ANALISIS PELAKSANAAN AKAD
BAY‘ AL
-WAFA>
’
PADA PEMBIAYAAN MODAL KERJA
(Studi Kasus pada KSPS BMT UGT Sidogiri Indonesia Capem
Tanggulangin Sidoarjo)
SKRIPSI
Oleh :
MUHAMMAD NURIL FIRDAUS
NIM : C04212063
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
SURABAYA
i
ANALISIS PELAKSANAAN AKAD
BAY‘
AL-WAFA>
’
PADA PEMBIAYAAN MODAL KERJA
(Studi Kasus pada KSPS BMT UGT Sidogiri Indonesia Capem
Tanggulangin Sidoarjo)
SKRIPSI
Diajukan kepada
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu
Ilmu Ekonomi Syariah
Oleh :
MUHAMMAD NURIL FIRDAUS
NIM : C04212063
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
SURABAYA
ABSTRAK
Skripsi yang berjudul “Analisis Pelaksanaan Akad Bay‘ al-Wafa>’ pada Pembiayaan Modal Kerja (Studi Kasus pada KSPS BMT UGT Sidogiri Indonesia
Capem Tanggulangin Sidoarjo)” ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif, yakni peneliti berusaha menjelaskan fakta di lapangan secara sistematis yang bertujuan menjawab pertanyaan tentang bagaimana pelaksanaan akad bay‘ al -wafa>’ pada pembiayaan modal kerja anggota KSPS BMT UGT Sidogiri Indonesia Capem Tanggulangin Sidoarjo dan bagaimana analisis pelaksanaan akad bay‘ al-wafa>’ pada KSPS BMT UGT Sidogiri Indonesia Capem Tanggulangin Sidoarjo.
Metodelogi penelitian yang digunakan adalah pendekatan deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif merupakan analisis yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati dengan metode yang telah ditentukan. Pengumpulan data penelitian ini dihimpun melalui wawancara dengan pihak terkait yaitu kepala capem, karyawan, dan anggota yang melakukan pembiayaan modal kerja dengan menggunakan akad bay‘ al-wafa>’. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pola pikir induktif yaitu menjelaskan hasil penelitian mengenai fakta yang terjadi di lapangan yang selanjutnya dianalisis sesuai teori yang ada. Hasil penelitian yang diperoleh adalah pertama, Pelaksanaan akad bay’ al
-wafa>’ di KSPS BMT UGT Sidogiri Indonesia Capem Tanggulangin Sidoarjo tidak sesuai dengan konsep pelaksanaan akad bay’ al-wafa>’. Hal tersebut dapat ditunjukkan pada skema pelaksanaan akad bay’ al-wafa>’ di mana pihak pembeli (BMT) menyewakan kembali barang yang diperjualbelikan kepada penjual semula (pertama) dengan menggunakan akad bay’ al-istighla>l; ketentuan barang yang diperjualbelikan menggunakan barang bergerak seperti sepeda motor atau kendaraan roda empat; cara pengambilan keuntungan dengan pembeli (BMT) menyewakan barang yang sudah dibeli kepada penjual semula (pertama), dan cara pembelian kembali barang yang diperjualjualbelikan pada saat jatuh tempo dengan mengangsur setiap bulannya. Kedua, pelaksanaan akad bay’ al-wafa>’
kurang tepat jika digunakan pada pembiayaan modal kerja karena jika dilihat definisi dan aplikasi pembiayaan modal kerja lebih tepat jika menggunakan akad mud}a>rabah atau akad musha>rakah yang mana akad tersebut merupakan akad kerja sama dalam rangka mendapatkan modal dengan sistem bagi hasil. Sejalan dengan hasil penelitian di atas, penulis dapat memberikan saran bahwa pihak KSPS BMT UGT Sidogiri Indonesia Capem Tanggulangin Sidoarjo diharapkan menggunakan ketentuan-ketentuan pelaksanaan akad bay’ al-wafa>’
sesuai teori agar pembiayaan yang dilakukan sesuai dengan prinsip syari’ah,
x
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN\ ... iv
ABSTRAK ... v
PERSEMBAHAN\ ... vi
MOTTO ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
\DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR TRANSLITERASI ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 11
C. Rumusan Masalah ... 12
D. Kajian Pustaka ... 12
E. Tujuan Penelitian ... 16
F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 16
G. Definisi Operasional ... 17
H. Metode Penelitian ... 18
I. Sistematika Pembahasan ... 24
BAB II KERANGKA TEORITIS ... 26
A. Konsep Bay’ al-Wafa>’ ... 26
1. Definisi Bay’ al-Wafa>’ ... 26
2. Sejarah Bay’ al-Wafa>’ ... 28
3. Proses Transaksi Bay’ al-Wafa>’ ... 29
xi
5. Rukun Bay’ al-Wafa>’ ... 33
6. Perbedaan Bay’ al-Wafa>’ dengan Rahn ... 33
B. Pembiayaan Modal Kerja ... 34
1. Mud}a>rabah (Kerja Sama Mitra Usaha) ... 34
a. Definisi Mud}a>rabah... 34
b. Dasar Hukum Mud}a>rabah ... 36
c. Rukun Mud}a>rabah ... 38
d. Jenis-jenis Akad Mud}a>rabah ... 38
e. Berakhirnya Akad Mud}a>rabah ... 39
f. Aspek Teknis Mud}a>rabah ... 39
2. Musha>rakah (Kerja Sama Modal Usaha) ... 44
a. Definisi Musha>rakah ... 44
b. Dasar Hukum Musha>rakah ... 45
c. Rukun Musha>rakah ... 46
d. Macam-macam Shirkah ... 46
e. Berakhirnya Akad Musha>rakah ... 48
f. Aplikasi Musha>rakah dalam Praktik Lembaga Keuangan .... 48
BAB III PELAKSANAAN AKAD BAY’ AL-WAFA>’ PADA PEMBIAYAAN MODAL KERJA ... 51
A. Gambaran Umum Tentang KSPS BMT UGT Sidogiri Indonesia Capem Tanggulangin Sidoarjo ... 51
B. Penerapan Akad Bay’ al-Wafa>’ di KSPS BMT UGT Sidogiri Indonesia Capem Tanggulangin Sidoarjo ... 61
C. Realisasi Akad Bay’ al-Wafa>’ di KSPS BMT UGT Sidogiri Indonesia Capem Tanggulangin Sidoarjo ... 73
BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN AKAD BAY’ AL-WAFA>’ PADA PEMBIAYAAN MODAL KERJA ... 80
xii
B. Analisis Pelaksanaan Akad Bay‘ Al-Wafa>’ pada KSPS BMT UGT
Sidogiri Indonesia Capem Tanggulangin Sidoarjo ... 82
BAB V PENUTUP ... 88
A. Kesimpulan ... 88
B. Saran ... 89 DAFTAR PUSTAKA
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar : 1.1 Skema akad bay’ al-wafa>’ di KSPS BMT UGT Sidogiri Indonesia Capem Tanggulangin Sidoarjo ... 5
Gambar : 3.1 Struktur Organisasi KSPS BMT UGT Sidogiri Indonesia Capem Tanggulangin Sidoarjo ... 55
Gambar : 3.2 Tatacara / Prosedur Pengajuan dan Proses Pembiayaan ... 63
Gambar : 3.3 Skema akad bay’ al-wafa>’ di KSPS BMT UGT Sidogiri Indonesia Capem Tanggulangin Sidoarjo ... 68
xiv
DAFTAR TRANSLITERASI
Di dalam naskah skripsi ini banyak dijumpai nama dan istilah teknis
(technical term) yang berasal dari bahasa Arab ditulis dengan huruf Latin.
Pedoman transliterasi yang digunakan untuk penulisan tersebut adalah sebagai
berikut:
A. Konsonan
No Arab Indonesia Arab Indonesia
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. ا ج خ ر س ش ص ض ’ b t th j h} kh d dh r z s sh s} d} ظ ع ف ق ك ل م و ه ء ي t} z} ‘ gh f q k l m n w h ’ y
Sumber: Kate L.Turabian. A Manual of Writers of Term Papers, Disertations
xv
B. Vokal
1. Vokal Tunggal (monoftong)
Tanda dan Huruf Arab Nama Indonesia
ــــــــ fath}ah a
ــــــــ kasrah i
ــــــــ d}ammah u
Catatan: Khusus untuk hamzah, penggunaan apostrof hanya berlaku jika
hamzah berh}arakat sukun atau didahului oleh huruf yang berh}arakat
sukun. Contoh: iqtid}a>’ (ء قا)
2. Vokal Rangkap (diftong)
Tanda dan Huruf Arab Nama Indonesia Ket.
