• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Parasetamol memiliki kompaktibilitas yang kurang baik dan sifat alir yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Parasetamol memiliki kompaktibilitas yang kurang baik dan sifat alir yang"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Parasetamol memiliki kompaktibilitas yang kurang baik dan sifat alir yang buruk, untuk memperbaiki sifat alir dan kompaktibilitas maka dalam pembuatan tablet menggunakan metode granulasi basah (Voigt, 1984). Tablet dibuat dengan menambahkan bahan pengikat untuk meningkatkan kekompakan tablet sehingga mudah untuk dicetak. Tablet parasetamol (C8H9NO2) tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket. Parasetamol memiliki khasiat sebagai analgetik-antipiretik (DepKes RI, 2014).

Bahan tambahan yang ditambahkan dalam pembuatan tablet adalah bahan pengisi, penghancur, pengikat, pembasah, pelicin atau zat lain yang cocok (Depkes RI, 1979). Bahan tambahan yang memiliki peranan penting dalam pembuatan tablet, di antaranya bahan pengikat. Bahan pengikat dimaksudkan untuk memberikan kekompakan dan daya tahan tablet (Voigt, 1984). Bahan pengikat menjamin penyatuan bersama dari partikel serbuk dalam sebuah butir granulat sehingga bebas mengalir ke dalam cetakan. Kerja bahan pengikat akan lebih efektif apabila serbuk dicampur dengan perekat dalam bentuk cair (Ansel, 1989). Bahan pengikat dalam jumlah memadai ditambahkan ke dalam bahan yang akan ditabletasi melalui bahan pelarut atau larutan bahan perekat yang digunakan pada saat granulasi. Bahan pengikat yang umum digunakan diantaranya gula dan jenis pati, gelatin, turunan selulosa (juga selulosa kristalin mikro), gom arab,tragakan (Ansel, 1989).

(2)

Bonggol pisang kepok (Musa paradisiaca cv. Kepok) yang melimpah dan belum dimanfaatkan secara maksimal dapat digunakan sebagai alternatif bahan tambahan sediaaan farmasi yakni sebagai bahan pengikat. Bonggol pisang kepok dibuat dalam bentuk tepung dan digunakan sebagai bahan pengikat karena mengandung pati. Kandungan pati didalam tepung bonggol pisang kepok sebesar 48,26%. Ketersediaan pati yang cukup besar dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengikat (Warsa dkk., 2013). Bonggol pisang kepok merupakan bagian bawah batang pisang yang menggembul berbentuk umbi (Saragih, 2013).

Pati merupakan karbohidrat yang tersebar dalam tanaman terutama tanaman berklorofil. Pati terdiri dari amilosa dan amilopektin merupakan dua polisakarida (Rowe dkk., 2009). Pemanfaatan bonggol pisang menjadi tepung berdasarkan bahwa bonggol pisang kepok mengandung komponen polisakarida yang dapat diolah menjadi sumber tepung baru (Saragih, 2013). Berdasarkan latar belakang yang didukung dengan penelitian pati yang berasal dari bagian tanaman, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh penggunaan tepung bonggol pisang kepok (Musa paradisiaca cv. Kepok) sebagai bahan pengikat terhadap sifat fisik dan kimia tablet parasetamol.

B. Perumusan Masalah

Adakah pengaruh tepung bonggol pisang kepok sebagai bahan pengikat terhadap sifat fisik dan kimia tablet parasetamol?

(3)

C. Tujuan Penelitian

Bagaimana pengaruh penggunaan tepung bonggol pisang kepok sebagai bahan pengikat terhadap sifat fisik dan kimia tablet parasetamol.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai bukti ilmiah pemanfaatan tepung bonggol pisang kepok sebagai bahan pengikat tablet parasetamol dan dapat memperkaya pengetahuan dalam teknologi farmasi. Studi juga diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang bahan limbah yang masih dapat dimanfaatkan dalam bidang farmasi, terutama sebagai bahan tambahan pada tablet salah satunya sebagai pengikat.

E. Keaslian Penelitian

Pencarian pustaka didapatkan dari penelitian sejenis yaitu pati bonggol pisang kepok digunakan sebagai alternatif bahan pengisi dalam tablet parasetamol dengan metode granulasi basah dalam uji mutu fisik tablet yang diuji tidak mengurangi perubahan fisik tablet parasetamol yang dihasilkan (Risa, 2014).

Penelitian yang telah dilakukan dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh penggunaan tepung bonggol pisang kepok sebagai bahan pengikat terhadap sifat fisik dan pelepasan tablet parasetamol.

