adalah sebuah proses sejarah yang panjang yang bahkan sampai kini terus berlanjut. Terdapat berbagai pendapat mengenai proses masuknya Islam ke Indonesia, terutama perihal waktu dan tempat asalnya. Penyebaran agama Islam di Jawa diperankan oleh para pedagang asing, ini di dasarkan pada temuan arkeologis di Desa Leran, Gresik, yang bertarikh 475 H/1082 M. Temuan itu berupa sebuah nisan makam yang bertuliskan Fatimah binti Maimun.1

Perkembangan islamisasi saat ini tidak hanya berasal dari orang-orang yang berasal dari luar negeri seperti beberapa tahun yang lalu, akan tetapi juga berasal dari orang-orang pribumi yang sudah mengerti tentang agama Islam. Hal tersebut dilakukan baik secara individu, kelompok, maupun secara

1

(11)

2

kelembagaan. Tentu saja sebagai dampak laju dari perubahan dan perkembangan ilmu humaniora saat ini. Seperti yang terjadi pada sebuah desa disaat gencarnya ekspansi Islam di berbagai penjuru Indonesia yang terdapat di Kabupaten Malang lebih tepatnya yaitu di Pujon Malang Jawa Timur.

Pujon adalah sebuah Kecamatan di Kabupaten Malang Provinsi Jawa Timur. Berjarak kurang lebih 7 Km dari arah Barat kota Batu dan 30 Km dari Ibukota Kabupaten Malang, yang mempunyai kontur berbukit dengan ketinggian 1100 di atas permukaan laut. Pujon dahulunya adalah sebuah kecamatan yang mana sangat minim masyarakat yang tau tentang agama Islam pada saat itu, yang mereka tau hanyalah aliran kepercayaan (kejawen) dari para leluhur mereka yang sudah mendarah daging diseluruh masyarakat sekitar. Masyarakat disana setiap harinya hanya menyembah pohon, patung, kuburan dsb, melihat kondisi masyarakat yang seperti itu banyak berbagai kelompok yang mencoba memanfaatkan untuk melakukan program kristenisasi dsb.2

Fenomena seperti inilah yang mengundang keprihatinan bagi umat Islam salah satunya adalah seorang Imam Muhhadist dan ulama Ahlus

Sunnah Wal Jama’ah yakni Abuya Prof. Dr. Sayyid Muhammad bin Alawi al

Maliki al-Hasani. Dari sinilah beliau Abuya (panggilan akrab Sayyid Muhammad bin Alawi al Maliki al-Hasani) tergugah untuk mendirikan

2

(12)

3

sebuah pesantren yang berbasis pertahanan aqidah umat serta menjadi benteng pertahanan dari gerakan kelompok-kelompok kristenisasi.3

Bermula pada tahun 1986 pembelian tanah di Pujon, hingga satu tahun kemudian lebih tepatnya pada hari Jum’at tanggal 13 Robi’ul Akhir 1408 H/4 Desember 1987 M dengan bagunan seadanya yang belum sepenuhnya sempurna baru ada mushola sebagai sarana ibadah sekaligus sebagai majelis

ta’lim, sakkan (tempat tinggal santri) dan tempat tinggal kyai. Pondok

Pesantren Pengembangan Dakwah Nurul Haromain ini diresmikan langsung oleh Abuya Al Maliki yang datang langsung dari Makkah Al Mukarramah. Saat itulah Abuya Al Maliki datang pertama dan terkahir ke Indonesia. Dan pembukaan Pondok Pesantren Nurul Haromain ini pada hari Rabu tanggal 1

Dzulqo’dah 1411 H/15 Mei 1991 M. Pembangunan pondok pesantren

menelan biaya kurang lebih sekitar 58.000.000 pada saat itu. Abuya Al Maliki berpesan agar jangan menerima bantuan dari siapapun, pesantren ini pendanaannya akan ditanggung murni dari saku pribadi saya.4

Pondok pesantren yang didirikan oleh Abuya Al Maliki ini diamanahkan langsung kepada KH. Muhammad Ihya’ Ulumiddin sebagai mudir ma’had (pengasuh pondok pesantren). KH. Muhammad Ihya’ Ulumiddin ini adalah santri kesayangan Abuya Al Maliki saat di Rushaifah (pesantren Abuya) Makkah Al Mukarramah, maka dari itu beliau (Abuya)

sangat mempercayai Abi (panggilan akbrab KH. Ihya’ Ulumuddin) sebagai

pengasuh pondok pesantren yang beliau (Abuya) dirikan.

3Muhmmad Ihya’ Ulumiddin

, Wawancara, Surabaya, 6 September 2015. 4

(13)

4

Eksistemsi perjalanan pesantren dimulai sejak beberapa abad lalu telah mengalami pertumbuhan dan berbagai macam perkembangan yang pesat. Dari waktu ke waktu, jumlah pesantren bertambah banyak, memiliki aneka ragam bentuk, jenis dan spesifikasi masing-masing. Sesuatu yang unik pada dunia pesantren adalah begitu banyaknya variasi antara pesantren yang satu dengan pesantren lainnya, walaupun dalam berbagai aspek dapat pula ditemukan kesamaan-kesamaan umumnya.5 Perkembangan pesantren saat ini sangat diperhitungkan oleh masyarakat, selain pesantren dapat mempertahankan kekhasannya juga menambah dan mengembangkan pengetahuan lain sebagai kegiatan tambahan santri.

Secara historis pesantren dikembangkan guna keperluan dakwah dan

syi’ar islam.6

Sama halnya seperti pesantren Nurul Haromain. Pesantren ini memiliki ciri khas yang berbeda dengan pesantren lainnya. Program pesantren ini mewajibkan kepada santrinya untuk berdakwah mensyi’arkan Islam pada masyarakat sekitar yang tergolong minus agama. Sehingga antara masyarakat dan santri di pesantren ini terjalin relasi yang sangat baik saat ini. Disamping itu adapun syarat yang harus dipenuhi oleh para calon santri yang hendak menentut ilmu di pesantren tersebut. Santri yang hendak menuntut ilmu di pondok Pesantren Pengembangan Dakwah Nurul Haromain ini diwajibkan membaca kitab kuning/kitab gundul dengan baik, apabila cara membaca kitab kuning belum sepenuhnya baik terpaksa harus ditolak dari

5

M Dawam Rahardjo, Pesantren dan Pembaharuan (Jakarta: LP3ES, 1995), 24. 6

(14)

5

pesantren tersebut. Ustadz Masyhuda menjelaskan bahwa calon santri disyaratkan mampu membaca kitab kuning/kitab gundul dengan baik.7

Nuansa Rushaifah juga sangat kental dalam keseharian santri Nurul Haromain. Kalau di Rushaifah Makkah jumlah dakhili (istilah santri menetap) dibatasi hingga 60 orang saja, sedangkan di Nurul Haromain hanya menampung 40 santri saja. Begitupula dengan atribut pesantren, mulai dari cara berpakaian hingga model komunikasi yang menggunakan bahasa arab, baik diantara sesama santri ataupun dengan pengasuh pesantren yakni Abi

(KH Muhammad Ihya’ Ulumuddin).8 Hal ini mempertegas kesan Nurul

Haromain sebagai miniature Ma’had Rushaifah Makkah Al Mukkarramah.

Hal inilah yang membuat daya tarik untuk diteliti. Selain proses Islamisasi di kecamatan Pujon yang cukup menarik, juga ada ciri khas dari pesantren Nurul Haromain yang membedakan dengan pesantren lainnya.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis ingin melakukan penelitian

dengan judul “KH. Muhammad Ihya’ Ulumiddin (Studi Tokoh dan Sejarah

Islamisasi Pondok Pesantren Nurul Haromain Terhadap Masyarakat Pujon

Malang 1991-2012).” Penelitian ini dilakukan dengan mengunakan cara

wawancara terhadap masyarakat sekitar yang merasakan perubahan di desa tersebut dan pelaku sejarah dari kyai dan para santri Pondok Pesantren Nurul Haromain yang sangat berperan aktif melakukan islamisasi pada saat itu. Serta melakukan studi pustaka dengan mengumpulkan data-data yang falid untuk dijadikan bahan refrensi.

7

Masyhuda, Wawancara, Pujon, 29 Agustus 2015. 8

(15)

6

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, terdapat beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini. Rumusan masalah dilakukan agar permasalahan tetap berada pada lingkup yang sesuai serta terarah. Adapun pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana Biografi KH Muhammad Ihya’ Ulumuddin?

2. Bagaimana Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Nurul Haromain Pujon Malang?

3. Bagaimana Proses Islamisasi Pondok Pesantren Nurul Haromain Terhadap Masyarakat Pujon Malang?

4. Bagaimana Dampak Islamisasi Pondok Pesantren Nurul Haromain Terhadap Masyarakat Pujon Malang?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai rumusan masalah yang dipaparkan penulis diatas, penulis memiliki sebuah tujuan dari hasil penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui lebih dekat tentang proses islamisasi di Kecamatan

Pujon Malang.

