• Tidak ada hasil yang ditemukan

Zona Fisika | Blogger Lampung Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Zona Fisika | Blogger Lampung Tengah"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

MEDAN KLEIN-GORDON DAN MEDAN DIRAC PADA

RUANG MINKOWSKI TAK KOMUTATIF

Timothy Siahaan

99/126784/PA/07593

Departemen Pendidikan Nasional Universitas Gadjah Mada

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Yogyakarta

(2)

RUANG MINKOWSKI TAK KOMUTATIF

Timothy Siahaan

99/126784/PA/07593

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

derajat Sarjana S1 Program Studi Fisika pada Jurusan Fisika

Departemen Pendidikan Nasional Universitas Gadjah Mada

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Yogyakarta

(3)

MEDAN KLEIN-GORDON DAN MEDAN DIRAC PADA

RUANG MINKOWSKI TAK KOMUTATIF

Timothy Siahaan

99/126784/PA/07593

Dinyatakan lulus ujian skripsi oleh tim penguji

pada tanggal 8 Juli 2004

Tim Penguji

Dr.rer.nat. M. Farchani Rosyid Dr. Kamsul Abraha

Pembimbing I Penguji I

Juliasih Partini, M.Si.

Pembimbing II Penguji II

(4)

Untuk Papa, Mama, dan Adikku Andres tercinta

Untuk Ria tersayang

(5)

(Yosua 1:9)

Apabila aku ingat kepada-Mu di tempat tidurku, merenungkan Engkau sepa-njang kawal

malam,-sungguh Engkau telah menjadi pertolonganku, dan dalam naungan sayap-Mu aku bersorak-sorai

(Mazmur 63:7,8)

Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghi-na hikmat dan didikan

(Amsal 1:7)

(6)

tiaNya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Sesung-guhnya Tuhanlah Pencipta alam semesta, dan segala usaha kita untuk mengungkap

rahasia ciptaanNya akan sia-sia tanpa campur tangan Sang Pencipta yang Agung.

Segala kata tidak akan dapat melukiskan puji syukur penulis kepadaNya atas semua

campur tangan pertolonganNya dalam proses penulisan skripsi ini.

Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari bahwa apa yang penulis

da-patkan di bangku perkuliahan belumlah apa-apa dibandingkan dengan ilmu fisika.

Penulis juga menjadi terbuka wawasannya dan menyadari bahwa ilmu fisika,

khusus-nya fisika teori, terus berkembang selama manusia masih dapat berpikir. Kesadaran

penulis akan hal itu menyebabkan penulis dipenuhi semangat untuk berkreasi

mengem-bangkan teori yang telah ada. Sekarang setelah penulis merampungkan skripsi ini,

penulis menyadari bahwa dibutuhkan dua hal agar manusia dapat melakukan sesuatu,

yakni izin Tuhan serta optimisme manusia tersebut bahwa dia mampu melakukannya.

Dalam penulisan skripsi dan masa perkuliahan banyak pihak yang telah

ber-jasa kepada penulis, kepada mereka penulis mengucapkan terima kasih. Adapun

uca-pan terima kasih penulis tujukan kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus, yang begitu baik bagi penulis, membuka cakrawala dan

memberi gagasan-gagasan kreatif dalam pikiran penulis.

2. Papa dan Mama tercinta, yang tidak henti-hentinya memberi dukungan moral,

semangat, dan cinta kasih yang tak pernah menuntut balas.

3. Dr.rer.nat. M. Farchani Rosyid, selaku pembimbing penulisan skripsi ini, yang

telah memberi banyak masukan berupa tema skripsi yang menarik, bahan

perku-liahan dan berbagai pemahaman mengenai berbagai teori, dan yang terpenting

(7)

adalah teladan dan semangat untuk memberi kontribusi kepada ilmu

penge-tahuan. Penulis saat ini hanya dapat membalas semua yang bapak berikan

den-gan ucapan terima kasih, dan di kemudian hari sekiranya Tuhan mengizinkan,

penulis ingin membalas semua kebaikan yang telah bapak berikan kepada penulis

dan juga berkolaborasi dalam usaha memberi kontribusi bagi fisika.

4. Dr. Mirza Satriawan, yang telah banyak memberikan waktu dan tenaga untuk

membimbing penulis, berdiskusi, dan memberikan wawasan mengenai fisika.

Kalau Tuhan mengizinkan, penulis ingin sekali berkolaborasi dengan bapak

dalam berbagai riset yang menantang.

5. Prof.Dr. Muslim, yang banyak memberi teladan untuk tidak takut kepada

keru-mitan perhitungan. Walaupun penulis mendapat perkuliahan dari bapak hanya

pada tahun pertama, tetapi torehan selama tahun pertama itu membekas sampai

saat ini sehingga penulis memutuskan untuk terjun dalam fisika teori.

6. Staf pengajar program studi fisika yang telah membimbing selama masa

perku-liahan, yang telah mau diganggu oleh pertanyaan-pertanyaan penulis selama di

kelas.

7. Ria Endriana Utami, yang terus memberikan dukungan moril dan kasih sayang

yang tidak henti-hentinya kepada penulis. Terima kasih untuk semua yang

ka-mu berikan kepada penulis. Kejarlah terus cita-citaka-mu dan sukses untuk kita

berdua.

8. Teman-teman kelompok "underground" Mathematical and Theoritical Physics,

yang telah menjadi teman diskusi yang menyenangkan. Penulis memimpikan

suatu saat nanti kita menorehkan nama kita di jurnal-jurnal fisika internasional

bahkan persamaan-persamaan dengan nama kita tertulis di berbagai buku teks

(8)

9. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu demi satu, yang telah banyak

memberi bantuan, baik dalam penulisan skripsi ini maupun dalam perkuliahan.

Akhirnya penulis berharap agar skripsi ini dapat memberikan gagasan-gagasan

baru bagi yang membacanya sehingga skripsi ini memberi suatu kontribusi bagi

fisi-ka serta dapat menjadi batu loncatan menuju penelitian-penelitian lainnya. Penulis

menyadari bahwa skripsi ini tidak lepas dari berbagai kesalahan, untuk itu penulis

mo-hon maaf. Terakhir penulis mengutip peribahasa lama: Bila ada jarum yang patah, jangan disimpan di dalam peti. Bila ada sikap dan perilaku saya selama ini yang salah, mohon jangan disimpan di dalam hati.

Yogyakarta, 21 Juni 2004

(9)

Halaman Judul i

Halaman Pengesahan ii

Halaman Persembahan iii

Halaman Motto iv

PRAKATA v

INTISARI xii

I PENDAHULUAN 1

1. Latar Belakang Masalah . . . 1

2. Perumusan Masalah . . . 3

3. Tujuan Penelitian . . . 4

4. Tinjauan Pustaka . . . 5

5. Ruang Lingkup Kajian . . . 6

6. Sistematika Penulisan . . . 7

7. Metode Penelitian . . . 8

II RUANG TAK KOMUTATIF 10 1. Beberapa Contoh Ruang Tidak Komutatif . . . 12

a. Ruang fase klasik(p, x)dalam bahasan mekanika kuantum . . 12

b. Elektron pada medan magnet yang sangat kuat . . . 13

2. Bidang Tak Komutatif . . . 14

3. Ruang Minkowski Tak Komutatif . . . 18

(10)

4. Sifat-Sifat Perkalian Bintang . . . 21

III FORMULASI LAGRANGAN YANG DIPERUMUM DAN

KESETANGKU-PAN 24

1. Persamaan Euler-Lagrange Yang Diperumum . . . 24

2. Kesetangkupan dan Kaidah Noether Untuk Teori Lagrangan Suatu

Medan Yang Diperumum . . . 29

3. Homogenitas Ruang-Waktu . . . 33

4. Isotropi Ruang . . . 36

IV MEDAN KLEIN-GORDON PADA RUANG MINKOWSKI TAK

KO-MUTATIF 42

1. Medan Klein-Gordon Riil . . . 43

2. Medan Klein-Gordon Kompleks . . . 50

V MEDAN DIRAC PADA RUANG MINKOWSKI TAK KOMUTATIF 54

VI KESIMPULAN DAN SARAN 65

1. Kesimpulan Yang Diperoleh Dari Perluasan Teori Lagrangan Untuk

Suatu Medan . . . 65

2. Kesimpulan Yang Diperoleh Dari Kajian Mengenai Medan

Klein-Gordon Pada Ruang Minkowski Tak Komutatif . . . 66

3. Kesimpulan Yang Diperoleh Dari Kajian Mengenai Medan Dirac

Pa-da Ruang Minkowski Tak Komutatif . . . 69

4. Saran . . . 70

(11)

R Himpunan bilangan riil.

C Himpunan bilangan kompleks.

Rn Produk kartesisnbuah himpunan bilangan riilR.

a∈A aadalah anggota himpunanA.

∀ Untuk setiap.

B ⊂A HimpunanB adalah subhimpunan dari himpunanA.

C∞(Rn,C) Himpunan fungsi-fungsi licin (smooth functions) bernilai kompleks

padaRn.

A→B Pemetaan dari himpunanAke himpunanB.

ζ[D] Bayangan himpunanDoleh pemetaanζ.

ξ|B Pemetaanξterbatas pada himpunanB.

⋆ Perkalian-bintang (star-product).

[f, g]⋆ Sama denganf ⋆ g−g ⋆ f.

e Muatan listrik elementer, dalam satuan SI sebesar1,602×10−19C.