يــــ fath}ah dan ya’ ay a dan y
وـــــ fath}ah dan
wawu
aw a dan w
Contoh : bayna ( نيب )
: mawd}u>‘ ( عوضوم )
3. Vokal Panjang (mad)
Tanda dan Huruf Arab Nama Indonesia Keterangan
ــــ fath}ah dan alif a> a dan garis
di atas
يـــ kasrah dan ya’ i> i dan garis
di atas
وــــ d}ammah dan
wawu
u> u dan garis di atas Contoh : al-jama>‘ah ( ع م لا )
xvi
: yadu>ru ( رو ي )
C. Ta’ Marbut}ah
Transliterasi untuk ta>’ marbu>t}ah ada dua :
1. Jika hidup (menjadi mud}a>f) transliterasinya adalah t.
2. Jika mati atau sukun, transliterasinya adalah h.
Contoh : shari>‘at al-Isla>m (ماساا ي ش)
: shari>‘ah isla>mi>yah ( يماسإ ي ش)
D. Penulisan Huruf Kapital
Penulisan huruf besar dan kecil pada kata, phrase (ungkapan) atau kalimat
yang ditulis dengan translitersi Arab-Indonesia mengikuti ketentuan
penulisan yang berlaku dalam tulisan. Huruf awal (initial latter) untuk nama
1
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Lembaga keuangan syari’ah adalah badan usaha yang melakukan kegiatan utamanya di bidang keuangan, dalam bentuk penghimpunan dan
penyaluran dana, portofolio saham maupun obligasi serta bentuk lainnya
sesuai prinsip-prinsip syariah. Dalam satu dasawarsa belakangan ini
perkembangan industri lembaga keuangan syariah mengalami kemajuan yang
sangat pesat, seperti perbankan syariah, asuransi syariah, pasar modal
syariah, reksadana syariah, obligasi syariah, pegadaian syariah, Baitul Ma>l
wat Tamwi>l (BMT). 1
Salah satu tugas lembaga keuangan syariah adalah menyalurkan dana.
Pembiayaan merupakan salah satu faktor yang penting dalam menjalankan
suatu usaha baik untuk usaha perorangan, industri rumahan maupun suatu
perusahaan besar yang sudah lama berdiri. Hal ini disebabkan karena suatu
usaha membutuhkan biaya untuk menjalankan operasional. Biaya sangat
dibutuhkan oleh pengusaha perorangan sampai perusahaan besar. Sumber
biaya yang digunakan bisa didapat dari dalam maupun luar perusahaan.
Biaya dari dalam perusahaan dapat diperoleh melalui laba perusahaan,
sedangkan biaya dari luar perusahaan dapat diperoleh dari penjualan saham
2
bagi perusahaan besar dan melakukan pembiayaan dari lembaga keuangan
bagi usaha kecil.
Pembiayaan modal kerja merupakan solusi bagi para pengusaha untuk
memperluas bisnis yang dijalaninya. Pembiayaan modal kerja merupakan
pembiayaan yang dapat digunakan untuk memperluas usaha yang dijalani. 2
Pembiayaan modal kerja yaitu pembiayaan yang dimaksudkan untuk
mendapatkan modal dalam rangka pengembangan usaha. 3 Sesuai dengan
dalil yang ada dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah (2) ayat 245:
ْ نَم
ْ
اَذْ
يِذَلا
ْ
ُْضِر قُ ي
ْ
ََّْا
ْ
اًض رَ ق
ْ
اًنَسَح
ْ
ُْهَفِعاَضُيَ ف
ْْ
ُهَلْ
اًفاَع ضَأ
ْ
ًْةَرِثَك
ْ
َُّْاَو
ْ
ُْضِب قَ ي
ْ
ُْطُس بَ يَو
ْ
ِْه يَلِإَو
ْ
َْنوُعَج رُ ت
Artinya: “Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah SWT, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah SWT), maka Allah SWT akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah SWT menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan”. 4
Adapun ayat di atas dapat diambil sebuah kesimpulan bahwasanya antara
manusia satu dengan manusia yang lain harus saling tolong menolong, tetapi
tolong menolong hanya untuk perbuatan baik saja menurut syara’, bukan termasuk perbuatan yang dilarang syara’.
Adapun aplikasi pembiayaan modal kerja adalah pembiayaan mud}a>rabah
dan pembiayaan musha>rakah. 5 Mud}a>rabah/ qirad} adalah salah satu bentuk
kerja sama antara pemilik modal (s}a>hibul ma>l) dan pedagang/ pengusaha/
orang yang mempunyai keahlian untuk melakukan sebuah usaha bersama.
2Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah: dari Teori ke Praktik (Jakarta: Gema Insani, 2001), 160.
3 Veithzal Rivai dan Arviyan Arifin, Islamic Banking (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010), 686-687. 4 Departemen Agama RI, al - Qur’an dan Terjemahnya , 660.
3
Pemilik modal menyerahkan modalnya kepada pengusaha/ pedagang untuk
usaha tertentu. Jika dari usaha tersebut mendapatkan keuntungan maka
dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan. Namun, apabila terjadi kerugian
dalam usaha maka kerugian tersebut ditanggung oleh pemilik modal dan
pengusaha tidak berhak atas upah dari usahanya. Definisi tersebut
menunjukkan bahwa yang diserahkan kepada pengusaha/ pedagang/ orang
yang mempunyai keahlian adalah modal, bukan manfaat seperti yang terjadi
dalam akad sewa. 6
Pembiayaan musha>rakah adalah perjanjian di antara para pemilik dana/
modal untuk mencampurkan dana/ modal mereka pada suatu usaha tertentu
dengan pembagian keuntungan di antara pemilik dana/ modal berdasarkan
nisbah yang telah disepakati sebelumnya. 7 Shirkah secara etimologis
mempunyai arti percampuran (ikhlitat}), yakni bercampurnya salah satu dari
dua harta dengan harta lainnya, tanpa dapat dibedakan antara keduanya.
Secara terminologis, menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, shirkah
(musha>rakah) adalah kerja sama antara dua orang atau lebih dalam hal
permodalan, keterampilan, atau kepercayaan dalam usaha tertentu dengan
pembagian keuntungan berdasarkan nisbah. 8
Secara implementasi, pembiayaan modal kerja lebih kepada paparan
teoritisnya yaitu menggunakan pembiayaan mud}a>rabah dan pembiayaan
musha>rakah. Akan tetapi, pengalaman yang penulis alami disela-sela
6 Yazid Afandi, Fiqh Muamalah (Yogyakarta: Logung Pustaka, 2009), 101. 7 Veithzal Rivai dan Arviyan Arifin, Islamic Banking..., 687.
4
Praktik Kerja Lapangan (PKL), bahwasanya Koperasi Simpan Pinjam
Syariah Baitul Ma>l wat Tamwi>l Usaha Gabungan Terpadu Sidogiri
Indonesia Cabang Pembantu Tanggulangin Sidoarjo (KSPS BMT UGT)
Sidogiri Indonesia Capem Tanggulangin Sidoarjo dalam pembiayaan
modal kerja menggunakan akad bay‘ al-wafa>’. Akad bay’ al-wafa>’
digunakan oleh KSPS BMT UGT Sidogiri Indonesia Capem
Tanggulangin Sidoarjo dengan ketentuan bahwa nilai jaminan tidak jauh
dari nilai plafon pembiayaan. Misalnya nilai taksiran jaminan (sepeda
motor) seharga Rp 12 juta, kemudian plafon pembiayaan yang diajukan
sebesar Rp 6 juta maka akad yang digunakan oleh KSPS BMT UGT
Sidogiri Indonesia Capem Tanggulangin Sidoarjo adalah akad bay’ al -wafa>’. Hal ini seperti yang disampaikan oleh kepala capem KSPS BMT
UGT Sidogiri Indonesia Capem Tanggulangin Sidoarjo pada saat
wawancara:
“Bay’ al-wafa>’ itu bisa dilakukan dalam semua masalah pembiayaan misalkan digunakan untuk modal. Rata-rata kalau orang pasar itu digunakan untuk tambahan modal, untuk ngisi dagangannya itu. Kemudian debitur tadi menjaminkan BPKB maka itu bisa diakad bay’ al-wafa>’. Seperti itu. Misalkan ada orang ingin mengajukan pembiayaan dengan nilai pengajuan 5 juta, sedangkan yang dijaminkan adalah sepeda motor dengan harga misalkan 12 juta maka itu bisa kita akad bai’ul wafa’seperti itu”.9
Bay’ al-wafa>’ merupakan perpaduan antara akad bay’ al-wafa>’
dengan akad bay’ al-istighla>l. Jadi, bay’ al-wafa>’ adalah akad jual beli di
mana penjual sepakat untuk membeli kembali barang yang dijual dan
5
pembeli juga sepakat tidak akan menjual barang tersebut kepada selain
penjual semula (pertama). Kalau bay’ al-istighla>l adalah menyewakan
barang yang sudah dibeli kepada penjual semula (pertama). Jadi, ketika
BMT membeli barang dari anggota, maka barang tersebut akan disewakan
kepada debitur atau anggota semula (pertama) kemudian BMT
mendapatkan ujrah atau biaya sewa yang menjadi pendapatan BMT. Hal
ini seperti yang disampaikan oleh kepala capem KSPS BMT UGT
Sidogiri Indonesia Capem Tanggulangin Sidoarjo pada saat wawancara:
“Jadi, bay’ al-wafa>’ itu adalah jual beli di mana penjual sepakat untuk membeli kembali barang yang dijual dan pembeli juga sepakat tidak akan menjual barang tersebut kepada selain penjual tadi. itu kalau bay’ al-wafa>’. Kemudian kalau bay’ al-istighla>l adalah Menyewakan barang yang sudah dibeli kepada penjual, itu bay’ al-istighla>l. Kalau praktiknya di BMT itu ada perpaduan antara bay’ al-wafa>’ sama bay’ al-istighla>l. Seperti itu, karena ketika bmt membeli barang dari anggota, barang tersebut langsung disewakan kepada debitur atau anggota. Dari biaya sewa tersebut BMT memperoleh ujrah atau biaya sewa itu tadi dan biaya sewa itu tadi yang menjadi pendapatan BMT. seperti itu. Jadi sebenarnya di sana itu ada dua akad (multiakad).” 10 Adapun skema akad bay’ al-wafa>’ di KSPS BMT UGT Sidogiri
Indonesia Capem Tanggulangin Sidoarjo, sebagai berikut :
2. Sewa Menyewa Kendaraan
1. Jual Beli Kendaraan
3.Bayar Ujrah
4.Membeli Kembali Kendaraan
Gambar 1.1 Skema akad bay’ al-wafa>’ di KSPS BMT UGT Sidogiri Indonesia Capem Tanggulangin Sidoarjo
