• Tidak ada hasil yang ditemukan

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI ENDOSIMBION PADA KARANG PORITES SEHAT DAN TERINFEKSI WHITE SYNDROME DI PERAIRAN KONDANG MERAK MALANG SELATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI ENDOSIMBION PADA KARANG PORITES SEHAT DAN TERINFEKSI WHITE SYNDROME DI PERAIRAN KONDANG MERAK MALANG SELATAN"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI ENDOSIMBION PADA KARANG PORITES SEHAT DAN TERINFEKSI WHITE SYNDROME DI PERAIRAN KONDANG MERAK –

MALANG SELATAN

ARTIKEL SKRIPSI

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN

JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN

Oleh:

MIRANTI HERDIUTAMI 135080600111077

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG 2017

(2)

1

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI ENDOSIMBION PADA KARANG PORITES SEHAT DAN TERINFEKSI WHITE SYNDROME DI PERAIRAN KONDANG MERAK – MALANG SELATAN

ARTIKEL SKRIPSI

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN

JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Kelautan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Universitas Brawijaya

Oleh:

MIRANTI HERDIUTAMI 135080600111077

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG OKTOBER, 2017

(3)
(4)

1

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI ENDOSIMBION PADA KARANG PORITES SEHAT DAN TERINFEKSI WHITE SYNDROME DI PERAIRAN KONDANG MERAK

MALANG SELATAN

Miranti Herdiutami

1

, Feni Iranawati

1

, Muliawati Handayani

1

ABSTRAK

Terumbu Karang ialah suatu bagian dari organisme bawah laut yang banyak berasosiasi dengan berbagai makhluk hidup dan mudah untuk terinfeksi oleh bakteri yang menyebabkan terjadinya suatu syndrome. Bakteri dapat bersimbion dan salah satunya menjadi penyebab White Syndrome (WS) yang menjadikan karang memiliki bercak berwarna putih pada skeletonnya dan hilangnya sebagian jaringan hidup pada polyp karang. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui nilai prevalensi White Syndrome (WS), dan mengisolasi serta mengidentifikasi bakteri yang bersimbion pada karang yang terinfeksi White Syndrome di Perairan Kondang Merak – Malang Selatan. Penelitian ini menggunakan pendekatan mulai dari studi lapang, pendekatan Mikrobiologi, dan pendekatan Molekular yang dilakukan di laboratorium. Hasil dari penelitian diketahui bahwa nilai prevalensi White Syndrome pada stasiun 1 sebesar 37%, dan pada stasiun 2 sebesar 18%. Uji aktivitas daya hambat antara bakteri dari sampel karang sehat dalam melawan bakteri dari sampel karang terinfeksi WS menunjukkan zona bening terbesar pada sampel D 1.1 dengan H 1.1. Rata-rata nilai zona bening dalam waktu inkubasi 1 x 24 jam hingga 4 x 24 jam ialah sebesar 5 mm, 4,5 mm, 4,5 mm, dan 4 mm, dan keduanya tergolong pada gram bakteri positif. Hasil molekular menunjukkan bahwa isolat bakteri D1.1 653 (bp) 81% anggota Vibrio azureus (accession number gi|1032655614KU845391.1), dan isolat H1.1 359 (bp) 98% adalah anggota Streptomyces sp. (accession number GiJ1032528973JKX 279646.1).

Kata kunci: Karang, White Syndrome, Bakteri, Isolasi, Identifikasi (1) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya

ISOLATION AND IDENTIFICATION OF ENDOSIMBIONT BACTERIA ON HEALTH AND INFECTED BY WHITE SYNDROME ON PORITES AT KONDANG MERAK

BEACH – SOUTH MALANG

Miranti Herdiutami

1

, Feni Iranawati

1

, Muliawati Handayani

1

ABSTRACT

Coral reef is consortium of reef and others marine organisms, which is have high risk to infect diseases. White Syndrome is one of the disease would infect by bacteria. It caused losses tissue and white spot color on their skeleton. This research aims to determine prevalence WS, to isolate and to identify symbiont of bacteria caused WS disease in Porites sp. at Kondang Merak Beach – South Malang. Method are devided into three step, 1). Field sampling to calculate prevalence and collect sample, 2) microbiology to culture bacteria, 3). Molecular approach to identify bacteria which is causing and potential antibacterial of WS using 16rRNA. Prevalence of WS show that 37% at station 1 and 18% at station 2. Challenge test between bacteria from heath and disease bacteria determined from size of inhibit zona. Isolate D 1.1 and H 1.1 are pairs of isolate which have largest inhibit zone on 24 – 96 hours approximatelly 5; 4.5; 4.5, and 4 mm and both of them is include on positive gram bacteria. Molecular approach successfully to sequence 653 bp from D 1.1 in 81% similarity with Vibrio azureus (accession number gi|1032655614KU845391.1) and 359 bp from H 11 in 98% similarity with Streptomyces sp. (accession number GiJ1032528973JKX 279646.1).