δ(n) Fungsi delta Dirac.

:= Definisi

∞ Tak terhingga.

dnx Sama dengandx1dx2· · ·dxnataudx0dx1· · ·dxn−1.

R∞

−∞ Integral meliputi seluruh domainintegrand.

δ Variasi

ǫµνα Epsilon Kronecker.

δµ

ν Delta Kronecker.

gµν Tensor metrik. Dalam skripsi ini yang dipakai adalah tensor metrik

(12)

Minkowski yaknigµν = diag(+1 1 1 1) = g µν.

∇ Operator nabla pada ruang koordinat.

∇~k Operator nabla pada ruang momentum.

∇2 Operator Laplasan (Laplacian).

P

r Penjumlahan meliputi semua nilair.

|·i Vektor ket.

h·| Vektor bra.

h·|·i Hasil kali skalar antara vektor ket dan vektor bra.

Tαν Tensor energi-momentum kontravarian.

Vektor momentum-4 kontravarian.

Jjk =ǫjklJl Komponen momentum sudut total ke arah sumbuxl.

Mjk =ǫjklMl Komponen momentum sudut orbital ke arah sumbuxl.

Sjk =ǫjklSl Komponen momentum sudut intrinsik ke arah sumbuxl.

h Tetapan Planck. Dalam satuan SI besarnya adalah

6,626×10−34J.s.

~ Tetapan Planck tereduksi, sama dengan h

2π.

e Muatan listrik elementer. Dalam satuan SI besarnya adalah

1,602×10−19C.

c Laju rambat cahaya pada ruang hampa, dalam satuan SI besarnya

adalah2,998×108m/s.

Komponen suatu vektor 4 kontravarian (kecuali ada keterangan

tambahan).

(13)

MEDAN KLEIN-GORDON DAN MEDAN DIRAC PADA

RUANG MINKOWSKI TAK KOMUTATIF

Oleh :

Timothy Siahaan

99/126784/PA/07593

Telah dilakukan kajian mengenai medan Klein-Gordon dan medan Dirac pada ruang Minkowski tak komutatif dengan menggunakan teori Lagrangan untuk medan yang telah diperumum. Perumuman teori Lagrangan untuk medan menghasilkan perumuman definisi Hamiltonan, momentum, dan momentum sudut suatu medan. Definisi-definisi tersebut digunakan dalam kajian mengenai medan Klein-Gordon dan medan Dirac pada ruang Minkowski tak komutatif.

(14)

1. Latar Belakang Masalah

Gagasan mengenai ketidakkomutatifan ruang dan waktu merupakan gagasan

lama yang telah dipikirkan oleh para fisikawan. Hal ini pertama kali dipublikasikan

oleh Snyder pada tahun 1947. Snyder mengemukakan bahwa invariansi Lorentz tidak mensyaratkan ruang-waktu sebagai suatu kontinuum. Dalam artikelnya

[Sny-der , 1947]Snydermengemukakan gagasannya mengenai ruang-waktu yang diskret. Ruang-waktu yang diskret dapat mengakibatkan ruang-waktu tidak lagi komutatif.

Bahkan Snyder melangkah lebih jauh dengan melakukan telaah mengenai medan elektromagnet pada waktu yang diskret. Namun gagasan mengenai

ruang-waktu yang tidak komutatif seakan tenggelam karena kurang mendapat tanggapan

para fisikawan. Hal ini dikarenakan kemunculan gagasan tersebut berdekatan

wak-tunya dengan "booming" renormalisasi kala itu.

Perkembangan penelitian teoritis di bidang fisika energi tinggi dan karya

be-sar Connes mengenai geometri tak komutatif [Connes , 1994] mengingatkan kem-bali gagasan mengenai ruang-waktu tak komutatif yang telah lama dilupakan orang.

Perkembangan kajian teoritis menyatakan bahwa pada skala Planck1struktur

ruang-waktu berubah menjadi tidak komutatif. Namun karena data eksperimen mengenai

struktur ruang-waktu pada skala yang sangat kecil (dengan kata lain pada energi

yang sangat tinggi) sangat terbatas, maka para fisikawan berusaha menyusun

berba-gai model yang diperkirakan dapat menggambarkan tidak komutatifnya ruang-waktu

tersebut. Model yang dipakai dalam skripsi ini adalah model yang paling sederhana,

1Skala Planck secara numerik diberikan oleh panjang Planck l

P ≈ 10−33cm dan selang waktu

PlancktP ≈10−44s.

(15)

yakni model yang berdasarkan kaitan komutasi

[ˆxµ,xˆν] = iθµν, (I.1)

denganθµνsuatu tensor yang bernilai riil dan antismetris terhadap pertukaran indeks. Kaitan komutasi (I.1) berimbas pada terbentuknya suatu aljabar fungsi-fungsi licin

(smooth functions) yang terdefinisikan pada ruang Minkowski (dapat dilihat misalnya pada [Siahaandkk, 2004]).

Berbagai kajian teoritis mengenai teori medan (kuantum) pada ruang-waktu

tak komutatif telah dilakukan dan artikel-artikel mengenai teori medan pada

ruang-waktu tak komutatif telah dipublikasikan, namun belum ada artikel yang secara khusus

membahas medan Klein-Gordon dan medan Dirac2. Dalam berbagai artikel

dise-butkan bahwa pembahasan mengenai medan bebas tidak akan memberikan hal yang

baru (lihat misalnya [Girotti , 2003], [Sochichiu , 2002], [Szabo , 2003]) karena sifat

dari perkalian tak komutatif (disebut sebagai perkalian-bintang ataustar-product(⋆) – akan dibahas pada bab kedua dalam skripsi ini) antara dua fungsi licin yang

ter-integralkan secara kuadratis akan tereduksi menjadi perkalian biasa jika dilakukan

integrasi ke seluruh ruang-waktu

Z ∞

−∞

f ⋆ gd4x=

Z ∞

−∞

f gd4x. (I.2)

Sifat di atas berlaku jika terdapat fungsi licinf˜(k)(dan juga˜g(k)) pada ruang momentum-4 sedemikian sehingga

f(x) =

Z ∞ −∞

˜

f(k)eikµxµd4x. (I.3)

Hal ini akan dibahas pada bab II. Dalam berbagai artikel tersebut dikemukakan

bah-2Sebenarnya artikel yang membahas medan Klein-Gordon dan medan Dirac sudah ada, namun

yang artikel tersebut merupakan karya penulis dan merupakan bentuk ringkas dari skripsi ini [Siahaan

(16)

wa sifat (II.1) menyebabkan aksi untuk suatu medan bebas pada ruang-waktu tak

komutatif tidak berbeda dengan aksi medan bebas pada ruang-waktu yang

komu-tatif. Namun demikian suatu aksi merupakan integral suatu rapat Lagrangan meliputi

sembarang daerah integrasi pada ruang-waktu berdimensi 4 (lihat misalnya [Ryder

, 1996]p.82-87, [Mandl dan Shaw , 1984]p.30). Selain itu, sifat (I.2) tidak berlaku

untuk medan Klein-Gordon dan medan Dirac, karena ekspansi Fourier medan-medan

tersebut di ruang momentum-4 dibatasi oleh persyaratan-persyaratan fisis, yakni

keti-daknegatifan energi dan kaitan energi-momentum Einstein, sehingga wakilannya di

ruang momentum-4 bukan fungsi licin yang berakibat medan-medan tersebut tidak

dapat diekspansikan seperti pada persamaan (I.3). Dengan demikian pernyataan

bah-wa pembahasan mengenai medan bebas tidak akan memberikan hal yang baru

kare-na berlakunya persamaan (I.2) tidak dapat diterima. Karekare-na itu pembahasan medan

Klein-Gordon dan medan Dirac, yang merupakan medan-medan bebas, pada

ruang-waktu yang tidak komutatif (lebih tepat disebutkan sebagai ruang Minkowski yang

tidak komutatif) masih harus dilakukan.

2. Perumusan Masalah

Dari uraian di atas jelas bahwa kajian mengenai medan Klein-Gordon dan

medan Dirac pada ruang Minkowski tak komutatif masih harus dilakukan. Hal ini

dikarenakan belum terdapatnya teori yang menjelaskan medan-medan tersebut pada

ruang Minkowski tak komutatif. Selain itu medan Klein-Gordon dan medan Dirac

merupakan dua medan yang paling sederhana kajiannya namun berkaitan dengan

zarah-zarah elementer yang terdapat di alam.

Pembahasan mengenai suatu medan biasanya berangkat dari suatu rapat

La-grangan yang menggambarkan medan tersebut. Demikian pula dalam pembahasan

(17)

ra-pat Lagrangan medan-medan tersebut. Namun dalam teori medan yang lazim dikaji

rapat Lagrangan hanya gayut pada suatu medan dan turunan pertamanya sedangkan

pada kajian kali ini rapat Lagrangan gayut bukan saja pada suatu medan dan turunan

pertamanya tetapi juga pada turunan-turunan parsial berderajat tinggi sebagai akibat

deformasi (penggantian) perkalian biasa (perkalian per titik ataupointwise multipli-cation) antara medan-medan menjadi perkalian-bintang. Untuk itu perlu diadakan perumuman teori Lagrangan untuk suatu medan (Lagrangian field theory) dengan rapat Lagrangan yang gayut pada suatu medan dan turunan-turunan parsial hingga

sembarang orde. Perumuman tersebut menyebabkan perlunya pendefinisian ulang

be-berapa kuantitas yang berkaitan dengan suatu medan, yakni Hamiltonan, momentum,

serta momentum sudut, yang merupakan perumuman kuantitas-kuantitas tersebut

pa-da teori Lagrangan untuk suatu mepa-dan yang biasa. Selanjutnya teori Lagrangan untuk

suatu medan yang diperumum (Generalized Lagrangian field theory) tersebut digu-nakan dalam menelaah medan Klein-Gordon dan medan Dirac pada ruang Minkowski

tak komutatif.

