• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Ada berbagai bentuk badan usaha yang mendukung kegiatan. perekonomian di Indonesia, antara lain yang berbentuk badan hukum adalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Ada berbagai bentuk badan usaha yang mendukung kegiatan. perekonomian di Indonesia, antara lain yang berbentuk badan hukum adalah"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

Ada berbagai bentuk badan usaha yang mendukung kegiatan perekonomian di Indonesia, antara lain yang berbentuk badan hukum adalah perseroan terbatas, yayasan dan koperasi dan yang tidak berbentuk badan hukum seperti firma, persekutuan komanditer, usaha dagang, commanditer

vennootschaap dan lain sebagainya. Namun, dari berbagai bentuk usaha tersebut

di atas, bentuk usaha Perseroan Terbatas (PT) merupakan bentuk yang paling

lazim digunakan di Indonesia.1 Sebab PT merupakan bentuk usaha kegiatan

ekonomi yang paling disukai saat ini, disamping karena pertanggungjawabannya yang bersifat terbatas, PT juga memberikan kemudahan bagi pemilik (pemegang saham) nya untuk mengalihkan perusahaannya (kepada setiap orang) dengan

menjual seluruh saham yang dimilikinya pada perusahaan tersebut.2

PT sangat menarik minat investor atau penanam modal untuk menanamkan modalnya. Dengan dominasi yang besar di Indonesia, PT telah ikut meningkatkan taraf hidup bangsa Indonesia, baik melalui Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), sehingga PT merupakan salah satu pilar perekonomian nasional. Lebih dipilihnya PT sebagai bentuk perusahaan dibandingkan dengan bentuk usaha yang lain ini dikarenakan       

1 Lilik Mulyadi, Kajian terhadap Perseroan Terbatas sebagai Bentuk Perusahaan yang

Mandiri dan Terbatas Sifat Pertanggungjawabannya, hal.2 diakses dari http://pn-kabanjahe.go.id/index2.php?option=com_docman&task=doc_view&gid=41&Itemid=109 pada tanggal 17 April 2012  

2 Ahmad Yani, Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis:Perseroan Terbatas, (Jakarta, Raja

(2)

adanya pemisahan yang jelas antara kepemilikan modal (ownership) dengan kepengurusannya (power).

Kata “Perseroan” dalam pengertian umum Perusahaan atau organisasi usaha. Sedangkan “Perseroan Terbatas” adalah salah satu bentuk organisasi usaha

atau badan usaha yang ada dikenal dalam sistem hukum dagang Indonesia.3

Istilah PT dulunya dikenal dengan istilah Naamloze Vennootschap (NV) yang berasal dari bahasa Belanda, berarti Persekutuan tanpa nama. Hal ini sejalan dengan pendapat Sukardoni yang mengatakan bahwa tanpa nama berarti pemakaian nama perusahaan harus memakai penunjukan nama yang menggambarkan dasar tujuan perusahaan, bukan nama-nama pendirinya

selayaknya Firma.4 Mengenai kata “terbatas” pengertian Perseroan Terbatas

terdiri dari dua kata, yakni “perseroan” dan “terbatas”. Perseroan merujuk kepada modal PT yang terdiri dari sero-sero atau saham-saham. Adapun kata terbatas merujuk kepada pemegang saham yang “peran dan tanggungjawab”nya hanya

sebatas pada nilai nominal saham yang dimilikinya.5

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) memuat pengertian Perseroan sebagai badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan       

3 I.G Rai Widjaya, Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, (Jakarta, Kesaint Blanc,

2006), hal.11 

4

Abdul Muis, Bunga Rampai Badan Hukum, (Medan, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 1990), hal.125-126

5

(3)

pelaksanaannya. Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Teori Solomon tentang pembentukan sebuah Perseroan Terbatas, yaitu bahwa perusahaan menjadi bagian terpisah dari orang yang membentuknya atau menjalankannya, dimana perusahaan tersebut mempunyai hak dan kewajiban yang berkaitan erat dengan aktivitasnya bukan kepada orang lain yang memiliki

atau menjalankannya.6

Agus Budiarto berpendapat bahwa Perseroan Tebatas adalah suatu badan usaha yang mempunyai unsur-unsur sebagai berikut: (i) adanya kekayaan yang

terpisah, (ii) adanya pemegang saham, dan (iii) adanya pengurus.7

Lilik Mulyadi, yang merupakan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Kepanjen,

Kabupaten Malang, Jawa Timur berpendapat bahwa PT merupakan bentuk usaha berbadan hukum yang mandiri dan terbatas sifat

pertanggungjawabannya, artinya bahwa pemegang saham PT tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat serta tidak bertanggung jawab pula atas kerugian PT melebihi nilai saham yang telah diambilnya dan tidak

meliputi harta kekayaan pribadinya.8

PT mempunyai kedudukan mandiri. Oleh Undang-Undang diberi istilah “standi persona”. PT dijadikan subyek hukum mandiri disamping manusia orang

       6

Christopher L. Ryan, Company Directors, Liabilities, Rights and Duties, (CCH Editions Limited, Third Edition, 1990), hal.215 

7 Agus Budiarto, Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas,

(4)

perorangannya. Badan dengan karakteristik demikian inilah yang biasa dinamakan

“badan hukum”.9

Dalam ilmu hukum, subyek hukum terdiri atas dua macam, yaitu: i) orang pribadi (natural person atau naturlijk persoon); dan ii) badan hukum (artificial

person atau recht persoon). PT merupakan perusahaan yang oleh undang-undang

dinyatakan sebagai perusahaan yang berbadan hukum. Dengan status yang demikian itu, PT menjadi subyek hukum yang menjadi pendukung hak dan kewajiban. PT merupakan badan hukum yang memiliki personalitas hukum (legal personality) sebagai “subyek hukum”. Hal ini pernah ditegaskan pula dalam salah satu Putusan Mahkamah Agung Nomor 047 K/Pdt/1998 tanggal 20 Januari