Keywords: Porites sp, Coral Disease, White Syndrome, Kondang Merak

(1) Faculty of Fisheries and Marine Science, University of Brawijaya

(5)

2

1. PENDAHULUAN

Terumbu karang merupakan salah satu komponen ekologi bawah laut yang beragam, produktif dan memiliki keindahan yang khusus di dunia. Namun, menurunnya kondisi lingkungan menyebabkan tekanan pada ekosistem karang yang dapat berpengaruh terhadap sensitivitas inang dan meningkatnya virulensi pathogen. Perubahan kondisi lingkungan justru lebih memungkinkan pathogen berkembang biak lebih cepat dan meningkatkan kemampuan pathogen di dalam menginfeksi karang yang sensitif sehingga menyebabkan penyakit / syndrome pada karang (Soenardjo, 2013).

Syndrome pada karang dapat timbul dalam suatu ekosistem dikarenakan adanya sinergitas dari “Triangle disease”, yaitu hubungan antara pathogen, lingkungan dan karang (Putra, 2014). Selain itu, Usman (2015) mengatakan bahwa bakteri di perairan laut dapat mendiami seluruh bagian laut mulai dari permukaan laut hingga dasar baik hidup bebas maupun berasosiasi lalu bersimbion dengan berbagai organisme. Menurut Hazrul (2016), munculnya syndrome pada karang salah satunya disebabkan oleh interaksi antara host atau inang dalam biota karang, agen / pembawa yang bersifat pathogen juga bagi lingkungan.

Menurut Richardson (2017), beberapa penyakit karang baru dilaporkan terjadi di beberapa lokasi pada tahun 1990-an. Penyakit tersebut antara lain Red Band (RBD), White Band Tipe-II (WBD-II), White Plague Tipe-II (WP-II), Yellow Blotch (YBS), Dark Spot (DSD), White Pox (WPX), Aspergillosis (ASP) dan Patchy Nekrosis (PNE). White Syndrome menyebar secara cepat oleh asosiasi dari bakteri hingga di Perairan Caribean. Penyakit WS ini menyerang karang melalui jaringan yang utuh hingga jaringan karang yang sedang terluka (Gignoux-Wolfsohn, 2012).

Dengan menurunnya kualitas perairan, White Syndrome pada karang mulai banyak ditemukan salah satunya di Perairan Kondang Merak – Malang Selatan. Menurut Nugraha (2017), tutupan karang di perairan Kondang Merak tersebar pada jarak >50 meter dari garis pantai dengan variasi suhu 27o – 29o C. Terdapat daerah tidak ditemukan karang dan tergantikan oleh alga, dan diduga terjadi kompetisi secara ruang antara karang dengan alga sehingga berpotensi untuk meningkatkan tingkat penyakit serta kerusakan pada karang di Perairan Kondang Merak.

Bakteri yang bersimbion dengan karang telah banyak dikarakterisasi dan diketahui beberapa berpotensi sebagai sumber

(6)

3 kimia bahan hayati laut, terutama setelah diketahui permukaan karang lebih kaya akan nutrisi daripada di sedimen dan badan air. Informasi lebih lanjut menyebutkan bahwa bakteri- bakteri tersebut memiliki potensi sebagai sumber metabolit sekunder untuk senyawa- senyawa antibiotik baru (Sabdono dan Radjasa, 2006).

Analisa secara mikrobiologi dan molekular menjadi suatu tahapan metode dalam menganalisa jenis bakteri simbion pada karang sehat yang memiliki potensi menghambat pertumbuhan bakteri dari karang terinfeksi White Syndrome. Hal ini dibuktikan dengan uji daya hambat antibakteri menggunakan kertas cakram dan dilanjutkan dengan karakterisasi melalui prinsip pewarnaan gram bakteri serta proses molekular. Pendekatan molekular dimulai dari proses isolasi DNA, metode PCR yang dilanjutkan hingga hasil sequencing serta dilakukan proses BLAST. Proses BLAST (Basic Local Alignment Search Tools) dilakukan untuk mendapatkan informasi genetik berupa homology kekerabatan dari jenis bakteri endosimbion pada karang terkena Syndrome.

Tujuan dari penelitian ini ialah sebagai berikut:

1. Mengetahui kondisi kerusakan karang Porites yang terjangkit White Syndrome melalui hasil perhitungan prevalensi di Perairan Kondang Merak.