3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Melakukan perumuman teori Lagrangan untuk suatu medan dan merumuskan

persamaan Euler-Lagrange yang diperumum, Hamiltonan, momentum, serta

momentum sudut suatu medan.

2. Merumuskan bentuk rapat Lagrangan untuk medan Klein-Gordon dan medan

Dirac baik yang bernilai riil maupun kompleks pada ruang Minkowski tak

ko-mutatif.

(18)

Klein-Gordon dan medan Dirac pada ruang Minkowski tak komutatif dengan

menggunakan teori Lagrangan untuk suatu medan yang diperumum.

4. Tinjauan Pustaka

Kajian mengenai teori medan (kuantum) tak komutatif3 meliputi tiga aspek,

yakni ruang yang tidak komutatif, deformasi aljabar yang terdefinisikan pada ruang

tersebut, serta teori medan (kuantum) pada ruang yang tidak komutatif.

Connes (1994) mengemukakan gagasan mengenai geometri yang tidak

ko-mutatif (noncommutative geometry). Torrielli (2002) mengemukakan bahwa gagasan ruang-waktu yang tidak komutatif cocok dengan dugaan bahwa struktur ruang-waktu

berubah pada skala penyatuan teori gravitasi dengan teori kuantum [Torrielli , 2002].

Sochichiu (2002) mengemukakan konsep ruang tak komutatif dan kaitannya

den-gan fisika disertai denden-gan beberapa model dan contoh ruang yang tidak komutatif

[Sochichiu , 2002]. Kajian Calmet (2004) mengenai ruang-waktu yang tidak

ko-mutatif memberikan hasil bahwa batas-batas ketidakkoko-mutatifan ruang-waktu gayut

pada model yang ditinjau [Calmet , 2004].

Konsep ruang tak komutatif memiliki akar pada konsep penguantuman Mo-yal [Moyal , 1949]. Dalam artikel tersebut Moyal memperkenalkan suatu prosedur penguantuman melalui deformasi aljabar pada ruang fase klasik sebagai akibat

keti-dakkomutatifan ruang fase pada bahasan mekanika kuantum. Penguantuman

terse-but kemudian dikenal sebagai penguantuman Moyal. Bayen dkk (1978) memba-has teoripenguantuman deformasi [Bayen dkk , 1978] yang menjadi landasan bagi penguantuman Moyal. Girotti (2003) menurunkan bentuk perkalian-bintang ( star-product) sebagai manifestasi asumsi bahwa ruang-waktu yang ditinjau tidak lagi ko-mutatif. Penurunan bentuk perkalian-bintang tersebut analog dengan penguantuman

3

(19)

Moyal. Pembahasan secara kompak mengenai perkalian-bintang dengan parameter

ketidakkomutatifan yang berupa konstanta telah dilakukan oleh Meyer (2003).

Kajian mengenai teori medan (kuantum) pada ruang tak komutatif telah banyak

dilakukan. Torrielli (2002) menunjukkan kaitan antara teori medan (kuantum)

pa-da ruang-waktu tak komutatif dengan teori string (string theory). Kaitan tersebut adalah bahwa teori medan (kuantum) pada ruang-waktu tak komutatif dapat

ditu-runkan sebagai penggambaran efektif teori string pada energi rendah dengan latar belakang yang antisimetris (effective description of string theory in antisymmetric background). Selanjutnya Torrielli membahas teori gangguan medan kuantum tidak komutatif [Torrielli , 2002]. Sochichiu (2002) membahas invariansi tera dan medan

tera pada ruang tak komutatif, pembahasan ini juga disertai pembahasan mengenai

lintasan Wilson dan simpal Wilson pada ruang tak komutatif. Girotti (2003)

mem-bahas berbagai suku interaksi pada Lagrangan medan yang tidak komutatif. Meyer

(2003) membahas model-model medan tera pada ruang tak komutatif. Selain yang

telah disebutkan masih banyak artikel yang membahas teori medan (kuantum) pada

ruang tak komutatif. Namun demikian belum ada yang melakukan kajian mengenai

medan bebas pada ruang Minkowski tak komutatif, sehingga kajian dalam skripsi ini

merupakan hal yang baru.

5. Ruang Lingkup Kajian

Kajian mengenai medan Klein-Gordon dan medan Dirac pada ruang-waktu

yang tidak komutatif dibatasi hanya untuk medan bebas, yakni medan yang tidak

berinteraksi dengan medan lain. Selain itu medan yang ditelaah adalah medan klasik,

yakni belum diadakan penguantuman terhadap medan Klein-Gordon dan Dirac.

Mo-del ruang-waktu tak komutatif yang digunakan adalah moMo-del yang memenuhi kaitan

(20)

Minkows-ki.

6. Sistematika Penulisan

Skripsi ini ditulis dalam enam bab, dengan penjelasan bab demi bab adalah

sebagai berikut:

• Pada bab I mengemukakan latar belakang penelitian yang dilakukan, tujuan

penelitian, tinjauan pustaka, sistematika penulisan, serta penjelasan mengenai

metode pelaksanaan penelitian.

• Bab II berisi penjelasan mengenai konsep ruang tak komutatif serta beberapa

contoh ruang yang tidak komutatif. Pada bab ini dilakukan penurunan bentuk

perkalian tak komutatif (perkalian-bintang) yang merupakan akibat dari

keti-dakkomutatifan suatu ruang yang ditinjau.

• Bab III membahas perumuman teori Lagrangan untuk suatu medan. Pada bab

ini dirumuskan persamaan Euler-Lagrange yang diperumum, serta

kuantitas-kuantitas yang berkaitan dengan suatu medan yakni Hamiltonan, momentum,

serta momentum sudut.

• Pada bab IV dibahas medan Klein-Gordon pada ruang Minkowsi tak komutatif.

Pembahasan tersebut dilakukan dengan menggunakan teori Lagrangan untuk

suatu medan yang telah diperumum pada bab III. Pada bab ini dirumuskan

rapat Lagrangan medan Klein-Gordon pada ruang Minkowski yang tidak

ko-mutatif baik yang bernilai riil maupun kompleks, serta dilakukan juga

peru-musan Hamiltonan, momentum, serta momentum sudut medan Klein-Gordon.

Pada akhirnya bentuk eksplisit Hamiltonan, momentum, serta momentum sudut

medan Klein-Gordon pada ruang Minkowski tak komutatif (baik medan yang

(21)

• Bab V membahas medan Dirac pada ruang Minkowski tak komutatif dengan

menggunakan teori Lagrangan untuk suatu medan yang telah diperumum.

Seper-ti halnya pada bab IV, pada bab ini juga dirumuskan rapat Lagrangan medan

Dirac pada ruang Minkowski yang tidak komutatif serta Hamiltonan,

momen-tum, dan momentum sudut medan Dirac. Hasil-hasil tersebut digunakan untuk

merumuskan bentuk eksplisit kuantitas-kuantitas tersebut.

• Bab VI berisi kesimpulan mengenai hasil penelitian yang telah dilakukan

ser-ta saran-saran untuk penelitian mendaser-tang mengenai topik-topik yang telah

berkaitan dengan topik yang dikemukakan dalam skripsi ini.

7. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kajian teoritis terhadap

teori Lagrangan untuk suatu medan pada ruang Minkowski tak komutatif. Untuk

melakukan kajian mengenai medan Klein-Gordon dan medan Dirac pada ruang

Min-kowski tak komutatif, mula-mula diperkenalkan konsep ruang tak komutatif.

Kon-sep yang diperkenalkan bukanlah konKon-sep yang mendetail secara matematis namun

merupakan konsep yang memberikan gambaran kasar mengenai ruang tak komutatif.

Dalam pembahasan mengenai konsep ruang tak komutatif juga dibahas perkalian

tak komutatif yang disebut sebagai perkalian-bintang (star-product) yang digunakan dalam menelaah rapat Lagrangan medan Klein-Gordon dan medan Dirac pada ruang

Minkowski tak komutatif. Selanjutnya dilakukan perluasan teori Lagrangan untuk

suatu medan. Hal ini dilakukan karena teori Lagrangan yang lazim dibahas tidak

memadai dalam pembahasan yang akan dilakukan selanjutnya. Dalam perluasan

teori Lagrangan untuk suatu medan ini dilakukan pendefinisian ulang Hamiltonan,

momentum, serta momentum sudut suatu medan. Hasil-hasil yang diperoleh dari

(22)

medan Klein-Gordon dan medan Dirac, yakni untuk merumuskan rapat Lagrangan,

(23)

RUANG TAK KOMUTATIF

Andaikan(C∞(Rn,C),+,·)aljabar asosiatif di atas lapangan kompleks (

com-plex field) yang beranggotakan fungsi-fungsi licin pada ruang Rn. Aljabar asosi-atif (C∞(Rn,C),+,·) merupakan suatu aljabar yang dibangkitkan oleh koordinat-koordinat xµ, µ = 1,2, . . . , n. Andaikan pula On himpunan yang beranggotakan operator-operator linier pada ruang Hilbert H yang diperoleh dari anggota-anggota

C∞(Rn,C)melalui pemetaanPn:C(Rn,C)→ Onsebagai berikut:

f(x1, x2, . . . , xn)7→f(ˆˆx1,xˆ2, . . . ,xˆn), f C(Rn,C).