10 Ibid.
6
Skema di atas menjelaskan bahwa pelaksanaan akad bay’ al-wafa>’ oleh
BMT kepada anggota sebagai berikut: Pertama, anggota mempunyai
agunan berupa BPKB sepeda motor dengan nilai taksasi sebesar 10 juta.
Sedangkan anggota membutuhkan uang sebesar Rp 5 juta untuk modal
kerja. Kemudian BMT membeli agunan anggota sesuai dengan plafon
pembiayaan yang diajukan yaitu sebesar Rp 5 juta selama jangka waktu
satu tahun. Selama satu tahun tersebut, BMT menyewakan (akad bay’ al -istighla>l) sepeda motor kepada anggota yang menjual kepada BMT
tersebut. Anggota membayar ujrah sebesar 2,7 % perbulan yaitu sebesar
Rp 135.000,- Pada akhir jatuh tempo, anggota yang menjual sepeda motor
kepada BMT tersebut membeli kembali sepeda motornya dengan harga
pokok seharga Rp 5 juta. Akan tetapi pokok dan ujrah nya sudah diangsur
anggota setiap bulannya sebesar angsuran pokok (Rp 417.000,-) dan ujrah
(Rp 135.000,-) sehingga total angsuran dan ujrah nya dalam satu tahun
yaitu sebesar Rp 6.620.000,-. Selama jangka waktu satu tahun pihak BMT
menerima keuntungan sebesar Rp 1.620.000,- dari ujrah atau biaya sewa
sepeda motor. Hal ini seperti yang disampaikan oleh kepala capem KSPS
BMT UGT Sidogiri Indonesia Capem Tanggulangin Sidoarjo pada saat
wawancara:
7
kalau misalnya ujrah nya tiap bulannya katakanlah mengambil 2,5 % atau 2,6 % itu nanti maka keuntungan BMT ya disitu tadi dari ujrah nya”. 11
Adapun barang yang diperjualbelikan pada akad bay’ al-wafa>’ di
KSPS BMT UGT Sidogiri Indonesia Capem Tanggulangin Sidoarjo
adalah berupa barang yang bergerak (sepeda motor atau kendaraan roda
empat). Hal ini seperti yang disampaikan oleh kepala capem KSPS BMT
UGT Sidogiri Indonesia Capem Tanggulangin Sidoarjo pada saat
wawancara:
“Di dalam praktik ketika ada anggota datang ke BMT dengan menaruh jaminan sepeda motor bisa, kendaraan roda empat bisa, seperti itu. Barang yang diperjualbelikan berupa barang yang bergerak. Seperti itu”. 12
Akad bay‘ al-wafa>’ pada KSPS BMT UGT Sidogiri Indonesia Capem
Tanggulangin Sidoarjo rata-rata digunakan orang pasar untuk tambahan
modal kerja. Hal ini seperti yang disampaikan oleh kepala capem KSPS
BMT UGT Sidogiri Indonesia Capem Tanggulangin Sidoarjo pada saat
wawancara:
“Rata-rata kalau orang pasar itu digunakan untuk tambahan modal, untuk ngisi dagangannya”. 13
Padahal dalam teori menyatakan bahwa secara terminologis Kompilasi
Hukum Ekonomi Syariah, bay‘ al-wafa>’/ jual beli dengan hak membeli
kembali adalah jual beli yang dilangsungkan dengan syarat bahwa barang
dijual tersebut dapat dibeli kembali oleh penjual apabila tenggang waktu
8
yang disepakati telah tiba. 14 Bay‘ al-wafa>’ adalah seseorang yang menjual
barang tidak bergerak kepada orang lain karena membutuhkan uang cash,
tetapi dengan syarat ketika sudah punya uang bisa membeli kembali barang
yang sudah dijualnya itu. 15 Menurut Dr. Nasrun Haroen, bay‘ al-wafa>’
adalah jual beli yang dilangsungkan dua pihak dengan syarat bahwa barang
yang dijual itu dapat dibeli kembali oleh penjual apabila tenggang waktu
yang telah ditentukan telah tiba. Artinya, jual beli ini mempunyai tenggang
waktu yang terbatas, misalnya satu tahun, sehingga apabila waktu tahun
telah habis, maka penjual membeli barang itu kembali dari pembelinya.
Misalnya, Adi sangat memerlukan uang saat ini, lalu ia menjual sawahnya
seluas dua hektar kepada Doni seharga Rp 100 juta,- selama dua tahun.
Mereka sepakat menyatakan bahwa apabila tenggang waktu dua tahun itu
telah habis, maka Adi akan membeli kembali sawah yang telah dijualnya
kepada Doni seharga penjualan semula, yaitu Rp 100 juta,-. Akad yang
digunakan dalam transaksi ini adalah akad jual beli, maka tanah sawah boleh
diekploitasi Doni selama dua tahun itu dan dapat Doni manfaatkan sesuai
dengan kehendaknya, sehingga tanah sawah itu menghasilkan keuntungan
baginya. Akan tetapi, tanah sawah itu tidak boleh dijual kepada orang lain.
Keuntungan yang didapatkan Doni adalah hasil tanah sawah yang
diekploitasi atau dimanfaatkan Doni selama dua tahun tersebut. Musthafa
Ahmad al-Zarqa’ mengatakan bahwa barang yang diperjualbelikan dalam
14 Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah..., 179.
9
bay‘ al-wafa>’ adalah barang tidak bergerak, seperti tanah perkebunan,
rumah, tanah, perumahan dan sawah.16
Imam Najmuddin an-Nasafi (461-573 H) seorang ulama’ terkemuka madzab Hanafi di Bukhara mengatakan: “para syekh kami (Hanafi)
membolehkan bay‘ al-wafa>’ sebagai jalan keluar dari riba. Jalan pikiran ulama’ Hanafiyah dalam memberikan justifikasi terhadap bay‘ al-wafa>’
adalah didasarkan pada istihsan urfi. Akan tetapi para ulama’ fiqh lainnya
tidak boleh melegalisasi bentuk jual beli ini. Alasan mereka adalah:
1. Dalam suatu akad jual beli tidak dibenarkan adanya tenggang waktu,
karena jual beli adalah akad yang mengakibatkan perpindahan hak milik
secara sempurna dari penjual kepada pembeli.
2. Dalam jual beli tidak boleh ada syarat bahwa barang yang dijual itu
harus dikembalikan oleh pembeli kepada penjual semula, apabila ia telah
siap mengembalikan uang seharga jual semula.
3. Bentuk jual beli ini tidak pernah ada di zaman Rasulullah SAW maupun
di zaman sahabat.
4. Jual beli ini merupakan hillah yang tidak sejalan dengan maksud shara’
jual beli.
Menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah bahwa, “sejenis jual beli yang
apabila telah dikembalikan pembayaran si penjual, barang juga
dikembalikan, adalah jual beli ba>t}il menurut kesepakatan para imam, baik
dengan persyaratan yang disebutkan dalam waktu akad atau melalui
10
kesepakatan sebelum akad.” 17 Namun demikian, para ulama’ generasi
belakangan dapat menerima baik bentuk jual beli ini, dan menganggapnya
sebagai akad yang sah. Bahkan dijadikan hukum positif dalam majalah
al-ahkam al-‘ad}liyah (Kodifikasi Hukum Perdata Turki Uthmani) yang disusun
pada tahun 1287 H., yaitu satu bab dengan judul bay‘ al-wafa>’, yang
mencakup 9 pasal, yaitu pasal 118-119 dan pasal 396-403. Begitu juga dalam
hukum positif Indonesia bay‘ al-wafa>’ telah diatur, dalam Kompilasi Hukum
Ekonomi Syariah Pasal 112 s/d 115. 18
Terkait praktik pelaksanaan akad bay‘ al-wafa>’ oleh KSPS BMT UGT
Sidogiri Indonesia Capem Tanggulangin Sidoarjo belum sesuai dengan
pelaksanaan akad bay‘ al-wafa>’ menurut teori di atas baik dalam skema,
ketentuan barang yang diperjualbelikan dengan menggunakan barang
bergerak, pengambilan keuntungan oleh pembeli kepada penjual semula
dengan menyewakan barang yang dibeli kepada penjual semula, dan cara
pembayaran pokok dengan cara diangsur. Selain itu, penggunaan akad bay‘ al-wafa>’ belum tepat jika digunakan dalam pembiayaan modal kerja yang
seharusnya menggunakan pembiayaan mud}a>rabah atau pembiayaan
musha>rakah.
Oleh sebab itu, penulis tertarik untuk melihat secara jelas dengan
melakukan penelitian mengenai pelaksanaan akad bay‘ al-wafa>’ untuk
pembiayaan modal kerja yang dilakukan oleh lembaga tersebut kepada
17 Abdullah al-Mushlih dan Shalah ash-Shawi, Fikih Ekonomi Islam (Jakarta: Darul Haq, 2013), 130.
11
anggotanya. Dalam penelitian ini penyusun mengambil judul “Analisis
Pelaksanaan Akad Bay‘ al-Wafa>’ Pada Pembiayaan Modal Kerja (Studi
Kasus pada KSPS BMT UGT Sidogiri Indonesia Capem Tanggulangin
Sidoarjo)”.
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Pada latar belakang masalah di atas terdapat banyak permasalahan yang
akan diproses di dalam identifikasi dan batasan masalah agar dapat diketahui
masalah yang akan diteliti, yaitu:
1. Identifikasi masalah
a. Pelaksanaan akad bay‘ al-wafa>’menurut ulama’ Hanafi.
b. Pelaksanaan akad bay‘ al-wafa>’ menurut Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah.
c. Implementasi pembiyaaan mud}a>rabah dan pembiayaan musha>rakah
untuk pembiyaaan modal kerja.
d. Tinjauan hukum akad bay‘ al-wafa>’ menurut ulama dan hukum
positif Indonesia.
e. Pelaksanaan akad bay‘ al-wafa>’ pada pembiayaan modal kerja
anggota KSPS BMT UGT Sidogiri Indonesia Capem
Tanggulangin Sidoarjo.
2. Batasan masalah
Berdasarkan hasil identifikasi masalah di atas, maka penelitian ini
12
terfokus. Penelitian ini terfokus hanya pada pelaksanaan akad bay‘ al-wafa>’ pada pembiayaan modal kerja anggota KSPS BMT UGT Sidogiri
Indonesia Capem Tanggulangin Sidoarjo.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah :
1. Bagaimana pelaksanaan akad bay‘ al-wafa>’ pada pembiayaan modal
kerja anggota KSPS BMT UGT Sidogiri Indonesia Capem
Tanggulangin Sidoarjo ?
2. Bagaimana analisis pelaksanaan akad bay‘ al-wafa>’ pada KSPS BMT
UGT Sidogiri Indonesia Capem Tanggulangin Sidoarjo ?
D. Kajian Pustaka
Kajian Pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian/ penelitian yang
sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang akan diteliti sehingga
terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan
pengulangan atau duplikasi dari kajian / penelitian yang telah ada.
Berdasarkan deskripsi tersebut, posisi penelitian yang akan dilakukan harus
dijelaskan. 19
Penelitian yang peneliti lakukan ini berjudul “Analisis Pelaksanaan Akad Bay‘ al-Wafa>’ Pada Pembiayaan Modal Kerja (Studi Kasus pada
13
KSPS BMT UGT Sidogiri Indonesia Capem Tanggulangin Sidoarjo)”.
Penelitian ini tentu tidak lepas dari berbagai penelitian terdahulu yang
dijadikan sebagai pandangan dan juga referensi.
Pertama, yaitu penelitian berjudul “Analisa Penerapan Akad Mud}a>rabah
Pada Pembiyaan Modal Kerja di KSPS BMT Bina Ummat Sejahtera Cabang
Mranggen”. 20 Perbedaannya dengan penelitian yang peneliti lakukan
sekarang ini adalah penelitian ini berfokus meneliti mengenai
ketidaksesuaian pelaksanaan pembiayaan dengan akad mud}a>rabah dengan
ketentuan hukum syariah. Adapun dalam penelitian ini, akad mud}a>rabah
digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumtif, misalnya untuk
pembelian sepeda motor. Sedangkan penelitian yang peneliti lakukan
sekarang bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan akad bay‘ al-wafa>’ pada
pembiayaan modal kerja anggota KSPS BMT UGT Sidogiri Indonesia
Capem Tanggulangin Sidoarjo.
Kedua, yaitu penelitian berjudul “Penerapan Akad Mura>bahah dalam Pembiayaan Usaha Perikanan dalam Perspektif Hukum Islam”. 21
Perbedaannya dengan penelitian yang peneliti lakukan sekarang ini adalah,
penelitian ini berfokus meneliti mengenai penerapan akad mura>bahah dalam
pembiayaan usaha perikanan dalam perspektif hukum Islam, pandangan
hukum Islam terhadap penerapan akad waka>lah yang dilakukan dalam
20 Diyah Puspita Sari, “Analisa Penerapan Akad Mud}a>rabah pada Pembiyaan Modal Kerja di KSPS BMT Bina Ummat Sejahtera Cabang Mranggen” (Skripsi Unversitas Islam Negeri (UIN)
Walisongo, Semarang, 2015), 59.
21 Siti Maslukhah, “Penerapan Akad Mura>bahah dalam Pembiayaan Usaha Perikanan dalam
14
pembelian barang yang tidak dilakukan atas nama koperasi, pandangan
hukum Islam terhadap realisasi pembelian barang yang mana harga dan
jenis barangnya tidak sesuai dengan akad mura>bahah yang sudah disepakati.
Sedangkan penelitian yang peneliti lakukan sekarang bertujuan untuk
mengetahui pelaksanaan akad bay‘ al-wafa>’ pada pembiayaan modal kerja
anggota KSPS BMT UGT Sidogiri Indonesia Capem Tanggulangin
Sidoarjo.
Ketiga, yaitu penelitian berjudul “Studi Analisis Pelaksanaan Akad Mura>bahah Pada Produk Pembiayaan Modal Kerja di Unit Mega Mitra
Syari’ah (M2S) Bank Mega Syariah Kaliwungu”. 22 Perbedaannya dengan
penelitian yang peneliti lakukan sekarang ini adalah penelitian ini berfokus
meneliti mengenai pelaksanaan akad mura>bahah pada produk pembiayaan
modal kerja yang meliputi ketidakjelasan objek atau barang yang
diperjualbelikan pada pembiayaan modal kerja dengan akad mura>bahah,
penentuan persentase margin, ketidakjelasan terhadap penandatanganan akad
yang dilakukan secara bersamaan (mura>bahah dan wa>kalah). Sedangkan
penelitian yang peneliti lakukan sekarang bertujuan untuk mengetahui
pelaksanaan akad bay‘ al-wafa>’ pada pembiayaan modal kerja anggota
KSPS BMT UGT Sidogiri Indonesia Capem Tanggulangin Sidoarjo.
Keempat, yaitu penelitian berjudul “Penerapan Akad Mura>bahah Pada
Pembiayaan Penambahan Modal Usaha di BPRS Artha Amanah Ummat
22 Ubaedul Mustofa, “Studi Analisis Pelaksanaan Akad Mura>bahah pada Produk Pembiayaan
Modal Kerja di Unit Mega Mitra Syari’ah (M2S) Bank Mega Syariah Kaliwungu” (Skripsi
15
Ungaran Semarang”. 23 Perbedaannya dengan penelitian yang peneliti
lakukan sekarang ini adalah penelitian ini berfokus meneliti mengenai
mekanisme pembiayaan mura>bahah pada penambahan modal usaha dan
prinsip penilaian pembiayaan mura>bahah pada penambahan modal usaha.
Sedangkan penelitian yang peneliti lakukan sekarang bertujuan untuk
mengetahui pelaksanaan akad bay‘ al-wafa>’ pada pembiayaan modal kerja
anggota KSPS BMT UGT Sidogiri Indonesia Capem Tanggulangin
Sidoarjo.