2. Mengetahui daya hambat bakteri endosimbion dari karang Porites sehat terhadap aktivitas bakteri endosimbion dari karang Porites yang terinfeksi White Syndrome

3. Mengidentifikasi bakteri endosimbion dari karang Porites sehat dan yang terinfeksi White Syndrome berdasarkan pewarnaan gram dan molekular.

2. METODE PENELITIAN 2.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Lokasi lapangan yang dijadikan tempat untuk pengambilan sampel dalam penelitian ini ialah di Pantai Kondang Merak – Kecamatan Bantur, Malang Selatan. Lokasi dilakukan pengamatan secara Mikrobiologi dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya – Malang dan pengujian secara molekular dilakukan di Laboratorium Biologi dan Molekular Fakultas SAINTEK – UIN Maulana Malik Ibrahim, Malang. Adapun pengambilan sampel dilakukan pada tanggal 17 – 18 April 2017. Untuk penelitian dan pengamatan mikrobiologi dilakukan pada

(7)

4 tanggal 19 April 2017 – 27 Mei 2017, dan pengujian molekular dilakukan pada tanggal 1 Juni 2017 – 10 Agustus 2017. Peta lokasi dari tempat pengambilan sampel tertera pada Gambar 1.

Gambar 1. Peta lokasi pengambilan sampel 2.2 Studi lapang dan pengambilan sampel

Studi lapang dimulai dengan penentuan titik lokasi stasiun dan pengambilan titik koordinat stasiun dan pengambilan foto karang serta pengambilan sampel karang sehat dan terinfeksi White Syndrome. Sebagai data pendukung, dilakukan pengukuran nilai parameter lingkungan (suhu, pH, salinitas, dan DO). Penghitungan prevalensi penyakit karang dilakukan dengan menggunakan metode transek sabuk (belt transect) seperti pada Gambar 2

Gambar 2.Transek yang akan digunakan

Adapun rumus perhitungan prevelansi dari White Syndrome mengacu menurut (Raymundo, 2008) sebagai berikut:

( ) 2.3 Pendekatan Mikrobiologi

Studi mikrobiologi dalam penelitian ini dimulai dari sterilisasi alat dan bahan, pembuatan media Zobell 2261E, pengolahan sampel, pengenceran bertingkat, isolasi dan purifikasi, uji daya hambat, hingga pewarnaan bakteri gram positif serta negatif. Setiap sampel karang yang sehat dab terinfeksi White Syndrome diekstrak dan ditanam pada media agar Zobell 2261E dalam cawan. Komposisi dari media Zobel 2261E ialah terdiri dari 2,5 gr pepton, 0,5 gr Yeast Extract, dan 15 bubuk agar yang kemudian dilarutkan dengan 1000 ml air laut steril. Semua sampel karang dihancurkan dan diambil sebanyak 5 gram untuk proses pengenceran bertingkat 10-3. Dari seri pengenceran 10-3 diambil 100 µL (0.1 mL) sampel dan disebarkan ke dalam cawan petri steril berisi media agar Zobell 2261E menggunakan spreader lalu diinkubasi. Dengan batuan gores kuadran, koloni bakteri yang tumbuh diamati ukuran, bentuk, elevasi, margin, warna dari koloninya menurut Dwidjoseputro (1981).

5

2

5

2 2 5

(8)

5 Bakteri dominan sejumlah 3 isolat yang telah dipilih, dikultur pada media cair selama 2x24 jam dan dihitung nilai absorbansinya untuk selanjutnya dilakukan uji daya hambat antara 3 isolat dominan dari sampel karang sehat dengan 3 isolat karang terinfeksi White Syndrome. Uji daya hambat dilakukan pada media agar dalam cawan petri dengan kertas cakram dan disertai kontrol positif dan negatif dari Ampicilin dan air laut steril. Dalam waktu inkubasi hingga 4 x 24 jam, reaksi yang terjadi dengan metode difusi kertas cakram diamati dan diukur setiap diameter zona bening dan reaksi yang terjadi di sekeliling kertas cakram. Uji daya hambat dilakukan secara duplo dihitung rata-rata setiap reaksi daya hambat yang terjadi. Uji daya hambat ini untuk mengetahui potensi daya hambat dari bakteri karang sehat dalam menghambat pertumbuhan bakteri dari karang terinfeksi White Syndrome. Pasangan isolat dari sampel karang sehat dan terinfeksi White Syndrome paling optimal ditindaklanjut untuk dilakukan analisa secara molekular. Selain isolasi dan uji daya hambat,dilakukan pewarnaan atau gram bakteri menggunakan 4 jenis pewarna yaitu kristal ungu, lugol, etanol 96% dan Safranin. Bakteri yang akan

diidentifikasi menggunakan biakan bakteri yang berumur antara 24-48 jam.