(II.1)

PemetaanPn mengimbas terbentuknya aljabar(On,+,·)di atas lapangan kompleks yang dibangkitkan oleh operator-operator xˆµ, µ = 1,2, . . . , n. Kajian mengenai kekomutatifan ruangRnterkait erat dengan kedua aljabar di atas. Ruang Minkowski

tak komutatif yang akan menjadi ruang konfigurasi dalam pembahasan medan

Klein-Gordon dan medan Dirac dalam skripsi ini merupakan kasus khusus untuk n = 4

dengan disertakannya metrik Minkowski padaR4.

Menurut definisi (II.1) setiap anggota On dapat diperoleh dari setiap fungsi

f ∈C∞(Rn,C)dengan penggantian tiap-tiap peubahxµdengan operatorxˆµ. Pemetaan Pn yang menjembatani himpunan C∞(Rn,C) dan On merupakan suatu pemetaan

yang bijektif. Bijektivitas Pn mengakibatkan struktur aljabar padaC∞(Rn,C)dan pada On saling berkaitan, yakni deformasi (pengubahan) struktur aljabar di

him-punanOnakan menyebabkan deformasi struktur aljabar pada himpunanC∞(Rn,C), demikian pula sebaliknya. Karenaxµmembangkitkan suatu sruktur aljabar pada him-punanC∞(Rn,C)danxˆµmembangkitkan suatu struktur aljabar padaOn, maka

(24)

tan komutasi antaraxˆµ, yang menentukan bentuk perkalian antara operator-operator anggota himpunan On akan mempengaruhi bentuk perkalian antara fungsi-fungsi

anggota himpunanC∞(Rn,C). Jikaxˆµsaling komut, yakni

[ˆxµ,xˆν] = 0, (II.2)

maka

[xµ, xν] = 0, (II.3)

dan bentuk perkalian baik pada On maupun pada C∞(Rn,C) bersifat komutatif. Salah satu bentuk perkalian yang komutatif antara fungsi-fungsi f, g ∈ C∞(Rn,C) adalah bentuk perkalian biasa antara fungsi-fungsi yang telah dikenal. Suatu

ru-ang Rn yang menjadi ruang basis (base space) bagi aljabar asosiatif dan komutatif

(C∞(Rn,C),+,·)di atas lapangan kompleks disebut sebagairuangRnkomutatif. Jika kaitan komutasi pada persamaan (II.2) didideformasi sedemikian

sehing-ga

[ˆxµ,xˆν] = iθµν (II.4)

dengan θµν merupakan unsur-unsur suatu matriks θ berukuran n × n yang anti-simetris, maka perkalian pada On berubah menjadi perkalian yang tidak komutatif.

Unsur-unsur θµν disebut parameter ketakkomutatifan. Hal ini akan mengimbas terbentuknya suatu perkalian tak komutatif antara fungsi-fungsi licin pada himpunan

C∞(Rn,C)yang diparameterkan oleh θµν. Bentuk perkalian tersebut harus kembali

ke bentuk perkalian komutatif untuk limit θµν 0. RuangRn yang menjadi ruang basis bagi aljabar asosiatif tak komutatif(C∞(Rn,C),+, ⋆

θ), dengan(⋆θ)merupakan perkalian tak komutatif yang disebut diatas, disebut sebagairuangRntak komutatif.

Menurut persamaan (II.4), ruang Rn tak komutatif sangat bergantung padaθµν,

(25)

Seperti yang telah disebutkan pada bab sebelumnya, pembahasan dalam

skrip-si ini dibataskrip-si hanya pada model ruang tak komutatif yang ditentukan oleh parameter

θµν yang merupakan suatu konstanta bernilai riil, antisimetris terhadap pertukaran

indeks, sehingga membentuk suatu matriks konstan berorden ×n. Matriksθ yang dibentuk oleh θµν haruslah merupakan matriks yang swanilainya tidak merosot, se-hingga mensyaratkan dimensinbernilai genap. Hal ini disebabkan karenatrθharus bernilai nol, sedangkan trθ berkaitan dengan jumlah swanilai matriks θ. Untuk n

yang bernilai genap dan swanilainya merosot, selalu dapat dilakukan transformasi

koordinat sedemikian sehingga terdapat pasangan-pasangan koordinat yang saling

komut. Artinya ruang yang tidak komutatif adalah Rn−2m Rn,2m < n.

Trans-formasi yang demikian mengakibatkanθ′ =N θN−1dapat tereduksi, yang berartiRn dapat terbagi mendaji R2m yang komutatif dan Rn−2m yang tidak komutatif. Jikan bernilai ganjil,detθ= 0. Hal ini berarti dapat diadakan transformasi koordinat yang menyebabkan transformasiθ→θ′ denganθdiagonal. Karena determinan suatu

ma-triks tidak akan berubah karena transformasi pendiagonalan, maka detθ′ = 0, yang

berarti terdapat swanilai matriksθyang lenyap. Dengan kata lain jikanbernilai gan-jil, maka selalu dapat diadakan transformasi koordinat yang akan mengubah matriks

θsedemikian sehingga ruangRntersebut atau subruang dariRnkomutatif.

1. Beberapa Contoh Ruang Tidak Komutatif

a. Ruang fase klasik (p, x) dalam bahasan mekanika kuantum Ruang fase

(p, x)merupakan ruangR2 yang tidak komutatif. Melalui penguantuman kanonik

p→p;ˆ x→x;ˆ (II.5)

(26)

maka terbentuk aljabar operator yang dibangkitkan oleh operator-operator pˆdan xˆ

yang tidak lagi komutatif. Kaitan komutasi (II.6) mengimbas terbentuknya aljabar

fungsi-fungsi licin(C∞(R2,C),+, ⋆

M), dengan⋆M adalahperkalianMoyal(

Moyal-product) [Moyal , 1949] yang tidak lagi bersifat komutatif dan mempertahankan struktur (II.6) diC∞(R2,C)yakni

[x, p]⋆M :=x ⋆M p−p ⋆M x= i~. (II.7)

b. Elektron pada medan magnet yang sangat kuat Ditinjau elektron yang be-rada pada suatu bidang(x1, x2)dengan suatu vektor potensialA

i =−12Bǫijxj, i, j=

1,2. Bentuk Lagrangan bagi sistem tersebut adalah

L= 1

2mex˙jx˙

j e

2Bǫijx

ix˙j, (II.8)

denganmeadalah massa elektron. Lagrangan (II.8) merupakan penggambaran suatu sistem yang terdiri dari sebuah elektron yang berada dalam suatu medan magnet

ser-agam (uniform) yang tegak lurus bidang (x1, x2). Jika tenaga kinetik elektron jauh lebih kecil dibandingkan dengan tenaga yang ditimbulkan akibat interaksi elektron

tersebut dengan medan magnet, maka Lagrangan (II.8) tereduksi menjadi

L≈ −e

2Bǫijx

i

˙

xj. (II.9)

Komponen-komponen momentum konjugat yang diperoleh dari Lagrangan (II.9) adalah

πj =

dL dx˙j =−

e 2Bǫijx

i

(27)

sehingga dengan penguantuman kanonis, diperoleh

[ˆπj,xˆl] =−~δlj =−

e 2Bǫij[ˆx

i

,xˆl], (II.11)

atau

[ˆxi,xˆl] = i2~

eBǫ

il. (II.12)

Jika dibandingkan dengan persamaan (II.4), maka

θil = 2~ eBǫ

il

, i, l = 1,2. (II.13)

Hal ini berkaitan dengan aras-aras Landau.

2. Bidang Tak Komutatif

Ditinjau kasus ruang tak-komutatif yang paling sederhana yakni bidang yang

tidak komutatif dan himpunanC∞(R2,C). Selanjutnya hendak dibentuk aljabar tak

komutatif(C∞(R2,C),+, ⋆

2), yakni dengan membentuk perkalian tak komutatif

an-tara fungsi-fungsi anggota himpunan C∞(R2,C) melalui pemetaan P−1

2 : O2 →

C∞(R2,C). Pada kasus bidang tak komutatif, koordinat-koordinatx1, x2merupakan

observabel, sehingga wakilan operator liniernya xˆ1,xˆ2 bersifat Hermitan. Untuk

itu ditinjau himpunan SR2 ⊂ C∞(R2,C) yang beranggotakan fungsi-fungsi licin yang semua turunannya (orde berapapun) meluruh lebih cepat daripada1/|~r|N, N =

1,2, . . ., ketika|~r| → ∞. Setiap fungsiφ ∈ SR2 disebut sebagai fungsi yang meluruh

dengan cepat (rapidly decreasing function)[Dunford dan Schwartz , 1971]1. Untuk setiap φ = φ(~r) = φ(x1, x2) ∈ S

R2, terdapat padanannya di ruang

1S

R2 disertai operasi penjumlahan membentuk suatu ruang vector yang dikenal sebagai ruang

fungsi Schwartzyang terdefinisikan padaR2

. Secara umum ruang fungsi Schwartz dapat didefinisikan pada ruangRD, D = 1,2, . . ., dan selanjutnya dilambangkan denganS

RD, D= 1,2, . . .denganD

(28)

momentum-2 [Dunford dan Schwartz , 1971]

