• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDEKAR ANEH NAGA LANGIT (THIAN LIONG KOAY HIAP) Oleh: Marshall Jilid 2 Setelah sebulan berlatih siulan dan samadhi, kini percayalah Koay Ji jika

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDEKAR ANEH NAGA LANGIT (THIAN LIONG KOAY HIAP) Oleh: Marshall Jilid 2 Setelah sebulan berlatih siulan dan samadhi, kini percayalah Koay Ji jika"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PENDEKAR ANEH NAGA LANGIT (THIAN LIONG KOAY HIAP) Oleh:

Marshall Jilid 2

Setelah sebulan berlatih siulan dan samadhi, kini percayalah Koay Ji jika menjalankan samadhi menurut petunjuk kitab pusaka itu sangatlah membantunya, sangat-sangat bermanfaat bagi tubuh ringkihnya. Mana Koay Ji tahu dan paham jika Kitab Pusaka itu adalah salah satu Kitab Pusaka Mujijat yang jadi impian semua pendekar di Tionggoan. Dan seluruh isi Kitab Pusaka yang mujijat itu, kini sudah berpindah semuanya ke isi kepalanya. Dan kini, memasuki bulan kedua, Koay Ji mulai disuruh melatih ilmu samadhi pada tahapan kedua, yakni “Menyerap Energy dan Menghimpun Tenaga”. Pada permulaan berlatih tahap kedua ini, orang yang menuntunnya berlatih datang dan mengingatkan serta mengajar Koay ji secara langsung:

“Anakku, pelajaran memusatkan keinginan, konsentrasi dan memulihkan diri sudah engkau pahami secara baik. Mulai malam ini, engkau akan berlatih tahapan kedua dari Kitab Pusaka yang sudah engkau hafalkan itu. Pada tahap ini, selama setahun ini engkau sebaiknya berlatih di kamarmu dan pada tahun selanjutnya, engkau mencari tempat yang tepat. Lebih baik lagi dilakukan di alam terbuka namun dengan tingkat keamanan yang terjamin. Karena mulai tahapan ini, engkau harus menyerap energy sekelilingmu dan engkau endapkan untuk kemudian engkau rubah menjadi kekuatan dan energy dalam dirimu. Tetapi, engkau catat baik-baik, aku melarangmu dengan keras untuk memasuki tahapan selanjutnya tanpa petunjukku. Karena tubuhmu pada dasarnya penuh dengan hawa kekuatan liar yang engkau dapatkan ketika dilarikan Sinkay dari Pek In San. Tenaga liar itu sudah

bertumbuh secara sangat dahsyat karena dikekang oleh pil mujijat hadiah seorang tokoh mujijat jaman sekarang. Jika engkau memaksakan diri berlatih tahap ketiga, keempat dan kelima, maka hawa itu akan pecah dan meledak dan membuat tubuhmu kebanjiran hawa yang tak sanggup ditampung oleh tubuhmu yang rentan ini …….. karena itu, bocah, ingat baik-baik pesanku ini. Setahun kedepan, aku akan

kembali lagi kemari untuk melihat kemajuanmu nanti. Mengenai penyakitmu, setelah berlatih lengkap Kitab ini dan dibantu seorang hebat lainnya, maka penyakit itu akan sembuh dengan sendirinya. Haaaaaai, bocah, jika engkau mampu melewati semua ini, maka bencana akan berubah menjadi pahala besar bagi dirimu dan masa

depanmu. Maka, teruslah berlatih, jangan pernah bosan, karena kesempatan satu-satunya bagimu adalah dengan berlatih melalui kitab pusaka ini dan dengan kekuatan sakti itu ….”

Meskipun suka berimprovisasi dan senang menciptakan sesuatu yang baru, tetapi Koay Ji benar-benar taat akan pesan orang yang sudah dia anggap SUHU itu. Karena itu, dengan taat dia terus berlatih “Menyerap Hawa dan Energi” setiap malam, dan dia tidak pernah alpa dan absen berlatih. Bukan hanya taat berlatih, tetapi justru boleh dibilang keranjingan berlatih, apalagi karena tubuhnya semakin ringan dan masa penderitaan ketika serangan sakitnya datang, tidak lagi bertambah panjang. Meskipun, tenaga yang bergelora dalam tubuhnya dapat dirasakannya semakin membesar ……..

Meskipun demikian, dalam kesehariannya, kehebatan Koay Jie justru semakin terasa dan bahkan menjadi semankin nyata terasa. Terutama, karena persahabatannya yang tulus dengan Khong Yan membuat Koay Ji bukan saja memperoleh banyak hal yang baru, Ilmu baru tetapi juga berkreasi dengan mencipta jurus-jurus baru. Mengapa seorang bocah Koay Ji mampu dan bisa mencipta jurus-jurus baru? Ini ada kisahnya yang lain lagi. Kisah aneh yang tidak disangka-sangkah, bahkan oleh Cu Pangcu sendiripun yang secara tak sengaja menciptakan tokoh aneh ini:

Suatu pagi, selesai berlatih, kurang lebih sebulan dua bulan usai berlatih tahapan kedua, Cu Pangcu memanggil Koay Ji:

“Pangcu, Koay Ji datang menghadap ……” dengan hormat yang tidak dibuat-buat Koay Ji menghadap dan memberi salam kepada Cu Ying Lun, Pangcu Thian Cong Pay yang ditemuinya di ruangan Pangcu yang luas dan besar. Koay Ji yang polos sampai sempat ternganga dan tercengang melihat begitu banyak macam senjata, mulai dari pedang, tombak, ruyung, golok yang bertebaran dan tertata secara rapih.

“Hmmmm, Koay Ji, bagaimana perkembangan kesehatanmu sekarang ini …..”? tanya Cu Pangcu yang memang sangat tertarik dan mulai merasa sayang dengan kemujijatan yang ditunjukkan bocah ini.

(2)

sekarang Koay Ji masih tetap sanggup menahannya, dan mestinya harus tetap sanggup sampai seterusnya …….”

“Engkau masih merasa kepanasan dan kedinginan secara bersamaan? bagaimana caramu menahannya Koay Ji ….”?