1993.10 Hal ini sejalan dengan pendapat Yahya Harahap yang menyebutkan

bahwa PT merupakan makhluk hukum (a creature of law).11

Pengertian Badan Hukum itu sendiri adalah suatu badan yang memiliki harta kekayaan terlepas dari anggota-anggotanya, dianggap sebagai subjek hukum yang mempunyai tanggung jawab dan memiliki hak-hak serta kewajiban seperti yang dimiliki seseorang. Pribadi hukum ini memiliki kekayaan tersendiri, mempunyai pengurus atau pengelola dan dapat bertindak sendiri sebagai pihak di

dalam suatu perjanjian.12

       9

  Rudhi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, (Bandung, PT Citra Aditya Bakti, 2001), hal.27 

10  Gautama, Himpunan Yurisprudensi Indonesia yang Penting untuk Praktik-Jilid 14,

(Bandung, PT Citra Aditya Bakti, 1995), hal. 347 

11

M. Yahya Harahap, Separate Entity, Limited Liability dan Piercing the Corporate Veil, (Jurnal Hukum Bisnis Volume 26, 2007), hal.44

12

(5)

Untuk menjadikannya sebagai badan hukum PT, sebuah perusahaan harus mengikuti tata cara pembuatan, pendaftaran dan pengumuman sebagaimana yang diatur dalam UUPT.

Perseroan Terbatas merupakan suatu organisasi, suatu organisasi sebagai kumpulan dari beberapa orang yang didirikan untuk mencapai suatu tujuan yang disepakati oleh para anggotanya. Oleh karena tidak mungkin, kecuali pada organisasi kecil, bahwa semua anggota turut serta untuk mengurus kegiatan organisasi tersebut, dibentuklah suatu badan/organ yang mewakili semua

anggotanya untuk menjalankan usaha tersebut yang disebut pengurus.13

Berdasarkan Pasal 1 angka 2 junctis Pasal 98 ayat 1 dan Pasal 108 ayat 1 UUPT, PT memiliki organ yang terdiri atas: i) Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), ii) Dewan Komisaris; dan iii) Direksi. Fungsi masing-masing organ PT tersebut adalah: i) Direksi sebagai organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan, tanggung jawab mana erat kaitannya dengan sifat kolegialitas Direksi Perseroan artinya Direksi PT itu

seharusnya terdiri dari lebih dari satu orang atau berebentuk Dewan.14 Direksi

dapat mewakili perseroan itu baik di dalam maupun di luar pengadilan, ii) Dewan Komisaris melakukan pengawasan terhadap perseroan, baik secara umum maupun secara khusus, termasuk memberi nasihat kepada Direksi, iii) RUPS sendiri bertugas menentukan kebijakan perusahaan. Ketiga organ tersebut merupakan satu       

13 Moenaf H. Regar, Dewan Komisaris, Peranannya sebagai Organ Perseroan, (Medan,

Bumi Aksara, 2000), hal. 31 

14

 Nindyo Pramono, Tanggung Jawab dan Kewajiban Pengurus (Bank) Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,Vol.5 Nomor 3, Desember 2007, hal.22. 

(6)

kesatuan di dalam badan hukum PT yang menjalankan roda kegiatan PT ke arah visi-misinya sesuai dengan maksud dan tujuan PT sebagaimana termuat dalam Anggaran Dasar PT. Kegiatan organ-organ itu meliputi fungsi pembuatan kebijakan, pelaksanaan, dan pengawasan.

RUPS adalah organ PT yang memiliki kewenangan ekslusif yang tidak diberikan kepada Direksi dan Dewan Komisaris. Namun hal tersebut bukan

berarti bahwa RUPS merupakan yang paling tinggi di atas organ lainnya.15

Kewenangan RUPS, bentuk dan luasannya, ditentukan dalam UUPT dan Anggaran Dasar PT. Dalam bentuk kongkret-nya RUPS merupakan sebuah forum, dimana para pemegang saham memiliki kewenangan utama untuk memperoleh keterangan-keterangan mengenai Perseroan, baik dari Direksi maupun Dewan Komisaris. Keterangan-keterangan tersebut merupakan landasan bagi RUPS untuk mengambil kebijakan dalam menyusun langkah strategis Perseroan, serta mengambil keputusan sebagai sebuah badan hukum.

Sesuai Pasal 78 UUPT, RUPS terdiri dari RUPS Tahunan dan RUPS lainnya yang dilaksanakan di tempat kedudukan Perseroan atau ditempat Perseroan melakukan kegiatan usahanya, atau tempat lainnya sesuai yang ditentukan dalam Anggaran Dasar PT serta dibuka dan ditutup oleh Ketua Rapat sesuai dengan Anggaran Dasar PT. RUPS Tahunan dilaksanakan setiap tahun selambat-lambatnya dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak ditutupnya tahun buku perseroan yang pada intinya membahas mengenai penyampaian laporan tahunan. Sedangkan RUPS lainnya dikenal dengan sebutan RUPS Luar Biasa       

15

  Parasian Simanungkalit, RUPS Kaitannya dengan Tanggung Jawab Direksi pada  

(7)

yang dapat diadakan sewaktu-waktu berdasarkan kebutuhan PT yang lazimnya membahas hal-hal yang tidak dibahas dan tidak diputuskan dalam RUPS Tahunan.