2. Untuk mengetahui pola strategi dakwah yang dilakukan dalam proses islamisasi itu sendiri.

(16)

7

4. Untuk mengaplikasikan metodologi penelitian sejarah dan historiografi yang telah penulis peroleh selama menempuh perkuliahan di Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

D. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi penulis: Untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana dalam program strata satu (S-1) di Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

2. Bagi Pembaca: Untuk memeberikan gambaran mengenai perkembangan agama islam di Pujon dan peranan Pondok Pesantren Nurul Haromain dalam proses islamisasi di Pujon Malang khususnya. Selain itu pembaca dapat menilai secara kritis, analitis, serta dapat mengambil hikmah dari perjuangan Pondok Pesantren Nurul Haromain dalam proses islamisasi di Pujon Malang.

3. Bagi Masyarakat: Untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang sejarah islamisasi Pondok Pesantren Nurul Haromain dan peran penting pesantren tersebut dalam mengislamkan masyarakat Pujon Malang. 4. Bagi Universitas: Sebagai bahan perpustakaan dan studi banding bagi

mahasiswa/mahasiswi yang hendak melakukan penelitian yang sama. 5. Bagi Umum: Dapat digunakan sebagai informasi dalm pengembangan

(17)

8

E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik

Dalam penelitian skripsi ini, penulis menggunakan pendekatan yang sesuai dengan studi dalam menyusun skripsi ini adalah pendekatan historis atau pendekatan sejarah. Dengan mengunakan pendekatan tersebut diharapkan mampu mengungkap biografi tokoh yang terdiri dari riwayat hidup dan kariernya.9 Pendekatan historis atau pendekatan sejarah juga sebagai sebuah kerangka metodologi dalam pengkajian suatu masalah untuk meneropong segala sesuatu dalam kelampauannya,10 sehingga dengan mengetahui sejarah masa lampau penulis akan mampu mengetahui bagaimana peran KH Muhammad Ihya Ulumuddin dalam proses islamisasi di Pujon Malang.

Ketika sebuah masalah penelitian telah ditemukan, maka penulis membahas masalah penelitian tersebut dengan teori-teori yang dianggap mampu menjawab masalah penelitian.11 Sehingga dalam hal ini, Max Webber menguraikan tentang tiga bentuk kepemimpinan yaitu:

1. Kepemimpinan kharismatik yaitu yang di dasarkan pada kemampuan alami, secara mukjizat, kharisma atau kewibawaan di luar rasio. Kepemimpinan ini adalah kepemimpinan atau kekuatan batin yang ada padanya dan didukung kondisi masyarakatnya, kekayaan, umur, kesehatan, profil, bahkan pendidikan formal tidak menjadi criteria.

9

Sartono Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial dan Metodologi Sejarah (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,1993), 4.

10 Ria Purnamawati, “Wanita Dan Perang Pada Masa Sahabat Rasulullah SAW”, (Skripsi, UIN Sunan Ampel Fakultas Adab, Surabaya, 2015), 7.

(18)

9

2. Kepemimpinan tradisional yaitu kepemimpinan yang diterima berdasarkan tradisi yang berlaku dalm komunitas masyarakat atau diminati tertentu yang di dominan dan diterima masyarakat. Seseorang diangkat menjadi pemimpin secara turun temurun dari satu keluarga atau dinasti tertentu.

3. Kepemimpinan rasional yaitu kepemimpinan yang mendasarkan wewenangnya pada kekuatan formal dan legalistic yang memperoleh kedudukan dan diterima bawahannya secara rasio, maka pengangkatan seseorang menjadi pemimpin berdasarkan persetujuan sebagian besar masyarakat atau diangkat berdasar kewenangan atasan dan diterima berdasarkan hukum.12

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa kepemimpinan kharismatik sangat berpengaruh pada penulisan skripsi

ini karena KH Muhammad Ihya’ Ulumuddin termasuk pemimpin yang

berkharismatik, mengapa ia dikatakan pemimpin yang demikian, karena ia memiliki kemantapan moral dan kualitas keilmuan, sehingga ia memiliki kepribadian yang magnetis (penuh daya tarik) bagi para pengikutnya. Kyai tidak hanya dikategorikan sebagai elit agama, tapi juga elit pesantren yang memiliki otoritas tinggi yang menyampaikan dan menyebarkan pengetahuan keagamaan serta berkomitmen mewarnai corak dan bentuk kepemimpinan

12

(19)

10

yang ada di pondok pesantren. Dipandang dari segi kehidupan santri, kharisma kyai dalam karunia yang diperoleh dari kekuatan Tuhan.13

Kewibawaan kyai tidak saja bersumber dari ilmu, tetapi seringkali masyarakat segan karena kesaktian, sifat pribadi, bahkan keturunannya. Selain itu kepercayaan masyarakat yang terkait dengan barokah atau berkah yaitu sebuah nilai positif baik spiritual maupun non-spiritual yang diperoleh kedekatan atau penghormatan kepada seorang kyai menjadi kedudukan kyai sebagai orang yang paling dekat oleh Tuhan dan dianggap memancarkan karamah, yakni kekuatan ghaib yang diberikan Tuhan kepada siapa yang dikehendakinya.14

F. Penelitian Terdahulu

Pembahasan mengenai masalah sejarah islamisasi Pondok Pesantren Nurul Haromain Terhadap Masyarakat Kecamatan Pujon Malang belum banyak dilakukan. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh para peneliti sampai saat ini terkait dengan judul skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Skripsi yang ditulis oleh Joko Purwanto pada tahun 2012 dari Fakultas Tarbiyah Jurusan Pendidikan Agama Islam Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang dengan judul “Implementasi Pendidikan

Karakter Di Pesantren (Studi Kasus Di Pondok Pesantren Nurul Haromain Pujon Malang)”. Dalam skripsi ini hanya membahas tentang

13Titik Wahidatun Nikmah, “KH. Sya’roni Ahmadi Biografi Dan Perjuangannya”, (Skripsi, IAIN Sunan Ampel Fakultas Adab, Surabaya, 2012), 6.

14

(20)

11

bagaimana pelaksanaan pendidikan karakter di Pondok Pesantren Nurul Haromain.

2. Skripsi yang ditulis oleh Meiono Satrio Wibowo pada tahun 2005 dari Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen Universitas Brawijaya Malang dengan judul “Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kyai Terhadap Motivasi

Belajar Santrinya Pada Pondok Pesantren Nurul Haromain”. Dalam

skripsi ini hanya membahas tentang bagaimana Pengaruh Kepemimpinan KH Muhammad Ihya’ Ulumuddin terhadap para santri yang ada di

Pondok Pesantren Nurul Haromain.

3. Tesis yang ditulis oleh Topik pada tahun 2012 dari Program Pasca Sarjana Program Studi Manjemen Pendidikan Universitas Negeri Malang dengan judul “Implementasi Manajemen Kurikulum Pendidikan

Pesantren Pengembangan dan Dakwah (Studi Kasus Ma’had Nurul

Haromain Pujon Malang)”. Dalam tesis ini hanya membahas tentang

bagaimana manajemen dan kurikulum pendidikan pondok pesantren Nurul Haromain.

G. Metode Penelitian

Metodologi merupakan salah satu faktor yang terpenting dan menentukan keberhasialan dalam sebuah penelitian. Dalam penulisan sejarah, sejarah memiliki metode tersendiri dalam mengungkapkan peristiwa masa lalu supaya dapat menghasilkan karya sejarah yang kritis dan objektif.15

15

(21)

12

Dalam menyusun tugas akhir ini, peneliti menggunakan metode sejarah kritis seperti yang telah banyak dilakukan oleh sejarawan yang pada pokoknya: pemilihan topik, pengumpulan sumber (heuristik), verifikasi, interpretasi dan penulisan (historiografi).16 Langkah-langkah metode sejarah dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pemilihan Topik

Langkah pertama dalam melakukan penelitian sejarah adalah pemilihan topik terlebih dahulu. Pemilihan topik sebaiknya dipilih berdasarkan kedekatan emosional dan kedekatan intelektual.17 Peneliti memilih kedekatan emosional karena Pondok Pesantren Nurul Haromain adalah dimana penulis dididik dan dibesarkan.

Dalam hal ini, penulis tertarik untuk membahas mengenai Pondok Pesantren Nurul Haromain ini dan pengaruhnya terhadap islamisasi yang berada di Kecamatan Pujon Malang.

Seperti yang kita ketahui, Kecamatan Pujon adalah sebuah kecamatan yang dimana pada saat sebelum tahun 1991 adalah sebuah pemukiman yang menganut agama kepercayaan (kejawen). Maka dengan masuknya Islam di desa tersebut penulis berusaha menganalisis bagaimana proses islamisasi yang dilakukan oleh Pondok Pesantren Nurul Haromain dan reaksi masyarakat dari islamisasi tersebut.