2.3 Pendekatan Molekular

Pendekatan secara molekular dilakukan untuk mendapatkan informasi genetik bakteri yang memiliki daya hambat paling optimal dari kemunculan diameter zona bening terbesar. Bakteri endosimbion karang sehat yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri endosimbion karang yang terinfeksi White Syndrome dengan baik disiapkan dalam bentuk kultur media cair pada umur 2x24 jam. Sepasang bakteri dari karang sehat dan bakteri dari karang terinfeksi White Syndrome diisolasi untuk didapatkan ekstrak DNA dengan ampifikasi PCR menggunakan primer 16S rDNA yang kemudian diketahui panjang untai DNA nya melalui proses elektroforesis dan dilanjutkan dengan sequencing untuk mendapatkan informasi genetik yang kemudian diakhiri dengan proses BLAST dan pembuatan pohon filogenetik (Sabdono dan Radjasa, 2006).

3. Hasil dan Pembahasan

3.1 Prevalensi penyakit White Syndrome dan nilai parameter

Berdasarkan hasil perhitungan prevalensi karang yang terinfeksi penyakit White Syndrome di 2 lokasi stasiun pengambilan

(9)

6 sampel, didapatkan nilai prevalensi pada stasiun 1 sebesar 37% dengan jumlah koloni di terinfeksi White Syndrome ialah 14 dari jumlah total sebanyak 38 koloni. Pada stasiun 2, didapatkan nilai prevalensi sebesar 18% dengan jumlah koloni terinfeksi White Syndrome sebanyak 8 dari jumlah total sebanyak 45 koloni

. Sampel karang di lapang yang diambil

sebagai sampel pada penelitian dapat dilihat pada Gambar 3 sebagai berikut.

(a)

(b)

Gambar 3. Sampel karang terinfeksi White Syndrome . Ket. (a) di lokasi stasiun I, (b) di lokasi stasiun II

Sampel karang terinfeksi White Syndrome yang diambil, memiliki ciri-ciri hilangnya jaringan hidup yang ditunjukkan dengan adanya bercak rata berwarna putih. Ketika polyp karang disentuh, bagian bercak

berwarna putih akan mengeluarkan mucuss atau lendir lebih banyak dari karang pada umumnya. Selain itu, Hazrul (2016) mengatakan bahwa White Syndrome merupakan hilangnya jaringan karang dengan ciri bercak putih atau garis tebal putih tidak teratur. Penyakit ini ditemukan menyerang karang bercabang dan karang massive. Menurut Raymundo (2008), penampakan karang yang terinfeksi White Syndrome memiliki gradiasi warna hingga berwarna putih dan biasa membentuk melingkar secara linear.

Selain White Syndrome, menurut Luthfi (2016) beberapa zona reef flat di Perairan Kondang Merak akan sangat dangkal ketika surut sehingga akan terpapar sinar matahari, paparan dalam waktu yang lama akan mengakibatkan karang mengalami gangguan hingga stress dan bleaching akibat paparan sinar matahari dan surut ekstrim, sesuai dalam penelitian NOAA. Menurut Gilman et al. (2008), kenaikan permukaan air laut yang ekstrim, badai, curah hujan (presipitasi), perubahan suhu, peningkatan konsentrasi CO2, pola sirkulasi air laut dan tanggapan ekosistem merupakan dampak dari perubahan iklim secara global.

Parameter yang dihitung pada saat pengambilan sampel ialah suhu, pH, salinitas,

(10)

7 serta DO yang dimana 4 parameter insitu tersebut ialah parameter kualitas air yang sangat berpengaruh pada keberlangsungan hidup berbagai organisme di perairan laut serta menjadi parameter mendasar bagi kualitas perairan laut. Adapun tabel nilai parameter di perairan Kondang Merak disajikan pada Tabel 1 sebagai berikut. Tabel 1. Data nilai parameter

Berdasarkan penelitian terdahulu di Perairan Kondang Merak oleh Cleopatria (2015), Widyawati (2015) dan Luthfi (2016), diketahui bahwa nilai parameter tersebut mengalami perubahan mulai tahun 2015 – 2017. Nilai suhu mengalami kenaikan sebesar 2,8OC, lalu nilai pH mengalami penurunan sebesar 2,2, nilai DO mengalami penurunan sebesar 7,54 mg/L, dan nilai salinitas mengalami kenaikan sebesar 1 o/oo.

3.2 Isolasi bakteri karang sehat dan terinfeksi White Syndrome

Pemilihan isolat diantaranya berdasarkan bentuk, ukuran, elevasi, margin, serta warna yang tumbuh secara dominan

pada media di dalam cawan. Isolat hasil penanaman dari larutan pengenceran bertingkat hasil gores kuadran dapat dilihat pada Gambar 4 sebagai berikut.