F. Tinjauan Pustaka 1. Pisang Kepok (Musa paradisiaca cv. Kepok)

Tanaman pisang dapat ditanam dan tumbuh dengan baik pada berbagai macam topografi tanah, baik tanah datar ataupun tanah miring.

(4)

Produktivitasnya pisang yang optimum akan dihasilkan pisang yang ditanam pada tanah datar dengan ketinggian dibawah 500 m di atas permukaan laut (dpl) dan keasaman tanah pada pH 4,5-7,5. Suhu harian berkisar antara 25°-27°C dengan curah hujan 2000-3000 mm/tahun (Heyne, 1987).

Klasifikasi tanaman pisang kepok sebagai berikut (Backer dan Brink, 1968) : Kingdom : Plantae

Superdivisi : Spermatophyta (Tumbuhan berbiji) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Liliopsida (Monocotyledoneae)

Ordo : Zingiberales

Famili : Musaceae

Genus : Musa

Species : Musa paradisiaca cv. Kepok Nama lokal : Pisang Kepok

Pisang kepok merupakan tanaman herba menahun dengan tinggi 2,5-3 m, dengan lingkar batang 0,4-0,5 m yang berwarna hijau dengan bercak coklat kehitaman. Daun-daun tersebar, panjang daun hingga 2,8 m dan lebar 60 cm berwarna hijau. Bunga berkelamin I, berumah I dalam tandan, dimana tandan buahnya dapat mencapai 40-60 cm. Tandan buah merunduk dan berbulu halus. Jantung berbentuk bulat telur, kelopak berwarna ungu sebelah luar dan merah sebelah dalam. Sisir berjumlah 6-8 dengan buah sisir berjumlah 12-13. Buah yang dihasilkan tersusun dalam tandan, dan dalam satu tandan bisa terdapat beberapa sisir dengan buah yang tersusun menjari.Bentuk buah bersegi dan agak gepeng sehingga ada yang menyebutnya pisang gepeng (Heyne, 1987).

(5)

Pisang kepok mempunyai batang semu yang tersusun atas tumpukan pelepah daun yang tumbuh dari batang bawah tanah sehingga mencapai ketebalan 20-50 cm. Percabangan tanaman bertipe simpodial dengan meristem ujung memanjang dan membentuk bunga, lalu buah. Bagian bawah tanaman menggembung dan tersimpan cadangan makanan yang disebut bonggol (Gambar 1).

Gambar 1. Bonggol Pisang Kepok (Musa paradisiaca cv. Kepok) (Dokumentasi Pribadi, 2015)

Pisang juga mengandung vitamin yang baik bagi kesehatan diantaranya vitamin c dan vitamin B6, serta kandungan mangan kalium dan serat. Serat kasar dari pisang terbukti mampu mencegah berbagai macam penyakit diantaranya penyakit pada gigi, diabetes mellitus, tekanan darah tinggi, obesitas, serta meningkatkan kesehatan mikroflora usus sehingga direkomendasikan sebagai suplemen makanan bagi penderita saluran pencernaan (Astawan, 2004).

2. Tepung Bonggol Pisang

Tepung bonggol pisang diperoleh dari bonggol pisang yang dikeringkan kemudian dihaluskan. Bonggol pisang merupakan bagian bawah batang pisang yang menggembul, bagian ini digunakan untuk menyimpan cadangan

(6)

makanan sehingga berpotensi mengandung karbohidrat dengan kadar yang tinggi (Warsa dkk., 2013).

Bonggol pisang kepok mengandung pati sebanyak 48,26% (Warsa dkk., 2013). Pati merupakan karbohidrat dalam bentuk simpanan bagi tumbuh-tumbuhan dalam bentuk granula yang dijumpai pada umbi-umbian, biji-bjian, buah-buahan merupakan sumber pati yang berlimpah ruah karena mudah didapat untuk dikonsumsi. Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan o-glikosidik. Sifat dari pati ditentukan oleh banyaknya rantai karbon yang dimiliki serta lurus atau bercabang rantai molekulnya. Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak terlarut disebut amilopektin (Winarno, 1997). Uji pati menggunakan larutan iod dengan meneteskan pada pati menghasilkan warna kebiru-biruan (Saragih, 2013).

3. Tablet

Tablet adalah sediaan padat kompak yang dibuat secara kempa cetak dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaanya rata, atau cembung, mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan. Zat tambahan yang digunakan dapat berfungsi sebagai zat pengisi, zat pengembang, zat pengikat, zat pelicin, zat pembasah, atau zat lain yang cocok (DepKes RI,1979).