16

Helius Sjamsuddin, Metodologi Sejarah, (Yogyakarta: Ombak, 2007), 89. 17

(22)

13

2. Pengumpulan Sumber (Heuristik)

Heuristik berasal dari bahasa Yunani, yaitu Heuriskein yang berarti memeroleh atau menemukan.18 Heuristik merupakan kegiatan mencari sumber-sumber untuk mendapatkan data-data, jejak-jejak sejarah.19 Dalam tahapan ini penulis memulai proses pengumpulan sumber-sumber sejarah, sehingga dengan sumber sejarah tersebut dapat mendeskripsikan peristiwa yang terjadi pada masa lampau.

Penelitian ini dimulai dengan keluarga KH Muhammad Ihya’

Ulumuddin, santri serta masyarakat sebagai refrensi dalam penulisan skripsi ini. Penulis mencari data dengan cara wawancara secara langsung

kepada KH Muhammad Ihya’ Ulumuddin, santri dan masyarakat untuk

mengetahui profil dari KH Muhammad Ihya’ Ulumuddin sendiri serta

untuk mengetahui lebih dekat tentang proses islamisasi di Kecamatan Pujon Malang. Selain wawancara penulis juga melakukan studi pustaka dengan mengumpulkan data refrensi tertulis, meliputi buku-buku tentang pesantren serta melakukan peninjauan langsung sehingga terjadi interaksi antara peneliti dan informan.

Sumber-sumber tersebut dapat dibedakan sebagai berikut: a. Sumber Primer

Menurut Louis Gottschak, sumber primer adalah kesaksian seseorang dengan mata sendiri, yaitu saksi dengan panca indera, atau

18

Muin Umar, Metode dan Manfaat Ilmu Sejarah (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), 173. 19

(23)

14

alat mekanis (yang juga bisa menghasilkan suatu rekaman suara atau video).20

1. Interview

Dalam penelitian ini peneliti melakukan wawancara

dengan KH Muhammad Ihya’ Ulumuddin sebagai pengasuh

Pondok Pesantren Nurul Haromain beserta para santri secara langsung yang juga berperan dalam proses islamisasi di Kecamatan Pujon. Peneliti juga melakukan wawancara dengan masyarakat sekitar yang merasakan perubahan sebelum dan sesudah pesantren ini berdiri. Salah satunya adalah kepala desa Kecamatan Pujon priode 1998 bapak Musthofa.

2. Observasi

Penulis melakukan pengamatan langsung terhadap objek penelitian. Dalam penelitian ini penulis melakukan pengamatan langsung kelapangan yaitu Pondok Pesantren Nurul Haromain Pujon Malang.

b. Sumber Sekunder

Sumber sekunder adalah sesuatu yang disampaikan bukan oleh saksi mata.21 Untuk mendukung penulisan skripsi ini penulis menggunakan sumber sekunder meliputi, karya-karya lain berhubungan dengan skripsi yang penulis bahas tentang biografi KH Muhammad Ihya Ulumddin serta Islamisasi di Kecamatan Pujon,

20

Nugroho Notosusanto, Mengerti Sejarah (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1982), 35. 21

(24)

15

yang diantaranya dari buku-buku atau refrensi yang ada keterkaitannya dengan penulisan skripsi.

3. Kritik Sumber

Kritik sumber adalah upaya mendapatakan otentitas dan kredibilitas sumber.22 Dalam kritik sumber penulis meneliti sumber-sumber yang diperoleh dari wawancara agar memperoleh kejelasan apakah sumber tersebut kredibel atau tidak, dan sumber tersebut autentik atau tidak. Dalam metode sejarah yang dijadikan sumber dibagi menjadi dua jenis, yaitu sebagai berikut:

a. Kritik Ekstern

Kritik ekstern bertujuan untuk meneliti otentitas dan keaslian sumber dengan menggunakan sumber lain berdasarkan pertanyaan kapan, dimana, siapa, dan dalam bentuk apa sumber itu dibuat.23 Sumber yang diperoleh penulis merupakan sumber yang berkaitan langsung dengan apa yang penulis bahas di dalam skripsi ini, karena penulis mendapatkan sumber tersebut langsung dari tokoh dan masyarakat yang bersangkutan.

b. Kritik Interen

Kritik intern, upaya yang dilakukan untuk melihat apakah isi sumber tersebut cukup layak untuk dipercaya kebenarannya.

22 Muaidi, “Peran KH Maksum Dalam Mendirikan Pondok Pesantren Raudlatul Ulum dan Pengaruhnya Terhadap Masyarakat Geger Bangkalan Tahun 1955-2000”, (Skripsi, UIN Sunan Ampel Fakultas Adab, Surabaya,2015), 13.

23

(25)

16

4. Interpretasi

Interpretasi atau penafsiran merupakan penafsiran fakta-fakta yang ada sehingga ditemukan struktuk logisnya kemudian dirangkai agar memiliki bentuk dan struktur. Pada tahap ini, penulis sejarah dituntut untuk memiliki kecermatan dan sikap objektif dalam hal interpretasi terhadap fakta-fakta yang diperoleh.24

Melihat data yang penulis peroleh dari observasi dan wawancara, terdapat proses perjuangan KH Muhammad Ihya’ Ulumuddin beserta

para santrinya dalam melakukan perubahan pada masyarakat Pujon. Proses yang dilakukan dalam membawa perubahan pada masyarakat Pujon adalah dengan cara berdakwah secara pelan-pelan dan bersilaturahmi kepada para masyarakat Pujon.

5. Penulisan (Historiografi)

Akhir dalam metode sejarah adalah historiografi. Historiografi cara penulisan, pemaparan atau pelaporan hasil penelitian sejarah yang dilakukan. Tahap ini dilakukan penyusunan fakta-fakta sejarah, setelah melakukan pencarian sumber, penilaian sumber, penafsiran yang kemudian dituangkan menjadi suatu kisah sejarah dalam bentuk tulisan. Dalam penulisan ini peneliti menghasilkan sebuah laporan penulisan yang berjudul “KH Muhammad Ihya’ Ulumuddin (Studi Tokoh dan

Sejarah Islamisasi Pondok Pesantren Nurul Haromain Terhadap Masyarakat Pujon Malang 1991-2012)”.

24

(26)

17

H. Sistematika Pembahasan

Pembahasan skripsi ini terbagi atas beberapa bab dan setiap bab terbagi menjadi beberpa sub-bab. Pembagian ini berdasarkan atas pertimbangan adanya masalah-masalah yang perlu diklasifikasikan ke dalam bagian-bagian yang berbeda. Untuk lebih jelasnya maka penulis akan menguraikan secara singkat garis-garis besar dan sistematika pembahasan sebagai berikut:

Bab pertama, pendahuluan, bertujuan mengantarkan secara sekilas segala sesuatu yang berkaitan dengan penulisan penelitian. Diantaranya latar belakang masalah mengapa skripsi ini ditulis. Rumusan masalah, yaitu rumusan pertanyaan-pertanyaan yang hendak dicari jawabannya. Tujuan Penelitian, apa maksud dilaksanakan penelitian. Kegunaan penelitian, menjelaskan mengenai nilai dan manfaat penelitian. Pendekatan dan kerangka teoritik, menjelaskan pendekatan yang penulis gunakan dalam penulisan hasil penelitian. Penelitian terdahulu, penulis menelusuri penelitian-penelitian terdahulu dalam karya-karya ilmiah dalam bentuk buku maupun jurnal-jurnal hasil penelitian tentang tema yang sama atau mirip dengan judul penelitian ini. Metode penelitian, penulis menjelaskan tentang metode penelitian yang penulis gunakan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Sistematika pembahasan, disini penulis mengungkapkan alur bahasan.

Bab kedua, dalam bab ini penulis membahas tentang biografi KH Muhammad Ihya’ Ulumuddin sebagai pendiri Pondok Pesantren Nurul

(27)

18

Bab ketiga, bab ini berisikan tentang Pondok Pesantren Nurul Haromain Pujon Malang. Disini akan dijelaskan lebih mengenai letak geografis, sejarah berdirinya, perkembangan dan program kegiatan Pondok Pesantren Nurul Haromain Pujon Malang.

Bab keempat, pada pembahasan ini, penulis membahas tentang Islamisasi Pondok Pesantren Nurul Haromain terhadap masyarakat Pujon Malang. Disini akan dijelaskan lebih rinci bagaimana respon masyarakat Pujon terhadap kegiatan Pondok Pesantren Nurul Haromain dan reaksi masyarakat Pujon terhadap islamisasi Pondok Pesantren Nurul Haromain.

(28)

19

BAB II

BIOGRAFI KH. MUHAMMAD IHYA’ ULUMIDDIN SEBAGAI PENGASUH PONDOK PESANTREN NURUL HAROMAIN PUJON

MALANG

A. Latar Belakang Keluarga

Dengan geneologi seseorang bisa mengetahui silsilah kekerabatan, suatu jaringan hubungan antara seseorang dan orang lain yang masih memiliki hubungan darah, atau hubungan yang tercipta karena warisan gen melalui aktifitas reproduksinya.1 Maka dari itu untuk mengenal lebih jauh

tentang sosok KH. Muhammad Ihya’ Ulumiddin harus diketahui

geneologinya.