Meski masih bocah, tetapi Koay Ji sangat memegang perjanjian dan mematuhi apa yang dipesankan SUHU yang tak pernah dilihatnya. Tentu saja dia tidak ingin memberitahu Cu Pangcu

“Saking panas dan saking dinginnya, Koay Ji memilih berserah kepada Thian saja Pangcu, karena kalau rasa sakit itu datang, maka tidak ada cara lain untuk mengurangi atau meniadakannya. Setelah berapa tahun mengalaminya, Koay Ji akhirnya sadar, biar kehendak Thian saja yang jadi Pangcu ……”

Luar biasa, Cu Ying Lun sampai terpana dengan kata-kata seorang bocah berusia 8 tahun. Ditempah selama 2-3 tahun dalam penderitaan, tidak mengenali lagi jati dirinya, tidak tahu asal usulnya, siapa orang tuanya, tetapi pada akhirnya mencoba menerima kenyataan itu dengan tabah.

“Ach, sungguh aku kasihan kepadamu Koay Ji. Tetapi, jika ada sesuatu yang engkau perlukan, engkau boleh datang menemuiku …..”

“Terima kasih atas kebaikan Pangcu …….”

“Nach, aku membutuhkan pertolonganmu Koay Ji. Perpustakaan Suhu dan yang menjadi kumpulan pusaka Perguruan Thian Cong Pay sangat membutuhkan orang untuk selalu membersihkannya. Jika engkau tidak merasa kelelahan, maka aku akan memintamu setiap seminggu tiga atau empat hari engkau datang membersihkan ruangan

perpustakaan itu. Karena Empeh Gan yang biasa melakukan tugas itu, baru beberapa hari lalu terserang penyakit dan hingga sekarang masih belum bisa pulih kembali keadaan fisiknya …… nach, aku ingin mengetahui apakah engkau bersedia membantu Empeh Gan, Koay Ji …..”?

Mendengar kata “Perpustakaan”, minat dan perhatian Koay Ji sudah langsung sangat-sangat tertarik. Maklum, sebelum berlatih samadhi, maka membaca adalah pekerjaan yang paling disukainya. Sekarang, selain membaca dia memiliki hobby baru, yakni berlatih samadhi.Tetapi, yang hebat adalah, penderitaan yang berkepanjangan telah mengolah seorang bocah Koay Ji untuk tidak secara sembarangan dalam menunjukkan ekspressi dan keinginan hatinya. Karena itu, sambil berusaha keras dalam menahan keinginannya, dimana hatinya justru berdebar-debar senang dan antusias, diapun berkata dengan cepat:

“Jika memang diperintahkan Pangcu, maka Koay Ji akan selalu siap untuk melakukannya dengan sepenuh hati …..”

“Hmmmm, baiklah. Tetapi, ingat, jangan sampai ada dan tidak boleh ada satupun buku yang berjumlah lebih dari seratusan itu yang berpindah tempat atau apalagi hilang dari tempatnya. Bahkan engkau sendiripun dilarang untuk membawa keluar dan membaca kitab disana, kecuali jika engkau membuka dan membacanya ketika membersihkannya dari debu. Engkau harus mengingat peraturan ini Koay Ji, sebab jika tidak, maka aku harus menghukummu ……”

“Pasti pesan dan larangan Pangcu akan Koay ji ingat dan laksanakan …..” “Baiklah bocah baik, engkau boleh mulai melakukannya hari ini …….” “Baik Pangcu ….. terima kasih atas kepercayaannya …… tapi …….” “Ada yang belum jelas Koay Ji ……”?

“Jam berapakah gerangan Koay Ji harus memulai pekerjaan ini Pangcu …..”?

“Sebaiknya setelah engkau mengantarkan minuman pagi dan berakhir sebelum makan siang, atau terserah engkaulah ……”

“Baik Pangcu …… enggg ……” nampak si bocak agak ragu-ragu bertanya “Ada lagi yang ingin engkau tanyakan ……”?

“Apakah …… apakah …….. Koay Ji dapat membaca-baca jika sudah senggang di perpustakaan nenati, pangcu ….”?

“Hahahahahah, jika memang engkau senang, asal pekerjaanmu sudah selesai, engkau boleh membaca disana Koay Ji, tetapi, ingat, tidak boleh sampai lewat tengah hari …”

“Baiklah ….. baiklah pangcu, terima kasih banyak ….”

Perpustakaan milik Suhu dari Cu Pangcu ………… tentu koleksinya banyak. “Ada seratusan, atau lebih malah, lumayan banyak” pikir si bocah dengan sangat tertarik. Dan, dibawalah dia memasuki ruangan yang tidak terlampau besar di samping ruangan Pangcu. Mungkin luasnya hanyalah 3 kali 6 meter dan semua sisinya terdapat buku-buku yang diatur dan ditata secara sangat baik dan rapih. Karena tugasnya adalah untuk membersihkan ruangan perpustakaan, maka Koay Ji kemudian memilih membersihkan buku-buku itu dari debu terlebih dahulu. Jenisnya

(3)

bermacam-macam, tetapi paling banyak buku dan ulasan tentang agama Budha. Bukunya besar-besar dan tebal-tebal. Saking banyaknya, Koay Ji bingung memilih buku apa gerangan yang ingin dibacanya saat itu. Setelah buku-buku keagamaan, kemudian terdapat juga beberapa buku mengenai sastra, kisah-kisah kepahlawanan masa lalu dan sejumlah kumpulan puisi dari dinasti-dinasti masa silam. Kemudian, di rak buku yang lain, ada juga kumpulan buku-buku mengenai kumpulan pengetahuan umum dan rak terakhir adalah kumpulan buku-buku yang beragam macam. Tetapi, bahasanya juga bermacam-macam, sebagian besar memakai berbahasa Tionggoan, ada juga beberapa yang berbahasa Sansekerta. Hanya dua bahasa itu yang dikenali Koay Ji, selebihnya dia tak mampu mengenali bahasa-bahasa yang digunakan, ada 3,4 buku. Selanjutnya ada sekitar 12 buku yang semuanya berada di rak kategori campuran tersebut. Tetapi, tidak ada sama sekali rak buku tentang ilmu silat disitu, dan ini mengejutkan sekaligus membuat Koay Ji kecewa. Tetapi, bahwa kegemarannya membaca menemukan saluran berupa buku, maka semua yang dapat dia baca, mulai disantapnya sejak saat itu.

Memang dmeikian adanya, dengan mendapatkan kesempatan membaca demikian banyak buku, sudah merupakan kerjaan yang sangat menyenangkan Koay Ji. Karena itu, bukannya 3-4 kali seminggu, malah seminggu Koay Ji bisa berada di perpustakaan 5-6 kali seminggu, tetapi semua setelah dia melakukan tugasnya. Cu Pangcu heran dan menggeleng-gelengkan kepala, tetapi tidak keberatan dan malah sangat senang karena peprustakaan menjadi sangat bersih. Dia belakangan tahu dan pernah

mengintip, dan menyaksikan si bocah aneh sedang dengan lahapnya membaca buku-buku puisi dan kisah kepahlawanan masa lalu. Di lain hari, dia melihat si bocah membaca kitab-kitab keagamaan dan dilain waktu membaca buku mengenai pengetahuan umum. “Benar benar bocah yang sangat aneh” pikir sang Pangcu.