RUPS Tahunan dalam prakteknya cukup dibuat di bawah tangan sebab tidak mengandung unsur-unsur perubahan Anggaran Dasar PT serta tidak membutuhkan Persetujuan maupun kewajiban Pemberitahuan ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, sedangkan RUPS Luar Biasa yang mengandung unsur-unsur perubahan Anggaran Dasar PT oleh sebab itu berdasarkan Pasal 21 UUPT membutuhkan Persetujuan ataupun kewajiban Pemberitahuan ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dan wajib dibuat dalam bentuk otentik yang dibuat dihadapan Notaris sebagai pejabat umum yang berwenang untuk itu sesuai dengan wilayah kerja Notaris yang bersangkutan sebagaimana yang dipersyaratkan oleh UUPT.

Hal ini sejalan dengan fungsi dan tugas Notaris sebagai pejabat umum yang mempunyai wewenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diperintahkan oleh peraturan umum atau diminta

oleh para pihak yang membuat akta16 serta sesuai dengan ketentuan Pasal 1868

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mendefinisikan suatu bentuk tertulis agar dapat dikatakan otentik haruslah dibuat dalam bentuk yang telah ditentukan oleh Undang-Undang serta dibuat di hadapan Pejabat Umum pada wilayah dimana pejabat umum itu berhak untuk membuatnya atau pada tempat yang merupakan wilayah kerjanya.

       16

Sudikno Mertokusumo, Arti Penemuan Hukum Bagi Notaris, Renvoi (Nomor 12, tanggal 3 Mei 2004), hal. 49

(8)

Namun ada kalanya RUPS Luar Biasa sebagaimana disebutkan di atas dibuat dalam bentuk di bawah tangan. Hal ini dapat dimungkinkan, asalkan kemudian tetap memenuhi unsur keotentikan sebagaimana dipersyaratkan oleh Undang-Undang dalam pengajuan permohonan Persetujuan maupun kewajiban Pemberitahuan ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Dalam arti sebagaimana dipersyaratkan berdasarkan Pasal 21 ayat 4 dan ayat 5 UUPT bahwa RUPS Luar Biasa yang dibuat di bawah tangan tersebut harus segera dibuatkan Akta Pernyataan Keputusan Rapat (PKR) atau Akta Perubahan Anggaran Dasar-nya oleh Notaris selambatnya 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal keputusan RUPS.

UUPT sendiri tidak ada memuat secara tegas mengenai pengertian ataupun defenisi mengenai Akta PKR ini. Berdasarkan Penjelasan Pasal 21 ayat 5 UUPT hanya mengatakan bahwa yang dimaksud dengan “harus dinyatakan dalam akta notaris” adalah harus dalam bentuk akta Pernyataan Keputusan Rapat atau Akta Perubahan Anggaran Dasar. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa Akta PKR tersebut pada intinya memuat hal-hal yang telah diputuskan dalam RUPS Luar Biasa yang dibuat di bawah tangan.

Berdasarkan Pasal 81 juncto 82 UUPT, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum penyelenggaraan RUPS, antara lain:

1. Direksi melakukan pemanggilan kepada pemegang saham.

2. Pemanggilan tersebut dilakukan dalam jangka waktu selambatnya 14 hari sebelum tanggal RUPS diadakan.

(9)

3. Pemanggilan dilakukan dengan Surat Tercatat dan/atau dengan iklan dalam Surat Kabar.

Sedangkan berdasarkan Pasal 76 juncto Pasal 86 UUPT, pada saat akan berlangsungnya RUPS, perlu pula diperhatikan beberapa hal antara lain:

1. RUPS diselenggarakan di tempat kedudukan PT atau di tempat PT melakukan kegiatan usahanya yang utama sesuai yang ditentukan dalam Anggaran Dasar, atau di tempat lainnya sepanjang terletak di wilayah negara Republik Indonesia.

2. RUPS telah dihadiri atau diwakili oleh lebih dari ½ (satu perdua) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara. Hal ini dapat dibuktikan dari daftar hadir peserta RUPS.

3. Bila kuorum yang dipersyaratkan di atas tidak terpenuhi, maka dapat diadakan pemanggilan RUPS kedua dengan menyebutkan bahwa telah dilakukan RUPS pertama namun tidak mencapai kourum.

4. RUPS kedua sah dan berhak mengambil keputusan jika dalam RUPS dihadiri atau diwakili oleh paling sedikit 1/3 (satu pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, kecuali Anggaran Dasar menentukan jumlah kuorum yang lebih besar.

5. Bila kuorum RUPS kedua tidak terpenuhi juga, maka PT dapat memohon kepada ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan PT atas permohonan PT agar ditetapkan kuorum untuk RUPS ketiga dengan menyebutkan bahwa telah dilakukan RUPS kedua namun tidak mencapai kourum Penetapan ketua Pengadilan Negeri mengenai

(10)

kuorum RUPS tersebut bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap.

6. Pemanggilan RUPS kedua dan ketiga dilakukan dalam jangka waktu selambatnya 7 (tujuh) hari sebelum dilangsungkannya RUPS kedua atau RUPS ketiga.

7. RUPS kedua dan RUPS ketiga dilangsungkan dalam waktu paling cepat 10 (sepuluh) hari dan paling lambat 21 (dua puluh satu) hari setelah RUPS yang mendahuluinya dilangsungkan.