KH. Muhammad Ihya’ Ulumiddin adalah anak pertama dari enam

bersaudara dari pasangan keluarga Kyai Suhari dengan Ibu Banu Haya. Beliau lahir pada 10 Agustus 1952 di sebuah desa kecil di Kabupaten Lamongan. Lebih tepatnya di desa Parengan Maduran Lamongan Jawa Timur.2

KH. Muhammad Ihya’ Ulumiddin lahir dan dibesarkan di keluarga

yang sederhana yang dikenal fanatik islam. Dari kecil beliau sudah di didik dalam lingkungan yang agamis dari kedua orang tuanya. Semangat belajarnya tergolong tinggi terutama ilmu-ilmu agama, sebab sejak beliau masih

1 Siti Shofiatul Ulfiyah, “Ahmad Soorkatty: Studi Biografi dan Perannya dalam Pengembangan Al-Irsyad 1914-1943”, (Skripsi, IAIN Sunan Ampel Fakultas Adab, Surabaya, 2012), 11.

2Muhammad Ihya’ Ulumi

ddin, Kaifa Tushali: Tuntunan Sholat Menurut Riwayat Hadits Lengkap

(29)

20

anak termasuk orang yang cinta ilmu pengetahuan, semangat belajarnya tak pernah padam sebagaimana ulama-ulama besar Nusantara.

B. Pendidikan

Pendidikan beliau dirintis dengan memasuki sekolah rakyat (SR) hingga lulus pada tahun 1964. Setelah lulus dari sekolah rakyat beliau melanjutkan untuk mendalami ilmu agama di Pondok Pesantren Langitan, Widang, Tuban Jawa Timur, tak lebih kurang dari 10 tahun (1964-1974M) beliau belajar dibawah bimbingan yang saat itu masih diasuh oleh KH. Abdul Hadi Zahid ulama sepuh yang terkenal karena keistiqamahannya.3 Dan selain itu, guru-gurunya pun adalah ulama-ulama yang tidak diragukan lagi kesholehannya dan kedalaman ilmunya.

Saat masih menjadi santri di Pondok Pesantren Langitan beliau kerap kali menjadi duta Langitan ke forum bahtsul masail, diskusi masalah keagamaan aktual antar pesantren satu dengan pesantren lainnya. Forum tersebut sengaja di adakan sebagai sarana silaturahim antar pesantren dan wahana untuk menyalurkan langkah kepedulian kaum santri akan realitas masa kini. Beliau juga pernah menjadi pengurus Pondok Pesntren Langitan bersama KH. Masbuhin Faqih (sekarang menjadi pengasuh Pondok Pesantren

Mamba’us Shalihin Suci Manyar, Gresik, Jawa Timur).4

Setelah selesai mendalami ilmu di Pondok Pesantren Langitan selama kurang lebih 10 tahun beliau masih merasa kurang untuk mendalami ilmu

3 Ibid. 4

(30)

21

agama. Akhirnya beliau terus melangkahkan kakinya setelah dari Pondok Pesantren Langitan. Dan kali ini bersinggah di kota bordir yaitu di Bangil Kabupaten Pasuruan Jawa Timur. Disana beliau kembali memperdalam ilmu agama dan juga mengajar di YAPI (Yayasan Pendidikan Islam) hanya beberapa bulan saja yang dinahkodai langsung oleh Habib Husen Al Habsyi sebelum beliau (Habib Husen) berubah faham sebagai seoaran penganut syiah.5 Dari Habib Husen inilah KH. Ihya’ Ulumuddin mengakui dan mengenal sesuatu yang dinamakan gerakan dakwah. Dari persentuhan dengan Habib Husen ini pula semangat mendalami ilmu dan memperjuangkan agama semakin membara dalam hati KH. Muhammad Ihya’ Ulumiddin yang pada saat itu sudah mulai banyak dikenal sebagai seorang yang alim.

Semangat belajar yang tak pernah padam membuat beliau melangkah lebih jauh lagi untuk memperdalam ilmu agama, sebagaimana ulama-ulama besar Nusantara yang tak pernah puas akan mempelajari ilmu agama tanpa belajar dari tempat-tempat sumber agama islam yakni Makkah Al Mukkaramah. Pada tahun 1976 beliau akirnya benar-benar melangkahkan kakinya menuju Makkah.

Setelah sampai di Makkah beliau berkeinginan mendalami ilmu bahasa Arab. Pada akhirnya beliau memulai menuntut ilmu di Tanah Haram Makkah Al Mukkaramah dengan mendalami bahasa Arab di King Abdul Aziz University mengambil jurusan sastra Arab. Dengan berjalannya waktu beliau dipertemukan dengan murabbi Abuya Prof. Dr. Sayyid Muhammad bin

(31)

22

Alawi al-Maliki al-Hasani seorang muhaddits besar abad ke-20 yang selalu beliau ceritakan segala tentangnya dalam kajian-kajian ilmu.

KH. Muhammad Ihya’ Ulumiddin adalah salah satu dari ketujuh orang

santri pertama Abuya Al Maliki (panggilan akrab Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hasani). Setelah kurang lebih 4 tahun (1976-1980) beliau berkhidmah dan memperdalam ilmu tentang ajaran-ajaran Ahlus Sunnah Wal Jamaah kepada Abuya Al Maliki beliaupun kembali pulang ke Tanah Air Indonesia pada tahun 1980-an. Tetapi sebelum meninggalkan Tanah Haram Makkah Al Mukarramah beliau mendapatkan gelar Syahada Takhasusiyah

(Ahli Tafsir Hadist) dari Abuya Al Maliki.6

Selama beliau berkhidmah kepada Abuya Al Maliki beliau adalah santri yang paling dekat bahkan sangat dekat dengan Abuya Al Maliki. Terlihat dari kenyataan meskipun sudah berada di Indonesia tetapi hubungan antara murid dan guru ini terus berkesinambungan, bahkan sampai hari inipun sepeninggal Abuya Al Maliki wafat pada tanggal 15 Romadlon 1425 H/29 Oktober 2004 M silam komunikasi antara Rushaifah (pesantren Abuya Al Maliki di Makkah) dan Abi Ihya’ (panggilan akrab KH. Muhammad Ihya Ulumuddin) tetap berjalan dengan sangat baik.

Saat ini Rushaifah diasuh oleh putra dari Abuya Al Maliki yakni Dr. Sayyid Ahmad bin Muhammad al-Maliki al-Hasani.7 Wujud dari hubungan ini salah satunya adalah hingga kini mayoritas santri Indonesia yang bermaksud untuk mondok di Rushaifah Makkah Al Mukarramah harus

6

Ibid., 381.

7Syihabuddin Syifa’, Wawancara

(32)

23

terlebih dahulu berstatus singgah sebagai santri Ma’had Nurul Haromain

Ngroto Pujon Malang yang didirikan oleh Abuya Al Maliki. Tidak sedikit dari putra para kyai besar Indonesia atau santri-santri terbaik di tanah air yang harus bersinggah terlebih dahulu ke Ma’had Nurul Haromain sebelum mereka

melanjutkan ke Rushaifah Makkah.

C. Karier

Setelah mendalami ilmu diberbagai pesantren di dalam maupun diluar negeri, kebanyakan para kyai memulai aktifitas dakwahnya dengan mendirikan pondok pesantren. Akan tetapi berbeda dengan tradisi tersebut,

KH. Muhammad Ihya’ Ulumiddin merintis dakwahnya dengan mengadakan

kajian keliling dari kampus satu ke kampus yang lain, dari pesantren satu ke pesantren yang lain, yang tersebar di kota Surabaya, Malang dan Jember.8

Tak heran jika nama beliau cukup akrab di kalangan para mahasiswa/mahasiswi dan santri-santri pesantren yang ada di Jawa Timur. Bahkan ketika Pondok Pesantren Nurul Haromain mulai dibuka pada hari Rabu tanggal 1 Dzulqo’dah 1411 H/15 Mei 1991, tidak sedikit dari kalangan mahasiswa/mahasiswi dari Surabaya ataupun Malang yang mengunjungi di sela-sela acara dharma wisata mereka. Kesempatan yang sangat singkat itu mereka gunakan untuk belajar agama kepada kyai yang terkenal berwawasan luas dan terbuka serta tidak fanatik buta itu.

8

(33)

24

Meski dikenal sumeh (murah senyum), dalam berbagai hal yang dianggap sangat rakatan, kedalaman ilmunya, serta ketegasan sikapnya itulah, Abuya Al Maliki memberikan sebuah amanah besar dipundak Abi Ihya’ sebagai santri tertua dan terdekat Abuya untuk membuat wadah bagi para alumni atas pendapat dari Abuya Ahmad (panggilan akrab Dr. Sayyid Ahmad bin Muhammad al-Maliki al-Hasani) putra beliau.

