GAYA BAHASA (MAJAS)
Gaya bahasa atau majas adalah pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu, keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulis sastra dan cara khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan baik secara lisan maupun tertulis. (Kamus Besar Bahasa
Indonesia, edisi ketiga. tahun 2002). Meskipun ada banyak macam gaya bahasa atau majas, namun
secara sederhana gaya bahasa terdiri dari empat macam, yaitu majas perbandingan, majas penegasan, majas pertentangan, dan majas sindiran.
A. Majas Perbandingan
1. Alegori (allgoriaa:lIos,lain,agoreureinu :ungkapan, pernyataan) adalah menyatakan dengan cara lain, melalui kiasan atau peggambaran.
a. Burung merpati menggambarkan perdamaian. (perilaku burung merpati memberikan gambaran lengkap sebagai burung yang cinta damai) .
b. Hidup manusia seperti roda!ckadang-kadang di bawah kadang pula di atas.
2. Alusio adalah pemakaian ungkapan yang tidak diselesaikan karena selain ungkapan itu sudah dikenal juga pembicara atau penulis ingin menyampaikan maksud secara tersembunyi. a. Ah, kau ini, seperti kura-kura dalam perahu. (Iengkaptrya, Ah, kau ini, sepetri kura-kura
dalam perahu, pura-pura tidak tahu.)
b. Memberikan barang atau nasihat seperti itu kepadanya, engkau seperti memberikan
bunga kepada seekor kera.
c. Kalau ada sumur di ladang, bolehkah sqya menumpang mandi?
3. Simile adalah pengungkapan dengan menggunakan perbandingan eksplisit yang dinyatakan dengan kata depan clanpenghubung seperti layaknya, bagaikan, seperti, bagai.
a. Caranya bercinta selalu mengagetkan, seperti petasan. (Rendezvous,Agus Noor)
b. Dan ia pun bercerita, betapa dia selalu memimpikan hidupnya mengalir seperti sebuah
bossanova. Tak terlalu banyak kejutan, seperti jazz. (Rendezvous,Agus Noor)
4. Metafora (Yun. Metaphore:meta: di atas, pherein: membawa) adalah pengungkapan berupa perbandingan analogis satu hal dengan hallain, dengan menghilangkan kata-kata seperti, layaknya, bagaikan, dsb.
a. Generasi muda adalah tulang punggung Negara (generasi muda dianalogikan sebagai tulang punggung)
b. Dan ia pun bercerita, betapa dia selalu memimpikan hidupnya adalah sebuah bossanova
atau jazz.
c. Setelah sampai di kaki gunung (analogi dari kaki manusia) ia duduk-duduk di mulut sungai (analogi dari mulut manusia).
5. Antropomorfisme adalah bentuk metafora yang menggunakan kata atau bentuk lain yang berhubungan dengan manusia untuk hal yang bukan manusia.
b. Ketika sampai di mulutjurang, hatinya ragu-ragu, adakah ia berani melanjutkan perjalanan 6. Sinestesia adalah bentuk metafora berupa ungkapan yang berhubungan dengan suatu indra untuk
dikenakan kepada indra yang lain.
a. Kata-katanya (untuk telinga) memang terkenal pedas. (untuk pengecap / lidah) b. Permen nona-nona rasanya rame-rame!
c. Betapa sedap memandang gadis cantik yang selesai berdandan.
7. Antonomasia adalah penggunaan sifat sebagai nama diri atau nama diri sebagai nama jenis. a. Lho, Mbak:Ju,kalau begini aku harus bagaimana? Masakan aku harus melepas bekisarku,
meski katanya, dia hanya mau pinjam sebentar? (Belantik,Ahmad Tohari)
b. " ...Jangan seperti anak kemarin sore, Kolonel. Kalau mereka menginginkan kematianku, baiklah." "Mungkin ini jalan terbaik, Jendral" (Rendezvous,Agus Noor)
8. Aptronim adalah pemberian nama yang cocok dengan sifat atau pekerjaan orang., a. Karena sehari-hari ia bekerja sebagai kusir gerobak, ia dipanggil Kartogrobak.
b. Tentu Karto grobak tidak ada sangkut-pautnya dengan si Gendut, anak Tarsih tetangga sebelah.