Kelima, yaitu penelitian berjudul “Analisis Pelaksanaan Akad Mura>bahah Terhadap Pembiayaan Usaha Mikro di BMT Harapan Ummat
Kudus”. 24 Perbedaannya dengan penelitian yang peneliti lakukan sekarang
ini adalah penelitian ini berfokus meneliti mengenai penilaian pelaksanaan
akad mura>bahah terhadap usaha mikro dengan menggunakan analisis 5C dan
penambahan akad waka>lah pada pembiayaan usaha mikro. Sedangkan
penelitian yang peneliti lakukan sekarang bertujuan untuk mengetahui
pelaksanaan akad bay‘ al-wafa>’ pada pembiayaan modal kerja anggota
KSPS BMT UGT Sidogiri Indonesia Capem Tanggulangin Sidoarjo.
23Pratiwi Dewi Prabawati, “Penerapan Akad Mura>bahah pada Pembiayaan Penambahan Modal
Usaha di BPRS Artha Amanah Ummat Ungaran Semarang” (Skripsi Institut Agama Islam Negeri
Walisongo, Semarang, 2013), 52-53.
24Farhatul Iftitah, “Analisis Pelaksanaan Akad Mura>bahah Terhadap Pembiayaan Usaha Mikro di
BMT Harapan Ummat Kudus” (Skripsi Institut Agama Islam Negeri Walisongo, Semarang,
16
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah
dikemukakan, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah
untuk :
1. Untuk mengetahui pelaksanaan akad bay‘ al-wafa>’ pada pembiayaan
modal kerja anggota KSPS BMT UGT Sidogiri Indonesia Capem
Tanggulangin Sidoarjo.
2. Untuk menganalisis pelaksanaan akad bay‘ al-wafa>’ pada KSPS BMT
UGT Sidogiri Indonesia Capem Tanggulangin Sidoarjo.
F. Kegunaan Hasil Penelitian
1. Teoretis
a. Penelitian ini diharapkan berguna untuk menambah pengetahuan dan
wawasan dalam pelaksanaan akad bay‘ al-wafa>’ pada pembiayaan
modal kerja anggota KSPS BMT UGT Sidogiri Indonesia Capem
Tanggulangin Sidoarjo.
b. Penelitian ini dapat berguna bagi seluruh KJKS/ BMT khususnya
KSPS BMT UGT Sidogiri Indonesia.
2. Praktis
a. Bagi penulis, penulis ingin mengetahui pelaksanaan akad bay‘ al-wafa>’ pada pembiayaan modal kerja anggota KSPS BMT UGT
17
b. Bagi BMT (Baitul Ma>l wat Tamwi>l), hasil penelitian dapat
dijadikan sebagai masukan dalam penggunaan akad yang sesuai
dengan ketentuan syari’ah.
c. Penelitian ini dijadikan sebagai informasi untuk peneliti berikutnya.
G. Definisi Operasional
Agar lebih terarah dan tidak salah pengertian pada judul skripsi
“Analisis Pelaksanaan Akad Bay‘ al-Wafa>’ Pada Pembiayaan Modal Kerja
(Studi Kasus pada KSPS BMT UGT Sidogiri Indonesia Capem
Tanggulangin Sidoarjo)”, maka perlu dijelaskan tentang defiisi konsep dan
operasional dari masing-masing variabel yang diteliti.
1. Akad bay‘ al-wafa>’
Akad bay‘ al-wafa>’/ jual beli dengan hak membeli kembali adalah
jual beli yang dilangsungkan dengan syarat bahwa barang dijual tersebut
dapat dibeli kembali oleh penjual apabila tenggang waktu yang
disepakati telah tiba. 25 Adapun akad bay‘ al-wafa>’ diberikan KSPS
BMT UGT Sidogiri Indonesia Capem Tanggulangin Sidoarjo pada
pembiayaan modal kerja kepada anggotanya.
2. Pembiayaan modal kerja
Pembiayaan modal kerja adalah pembiayaan yang dimaksudkan
untuk mendapatkan modal dalam rangka pengembangan usaha.26
Pembiayaan modal kerja diberikan KSPS BMT UGT Sidogiri
25 Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah..., 179.
18
Indonesia Capem Tanggulangin Sidoarjo kepada anggota untuk modal
kerja.
H. Metode Penelitian
Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. 27 Dalam penelitian
ini data yang didapatkan diproses melalui beberapa tahapan, yaitu:
1. Data yang dikumpulkan
Data yang perlu dihimpun untuk penelitian ini adalah data-data
melalui wawancara dengan kepala capem, karyawan dan anggota terkait
pelaksanaan akad bay’ al-wafa>’ pada pembiayaan modal kerja anggota
KSPS BMT UGT Sidogiri Indonesia Capem Tanggulangin Sidoarjo.
2. Sumber data
Sumber data dapat di kelompokkan menjadi 2 yaitu data primer
dan sekunder. Data primer adalah data yang yang dikumpulkan di
lapangan oleh orang yang melakukan penelitian. Sedangkan data
sekunder adalah data yang yang dikumpulkan oleh orang yang
melakukan penelitian dari sumber yang telah ada. 28
a. Sumber data primer
Sumber data primer dari penelitian ini adalah para pelaku
pembiayaan modal kerja dengan menggunakan akad bay‘ al-wafa>’
27 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Cet. 14 (Bandung: Alfabeta, 2011), 2.
19
yaitu kepala capem (cabang pembantu), karyawan dan anggota yang
melakukan akad bay‘ al-wafa>’ pada pembiayaan modal kerja.
b. Sumber data sekunder
Sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah beberapa
buku literatur, diantaranya :
1) Fikih Ekonomi Islam, oleh Abdullah Al-Mushlih dan Shalah
Ash-Shawi, Tahun 2013.
2) Fiqh Muamalah, oleh Yazid Afandi, Tahun 2009.
3) Ringkasan Fikih Sunnah: Sayyid Sabiq, oleh Syaikh Sulaiman
Ahmad Yahya Al-Faifi, Tahun 2015.
4) Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah, oleh Mardani, Tahun
2012.
5) Lembaga Keuangan Islam Non Bank, oleh Nur Lailah et al.
Tahun 2013.
6) Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik, oleh Muhammad Syafi’i
Antonio, Tahun 2001.
7) Model-model Akad Pembiayaan di Bank Syariah: Panduan
Teknis Pembuatan Akad /Perjanjian pada Bank Syariah, oleh
Muhammad, Tahun 2009.
8) Islamic Banking, oleh Veithzal Rivai dan Arviyan Arifin,
Tahun 2010.
9) Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi, oleh Fakultas Ekonomi dan
20
10)Pokok-Pokok Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, oleh
Hasan dan Iqbal, Tahun 2002.
11)Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi dan
Manajemen-Edisi Pertama, oleh Nur Indriantoro dan Bambang
Supomo, Tahun 2002.
12)Metodologi Penelitian Kualitatif, oleh Lexy Moleong J, Tahun
2009.
13)Hukum dan Penelitian Hukum, oleh Abdul Kadir Muhammad,
Tahun 2004.
14)Metode Penelitian Kuantitatif & Kualitatif, oleh Sarwono dan
Jonathan, Tahun 2006.
15)Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, oleh
Sugiyono, Tahun 2011.
3. Teknik pengumpulan data
a. Observasi (pengamatan)
Observasi adalah proses pencatatan pola perilaku
subyek (orang), obyek (benda) atau kejadian yang sistematik
tanpa adanya pertanyaan atau komunikasi dengan
individu-individu yang diteliti. 29 Peneliti melakukan pengamatan secara
langsung terkait pelaksanaan akad bay‘ al-wafa>’ pada pembiayaan
modal kerja di KSPS BMT UGT Sidogiri Indonesia Capem
Tanggulangin Sidoarjo.
29 Nur Indriantoro dan Bambang Supomo, Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi dan
21
b. Dokumentasi
Kajian dokumen merupakan sarana pembantu peneliti dalam
mengumpulkan data atau informasi dengan cara membaca
surat-surat, pengumuman, iktisar rapat, pernyataan tertulis kebijakan
tertentu dan bahan-bahan tulisan lainya. 30 Dalam penelitian ini
data yang dimaksud adalah sejarah, tujuan, visi dan misi KSPS
BMT UGT Sidogiri Indonesia Capem Tanggulangin Sidoarjo serta
catatan mengenai pelaksanaan akad bay‘ al-wafa>’ pada pembiayaan
modal kerja.
c. Wawancara
Adalah percakapan dengan maksud tertentu, percakapan itu
dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewancara yang mengajukan
pertanyaan dan yang diwawancarai yang memberikan jawaban atas
pertanyaan itu. 31 Pada penelitian ini peneliti melakukan
wawancara dengan pihak terkait yaitu kepala capem, karyawan dan
anggota.
4. Teknik pengolahan data
Data yang telah dikumpulkan dalam penelitian ini dikelola
menggunakan penelitian deskriptif analitis. Jenis penelitian ini, dalam
deskripsinya juga mengandung uraian-uraian, tetapi fokusnya
terletak pada analisis hubungan antara variabel.
