• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASKEP KDRT KEL 2.docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ASKEP KDRT KEL 2.docx"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

ASKEP

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

DISUSUN OLEH : KELAS 2B TRANSFER

KELOMPOK 2 AHMAD FAUZI RIDWAN AYU AGUSTIANI TALA’A

DIMPUAN TETI H FUAIDAH SALIMAH IMANSYAH LATIF LAODE

NUR RISQIANI DWI SUCI

TETTY YARLIN MONTES

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN

(2)

2015

KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena rahmat-Nyalah kami kelompok 2 dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “ASKEP KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA’’ dengan tepat waktu. Makalah ini dibuat sebagai proses belajar bagi kami semua namun insyaallah dapat bermanfaat bagi kita semua.

Kelompok memohon maaf bila terjadi kesalahan dalam penulisan makalah ini dikarenakan kami masih dalam proses belajar. Kami berharap makalah ini dapat diterima dengan baik.

Jakarta, 15-03-2015

(3)

DAFTAR ISI COVER KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG B. TUJUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DEFENISI B. BENTUK-BENTUK KDRT C. ETIOLOGI D. MANIFESTASI KLINIS E. PATOFISIOLOGI F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK G. PENATALAKSANAAN 1. MEDIS 2. KEPERAWATAN BAB III KASUS

A. CONTOH KASUS B. ASKEP 1. PENGKAJIAN 2. ANALISA DATA 3. INTERVENSI 4. IMPLEMENTASI 5. EVALUASI BAB IV PEMBAHASAN BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN B. SARAN DAFTAR PUSTAKA

(4)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Keluarga adalah unit sosial terkecil dalam masyarakat yang berperan dan berpengaruh sangat besar terhadap perkembangan sosial dan perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga. Keluarga memerlukan organisasi tersendiri dan perlu kepala rumah tangga sebagai tokoh penting yang memimpin keluarga disamping beberapa anggota keluarga lainnya. Anggota keluarga terdiri dari Ayah, ibu, dan anak merupakan sebuah satu kesatuan yang memiliki hubungan yang sangat baik. Hubungan baik ini ditandai dengan adanya keserasian dalam hubungan timbal balik antar semua anggota/individu dalam keluarga. Sebuah keluarga disebut harmonis apabila seluruh anggota keluarga merasa bahagia yang ditandai dengan tidak adanya konflik, ketegangan, kekecewaan dan kepuasan terhadap keadaan (fisik, mental, emosi dan sosial) seluruh anggota keluarga. Keluarga disebut disharmonis apabila terjadi sebaliknya.

Ketegangan maupun konflik antara suami dan istri maupun orang tua dengan anak merupakan hal yang wajar dalam sebuah keluarga atau rumah tangga. Tidak ada rumah tangga yang berjalan tanpa konflik namun konflik dalam rumah tangga bukanlah sesuatu yang menakutkan. Hampir semua keluarga pernah mengalaminya. Yang mejadi berbeda adalah bagaimana cara mengatasi dan menyelesaikan hal tersebut.

Setiap keluarga memiliki cara untuk menyelesaikan masalahnya masing-masing. Apabila masalah diselesaikan secara baik dan sehat maka setiap anggota keluarga akan mendapatkan pelajaran yang berharga yaitu menyadari dan mengerti perasaan, kepribadian dan pengendalian emosi tiap anggota keluarga sehingga terwujudlah kebahagiaan dalam keluarga. Penyelesaian konflik secara sehat terjadi bila masing-masing anggota keluarga tidak mengedepankan kepentingan pribadi, mencari akar permasalahan dan membuat solusi yang sama-sama menguntungkan anggota keluarga melalui komunikasi yang baik dan lancar. Disisi lain, apabila konflik diselesaikan secara tidak sehat maka konflik akan semakin sering terjadi dalam keluarga.