9. Metonemia adalah bentuk pengungkapan berupa penggunaan nama untuk benda lain yang menjadi merk, ciri khas atau menjadi atribut.
a. Saat itu aku mulai melayang karena dua butirblue diamond yang sekaligus kutenggak
(Rendezvous, Agus Noor)
b. Maya memang menyukai bossanova. ..Dan ia pun bercerita, betapa dia selalu memirnpikan hidupnya mengalir seperti sebuah bossanova.Tak ter1alu banyak kejutan, seperti jazz. (Rendezvous,
Agus N oor)
c. Ke mana pun ia pergi, ia tak pernah lepas dari Chairil Anwar. (Chairil Anwar adalah nama penyair pembaharu Angkatan 1945).
10. Hipokorisme adalah penggunaan nama julukan atau kata yang dipakai untuk menunjukkan hubungan karib antara pembicara dengan yang dibicarakan.
a. Bawuk atau tole adalah sebutan karib untuk anak perempuan dan laki-laki.
b. Lama Otok hanya memandangi ikatan bunga biji mata itu, yang membuat Otok kian terkesima. (Rendezvous,Agus Noor).
11. Litotes adalah ungkapan berupa mengecilkan fakta dengan tujuan untuk merendahkan diri.
a. Tanpa bantuan Anda sekalian, pekerjaan saya ini tidak mungkin selesai.
c. Aku hanya bisa memberikan bantuan ala kadarnya dan tidak seberapa. Silakan diterima dengan senang hati.
12. Hiperbola (Yun. Huperbo!a;huper,di atas, melampaui, terlalu, ballo, melempar) adalah cara pengungkapan dengan melebih-lebihkan kenyataan sehingga kenyataan itu menjadi tidak masuk akal.
a. Hatiku hancurmengenang dikau, berkeping-keping jadinya.
b. Ombak setinggi gunung menghantam rumah-rumah dan menghanyutkan ribuan manusia. Dan orang-orang Aceh kehabisan air mata karena sedih oleh musibah tsunami itu. c. Air matanya terkuras habis karena terharu membayangkan nasib Sitti Nurbaya.
13. Personifikasi atau penginsanan adalah cara pengungkapan dengan menjadikan benda mati atau tidak bernyawa sebagai manusia.
a. Angin mendesah, mengeluh dan mendesah.(Surat Cinta,Rendra)
b. Lampu-lampu penduduk di pinggir jalan berlarian ke belakang. (Belantik, Ahmad Tohari) c. Tetapi Dukuh Paruk tetaplah Dukuh Paruk. Dia sudah berpengalaman dengan kegetiran
kehidupan, dengan kondisi hidup yang paling bersahaja. (Jantera Bianglala, Ahmad Tohari).
14. Depersonifikasi adalah cara pengungkapan dengan tidak menjadikan benda-benda mati atau tidak bernyawa sebagai manusia.
a. Jika aku bunga, engkau kumbangnya. b. Engkaulah bulanku, Pelita malamku.
15. Pars pro toto adalah sinekdoke berupa mengungkapkan sebagian dari objek untuk menunjuk keseluruhan objek tersebut.
a. Nah, sendok dan garpu telah tersedia, silakan dinikmati dengan tanpa sungkan-sungkan. (Yang tersedia adalah daging ayam panggang, nasi mengepul, beraneka sayur-mayur, dan tentu saja,
piring, sendok, dan garpu)
b. Tatapan matanya telah meruntuhkan hatiku.
16. Totum pro parte adalahsinekdoke berupa mengungkapkan keseluruhan objek padahal yang dimaksud hanya sebagian saja.
a. Tidak kusangka, Indonesia ternyata dapat menyabet gelar The Absolute Winner dalam olimpiade fisika tahun 2006.
b. Kata Amien Rais : Bangsa kita kehilangan kemandirian (Kompas,27/12/2006)
c. Amerika Serikat menuduh Iran campur tangan soal Irak.