Tablet dicetak dengan berbagai variasi ukuran, bentuk, berat, kekerasan, karakteristik ketebalan, waktu hancur yang berbeda sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Tablet dicetak menggunakan tekanan yang besar agar serbuk

(7)

memadat. Bentuk dan dimensi dari tablet ditentukan oleh punch dan die (Ansel dkk., 2011).

Tablet memiliki beberapa keuntungan diantaranya adalah (Lachman dkk., 1994):

1. Tablet merupakan sediaan utuh yang memiliki kemampuan terbaik dibanding dengan sediaan oral lainnya, dilihat dari ketepatan ukuran serta variabelitas kandungan yang rendah.

2. Tablet merupakan sediaan oral yang paling mudah diproduksi secara besar-besaran.

3. Tablet dapat dijadikan suatu produk sediaan khusus dimana profil pelepasan obatnya dapat dibuat secara khusus seperti lepas di usus ataupun ditempat lain yang dikehendaki.

4. Tablet merupakan sediaan oral yang memiliki sifat pencampuran kimia, mekanik dan stabilitas mikrobiologi yang paling baik.

Tablet yang baik adalah tablet yang mudah dikempa, dimana tablet tersebut harus memilik sifat (Sheth dkk., 1980):

a. Mudah mengalir

Artinya granul dengan volume tertentu dapat mengalir teratur dalam jumlah yang sama ke dalam mesin pencetak tablet sehingga bobot variasi tablet tidak terlalu besar.

b. Kompaktibel

Artinya tablet yang dibuat akan membentuk massa yang kompak saat dicetak sehingga tablet menjadi keras dan stabil dalam penyimpanan.

(8)

c. Mudah lepas dari cetakan

Tablet yang telah dicetak tidak mudah melekat pada punch dan mudah lepas dari die (Sheth dkk., 1980).

4. Bahan Tambahan Tablet

a. Bahan Pengisi (Diluents/filler)

Pengisi dapat ditambahkan kedalam suatu formula bila obat tidak cukup untuk membuat bulk. Pengisi dapat ditambahkan untuk memperbaiki daya kohesi sehingga dapat dikempa langsung atau untuk memacu aliran. Bahan pengisi yang digunakan harus inert dan stabil, tersedia dalam jumlah yang cukup, tidak saling berkontraindikasi serta tidak boleh menggangu bioavailabilitas dari obat. Contoh bahan pengisi adalah laktosa, sukrosa, amilum, amilum termodifikasi, dan mikrokristalin selulosa sering disebut Avicel (Lachman dkk., 1994). Bahan pengisi menjamin tablet memiliki ukuran atau massa yang dibutuhkan (0,1–0,8 ), selain inert bahan pengisi sebaiknya juga dapat dicerna dengan baik (Voigt, 1984).

b. Bahan Pengikat (Binders)

Pengikat dapat ditambah kedalam sediaan dalam bentuk kering atau cairan (Lachman dkk., 1994). Bahan pengikat merupakan zat yang

digunakan untuk mengikat partikel serbuk dalam granulasi tablet (Ansel, 1989). Bahan pengikat dimaksudkan untuk memberikan

kekompakan dan daya tahan tablet, sehingga menjamin penyatuan partikel serbuk dalam sebuah butir granulat. Bahan pengikat yang khas digunakan

(9)

diantaranya gula dan jenis pati, gelatin, turunan selulosa (juga selulosa kristalin mikro), gom arab, tragakan. Dua zat yang disebut terakhir sangat menghambat kehancuran tablet sehingga bisa digunakan dalam komponen tablet hisap dan sublingual (Voigt, 1984)

c. Bahan Pelicin

Bahan pelicin berfungsi mengurangi gesekan selama proses pengempaan tablet dan juga berguna untuk mencegah massa tablet melekat pada cetakan. Bahan pelicin dapat memenuhi berbagai fungsi yang berbeda yaitu sebagai pengatur aliran (glidant) dengan memperbaiki daya luncur granul yang ditabletasi, sehingga menjamin terjadinya keteraturan aliran dari corong pengisi melalui corong pengisi ke dalam lubang ruang cetak dan meningkatkan ketepatan takaran tablet.

Bahan pelicin sebagai lubricant berfungsi untuk memudahkan pengeluaran tablet ke luar ruang cetak melalui pengurangan gesekan antara dinding dalam ruang cetak dengan permukaan sisi tablet, juga untuk mengurangi dan mencegah gesekan stempel bawah pada lubang ruang cetak, sehingga stempel bawah tidak macet (Voigt, 1984).