Penyelesaian masalah dilakukan dengan marah yang berlebih-lebihan, hentakan-hentakan fisik sebagai pelampiasan kemarahan, teriakan dan makian maupun ekspresi wajah menyeramkan. Terkadang muncul perilaku seperti menyerang, memaksa,

(5)

mengancam atau melakukan kekerasan fisik. Perilaku seperti ini dapat dikatakan pada tindakan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

B. TUJUAN

1. Menjelaskan apa saja pengertian dari kekerasan dalam rumah tangga 2. Menjelaskan factor penyebab kekerasan dalam rumah tangga

3. Menjelaskan tanda-tanda adanya kekerasan dalam rumah tangga 4. Menjelaskan proses terjadinya kekerasan dalam rumah tangga

5. Menjelaskan asuhan keperawatan pada kekerasan dalam rumah tangga

BAB II

(6)

A. PENGERTIAN

Kekerasan dalam Rumah Tangga seperti yang tertuang dalam Undang-undang No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, memiliki arti setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

Masalah kekerasan dalam rumah tangga telah mendapatkan perlindungan hukum dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 2004 yang antara lain menegaskan bahwa: 1. Bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan bebes dari segala

bentuk kekerasan sesuai dengan falsafah Pancasila dan Undang-undang Republik Indonesia tahun 1945.

2. Bahwa segala bentuk kekerasan, terutama Kekerasan dalam rumah tangga merupakan pelanggaran hak asasi manusia, dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk deskriminasi yang harus dihapus.

3. Bahwa korban kekerasan dalam rumah tangga yang kebanyakan adalah perempuan, hal itu harus mendapatkan perlindungan dari Negara dan/atau masyarakat agar terhindar dan terbebas dari kekerasan atau ancaman kekerasan, penyiksaan, atau perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan.

4. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagai dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu dibentuk Undang-undang tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga.

Tindak kekerasan yang dilakukan suami terhadap isteri sebenarnya merupakan unsur yang berat dalam tindak pidana, dasar hukumnya adalah KUHP (kitab undang-undang hukum pidana) pasal 356 yang secara garis besar isi pasal yang berbunyi:

“Barang siapa yang melakukan penganiayaan terhadap ayah, ibu, isteri atau anak diancam hukuman pidana”

B. BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tindak kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga dibedakan kedalam 4 (empat) macam :

1. Kekerasan fisik

Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat. Prilaku kekerasan yang termasuk dalam golongan ini antara lain adalah menampar, memukul, meludahi, menarik rambut (menjambak), menendang,

(7)

menyudut dengan rokok, memukul/melukai dengan senjata, dan sebagainya. Biasanya perlakuan ini akan nampak seperti bilur-bilur, muka lebam, gigi patah atau bekas luka lainnya.

2. Kekerasan psikologis / emosional

Kekerasan psikologis atau emosional adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya dan / atau penderitaan psikis berat pada seseorang.

Perilaku kekerasan yang termasuk penganiayaan secara emosional adalah penghinaan, komentar-komentar yang menyakitkan atau merendahkan harga diri, mengisolir istri dari dunia luar, mengancam atau ,menakut-nakuti sebagai sarana memaksakan kehendak.

3. Kekerasan seksual

Kekerasan jenis ini meliputi pengisolasian (menjauhkan) istri dari kebutuhan batinnya, memaksa melakukan hubungan seksual, memaksa selera seksual sendiri, tidak memperhatikan kepuasan pihak istri. Kekerasan seksual berat, berupa:

a. Pelecehan seksual dengan kontak fisik, seperti meraba, menyentuh organ seksual, mencium secara paksa, merangkul serta perbuatan lain yang menimbulkan rasa muak/jijik, terteror, terhina dan merasa dikendalikan. b. Pemaksaan hubungan seksual tanpa persetujuan korban atau pada saat korban

tidak menghendaki.

c. Pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak disukai, merendahkan dan atau menyakitkan.

d. Pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan pelacuran dan atau tujuan tertentu.

e. Terjadinya hubungan seksual dimana pelaku memanfaatkan posisi ketergantungan korban yang seharusnya dilindungi.

f. Tindakan seksual dengan kekerasan fisik dengan atau tanpa bantuan alat yang menimbulkan sakit, luka,atau cedera.

g. Kekerasan Seksual Ringan, berupa pelecehan seksual secara verbal seperti komentar verbal, gurauan porno, siulan, ejekan dan julukan dan atau secara non verbal, seperti ekspresi wajah, gerakan tubuh atau pun perbuatan lainnya yang meminta perhatian seksual yang tidak dikehendaki korban bersifat melecehkan dan atau menghina korban. Melakukan repitisi kekerasan seksual ringan dapat dimasukkan ke dalam jenis kekerasan seksual berat.

(8)

Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Contoh dari kekerasan jenis ini adalah tidak memberi nafkah istri, bahkan menghabiskan uang istri. Kekerasan Ekonomi Berat, yakni tindakan eksploitasi, manipulasi dan pengendalian lewat sarana ekonomi berupa:

1) Memaksa korban bekerja dengan cara eksploitatif termasuk pelacuran. 2) Melarang korban bekerja tetapi menelantarkannya.