17. Eufemisme (YWl. euphemismose; u, baik, pheme, perkataan, ismos, tindakan) adalah menggantikan kata-kata yang dipandang tabu atau dirasa kasar dengan kata-kata lain yang lebih pantas atau dianggap halus.
a. Maaf Pak, saya minta izin ke belakang. (Membuang air kecil atau besar dirasa kurang sopan dibandingkan ke belakang.)
b. Kata pelacur atau perempuan jalang dianggap kurang pantas dibandingkan (wanita) tuna
susila.
c. Kaum tuna wisma makin bertambah saja di kotaku.
18. Disfemisme adalah mengungkapkan pernyataan tabu atau yang dirasa kurang pantas sebagaimana adanya.
a. Ibuku seorang pelacur...(cerpen "Pelajaran Mengarang", Seno Gumira Ajidarma) b. Bolehkah saya meminta izin untuk kencing sebentar? '
19. Fabel adalah menyatakan perilaku binatang sebagai manusia yang dapat berpikir dan bertutur kata.
a. Kancil diam sejenak. Kebun mentimun siapakah gerangan ini? b. Mengetahui bahwa Kancil telah menipunya, geramlah hati harimau.
20. Parabel adalah ungkapan pelajaran atau nilai tetapi dikiaskan atau disamarkan dalam cerita. Misalnya, kisah Nabi Ayub atau kisah para nabi besar lainnya adalah parabel. Demikian juga, cerita-cerita Fabel menyatakan nilai dan pelajaran hidup yang dapat diketahui melalui membaca atau mendengarkan cerita secara keseluruhan.
21. Perifrase adalah ungkapan yang panjang sebagai pengganti pengungkapan yang lebih pendek. a. Ke manapun ia pergi, besitua bermerekYamaha produksi tahun 1970 selalu
menemaninya..
b. Aku lebih merasa nyaman naik gerbong yang yang berjalan di atas rel.
22. Eponym adalah majas perbandingan dengan menjadikan nama orang sebagai tempat atau pranata. Misalnya, Gelora Bung Karno, Gunung Sukarnapura, rezim Suharto, lapangan Trikora.
23. Simbolik adalah melulgskan sesuatu dengan menggunakan simbol atau lambang untuk menyatakan suatu maksud.
a. Lelaki buaya darat,(buaya darat adalah simbol laki-laki hidung belang) aku tertipu lagi. ("Buaya Darat", Ratu)
b. Katakanlah cinta dengan bunga. B. Majas Sindiran
1. Ironi (Yun. eironeia, Lt.ironia. Kt. kerjanya: menyembunyikan) adalah sindiran dengan menyembunyikan fakta yang sebenarnya clan mengatakan kebalikan dari fakta tersebut. a. Maaf, Ibu, tulisan Ibu terlalu besar sehingga saya tidak dapat membacanya dari sini.
(kenyataannya, tulisan bu guru terlalu kecil)
c. Engkau pasti tahu bahwa rapat ini tidak mungkin berlangsung tanpa kedatanganmu. (Kenyataannya, engkau datang atau tidak, rapat tetap berlangsung)
2. Sarkasme adalah sindiran langsung dan kasar.
a. "Mampuslu, anjing Sukarno! Mau merdeka? Ini merdeka!!! dan sten-gun ditembakkan tidak tentu arah (Jalan Tak Ada Ujung, Muhtar Lubis)
b. Nyawamu barang pasar, hai, orang-orang bebal (Ballada Terbunuhnya Atmo Karpo, Rendra).
3. Sinisme (Yun. F;ynikos,seperti anjing-tingkah laku kaum sinis yang jorok) adalah ungkapan yang bersifat mencemooh pikiran atau ide bahwa kebaikan terdapat pada manusia. Karena itu, sinisme bersifat Iebih kasar dibandingkan ironi.
a. Bukankah seluruh waktuku hanya untukmu, sayang, sehingga aku kaubuat sebal dan jemu menunggu.
b. Tak usah kauperdengarkan suaramu yang merdu dan memecahkan telinga itu.
4. Satire (Lt. satira) adalah ungkapan yang menggunakan sarkasme, ironi, atau parodi untuk mengecam atau menertawakan gagasan, kebiasaan, dsb.