Berdasarkan Pasal 87 junctis Pasal 88 dan Pasal 89 UUPT, dalam pengambilan keputusan RUPS, perlu pula diperhatikan beberapa hal antara lain:

1. Keputusan RUPS diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat.

2. Jika musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, keputusan adalah sah jika disetujui lebih dari ½ (satu perdua) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan kecuali Undang-Undang dan/atau Anggaran Dasar menentukan bahwa keputusan adalah sah jika disetujui oleh jumlah suara setuju yang lebih besar.

3. RUPS untuk mengubah Anggaran Dasar dapat dilangsungkan jika dalam RUPS dihadiri atau diwakili oleh paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali Anggaran Dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar. Dalam hal kuorum kehadiran tersebut tidak tercapai, dapat

(11)

diselenggarakan RUPS kedua. RUPS kedua sah dan berhak mengambil keputusan jika dalam RUPS dihadiri atau diwakili oleh paling sedikit 3/5 (tiga perlima) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dan keputusan adalah sah jika jika disetujui paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali Anggaran Dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar. Demikian pula ketentuan Pasal 86 ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), dan ayat (9) tentang peneyelenggaraan RUPS kedua dan ketiga yang tidak memenuhi kuorum, mutatis mutandis berlaku juga dalam RUPS untuk mengubah Anggaran Dasar ini.

4. Sedangkan RUPS untuk menyetujui Penggabungan, Pengambilalihan, atau Pemisahan, pengajuan permohonan Pailit suatu PT, perpanjangan jangka waktu berdiri PT, dan pembubaran PT dapat dilangsungkan jika dalam RUPS dihadiri atau diwakili oleh paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dan keputusan adalah sah jika jika disetujui paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali Anggaran Dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar. Dalam hal kuorum kehadiran tersebut tidak tercapai, dapat diselenggarakan RUPS kedua. RUPS kedua sah dan berhak mengambil keputusan jika dalam RUPS dihadiri atau diwakili oleh paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dan keputusan adalah sah jika jika disetujui paling sedikit 3/4 (tiga perempat)

(12)

bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali Anggaran Dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar. Demikian pula ketentuan Pasal 86 ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), dan ayat (9) tentang peneyelenggaraan RUPS kedua dan ketiga yang tidak memenuhi kuorum, mutatis mutandis berlaku juga dalam RUPS untuk mengubah Anggaran Dasar ini.

Berdasarkan Pasal 90 juncto Pasal 91 UUPT, setelah penyelenggaraan RUPS pun, perlu diperhatikan beberapa hal antara lain:

1. Risalah RUPS wajib dibuat dan ditandatangani oleh ketua rapat dan paling sedikit 1 (satu) orang pemegang saham yang ditunjuk dari dan oleh peserta RUPS.

2. Tanda tangan tersebut tidaklah disyaratkan apabila RUPS tersebut dibuat dengan akta Notaris.

Pemegang Saham dapat juga mengambil keputusan yang mengikat di luar RUPS dengan syarat semua pemegang saham dengan hak suara menyetujui secara

tertulis dengan menandatangani usul yang bersangkutan.17

Beberapa hal menjadi permasalah dalam mengukur keabsahan putusan yang diambil dalam suatu RUPS. Diantaranya seperti yang terjadi dalam pelaksanaan RUPS LB PT Hotel Danau Toba Internasional (PT HDTI) sebagaimana terdapat dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 607 K/Pdt/2011, dimana jumlah kuorum peserta RUPS menjadi permasalahan yang utama dalam kasus ini.

       17

(13)

Jumlah Saham yang telah ditempatkan dan disetor penuh dalam PT HDTI adalah sebanyak 1.500 lembar saham, sedangkan saham dengan hak suara sah adalah hanya sebanyak 936 lembar saham, sebab sebanyak 564 saham adalah saham dimiliki oleh orang yang telah meninggal dunia, saham mana belum dilakukan pisah bagi diantara para ahli waris orang yang telah meninggal dunia tersebut sampai saat penyelenggaraan RUPS LB PT HDTI dimaksud. RUPS LB PT HDTI tersebut diselenggarakan sebanyak 2 kali yaitu pada tanggal 6 Juni 2008 dan tanggal 21 Juni 2008, dan kedua RUPS LB PT HDTI tersebut dihadiri oleh 702 saham dengan hak suara. Pengadilan Negeri dalam putusannya menyatakan tidak sah dan batal demi hukum putusan yang diambil dalam kedua RUPS LB tersebut, sedangkan Mahkamah Agung dalam putusannya Nomor 607 K/Pdt/2011 berpendapat sebaliknya, yaitu memutuskan bahwa kedua RUPS LB PT HDTI tersebut telah memenuhi ketentuan kuorum sebagaimana dimaksud dalam Pasal

77 UUPT. Disini terlihat adanya perbedaan pandangan terkait kuorum kehadiran pada RUPS LB PT HDTI antara Pengadilan Negeri dengan Mahkamah

Agung.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka dilakukanlah penelitian dalam bentuk Tesis dengan judul "Tinjauan Yuridis Keabsahan Rapat Umum Pemegang Saham berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 607 K/Pdt/2011”.

(14)

B. Perumusan Masalah

Pokok permasalahan yang akan dibahas dalam tesis ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah penentuan keabsahan suatu Rapat Umum Pemegang Saham dalam Perseroan?