3) Mengambi l tanpa sepengetahuan dan tanpa persetujuan korban, merampas dan atau memanipulasi harta benda korban.

Kekerasan Ekonomi Ringan, berupa melakukan upaya-upaya sengaja yang menjadikan korban tergantung atau tidak berdaya secara ekonomi atau tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya.

C. FAKTOR PENYEBAB KDRT

Strauss A. Murray mengidentifikasi hal dominasi pria dalam konteks struktur masyarakat dan keluarga, yang memungkinkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (marital violence) sebagai berikut:

1. Pembelaan atas kekuasaan laki-laki

Laki-laki dianggap sebagai superioritas sumber daya dibandingkan dengan wanita, sehingga mampu mengatur dan mengendalikan wanita.

2. Diskriminasi dan pembatasan dibidang ekonomi

Diskriminasi dan pembatasan kesempatan bagi wanita untuk bekerja mengakibatkan wanita (istri) ketergantungan terhadap suami, dan ketika suami kehilangan pekerjaan maka istri mengalami tindakan kekerasan.

3. Beban pengasuhan anak

Istri yang tidak bekerja, menjadikannya menanggung beban sebagai pengasuh anak. Ketika terjadi hal yang tidak diharapkan terhadap anak, maka suami akan menyalah-kan istri sehingga tejadi kekerasan dalam rumah tangga.

4. Wanita sebagai anak-anak

Konsep wanita sebagai hak milik bagi laki-laki menurut hukum, mengakibatkan kele-luasaan laki-laki untuk mengatur dan mengendalikan segala hak dan kewajiban wanita. Laki-laki merasa punya hak untuk melakukan kekerasan sebagai seorang bapak melakukan kekerasan terhadap anaknya agar menjadi tertib.

(9)

5. Orientasi peradilan pidana pada laki-laki

Posisi wanita sebagai istri di dalam rumah tangga yang mengalami kekerasan oleh suaminya, diterima sebagai pelanggaran hukum, sehingga penyelesaian kasusnya sering ditunda atau ditutup. Alasan yang lazim dikemukakan oleh penegak hukum yaitu adanya legitimasi hukum bagi suami melakukan kekerasan sepanjang bertindak dalam konteks harmoni keluarga.

D. TANDA DAN GEJALA ADANYA KDRT

Gejala-gejala istri yang mengalami kekerasan adalah merasa rendah diri, cemas, penuh rasa takut, sedih, putus asa, terlihat lebih tua dari usianya, sering merasa sakit kepala, mengalami kesulitan tidur, mengeluh nyeri yang tidak jelas penyebabnya, kesemutan, nyeri perut, dan bersikap agresif tanpa penyebab yang jelas. Jika anda membaca gejalagejaladi atas, tentu anda akan menyadari bahwa akibat kekerasan yang paling fatal

adalah merusak kondisi psikologis yang waktu penyembuhannya tidak pernah dapat dipastikan.

E. SIKLUS KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Secara umum kekerasan dalam rumah tangga mengikuti suatu siklus, yang terjadi selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan. Ketegangan muncul dari konflik atau ketidaksepakatan kecil, yang menjadikan wanita mengeluh, pasif, atau menarik diri.

Fase 1

Munculnya ketegangan, konflik, pertentangan, pertengkaran verbal fase III

keduanya merasa lega, pria seringkali mengungkapkan rasa cinta, penyesalan

yang mendalam, berperilaku baik, meminta maaf, mengungkapkan janji tidak akan mengulangi perbuatan kasarnya

wanita mengeluh, pasif, atau menarik diri untuk mengelak dari kemarahan pria.

pria melihatnya sebagai suatu kelemahan, marah dengan

sikap wanita yang

menagcuhkan dirinya, dan menyebabkan kemarahnnya memuncak

(10)

wanita seringkali menunda untuk segera mencari pertolongan, meminimalkan cedera yang terjadi, dalam keadaan syok atau tidak percaya

fase II

insiden pemukulan akut terjadi dengan tindak kekerasan verbal, fisik, dan seksual; berlangsung dalam beberapa jam sampai 24 jam atau lebih

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK G. PENATALAKSANAAN

Pencegahan :

Untuk menghindari terjadinya Kekerasan dalam Rumah Tangga, diperlukan cara-cara penanggulangan Kekerasan dalam Rumah Tangga, antara lain:

1. Perlunya keimanan yang kuat dan akhlaq yang baik dan berpegang teguh pada agamanya sehingga Kekerasan dalam rumah tangga tidak terjadi dan dapat diatasi dengan baik dan penuh kesabaran.