5. Innuendo adalah sindiran yang brsifat mengecilkan fakta sesungguhnya.
a. Karena ia menyisihkan selembar dua lembar kertas kantor, ia kini telah membuka toko alat-alat tulis.
b. Sejak kantornya membangun cabang baru, ia rajin memberikan serupiah dua rupiah upeti agar ia mendapatkan bagian proyek pembangunan itu.
C. Majas Penegasan
1. Apofasis adalah penegasan dengan cara seolah-olah menyangkal yang ditegaskan.
a. Saya tidak sampai hati untuk mengatakan bahwa banyak kawan-kawan kita yang tidak
menyukaimu.
b. Saya tidak mau mengungkapkandalarn forum ini bahwa saudara telah menggelapkan
ratusan juta rupiah uang negara. (Gorys Keraf).
2. Pleonasme (Yun,pleonasmos, menarnbah dengan berlebihan) adalah menarnbahkan keterangan pada pernyataan yang sudah jelas atau menarnbahkan keterangan yang sebenarnya tidak diperlukan.
a. Majulah engkau ke depan dan kemudian mundur ke belakang. .
b. Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri bahwa orang yang baru lewat adalah guru SMP-ku.
c. Ia menyalakan lampu kamar, membuat supaya kamar menjadi terang.
3. Repetisi (Lt. repetitio; re: lagi, kembali, petere: mengarahkan) adalah perulangan kata, frase, dan klausa yang sama dalam suatu kalimat atau wacana.
a. "Salah, salah,angin dari sana. Kamu tukar tempat," teriaknya. (JalanYak Ada Ujung, Mochtar Lubis).
b. Baru beberapa langkah dia berjalan, tiba-tiba suara gemuruh mengejutkan-orang berteriak
siaaapl Siaaaap... (JalanYak Ada Ujung, Mochtar Lubis).
c. Jadi, Barnbung hanya bisa cengar-cengir, minum, dan minum lagi. (Belantik,Ahmad Tohari).
4. Pararima adalah bentuk pengulangan konsonan awal dan akhir dalam kata atau bagian kata yang berlainan, misalnya, mondar-mandir, kolang- kaling, lekak-lekuk.
5. Aliterasi adalah repetisi konsonan pada awal kata secara berturutan. a. Bukan beta bijak berperi... (baris sanjak Rustam Effendi)
b. Tuhanku, dalam termangu, aku masih menyebut nama-Mu ("Doa ", Chairil Anwar). c. Keras-keras kerak kena air lunak juga.
6. Paralelisme (paralle/os:di samping yang lain) adalah pengungkapan dengan menggunakan kata, frase, klausa yang sejajar.
a. Dia sudah cukup pengalaman dengan kegetiran kehidupan, dengan kondisi hidup yang
paling bersahaja.
b. Dia sudah cukup pengalaman dengan kegetiran kehidupan, dengan kondisi hidup yang paling bersahaja. Dan dia tidak mengeluh....Dia sudahdiuji dengan sekian kali malapetaka tempe bongkrek... (Jantera Bianglala, Ahmad Tohari).
7. Tautologi (Yun. tautologiat; o auto: hal yang sama) adalah gaya bahasa berupa pengulangan kata (-kata) dengan menggunakan sinonimnya.
a. Betapa hatiku sedih dan duka manakala mengetahui nilai raporku tidak terlalu baik. b. Ia telah memukul, melekatkan tangannya ke kepala anak itu.
8. Sigmatisme adalah pengulangan bunyi "s" untuk efek-efek tertentu. a. Kutulis surat ini kala hujan gerimis. (Surat Cinta, Rendra)
b. Malaikat-malaikat kecil / mengepakkan sayap-sayap kapas. ("Malaikat-Malaikat Kecil", Rendra).
9. Antanaklasis adalah pengungkapan dengan menggunakan perulangan kata yang sama, tetapi dengan makna berlainan.
a. Bapak kepala sekolah menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal ketika beliau mengetahui, Badu belum membayar uang sekolah.
b. Ketika mengetahui bahwa bunga yang diberikan kepada bunga desa itu diterima, hatinya
berbunga-bunga.