30 Sarwono dan Jonathan, Metode Penelitian Kuantitatif & Kualitatif (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006), 225.
22
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik-teknik
pengolahan data sebagai berikut:
a. Editing, yaitu pemeriksaan kembali dari semua data yang
diperoleh terutama dari segi kelengkapannya, kejelasan makna,
keselarasan antara data yang ada dan relevansi dengan penelitian.32
Dalam hal ini penulis akan mengambil data yang akan dianalisis
dengan rumusan masalah saja.
b. Organizing, yaitu menyusun kembali data yang telah didapat
dalam penelitian yang diperlukan dalam kerangka paparan yang
sudah direncanakan dengan rumusan masalah secara sistematis.33
Penulis melakukan pengelompokan data yang dibutuhkan untuk
dianalisis dan menyusun data tersebut dengan sistematis untuk
memudahkan penulis dalam menganalisa data.
c. Penemuan Hasil, yaitu dengan menganalisis data yang
telah diperoleh dari penelitian untuk memperoleh kesimpulan
mengenai kebenaran fakta yang ditemukan, yang akhirnya
merupakan sebuah jawaban dari rumusan masalah.34
5. Teknik analisis data
Data yang telah berhasil dikumpulkan selanjutnya akan dianalisis
secara deskriptif kualitatif, yaitu analisis yang menghasilkan
data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
32 Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif Kuantitatif dan R&D (Bandung: Alfa Beta, 2008), 243. 33 Ibid., 245.
23
dan perilaku yang dapat diamati dengan metode yang telah
ditentukan. 35 Tujuan dari metode ini adalah untuk membuat deskripsi
atau gambaran mengenai objek penelitian secara sistematis, faktual dan
akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena
yang diselidiki. 36
Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan
metode deskriptif dengan pola pikir induktif.
a. Metode deskriptif yaitu metode yang digunakan untuk
menggambarkan atau menjelaskan hasil penelitian mengenai fakta
yang terjadi pada pelaksanaan akad bay‘ al-wafa>’ pada pembiayaan modal kerja di KSPS BMT UGT Sidogiri Indonesia
Capem Tanggulangin Sidoarjo.
b. Pola pikir induktif yaitu pola pikir yang digunakan untuk
menyatakan fakta-fakta atau kenyataan di lapangan yaitu di KSPS
BMT UGT Sidogiri Indonesia Capem Tanggulangin Sidoarjo yang
selanjutnya dianalisis pelaksanaan akad bay‘ al-wafa>’ pada
pembiayaan modal kerja di KSPS BMT UGT Sidogiri Indonesia
Capem Tanggulangin Sidoarjo menurut teori yang ada.
35 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial: Format-format Kuantitatif dan Kualitatif (Surabaya: Airlangga University Press, 2001), 143.
24
I. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan memuat uraian dalam bentuk essay
yang menggambarkan alur logis dari struktur bahasan skripsi. 37 Untuk lebih
memudahkan tentang isi dan esensi skripsi ini, maka penulisannya
dilakukan berdasarkan sistematika sebagai berikut:
BAB I adalah pendahuluan yang membahas tentang latar belakang
masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, kajian
pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional,
metode penelitian dan sistematika pembahasan.
BAB II ini adalah kerangka teoritis yang membahas tentang konsep
bay‘ al-wafa>’ (meliputi definisi, sejarah, proses transaksi, hukum, rukun,
dan perbedaan bay‘ al-wafa>’ dengan rahn); pembiayaan modal kerja
antara lain mud}a>rabah (meliputi definisi, dasar hukum, rukun, jenis,
berakhirnya akad mud}a>rabah dan aspek teknis mud}a>rabah ) dan musha>rakah
(meliputi definisi, dasar hukum, rukun, macam, berakhirnya akad
musha>rakah dan aplikasi musha>rakah dalam praktik lembaga keuangan).
BAB III merupakan bahasan penyajian data di lapangan yang akan
menggambarkan tentang gambaran umum KSPS BMT UGT Sidogiri
Indonesia Capem Tanggulangin Sidoarjo mulai dari sejarah berdirinya
KSPS BMT UGT Sidogiri Indonesia, visi dan misi, macam-macam produk,
struktur organisasi, dan job description KSPS BMT UGT Sidogiri
Indonesia Capem Tanggulangin Sidoarjo. Selain pemaparan KSPS BMT
25
UGT Sidogiri Indonesia Capem Tanggulangin Sidoarjo secara
keseluruhan, bahasan ini juga akan memuat data tentang pelaksanaan
akad bay‘ al-wafa>’ pada pembiayaan modal kerja di KSPS BMT UGT
Sidogiri Indonesia Capem Tanggulangin Sidoarjo.
BAB IV merupakan rangkaian tahapan penyusunan penelitian (skripsi)
ini selanjutnya merupakan bab analisis data, yakni memadukan antara
teori sebagaimana yang dipaparkan pada bab II dengan apa yang peneliti
temukan di lapangan (pada bab III) sebagai hasil penelitian yanag
digambarkan secara sistematis dan kritis dalam bahasan bab ini yang
meliputi pelaksanaan akad bay‘ al-wafa>’ pada pembiayaan modal kerja
anggota KSPS BMT UGT Sidogiri Indonesia Capem Tanggulangin
Sidoarjo dan analisis akad bay‘ al-wafa>’ pada KSPS BMT UGT Sidogiri
Indonesia Capem Tanggulangin Sidoarjo.
BAB V merupakan bagian akhir dari penulisan yang akan menunjukkan
pokok-pokok penting dari keseluruhan pembahasan bab-bab sebelumnya.
26
BAB II
KERANGKA TEORITIS
A. Konsep Bay’ al-Wafa>’
1. Definisi bay’ al-wafa>’
Secara lughawi al-bay’ adalah jual beli, dan al-wafa>’ adalah tenggang
waktu, berarti bay’ al-wafa>’ adalah jual beli dengan tenggang waktu. 1
Secara etimologis, al-bay’ berarti jual beli, dan al-wafa>’ berarti
pelunasan/penutupan utang. Secara terminologis Kompilasi Hukum
Ekonomi Syariah, bay’ al-wafa>’/ jual beli dengan hak membeli kembali
adalah jual beli yang dilangsungkan dengan syarat bahwa barang dijual
tersebut dapat dibeli kembali oleh penjual apabila tenggang waktu yang
disepakati telah tiba. 2 Bay’ al-wafa>’ adalah seseorang yang menjual
barang tidak bergerak kepada orang lain karena membutuhkan uang tunai,
tetapi dengan syarat ketika sudah mempunyai uang maka bisa membeli
kembali barang yang sudah dijualnya itu. 3
Bay’ al-wafa>’ adalah jual beli dengan persyaratan saling
mengembalikan hak pihak lain, yaitu di saat penjual mengembalikan uang
si pembeli maka si pembeli juga akan mengembalikan barang si penjual.
Bay’ al-wafa>’ disebut sebagai jual beli pelunasan, karena ada semacam
perjanjian dari pembeli untuk melunasi hak si penjual, yakni pembeli
1 Yazid Afandi, Fiqh Muamalah (Yogyakarta: Logung Pustaka, 2009), 64.
2 Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), 179.