2. Harus tercipta kerukunan dan kedamaian di dalam sebuah keluarga, karena didalam agama itu mengajarkan tentang kasih sayang terhadap ibu, bapak, saudara, dan orang lain. Sehingga antara anggota keluarga dapat saling mengahargai setiap pendapat yang ada.

3. Harus adanya komunikasi yang baik antara suami dan istri, agar tercipta sebuah rumah tangga yang rukun dan harmonis. Jika di dalam sebuah rumah tangga tidak ada keharmonisan dan kerukunan diantara kedua belah pihak, itu juga bisa menjadi pemicu timbulnya kekerasan dalam rumah tangga.

4. Butuh rasa saling percaya, pengertian, saling menghargai dan sebagainya antar anggota keluarga. Sehingga rumah tangga dilandasi dengan rasa saling percaya. Jika sudah ada rasa saling percaya, maka mudah bagi kita untuk melakukan aktivitas. Jika tidak ada rasa kepercayaan maka yang timbul adalah sifat cemburu yang kadang berlebih dan rasa curiga yang kadang juga berlebih-lebihan.

5. Seorang istri harus mampu mengkoordinir berapapun keuangan yang ada dalam keluarga, sehingga seorang istri dapat mengatasi apabila terjadi pendapatan yang minim, sehingga kekurangan ekonomi dalam keluarga dapat diatasi dengan baik.

(11)

BAB III CONTOH KASUS KASUS

Ny. C 36 tahun datang ke poli kebidanan dengan kakak kandungnya untuk memeriksakan kehamilannya. Ny. C tampak memar pada pipi kiri, Ny C sering tampak melamun, pandangan kosong, lebih sering dan hanya menjawab pertanyaan dengan singkat. Saat ditanya tentang suaminya dia hanya diam dan meneteskan air mata. Menurut kakak Ny. C, Ny. C sedang hamil 4 minggu, suami Ny.C tidak bekerja, Ny.C bekerja sebagai karyawan di bank swasta. Tadi malam Ny.C dan suaminya bertengkar karena Ny. C terlambat pulang karena rapat. Ny.C sudah menjelaskan tentang alasan keterlambatan pulangnya, tetapi suaminya tidak percaya, karena marah Ny.C didorong hingga jatuh dan pipinya terbentur kujung meja. Karena khawatir dengan kondisi kandungannya kakak Ny.C membawa Ny.C ke poli kebidanan.

A. PENGKAJIAN Data demografi : Biodata klien : Nama : Ny. C Umur : 36 tahun Agama : islam Alamat : jl. Jati Status perkawinan : kawin

(12)

PENGUMPULA DATA 1. Ny. C nampak memar pada pipi kiri

2. Ny, C nampak sering melamun 3. Pandangan kosong

4. Hanya menjawab pertanyaan dengan singkat

5. Saat ditanyai tentang suaminya klien hanya diam dan meneteskan air mata 6. Kakak Ny, C mengatakan klien sedang hamil 4 bulan

7. Kakak klien mengatakan suami klien tidak bekerja

8. Kakak klien mengatakan semalam klien bertengkar dengan suaminya karena klien terlambat pulang

9. Kakak klien mengatakan klien didorong suaminya sampai pipin klien terbentur ujung meja

10. Kakak klien mengatakan karena merasa khawatir dengan kandungannya sehingga klien memeriksakan kandungannya ke poli kebidanan

11. Kakak klien mengatakan klien bekerja sebagai karyawan di Bank DATA FOKUS

DS :

1. Kakak Ny, C mengatakan klien sedang hamil 4 bulan 2. Kakak klien mengatakan suami klien tidak bekerja

3. Kakak klien mengatakan semalam klien bertengkar dengan suaminya karena klien terlambat pulang

4. Kakak klien mengatakan klien didorong suaminya sampai pipi klien terbentur ujung meja

5. Kakak klien mengatakan karena merasa khawatir dengan kandungannya sehingga klien memeriksakan kandungannya ke poli kebidanan