Bahan pelicin sebagai bahan pemisah hasil cetakan (anti adherent) berfungsi untuk menghindarkan lengketnya massa tablet pada stempel dan dalam ruang cetak. Bahan yang biasa digunakan sebagai bahan pelicin antara lain talk, polietilen glikol, magnesium stearat, pati (Voigt, 1984).

(10)

d. Bahan Penghancur (Desintegrant)

Bahan penghancur adalah suatu bahan yang ditambahkan ke dalam tablet dengan tujuan agar tablet dapat segera hancur bila kontak dengan lingkungan berair. Bahan penghancur membantu hancurnya tablet setelah ditelan atau jika kontak dengan lingkungan berair atau cairan saluran cerna, dapat berfungsi menarik air ke dalam tablet, mengembang dan menyebabkan tablet pecah menjadi fragmen-fragmen atau bagian-bagian yang lebih kecil. Bahan penghancur yang paling umum digunakan adalah pati, natrium amilum glikolat, polivinil pirolidon, selulosa mikrokristal (Lachman dkk., 1994). Bahan penghancur akan membantu hancurnya tablet menjadi granul dengan cara membengkak karena adanya air di dalam saluran pencernaan (Voigt, 1984).

5. Metode Pembuatan Tablet

Tablet sebelum dicetak pada umumnya digranulisasi bahan obat dan bahan pembantu yang diperlukan, artinya partikel partikel serbuk diubah menjadi butiran granulat yang akan diperoleh butiran serbuk yang memiliki daya lekat. Daya alir yang dihasilkan juga baik sehingga pengisian serbuk ke ruang cetak dapat berlangsung secara kontinyu dan homogen (Voigt, 1984).

Tablet bisa dibuat dengan cara dicetak dan dikempa (kompressi). Metode yang umum digunakan dalam pembuatan tablet adalah metode granulasi basah, granulasi kering, dan metode kempa langsung (Ansel, 2008).

(11)

a. Metode Granulasi Basah

Granulasi basah merupakan metode yang paling sering dan banyak digunakan dalam memproduksi tablet. Keuntungan dari metode ini adalah menaikkan kohesifitas dan kompressibilitas serbuk sehingga diharapkan tablet yang dibuat dengan mengempa sejumlah granul pada tekanan kompresi tertentu menjadi massa yang kompak, keras dan tidak rapuh. Bahan-bahan yang akan ditambahkan ke dalam campuran obat harus memberikan kelembaban yang cukup agar serbuk dapat bercampur, dengan meremas menggunakan tangan sampai secukupnya. Campuran granul yang terlalu basah juga dapat menyebabkan tablet keras dan waktu hancur lebih lama (Ansel, 1989).

Zat berkhasiat, zat pengisi dan zat penghancur dicampur baik-baik. Bahan yang telah tercampur dibasahi dengan larutan bahan pengikat dan bila perlu ditambah bahan pewarna, setelah itu diayak menjadi granul dan dikeringkan dalam almari pengering pada suhu 40°C - 50°C. Bahan yang kering diayak lagi untuk memperoleh granul dengan ukuran yang diperlukan dan ditambahkan bahan pelicin dan dicetak menjadi tablet dengan mesin tablet (Anief, 2000).

b. Metode Granulasi Kering

Granulasi kering adalah metode yang dilakukan dengan cara membuat granul secara mekanis tanpa bantuan pengikat basah atau pelarut pengikat. Metode ini digunakan untuk zat aktif yang tidak tahan panas dan lembab, serta tidak tahan air atau pelarut yang digunakan. Metode granulasi kering,

(12)

granul terbentuk oleh penambahan bahan pengikat ke dalam campuran serbuk obat tetapi dengan cara memadatkan massa yang jumlahnya besar dari campuran serbuk, dan setelah itu memecahkannya menjadi pecahan-pecahan ke dalam granul yang lebih kecil (Ansel, 2008).

Zat berkhasiat, zat pengisi, zat penghancur, bila perlu zat pengikat dan zat pelicin dicampur dan dibuat dengan cara kempa cetak menjadi tablet yang besar (slugging), setelah itu tablet yang terjadi dipecah menjadi granul lalu diayak, akhirnya dikempa cetak tablet yang dikehendaki dengan mesin tablet (Anief, 2000).

c. Metode Kempa Langsung

Metode cetak langsung dapat diartikan sebagai pembuatan tablet dengan cara mengempa langsung campuran bahan-bahan yang berbentuk kristal atau serbuk tanpa mengubah karakteristik fisiknya. Pembuatan tablet dengan metode cetak langsung khususnya digunakan untuk bahan-bahan kimia yang mempunyai sifat mudah mengalir dan mempunyai sifat-sifat kohesif yang memungkinkan untuk cetak langsung dalam mesin tablet (Ansel, 1989).