27
mengembalikan barangnya apabila si penjual mengembalikan uangnya. 4
Menurut terminologi fiqh, sebagaimana diungkapkan oleh Musthafa
Ahmad Az-Zarqa’, bay’ al-wafa>’ adalah jual beli yang dilangsungkan dua
pihak dengan syarat bahwa barang yang dijual itu dapat dibeli kembali
oleh penjual, apabila tenggang waktu yang telah ditentukan telah tiba. 5
Artinya, jual beli ini mempunyai tenggang waktu yang terbatas, misalnya
satu tahun, sehingga apabila waktu tahun telah habis, maka penjual
membeli barang itu kembali dari pembelinya. Misalnya, Adi sangat
memerlukan uang saat ini, lalu ia menjual sawahnya seluas dua hektar
kepada Doni seharga Rp 100 juta,- selama dua tahun. Mereka sepakat
menyatakan bahwa apabila tenggang waktu dua tahun itu telah habis,
maka Adi akan membeli kembali sawah yang telah dijualnya kepada Doni
seharga penjualan semula, yaitu Rp 100 juta,-. Akad yang digunakan
dalam transaksi ini adalah akad jual beli, maka tanah sawah boleh
diekploitasi Doni selama dua tahun itu dan dapat Doni manfaatkan sesuai
dengan kehendaknya, sehingga tanah sawah itu menghasilkan keuntungan
baginya. Akan tetapi, tanah sawah itu tidak boleh dijual kepada orang
lain. Keuntungan yang didapatkan Doni adalah hasil tanah sawah yang
diekploitasi atau dimanfaatkan Doni selama dua tahun tersebut. Musthafa
Ahmad al-Zarqa’ mengatakan bahwa barang yang diperjualbelikan dalam
4 Abdullah al-Mushlih dan Shalah ash-Shawi, Fikih Ekonomi Islam (Jakarta: Darul Haq, 2013), 128-129.
28
bay’ al-wafa>’ adalah barang tidak bergerak, seperti tanah perkebunan,
rumah, tanah, perumahan dan sawah. 6
2. Sejarah bay’ al-wafa>’
Bay’ al-wafa>’ adalah salah satu bentuk akad (transaksi) yang muncul
di Asia Tenggara (Bukhara dan Balkh) pada pertengahan abad ke-5
Hijriah dan merambat ke Timur Tengah. 7 Jual beli ini muncul dalam
rangka menghindari terjadinya riba dalam pinjam-meminjam. Banyak di
antara orang kaya ketika itu tidak mau meminjamkan uangnya tanpa ada
imbalan yang mereka terima. Sementara, banyak pula peminjam uang
yang tidak mampu melunasi hutangnya akibat imbalan yang harus mereka
bayarkan bersamaan dengan sejumlah uang yang mereka pinjam. Di sisi
lain imbalan yang diberikan atas dasar pinjam-meminjam uang ini,
menurut ulama termasuk riba. Dalam menghindarkan diri dari riba,
masyarakat Bukhara dan Balkh ketika itu merekayasa sebuah bentuk jual
beli yang dikenal kemudian dengan bay’ al-wafa>’. 8
Manfaat bagi penjual yaitu penjual bisa mendapatkan uang yang
diinginkan tanpa harus dengan terpaksa menjual barang tidak bergerak
agar tidak keluar dari kepemilikannya. Manfaat bagi pembeli adalah
6 Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), 153.
7 Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), 179.
29
pembeli dapat mengembangkan hartanya agar terhindar dari lingkaran
perbuatan riba yang terang-terangan. 9
3. Proses transaksi bay’ al-wafa>’
Jelas bahwa transaksi semacam itu mengandung ketercampuran
berbagai macam hukum jual beli dan berbagai hukum pegadaian. Dalam
jual beli itu terdapat hukum-hukum jual beli, misalnya si pembeli boleh
memanfaatkan barang dagangannya dengan penggunaan dan pemanfaatan
yang benar. Pembeli bisa menggunakannya untuk diri sendiri dan
memanfaatkannya untuk disewakan tanpa izin si penjual. 10
Dilihat dari sisi bahwa harta yang menjadi jaminan harus kembali
lagi kepada pemilik harta, maka akad ini mirip dengan rahn. Namun jika
dilihat dari sisi bahwa harta yang menjadi jaminan tersebut bebas untuk
diambil manfaatnya oleh penerima jaminan, akad ini mirip dengan bay’,
sehingga jual beli ini merupakan jual beli khusus yang memang
diperselisihkan oleh Ulama’ dari aspek hukumnya.
Bay’ al-wafa>’ sejak semula diakadkan sebagai jual beli, maka
pembeli dengan bebas memanfaatkan barang tersebut. Hanya saja muncul
kesepakatan dari kedua belah pihak bahwa pembeli tidak boleh menjual
barang terebut kepada selain pemilik semula, karena barang tersebut
merupakan sebuah jaminan atas hutang yang harus dikembalikan dalam
jangka waktu yang telah disepakati. Apabila pemilik harta tersebut telah
9 Abdullah al-Mushlih dan Shalah ash-Shawi, Fikih Ekonomi Islam (Jakarta: Darul Haq, 2013), 129.
30
mempunyai uang, maka ia harus mengembalikan hutangnya dan pembeli
harus mengembalikan barang tersebut. 11
Menurut Musthafa Ahmad Az-Zarqa’, apabila terjadi keengganan
salah satu pihak untuk membayar hutangnya atau menyerahkan barang
setelah hutang dilunasi, maka penyelesaiannya akan dilakukan melalui
pengadilan. Jika yang berhutang tidak mampu membayar hutangnya
ketika jatuh tempo, maka berdasarkan penetapan pengadilan barang yang
dijadikan jaminan tersebut dapat dijual dan hutang dilunasi. Jika pihak
yang memegang barang enggan menyerahkan barang ketika hutang telah
dilunasi, pengadilan bisa memaksanya untuk menyerahkan barang
tersebut kepada pemiliknya. 12
4. Hukum bay’ al-wafa>’
Menurut Musthafa Ahmad az-Zarqa dan Abdurrahman Ashabuni,
dalam sejarahnya, bay’ al-wafa>’ baru mendapat justifikasi para ulama
fiqh setelah berjalan beberapa lama. Maksudnya, bentuk jual beli ini telah
berlangsung beberapa lama dan bay’ al-wafa>’ telah menjadi urf (adat
kebiasaan) masyarakat Bukhara dan Balkh, kemudian ulama fiqh yaitu
ulama Hanafi melegalisasi jual beli ini. Imam Najmuddin an-Nasafi
(461-573 H) seorang ulama terkemuka madzab Hanafi di Bukhara mengatakan:
“para syekh kami (Hanafi) membolehkan bay’ al-wafa>’ sebagai jalan
keluar dari riba.
31
Menurut Abu Zahrah, tokoh fiqh dari Mesir, mengatakan bahwa
dilihat dari segi sosio-historis, kemunculan bay’ al-wafa>’ di
tengah-tengah masyarakat Bukhara dan Balkh pada pertengah-tengahan abad ke-5
Hijriyah adalah disebabkan oleh para pemilik modal tidak mau lagi
memberikan hutang kepada orang-orang yang memerlukan uang, jika
mereka tidak mendapat imbalan apapun. Hal ini membuat kesulitan bagi
masyarakat yang membutuhkan modal. Keadaan ini membawa mereka
untuk membuat akad tersendiri sehingga keperluan masyarakat terpenuhi
dan keinginan orang-orang kaya pun terayomi.
Jalan pikiran ulama Hanafiyah dalam memberikan justifikasi terhadap
bay’ al-wafa>’ adalah didasarkan pada istihsan urfi. Akan tetapi para
ulama fiqh lainnya tidak boleh melegalisasi bentuk jual beli ini. Alasan
mereka adalah:
a. Dalam suatu akad jual beli tidak dibenarkan adanya tenggang waktu,
karena jual beli adalah akad yang mengakibatkan perpindahan hak
milik secara sempurna dari penjual kepada pembeli.
b. Dalam jual beli tidak boleh ada syarat bahwa barang yang dijual itu
harus dikembalikan oleh pembeli kepada penjual semula, apabila ia
telah siap mengembalikan uang seharga jual semula.
c. Bentuk jual beli ini tidak pernah ada di zaman Rasulullah SAW
maupun di zaman sahabat.
d. Jual beli ini merupakan hillah yang tidak sejalan dengan maksud
32
Namun demikian, para ulama generasi belakangan dapat menerima
baik bentuk jual beli ini, dan menganggapnya sebagai akad yang sah.
Bahkan dijadikan hukum positif dalam majalah ahkam al-‘ad}liyah
(Kodifikasi Hukum Perdata Turki Utsmani) yang disusun pada tahun
1287 H, yaitu satu bab dengan judul bay’ al-wafa>’, yang mencakup 9
pasal, yaitu pasal 118-119 dan pasal 396-403. Begitu juga dalam hukum
positif Indonesia bay’ al-wafa>’ telah diatur, dalam Kompilasi Hukum
Ekonomi Syariah Pasal 112 s/d 115. 13
Menurut Abdullah al-Mushlih dan Shalah ash-Shawi bahwa jual beli
semacam itu tidak dibenarkan, karena tujuan yang sebenarnya adalah riba,
yakni dengan cara memberikan untuk dibayar secara tertunda, sementara
fasilitas penggunaan barang yang digunakan dalam perjanjian dan
sejenisnya adalah keuntungannya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
menyatakan, “Sejenis jual beli yang mereka perlihatkan yang disebut jual
beli amanah yang mana dalam jual beli itu mereka bersepakat bahwa
apabila telah dikembalikan pembayaran si penjual maka barang juga
dikembalikan merupakan jual beli ba>t}il menurut kesepakatan para imam,
baik dengan persyaratan yang disebutkan dalam waktu akad atau melalui
kesepakatan sebelum akad. Pendapat tersebut yang tepat daripada
ulama”. 14
13 Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), 180-181.
33
5. Rukun bay’ al-wafa>’
Ulama Hanafiah mengemukakan bahwa yang menjadi rukun dalam
bay’ al-wafa>’ sama dengan rukun jual beli pada umumnya. Demikian juga
syarat-syarat bay’ al-wafa>’ sama dengan syarat jual beli pada umumnya.