˜

φ(~p) = ˜φ(p1, p2) =h−1

Z ∞

−∞

φ(~r)e−~i~p·~rd2x, (II.14)

dan sebaliknyaφ(~r)dapat dinyatakan sebagai transformasi Fourier balik

φ(~r) =h−1

Z ∞

−∞

˜

φ(~p)e~i~p·~rd2p. (II.15)

PemetaanWˆ := P2|SR2 memetakan tiap anggotaSR2 keWˆ[SR2] ⊂ O2, de-ngan perkalian padaO2 digantikan menjadi perkalian tak komutatif menurut kaitan

[ˆxj,xˆk] = iθjk, j, k= 1,2. (II.16)

BayanganφdiWˆ[SR2]adalah

ˆ

W[φ] = ˆφ =h−1

Z ∞

−∞

˜

φ(~p)e~ipjxˆ

j

d2p. (II.17)

Jika didefinisikan operatorTˆ(~p)

ˆ

T(~p) := e~ipjˆx

j

, (II.18)

maka persamaan (II.17) dapat dituliskan sebagai

ˆ φ=h−1

Z ∞

−∞

˜

φ(~p) ˆT(~p)d2p. (II.19)

(29)

operatorTˆ(~p), yakni

ˆ

T†(~p) = Tˆ(−~p); (II.20)

ˆ

T(~p) ˆT(p~′) = Tˆ(~p+~p)e−2~2i pip′jθij; (II.21)

trTˆ(~p) = h2δ(2)(~p). (II.22)

Persamaan (II.21) diperoleh dengan menggunakan rumusBaker-Campbell-Hausdorff, sedangkan persamaan (II.22) dibuktikan pada lampiran A. Jikaφˆdikalikan dari kanan denganTˆ†(p~′)dan dilanjutkan dengan mengambiltraceoperatorφˆT˜†(p~′), diperoleh

tr[ ˆφTˆ†(p~)] = h

Z ∞

−∞

˜

φ(~p)e2~2i pjp′kθjkδ(2)(~p−p~′)d2p

= hφ(˜ ~p′), (II.23)

atau

˜

φ(~p) =h−1tr[ ˆφTˆ†(~p)], (II.24)

sehingga dengan menggunakan persamaan (II.15), diperoleh

φ(~r) = h−2

Z ∞ −∞

e~i~p·~rtr[ ˆφTˆ†(~p)]d2p. (II.25)

PemetaanWˆ merupakan pemetaan bijektif dariSR2menujuWˆ[SR2]. Andaikan

ˆ

W[SR2] subaljabar dari (O2,+,·) dengan perkalian pada O2 merupakan perkalian

yang tidak komutatif menurut kaitan (II.16)2. Perkalian antara operator-operator

ˆ

φ1,φˆ2, . . . ,φˆn∈Wˆ[SR2]adalah

ˆ

φ1φˆ2· · ·φˆn = h−n

Z ∞

−∞

· · ·

Z ∞

−∞

˜

φ1(~p1) ˜φ2(~p2)· · ·φ˜n(~pn)

2Asumsi ini benar jika(S

R2,+, ⋆2), dengan⋆2perkalian tak komutatif yang hendak diturunkan

(30)

= e−2~i2θlm

Jika kedua ruas persamaan (II.26) dikalikan dari kanan dengan Tˆ†(~p) dan diambil

nilaitrace-nya, maka diperoleh

tr[ ˆφ1φˆ2· · ·φˆnTˆ†(~p)] = h2−n

Dengan mengalikan kedua ruas persamaan (II.27) denganhe~i~p·~rdan dilanjutkan den-gan pengintegralan ke seluruh nilaip1, p2, diperoleh

ˆ

yang merupakan definisi perkalian tak komutatif antara anggota-anggotaSR2, untuk

(31)

yang merupakan anggota SR2. Dengan demikian(⋆2) merupakan operasi biner pa-da SR2. Karena menurut persamaan (II.28) perkalian (⋆2) bersifat asosiatif, maka

(SR2,+, ⋆2) merupakan aljabar asosiatif tak komutatif di atas lapangan kompleks.

Hal ini juga membuktikan kebenaran asumsi bahwa Wˆ[SR2] merupakan subaljabar dari (O2,+,·). Karena Wˆ = P2|SR2 dan P2 bersifat bijektif, maka perkalian (⋆2) merupakan perkalian tak komutatif pada C∞(R2,C) sehingga terbentuklah aljabar

(C∞(R2,C),+, ⋆

2) yang asosiatif dan tidak komutatif di atas lapangan kompleks.

Perkalian(⋆2)disebut sebagaiperkalian-bintang(star-product) yang terdefinisikan

pada bidangR2tak komutatif.

3. Ruang Minkowski Tak Komutatif

Penurunan bentuk perkalian-bintang yang terdefinisikan pada bidang R2

di-lakukan berdasarkan kenyataan bahwa dalam mekanika kuantum koordinat-koordinat

xj merupakan observabel yang berarti memiliki wakilan operator linier yang

Hermi-tan di ruang HilbertH. Penjabaran konsep ruang-waktuR4 tak komutatif yang

diiku-ti dengan pendefinisian perkalian-bintang pada ruang-waktu R4 analog dengan

pen-jabaran konsep bidang tak komutatif. Tetapi hal ini terkendala oleh kenyataan bahwa

dalam bahasan mekanika kuantum waktu bukanlah observabel melainkan suatu

pa-rameter, sehingga tidak terdapat operator linier yang Hermitan bagi waktu3. Dalam

pembahasan teori medan, waktu dan ruang bukan lagi suatu observabel melainkan

su-atu parameter, sehingga dapat dilakukan pembentukan ruang-waktu yang tidak

komu-tatif dengan memperkenalkan operator-operator linier yang Hermitan di ruang Hilbert

3Kedudukan waktu dalam mekanika kuantum masih menjadi perdebatan hingga kini. Beberapa

fisikawan (salah satunya adalahGoswami. Hal ini dapat diacu pada [Goswami , 1997]) menyatakan tidak terdapat operator waktu. Namun andaikan waktu merupakan suatu observabel keberadaan op-erator linier yang hermitan bagiobservabelwaktu tidak dimungkinkan secara matematis [Dwandaru

(32)

Hbagiparameterruang-waktuxµyang mematuhi kaitan komutasi

[ˆxµ,xˆν] = iθµν, µ, ν = 0,1,2,3. (II.30)

Kuantitas θµν merupakan komponen suatu tensor kontravarian antisimetris dengan rank 2 yang[L]2 ([L]adalah dimensi observabel/besaran panjang).

Kaitan komutasi pada persamaan (II.30) menyebabkan aljabar (O4,+,·) di

atas lapangan kompleks tidak lagi komutatif, dan melalui pemetaan P4−1

ketidakko-mutatifan aljabar(O4,+,·)mengimbas terbentuknya aljabar(C∞(R4,C),+, ⋆)yang

tidak komutatif di atas lapangan kompleks, dengan perkalian(⋆)adalah perkalian tak komutatif yang hendak dicari bentuk eksplisitnya. Untuk mencari bentuk eksplisit

perkalian (⋆) dilakukan penurunan yang analog dengan penurunan bentuk eksplisit perkalian-bintang pada bidangR2tak komutatif.

Ditinjau SR4 ⊂ C∞(R4,C), di mana setiap ψ = ψ(x) = ψ(~r, t) ∈ SR4 mempunyai padanan di ruang k berdimensi 4 yang diperoleh melalui transformasi Fourier

˜

ψ(k) = (2π)−2

Z ∞

−∞

ψ(x)e−ikµxµd4x, (II.31)

danψ(x)dapat dinyatakan sebagai transformasi Fourier balik dariψ(k)˜

ψ(x) = (2π)−2

Z ∞ −∞

˜

ψ(k)eikµxµd4k. (II.32)

Dengan adanya pemetaan Wˆ4 := P4|SR4, maka bayangan ψ(x) di

ˆ

W4[SR4] ⊂ O4

adalah

ˆ

ψ = ˆW4[ψ] = (2π)−2

Z ∞

−∞

˜

(33)

dan bayangan baliknya diSR4 adalah

ˆ

W4−1[ ˆψ] =ψ(x) = (2π)−4

Z ∞

−∞

eikµxµtr[ ˆψTˆ†(k)]d4k, (II.34)

dengan operatorTˆ(k)didefinisikan sebagai

ˆ

T(k) := eikµxˆµ (II.35)

yang memiliki sifat-sifat yang mirip denganTˆ(~p) = ˆT(p1, p2)pada persamaan (II.20),

(II.21), dan (II.22), yakni

ˆ

T†(k) = Tˆ(−k); (II.36)

ˆ

T(k) ˆT(k′) = Tˆ(k+k)e2iθµνk

µk′ν; (II.37)

tr[ ˆT(k)] = (2π)4δ(4)(k). (II.38)

Persamaan (II.38) merupakan analogi sifat pada persamaan (II.22) [Sochichiu , 2004].