6. Kakak klien mengatakan klien bekerja sebagai karyawan di Bank DO:

1. Ny. C nampak memar pada pipi kiri 2. Ny, C nampak sering melamun 3. Pandangan kosong

4. Hanya menjawab pertanyaan dengan singkat

(13)

B. ANALISA DATA N

O DATA ETIOLOGI MASALAH

1 DS :

1. Kakak klien mengatakan karena merasa khawatir dengan kandungannya sehingga klien memeriksakan kandungannya ke poli kebidanan DO :

1. Ny, C nampak sering melamun

2. Pandangan kosong

3. Hanya menjawab

pertanyaan dengan singkat 4. Saat ditanyai tentang suaminya klien hanya diam dan meneteskan air mata

Isolasi sosial yang berhubungan

dengan kecemasan yang ekstrem, depresi

2 DS :

1. Kakak klien mengatakan semalam klien bertengkar dengan suaminya karena klien terlambat pulang 2. Kakak klien mengatakan

klien didorong suaminya sampai pipi klien terbentur ujung meja 3. Kakak klien mengatakan

karena merasa khawatir dengan kandungannya

sehingga klien

memeriksakan

Risiko cedera yang berhuubungan dengan trauma fisik

(14)

kandungannya ke poli kebidanan

DO :

1. Ny. C nampak memar pada pipi kiri

3 DS :

1. Kakak Ny, C mengatakan klien sedang hamil 4 bulan

2. Kakak klien mengatakan suami klien tidak bekerja 3. Kakak klien mengatakan

klien bekerja sebagai karyawan di Bank

DO :

1. Ny. C nampak memar pada pipi kiri

Ketidakefektifan koping keluarga (dengan prilaku merusak)

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Isolasi sosial yang berhubungan dengan kecemasan yang ekstrem, depresi 2. Risiko cedera yang berhuubungan dengan trauma fisik

(15)

D. INTERVENSI N O DIAGNOSA TUJUAN & KRITERI A HASIL INTERVENSI RASIONAL 1 Isolasi sosial yang berhubungan dengan kecemasan yang ekstrem, depresi 1. Bina rasa percaya, tunjukkan penerimaan dan penghargaan yang positif 2. Bantu memahami keputusan/piliha n 3. Melakukan konseling suportif seperti memberikan penenangan dan penyuluhan dalam perawatan 1. membangun hubungan saling percaya 2. Memberdayakan klien 3. membantu korban penganiayaan dalam membangun kembali rasa pengendalian terhadap kehidupannya dan merasa cukup aman untuk hidup

(16)

4. Mendengarkan dengan empati dan memperlihatkan sikap normal kembali 4. Membantu klien dalam mengungkapkan perasaanya dan menciptakan situasi/ kondisi konseling yang efektif 2 Risiko cedera yang berhuubungan dengan trauma fisik 1. Atasi cedera 2. Berikan tindakan kenyamanan 3. Bantu klien untuk menentukan seberapa besar risiko mengalami kekerasan yang lebih hebat diri sendiri

4. Motivasi klien untuk mencari layanan tempat perlindungan untu diri jika risikonya sangat besar 1. Mencegah komplikasi dan membantu pemulihan 2. Mengurangi nyeri 3. Mencegah cedera lebih lanjut 4. Mencegah terjadinya risiko sangat besar 3 Ketidakefektifa n koping keluarga 1. Menyediakan lingkungan yang tenang dimana 1. Membantu menciptakan situasi/ kondisi

(17)

(dengan prilaku merusak) korban dapat mengungkapkan perasaannya 2. Mengkaji dan membantu klien dalam melewati situasi yang dihadapinya 3. Perawat mampu mengklarisifikasi kan kesalahpahaman dan mendukung kemampuan korban untuk berubah, membantu mengambil serta menjalani keptutusan, konseling yang efektif 2. perawat harus megerti kondisi ambivalensi terutama wanita terhadap pelaku penganiayaan, seorang wanita tidak akan bertahan dalam situasi siklus kekerasan kecuali telah mendapatkan ikatan yang kuat terhadap suami atau pasangannnya 3. mampu

meningkatkan harga diri dan mengeksplorasi keyakinan diri

yang dapat

membuat korban terlepas dari siklus kekerasan seperti perasaan bersalah, putus asa dan menyalahkan diri sendiri