10. Klimaks (klimax: tangga) adalah pemaparan pikiran atau hal berturut-turut dari yang sederhana dan kurang penting meningkat kepada hal atau gagasan yang penting atau kompleks.
a. Jangankan baju baru, sepeda motor baru atau rumah baru aku sanggup membelikan untukmu.
b. Generasi muda dapat menyediakan, mencurahkan, mengorbankan seluruh jiwa raganya kepada bangsa.
c. Lalu ia berjalan, mendekat, bersimpuh di samping makam yang bertahun-tahun ia terlantarkan. (Rendezvous,Agus Noor).
11. Antiklimaks (anti: menentang, klimax: tangga) adalah pemaparan hal atau gagasan yang penting atau kompleks menurun kepada pikiran atau hal yang sederhana dan kurang penting.
a. Tak usah kau memaksa aku untuk meminjami kau uang satu juta; seratus rupiah pun aku tidak akan sanggup meminjamkannya.
b. Apalagi mencurahkan segala pikiran dan tenaga, menyediakan diri untuk membantu orang lain saja ia tak mau.
12. Inversi atau anastrof (Lt. in, ke dalam, menuju ke, vertere, membalik) adalah menyebutkan terlebih dahulu predikat kalimat suatu kalimat, kemudian subjeknya.
a. (P) Kutulis (S) surat ini / kala hujan gerimis.. ..(Surat Cinta, Rendra)
b. (P) Ada (S) lukisan atau barangkali foto berbingkai, tanaman kuping gajah dalam pot, lampu gantung kristal yang tidak menyala. (pencuri, Julius R. Siyaranamual).
c. Sebentar, Mbakyu. (P) Rasanya tak enak (S) menyerah begitu saja kepada momok itu.
(Belantik, Ahmad Tohari)
d Dari balik jendela sebuah restoran , (P), kupandang (S) Jakarta yang tenggelam dalam
malam. ("Sebuah Pertanyaan untuk Cinta", Seno Gumira Ajidarma)
13. Retoris adalah ungkapan pertanyaan yang jawabannya telah terkandung dalam pertanyaan tersebut.
a. Siapakah di antara Anda yang tidak ingin merdeka? Bebas dari segala bentuk penindasan? b. Bisakah keberhasilan dicapai hanya dalam satu dua hari?
c. "Mampus lu, anjing Sukarno! Mau merdeka?Ini merdeka!!! Dan sten-gun ditembakkan tidak tentu arah (Jalan Tak Ada Ujung, Mochtar Lubis)
14. Elipsis adalah penghilangan satu atau beberapa unsur kalimat, yang dalam susunan normal, unsur tersebut seharusnya ada.
a. Sialan, memaksa? Ah, nanti dulu. (Belantik, Ahmad Tohari)
b. Jakarta. Bulan September tahun 1946. Pagi. (Jalan Tak Ada Ujung, Muhtar Lubis)
c. Ada lukisan atau barangkali foto berbingkai, (ada) tanaman kuping gajah dalam pot, (ada)
lampu gantung kristal yang tidak menyala. (Pencuri, Julius R. Siyaranamual)
15. Koreksio adalah ungkapan dengan menyebutkan hal (-hal) yang dianggap keliru atau kurang tepat, kemudian disebutkan maksud yang sesungguhnya.
a. Ketika ia melirik, ia melihat sepasang mata itu -ah, bukan, yang menatapnya kini sepasang
mata ayahnya . . . . (Rendezvous, Agus Noor)
b. Bukankah kau putri Pak Lurah, ah, maaf, putri Pak Bupati?
16. Sindeton (Yun. sundetos:kata penghubung) adalah pengungkapan suatu kalimat atau wacana yang bagian-bagiannya dihubungkan dengan kata penghubung. Bila ungkapan tersebut menggunakan beberapa atau banyak kata penghubung, disebut polisindeton; bila dalam ungkapan tersebut tidak digunakan kata penghubung, disebut asyndeton.