Selama 3 minggu berturut-turut, sudah cukup banyak buku yang tuntas dibaca Koay Ji. Bukan sedikit info dan pengetahuan baru yang dimilikinya. Sampai-sampai Khong Yan protes karena waktunya berkurang untuk bermain, berlatih dan bertukar pikiran dengan Koay Ji si bocah yang mengherankan dan semakin banyak serta luas pengetahuannya itu. Tetapi, ketika mereka bertemu, Koay Ji mampu kembali

memberikan masukan-masukan untuk latihannya dan membuat Khong Yan tidak jadi ngambek dan marah. Usia mereka berdua memang sepantaran, karena itu, keduanya merasa lebih cocok satu dengan yang lain.

Memasuki bulan ketiga bekerja di perpustakaan, Koay Ji kembali bertugas sepertia biasanya membersihkan peprustakaan dan buku-buku koleksi Suhu dari Cu Pangcu. Setelah selesai dengan tugas membersihkan ruangan itu, iseng-sieng Koay Ji kemudian mendatangi rak buku yang berisi buku-buku dalam beragam bahasa. Sebuah buku berbahasa sansekerta yang sudah lumayan tua dan sudah sangat kumal menarik perhatiannya dan kemudian diambilnya secara sangat berhati-hati. Sampulnya tidak ada yang menarik, hanya gambar samar sebuah gunung dengan detail yang kabur dan tidak jelas. Jeleknya lagi, tidak ada tulisan sama sekali di sampul buku

tersebut. Karenanya, Koay Ji ogah-ogahan dan tidak berminat untuk membacanya lebih jauh. Apalagi berbahasa sansekerta. Maka perlahan-lahan diapun

mengembalikan buku berbahasa sansekerta itu ke raknya.

Tetapi, entah bagaimana, tiba-tiba muncul keinginannya untuk membuka satu atau dua halaman buku tersebut. Maka diambilnya kembali buku itu dan kemudian

membukanya perlahan-lahan. Di halaman satu hanya ada tulisan singkat, nampaknya nama dari penulis buku, tertulis dalam bahasa Sansekerta: Pat-Bin-Ling-Long (delapan wajah serba cerdik). Nama ini menarik perhatian Koay Ji, karenanya dia melanjutkan ke halaman selanjutnya dan disana tertulis: “Pendalaman Pat Bin Ling Long atas ilmu-ilmu filasafat dan keagamaan di Thian Tok, Tionggoan, Persia dan Tibet ….”. Dan ini membuat Koay Ji menjadi sedikit lebih tertarik, karena buku-buku keagamaan Budha yang tebal-tebal sudah habis dilahapnya. Memang, sedikitpun dia kurang paham, tetapi entah mengapa, matanya mampu melahap, karena memang kegemarannya melihat susunan-susunan huruf yang berbaris rapih itu.

Seperti hari-hari sebelumnya, Koay Ji yang memang begitu gemar membaca, kali inipun dibiarkan saja oleh Cu Pangcu. Apalagi, karena kegemarannya itu menurut Cu Pangcu memang positif. Selain itu, dia sudah yakin sekali jika tidak ada lagi buku berarti dan penting di perpustakaan itu, hanya buku-buku yang tak

bermanfaat untuk latihan silat. Karena buku-buku rahasia Suhunya sudah disimpan di tempat khusus dan tidak dapat ditemukan siapapun. Tak pernah disangkanya jika masih ada satu buku kumal yang tidak menarik perhatian yang justru harganya tidak dapat ditakar. Mungkin karena ditulis dalam bahasa sansekerta sehingga tidak menyolok dan luput dari pengetahuannya. Dan mungkin juga, karena adalah

(4)

jodoh Koay Ji untuk membaca dan menguasai pengetahuan dan ilmu dalam buku itu. Bacaan selanjutnya membuat Koay Ji berdebar-debar: “Puluhan tahun mengembara ke Tionggoan, Tibet dan Persia, beragam ilmu yang ditemukan, tetapi sayang, tidak pernah berjodoh dan sanggup melatih Pouw Tee Pwe Yap Sian Kang dari Thian Tok atau di Tionggoan disebut orang TOA PAN YO HIAN KONG (Tenaga Dalam Mujijat). Ilmu kalangan Budha ini sangat mujijat tetapi berjodoh dengan manusia tertentu saja. Tetapi, untuk mencapai tingkat yang sederajat dengan Ilmu Mujijat itu, maka sengaja kuciptakan jalan yang lain, dan Kitab ini adalah jalan yang lain itu 5 JALAN RAHASIA setelah meneliti filasafat dan agama-agama di tiga tempat itu ...”

Bukan main kagetnya Koay Ji. Dia sudah mulai belajar Pouw Te Pwe Yap Sian Kang sebuah kitab berbahasa Sansekerta yang justru disebutkan kitab aneh di tangannya ini. Jika ada tandingan ilmu itu, maka Kitab ini menjadi petunjuk kesana.

Bagaimana Koay Ji si bocah kecil tidak terkejut? Maka diapun mencari posisi baca yang nyaman serta menyenangkannya dan melanjutkan membaca di halaman

selanjutnya, nampaknya adalah sejenis Daftar Isi Kitab tersebut: ”Bagian Pertama – Melatih Semangat Mencapai Kesempurnaan; Bagian Kedua – Mengenali Rahasia Jalan Darah Manusia; Bagian Ketiga – Rahasia Gerakan Manusia; Bagian Keempat – Rahasia Ilmu Sihir dan Ilmu Hitam; Bagian Kelima – Rahasia Delapan Wajah ...”

Tetapi, alangkah sangat kecewanya Koay Ji ketika ternyata Bagian Pertama, Melatih Semangat Mencapai Kesempurnaan sudah tidak berada di tempatnya lagi. Entah mengapa bagian tersebut justru sudah tidak berada di tempatnya dan ada bekas sobekan yang artinya, secara paksa memang sudah dilepaskan dari tempatnya. Ketika memeriksa bagian selanjutnya, kecuali bagian pertama yang sudah dicopot paksa, maka selebihnya tetap lengkap. Tetapi, judul RAHASIA MENCAPAI

KESEMPURNAAN memang menggodanya, sayangnya bagian tersebut justru sudah copot dan entah berada di tangan siapa. Kekecewaan Koay Ji nyaris membuatnya

membatalkan membaca dan mempelajari Kitab Pusaka tersebut.