6. Pemeriksaan Sifat Fisik Granul

Bahan obat sebelum ditablet, pada umumnya dicampur terlebih dahulu, bentuk serbuk yang seragam, menyebabkan keseragaman pada bentuk tablet. Persyaratan serbuk yang baik adalah bentuk dan warna teratur, memiliki daya alir yang baik (free flowing), menunjukkan kekompakan mekanis yang memuaskan, tidak terlalu kering, dan dapat hancur dengan baik di dalam air.

(13)

Beberapa uji yang biasa digunakan untuk mengetahui kualitas fisik serbuk sebelum dicetak antara lain (Voigt, 1984).

a. Waktu alir

Waktu alir adalah waktu yang dibutuhkan oleh sejumlah granul untuk mengalir dalam suatu alat. Sifat alir ini dapat digunakan untuk menilai efektifitas bahan pelicin, mudah tidaknya aliran granul dan sifat permukaan granul. Ukuran granul yang semakin kecil akan memperbesar daya kohesinya sehingga akan menyulitkan aliran karena granul akan mengalir dalam bentuk gumpalan (Voigt, 1984).

Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat alir granul adalah bentuk dan ukuran partikel granul, distribusi ukuran partikel, kekasaran atau tekstur permukaan, penurunan energi permukaan dan luas permukaan. Ukuran partikel granul makin kecil akan memperbesar daya kohesinya sehingga granul akan menggumpal dan menghambat kecepatan alirnya. Granul yang dibuat untuk memperbaiki sifat aliran (Lachman dkk., 1994).

b. Sudut Diam

Sudut diam merupakan sudut tetap yang terjadi antara timbunan partikel bentuk kerucut dengan bidang horizontal, jika sebuah granul atau serbuk dituang ke dalam alat pengukur kemudian membentuk kerucut. Besar kecilnya sudut diam dipengaruhi oleh bentuk, ukuran dan kelembapan granul. Granul akan mudah mengalir jika mempunyai sudut diam kurang dari 40°C (Lachman dkk., 1994).

(14)

c. Pengetapan

Pengukuran sifat alir dengan metode pengetapan / tapping terhadap sejumlah serbuk dengan menggunakan alat volumeter atau mechanical tapping device. Granul atau serbuk yang mempunyai indeks pengetapan kurang dari 20% mempunyai sifat alir yang baik (Fassihi dan Kanfer, 1986). Secara teori makin meningkat kemampuan untuk dikempanya suatu serbuk atau granul makin meningkat daya mengalirnya, dan sebaliknya makin berkurang kemampuan untuk dikempa maka makin kecil daya mengalirnya (Lachman dkk., 1994).

7. Pemeriksaan Sifat Fisik Tablet

Pemeriksaan sifat fisik tablet diperlukan untuk menjamin kualitas tablet sebelum dipasarkan. Pemeriksaan meliputi :

a. Keseragaman bobot

Farmakope Indonesia tahun 1979 memberikan aturan pengujian keseragaman bobot dan batas toleransi yang masih dapat diterima, yaitu tablet tidak bersalut harus memenuhi syarat keseragaman bobot yang ditetapkan sebagai berikut : timbang 20 tablet satu per satu, hitung bobot rata-ratanya dan penyimpangan bobot rata-ratanya. Persyaratan keseragaman bobot terpenuhi jika tidak lebih dari dua tablet yang masing-masing bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata lebih besar dari harga yang ditetapkan pada kolom A, dan tidak satu pun tablet yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih besar dari harga yang ditetapkan pada kolom B. Apabila tidak mencukupi dari 20 tablet, dapat

(15)

digunakan 10 tablet, tidak satu tabletpun yang bobotnya menyimpang lebih dari bobotrata-rata yang ditetapkan pada kolom B (Tabel I).