Gambar 4. Pengamatan hasil penanaman isolat dominan. Ket. (a) Sampel St.1 H, (b) sampel St.1 D, (c) sampel St.2 H, (d) sampel St.2 D

Hasil pengamatan isolat bakteri, data morfologi isolat dominan pada setiap sampel dapat dilihat pada Tabel 2 sebagai berikut Tabel 2. Hasil pengamatan morfologi isolat Parameter Rata – rata

Suhu (oC) 29.9

Salinitas (o/oo) 35

pH (-) 6.78

DO (mg/L) 5.9

Lokasi Kode sampel Ukuran Bentuk Elevasi Margin Warna

KM 1

H 1.1 Moderate Irregular Raised Lobate Putih susu H 1.2 Moderate Irregular Raised Undulate Putih susu

H 1.3 Small Irregular Raised Lobate Putih susu

D 1.1 Moderate Spindle Raised Serate Putih susu

D 1.2 Moderate Irregular Flat Entire Putih susu

D 1.3 Moderate Irregular Flat Undulate Putih susu

KM 2

H 2.1 Small Circular Raised Lobate Putih susu H 2.2 Large Irregular Raised Lobate Putih susu

H 2.3 Moderate Irregular Raised Lobate Putih susu

D 2.1 Moderate Irregular Raised Undulate Putih susu

D 2.2 Small Irregular Raised Lobate Putih susu D 2.3 Moderate Irregular Raised Lobate Putih susu

a

b

(11)

8 Keterangan Variabel huruf merupakan kode jenis karang dimana H (Health) sampel karang sehat, dan D (Disease) sampel karang terinfeksi White Syndrome. Untuk variabel angka terdiri dari 2 angka, dimana angka pertama menunjukkan kode stasiun sampel dan kode angka kedua menunjukkan kode nomor isolat dominan. 3.3 Uji daya hambat isolat bakteri dari karang

sehat dan terinfeksi White Syndrome Isolat bakteri dari karang sehat ditantang dengan isolat bakteri dari karang terjangkit White Syndrome mengunakan metode difusi kertas cakram. Menurut Pelczar (1998), kemampuan bahan uji menghambat bakteri uji ditandai dengan terbentuknya zona jernih disekitar cakram uji dan dievaluasi : >20 mm (strong inhibition), 5-10 mm (moderate inhibition) and <5 mm (weak inhibition). Dalam metode difusi kertas cakram ini, setiap 3 isolat bakteri karang sehat ditantang masing-masing dengan 3 isolat bakteri karang terinfeksi White Syndrome pada stasiun yang sama.

Menurut Cappuccino and Sherman (1987), beberapa faktor yang mempengaruhi terbentuknya zona hambat bakteri diantaranya ialah difusi bahan antimikroba ke dalam media dan interaksinya dengan mikroorganisme uji,

jumlah mikroorganisme yang digunakan, kecepatan tumbuh mikroorganisme yang diuji, dan sensitifitas miikroorganisme terhadap bahan antimikroba yang diuji. Hasil pengukuran uji daya hambat dapat dilihat pada Tabel 3 sebagai berikut.

Tabel 3. Data daya hambat ( standar deviasi)

Sample 1x24 Jam 2x24 jam 3x24 jam 4x24 jam

D 1.1 H 1.1 5 0.00 4.5 0.71 4.5 0.71 4 1.41 H 1.2 2.5  2.12 3.5 0.71 4  1.41 4.5  2.12 H 1.3 2  0.00 3  1.41 3 1.41 3  1.41 + 7  0.00 7.5 0.71 8  0.00 8.5  0.71 - 0  0.00 0 0.00 0 0.00 0  0.00 D 1.2 1 3  1.41 3.5 0.71 6  0.00 6  0.00 2 3  1.41 4.5 2.12 4.5  2.12 4.5  2.12 3 2.5  0.71 3 0.00 3 0.00 3  0.00 + 5  1.41 5 1.41 5 1.41 5  1.41 - 0  0.00 0 0.00 0 0.00 0  0.00 D 1.3 1 3  0.00 3.5 0.71 4.5  0.71 4.5  0.71 2 3  0.00 3.5 0.71 3.5  0.71 3.5  0.71 3 2.5  0.71 4 0.00 4 0.00 4  0.00 + 5.5  0.71 5 0.00 4.5 0.71 4  0.00 - 0  0.00 0 0.00 0 0.00 0  0.00 D 2.1 1 1.5  2.12 1.5 2.12 1.5  2.12 1.5  2.12 2 3  1.41 3 1.41 3 1.41 1.5  0.71 3 3  0.00 3 0.00 3 0.00 3  0.00 + 3.5  0.71 3.5 0.71 3.5  0.71 3  0.00 - 0  0.00 0 0.00 0 0.00 0  0.00 D 2.2 1 1.5  0.71 1.5 2.12 1.5  2.12 1.5  2.12 2 3  2.83 3 2.83 3.5 3.54 2  1.41 3 4  1.41 4 1.41 4 1.41 3.5  0.71 + 4  0.00 4 0.00 3 0.00 3  0.00 - 0  0.00 0 0.00 0 0.00 0  0.00 D 2.3 1 1.5  0.71 2 0.00 2  0.00 3  0.00 2 1  1.41 1 1.41 1  1.41 0  0.00 3 1  1.41 3.5 0.71 3.5  0.71 3.5  0.71 + 2.5  0.71 2.5 0.71 2.5  0.71 3  1.41 - 0  0.00 0 0.00 0  0.00 0  0.00