Tapi, ketika dia membaca Bagian Kedua, Rahasia Jalan Darah Manusia, dia kembali tertarik karena pengetahuan barunya membuat dia menjadi semakin jauh lebih lengkap dan semakin lebih paham dengan buku bacaan yang dibacanya dari Ang Sinshe. Bukan hanya itu, bagian terakhir dari bagian kedua, justru mengajarkan ilmu totok berdasarkan info rahasia jalan darah manusia tersebut. Ilmu totok itu kelak ketika Koay Ji menguasainya secara sempurna dinamakannya Ci Liong Ciu hoat atau "Ilmu Mengekang Naga”. Padahal, dalam Kitab Pusaka aneh itu, sama sekali tidak ada nama atas ilmu totok yang luar biasa itu. Karena penjelasannya

menggelikan bagi Koay Ji si bocah, yakni membuat orang tertawa seharian, membuat seseorang kehilangan tenaga murni, membuat seseorang diam bagai patung, dan seterusnya. Tetapi, alangkah kagetnya Koay Ji ketika membaca, bahwa untuk menguasai ilmu totok itu, dia butuh tenaga dalam, dan justru takaran tenaga dalam diatur secara detail dalam buku itu. Ada beragam jenis totokan, puluhan bahkan jumlahnya, dan takaran tenaga, bagaimana menotok, jalan darah mana yang ditotok, kombinasi jalan darah mana yang ditotok bersamaan, diajarkan secara detai. Karena belum memiliki iweekang, maka Koay Ji secara cerdik menghafalkan dan menanamkannya dalam ingatannya, sehingga setiap membutuhkannya dia mampu menghadirkannya kembali.

Begitulah, selama seminggu berturut-turut, Koay Ji belajar dan memahamkan isi kitab tersebut dengan sangat tekunnya. Sampai suatu hari, ketika dia sedang mendalami dan menghafalkan Bagian Keempat, Rahasia Ilmu Sihir dan Ilmu Hitam, tiba-tiba pintu terbuka dan Cu Pangcu memasuki Ruang Perpustakaan itu. Cu Pangcu tidak terkejut melihat si bocah aneh duduk dilantai dengan wajah melotot, tetapi ketika dilihatnya buku yang dibaca berbahasa Sansekerta yang tidak dipahaminya, diapun bertanya:

”Apakah engkau tertarik dengan buku itu Koay Ji ...”?

”Ech, ach ... iya ... iya Pangcu ... buku ini sungguh menarik

hati ...” ujar Koay Ji dengan gugup. Untungnya Cu Pangcu tidak mempersoalkan itu. Dalam pikiran Cu Pangcu, kegugupan Koay Ji adalah karena ketahuan membaca sambil duduk di lantai. Padahal, hal itu sudah lama diketahui Cu Pangcu yang senang saja dengan keadaan itu, karena perpustakaan itu sekarang jauh lebih bersih dan rapih ketimbang masih ditangani petugas sebelumnya yang masih sakit. ”Memangnya buku apa yang engkau senangi itu Koay Ji ...”?

”Buku mengenai cerita-cerita pahlawan Pangcu ...” suara Koay Ji bergetar karena dia memang tidak terbiasa berbohong.

(5)

kitab itu, engkau boleh membawanya pulang dan membacanya di rumah” kalimat Cu Pangcu yang demikian dermawan ini membuat Koay Ji terperanjat. Tapi dengan cepat dia tahu diri dan kemudian berkata:

”terima kasih, terima kasih banyak Pangcu ...”

Dan begitulah, ketika minta diri sore harinya, diapun meminta ijin untuk membawa kitab itu dan akan membacanya di rumah. Cu Pangcu memeriksa kitab itu sejenak, tetapi melihat bahasanya adalah bahasa asing, maka diapun mengijinkan Koay Ji membawanya pulang. Untung Cu Pangcu memang sedikit ”malas baca”, dia tidak mengetahui isi kitab itu, juga tidak memeriksanya lebih jauh. Karena itu, dengan enteng, dalam gaya memberi ”kado” bagi kerajinan Koay Ji dalam membersihkan ruangan, diapun berkata ringan:

”Bawalah ke kamarmu untuk membacanya jika engkau mau ....”

Dan ini membuat Koay Ji dengan leluasa setelah setiap hari membaca dan mendalami buku itu. Tidak heran sebulan berikut Koay Ji sudah memahami seluruhnya, sudah menghafalkannya dan mencatatnya di kepalanya. Dia sudah menguasai bagian kedua dan mengenali semua jalan darah manusia dan mengerti rahasia ilmu totok yang diberinya nama khusus karena memang belum ada namanya. Pelajaran ini berhasil cepat dikuasainya karena memang dia sudah memiliki dasar selama bekerja bersama dengan Ang Sinshe dan bahkan sudah menguasai dalam kepalanya isi kitab

pertabiban milik Ang Sinshe. Karena itu, dengan tambahan praktek, maka Koay Ji bakalan menjadi seorang tabib yang lebih mumpuni ketimbang pengasuh yang sangat mengasihinya seperti anak sendiri itu. Tanpa disadari Cu Pangcu, dia memberi kesempatan si anak ajaib untuk berkembang menjadi tabib yang sangat hebat. Sesuatu yang semakin menambah kemisteriusan dan keanehan si bocah.

Bagian ketiga mengenai Rahasia Gerakan Manusia adalah bagian yang lebih rumit, lebih detail. Meski sudah menghafal dan menyimpannya dalam kepala, tetapi banyak hal yang masih belum dimengerti oleh Koay Ji. Terutama karena pengetahuan itu memuat kecenderungan bergerak, bersilat, menghindar, memukul dan meloncat dalam atau dari beberapa Negara berbeda. Kecenderungan tersebut yang coba ditelaah secara detail oleh Pat Bin Ling Long guna mencari polanya, dan ini yang sulit untuk dapat dipahami dengan segera oleh Koay Ji. Tetapi, Ilmu ciptaan Pat Bin Ling Long berdasarkan pola gerakan tersebut, justru dengan cepat dikuasai dan dapat segera dipraktekkan oleh Koay Ji. Meski demikian, ada dua ilmu gerakan yang diciptakan Pat Bin Ling Long dengan masih tanpa nama, dan dengan senang hati Koay Ji memberi nama sesuai dengan seleranya sendiri. Ilmu langkah yang sangat digemarinya dinamainya Ilmu Langkah Thian Liong Pat Pian- atau "Naga langit Berubah Delapan Kali" sedangkan, ilmu ginkang dinamakannya Cian Liong Seng Thian" atau, "Naga Lompat Naik Kelangit. Secara teori, ilmu ginkang sudah dikuasainya tetapi masih belum dapat dilatih dan digunakannya karena membutuhkan daya dan kekuatan iweekang. Padahal, untuk saat itu, kekuatan iweekangnya masih sangat dasar dan bahkan masih dilarang SUHUnya untuk dilatih. Tetapi, ilmu langkah Naga Langit Berubah Delapan Kali, justru dengan senang dipahamkannya dan dimainkannya sampai sangat hafal dengan rincian perubahan yang memang dijelaskan tegas dalam kitab aneh dan mujijat itu.