Tabel I. Persyaratan Penyimpangan Bobot menurut Farmakope Indonesia Edisi III

Bobot rata-rata

Penyimpangan bobot rata-rata dalam %

A B 25 mg atau kurang 26 mg – 150 mg 151 mg – 300 mg Lebih dari 300 mg 15% 10% 7,5% 5% 30% 20% 15% 10% b. Kekerasan

Tablet pada umumnya harus cukup keras sehingga tahan pecah pada waktu pengemasan dan distribusi, serta tablet akan cukup lunak untuk melarut atau menghancur sempurna begitu digunakan atau dapat dipatahkan diantara jari-jari supaya mudah dibagi untuk pemakaiannya. Kekerasan tablet biasanya 4-8 kg. Alat yang digunakan dalam pengujian ini diantaranya Monsanto tester, Pfizer tester dan Strong cobb hardness tester (Parrott, 1971).

c. Kerapuhan

Kerapuhan dinyatakan sebagai ketahanan suatu tablet terhadap goncangan selama proses produksi,pengepakan, pengangkutan dan penyimpanan. Tablet yang mudah rapuh dan pecah akan kehilangan keindahan dalam penampilannya serta menimbulkan variasi pada bobot tablet dan keseragaman dosis obat. Nilai kerapuhan yang dapat diterima

(16)

sebagai batas tertinggi adalah 1%. Alat yang dapat digunakan untuk pengujian ini adalah friabilator (Lachman dkk., 1994).

d. Waktu hancur

Tablet yang diuji harus hancur agar komponen obat tersedia sepenuhnya untuk diabsorbsi dalam saluran percernaan dan dapat melepaskan obatnya ke dalam cairan tubuh untuk dilarutkan (Ansel, 1989). Waktu hancur adalah waktu yang diperlukan untuk hancurnya tablet dalam medium yang sesuai. Kecuali dinyatakan lain waktu yang diperlukan untuk menghancurkan kelima tablet tidak lebih dari 15 menit untuk tablet tidak bersalut dan tidak lebih dari 60 menit untuk tablet bersalut gula dan bersalut selaput (DepKes RI, 1979).

Uji waktu hancur tidak menyatakan bahwa sediaan atau bahan aktifnya terlarut sempurna. Uji hancur menyatakan waktu yang diperlukan tablet untuk hancur di bawah kondisi yang ditetapkan, dan lewatnya seluruh partikel melalui saringan berukuran 10 mesh (Lachman dkk., 1994). Uji ini dimaksudkan untuk menetapkan kesesuaian batas waktu hancur yang tertera dalam masing- masing monografi (DepKes RI, 2014).

8. Uji penetapan kadar zat aktif

Uji penetapan kadar digunakan untuk mengetahui keseragaman kadar zat aktif dalam tiap tablet. Apabila keseragaman distribusi obat/zat aktif dalam granul benar-benar sempurna biasanya kadar zat aktif dalam tiap tablet juga akan sama. Ada tiga faktor yang langsung dapat menimbulkan masalah keseragaman isi tablet yaitu tidak seragamnya distribusi bahan obat pada

(17)

pencampuran bubuk atau granulasi, pemisahan dari campuran bubuk atau granulasi selama berbagai proses pembuatan dan penyimpangan berat tablet (Lachman dkk, 1994). Tablet parasetamol mengandung parasetamol (C8H9NO2) tidang kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket (Depkes RI, 2014).

Penetapan kadar tablet parasetamol dilakukan dengan menggunakan spektrofotometri ultraviolet pada panjang gelombang lebih kurang 257 nm. Pengujian kadar merupakan versi kuantitatif dari pengujian terhadap identifikasi (DepKes RI, 1979).

9. Disolusi Obat

Disolusi atau pelepasan obat dari bentuk sediaannya dan kemudian diabsorpsi dalam tubuh dikontrol oleh sifat fisika kimia dari obat dan bentuk yang diberikan, serta sifat fisika kimia dan fisiologis dari sistem biologis. Lepasnya suatu obat dari sistem pemberian meliputi faktor disolusi dan difusi (Martin dkk., 2008).

Uji disolusi dan ketentuan uji dikembangkan karena uji waktu hancur tidak memberikan jaminan bahwa partikel-partikel yang telah hancur dapat melepaskan bahan obat dalam larutan dengan kecepatan yang seharusnya (Lachman dkk., 1994).

Alat untuk menguji karakteristik disolusi dan sediaan padat kapsul atau tablet terdiri dari moor pengaduk dengan kecepatan yang dapat diubah, keranjang baja stainless berbentuk silinder atau dayung untuk ditempelkan ke ujung batang pengaduk, bejana dari gelas atau bahan lain yang inert dan

(18)

transparan dengan volume 1000 ml dimana wadah tersebut bertutup sesuai ditengah-tengahnya ada tempat untuk menempelkan pengaduk dan ada lubang tempat masuk pada 3 tempat, penangas air yang sesuai untuk menjaga temperatur pada media disolusi dalam bejana (Ansel, 1989). Tablet parasetamol dalam 30 menit harus larut tidak kurang dari 80% parasetamol dari jumlah yang tertera pada etiket (DepKes RI, 2014).