(12)

9 Pasangan isolat H 1.1 dengan D 1.1 memiliki nilai daya hambat optimal pada waktu inkubasi 1x24 jam sebesar 5 mm. Namun, pada waktu inkubasi 4x24 jam, terdapat penurunan nilai daya hambat menjadi 4 mm. Berdasarkan referensi menurut Pelczar (1998) mengenai zona hambat bakteri, diameter zona bening antara isolat H 1.1 dengan D 1.1 tergolong ke dalam jenis daya hambat lemah (>5mm). Dari data aktivitas daya hambat tersebut, dapat disimpulkan bahwa isolat bakteri H1.1 tergolong ke dalam daya hambat bakteriostatis dimana hanya berpotensi menghambat namun tidak membunuh isolat D 1.1. Oleh karena itu, hal tersebut menjadi alasan pemilihan isolat H 1.1 dan D 1.1 untuk diuji secara molekuler. Aktivitas zona hambat antara isolat H 1.1 D 1.1 dapat dilihat pada Gambar 5 sebagai berikut.

Gambar 5. Hasil uji daya hambat dengan zona bening terbesar. Ket. (a) pengulangan I (b) pengulangan II

Menurut Geffen, Ron, and Rosenberg (2009), analisis gen fungsional

menunjukkan bahwa stres meningkatkan kelimpahan gen mikroba yang terlibat dalam virulensi, resistensi stres dan metabolisme sekunder. Stres atau gangguan yang dialami oleh karang (scleractinian) menyebabkan karang tersebut akan melepaskan dengan cepat bahan antibakteri (coral antibacterial activity atau CAA) yang mampu menewaskan berbagai jenis bakteri, termasuk patogen karang Vibrio coralliilyticus.

3.4 Karakterisasi hasil pewarnaan gram bakteri

Berdasarkan hasil uji daya hambat yang dibahas pada subbab sebelumnya, diketahui bahwa isolat H 1.1 berpotensi dalam menghambat isolat D 1.1. Hasil pewarnaan gram bakteri kedua isolat tersebut dapat dilihat pada Tabel 4 sebagai berikut:

Tabel 4. Hasil karakterisasi pewarnaan gram positif dan negatif

Kode

sampel Warna Gram

H 1.1 Ungu Positif

D 1.1 Ungu Positif

Dari hasil pewaranan gram yang dilakukan pada setiap isolat, diketahui bahwa isolat H 1.1 dan D 1.1 berada pada jenis bakteri gram positif. Pada hasil pewarnaan gram, kedua isolat tersebut diamati pada mikroskop dan terlihat mengikat warna ungu. Hal tersebut menunjukkan bahwa antara isolat

(13)

10 H 1.1 dan D 1.1 kecil kemungkinan tergolong ke pada jenis bakteri pathogen. Bakteri yang bersimbion pada karang sangat beragam dan juga memiliki karakter yang beragam.

3.5 Studi Molekular

Hasil ekstraksi dari isolat karang sehat dan karang terinfeksi White Syndrome dengan zona hambat terbaik ditindaklanjut untuk analisis molekular. Melalui hasil ekstraksi DNA, PCR, hingga sequencing, didapatkan data berupa elektroforegram berisi untaian basa nukleotida untuk mengetahui susunan basa isolat yang diteliti dan selanjutnya dilakukan identifikasi dengan membandingkan sequence yang diperoleh dengan data sequence di Gene Bank (BLAST)..Adapun sebagian elektroforegram yang baik dan rapi tanpa noise dan hasil BLAST dapat dilihat pada Gambar 6 sebagai berikut.

Gambar 6. Sebagian eletroforegram baik hasil sequence isolat D 1.1 dan H 1.1

Berdasarkan hasil sequencing, diperoleh panjang untaian DNA yang pada elektroforegram isolat D 1.1 sebesar 653 bp, dan isolat D 1.1 sebesar 359 Bp. Hasil BLAST kekerabatan dari kedua isolat tersebut dapat dilihat pada Tabel 5 sebagai berikut.