2. Bagaimanakah kedudukan hak atas saham yang belum terbagikan diantara ahli waris?

3. Bagaimanakah hak-hak para ahli waris atas saham yang belum terbagi?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian merupakan bagian pokok ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk lebih mendalami segala aspek kehidupan, disamping itu juga merupakan sarana untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, baik dari segi teoritis maupun praktis18.

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan meninjau penentuan keabsahan suatu Rapat Umum Pemegang Saham dalam Perseroan.

2. Untuk mengetahui dan meninjau kedudukan hak atas saham yang belum terbagikan diantara ahli waris.

3. Untuk mengetahui dan meninjau hak-hak para ahli waris atas saham yang belum terbagi.

       18

(15)

(UI-D. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis, sebagai berikut:

1. Secara teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk ilmu Hukum Kenotariatan pada umumnya, dan Hukum Perusahaan khususnya serta menambah pengetahuan dan wawasan juga sebagai referensi tambahan pada program studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan, khususnya dalam hal meninjau keabsahan Rapat Umum Pemegang saham suatu Perseroan Terbatas.

2. Secara praktis

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai bahan masukan bagi kalangan akademisi, praktisi serta para pelaku usaha yang bergerak di bidang usaha yang berbadan hukum, khususnya pada Perseroan Terbatas serta dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang ingin melakukan penelitian di bidang yang sama.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran kepustakaan baik di lingkungan Universitas Sumatera Utara maupun Kepustakaan Universitas Sumatera Utara, belum ada penelitian mengenai Tinjauan Yuridis atas Keabsahan RUPS sehingga penelitian mengenai "Tinjauan Yuridis Keabsahan Rapat Umum Pemegang Saham berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 607 K/Pdt/2011" juga belum

(16)

pernah diteliti sebelumnya, namun ada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh:

1. Saudari Laura Ginting, Mahasiswi Program Studi Magister Kenotariatan, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara dengan judul tesis “Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham pada Perseroan Terbatas dilihat dari Anggaran Dasar” Tahun 2008 dengan rumusan masalah sebagai berikut:

a. Bagaimana pengaturan Rapat Umum Pemegang Saham di dalam Anggaran Dasar Perseroan Terbatas?

b. Bagaimana pengaturan serta kedudukan hukum Rapat Umum Pemegang Saham di dalam ketentuan Undang-Undang Perseroan Terbatas?

2. Saudari Ervina, Mahasiswi Program Studi Magister Kenotariatan, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara dengan judul tesis “Tinjauan Yuridis terhadap Sengketa mengenai Keabsahan Rapat Umum Pemegang Saham yang Diselenggarakan berdasarkan Penetapan Izin Ketua Pengadilan Negeri ” Tahun 2007 dengan rumusan masalah sebagai berikut:

a. Faktor apa yang menyebabkan diajukannya gugatan oleh pemegang saham yang keberatan terhadap Rapat Umum Pemegang Saham yang telah dilaksanakan berdasarkan Penetapan Izin Pengadilan Negeri?

(17)

b. Apabila suatu Rapat Umum Pemegang Saham yang telah dilaksanakan melalui permohonan Penetapan Izin Pengadilan Negeri berdasarkan permingtaan pemegang saham, ternyata adanya perbuatan melawan hukum dalam mengajukan permohonan penetapan tersebut. Bagaimana akibat hukum dalam keadaan di atas?

c. Apa yang menjadi pertimbangan Pengadilan Negeri dalam menolak gugatan pemegang saham yang keberatan tentang putusan-putusan yang dihasilkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham yang dilaksanakan berdasarkan Penetapan Izin Pengadilan Negeri?

Penelitian ini jika dibandingkan dengan penelitian-penelitian terdahulu, maka baik judul, rumusan masalah maupun substansi pembahasan serta pengkajian hukumnya sangat berbeda sama sekali. Dengan demikian penelitian ini adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademis.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Perkembangan ilmu pengetahuan tidak lepas dari teori hukum sebagai landasannya dan tugas teori hukum adalah untuk menjelaskan nilai-nilai hukum dan postulat-postulatnya hingga dasar-dasar filsafatnya yang paling dalam, sehingga penelitian ini tidak terlepas dari teori-teori ahli

(18)

hukum yang dibahas dalam bahasa dan sistem pemikiran para ahli hukum

sendiri.19

Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala

spesifik atau proses tertentu terjadi20, dan suatu teori harus diuji dengan

menghadapkan pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan

ketidakbenarannya.21

M.Solly Lubis menyatakan konsep teori merupakan:

"Kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, mengenai suatu kasus ataupun permasalahan (problem) yang bagi si pembaca menjadi bahan perbandingan, pegangan teori, yang mungkin ia setuju ataupun tidak disetujuinya, ini merupakan masukan eksternal bagi peneliti".

Teori mempunyai kegunaan yang paling sedikit mencakup hal-hal

sebagai berikut:22

a. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam atau

lebih mengkhususkan fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya;

b. Teori sangat berguna didalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta, membina struktur konsep-konsep serta memperkembangkan defenisi-defenisi;

       19

W. Friedmann, Teori dan Filsafat Hukum (Hukum dan Masalah-Masalah Kontemporer, Susunan III), (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 1994), hal.2

20

J.J.J.M. Wuisman, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial-Asas-asas, (Penyunting: M.Hisyam), (Jakarta, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1996), hal.203

21

M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung, CV Mandar Maju, 1994), hal.27

(19)

c. Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar daripada hal-hal yang telah diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut objek yang diteliti;

d. Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin faktor-faktor tersebut akan timbul lagi pada masa-masa mendatang;

e. Teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada pengetahuan peneliti.