10. Spektrofotometri Ultraviolet

Spektofotometri serap merupakan pengukuran serapan radiasi elektromagnit panjang gelombang tertentu yang sempit, mendekati monokromatik yang diserap zat. Pengukuran serapan dapat dilakukan pada daerah ultraviolet (panjang gelombang 190 nm-380 nm) atau pada daerah cahaya tampak (panjang gelombang 380 nm-780 nm). Spektrum pada daerah ultraviolet dan daerah cahaya tampak dari suatu zat tidak khas, meskipun demikian analisa ini cocok untuk penetapan secara kuantitatif dan beberapa zat dapat membantu dalam identifikasi (DepKes RI, 1979).

Suatu berkas radiasi dikenakan pada cuplikan (larutan sampel) dan intensitas sinar radiasi yang diteruskan diukur besarnya. Hukum Lambert-Bert menyatakan bahwa intensitas yang diteruskan oleh larutan zat penyerap berbanding lurus dengan tebal dan konsentrasi larutan. Absorbansi yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2 sampai 0,8 atau 15% sampai 70% dibaca sebagai transmitans. Anjuran ini berdasarkan anggapan bahwa kesalahan dalam pembacaan adalah 0,005 atau 0,5% (kesalahan fotometrik). Penetapan kadar sampel dapat dilakukan dengan menggunakan

(19)

perbandingan absorbansi sampel dengan absorbansi baku, atau dengan menggunakan hubungan antara konsentrasi baku dengan absorbansinya. Persamaan kurva baku selanjutnya digunakan untuk menghitung kadar dalam sampel (Gandjar dan Rohman, 2009).

11. Monografi Bahan a. Parasetamol

Parasetamol mempunyai rumus empiris C8H9NO2 dengan berat molekul 151,16. Pemerian serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit. Kelarutan, larut dalam air mendidih dan dalam Natrium hidroksida 1N, mudah larut dalam etanol. Khasiat dan kegunaan sebagai analgetikum antipiretikum (DepKes RI, 2014). Struktur kimia parasetamol dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Struktur Kimia Parasetamol (DepKes RI, 2014) Derivat-asetanilida ini adalah metabolit dari fenasetin, yang dahulu banyak digunakan sebagai analgetikum, tetapi pada tahun 1978 telah ditarik dari peredaran karena efek sampingnya (nefrotoksisitas dan karsinogen). Khasiatnya adalah analgetik dan antipiretik, tetapi tidak anti radang. Dewasa ini pada umumnya dianggap sebagai zat anti nyeri yang paling aman, juga untuk swamedikasi (pengobatan mandiri). Efek

(20)

analgetiknya diperkuat oleh kofein dengan kira-kira 50% dan kodein (Tjay dan Rahardja, 2002).

b. Laktosa

Laktosa adalah gula yang diperoleh dari susu. Dalam bentuk anhidrat atau mengandung molekul air. Struktur kimia dari laktosa dapat dilihat pada gambar berikut (gambar 3):

Gambar 3. Struktur Kimia Laktosa (Rowe dkk., 2009) Pemerian serbuk atau massa hablur, keras, putih atau putih krem. Tidak berbau dan rasa sedikit manis. Stabil di udara tetapi mudah menyerap bau. Kelarutan mudah (dan pelan-pelan) larut dalam air dan lebih mudah larut dalam air mendidih. Sangat sukar larut dalam etanol, tidak larut dalam kloroform dan dalam eter. Khasiat dan penggunaan sebagai zat tambahan (DepKes RI, 2014).

c. Magnesium stearat

Merupakan senyawa magnesium dengan campuran asam-asam organik padat yang diperoleh dari lemak, terutama terdiri dari magnesium stearat dan magnesium palmitat dalam berbagai perbandingan. Mengandung setara dengan tidak kurang 6,8% dan tidak lebih dari 8,3% magnesium oksida. Merupakan serbuk halus, putih, bau lemak khas, mudah melekat

(21)

dikulit, bebas dari butiran. Tidak larut dalam air, dalam etanol dan dalam eter. Sebagian besar digunakan dalam kosmetik, makanan dan formulasi obat (DepKes RI, 2014).

d. Primogel

Primogel atau natrium pati glikolat adalah garam natrium dari eter karboksimetil pati atau dari silang karboksimetil eter pati. Primogel digunakan sebagai desintegran dalam kapsul dan formulasi tablet. Primogel sebagai desintegran dalam formulasi tablet dapat digunakan dalam metode cetak langsung atau granulasi basah. Konsentrasi yang digunakan dalam formulasi adalah 2% dan 8%, dengan konsentrasi optimum sekitar 4% tetapi dengan konsentrasi 2% sudah dapat digunakan. Disintegrasi terjadi dengan penyerapan air yang cepat diikuti oleh pembengkakan cepat dan besar. Peningkatan tekanan kompresi tablet juga tampaknya tidak memiliki efek pada waktu hancur (Rowe dkk., 2009).