a. Pantas, Bambung mampu menjadi pelobi besar, broker politik dan kekuasaan, atau apalagi namanya, karena dia memang cerdik dan bisa menggunakan bahasa dan kata-kata sebagai senjata untuk membuat lawan bicaranya tak berdaya. (Belantik,Ahmad Tohari)
b. Sosoknya yang gagah(,) rambutnya yang tetap lebat meski sudah beruban(,) wajahnya yang bulat persegi(,) sorot matanya yang penuh kekuatan(,) membayang sangat nyata dalam angan-angan Handarbeni. (Belantik, Ahmad Tohari)
c. Lalu ia berjalan(,) mendekat(,) bersimpuh di samping makam yang bertahun-tahun ia terlantarkan. (Rendezvous,Agus Noor)
d. Buku harian(,) buku alamat dan nomor telepon(,) sebungkus rokok(,) korek api(,) pisau lipat Swiss(,) paspor(,) bolpoin ("Sebuah Pertanyaan untuk Cinta", Seno Gumira Ajidarma).
17. Interupsi ialah ungkapan berupa menyisipkan keterangan tambahan di antara unsur (-unsur) kalimat.
a. Di sana kedua anaknya, anak Parta, lelap dalam wajah tanpa dosa. ("Kubah", Ahmad Tohari)
b. Dan Bambung, sangpeJobibesaritu, kini hendak " meminjam Lasi. (Belantik,Ahmad Tohari) .:
c. Kanjat, teman lelaki yang menyenangkan, tampak sedang duduk di atas dahan. (Belantik, Ahmad Tohari)
18. Eksklamasio adalah ungkapan dengan menggunakan kata (-kata) seru.
a. Wah, tidak kusangka, engkau dapat juga menjadi juara kelas.
b. Ah, Bapak ini, bisa aja!
c. Lho, Mbakyu, kalau begini aku harus bagaimana? (Belantik, Ahmad Tohari).
19. Enumerasio adalah ungkapan penegasan berupa penguraian bagian demi bagian suatu keseluruhan.
"Ketika Dukuh Paruk menjadi karang abang lebah ireng, pada awal tahun 1966, hampir semua dari kedua puluh tiga rumah di sana menjadi abu. ... . Karena hamPir segala harta
benda, padi, dan gaplek musnah terbakar, bahkan juga kambing dan ayam. Lalu siapa yang
tetap tinggal di atas tumpukan abu dan arang itu boleh memilih cara kematian masing-masing; melalui busung lapar atau melalui keracunan ubi gadung atau singkong beracun."
20. Preterito ialah ungkapan penegasan dengan cara menyembunyikan maksud yang sebenarnya. a. Sudahlah, nasi sudah menjadi bubur, tidak perlu kita sesali apa yang telah terjadi.
b. Tak perlu saya sebut siapa orangnya, kamu sudah tahu. (Pelajaran Sastra, Zaidan Handy). 21. Alonim adalah penggunaan varian dari nama untuk menegaskan.
a. Teto untuk Setadewa (Burung-BurungManyar, JB. Mangunwijaya) ,
b. Dullah varian dari Abdullah.
c. Nay varian dari Nayla (dalam sinetron Buku Harian Nayla, produksi RCTI, 2006).
22. Kolokasi adalah bentuk asosiasi tetap antara suatu kata dengan kata lain yang berdampingan dalam kalimat.
a. Susah memang berurusan denggan si kepala batu. ("kepala batu" adalah asosiasi yang tetap antara kata "kepala" dan "batu")
b. Di kelas kami, ia memang dikenal sebagai bintang kelas. (kata "bintang" berasosiasi tetap dengan "kelas"; "film" -dalam bintang film; "kampus" -dalam bintang kampus)
23. Silepsis adalah majas penegasan berupa menggunakan satu kata yang mempunyai lebih dari satu makna dan yang berfungsi dalam lebih dari satu konstruksi sintasksis.
a. Ia telah kehilangan topi dan semanganya. (Gorys Keraf).
b. Ditatapnya wajah Tini dengan matanya, dengan hatinya, dengan seluruh perasaannya.
("Kubah", Ahmad Tohari)
24. Zeugma adalah variasi dari silepsis. Dalam zeugma kata yang digunakan tidak logis dan tidak gramatikal untuk konstruksi sintaksis yang kedua, sehingga menjadi kalimat yang rancu.
a. Dengan membelalakkan mata dan telinganya, ia mengusir orang itu. (Diksi dan Gaya Bahasa, Gorys Keraf)
b. Ia menundukkan kepala dan badannya untuk memberi hormat kepada kami. (Gaya Bahasa, Gorys Keraf).