Sebagai badan hukum, perseroan memenuhi unsur-unsur badan hukum yang ditentukan dalam UUP. Unsur-unsur tersebut antara lain adalah:

a. Organisasi yang terarur

Organisasi yang teratur ini dapat dilihat dari adanya organ perusahaan yang terdiri atas Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi dan Dewan Komisaris. Keteraturan organisasi perusahaan dapat diketahui melalui ketentuan UUPT, Anggaran Dasar, Perseroan, Keputusan RUPS, Keputusan Direksi, Keputusan Dewan Komisaris dan peraturan-peraturan mengenai perusahaan lainnya yang dikeluarkan dari waktu ke waktu.

b. Harta kekayaan sendiri

Dalam Pasal 31 ayat (1) juncto Pasal 34 ayat (4) UUPT dikatakan bahwa harta kekayaan sendiri ini yang terdiri dari modal dasar

(20)

yang terdiri atas seluruh nilai nominal saham yang terdiri atas uang tunai dan harta kekayaan dalam bentuk lain.

c. Melakukan hubungan hukum sendiri

Sebagai badan hukum, Perseroan melakukan sendiri hubungan

hukum dengan pihak ketiga yang diwakili oleh Pengurus Perseroan melalui Direksi Perseroan sebagai pelaksana kegiatan

operasional perusahaan sesuai Pasal 98 UUPT. Sesuai Pasal 92 UUPT, Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan serta tujuan Perseroan serta mewakili

Perseroan baik di dalam maupun di luar Pengadilan. Dalam melaksanakan kegiatannya serta tugasnya tersebut, Direksi

berada di dalam pengawasan dari Dewan Komisaris, yang dalam hal-hal tertentu membantu Direksi dalam menjalankan

tugasnya tersebut.

d. Mempunyai tujuan hukum sendiri

Setiap Perseroan memiliki tujuan hukumnya sendiri, tujuan mana ditentukan dalam Anggaran Dasar masing-masing Perseroan, tujuan mana pada umumnya adalah untuk memperoleh profit (keuntungan).

Ada beberapa teori penting mengenai badan hukum, diantaranya:23

1. Teori Fiksi menganggap bahwa kepribadian hukum atas kesatuan-kesatuan lain daripada manusia adalah hasil

       23

(21)

khayalan. Kepribadian “yang sebenarnya” hanya ada pada manusia. Negara-negara korporasi, lembaga-lembaga, tidak dapat menjadi subjek dari hak-hak dan kepribadian tetapi diperlukan seolah-olah badan-badan itu manusia. Tokoh teori

ini adalah Savigny.24

2. Teori Konsesi menyatakan dengan tegas bahwa badan hukum dalam negara tidak memiliki kepribadian hukum kecuali kalau diperkenankan oleh “hukum”, dan ini berarti negara.

Teori ini didukung oleh Savigny, Salmond dan Dicey.25

3. Teori Zweckvermogen26 menyatakan bahwa hak milik

badan-badan hukum dapat diperuntukkan, dan mengikat secara sah pada tujuan-tujuan tertentu, tetapi adalah milik tanpa subjek, tanpa pemilik. Teori ini menganggap bahwa hanya manusia yang dapat memiliki hak-hak.

4. Teori Inhering27 berpendapat bahwa subjek-subjek hak-hak

badan hukum adalah manusia-manusia yang secara nyata ada di belakangnya, anggota-anggota badan hukum, dan mereka yang mendapat keuntungan dari suatu yayasan (stiftung) yang diberi kepribadian hukum dalam hampir semua hukum Eropa, sedangkan dalam hukum Anglo-Saxon mereka,

       24

Ibid., sebagaimana dikutip dari System des heutigen romischn Rechts, Vol.2, hal.232 

25

Ibid., sebagaimana dikutip dari, Law of the Constitution (edisi ke-8), hal.87-88

26

Ibid., sebagaimana dikutip dari Berhubungan dengan nama Bekker, dan khususnya Brinz (Pandekten, Vol.1, hal.196)

(22)

dengan adanya konsepsi tentang kepercayaan, diperlakukan tidak sama.

5. Teori Realis atau Organik yang bertentangan dengan semua teori yang disebut sebelumnya, sebab menekankan

pada pribadi-pribadi hukum yang nyata sebagai

sumber kepribadian hukumnya. Wadah badan hukum adalah

Reale Verband-Sperson, kepribadiannya tidak karena

diakui oleh negara, bukan ciptaan menurut hukum yang tidak nyata, bukan pula kepribadian yang terletak

anggota-anggota yang merupakan unsur-unsurnya atau orang-orang yang berkepentingan. Teori ini didukung oleh

Mitland.28

Teori yang digunakan dalam menjawab permasalahan yang diuraikan di dalam tesis ini, adalah:

1. teori “Command Theory” dari John Austin, yang terdiri dari 4 (empat) unsur, yaitu:

a. Command (perintah), yaitu bahwa Hukum adalah perintah.

b. Obligation (kewajiban), yaitu setiap orang tanpa terkecuali harus menaati hukum.

c. Sanction (sanksi), yaitu setiap orang yang tidak menaati hukum akan dikenakan hukuman.

       28

(23)

d. Sovereignity (kedaulatan), dalam arti adanya kedaulatan dari pihak pembuat Undang-Undang.