Perkalian tak komutatif(⋆)padaSR4 didefinisikan sebagai

ˆ W−1

4 [ ˆψ1ψˆ2· · ·ψˆn] := ψ1 ⋆ ψ2⋆· · ·⋆ ψn

= (2π)4

Z ∞

−∞

eikµxµtr[ ˆψ

1ψˆ2· · ·ψˆnTˆ†(k)]d4k

= e

i 2θµν

Pn j<k

∂ ∂xjµ

∂ ∂xkνψ

1(x1)ψ2(x2)· · ·ψn(xn)

x

1=...=xn=x

,

(II.39)

sehingga untukn= 2, diperoleh hasil yang serupa dengan (II.29)

(ψ1⋆ ψ2)(x) = e i 2θ

µν ∂ ∂xµ

∂ ∂yνψ

1(x)ψ2(y)

(34)

= (ψ1ψ2)(x) + ∞

X

n=1

i 2

n

1 n!θ

µ1ν1θµ2ν2· · ·θµnνn

× ∂

nψ

1

∂xµ1· · ·∂xµn(x)

∂nψ

2

∂xν1· · ·∂xνn(x). (II.40)

Persamaan (II.40) menyatakan bahwa ψ1 ⋆ ψ2 ∈ SR4, dan dari persamaan (II.39) jelas bahwa (SR4,+, ⋆) merupakan aljabar asosiatif tak komutatif di atas lapangan kompleks. Dengan memberlakukan perkalian (⋆) pada C∞(R4,C) ⊃ S

R4,

diper-oleh aljabar asosiatif tak komutatif(C∞(R4,C),+, ⋆)dengan(S

R4,+, ⋆)subaljabar dari(C∞(R4,C),+, ⋆). Perkalian(⋆)disebut sebagai perkalian-bintang yang

didefin-isikan pada ruang-waktuR4. Suatu ruang yang menjadi basis bagi aljabar asosiatif

yang tak komutatif itu disertai dengan metrik Minkowski disebutruang Minkowski tak komutatif.

4. Sifat-Sifat Perkalian Bintang

Menurut persamaan (II.40) jelas bahwa untuk setiapf, g∈C∞(R4,C)berlaku

(f ⋆ g)∗(x) = (g⋆ f)(x). (II.41)

Selanjutnya dengan melakukan pengintegralan persamaan (II.39) diperoleh

Z ∞

−∞

ψ1⋆ ψ2⋆· · ·⋆ ψnd4x=tr[ ˆψ1ψˆ2· · ·ψˆn]. (II.42)

Karena nilaitracedari perkalian operator-operator invarian terhadap permutasi siklis

(35)

maka

dengan menerapkan hukum Gauss pada ruang berdimensi 4 dan menggunakan sifat

θµν yang antisimetris terhadap pertukaran indeks.

Untuk fungsi-fungsi licin yang terdefinisikan pada ruang berdimensi 4 dan

terintegralkan secara mutlak, serta padanannya di ruang k yang berdimensi 4 juga merupakan fungsi licin, maka

(36)

karena faktor e−2iθµνPn j<kk

j

µkkν hanyalah suatu faktor fase belaka. Jika

j = P4[fj], maka

tr[ ˆf1fˆ2· · ·fˆn] =

Z ∞

−∞

f1⋆ f2⋆· · ·⋆ fnd4x (II.48)

ada, sehingga persamaan (II.44) juga berlaku untuk fungsi-fungsi licin anggota

him-punan (C∞(R4,C) yang terintegralkan secara mutlak dan padanannya di ruang k

berdimensi 4 juga merupakan fungsi-fungsi licin. Selain itu, untukn= 2

Z ∞ −∞

f1⋆ f2d4x =

Z ∞ −∞

Z ∞ −∞

e−2iθµνkµ1kν2f˜

1(k1) ˜f2(k2)

×(2π)4d4k 1d4k2

=

Z ∞

−∞

˜

f1(k1) ˜f2(−k1)d4k1

=

Z ∞

−∞

f1f2d4x. (II.49)

Jikaϕ ∈C∞(R4,C)terintegralkan secara mutlak tetapi wakilannya di ruang

kberdimensi 4 tidak licin, sifat persamaan (II.48) dan (II.49) tidak berlaku. Hal inilah

yang telah dikemukakan pada bab I.

Bentuk yang akan banyak dipakai dalam pembahasan mengenai medan

Klein-Gordon dan medan Dirac adalah komutator-bintang[·,·]⋆ dan antikomutator-bintang {·,·}⋆. Komutator-bintang dan antikomutator-bintang antaraf, g ∈C∞(R4,C)adalah

[f, g]⋆(x) = 2i sin

1 2θ

µν ∂

∂xµ

∂ ∂yν

f(x)g(y)

x=y, (II.50)

dan

{f, g}⋆(x) = 2 cos

1 2θ

µν ∂

∂xµ

∂ ∂yν

f(x)g(y)

(37)

FORMULASI LAGRANGAN YANG DIPERUMUM DAN

KESETANGKUPAN

Pada bab sebelumnya telah diturunkan bentuk perkalian tak komutatif

se-bagai manifestasi dari asumsi bahwa ruang Minkowski yang terlibat tidak lagi

ko-mutatif. Perkalian yang tidak komutatif tersebut akan digunakan dalam telaah teori

medan yang akan dilakukan pada bab-bab selanjutnya, yakni dengan menggantikan

perkalian biasa pada rapat Lagrangan suatu medan tertentu dengan perkalian-bintang

(star-product) yang tidak komutatif. Pada persamaan (II.39) dan (II.40) tampak bah-wa perkalian tak komutatif tersebut akan mengandung turunan suatu fungsi sampai

orde tak terhingga, sehingga rapat Lagrangan suatu medan tidak lagi hanya gayut

pa-da suatu mepa-dan pa-dan turunan orde pertamanya. Untuk itu perlu dilakukan perluasan

terhadap teori Lagrangan suatu medan untuk dapat mewadahi pembahasan mengenai

teori medan pada ruang Minkowski yang tak komutatif. Hal ini pada akhirnya akan

membawa perubahan definisi beberapa kuantitas atau observabel yang dimiliki suatu

medan. Dalam bab ini akan dilakukan perumuman teori Lagrangan suatu medan

ser-ta perumuman definisi beberapa kuantiser-tas aser-tau observabel yang biasa dibahas dalam

teori Lagrangan medan yang biasa.

1. Persamaan Euler-Lagrange Yang Diperumum

Suatu aksiI didefinisikan sebagai berikut:

I =

Z t2 t1

Ldt, t2 > t1, (III.1)

(38)

dengan L = L(qi,q˙i, t) adalah Lagrangan yang mengambarkan suatu sistem fisis tertentu. Dalam LagranganLtersebut,qiadalah koordinat umum dantadalah waktu, yang menjadi parameter Lagrangan tersebut. Dalam Mekanika Klasik suatu sistem

yang digambarkan oleh Lagrangan L berevolusi dari saat t1 sampai t2 sedemikian

sehinggaI mencapai nilai ekstrim. Prinsip ini dikenal sebagaiprinsip aksi terkecil

(the principle of least action). Penerapan prinsip ini menghasilkanpersamaan Euler-Lagrange

∂L ∂qi

− d

dt ∂L ∂q˙i

= 0. (III.2)

Dalam teori medan, peranan koordinat umumqi dan turunan pertamanya ter-hadap waktu, q˙i, digantikan oleh medanψ dan ∂x∂ψµ = (1c

∂ψ

∂t,∇ψ), di manaψ gayut padax= (ct, ~r). Dengan demikianxdipandang sebagai parameter pada Lagrangan. Penggantian peran ini dapat digambarkan sebagai berikut:

qi(t) → ψ(x);

˙

qi(t) → ∂x∂ψµ(x);

t → xµ.

Lagrangan suatu sistem merupakan suatu integral dari suatu rapat Lagrangan

Lmeliputi suatu daerahΩpada ruang konfigurasiR3[Goldstein , 1980]

L=

Z

Ld3x, (III.3)

denganL = L(ψ,∂x∂ψµ, x

µ). Substitusi persamaan (III.3) ke dalam persamaan (III.1)

menghasilkan

I =

Z

R

Ld4x, (III.4)

(39)

oleh ∂R. Dengan menerapkan prinsip aksi terkecil, maka diperoleh persamaan Euler-Lagrangeuntuk suatu medanψ diberikan oleh

∂L

∂ψ − ∂ ∂xµ

(

∂L

∂(∂x∂ψµ)

)

= 0. (III.5)

Berbagai persamaan fisika (yang merupakan persamaan-persamaan medan) dapat

di-turunkan dari persamaan (III.5) dengan membentuk suatu rapat LagranganLtertentu.