Tabel 5. Hasil BLAST isolat D 1.1 dan H 1.1

Dari hasil molekular, diketahui bahwa isolat bakteri D1.1 653 (bp) 81% anggota Vibrio azureus (accession number gi|1032655614|KU845391.1), sedangkan isolat bakteri H1.1 359 (bp) 98% adalah anggota Streptomyces sp. (accession number GiJ1032528973JKX 279646.1). Setelah diketahui hasil BLAST dari kedua isolat yang menjadi target, dibuat pohon filogenetik dari masing-masing isolat untuk mengetahui tingkat kekerabatan (homology) dari kedua isolat dengan beberapa urutan hasil BLAST teratas.

Teknik dalam mengidentifikasi bakteri berbasis sequence, umumnya menggunakan informasi berupa gen pengkode spesifik. Filogeni sangat bermanfaat dalam mengetahui diversitas biologis, menyusun klasifikasi, dan menjelaskan fenomena yang terjadi selama proses evolusi Informasi Kode

Isolat Description Score Max Total Score Query Cover value E Indent D1.1 Vibrio

azureus 357 357 81% 2e-94 81%

H.1.1 Streptomyces

(14)

11 kekerabatan (Emerson et al., 2008). Adapun pohon filogenetik dari masing-masing kedua isolat dapat dilihat pada Gambar.7 sebagai berikut.

Gambar 7. Pohon Filogenetik (a) isolat D 1.1, (b) isolat H 1.1

Isolat bakteri D 1.1 memiliki kekerabatan dengan panjang cabang 0.020 daripada pusat pohon filogenik isolat D 1.1, dimana berarti terdapat 20 kali terbentuknya cabang yang sama dari 1000 kali pengulangan dalam pembentukan pohon filogenetik. Sedangkan Isolat bakteri H 1.1 memiliki kekerabatan sebesar 0.331 dengan data hasil BLAST pada Lampiran 6. Nilai ini menunjukkan bahwa terdapat 331 kali terbentuknya cabang yang sama dari 1000 kali pengulangan (bootstrap) dalam pembentukan pohon filogenetik.

Hasil BLAST pada urutan kedua menunjukkan bahwa isolat H 1.1 diduga merupakan spesies Streptomyces sp. Akan tetapi, berdasarkan nilai query covernya yang sangat kecil (10%), maka identifikasi ini harus ditinjau ulang dengan hati-hati. Untuk itu, perlu dilakukan analisa lebih lanjut seperti identifikasi secara biokimia dan molekuler dengan menggunakan primer yang lain. 4. Penutup

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka kesimpulan yang dapat ditarik adalah :

1 Prevalensi White Syndrome di perairan Kondang Merak – Kabupaten Malang Selatan (stasiun I sebesar 37% dan stasiun sebesar II 18%) dengan data pendukung dari parameter perairan dari suhu sebesar 29,9oC, salinitas 35 ppt, PH

6,78, serta DO 5,9 mg/L.

2 Isolat H 1.1 (Isolat 1 dari sampel karang sehat di stasiun I) memiliki potensi daya hambat terbesar terhadap penyakit White Syndrome pada isolat D 1.1 (solat 1 dari sampel karang sakit di stasiun 1). Daya hambat antar isolat tersebut memiliki nilai rata-rata zona bening / resistensi paling besar yaitu sebesar 4.5 ±0.41mm.

a

(15)

12 3 Terdapat 2 isolat dari sampel H 1.2 dan H

1.3 tergolong bakteri gram negatif dan 10 isolat bakteri dari sampel H 1.1, D 1.1, D 1.2, D 1.3, H 2.1, H 2.2, H 2.3, D 2.1, D 2.2, serta D 2.3 tergolong ke dalam jenis bakteri gram positif. Hasil analisis BLAST menunjukkan bahwa isolat bakteri D1.1 653 (bp) 81% adalah anggota Vibrio

azureus (accession number

gi|1032655614|KU845391.1), sedangkan isolat bakteri H1.1 359 (bp) 98% adalah anggota Streptomyces sp. (accession number GiJ1032528973JKX 279646.1).

4.2 Kendala dan Saran

1. Untuk penelitian selanjutnya mengenai uji daya hambat antar bakteri dengan bakteri, perlu adanya penghitungan fase bakteri yang sama dengan pembuatan kurva antara nilai absorbansi dengan hasil TPC isolat bakteri.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai uji histopatologi pada penyakit karang yang menjadi target dalam penelitian sebagai pembuktian dari bakteri yang menyebabkan penyakit White Syndrome atau bukan, dan melakukan identifikasi secara molekular dengan menggunakan primer lain sebagai bahan

pertimbangan pada kualitas hasil sequencing.