(18)

mengklarifikasi nilai-nilai dan kepercayaannya 4. Libatkan pelaku

dan korban untuk menciptakan dan mempertahankan hubungan, dengan memberikan terapi pasangan 4. strategi terapi difokuskan pada pengendalian rasa marah, pelaku penganiayaan, penghentian kekerasan dan belajar teknik tanpa bertengkar saat mengatasi konflik dan membantu memberikan kesempatan penggalian dinamika hubungan dan peran D. EVALUASI

Pemulihan dari trauma penganiayaan membutuhkan waktu yang lama, dengan periode kambuh. Tanda-tanda kemajuan bisa berupa mencari keamanan, mengakui kebutuhan akan pertolongan, dan mengekspresikan rasa takut. Wanita tersebut dapat mengidentifikasi kekuatan yang ada pada dirinya dan sistem dukungan yang tersedia, mengklarifikasi nilai-nilai dan kepercayaannya, merasa patut dihargai, memahami dan berusaha memperoleh hak-hak perlindungan hukum. Cedera fisik mendapatkan perawatan segera. Ketika wanita dalam kondisi hamil, janin dan anak-anak lainya dilindungi dari penganiayaan. Ia membuat pilihan dari berbagai alternatif yang tersedia dan menjalani keputusan tersebut. Seiring dengan ia dapat melewati langkah ini, ia

(19)

membangun suatu rasa pengendalian terhadap kehidupannya danmerasa cukup aman untuk hidup dengan normal.

BAB IV PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pengkajian ditemukan data focus yaitu data subyektif yang terdiri dari : 1. Kakak Ny, C mengatakan klien sedang hamil 4 bulan

2. Kakak klien mengatakan suami klien tidak bekerja

3. Kakak klien mengatakan semalam klien bertengkar dengan suaminya karena klien terlambat pulang

4. Kakak klien mengatakan klien didorong suaminya sampai pipi klien terbentur ujung meja

5. Kakak klien mengatakan karena merasa khawatir dengan kandungannya sehingga klien memeriksakan kandungannya ke poli kebidanan

6. Kakak klien mengatakan klien bekerja sebagai karyawan di Bank Sedangkan data objektif yang didapatkan ialah :

1. Ny. C nampak memar pada pipi kiri 2. Ny, C nampak sering melamun 3. Pandangan kosong

4. Hanya menjawab pertanyaan dengan singkat

5. Saat ditanyai tentang suaminya klien hanya diam dan meneteskan air mata

Menurut teori pengkajian Wanita yang mengalami kekerasan dalm rumah tangga sering sekali sulit untuk diidentifikasi karena merekaingin menyembunyikan masalah mereka. Wanita yang beresiko mengalami pemukulan adalah sebagai berikut:

1. Memilki riwayat penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan 2. Memiliki riwayat penganiayaan pada kanak-kanak

3. Mengalami penganiayaan oleh pasangan pada pernikahan sebelumnya

Sedangkan dalam kasus ini tidak ditemui data adanya riwayat penyalahgunaan alcohol, dan dalam kasus ini keluarga belum mempunyai anak karena klien sementara ini sedang hamil. Sebelumnya klien belum mengalami penganiayaan karena ini merupakan pernikahan pertamanya.

(20)

Teori juga mengatakan pemukulan mungkin diduga terjadi pada wanita sebagai berikut 1. Tidak berdandan dan acuh terhadap penampilan

2. Mengalami depresi yang dimanifestasikan dengan keletihan dan ketidakberdayaan 3. Memiliki keluhan somatik berulang

4. Mengungkapkan ketidakberdayaan dan keputusan

5. Ketidakseimbangan kekuatan (prianya otoriter, wanitanya pasif dan patuh) dalam hubungannya dengan pasangan

6. Isolasi sosial (tidak memiliki jaringan kerabat dan teman yang sering mereka temui secara teratur dan memberi dukungan)

Didalam kasus tidak ditemukan adanya data yang menyatakan klien tidak berdandan atau acuh terhadap penampilan. Karena klien adalah karyawan Bank sehingga untuk penampilan sangat penting bagi klien. Klien juga tidak mengungkapkan ketidakberdayaannya sebab klien banyak diam. Dalam kasus ini terjadi pula ketidakseimbangan kekuatan yaitu disini istri yang lebih berperan dibuktikan dengan tidak bekerjanya suami. Ini menyebabkan emosional suami yang labil untuk menerima keadaan ini.