Bagian mengenai Ilmu Sihir dan Ilmu Hitam masih belum dipahaminya, meski rahasia dan kuncinya sudah disimpannya di kepala. Tetapi memasuki Bagian Kelima, kembali Koay Ji menemukan keasyikan sendiri. Ini adalah yang salah satu yang paling disukai dan digemari oleh Koay Ji. Dengan cepat dia menguasai trik merubah wajah, meski dia belum mampu mewujudkannya karena membutuhkan karet khusus dan bahan lain yang butuh waktu mengumpulkannya. Tetapi satu hal yang pasti,

perlahan namun pasti Koay Ji mulai mengumpulkan perlahan-lahan bahannya dan memang dia berkeinginan keras mewujudkannya. Genap empat bulan, dia menamatkan menghafal dan memahamkan Kitab Mujijat itu, bahkan mematrikannya dalam kepala. Yang hebat dan kemudian banyak membantu Khong Yan adalah, pemahamannya atas ilmu langkah dan pemahamannya atas kecenderungan pergerakan manusia yang menuntunya memahami ilmu silat secara lebih komprehensif. Karena dengan pengetahuannya atas kecenderungan manusia bergerak, pola-pola gerakan dan alternatif gerakan

manusia, maka dia mempraktekkannya kepada Khong Yan.

Setelah sekitar 4 bulan membaca dan melatih diri sesuai dengan Kitab Aneh itu, akhirnya Koay Ji merasa sudah cukup memahami dan menghafalkannya. Karena itu, diapun akhirnya mengembalikan kitab kumal itu ke perpustakaan yang tentu saja atas sepengetahuan Koay Ji. Selama 4-6 bulan terakhir, sungguh banyak pengalaman dan banyak ilmu yang dipahamkan si bocah aneh. Ilmu-ilmu mujijat yang tidak disadari Koay Ji dan sangat diidamkan banyak tokoh silat kelas atas di

(6)

Tionggoan. Tetapi, anak yang polos itu, tidak tahu dan tidak mengerti arti dari pemahaman dan hafalannya atas buku kumal berbahasa sansekerta tersebut. Entahlah jika Suhu dari Cu Pangcu menguasai atau mengerti dengan isi buku tersebut.

Di usianya yang memasuki 8 tahunan, Koay Ji sudah memiliki landasan pemahaman atas gerakan manusia. Baik gerakan kaki maupun gerakan tangan. Bahkan si bocah aneh itu dapat merangkai sendiri kemungkinan kemana gerak kaki atau tangan manusia dan merumuskannya menjadi jurus baru. Suatu saat, keduanya, Khong Yan dan juga Koay Ji sedang bermain-main sambil bertukar ilmu silat di dekat kebun obat milik Ang Sinshe. Tengah keduanya asyik bermain sambil berlatih ilmu silat, tiba-tiba keduanya mendengar pekikan seekor induk anak ayam yang berkaok-kaok sambil mencakar-cakar kedepan. Rupanya, induk ayam tersebut sedang menakut-nakuti seekor ular yang mencoba memangsa salah satu anak ayam.

Sontak Khong Yan dan Koay Ji menengok dan melihat pertempuran ganjil dan aneh tersebut. Induk ayam yang terus berkaok-kaok dan melompat-lompat menghindar dan menyerang si ular hitam kehijauan yang panjangnya sekitar semeter dan besarnya setengah lengan orang dewasa. Keduanya, Khong Yan maupun Koay Ji melihat dan mengamati proses pertarungan tersebut sampai akhirnya si ular berlalu setelah lelah dan gagal bertarung dengan induk anak ayam selama hampir 15 menit. Setelah si ular berlalu, Khong Yan kaget melihat Koay Ji yang masih terus termenung dan sepertinya sangat asyik dengan renungannya. Khong Yan membiarkannya sampai kemudian Koay Ji yang sadar sendiri sambil berteriak kegirangan:

”Khong Yan, kita bisa meniru pertempuran ayam dan ular dan menciptakan jurus-jurus baru ...” jerit Koay Ji kegirangan.

”Koay Ji, apa .... apa maksudmu ....”?

”Khong Yan, tidakkah engkau melihat bagaimana induk ayam itu secara hebat bertarung untuk melindungi anak anaknya tadi? Dia bertarung dengan berusaha menyembunyikan anak-anaknya di belakangnya dan berkelahi melawan ular itu tadi. Kita mestinya dapat meniru pertarungan mereka ...”

Kaget Khong Yan, tetapi dia tidak tahu apa dan bagaimana menciptakan apa yang dimaksud oleh Koay ji. Dia tidak tahu jika jalan pikiran Koay Ji memang sedang dipenuhi oleh ”rahasia gerakan manusia” yang dipelajarinya dari Kitab Mujijat. Karena itu, Khong Yan memandangi saja ketika Koay Ji merangkai gerakan

pertarungan tadi dalam jurus-jurus yang kemudian terbentuk menjadi sebuah ilmu. Gerakan-gerakannya bukan hanya mengambil patokan gerakan paruh dan cakar ayam, tetapi juga gerakan seekor ular yang kemudian ditambahi Koay Ji dengan gerakan rahasia yang sudah dipahaminya dan dikuasainya. Kurang lebih dua jam kemudian bekerja, mengolah, menambahan dan menggabungkan, akhirnya Koay Ji lengkap merangkai 7 jurus berdasarkan gerak tarung ayam dan ular.

”Khong Yan, kita namakan apa ilmu ini ...”? tanya si bocah aneh setelah selesai mempraktekkan dan memperlihatkan 7 jurus itu kepada Khong Yan. Khong Yan selain kaget dan takjub dengan karya Koay Ji, juga tertarik melihat gerak-gerik jurus yang lumayan hebat dimatanya, bahkan lebih indah dari ilmu-ilmu yang dipelajarinya dari orang tuanya. Karena itu, dia berkata:

”Koay Ji, ajari aku dulu ilmu tersebut ...” ”Baik, mari kuajarkan ...”