Daftar Pustaka

Cappuccino, James G., and Natalie Sherman. 1987. Microbiology: A Laboratory Manual. Benjamin/Cummings: New York

Cleopatria, Kapti. 2015. “Studi Tentang Penyakit Karang Scleractinia Di Perairan Kondang Merak Kabupaten Malang.” Sarjana, Universitas Brawijaya.

Dwidjoseputro, D. 1981. Dasar-dasar mikrobiologi. Penerbit Djambatan. Emerson, David, Liane Agulto, Henry Liu,

and Liping Liu. 2008. “Identifying and Characterizing Bacteria in an Era of Genomics and Proteomics.” BioScience 58 (10):925–936.

Geffen, Yuval, Eliora Z. Ron, and Eugene Rosenberg. 2009. “Regulation of Release of Antibacterials from Stressed Scleractinian Corals.” FEMS Microbiology Letters 295 (1):103–9.

Gignoux-Wolfsohn, S. A. 2012. “White Syndrome Transmission in the Threatened Coral, Acropora Cervicornis.” Scientific Reports 2 (November).

(16)

13 Gilman, Eric L., Joanna Ellison, Norman C.

Duke, and Colin Field. 2008. “Threats to Mangroves from Climate Change and Adaptation Options: A Review.” Aquatic Botany 89 (2):237– 50.

Hazrul, Hazrul. 2016. “Identifikasi Penyakit Karang (Scleractinia) Di Perairan Pulau Saponda Laut, Sulawesi Tenggara.” Jurnal Sapa Laut (Jurnal Ilmu Kelautan) 1 (2). http://ojs.uho.ac.id. Diakses pada 12 Juni 2017. Pukul 19.20 WIB Luthfi, Oktiyas Muzaky. 2016. “Bentuk

Pertumbuhan Karang Di Wilayah Rataan Terumbu (Reef Flat) Perairan Kondang Merak, Malang, Sebagai Strategi Adaptasi Terhadap Lingkungan.” ResearchGate.

https://www.researchgate.net Nugraha, Dias Alfian. n.d. “Analisis Sebaran Karang Di Perairan Kondang Merak, Malang Selatan.” Accessed

February 12, 2017.

https://www.researchgate.net. Diakses pada 13 Juli 2017. Pukul 19.00 WIB Pukul 14.00 WIB Pelczar, Michael. E, Chan. 1998. Dasar- dasar

Microbiology. Penerbit Universitas Indonesia: Jakarta

Putra P., Yesaya. 2014. Aktivitas Bakteri Karang sebagai Agen Antipatogen Ulcerative White Spots di Perairan Pulau Panjang, Jepara. Fakultas Biologi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. http://repository.uksw.edu. Diakses pada 13 Juni 2017. Pukul 12.30. WIB Raymundo, Laurie. 2008. “A Coral Disease Handbook: Guidelines for Assessment, Monitoring and Management |

Biological.” 2008.

https://www.sprep.org. Diakses pada 13 Juni 2017. Pukul 12.30. WIB Richardson, L. n.d. “Proceedings of the 1997 Science Meeting.” http://www.amlc-carib.org. Diakses pada 13 Juni 2017. Pukul 12.30. WIB

Sabdono, Agus, and Ocky Karna Radjasa. 2006. “Karakterisasi Molekuler Bakteri Yang Berasosiasi Dengan Penyakit BBD (Black Band Disease) Pada Karang Acropora Sp Di Perairan Karimunjawa.” ILMU KELAUTAN: Indonesian Journal of Marine Sciences 11 (3):158–162. Soenardjo, Nirwani. 2013. “Karakterisasi

Bakteri Yang Berasosiasi Dengan Penyakit Pink-Blotchdi P. Sambangan, Karimunjawa.”

(17)

14

BULETIN OSEANOGRAFI

MARINA 2 (1):58–65.

Soenardjo, Nirwani. 2013. “Karakterisasi Bakteri Yang Berasosiasi Dengan Penyakit Pink-Blotchdi P. Sambangan, Karimunjawa.” Buletin Oseanografi Marina 2 (1):58–65.

Widyawati, Trias. 2015. “Analisis Hubungan Faktor Lingkungan Dengan Komposisi Plankton Di Perairan Kondang Merak, Malang.” Sarjana, Universitas Brawijaya. http://repository.ub.ac.id. Diakses pada 13 Juni 2017. Pukul 12.30. WIB

(18)

Gambar

Gambar 1. Peta lokasi pengambilan sampel  2.2  Studi lapang dan pengambilan sampel
Gambar  3.  Sampel  karang  terinfeksi  White  Syndrome  .    Ket.  (a)  di  lokasi  stasiun  I,  (b)  di  lokasi stasiun II
Tabel 1. Data nilai parameter
Tabel 3. Data daya hambat ( standar deviasi)
+4

Referensi

Dokumen terkait