Berdasarkan kasus ini kami mengangkat 3 diagnosa keperawatan berdasarkan data-data yang ada. Diagnose keperawatan diantaranya ialah :

1. Isolasi sosial yang berhubungan dengan kecemasan yang ekstrem, depresi 2. Risiko cedera yang berhuubungan dengan trauma fisik

3. Ketidakefektifan koping keluarga (dengan prilaku merusak)

Sedangkan menurut teori Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah sebagai berikut:

1. Trauma akibat penganiayaan yang berhubungan dengan kekerasan dalam keluarga 2. Ketidakefektifan koping keluarga (dengan prilaku merusak)

3. Takut yang berhubungan dengan ancaman cedera atau kematian

4. Ketidakberdayaan yang berhubungan dengan karakteristik personal dan interpersonal 5. Ketidakefektifann koping individu yang berhubungan dengan kekerasan oleh keluarga 6. Gangguan harga diri rendah yang berhubunga dengan dinamika yang bersifat abusive 7. Isolasi sosial yang berhubungan dengan kecemasan yang ekstrem, depresi atau paranoid 8. Sindrom trauma perkosaan (perkosaan pada istri)

(21)

Diagnose yang tidak kami angkat ialah :

1. Takut yang berhubungan dengan ancaman cedera atau kematian

2. Ketidakberdayaan yang berhubungan dengan karakteristik personal dan interpersonal 3. Ketidakefektifann koping individu yang berhubungan dengan kekerasan oleh keluarga 4. Gangguan harga diri rendah yang berhubunga dengan dinamika yang bersifat abusive 5. Sindrom trauma perkosaan (perkosaan pada istri)

6. Trauma akibat penganiayaan yang berhubungan dengan kekerasan dalam keluarga

Kami tidak mengangkat diagnose 1. Takut yang berhubungan dengan ancaman cedera atau kematian karena klien tidak mengungkapkan rasa takutnya dan dari sikapnya pun tidak ada. Diagnose ke 2. Ketidakberdayaan yang berhubungan dengan karakteristik personal dan interpersonal. Kami tidak mengangkat diagnose ini dikarenakan yang terjadi di kasus ini ialah suami klien tidak memukul akan tetapi mendorong sehingga menimbulkan cedera yang mungkin tidak di sengaja. Dan hal ini terjadi dalam keadaan emosional serta terjadi pula kesalahpahaman. Diagnose ke 3 Ketidakefektifann koping individu yang berhubungan dengan kekerasan oleh keluarga. Kami tidak mengangkat diagnose ini karena kami telah mengangkat diagnose yang berhubungan yaitu Ketidakefektifan koping keluarga (dengan prilaku merusak). Diagnose ke 4 Gangguan harga diri rendah yang berhubunga dengan dinamika yang bersifat abusive. Kami tidak mengangkat diagnose ini karena kami mengangkat diagnose isolasi sosial. Karena yang harga diri rendah seharusnya ialah suaminya sebab dia tidak bekerja sehingga istrinya yang menghidupi semua. Diagnose ke 5 Sindrom trauma perkosaan (perkosaan pada istri). Kami tidak mengangkat diagnose ini sebab tidak ditemukan pada data kasus. Dan diagnose ke 6 Sindrom trauma perkosaan (perkosaan pada istri). Kami tidak mengangkat diagnose ini sebab yang terjadi pada klien ialah rasa khawatir pada kehamilannya, dan tidak ditemukan data adanya kejadian kekerasan sebelumnya yang dapat menimbulkan trauma bagi klien.

E. INTERVENSI

Kami mengangkat intervensi berdasarkan diagnose yang ada yaitu secara teori intervensi yang dapat dilakukan pada kekerasan rumah tangga ialah :

Intervensi yang dapat ditegakkan pada korban KDRT diantaranya : 1. Membangun hubungan terapeutik dengan korban KDRT

(22)

Rasional: membina hubungan saling percaya memberiakan ungkapan rasa takut, memperlihatkan sikap empati tidak peduli seberapa menakutkan kejadiannya nanti, membesarkan martabat

2. Melakukan konseling suportif seperti memberikan penenangan dan penyuluhan dalam perawatan

Rasional : membantu korban penganiayaan dalam membangun kembali rasa pengendalian terhadap kehidupannya dan merasa cukup aman untuk hidup normal kembali

3. Mendengarkan dengan empati dan memperlihatkan sikap menerima

Rasional : Membantu klien dalam mengungkapkan perasaanya dan menciptakan situasi/ kondisi konseling yang efektif