Dalam the Command Theory, menurut John Austin, dikatakan bahwa “Law is the command of the sovereign, which is backed by threat of

sanction for noncompliance29 means to be ubiquitous in its application”

yang artinya bahwa hukum adalah perintah kedaulatan, yang memberikan hukuman/sanksi bagi yang tidak menaati artinya merata

penerapannya.30

Negara melalui perangkatnya yaitu DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) membuat Undang-Undang umumnya dan Undang Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas khususnya untuk menjawab permasalahan yang kerap timbul dalam Perseroan.

Beberapa Pasal-Pasal yang berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi oleh PT HDTI adalah Pasal 88 UUPT, bahwa RUPS untuk merubah Anggaran Dasar dapat dilangsungkan jika dalam RUPS dihadiri atau diwakili oleh paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dan keputusan adalah sah jika jika disetujui paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali Anggaran Dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar. Dalam hal kuorum kehadiran tersebut tidak tercapai, dapat diselenggarakan RUPS kedua. RUPS kedua sah dan berhak mengambil keputusan jika dalam RUPS       

29

(24)

dihadiri atau diwakili oleh paling sedikit 3/5 (tiga perlima) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dan keputusan adalah sah jika jika disetujui paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali Anggaran Dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar. Demikian pula ketentuan Pasal 86 ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), dan ayat (9) tentang penyelenggaraan RUPS kedua dan ketiga yang tidak memenuhi kuorum, mutatis mutandis berlaku juga dalam RUPS untuk mengubah Anggaran Dasar ini.

2. teori “kebendaan” berdasarkan Pasal 584 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), yaitu bahwa hak milik atas sesuatu kebendaan tidak dapat diperoleh dengan cara lain, melainkan dengan pemilikan, karena perlekatan, karena daluarsa, karena perwarisan, baik menurut Undang-Undang maupun menurut surat wasiat, dan karena penunjukan atau penyerahan berdasar atas suatu peristiwa perdata untuk memindahkan hak milik dilakukan oleh seorang yang berhak berbuat bebas terhadap kebendaan itu.

Dengan demikian, saham yang mana berdasarkan Pasal 60 UUPT merupakan benda bergerak maka kepemilikan atas saham memberikan hak kebendaan kepada pemiliknya, hak mana dapat dipertahankan kepada setiap orang. Sesuai dengan konsep teori hak kebendaan, maka bezitter (penguasa) adalah merupakan eigenaar (pemilik).

(25)

2. Kerangka Konsepsi

Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan

dunia teori dan observasi, antara abstraksi dan realitas.31

Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstrak yang

digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus, yang disebut dengan

defenisi operasional (operational definition).32 Pentingnya defenisi

operasiomal adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. Oleh karena itu, kerangka konsepsi pada hakekatnya merupakan suatu pengarah atau

pedoman yang lebih kongkrit dari kerangka teoriti yang seringkali bersifat abstrak, sehingga dengan demikian diperlukan defenisi-defenisi

operasional yang menjadi pegangan kongkrit dalam proses

penelitian. Jadi jika teori berhadapan dengan sesuatu hasil kerja yang telah selesai, maka konsepsi masih merupakan permulaan dari sesuatu karya yang setelah diadakan pengolahan akan dapat menjadikan

suatu teori.33

Agar terdapat persamaan persepsi dan pengertian dalam membaca dan memahami penulisan dalam penelitian ini, maka dipandang perlu untuk menguraikan beberapa konsepsi dan pengertian dari istilah yang digunakan sebagaimana yang terdapat di bawah ini:

       31

Masri Singarimbun dkk, Metode Penelitian Survei, (Jakarta, LP3ES, 1989), hal.34

32

Samadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta, PT Raja Grafindo, 1998), hal.3

33

(26)

a. Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas serta

peraturan pelaksanaannya.34

b. Anggaran Dasar Perseroan Terbatas merupakan bagian dari Akta Pendirian Perseroan Terbatas yang memuat aturan main dalam Perseroan yang menentukan setiap hak dan kewajiban dari pihak-pihak dalam Anggaran Dasar, baik Perseroan itu sendiri, Pemegang

Saham maupun Pengurus.35

c. Rapat adalah pertemuan (kumpulan) untuk membicarakan sesuatu.36

d. Rapat Umum Pemegang Saham adalah organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi dan Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan/atau

Anggaran Dasar.37

e. Pernyataan Keputusan Rapat adalah perubahan

Anggaran Dasar yang dibuat oleh Notaris yang merupakan penegasan atas Rapat Umum Pemegang Saham yang dibuat dibawah tangan.

       34

Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007, Loc.Cit., Pasal 1 angka (1)

35

Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, (Bandung, PT Alumni, 2004), hal.68

36

 Diakses dari http://kamusbahasaindonesia.org/rapat pada tanggal 03 Oktober 2012  

(27)

f. Notaris berdasarkan Pasal 1 angka 1 juncto Pasal 15 ayat 2 Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini, antara lain: mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal

pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse,

salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang

pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.

g. Kuorum merupakan jumlah minimum anggota yang harus hadir dalam rapat, majelis, dan sebagainya (biasanya lebih dari separuh jumlah

anggota) agar dapat mengesahkan suatu putusan.38

h. Kuorum RUPS merupakan syarat minimal kehadiran yang harus dipenuhi bilamana suatu Perseroan Terbatas hendak

mengadakan suatu Rapat Umum Pemegang Saham berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

(28)

i. Saham sebagaimana termuat dalam Penjelasan Pasal 53 ayat 3 UUPT adalah saham yang mempunyai hak suara untuk mengambil keputusan dalam RUPS mengenai segala hal yang berkaitan dengan pengurusan Perseroan, mempunyai hak untuk menerima dividen yang dibagikan, dan menerima sisa kekayaan hasil likuidasi.