Rapat Lagrangan yang gayut pada suatu medan dan turunan orde pertamanya

sudah cukup untuk membahas berbagai persamaan medan yang telah dikenal

sela-ma ini. Namun demikian secara umum suatu rapat Lagrangan tidak terbatas hanya

pada yang tergantung terhadap suatu medan dan turunan orde pertamanya. Rapat

LagranganL dapat merupakan suatu fungsi dari medan ψ serta turunan-turunannya hingga orde ke-n,L=L(ψ,∂x∂ψµ1,

∂2ψ

∂xµ1∂xµ2, . . . ,

∂nψ

∂xµ1∂xµ2···∂xµn, x

ν). Dengan demikian

aksiI dapat dituliskan sebagai

I =

Z

R

L(ψ, ∂ψ ∂xµ1,

∂2ψ

∂xµ1∂xµ2, . . . ,

∂nψ

∂xµ1∂xµ2· · ·∂xµn, x

ν

)d4x. (III.6)

Ketika aksiImencapai ekstrim makaI tidak berubah jika diadakan variasi infinites-imal

xµ → x′ν =xν +δxν

(III.7)

ψ(x) → ψ′(x) = ψ(x) +δψ

yang kemudian mengimbas variasi infinitesimal turunan-turunanψ

∂jψ

(40)

∂jψ

0di∂R, maka variasi aksi adalah

δI =

maka ([Ryder , 1996] p.83-84)

J

Dengan demikian persamaan (III.9) menjadi

(41)

n

Integral terakhir pada persamaan (III.14) lenyap dengan menggunakan teorema Gauss

pada ruang berdimensi empat, sehingga suku yang tersisa adalah

δI =

yang harus lenyap untuk sembarang δψdanR. Agar hal tersebut tercapai, maka in-tegrandpersamaan (III.15) harus bernilai nol, sehingga diperolehpersamaan Euler-Lagrange yang diperumumyakni

∂L

ν), persamaan (III.16) akan kembali ke

(42)

2. Kesetangkupan dan Kaidah Noether Untuk Teori Lagrangan Suatu Medan Yang Diperumum

Pada bagian sebelumnya telah dibahasprinsip aksi terkecilyang diterapkan dalam penurunan persamaan Lagrange yang diperumum. Persamaan

Euler-Lagrange yang diperumum pada akhirnya akan menghasilkan persamaan-persamaan

medan yang menggambarkan dinamika suatu medan. Dengan demikian persamaan

Euler-Lagrange yang diperumum ekivalen dengan persamaan-persamaan medan

terse-but, dengan kata lain persamaan Euler-Lagrange yang diperumum menggambarkan

dinamika suatu medan. Prinsip aksi terkecilselain menghasilkan (III.16) juga dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai kesetangkupan danteorema Noether.

Suatu sistem fisis digambarkan oleh rapat LagranganLdan aksiIyang saling terkait oleh persamaan (III.6). Suatu sistem fisis dikatakan setangkup terhadap

su-atu transformasi jika transformasi tersebut tidak menyebabkan perubahan pada

per-samaan yang menggambarkan dinamika medan. Hal ini dapat terpenuhi jika aksi I

invarian terhadap transformasi yang berkaitan.Teorema Noethermengatakan bahwa

kesetangkupan suatu sistem fisis terhadap suatu transformasi berkaitan dengan keberadaan suatu kuantitas yang lestari. Dalam telaah berikut akan ditunjukkan bahwateorema Noethermerupakan konsekuensi dariprinsip aksi terkecil.

Ditinjau persamaan (III.6) denganR sembarang daerah integrasi pada ruang berdimensi empat. Selain itu persyaratan δxν = δψ = δ ∂jψ

∂xµ1∂xµ2···∂xµj = 0 di ∂R tidak lagi diberlakukan. Dengan demikian persamaan (III.14) menjadi

δI =

Z

R

"

∂L

∂ψ +

n

X

j=1

(−1)j ∂

j

∂xµ1∂xµ2· · ·∂xµj

(

∂L

∂(∂xµ1∂x∂µjψ2···∂xµj)

)#

δψd4x

+

n

X

j=1

j

X

k=1

(−1)k−1Z

∂R

∂k−1

∂xµ1∂xµ2· · ·∂xµk−1

(

∂L

∂(∂xµ1∂x∂µjψ2···∂xµj)

(43)

× ∂

Karena untuk setiap nilaik integrasi kedua meliputi daerah ∂Ryang sama dan juga karena µk merupakan indeks boneka (dummy indices), maka dapat di-set dσµ1 =

dσµ2 = · · · = dσµk = dσα dengan mengadakan pertukaran indeks µk dengan α,

sehingga persamaan di atas menjadi

δI =

Jika suatu sistem fisis setangkup terhadap transformasi (III.7) dan (III.8), maka

per-samaan (III.16) tetap berlaku sehingga

Z

Medanψ dan turunan-turunannya ∂xµ1∂x∂µjψ2···∂xµj selain mengalami transformasi

ψ → ψ+δψ

juga akan tertransformasi karena transformasi ruang-waktuxν xν +δxν. Akibat-nya terdapat variasi total untukψ dan ∂xµ1∂x∂µjψ2···∂xµj sebagai berikut

∆ψ = ψ′(x′)−ψ(x) = δψ+ ∂ψ ∂xνδx

(44)

∆ ∂

Dengan mensubstitusikan persamaan (III.18) ke dalam persamaan (III.17) dan

meng-gunakan persamaan (III.19), maka persamaan (III.17) menjadi

δI =

(45)

Kesetangkupan suatu sistem fisis mensyaratkan bahwa I tidak berubah oleh transformasi (III.7) dan (III.8), yang berarti I tetap memenuhi prinsip aksi terkecil, akibatnya

δI = 0. (III.23)

Dengan menggunakan teorema Gauss serta persamaan (III.23) dan (III.22) diperoleh

Z

Karena R sembarang, maka integrand persamaan (III.24) harus lenyap, sehingga diperoleh persamaan kontinuitas berikut:

Pengintegralan terhadap kedua ruas pada persamaan (III.25) meliputi seluruh ruang

(46)

Pada langkah terakhir suku berikutnya lenyap dengan menggunakan teorema Gauss

pada ruang berdimensi tiga dan diasumsikanintegrandsuku tersebut lenyap di|~r| → ∞. Karenax0 =ct, akhirnya diperoleh

d dt

Z ∞

−∞

n X

j=1

j

X

k=1

(−1)k−1 ∂

k−1

∂xµ1∂xµ2· · ·∂xµk−1

(

∂L

∂(∂t∂xµ1···∂xµk∂−j1ψ∂xµk+1···∂xµj)

)

×∆ ∂

j−kψ

∂xµk+1· · ·∂xµj −

1 cT

0

νδx ν

d3x= 0. (III.27)

Persamaan (III.27) menunjukkan terdapatnya suatu besaran yang lestari akibat

ke-setangkupan terhadap transformasi yang digambarkan oleh persamaan (III.7) dan

(III.8). Dengan demikian tampak bahwa teorema Noether merupakan konsekuensi

dari prinsip aksi terkecil.

3. Homogenitas Ruang-Waktu

Jika transformasi (III.7) merupakan suatu translasi,

xν →xν +aν;

δxν =aν, (III.28)

maka medanψmengalami transformasi

ψ →ψ′

dengan

ψ′(x) =ψ(x)−aν ∂ψ ∂xν,

yang berarti

δψ =−aν ∂ψ

(47)

Turunan-turunan medanψjuga mengalami transformasi serupa

∂jψ

∂xµ1∂xµ2· · ·∂xµj →

∂jψ

∂xµ1∂xµ2· · ·∂xµj −a

ν ∂

∂xν

∂jψ

∂xµ1∂xµ2· · ·∂xµj,

yang berarti

δ ∂

jψ

∂xµ1∂xµ2· · ·∂xµj =−a

ν ∂

∂xν

∂jψ

∂xµ1∂xµ2· · ·∂xµj. (III.30)

Jika persamaan (III.29) dan (III.30) disubstitusikan ke dalam persamaan (III.19),

diperoleh

∆ψ = 0 = ∆ ∂

jψ

∂xµ1∂xµ2· · ·∂xµj. (III.31)

Karena hukum fisika harus berlaku sama di mana-mana menandakan

bah-wa ruang-bah-waktu bersifat homogen, dengan demikian translasi (III.28) tidak

menye-babkan perubahan rapat Lagrangan L dan aksi I, yang berarti persamaan (III.27) berlaku. Dengan mensubstitusi persamaan (III.28) dan (III.31) ke dalam persamaan

(III.27) diperoleh

d dt

1 c

Z ∞

−∞

T0νd3x= 0, (III.32)

dengan kuantitas yang lestari adalah

Pν =

1 c

Z ∞

−∞

T0νd3x. (III.33)

(48)

Kompo-nenν = 0dariPν adalah

dengan didefinisikannya tenaga total atau Hamiltonan medanψ sebagai

H =

Z ∞

−∞

T00d3x. (III.35)

Integrand persamaan (III.35) merupakan rapat Hamiltonan medan ψ. Sedangkan komponenν =idariPν adalah

yang merupakan momentum-3 kovarian medanψ. Kuantitas 1cT0

i didefinisikan

seba-gai rapat momentum medan ψ. Dengan demikian kesetangkupan terhadap translasi ruang-waktu membawa konsekuensi berlakunya hukum kelestarian momentum-4.

Kelestarian momentum dan tenaga medanψdisebabkan karena medanψtidak berinteraksi dengan lingkungan luar, dengan kata lain sistem yang ditinjau adalah

suatu sistem yang tertutup. Setiap rapat Lagrangan yang tidak gayut padaxν secara eksplisit tidak akan berubah terhadap translasi (III.28), sehingga aksi yang berkaitan

dengan rapat Lagrangan tersebut juga tidak berubah terhadap translasi (III.28). Hal

(49)

4. Isotropi Ruang

Ditinjau suatu sistem yang mengalami rotasi sehingga suatu titik A dengan vektor posisi ~r berubah posisinya menjadi ~r′. Jika rotasi tersebut infinitesimal dan

dilakukan mengitari suatu sumbu yang sejajar dengan vektor satuan~ndengan sudut rotasi sebesarδφ, maka rotasi infinitesimal tersebut dapat dituliskan sebagai

~

r′ =~r+δφ~n×~r, (III.37)

yang berarti

δ~r=δφ~n×~r. (III.38)

Komponen-komponenδ~radalah

δxk =δφǫijknixj. (III.39)

Karena rotasi merupakan subgrup dari grup Lorentz, persamaan (III.39) dapat

dit-uliskan secara umum sebagai

δxν =δφǫναβnαxβ. (III.40)

Pada persamaan (III.40)δφmerupakan parameter suatu transformasi Lorentz infinites-imal. Untuk suatu rotasi, makaδφmerupakan sudut rotasi infinitesimal. Transformasi (III.37) menyebabkan medanψmengalami transformasi menjadiψ′yang dinyatakan

sebagai

ψ′(x) =ψ(x)−δφǫναβnαxβ

∂ψ ∂xν +

1 2δφǫ

ναβ

nαRνβψ(x).