G. Landasan Teori

Parasetamol memiliki sifat alir dan kompaktibilitas yang kurang baik sehingga diperbaiki dengan metode granulasi basah pada pembuatan tablet menggunakan bahan pengikat (Voigt, 1984).

Penelitian yang telah dilakukan oleh Saragih (2013) menyatakan bahwa tepung bonggol pisang kepok memiliki kualitas terbaik dibandingkan dengan pisang raja, mahuli, susu dan ambon. Pati dalam bonggol pisang kepok sebesar 48,26% (Warsa dkk., 2013). Pati bonggol pisang kepok digunakan sebagai

(22)

alternatif bahan pengisi dalam tablet parasetamol dengan metode granulasi basah dalam uji mutu fisik tablet yang diuji tidak mengurangi perubahan fisik tablet parasetamol yang dihasilkan. Pati bonggol pisang kepok digunakan sebagai alternatif bahan pengisi dalam pembuatan tablet parasetamol dengan metode granulasi basah, tiga perlakuan uji mutu fisik tablet yang diuji tidak mengurangi perubahan sifat fisik tablet parasetamol yang dihasilkan dengan pengisi pati bonggol pisang kepok (Arsih, 2014). Pati dari bagian tanaman umbi juga ikut berperan dalam meningkatkan perkembangan teknologi farmasi, salah satunya adalah pati dari tanaman garut yang digunakan sebagai bahan pengikat berpengaruh terhadap sifat fisik tablet parasetamol (Murdiyani, 2011).

H. Hipotesis

Ada pengaruh penggunaan tepung bonggol pisang kepok sebagai pengikat terhadap sifat fisik dan kimia tablet parasetamol.

(23)

Gambar

Gambar  1.  Bonggol  Pisang  Kepok  (Musa  paradisiaca  cv.
Tabel I. Persyaratan  Penyimpangan  Bobot menurut  Farmakope  Indonesia  Edisi  III
Gambar  2. Struktur  Kimia  Parasetamol  (DepKes RI, 2014)  Derivat-asetanilida  ini  adalah  metabolit  dari  fenasetin,  yang  dahulu  banyak  digunakan  sebagai  analgetikum,  tetapi  pada  tahun  1978  telah  ditarik  dari  peredaran  karena  efek  sam
Gambar  3. Struktur  Kimia  Laktosa (Rowe dkk., 2009)  Pemerian  serbuk  atau  massa  hablur,  keras,  putih  atau  putih  krem

Referensi

Dokumen terkait

Selain superdisintegrant , dalam formulasi fast disintegrating tablet dibutuhkan bahan pengisi yang mudah larut air untuk meningkatkan waktu hancur tablet, flavours dan

Manfaat penelitian ini adalah diharapkan dapat memperoleh suatu formula sediaan tablet salut enterik ekstrak air kering buah apel yang memenuhi mutu fisik tablet

Manitol dipilih sebagai bahan pengisi dalam penelitian ini karena manitol merupakan bahan pengisi yang biasa digunakan dalam tablet kunyah, bersifat non-higroskopis, tahan

Bagaimana pengaruh variasi konsentrasi bahan pengikat polivinil pirolidon dan penghancur starch 1500 terhadap sifat fisik tablet (keseragaman bobot, kekerasan, kerapuhan,

Optimasi dilakukan dengan metode Factorial Design yang bertujuan untuk melihat efek dan interaksi dari kombinasi explotab dan amilum ditinjau dari sifat fisik tablet yang baik,

Kombinasi PVP pada rentang konsentrasi 0,58-4,45% dan natrium alginat pada rentang konsentrasi 5,37-8% diduga dapat membentuk tablet ekstrak daun yacon dengan sifat

dibandingkan dengan parasetamol (Gambar 1.2.), maka kerapatan elektron pada atom ini lebih tinggi, sehingga diprediksi senyawa HP2009 afinitasnya terhadap GSH maupun protein sel

Didapat rancangan komposisi formula optimum dengan menggunakan PVP K-30 dan Ac-Di-Sol yang dapat menghasilkan mutu fisik tablet yang ditinjau dari kekerasan tablet,