Pada hari Rabu tanggal 2 Muharrom 1424 H/5 Maret 2003, berdirilah

organisasi alumni Ma’had Al-Maliki di Indonesia yang diberi nama Hai’ah

Ash-Shofwah Al-Malikiyyah9 yang dipimpin langsung oleh KH Muhammad Ihya Ulumuddin dari mulai berdiri hingga hari ini. Kantor pusatnya saat ini berada di Jl. Gayungsari Surabaya sebelah timur Masjid Al Akbar Surabaya, dimana sudah mempunyai 22 niqobah (kantor cabang) di seluruh Indonesia dengan jumlah anggota yang terdaftar sebanyak 528 dari para habaib dan kyai besar yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

Sibuk dengan berbagai aktifitas kebijakan, itulah kesan pertama tentang sosok KH. Muhammad Ihya’ Ulumiddin. Betapa tidak, di sela-sela mengasuh pesantrennya di Malang, beberapa majelis ta’limnya d Surabaya, Yogyakarta

dan Jakarta beliau masih meluangkan waktu untuk mengemban amanah dari Abuya Al Maliki sebagai pemimpin Hai’ah Ash-Shofwah Al-Malikiyyah, Lembaga Persyarikatan Dakwah Nurul Haromain (PERSYADA) dan KESAN (organisasi alumni Pondok Pesantren Langitan) yang juga dipimpin oleh beliau beranggotakan ratusan ribu orang yang tersebar hampir diseluruh

9Biodata Hai’ah Ash

(34)

25

provinsi di Indonesia. Itupun masih ditambah dengan aktifitas barunya mengisi kolom tetap di majalah Mafahim, media internal Hai’ah Ash -Shofwah Al-Malikiyyah.10

Meski memiliki jadwal kegiatan yang sangat padat, beliau menjalaninya dengan ringan, gembira, dan penuh semangat, seakan-akan tanpa ada beban yang bersandar dipundaknya. Beliau mempunyai kiat khusus, setiap kelelahan yang menghampiri, beliau membandingkan dirinya dengan kesibukan para kyai sepuh, seperti KH. Maimun Zubair pengasuh Pondok Pesantren Al Anwar Sarang, Rembang, Jawa Tengah, yang di usianya yang sudah senja masih aktif berdakwah keliling dari satu kota ke kota lainnya. Tokoh lain yang sering dijadikan sumber perbandingan tak lain adalah guru tercintanya Abuya Al Maliki, waktu 24 jam hidupnya untuk mengurus santri. Dalam berbagai kesempatan Abi Ihya’ juga mengungkapkan bahwa manusia paling

sibuk adalah Rasululloh SAW. 1. Merintis Dakwah

Setinggi apapun ilmu yang engkau capai, tetapi jika telah memasuki dunia dakwah maka kamu harus memulainya lagi dari paling bawah, ini adalah ungkapan yang sering disampaikan oleh Abi. Hal ini terkait dengan pengalaman pribadi ketika mulai merintis dakwah dirumah mertua di daerah Keputran Kejambon Surabaya. Saat itu, Abi mengetik dan memfotocopykan sendiri terjemah kitab fiqih paling dasar

10

(35)

26

yakni Sullam Safinah untuk kemudian diajarkan kepada para ibu-ibu disekitar rumah.11

Demikianlah, meski hanya bermula dari dakwah di gang sempit di sebuah mushola yang luasnya hanya 3x4. Dan selama dua tahun penuh hanya ada seorang santri bernama Ridwan Yasin (yang kini sudah menjadi mubaligh dengan jam terbang yang sangat padat), nama Abi kemudian mulai dikenal oleh kalangan mahasiswa/mahasiswi diberbagai kampus di Surabaya dan Malang.12 Pada awal-awal munculnya HTI (Hizbut Tahrir Indonesia), beliau diangkat menjadi salah seoarang guru pembina bersama ustadz Abdurrahman al-Baghdadi (perintis HTI). Dakwah dikampus inilah cikal bakal yang kemudian melatarbelakangi berdirinya sebuah Yayasan Al-Haromain yang sekarang berpusat diketintang Barat Gang II. Para mahasiswa/mahasiswi, yang dulu pernah ngaji kepada Abi dan sekarang telah tersebar dibanyak kota dan bahkan negara sampai hari ini komunikasi berjalan dengan sangat baik, walaupun ada sebagian kecil yang sudah hilang kontak. Dengan berkembangnya teknologi masa kini JDA (Jamaah Dakwah Al-Haromain) keterikatan dan hubungan terasa semakin dekat ketika kajian-kajian Abi yang berpusat di Pujon dan Ketintang Barat bisa diakses secara live lewat sebuah telivisi internet al-Muttaqin, televisi yang berpusat di Malaysia. Intensitas dakwah yang begitu padat dan hubungan

11Jami’ah

, Wawancara, Tuban, 11 Oktober 2015. 12

(36)

27

yang akrab dengan kalangan kampus merupakan suatu hal yang membedakan Abi dengan ustadz dan para kyai-kyai yang lain.

2. Mendidik Santri

Meneladani jejak sang guru, Abi selalu berupaya berhubungan dekat dengan santri-santrinya. Bahkan ketika mendidik para santri beliau menerapkan pola shuhbah (berteman dengan para santri). Tak mengherankan para santripun merasa dekat dan disayang oleh beliau.

Di mata para santri, sosok Abi seperti yang digambarkan Ibnu Abbas RA, “sikap seorang alim kepada muridnya adalah laksana ayah

yang berbelas kasih kepada anaknya sendiri”. Bagi para santri, sapaan

“Abi” bukanlah formalitas belaka, akan tetapi adalah Abi (ayah) yang

sebenarnya.13

Selain akrab dengan para santri, beliau juga sangat akrab dengan penduduk sekitar dan masyarakat perdesaan di daerah Pujon. Beliau tak pernah sekalipun membeda-bedakan tamu yang mengunjungi pesantrennya. Beliau juga tak jarang berkunjung atau menghadiri undangan masyarakat desa, meski hanya sebuah undangan sederhana misalnya makan bersama ataupun aqiqah kecil-kecilan.

13

(37)

28

D. Karya-Karya

Di sela-sela kesibukan mengajar dan berdakwah, Abi merupakan figur inovatif yang kaya kreasi. Tata ruang Pondok Pesantren Nurul Haromain mialnya, sering beliau ubah agar tidak terlihat membosankan.

Tidak hanya itu, Abi juga terbilang sangat kreatif dan rajin dalm bidang tulis menulis. Karya-karyanya kebanyakan mengajarkan hal-hal yang praktis, sehingga mudah dipahami oleh semua kalangan. Karya-karya beliau yang sudah diterbitkan antara lain adalah:

1. Kaifa Tushalli 2. Tawajjuhat 3. Risalah Zakat 4. Risalah Puasa 5. Risalah Wudlu

6. Qunut Antara Pro dan Kontra 7. Risalah Jenazah

8. Risalah Dakwah

9. Imam dan Ma’mum dsb.

Produktivitas Abi dalam menulis telah dimulai sejak masih memperdalam ilmu di Rushaifah Makkah. Saat itu ditenagh kesibukan belajarnya, beliau berhasil menulis syarah (penjelasan) bait-bait nazham

Aqidatul Awam, rangkaian panjang qashidah berisi tentang tuntunan ilmu

(38)

29

Makkah. Selain banyak dikaji oleh kalangan pesantren di Indonesia, buku tersebut juga menjadi salah satu rujukan materi ilmu tauhid di Hadhramaut Yaman.

Di samping karena berkah sang guru Abuya Al Maliki, popularitas kitab karya Abi itu seperti juga karena keikhlasan penulisnya. Beliau memberi izin kepada siapapun yang ingin mencetak dan mengedarkan buku tersebut, tanpa ada perjanjian apapun. Suatu saat pernah, salah satu penerbit besar datang menemui beliau meminta izin untuk menerbitkan buku itu secara besar-besaran, akan tetapi ditolak oleh beliau. Sebab, ternyata penerbit tersebut mengajukan syarat, tidak boleh ada penerbit lain yang menerbitkan buku itu.