(50)

ψ adalah

yang mengimbas transformasi bagi turunan-turunan medanψ sebesar

δ ∂

Dari persamaan (III.41), (III.42), dan (III.19) diperoleh

∆ψ = 1

Ruang yang isotrop menyebabkanI tidak berubah terhadap transformasi (III.40), se-hingga menghasilkan kuantitas yang lestari, yakni

(51)

×ǫναβnα(−

maka bentuk (III.45) dapat dituliskan sebagai dapat dituliskan sebagai

Z ∞

Dengan mensubstitusi (III.48) ke dalam persamaan (III.47) diperoleh

(52)

×(−1)k−1

Agar persamaan (III.49) berlaku untuk sembarangnα =gακnκ, maka

d

dtJρβ = 0. (III.51)

SelanjutnyaJρβdapat diuraikan menjadi

(53)

yang masing-masing antisimetris terhadap pertukaran indeks ρdan β, sehinggaJρβ juga antisimetris terhadap pertukaran indeks.

Kuantitas Mρβ berkaitan dengan momentum sudut orbital medan ψ, sedan-gkan Sρβ yang gayut pada sifat medan ψ terhadap transformasi Lorentz berkaitan dengan momentum sudut intrinsik medanψ. Dari persamaan (III.53) tampak bahwa

Mρβ masih dapat diuraikan menjadi komponen yang gayut pada koordinat ruang dan

waktu

Mρβ =

Z ∞

−∞

1 c(xρT

0

β−xβT0ρ)d3x, (III.55)

serta komponen yang tidak gayut pada koordinat ruang dan waktu

Kρβ =

Z ∞ −∞

n

X

j=1

j

X

k=1

(−1)k−1 ∂k−1

∂xµ1∂xµ2· · ·∂xµk−1

(

∂L

∂(∂t∂xµ1···∂xµk∂−j1ψ∂xµk+1···∂xµj)

)

× j

X

l=k+1

(gρµlδ

ν

β −gβµlδ

ν ρ)

∂j−kψ

∂xν∂xµk+1· · ·∂xµl−1∂xµl+1· · ·∂xµnd

3x. (III.56)

Dengan demikianJρβ dapat dituliskan sebagai

Jρβ =Kρβ+Mρβ+Sρβ. (III.57)

Bentuk penulisan terakhir akan mempermudah pembahasan dalam bab-bab

selanjut-nya.

Komponen-komponenJρβ berkaitan dengan transformasi Lorentz, yakniJρβ merupakan kuantitas yang lestari terhadap transformasi Lorentz. Komponen ruang

Jjk, j, k= 1,2,3berkaitan dengan transformasi yang berupa suatu rotasi, dan

(54)

koor-dinat ruang merupakan akibat perumuman rapat Lagrangan L yang dituliskan pada

persamaan (III.6) dan akan lenyap bila rapat Lagrangan hanya gayut padaψ dan tu-runan orde pertamanya. Dengan demikianJjk yang merupakan kuantitas yang lestari jika terdapat kesetangkupan terhadap suatu rotasi didefinisikan sebagai momentum

sudut total medan, atau dapat dikatakan bahwa kuantitas lestari yang menyertai kesetangkupan terhadap suatu rotasi adalah momentum sudut total.

Kajian mengenai kesetangkupan terhadap suatu transformasi ruang dan waktu

cukup dengan hanya membahas mengenai transformasi yang berupa translasi

ruang-waktu maupun rotasi (atau secara umum transformasi Lorentz), karena berbagai

(55)

MEDAN KLEIN-GORDON PADA RUANG MINKOWSKI TAK

KOMUTATIF

Suatu zarah yang bermassa m1, tenaga dan momentum yang dimiliki zarah

tersebut terkait menurut kaitan tenaga-momentum relativistik2

E2 =~p2+m2. (IV.1)

Persamaan (IV.1) merupakan titik tolak bagi Oskar Klein, Walter Gordon, serta Paul

Adrien Maurice Dirac dalam perumusan persamaan-persamaan mekanika kuantum

relativistik. Jika diadakan penguantuman terhadap persamaan (IV.1) dengan

penguan-tuman yang biasa dilakukan dalam pembahasan mekanika kuantum tak relativistik

E → i∂ ∂t;

~p → −i∇,

diperoleh

(∂

2

∂t2 − ∇

2+m2)φ(x) = 0. (IV.2)

Persamaan (IV.2) dikenal sebagai persamaan Klein-Gordon. Penafsiran persamaan

Klein-Gordon sebagai persamaan gelombang bagi zarah tunggal menimbulkan

per-masalahan yang berkaitan dengan rapat kebolehjadian menemukan zarah pada posisi

~rdi saattyang tidak lagi mutlak positif dan keberadaan penyelesaiannya bagi suatu

1Dalam pembahasan ini dan selanjutnya istilahmassamengacu pada pengertianmassa rehat.

Isti-lahmassa relativistikzarah tidak digunakan, sesuai dengan kesepakatan terakhir mengenai observabel

massa.[Muslim , 1997]

2

Untuk mempermudah penulisan, dalam bab ini dan bab-bab selanjutnya digunakan sistem satuan dengan~=c= 1.

(56)

zarah bebas dengan swanilai tenaga yang bernilai negatif. Dengan demikian

interpre-tasiφ(x)sebagai fungsi gelombang bagi zarah tunggal tidak dapat lagi dipertahankan. Namun demikian permasalahan-permasalahan tersebut dapat diatasi dengan

meman-dangφ(x)bukan lagi sebagai fungsi gelombang bagi suatu zarah tunggal, melainkan sebagai suatu medan, dalam hal ini sebagai suatu medan skalar. Dalam

pemba-hasan bab ini dan bab berikutnya diasumsikan medan-medan yang terlibat merupakan

fungsi licin pada ruang Minkowski.

1. Medan Klein-Gordon Riil

Jika dibentuk suatu rapat LagranganLuntuk suatu medanφ(x)yang bernilai riil sebagai berikut

L = 1

Dengan mensubstitusi rapat Lagrangan di atas ke dalam persamaan (III.16), diperoleh

(57)

Suku-suku yang mengandung parameterθµνakan lenyap karena

sehingga persamaan (IV.4)menjadi

(∂

2

∂t2 − ∇

2+m2)φ(x) = 0

yang tidak lain adalah persamaan Klein-Gordon, dengan demikian rapat Lagrangan

(IV.3) merupakan rapat Lagrangan bagi medan Klein-Gordon riil pada ruang

Minkows-ki tak komutatif. Setelah memperoleh rapat Lagrangan untuk medan Klein-Gordon

yang bernilai riil, maka dapat diperoleh tenaga total, momentum, serta momentum

sudut yang dimiliki oleh medanφ(x).

Tensor energi-momentum medanφ(x)dapat diperoleh dengan mensubstitusi rapat LagranganLpada persamaan (IV.3) ke dalam persamaan (III.21). Substitusi ini

(58)

×(θαν1· · ·θµnνn−1 +θν1α· · ·θνn−1µn)

−δα

νL. (IV.6)

Karena berlakunya persamaan Klein-Gordon, maka

(θαν1· · ·θµnνn−1 +θν1α· · ·θνn−1µn)

sehingga jika persamaan (IV.7) disubstitusikan ke dalam persamaan (IV.6) diperoleh

Tαν =

Bentuk kontravarian dari tensor energi momentum pada persamaan di atas adalah

Tαν = 1

yang bersifat simetris terhadap pertukaran indeks. Rapat Hamiltonan serta rapat

mo-mentum medanφ(x)diperoleh dari persamaan (IV.9)

T00 = ∂φ ∂t ⋆

Referensi

Dokumen terkait

Make sure that the products or services that you will be offering are desired, do not just decide to open up a store with out doing any market research is like playing craps,

Unit Layanan Pengadaan Barang / Jasa Kabupaten Muara Enim Pokja Pengadaan Barang Kelompok II yang dibentuk berdasarkan Keputusan Kepala Unit Layanan Pengadaan Barang/Jasa

One of the busiest nights of the year for a take out restaurant is SuperBowl Sunday, and in a rush to get all the orders delivered on time sometimes food can be undercooked, so you

Pada hari ini, Jumaat tanggal sembilan belas bulan Agustus tahun Dua Ribu Enam Belas, kami Pokja Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan Kabupaten Manggarai Tahun Anggaran 2016,

Unit Layanan Pengadaan Barang / Jasa Kabupaten Muara Enim Pokja Pengadaan Barang Kelompok II yang dibentuk berdasarkan Keputusan Kepala Unit Layanan Pengadaan

If poker is your game it is a little different, most games depend on luck and all you really need to know if the basics, but poker is totally different because you are playing

SATUAN KERJA : DINAS PERINDUSTRIAN, PERDAGANGAN, KOPERASI, UKM DAN PASAR TAHUN ANGGARAN : 2014.. No

Now that you have other people watching your back as a unit you can be a more effective killer in the game, an example of this is that in some of the delta force games you can take