j. Saham yang belum Dibagi adalah saham yang belum dilakukan pembagiannya kepada para ahli waris sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

G. Metodologi Penelitian

Penelitian adalah suatu kegiatan ilmiah serta usaha atau pekerjaan untuk mencari kembali yang dilakukan dengan suatu metode tertentu dengan cara hati-hati, sistematis serta sempurna terhadap permasalahan, sehingga dapat digunakan

untuk menyelesaikan atau menjawab problemnya.39 Metodologis berarti sesuai

dengan metode atau cara tertentu, sistematis adalah berdasarkan suatu sitem, dan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan dengan suatu kerangka

tertentu.40

Peranan metodologi dalam penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan

adalah:41

a. Menambah kemampuan para ilmuwan untuk mengadakan atau

melaksanakan penelitian secara lebih baik atau lebih lengkap;       

39

Joko P. Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori Dan Praktek, (Jakarta, PT Rineka Cipta, 1997), hal.42

40

 Soerjono Soekanto, Op.Cit., hal.42 

41

(29)

b. Memberikan kemungkinan yang lebih besar, untuk meneliti hal-hal yang belum diketahui;

c. Memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk melakukan penelitian interdisipliner;

d. Memberikan pedoman untuk mengorganisasikan serta mengintegrasikan pengetahuan, mengenai masyarakat.

Penelitian Hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum

yang dihadapi.42

1. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian dalam proposal ini merupakan penelitian hukum

normatif. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah43 yang

didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya juga diadakan pelaksanaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut kemudian mengusahakan suatu pemecahan atau permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala-gejala yang

bersangkutan.44

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif yaitu dengan cara meneliti bahan kepustakaan atau bahan data       

42  Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta, Prenada Media Group, 2005),

hal.35 

43

(30)

sekunder yang meliputi buku-buku serta norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, asas-asas hukum, kaedah hukum dan sistematika hukum serta mengkaji ketentuan perundang-undangan, putusan

pengadilan dan bahan hukum lainnya.45

Sifat penelitian penulisan ini adalah deskriptif analitis. Bersifat deskriptif maksudnya penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan yang diteliti. Analitis dimasukkan berdasarkan gambaran fakta yang diperoleh akan dilakukan secara cermat

bagaimana menjawab permasalahan.46

2. Jenis Data dan Bahan Hukum

Sumber data dapat diperoleh dari data Primer dan Sekunder. Data primer dapat dicari dan diperoleh langsung dari responden ataupun dari lapangan (kancah). Instrumen (alat) yang dapat digunakan adalah wawancara, kuesioner dan observasi (pengamatan). Sementara data sekunder dapat dicari dan diperoleh dari kepustakaan dengan menggunakan

instrumen studi dokumen.47 Data yang dipergunakan di dalam penelitian ini

adalah data sekunder. Data sekunder dalam penelitian ini terdiri dari:

       45

Ibrahim Johni, Teori Dan Metode Penelitian Hukum Normatif, (Malang, Bayu Media Publishing, 2005), hal.336

46

Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia pada Akhir Abad ke 20, (Bandung, PT Alumni, 1994), hal.101

47

  Tampil Anshari Siregar, Metode Penelitian Hukum, (Medan, Pustaka Bangsa Press, 2007), hal.75 

(31)

a. Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mempunyai

otoritas (autoritatif), 48 yang terdiri dari:

1.Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas; 2. Putusan MARI Nomor 607 K/Pdt/2011;

3. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

b. Bahan Hukum sekunder yang terdiri dari pendapat para ahli yang termuat dalam literatur, artikel, media cetak maupun media

elektronik, termasuk tesis dan jurnal hukum.49

c. Bahan Hukum Tersier terdiri dari kamus hukum, atau ensiklopedia yang berhubungan dengan materi penelitian ini.

3. Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dengan cara melakukan penelitian kepustakaan

(library research) untuk mendapatkan konsepsi teori atau doktrin,

pemikiran konseptual dan penelitian yang dilakukan oleh pihak lain yang relevan dengan penelitian ini serta dengan meneliti putusan Mahkamah Agung yang berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti.

Pemikiran dan gagasan serta konsepsi tersebut dapat diperoleh

melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku, khususnya

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,       

48

(32)

buku-buku, literatur dari para pakar yang relevan dengan objek penelitian ini, artikel yang termuat dalam bentuk jurnal, makalah ilmiah, ataupun yang termuat dalam data elektronik seperti pada website dan sebagainya maupun dalam bentuk dokumen atau putusan berkaitan dengan permasalahan penelitian ini.

4.Analisis Data

Analisa data merupakan suatu proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan suatu hipotesis kerja seperti yang

disarankan oleh data.50

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode analisis kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah metode yang

bersifat interaktif51, yaitu dengan melakukan analisis terhadap

peraturan-peraturan dan bahan-bahan hukum yang berhubungan dengan

masalah yang dibahas dengan cara menginterprestasikan semua peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan masalah yang dibahas, menelaah dan menilai bahan hukum yang berkaitan dengan

masalah yang dibahas, mengevaluasi perundang-undangan yang

berhubungan dengan masalah yang dibahas, sehingga akhirnya

dapat dilakukan penarikan kesimpulan dengan menggunakan

       50

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung, Remaja Rosdakarya, 2002), hal.101

51

(33)

logika berpikir secara deduktif yakni dari yang bersifat umum ke yang bersifat khusus, serta dapat dipresentasikan dalam bentuk

Referensi

Dokumen terkait