Penambahan syarat untuk bay’ al-wafa>’ hanyalah dari segi penegasan
bahwa barang yang telah dijual itu harus dibeli kembali oleh penjual dan
tenggang waktu yang berlakunya jual beli itu harus tegas, misalnya satu
tahun, dua tahun, atau lebih. 15
6. Perbedaan bay’ al-wafa>’ dengan rahn
Perbedaan antara bay’ al-wafa>’ dan rahn sebagai berikut:
a. Dalam akad rahn pembeli tidak sepenuhnya memiliki barang yang
dibeli (karena harus dikembalikan kepada penjual), sedangkan dalam
bay’ al-wafa>’, barang itu sepenuhnya menjadi milik pembeli selama
tenggang waktu yang disepakati.
b. Dalam rahn, jika harta yang digadaikan (al-marhu>n) rusak selama di
tangan pembeli, maka kerusakan itu menjadi tanggung jawab
pemegang barang, sedangkan dalam bay’ al-wafa>’ apabila kerusakan
itu bersifat total, baru menjadi tanggung jawab pembeli, tetapi
apabila kerusakannya tidak parah maka hal itu tidak merusak akad.
c. Dalam rahn segala biaya yang diperlukan untuk pemeliharaan barang
menjadi tanggung jawab pemilik barang, sedangkan dalam bay’ al
-wafa>’ biaya pemeliharaan sepenuhnya menjadi tanggung jawab
34
pembeli, karena barang itu telah menjadi pemiliknya selama tenggang
waktu yang telah disepakati. 16
B. Pembiayaan Modal Kerja
Pembiayaan modal kerja merupakan pembiayaan yang dapat digunakan
untuk memperluas usaha yang dijalani.17 Pembiayaan modal kerja yaitu
pembiayaan yang dimaksudkan untuk mendapatkan modal dalam rangka
pengembangan usaha. Adapun aplikasi pembiayaan modal kerja adalah
pembiayaan mud}a>rabah dan pembiayaan musha>rakah . 18
1. Mud}a>rabah (kerja sama mitra usaha)
a. Definisi mud}a>rabah
Secara bahasa, mud}a>rabah berasal dari akar kata
d}araba-yad}ribu-darban, yang bermakna memukul. Dengan penambahan alif
pada d}o’, maka kata ini memiliki konotasi “saling memukul”, yang
berarti mengandung subjek lebih dari satu orang. Para fuqaha’
memandang mud}a>rabah dari akar kata ini dengan merujuk kepada
pemakaiannya dalam Al-Qur’an yang selalu disambung dengan kata
“fi”, kemudian dihubungkan dengan “al-ard}” yang memiliki
pengertian berjalan di muka bumi.
16 Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), 182-183.
17 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik (Jakarta: Gema Insani, 2001), 160.
35
Mud}a>rabah merupakan bahasa yang biasa dipakai oleh
penduduk Irak, sedangkan penduduk Hijaz lebih suka menggunakan
kata “qirad}” untuk merujuk pola perniagaan yang sama. Mereka
menamakan qirad} yang berarti memotong, karena si pemilik modal
memotong dari sebagian hartanya untuk diniagakan dan
memberikan sebagian dari labanya.
Mud}a>rabah kadang-kadang juga dinamakan dengan muqa>rad}ah
yang berarti sama-sama memiliki hak untuk mendapatkan laba
karena si pemilik modal memberikan modalnya sementara
pengusaha meniagakannya dan keduanya sama-sama berbagi
keuntungan. Dalam istilah fiqih mu’amalah, mud}a>rabah adalah
suatu bentuk perniagaan di mana si pemilik modal menyetorkan
modalnya kepada pengusaha/ pengelola, untuk diniagakan dengan
keuntungan akan dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan dari
kedua belah pihak, sedangkan kerugian akan ditanggung oleh si
pemilik modal.
Berdasarkan uraian diatas, maka mud}a>rabah dapat disimpulkan
sebagai sebuah bentuk kemitraan di mana salah satu mitra, yang
disebut “s}a>hibul ma>l” atau “rabbul ma>l” (penyedia dana) yang
menyediakan sejumlah modal tertentu dan bertindak sebagai mitra
pasif, sedangkan mitra yang lain disebut “mud}a>rib” yang
menyediakan keahlian usaha dan manajemen untuk menjalankan
36
mendapatkan laba. Mud}a>rib merupakan orang yang diberi amanah
dan juga sebagai agen usaha. Sebagai orang yang diberi amanah,
mud}a>rib dituntut untuk bertindak hati-hati dan bertanggung jawab
terhadap kerugian yang terjadi akibat kelalaiannya. Sebagai agen
usaha, mud}a>rib diharapkan menggunakan dan mengelola modal
sedemikian rupa untuk menghasilkan laba yang optimal bagi usaha
yang dijalankan tanpa melanggar nilai-nilai syariah Islam.
Nilai keadilan dalam akad mud}a>rabah terletak pada keuntungan
dan pembagian risiko dari masing-masing pihak yang sedang
melakukan kerja sama sesuai dengan porsi keterlibatannya. Kedua
belah pihak akan mendapatkan keuntungan secara proporsional, jika
kerja sama tersebut mendapatkan keuntungan. Sebaliknya,
masing-masing pihak menerima kerugian secara proporsional, jika usahanya
tidak mendapatkan hasil. Dari aspek pemodal risikonya adalah
kehilangan uang yang diinvestasikan. Selain itu, mud}a>rib juga
menerima risiko berupa kehilangan waktu, tenaga dan fikiran dalam
melakukan pengelolaan modal. 19
b. Dasar hukum mud}a>rabah
Ayat Al-Qur’an yang biasa dipakai sebagai landasan mud}a>rabah
di a`ntaranya: QS. Al-Muzammil (73): 20.
ََمِلَع
َ
َْنَأ
َ
َُنوُكَيَس
َ
َْمُكِْم
َ
ىَضْرَم
َ
ََنوُرَخَآَو
َ
ََنوُبِرْضَي
َ
َِف
َ
َِضْرَْْا
َ
ََنوُغَ تْبَ ي
َ
َْنِم
َ
َِلْضَف
َ
ََِّا
َ
ََنوُرَخَآَو
َ
ََنوُلِتاَقُ ي
َ
َِف
َ
َِليِبَس
َ
ََِّا
37
Artinya: “... Dia Mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang yang akan berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah...”. 20
Ayat di atas sebenarnya sama sekali tidak membicarakan teknis
pelaksanaan akad mud}a>rabah. Secara umum berbicara ke-Maha
Tahuan Allah SWT terhadap orang-orang yang menjalankan
kebajikan dan mencari rizki Allah SWT di muka bumi. Di samping
itu, ayat tersebut juga berbicara tentang petunjuk bagi umat Islam
untuk menjalankan syariat Allah SWT di antaranya menegakkan
dan memperbanyak shalat, menunaikan zakat, memberikan
pinjaman kepada orang yang membutuhkan secara baik.
Ayat Al-Qur’an yang juga sering disebut sebagai landasan akad
mud}a>rabah adalah QS. Al-Baqarah (2): 198.
ََسْيَل
َ
َْمُكْيَلَع
َ
َ حاَُج
َ
َْنَأ
َ
اوُغَ تْبَ ت
َ
ًَلْضَف
َ
َْنِم
َ
َْمُكِّبَر
َ
اَذِإَف
َ
َْمُتْضَفَأ
َ
َْنِم
َ
َ تاَفَرَع
َ
اوُرُكْذاَف
َ
َََّا
َ
ََدِْع
َ
َِرَعْشَمْلا
َ
َِماَرَْْا
َ
َُوُرُكْذاَو
َ
اَمَك
َ
َْمُكاَدَ
َ
َْنِإَو
َ
َْمُتُْك
َ
َْنِم
َ
َِِلْبَ ق
َ
ََنِمَل
َ
ََيِّلاَضلا
Artinya:“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rizki hasil perniagaan) dari Tuhanmu maka apabila kamu telah bertolak dari arafat, berdzikirlah kepada Allah SWT di Masy’aril haram dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah SWT sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan kamu itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat”. 21
Ayat inipun secara teknis juga tidak berbicara tentang akad
mud}arabah. Akan tetapi membicarakan kebolehan mencari rizki di
musim haji sepanjang sesuai dengan yang dihalalkan Allah SWT.
38
Dilanjutkan dengan pesan agar pencarian rizki tersebut tidak sampai
melupakan Allah SWT ketika haji. Maka, sebagaimana satu ayat
sebelumnya, penyandaran dalil terhadap ayat ini menjadi sebuah
keniscayaan jika dilihat dari keumuman ayat.
c. Rukun mud}a>rabah
Menurut Jumhur Ulama’ rukun akad mud}a>rabah antara lain: 22
1) ‘Aqidain (dua orang yang berakad), yaitu pengelola modal dan
s}a>hibul ma>l(orang yang mempunyai modal)
2) Al-ma>l (modal), yaitu sejumlah dana yang dikelola
3) Ar-ribh (keuntungan), yaitu laba yang didapatkan untuk dibagi
bersama sesuai kesepakatan.
4) Al-a’mal (usaha) dari mud}a>