Belakangan kretivitas beliau dalam mengarang buku menurun ke sebagian santri-santrinya. Salah satunya adalah Ustadz Syarifuddin santri sekaligus adik ipar Abi. Karya dari Ustadz Syarifuddin sendiri antara lain adalah:

1. Puasa Menuju Sehat Fisik

(39)

30

BAB III

PONDOK PESANTREN NURUL HAROMAIN PUJON MALANG

A. Letak Geografis

Pujon adalah sebuah kecamatan yang terletak kurang lebih 30 Km dari arah Barat Ibukota Kabupaten Malang, yang dikelilingi oleh perbukitan dan pergunungan, antara lain, Gunung Biru, Gunung Argowayang, Gunung Gentong Growah, Gunung Dworowati, Gunung Kukusan, Gunung Parangklakah, Gunung Kawi, Gunung Cemoro Kandang, Gunung Anjasmoro dsb.1

Istilah desa Ngroto berasal dari puncak yang roto (puncak yang rata) sebagai lalu lintas antara Batu dan Ngantang guna beristirahat. Maka lama kelamaan menjadi istilah Ngroto (tanah yang dipandang merata). Luas wilayah desa Ngroto Pujon kurang lebih 13.075,144 Ha/130.76 Km dan mempunyai ketinggian 1.100 diatas permukaan laut dan memiliki suhu minimum 18 derajat Celcius sedangkan suhu maksimum 20 derajat Celcius dengan curah hujan rata-rata 2000-2500 mm pertahun, dengan batas-batas wilayah:

 Sebelah Utara : Kabupaten Mojokerto

 Sebelah Timur : Kota Batu  Sebelah Selatan : Kabupaten Blitar

1

Situs Pemerintah Kabupaten Malang, “Kecamatan Pujon”, dalam

(40)

31

 Sebelah Barat : Kecamatan Ngantang Kabupaten Malang2

1. Kepadatan Penduduk

Wilayah desa Ngroto Pujon memilik jumlah penduduk kurang lebih sebesar 64.594 jiwa, terdiri dari laki-laki 32.600 jiwa dan perempuan 31.994 jiwa. Dengan jumlah perkembangan penduduk rata-rata 0,1% pertahun dan kepadatan penduduk rata-rata 210/Km2 dan jumlah kepala keluarga sebanyak 18.569 KK.3

2. Kondisi Fisik

Desa Ngroto Pujon merupakan daerah dataran tinggi dengan ketinggian 1.100 diatas permukaan laut dengan kemiringan lereng antara 0% - 15%. Kondisi tanah diwilayah ini tergolong cukup baik dengan Ph (derajat keasaman) tanah 6,3 dan tekstur tanah agak kasar dengan kandungan lempung, serta memiliki sistem drainase/pengatusan (pembuangan massa air secara alami) yang baik. Dan memiliki kedalaman tanah yang cukup dalam yaitu 90 cm, maka dapat disimpulakan wilayah ini merupakan daerah dengan tingkat kesuburan tanah yang cukup tinggi.4 Kondisi hidrologi (air tanah) di wilayah ini sudah sangat menunjang bagi pertanian meskipun sudah diketahui bahwa daerah ini memiliki kedalaman tanah yang cukup dalam.

2 Ibid. 3

Ibid.

4 Agensi Geograf, “Geografi”, dalam

(41)

32

3. Kondisi Perekonomian

Perekonomian di wilayah desa Ngroto Pujon cukup stabil dengan penghasilan rata-rata masyarakat cukup tinggi dengan mata pencaharian penduduk terdiri dari:

 Petani : 28.957 orang

 Buruh Tani : 7.894 orang

 Pengusaha : 223 orang

 Pengrajin : 820 orang  Buruh Bangunan : 373 orang

 Buruh Perkebunan : 175 orang

 Pedagang : 1.225 orang  Pegawai Negeri : 875 orang

 ABRI : 623 orang

 Peternak : 5.941 orang  Lain-lain : 7.488 orang5

Daerah dataran tinggi yang banyak memproduksi sayuran dan susu ini termasuk daerah yang banyak sekali memiliki tempat parisiwata yang cukup terkenal di Kota Malang, diantra lain adalah wisata petik apel (desa Madiredo, desa Tawangsari, desa Bendosari, dan desa Wiyurejo), wisata religi (watu gilang di desa Ngabab, Punden Mbah Ageng Ronggo

5

Situs Pemerintah Kabupaten Malang, “Kecamatan Pujon”, dalam

(42)

33

Pramono di desa Ngroto), air terjun dan wana wisata coban rondo di desa pandesari, air terjun coban sewu di desa Bendosari dsb.

Kendaraan yang dipergunakan oleh masyarakat desa Ngroto Pujon antara lain, Truk, Bus, Colt, Ojek, kendaraan roda dua, roda tiga, maupun roda empat.

Letak geografis dan bentuk wilayah sangat berpengaruh pada produktifitas tanah di wilayah Ngroto Pujon yang banyak menghasilkan hasil bumi (sayur mayor, buah-buahan, dsb) yang sangat berpotensi dengan rincian sebagai berikut:

 Tanah Sawah : 910,10 Ha

 Tanah Tegalan : 2.276,00 Ha

 Tanah Perkebunan : 14,00 Ha

 Tanah Hutan : 21.671,00 Ha

 Lain-Lain : 48,55 Ha6

Desa Ngroto Pujon dengan adanya beberapa potensi perekonomian yang sangat berkembang pesat diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan penduduk diwilayah tersebut. Potensi yang dimiliki oleh penduduk desa Ngroto antara lain adalah:

 Kesuburan tanah yang sangat memadai dan didukung oleh peran

para petani sekitar sehingga wilayah desa Ngroto Pujon sangat potensial dalam produksi tanaman panagn seperti sayur-sayuran dan buah-buahan.

(43)

34

 Iklim yang sesuai dan cocok bagi perkembangan peternakan sapi

perah sebagai sumber mata pencaharian penduduk sekitar. Dari hasil peternakan sapi perah itulah yang menghasilkan susu sapi segar yang benar-benar murni. Rata-rata peternak sapi disana dapat menghasilkan 100-150 liter susu sapi segar yang benar-benar murni setiap harinya.7 Peternak sapi disana tergabung dalam wadah koperasi, dalam hal ini koperasi SAE (Sinau Andandani Ekonomi) yang memiliki arti “belajar memperbaiki ekonomi” yang bergerak dibidang persusuan dan KUD baik di bidang pertanian.

Di sektor peternakan di wilayah Ngroto Pujon sangat berkembang yaitu peternakan sapi perah dimana hasil yang berupa susu segar murni itu sangat mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat disana. Dalam rangka memasarkan hasil susu tersebut, peternak disana sudah memiliki koperasi penampung hasil susu sapi mereka yaitu koperasi SAE dan sudah bekerja sama dengan perusahaan besar yang berskala internasional yaitu perusahaan Nestle. Sehingga dapat diharapkan pemasarannya dapat berjalan dengan baik dan maksimal. Berkat adanya koperasi ini, masyarakat khususnya peternak sapi perah sangat terbantu dalam hal pemasaran produk hasil susu perahan.

7

(44)

35

B. Latar Belakang Berdirinya Pondok Pesantren Nurul Haromain

Pesantren adalah pe-santri-an yang berarti tempat santri. Santri atau murid mendapat pelajaran dari kyai dan para guru/ustadz/ustadzah. Pelajaran mencakup berbagai bidang tentang pengetahuan Islam.8 Sedangkan menurut Nurcholis Madjid asal usul kata santri dapat dilihat dari dua pendapat. Pertama, pendapat yang mengatakan bahwa santri berasal dari perkataan

sastri, sebuah kata dari bahasa sanskerta yang artinya melek huruf. Pendapat

ini berdasarkan bahwa kaum santri adalah kelas literary yang mendalami agama melalui kitab-kitab kuning bertuliskan dan berbahasa Arab. Kedua, pendapat yang mengatakan bahwa santri sesungguhnya berasal dari bahasa Jawa, dari kata cantrik, yang berarti seseorang yang selalu mengikuti seorang guru kemanapun guru ini pergi menetap.9

Di Indonesia istilah pesantren lebih populer dengan sebutan pondok pesantren. Istilah pondok berasal dari bahasa Arab funduq, yang berarti hotel, tempat bermalam.10

Berdasarkan kegunaan sejarah yang terdiri dari intrinsik (yaitu sejarah sebagai ilmu, cara mengetahui masa lampau, pernyataan pendapat dan profesi) dan ekstrinsik (yaitu sejarah sebagai pendidikan, latar belakang, rujukan dan bukti), secara ekstrintik sejarah merupakan latar belakang.11

8 Muhammad Addib Zubaidi, “Sistem Pendidikan Dakwah Pondok

Pesantren Nurul Haromain

Pujon Malang Dan Perkembangannya”, (Skripsi, Universitas Negeri Malang Fakultas Ilmu

Sosial, Malang, 2012), 18. 9

Yasmadi, Modernisasi Pesantren: Kritikan Nurcholis Majid Terhadap Pendidkan Islam Tradisional (Jakarta: Ciputat Press, 2002), 61.

10

Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: Hidakarya Agung, 1985), 324. 11

(45)

36

Sejarah digunakan untuk mengetahui latar belakang yaitu sejarah berdiri Pondok Pesantren Nurul Haromain.

Pondok Pesantren Pengembangan Dakwah Nurul Haromain didirikan oleh Abuya Al Maliki (1946-2004 M) seorang ulama Sunni di Makkah. Beliau adalah guru dari KH. Muhmmad Ihya’ Ulumiddin. Pembangunan awal bermula sejak tahun 1986 dan selsai pada tahun 1991. Pada awalnya bagunan pesantren masih terdiri dari mushola sebagai sarana ibadah sekaligus sebagai

majelis ta’lim, sakkan (tempat tinggal santri), dan tempat tinggal kyai.