D. Majas Pertentangan
1. Paradoks (paradoxos: para, bertentangan dengan, doxa: pendapat / pikiran) adalah cara pengungkapan dengan menyatakan dua hal yang seolah-olah bertentangan, namun sebenarnya keduanya benar.
a. Aku sangat menderitadalam pertemuan yang membahagiakan ini.
b. Dalam ruang kerjanya yang bersuhu delapan belas derajat, Handarbeni merasa sangat
gerah. (Belantik, Ahmad Tohari)
c. Tidakkah kau sadari, di ruangan yang sempit dan pengap ini kita mendapatkan cakrawala yang amat luas.
a. Ada ketegangan yang mengasyikkan ketika aku menyaksikan pertandingan sepakbola semalam.
b. Aku seperti bermimpi mengalami pertemuan yang asing ini.
3. Antitesis (Yun. Anti: bertentangan, tithenai:menempatkan) adalah pengungkapan dengan menggunakan kata-kata yang berlawanan arti satu dengan yang lainnya.
a. Dellon adalah penyanyi Indonesian Idols yang disukai bukan hanya dari kalangan miskin
maupun kaya, laki-Iaki atau perempuan, bahkan para ibu dan bapak-bapak.
b. Tindak kejahatan sekarang tidak membedakan lagi siang malam, pagi petang, laki-Iaki
perempuan, dengan kekerasan atau tanpa kekerasan.
c. Katanya, di surga kita tidak lagi berurusan dengan lapar atau kenyang, miskin atau kaya,
cantik atau je!ek.
4. Kontradiksi interminus adalah pernyataan yang bersifat menyangkal yang telah disebutkan pada bagian sebelumnya.
a. Yang belum melunasi uang sekolah tidak boleh mengikuti ulangan umum, kecuali Bisma. b. Memang semua persoalan yang kita hadapi amat sukarkita pecahkan, kecuali
masalah-masalah yang sederhana.
5. Anakronisme (anachronismos: ana, ke belakang, chronos, waktu) adalah ungkapan yang mengandung ketidaksesuaian antara peristiwa dengan waktunya.
a. Moncong-moncong meriam diarahkan para pasukan Diponegoro kepada pasukan Belanda
yang mendekat. (pasukan Diponegoro waktu itu masih menggunakan peralatan perang yang sederhana, misalnya, kelewang, tombak, dsb.)
b. Pandita Duma terbangun ketika mendengar bel berdering empat kali.
http://puspamestikabahasa.blogspot.com/2011/02/gaya-bahasa-majas.html
A. Pengertian Gaya Bahasa
Karya sastra terdiri atas dua jenis sastra (genre), yaitu prosa dan puisi. Biasanya, prosa disebut sebagai karangan bebas, sedangkan puisi disebut karangan terikat. Prosa itu karangan bebas berarti bahwa prosa tidak terikat oleh aturan-aturan ketat. Puisi itu karangan terikat
berarti puisi itu terikat oleh aturan-aturan ketat. Akan tetapi, pada waktu sekarang, para penyair berusaha melepaskan diri dari aturan yang ketat itu (Pradopo, 2010:306).
Bahasa dalam suatu karya sastra merupakan sarana imajinasi dan kreativitas pengarang. Makna sebuah karya sastra dapat digali dan ditelusuri melalui bahasa yang digunakannya. Dengan demikian, pemakaian gaya bahasa (juga pemilihan kata) sangat menentukan penyampaian makna suatu karya sastra. Pemakaian gaya bahasa itu meliputi bunyi, rangkaian bunyi, kata, rangkaian kata, frase hingga kalimat yang dipilih dan digunakan dengan seksama.
Gaya bahasa merupakan pemanfaatan atas kekayaan bahasa seseorang dalam bertutur dan menulis, pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek tertentu serta merupakan keseluruhan ciri bahasa dari sekelompok penulis bahasa. Pemanfaatan yang dilakukan penyair terhadap sarana bahasa untuk memperoleh ciri khas dalam karya-karyanya. Dengan demikian, untuk memahami dan menginterpretasi sebuah karya sastra, pengkajian dan penelitian terhadap sarana bahasa yang terdapat pada karya tersebut harus dilakukan dengan maksimal.