Maka kedua anak itupun kembali berlatih sampai satu jam kedepan hingga akhirnya Khong Yan paham dan mulai mengerti dan menguasai ilmu tersebut.

”Nama apa yang tepat Khong Yan ...”?

”Sebentar ...” bisik Khong Yan dan bertingkah bagai orang dewasa yang sedang berpikir keras mencari jawaban atas satu persoalan.

”Bagaimana kalau Ilmu Ayam Mencakar Ular ....”? tawar Koay Ji ”Kurang gagah nama itu ...” kritik Khong Yan

”Habis, nama apa sebaiknya ....”?

”Bagaimana kalau kita namakan Pukulan Cakar Ayam Sakti ...”? tawar Khong Yan setelah berpikir beberapa lama. Aneh melihat kedua anak kecil membahas dan berdiskusi soal jurus dan ilmu silat, tetapi begitulah keadaan mereka berdua pada saat diskusi ilmu baru itu.

”Hmmm, boleh juga ... karena kan si ular akhirnya melarikan diri. Boleh, kita namakan seperti itu saja, Pukulan Cakar Ayam Sakti ...”

Keduanya bermain dan berlatih sampai sore hari sampai benar-benar sempurna mereka melatih ilmu baru yang terdiri dari 7 buah jurus tersebut. Menjelang malam, baru mereka pulang untuk beristirahat. Kegembiraan mereka berubah menjadi kekhawatiran dan kehebohan ketika keesokan harinya Cu Yu Hwi dan Cu Pangcu memanggil mereka berdua. Bukan apa-apa, Cu Pangcu ketika melihat gaya dan

(7)

gerakan ilmu ciptaan kedua anak itu tertegun dan kaget setengah mati. Memang, Ilmu tersebut tidaklah dapat disebut sakti dan hebat bukan main, tetapi

mengingat yang menciptakan adalah 2 orang anak berusia 8 tahunan, membuatnya kaget tak terkira. Bagaimana mungkin mereka mampu melakukannya?

”Koay Ji, lohu sudah mendengar semua dari Yan ji bahwa kalian berdua kemaren menyaksikan pertarungan hebat antara seekor ayam melawan seekor ular. Dan setelah pertarungan itu selesai, kalian berdua tetapi lebih banyak engkau, kemudian merangkai jurus-jurus serangan dan sekaligus jurus-jurus menghindar dengan dasar pertarungan ayam dan ular itu. Apakah memang benar-benar demikian kisah yang sesungguhnya terjadi Koay Ji ...”?

Koay Ji yang masih kecil dan polos dengan wajah kanak-kanaknya mengangguk dan berkata dengan cepat:

”Benar Pangcu .... apakah, ada yang salah dengan yang kami lakukan ...”?

Jawaban yang membuat Cu Pangcu terkejut. Bukan hanya dia, bahkan putrinya Yu Hwi juga terkejut setengah mati.

”Bagaimana caranya engkau dan Khong Yan merangkai jurus-jurus silat itu ...”? kembali Cu Pangcu bertanya penuh keheranan

”Sederhana saja Pangcu ... kami mengingat-ingat gerakan ayam dan ular dan meniru gerakan mereka dan mencampurnya dengan gerakan-gerakan ilmu silat dasar dan gerakan dasar Thian Cong Pay. Begitu saja Pangcu ...”

”Tapi, coba engkau mainkan kembali jurus kelima, keenam dan ketujuh .... aku akan menunjukkan beberapa hal yang aneh ...”

”Baik Pangcu ...”

Dengan menggagah-gagahkan dirinya Koay Ji melangkah maju dan kemudian bergerak atau bersilat sesuai dengan ilmu ciptaannya kemaren. Sebetul-betulnya, adalah dia sendiri yang menciptakannya dan hanya beberapa gerakan belaka yang berasal dari Khong Yan. Tetapi, tetap dia memaksa Khong Yan mengakui bahwa ilmu itu adalah ciptaan mereka berdua.

Dan Cu Pangcu serta Cu Yu Hwi melihat betapa memang gerakan Koay Ji masih lebih gesit dibandingkan Khong Yan, tetapi sayang sekali tidak cukup bertenaga dan masih lemah. Memasuki jurus kelima, keenam dan ketujuh, semakin jelas jika Koay Ji mampu melakukannya secara lebih baik dan sempurna dibandingkan Khong Yan. Setelah usai, barulah Koay Ji berkata:

”Sudah selesai Pangcu ... adakah sesuatu yang keliru atau sesat disana ....”? ”Bukan keliru atau sesat Koay Ji, tetapi jurus keenam terutama, dan juga jurus ketujuh ada beberapa gerakan yang masih asing bagiku. Entah bagaimana engkau mampu merangkai dan menemukannya ....”?

”Pangcu, di jurus keenam, aku mengingat gerakan aneh dari induk ayam ketika melihat akhirnya si ular melarikan diri. Bukannya mengejar, induk ayam itu justru berbalik dan menjagai anak-anaknya ... sementara di jurus ketujuh, ilham itu datang dari cara induk ayam melindungi anak-anaknya dengan menempatkan semua anaknya dibawah atau dibalik kedua sayapnya sambil berjongkok ...” Penjelasan yang terasa aneh tetapi ada sisi masuk akalnya membuat Cu Pangcu tak dapat lagi bersuara. Tentu saja Koay ji tidak membuka rahasia bahwa gerakan itu sebenarnya berasal dari Persia dan memang kurang umum dilakukan di Tionggoan. Kebetulan, Koay Ji melihat persamaannya dengan gerakan-gerakan aneh dan tak lazim dari si induk ayam kemaren. Jawaban telak yang susah diragukan itu membuat Pangcu dan anaknya terdiam.

Sejak saat itu Khong Yan semakin rajin berlatih dan bermain dengan Koay Ji, bahkan tanpa disadari Khong Yan, dia mulai menerima dasar-dasar gerak Thian Liong Pat Pian yang sudah dikuasai Koay Ji. Tetapi, karena cerdik dan tidak mau ketahuan Pangcu dan anaknya, maka Koay Ji bersikap hati-hati. Apalagi dia tahu dan sadar bahwa tindak tanduknya sekarang, sepertinya sedang diawasi secara sangat ketat oleh Cu Pangcu atau juga istrinya dan anaknya Yu Hwi. Koay Ji memang masih kanak-kanak, tetapi kesendirian dan penderitaannya membuatnya lebih tabah dan lebih dewasa dari umur semestinya. Ini yang membuatnya lebih berhati-hati.