Pembagunan pesantren pada saat itu menelan biaya kurang lebih sekitar 58.000.000. Biaya pembangunan dari awal merupakan uang yang langsung dikirim oleh Abuya Al Maliki dari Makkah kepada Abi di Indonesia.12

Sebelum Abuya Al Maliki kembali ke Makkah beliau berpesan kepada Abi, bahwa pesantren ini pembiayaannya dari hasil kerja saya sendiri, bukan zakat dan bukan hadiah. Saya akan kirim uang sebisa saya biarpun 1 juta setiap bulan yang penting tidak minta-minta kepada orang lain, dan yang tak

kalah penting ada musholla untuk ibadah dan majelis ta’lim, sakkan (tempat

tinggal santri) dan tempat tinggal pengasuh, sampai kapan selesainya wallahu

a’alam. Dengan tiga tukang saja, jangan ditambah, jangan dikurangi dan

jangan sampai berhenti.13

Peresmian pendirian Pondok Pesantren Pengembangan Dakwah Nurul Haromain dilakukan langsung oleh Abuya Al Maliki yang datang langsung

dari Makkah ke Indonesia pada hari Jum’at tanggal 13 Robi’ul Akhir 1408

12Muhammad Ihya’ Ulumi

ddin, Wawancara, Surabaya, 6 September 2015. 13

(46)

37

H/4 Desember 1987 M, kurang lebih sekitar 3-4 tahun-an kemudian pondok

pesantren ini mulai dibuka pada hari Rabu tanggal 1 Dzulqo’dah 1411 H/15

Mei 1991 M.14 Sejak saat itulah Abi, selain masih terus membina mahasiswa dan para jama’ah yang ada di Surabaya, beliau pun merangkap sebagai

pengasuh Pondok Pesantren Nurul Haromain ini yang diamanahkan oleh Abuya Al Maliki kepada beliau. Sehingga beliau pun harus membagi waktu pulang pergi antara Surabaya-Malang, hingga hari ini setiap hari Senin-Kamis

beliau berada di pesantren dan pada hari Jum’at sampai-Minggu beliau berada

di Surabaya.

Berdasarkan peresmian Pondok Pesantren Nurul Haromain pada hari Rabu 13 Robi’ul Akhir 1408 H/4 Desember 1987 M dan pembukaan pada

hari Rabu tanggal 1 Dzulqo’dah 1411 H/15 Mei 1991 M, maka menurut

pendapat David Thomson adalah pondok pesantren ini berdiri pada zaman kontemporer.15 David Thomas mengatakan bahwa scope (lingkup) sejarah kontemporer adalah abad ke-20-an. Sedangkan menurut Kuntowijoyo, sejarah berdirinya Pondok Pesantren Nurul Haromain dapat digolongkan dalam wilayah kajian sejarah kontemporer.16

Latar belakang didirikannya Pondok Pesantren Pengembangan Dakwah Nurul Haromain adalah perintah dari Abuya Al Maliki kepada Abi yang bertujuan untuk menjadi benteng pertahanan dari gerakan kelompok-kelompok kristenisasi pada saat itu hingga sekarang masih menjadi benteng

14 Ibid. 15

Nugroho Notosusanto, Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer (Jakarta: Yayasan Idayu Press, 1978), 7.

16

(47)

38

pertahanan umat muslim disana. Pesantren ini juga mempunyai misi untuk

mengkader da’i-da’i yang tangguh ditengah-tengah masyarakat yang sangat

minoritas muslim. Maka dari itu santri yang diterima disana adalah santri-santri dari alumni pesantren agar mudah unutk dikembangkan.

Selain itu pada saat peresmian Pondok Pesantren Pengembangan

Dakwah Nurul Haromain Abuya Al Maliki berdo’a kepada Alloh Swt agar

Pondok Pesantren Nurul Haromain ini menjadi pusat dakwah Islamiyyah. Do’a Abuya Al Maliki adalah “Allahummaj’al hadzal ma’had markazan

lidda’wah” (Ya Allah jadikanlah Pondok Pesantren Pengembangan Dakwah

Nurul Haromain ini sebagai markas dakwah Islam).17 1. Fungsi Pondok Pesantren

Fungsi pesantren dibagi menjadi 3 bagian yaitu, sebagai lembaga pendidikan, sebagai lembaga sosial dan sebagai lembaga penyiaran agama Islam.18

2. Tujuan Pondok Pesantren

Tujuan terbentuknya pondok pesantren dibagi menjadi 2 bagian yaitu, tujuan pertama, membimbing anak didik unutk menjadi manusia yang berkepribadian Islam yang dengan ilmu agamanya ia sanggup menjadi mubalig Islam dalam masyarakat sekitar melalui ilmu dan amalnya. Tujuan kedua, mempersiapkan para santri untuk menjadi orang

17Muhammad Ihya’ Ulumi

ddin, Wawancara, Surabaya, 6 September 2015. 18

(48)

39

alim dalam ilmu agama yang diajarkan oleh kyai yang bersangkutan (dalam hal ini Abi) serta mengamalkannya dalam masyarakat.19

C. Perkembangan Pondok Pesantren Nurul Haromain

Dingin tetapi indah, inilah kesan pertama yang mungkin dirasakan oleh siapapun yang baru pertama kali menginjakkan kaki di Ma’had

Pengembangan Dakwah Nurul Haromain. Pesantren yang dirintis dan didirikan dari hasil uang saku sendiri pada tahun 1986 oleh seorang imam ahli muhadist dari ulama sunni yaitu Abuya Sayyid Muhammad bin Alawai al-Maliki al-Hasani.

Keindahan alam sekitar ternyata juga sangat terasa sekali aromanya di dalam ruang lingkup pesantren. Dari segi fisik pesantren ini kelihatan bersih dan rapi, meskipun dari segi bangunan fisik sudah mulai kelihatan tidak baru lagi. Pada awal pembukaan pesantren pada hari Rabu tanggal 1 Dzulqo’dah

1411 H/15 Mei 1991 M, mula-mula pesantren ini hanya dihuni oleh 9 orang santri dari 11 orang pendafar, akan tetapi yang berhasil lolos hanyalah 9 orang saja. Para santri merupakan alumni dari berbagai pesantren, antara lain 2 orang dari Pondok Peasantren Mamba’us Sholihin Suci Manyar Gresik yang tak lain adalah sahabat akrab beliau saat masih sama-sama menjadi santri di Pondok Pesantren Langitan yaitu KH. Masbuhin Faqih, 3 orang dari alumni Pondok Pesantren Langitan yang saat itu masih di asuh oleh KH. Abdullah Faqih (alm), 1 orang dari Pondok Pesanten Al Iman Cilacap dan 3

19

(49)

40

orang aktivis mahasiswa masing-masing dari IKIP Surabaya (sekarang UNESA) dan UNISMA Malang.20

Pada tahun berikutnya santri bertambah menjadi 15 orang santri dari berbagai pesantren di Jawa yang awalnya hanya 9 orang santri saja. Demikian jumlah santri mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, sejak awal berdiri pondok pesantren ini jumlah santri dibatas hanya sampai 40 orang saja tidak lebih. Karena itu adalah pesan dari sang guru Abuya Al Maliki yang bertujan untuk lebih mudah mengawasi para santri, lebih mudah mengenal karakter para santri, watak dan kemampuan masing-masing santri, membina serta membimbing perilaku keseharian mereka secara langsung dan mendalam.21

Samapi saat ini jumlah alumni yang telah tersebar keseluruh wilayah Indonesia untuk bertugas mengembangkan dakwah Islam di daerah yang minoritas muslim kurang lebih sekitar 300 santri. Sebagai ma’had pengembangan dakwah, pesantren ini hanya menerima santri yang telah lulus dari jenjang aliyah pesantren yang setara dan lulus tes untuk masuk di pesantren ini.

Di pesantren ini hadits menjadi kurikulum yang mendominasi. Shohih Bukhori, Shohih Muslim, Sunan Abu dawud, dan Tirmidzi adalah pelajaran wajib yang harus diterima oleh para santri. Di pesantren ini hadist tidak hanya dibaca dengan makna gandulnya, akan tetapi dipelajari secara menyeluruh dari sisi asbabul wurud, arah tujuan dan kaitannya dengan suatu ayat atau hadits lain serta hukum dan hikmah yang terkandung di dalamnya. Jadi tidak

20

Badrud, Wawancara, Surabaya, 8 September 2015. 21Muhammad Ihya’ Ulumi

(50)

41

jarang apabila penjelasan suatu hadits bisa memakan waktu kurang lebih 1 jam yang tentu saja itu semua dengan mengacu kepada pemahaman para ulama salaf.22 Selain hadits materi kajian lainnya antara lain, tafsir, fiqih, dan aqidah juga menjadi materi yang diprioritaskan. Hal tersebut menjadikan para santri kaya wawasan, banyak mengenal dan membaca pendapat-pendapat yang berbeda dari beberapa ulama dalam satu masalah.