4. Menyediakan lingkungan yang tenang dimana korban dapat mengungkapkan perasaannya

Rasional : Membantu menciptakan situasi/ kondisi konseling yang efektif 5. Mengkaji dan membantu klien dalam melewati situasi yang dihadapinya

Rasional : perawat harus megerti kondisi ambivalensi terutama wanita terhadap pelaku penganiayaan, seorang wanita tidak akan bertahan dalam situasi siklus kekerasan kecuali telah mendapatkan ikatan yang kuat terhadap suami atau pasangannnya

6. Pearawat mampu mengklarisifikasikan kesalahpahaman dan mendukung kemampuan korban untuk berubah, membantu mengambil serta menjalani keptutusan, mengklarifikasi nilai-nilai dan kepercayaannya.

Rasional: mampu meningkatkan harga diri dan mengeksplorasi keyakinan diri yang dapat membuat korban terlepas dari siklus kekerasan seperti perasaan bersalah, putus asa dan menyalahkan diri sendiri.

7. Fasilitasi kemampuan korban dalam mengambil keputusan

8. Libatkan pelaku dan korban untuk menciptakan dan mempertahankan hubungan, dengan memberikan terapi pasangan

Rasional : strategi terapi difokuskan pada pengendalian rasa marah, pelaku penganiayaan, penghentian kekerasan dan belajar teknik tanpa bertengkar saat mengatasi konflik dan membantu memberikan kesempatan penggalian dinamika hubungan dan peran

Kami menuangkan intervensi teori tersebut kedalam kasus kami, karena kami mempunyai patokan melalui teori tersebut. Kami juga tidak memasukkan implementasi dan evaluasi secara

(23)

real sebab kami tidak melakukan tindakan keperawatan secara langsung sehingga kami tidak dapat melakukan evaluasi pula.

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN

Seharusnya seorang suami dan istri harus banyak bertanya dan belajar, seperti membaca buku yang memang isi bukunya itu bercerita tentang bagaimana cara menerapkan sebuah keluarga yang sakinah, mawaddah dan warahmah.

Di dalam sebuah rumah tangga butuh komunikasi yang baik antara suami dan istri, agar tercipta sebuah rumah tangga yang rukun dan harmonis. Jika di dalam sebuah rumah tangga tidak ada keharmonisan dan kerukunan diantara kedua belah pihak, itu juga bisa menjadi pemicu timbulnya kekerasan dalam rumah tangga. Seharusnya seorang suami

(24)

dan istri bisa mengimbangi kebutuhan psikis, di mana kebutuhan itu sangat mempengaruhi keinginan kedua belah pihak yang bertentangan. Seorang suami atau istri harus bisa saling menghargai pendapat pasangannya masing-masing.

Untuk mempertahankan sebuah hubungan, butuh rasa saling percaya, pengertian, saling menghargai dan sebagainya. Begitu juga halnya dalam rumah tangga harus dilandasi dengan rasa saling percaya. Jika sudah ada rasa saling percaya, maka mudah bagi kita untuk melakukan aktivitas. Jika tidak ada rasa kepercayaan maka yang timbul adalah sifat cemburu yang kadang berlebih dan rasa curiga yang kadang juga berlebih-lebihan. Tidak sedikit seorang suami yang sifat seperti itu, terkadang suami juga melarang istrinya untuk beraktivitas di luar rumah. Karena mungkin takut istrinya diambil orang atau yang lainnya. jika sudah begitu kegiatan seorang istri jadi terbatas. Kurang bergaul dan berbaur dengan orang lain. Ini adalah dampak dari sikap seorang suami yang memiliki sifat cemburu yang terlalu tinggi. Banyak contoh yang kita lihat dilingkungan kita, kajadian seperti itu. Sifat rasa cemburu bisa menimbukan kekerasan dalam rumah tangga.

B. SARAN

Dalam sebuah rumah tangga kedua belah pihak harus sama-sama menjaga agar tidak terjadi konflik yang bisa menimbulkan kekerasan. Tidak hanya satu pihak yang bisa memicu konflik di dalam rumah tangga, bisa suami maupun istri. Sebelum kita melihat kesalahan orang lain, marilah kita berkaca pada diri kita sendiri. Sebenarnya apa yang terjadi pada diri kita, sehingga menimbulkan perubahan sifat yang terjadi pada pasangan kita masing-masing.

Referensi

Dokumen terkait