Tetapi selain Cu Pangcu, Ang Sinshe juga merasa heran. Beberapa petunjuk dan saran Koay Ji sungguh-sungguh membuatnya keheranan karena beberapa penyakit dan formula obat yang dulunya susah dia pecahkan, kini dapat dipecahkannya dengan sangat mudahnya. Saran-saran terkait aliran darah dan jalan darah manusia

menjadi semakin lengkap dikuasainya dan diapun mengembangkan ilmu pengobatannya dengan makin maju dan semakin baik. Dan semau itu, harus diakuinya,

(8)

dikemukakan Koay Ji dalam kepolosan seorang anak kecil. Bukan cuma itu, setelah ketahuan Pangcu, sekarang ini Koay Ji jadi tidak terlalu sering berlatih Ilmu Silat dan kini Koay Ji lebih mendalami ilmu pertabiban. Kini bahkan dia sudah mau turun ikut membantu meracik obat, memeriksa pasien dan kemudian menulis resep obat.

Memang, tidak selalu, hanya sesekali Koay Ji memberinya nasehat atau masukan, tapi nasehat dan masukan itu berharga sama besar dengan nasehat seorang ahli atau seorang guru. Karena nasehat itu justru mengenai jalan darah, karakternya dan pengaruhnya bagi kesehatan. Ang Sinshe cepat memahaminya dan menjadi sangat heran. Tetapi, sejauh itu dia tidak menemukan ada yang ganjil dari Koay Ji. Satu yang dia tahu dan sudah yakin benar, Koay Ji ini memang anak yang pintar luar biasa dan kepintarannya membuat dia terlihat aneh. Seperti memberi dia masukan dan saran dalam hal pengobatan, termasuk pengobatan menggunakan jarum. Di bidang ini, dia boleh dibilang maju sangat jauh karena saran-saran serta masukan yang diperolehnya dari Koay ji. Dia bingung jadinya, siapa murid dan siapa guru antara mereka berdua dalam hal pengobatan. Yang pasti, mereka berdua semakin maju ilmu pengobatannya.

Setahun kembali berlalu. Kini Koay Ji memasuki usia ke-sembilan. Latihan samadhi dilakukan tak putus-putusnya dan kini dia mampu melakukan sepanjang malam tanpa henti. Koay Ji tidak sadar jika tubuhnya kini sudah normal, meski masih membiru, tetapi keseimbangan tinggi dan panjang kaki dan tangan sebelah kiri dan kanan, tidak lagi seperti dulu. Sejak 6 bulan terakhir, dia tidak lagi mengalami kondisi dimana tangan dan kaki sebelah kiri lebih panjang dari yang sebelah kanan setiap kali dia mengalami serangan panas dan dingin tersebut. Serangan itu sendiri masih tetap rajin datang setiap menjelang akhir bulan, tetapi tidak lagi menjadi lebih anjang lebih dari sehari semalam. Hanya, memang rasa panas dan rasa dingin terasa semakin jauh jangkauannya, setelah lewat setahun rasa panas atau dingin yang terpancar bahkan sudah sampai menjangkau 2,5 meter.

Jika dia mengalami serangan, maka kamar tempat tidurnya dikosongkan dan dia diposisikan di tengah ruangan. Tapi toch, tetap saja keesokan harinya,

ruangannya itu penuh dengan bongkahan es, atau dinding ruangan gosong terbakar. Begitulah keadaan Koay Ji setelah kembali lewat setahun. Bahkan waktu setahun lewat tanpa dia sadari lagi. Yang dia tahu, tiba-tiba di mejanya ketika malam sudah ada lagi sehelai lembar kertas. Dengan tulisan diatasnya tentu saja. Koay Ji

Aku sudah mengikuti dan mendengar pengalamanmu selama hampir setahun ini. Sudah tiba saatnya engkau melatih siulian di luar ruangan. Karena itu, mulai besok malam, engkau harus melakukan samadhi di luar ruangan dan menjelang pagi engkau kembali ke rumah. Tetapi ingat, jangan sekali-sekali meninggalkan jejakmu ... tempatmu nanti sudah kusiapkan di luar sana ...

Benar saja, keesokan harinya, setelah menyelesaikan seluruh pekerjaannya, Koay Ji minta diri untuk istirahat. Bukannya beristirahat, anak itu justru keluar lewat jendela dan dalam tuntutan suara yang dianggap SUHUNYA dan terus melangkah kearah hutan. Sesungguhnya, area hutan di balik Kebun Obat Ang Sinshe adalah daerah terlarang bagi seluruh penghuni Thian Cong Pay, terutama yang daerah sebelah kanan. Tapi, justru kesana Koay Ji diarahkan. Dan benar saja, berjalan kurang lebih seratus meter kedalam hutan, dia menemukan sebuah tempat yang cukup terlindung, sejenis goa tetapi bukan gua. Hanya cekukan alam yang agak kedalam dan buntu. Tempat itu kemudian tertutup oleh daun-daun yang cukup lebat dan tersembunyilah Koay Ji dari pandangan siapapun.

”Koay Ji, tahapan kedua ini adalah tahapan untuk memperkuat tubuhmu. Jika engkau alpa, maka bencana menantimu. Jika engkau sanggup dan berusaha keras, maka penyakit rasa panas dan dingin dalam tubuhmu, akan dapat berubah menjadi

kekuatan yang maha hebat. Karena itu, selama beberapa bulan kedepan, dan bahkan sebisa yang engkau mampu, berusahalah untuk menyerap energy dari luar dan

perkuat tubuhmu. Engkau boleh mengikuti cara yang pertama di tahun pertama, semua energy yang engkau serap, usahakan untuk engkau sebarkan dan resapkan ke setiap sendi organ tubuh bagian dalam. Selain itu, mulai besok, Ang Sinshe akan menyiapkan ramuan khusus yang harus engkau minum setiap pagi. Terakhir, mengenai kitab pusaka yang engkau latih itu, selain ilmu langkah dan rahasia gerakan manusia, jangan dulu engkau latihkan. Engkau boleh mengendapkannya, kelak engkau dapat melatihnya menjadi ilmu mujijat ketika engkau sudah mampu menguasai

iweekang yang memadai untuk menggerakkannya ... sekali lagi, ingat, engkau harus selalu bersemadhi di tempat ini dan menyerap energy dari luar untuk

(9)

memperkuat tubuhmu. Aku akan meninggalkanmu selama setahun, dan kelak akan menemuimu lagi. Catat sekali lagi, jangan mencoba melatih yang lainnya ....” Dan suara itupun sirap, tetapi Koay Ji yakin dia masih berada bersama ”Suhunya” itu. Dan keyakinannya benar ketika pikirannya bercabang, dia ditegur dan

diingatkan oleh suara tersebut. Karena itu, diapun akhirnya tenggelam dalam samadhi dan samar samar antara sadar dan tidak sadar, dia memperoleh bimbingan khusus bagaimana menyerap energy dari luar, bagaimana membarukan kedalam

tubuhnya dan kemudian memperkuat organ-organ dalam tubuhnya. Dan sampai pagi Koay Ji masih belum paham sepenuhnya. Seminggu setelah itu, baru dia lancar dan mampu melakukan sendiri tanpa bantuan ”Suhu” tersebut.