Para tamu yang baru pertama kali datang rata-rata berkomentar bahwa ini tidak seperti pondok pesantren, lebih layak disebut dengan villa, karena arsitektur bagian depan pesantren mirip sekali dengan bentuk gereja. Ketika para tamu-tamu itu bertanya kenapa kok bentuknya seperti gereja dan mengapa banyak sekali pintu di pondok pesantren Nurul Haromain ini? Maka Ustadz Fuad Yasin yang termasuk santri awal pesantren ini menjawab “Ini terkait dengan pengalaman menjengkelkan suatu hari pengasuh yang pernah tinggal disuatu daerah, beliau mencari tempat untuk sekedar beristirahat, terlihat dari kejauhan ada sebuah bagunan masjid. Ternyata setelah sampai disana beliau kaget karena yang dilihat itu bukanlah masjid, tetapi sebuah gereja dengan arsitektur masjid. Dan pada akhirnya waktu itu beliau bertekad suatu hari jika ada kesempatan membagun pesantren maka akan mendesain tampilan depan seperti gereja. Untuk masalah pintu entah sengaja atau tidak, ini menjadi lambang sikap dan prinsip pesantren ini yang sekali lagi tidak mengekor pada aliran atau ormas tertentu. Bagi pesantren ini semua perbedaan selama itu masih dalam wilayah khilafiyyah pasti akan bisa

22

(51)

42

ditemukan jalan keluarnya. Pasti disana banyak cara untuk keluar dan menghindari permusuhan dianatara sesama kaum muslimin. Prinsip seperti ini bukan berarti tanpa resiko, pada awalnya kritikan pedas dan tuduhan-tudahan tidak berdasar diarahkan, tetapi kemudian waktupun menjawab”.23

Sejak mulai pondok pesantren ini dibuka dan dihuni oleh 9 orang santri pada tahun 1991 kita sudah memulai berdakwah terjun langsung ke masyarakat disana yang saat itu masih tergolong minoritas agama. Hal ini dijadikan peluang oleh beberapa kelompok untuk melakukan program kristenisasi diseluruh masyarakat Pujon pada saat itu. Maka tidak mengherankan jika pada tahun-tahun awal, kita sering terlibat bentrok dengan para kelompok-kelompok yang mencoba mengkristenisasi.24

Ketelatenan dan semangat yang tinggi dari para santri dalam berdakwah kemasyarakat sedikit demi sedikit akhirnya mampu mengusir para kelompok-kelompok tersebut. Boleh dikatakan untuk saat ini gerakan tanshir

(kristenisasi) di daerah Pujon mati total. Hal ini tak lepas dari do’a Abuya ketika selesai meresmikan pesantren ini “Allahummaj’al hadzal ma’had

markazan lidda’wah.”

Akan tetapi saat mulai berdakwah pada tahun-tahun awal yang dimulai pada 1991 tidak semudah yang dibayangkan saat ini,25 para santri melakukan dakwah kemasyarakat dengan cara berkunjung dari satu rumah kerumah, dan mendapatkan respon/reaksi yang tidak begitu menyenangkan. Misalnya, tidak jarang diusir oleh pemilik rumah karena dianggap sebagai aliran yang

23

Fuad Yasin, Wawancara, Pujon, 30 Oktober 2015. 24

Ibid. 25

(52)

43

menyesatkan, itu terjadi selama bertahun-tahun. Namun, para santri tidak begitu saja menyerah untuk melakukan dakwahnya. Para santri berkaca kepada Rasulullah SAW yang pada saat melakukan dakwahnya beliau tak jarang mendapatkan ejekan, hinaan ancaman dan penganiayaan secara fisik dari orang-orang Quraisy, itulah yang membuat semangat para santri semakin berkobar-kobar untuk melakukan dakwahnya.

Dengan kerja keras santri pada saat itu akhirnya membuahkan hasil. Pada tahun 1993 para santri mulai diterima oleh masyarakat, tetapi masih sebagian kecil dan sasaran dakwah pada waktu itu adalah anak-anak karena lebih mudah untuk di dekati dari pada orang dewasa. Hari demi hari terus dilewati, kita terus mendatangi rumah-rumah penduduk sekitar untuk sekedar bersilaturahmi dan bertanya kepada mereka bagaimana keadaanya? Apa pekerjaannya? Berapa jumlah anak dan cucunya? Ini semua dilakukan agar masyarakat merasa diperhatikan sehingga tumbuh ketertarikan hati mereka kepada para santri.26

Pada tahun 1996 pondok pesantren ini mendirikan sebuah lembaga pendidikan formal. Pendidikan Formal yang pertama adalah Taman Kanak-Kanak (TK). Pada tahun 1998 pondok pesantren ini mendirikan sebuah Sekolah Dasar (SD). Sebagai wujud kepedulian terhadap kebutuhan masyarakat akan pendidikan agama akhirnya pada tahun 2003 pondok pesantren ini mendirikan pesantren khusus putri. Selain ikut mengaji para

(53)

44

santri putri juga dipersiapkan menjadi seorang calon-calon isteri yang sholeha dan juga dibekali dengan Life Skill berupa (PGTK).

Hal ini tentu sangat menggembirakan, dengan segala keterbatasan yang dimiliki, para santri putri cukup mendapat simpati dari masyarakat dan instansi pendidikan, utamanya Play Grup dan TK yang kini mulai banyak dirintis. Beberapa tahun kemudian, pada tahun 2005 didirikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan pada tahun 2009 didirikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Alasan didirikannya lembaga pendidikan formal adalah untuk efektifitas dakwah dimasyarakat. Karena sasaran dakwah kita adalah anak-anak.27

Hal ini karena jika ditanya kepada para orang tua apakah mereka ingin memiliki anak-anak yang sholeh dan sholehah? Maka semua orang tua pasti akan menganggukkan kepalanya, tetapi jika diminta agar memasukkan anak-anaknya ke dalam sebuah pesantren (dalam hal ini tidak harus Nurul Haromain) maka mayoritas para orang tua enggan untuk memasukkan anak-anaknya ke pesantren. Akhirnya berdakwah dengan membuat lembaga pendidikan formal dengan label dan isi Islami adalah sebuah pilihan dalam langkah dakwah ini.28

D. Program dan Kegiatan Pondok Pesantren Nurul Haromain

Sejauh mata memandang mungkin yang tampak hanyalah bentangan pergunungan di sebelah Barat kota Batu Malang. Uuntuk menuju kesana

27

Arief Syarifuddin, Wawancara, Pujon, 30 Oktober 2015. 28

(54)

45

memang agak sulit dan memerlukan perjalanan yang melelahkan. Karena harus melalui jalan yang penuh dengan liku-liku dan jurang yang sangat terjal. Namun disamping itu, sungguh panorama khas kota Batu Malang menjadi hiburan tersendiri disepanjang perjalanan.

Disanalah sebuah bagunan kokoh Pondok Pesantren Pengembangan Dakwah Nurul Haromian yang dirintis oleh Abuya Al Maliki. Sejak awal berdirinya pesantren ini, Abuya Al Maliki mengatakan dalam do’anya

“Allahummaj’al hadzal ma’had markazan lidda’wah” (Ya Allah jadikanlah

Pondok Pesantren Pengembangan Dakwah Nurul Haromain ini sebagai markas dakwah Islam). Dengan demikiah jelaslah bahwa program pesantren ini adalah untuk membentuk mubaligh-mubaligh yang tangguh yang siap terjun kemasyarakat.

Medan yang menantang ini mengawali kesan betapa beratnya medan dakwah yang akan ditempuh oleh para calon mubaligh. Belum lagi ditambah dengan suhu dingin yang berkisar antara 17-19 derajat Celcius, sehingga setiap saat udara tempat ini terasa menggigil bahkan bisa dikatakan merupakan daerah yang terdingin se-Malang Raya. Hawa dingin alam pengunungan yang menusuk tulang ini merupakan tantangan tersendiri bagi para calon mubaligh tangguh dari Pondok Pesantren Nurul Haromain.

(55)

46

di pesantren ini benar-benar akan terbentuk menjadi kader dakwah yang sangat militan dan humanis.

Adapun kegiatan santri dalam kesehariannya, dalam mendidik rohani santri pesantren ini mewajibkan para santrinya untuk qiyamullail (sholat

tahajjud dan witir) berjama’ah sekitar pukul 02.30 WIB. Setelah qiyamullail

selesai dilanjutkan dengan membaca hasbanah (hasbunalloh wa ni’mal

wakil) dan latihfiyyah (Ya Lathif) serta wirid-wirid lain secara berjama’ah

serta membaca alquran secara rutin. Menjelang sholat subuh para santri melakukan haj’ah (tidur sejenak untuk menunggu adzan subuh datang), dan setelah usai sholat subuh para santri membaca wirdullathif dan beberapa bacaan sholawat hingga matahari terbit yang kemudian ditutup dengan sholat isyroq dan sholat dhuha. Ak

Gambar

TABEL TRANSLITERASI .........................................................................

Referensi

Dokumen terkait