Yang tidak dan kurang diketahui Koay Ji adalah, pertarungan dua kekuatan dahsyat dalam tubuhnya, sebenarnya berarti maut bagi siapapun. Tetapi, dengan obat MUJIJAT dari Bu Te Hwesio, dia masih terus dapat bertahan, tetapi kedua kekuatan mujijat yang mengeram dalam tubuhnya juga semakin bertambah dahsyat.

Pertumbuhannya boleh dibilang berlipat-lipat karena obat mujijat yang diberikan Bu Te Hwesio. Dan adalah bantuan obat2an mujijat dari Ang Sinshe yang membuatnya mampu terus bertahan meski pengaruh dan kekuatan kedua tenaga dahsyat dalam tubuhnya bertambah hebat dari waktu kewaktu. Dan sekarang, selain dengan obat-obatan mujijat, diapun sudah harus mulai membantu pengobat-obatan dari dalam

tubuhnya. Dan itu jalan satu-satunya sesuai dengan petunjuk Suhu tersembunyi yang belum pernah dikenalnya. Itu juga sebabnya Koay Ji mulai berusaha sendiri dan tidak tergantung kepada orang lain. Penderitaannya membuatnya mulai mencari jalan sendiri agar penyakitnya dapat diredakan dan dapat tumbuh kembali secara normal.

Semakin menyadari keadaan tubuhnya, semakin Koay Ji bertekun berlatih siulian, ilmu silat dan ilmu pertabiban. Kini, selain siulian malam hari, berlatih bersama Khong Yan, belajar ilmu pertabiban dari Ang Sinshe dan membersihkan perpustakaan dan membaca buku, tak ada lagi kegiatan lain Koay Ji. Buku-buku di perpustakaan sudah makin banyak yang disantapnya, tinggal beberapa buku belaka yang tidak dibaca anak itu. Buku yang dipinjamkan Cu Pangcu dan berisi pelajaran rahasia dalam bahasa Sansekerta, juga sudah dikembalikannya ke perpustakaan dengan memberitahu kepada Cu Pangcu. Sementara persahabatannya dengan Khong Yan justru semakin kental. Suatu saat Koay Ji memutuskan menurunkan Ilmu Langkah Thian Liong pat pian- atau "Naga langit berubah delapan kali secara lengkap. Tetapi, sebelumnya, mereka bersepakat untuk satu hal penting:

“Khong Yan …….. aku menguasai sebuah ilmu langkah yang sangat aneh, petunjuk seorang yang belum pernah bertemu denganku. Aku ingin menurunkannya kepadamu, tapi terlebih dahulu, kuminta engkau agar bersedia untuk terus merahasiakan jejak darimana ilmu itu berasal sampai kapanpun …”

“Apakah ilmu itu hebat Koay Ji …..”? Tanya Khong Yan penasaran

“Kurasa sangat hebat, semua Ilmu silat yang kulihat dimainkan Kakekmu dan Ibumu masih belum akan mampu mengejarnya jika dilakukan dan dikuasai secara sempurna. Percayalah Khong Yan ….”

“Masakan sehebat itu Koay ji ….”? Antara percaya dan tidak percaya Khong Yan, tetapi pengalamannya dengan Koay ji membuktikan jika perkataan Koay Ji tidak ada yang asalan dan tidak terbukti benar.

“Aku sangat yakin Khong Yan ….. engkau boleh mengejarku dengan semua ilmu yang engkau kuasai dan aku hanya akan melangkah sesuai ilmu tersebut …….”

”Baik, mari kita berlatih ...”

Keduanyapun segera bersilat dengan Khong Yan mencecar Koay Ji. Tetapi, benar saja, dengan ringan, cepat dan sebat, Koay Ji menghindar, melompat dan bergerak sehingga semua serangan Khong Yan menjadi sia-sia. Sampai 5 ilmu digunakan Khong Yan tetapi tetap saja dia tidak berhasil menyentuh dan menyudutkan Koay Ji. Dan setelah merasa lelah, diapun akhirnya berhenti dan memandang heran Koay Ji yang tidak terlihat keletihan sedikitpun. Diapun sangat kaget dan heran, benarkah ilmu langkah Koay ji sehebat itu?

”Aku tidak menggunakan banyak tenaga Khong Yan, beda denganmu yang harus banyak mengerahkan tenaga. Ilmu langkah ini adalah bagian pertahanan dan menggunakannya tidak butuh banyak tenaga. Turut pengamatanku, jika aku terus melangkah seperti ini menghadapi ilmu-ilmu yang kusaksikan, maka serangan kong-kong dan ibumupun tidak akan mampu memerangkapku. Tapi, itu dugaanku belaka, buktinya terus terang belum dapat kuberikan ...”

”Ach, jika sehebat itu, engkau ajari aku Koay Ji ...”

(10)

Bahkan, aku harap engkau mau menurunkannya kepada teman-teman kita lainnya. Karena mempelajarinya bukan sesuatu yang mudah, maka biarlah untuk tahap awal ini engkau mempelajari bagian pertahanannya dulu. Tapi ingat, engkau harus berjanji tidak akan menggunakannya jika sangat terpaksa ...”

”Baiklah, aku akan mengikuti permintaanmu Koay ji ...”

Begitulah, sejak saat itu Koay Ji mengajar dan melatih Khong Yan dengan ilmu langkah mujijatnya. Koay Ji sendiri tak pernah menyangka jika ilmu tersebut adalah satu ilmu yang sangat mujijat. Melulu ilmu langkah itu saja, sudah luar biasa hebatnya, apalagi jika kelak dikombinasikan untuk menyerang. Bahkan Khong Yan juga tidak pernah menduga jika dia sedang melatih sebuah ilmu yang kelak akan mengangkat namanya sangat harum di dunia persilatan. Berbeda dengan Koay Ji, Khong Yan membutuhkan waktu 2 bulan baru dapat mengu

Referensi

Dokumen terkait