Menurut Slametmuljana (dalam Pradopo, 2006:93) gaya bahasa ialah susunan perkataan yang terjadi karena perasaan yang timbul atau hidup dalam hati penulis, yang menimbulkan suatu perasaan tertentu dalam hati pembaca. Majas merupakan peristiwa pemakaian kata yang melewati batas-batas maknanya yang lazim atau menyimpang dari arti harfiah. Menurut Manaf (2008:145) gaya bahasa dan majas adalah unsur pemberdayaan bahasa untuk mendapatkan pilihan kata yang tepat.
Menurut Keraf (dalam Faizah, 2007:40) gaya bahasa merupakan cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperhatikan ciri dan kepribadian penulis (pemakai bahasa). Berdasarkan langsung tidaknya makna, Keraf membagi gaya bahasa menjadi dua macam, yaitu gaya bahasa retoris yang terdiri atas dua puluh satu jenis dan gaya bahasa kiasan yang terdiri atas enam belas jenis gaya bahasa. Sedangkan Pradopo (2006:93) menyatakan bahwa gaya bahasa adalah cara menyampaikan pikiran atau perasaan ataupun maksud-maksud lain yang menimbulkan gaya bahasa.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa merupakan kemampuan dari seorang pengarang dalam mempergunakan ragam bahasa tertentu dalam menulis sebuah karya sastra, dan ragam bahasa tersebut sudah mempunyai pola-pola tertentu dan akan memberi kesan pada pembaca atau pendengar karya itu.
Gaya bahasa didefinisikan sebagai cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa yang secara ikhlas yang memperhatikan jiwa dan kepribadian penulis. Pembicaraan tentang gaya
bahasa bukanlah soal menggaya, melainkan daya guna bahasa. Gaya bahasa ini merupakan kesanggupan menyampaikan pengalaman batin dengan hasil sebesar-besarnya. Kemudian Finoza (2008:127) menyatakan bahwa gaya bahasa atau langgam bahasa dan sering juga disebut majas adalah cara seseorang mengungkapkan maksudnya.
Keraf (1996:124-127) membagi gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat yang meliputi:(1) klimaks; (2) antiklimaks; (3) paralelisme; (4) antitesis, dan (5) repetisi (epizeukis, tautotes, anafora, epistrofa, simploke, mesodiplosis, epanalepsis, dan anadiplosis).
B. Macam-macam Gaya Bahasa
Gaya bahasa beraneka ragam macamnya, macam-macam gaya bahasa dapat dilihat berdasarkan: (1) pilihan kata, (2) nada, (3) struktur kalimat, dan (4) berdasarkan langsung tidaknya makna.
1. Gaya Bahasa Berdasarkan Pilihan Kata
Berdasarkan pilihan kata, gaya bahasa mempersoalkan kata mana yang paling tepat dan sesuai untuk posisi-posisi tertentu dalam kalimat, serta tepat tidaknya penggunaan kata-kata dilihat dari pemakaian bahasa dalam masyarakat. Dengan kata-kata lain, gaya bahasa ini mempersoalkan ketepatan dan kesesuaian dalam menghadapi situasi-situasi tertentu, Gaya bahasa ini terbagi menjadi:
a. Gaya Bahasa Resmi
Gaya bahasa resmi adalah gaya bentuknya yeng lengkap, gaya yang diperluas dalam kesempatan-kesempatan resmi, gaya yang dipergunakan oleh mereka yang diharapkan mempergunakannya dengan baik dan terpelihara. Amanat kepresidenan, berita negara, khotbah-khotbah mimbar, tajuk rencana, pidato-pidato yang penting, artikel-artikel yang serius atau esei yang memuat subjek-subjek yang penting, semua dibawakan dengan gaya bahasa resmi.
b. Gaya Bahasa Tak Resmi
Gaya bahasa tak resmi juga merupakan gaya bahasa yang dipergunakan dalam bahasa standar, khususnya dalam kesempatan-kesempatan yang tidak formal atau kurang formal. Bentuknya tidak terlalu konservatif. Gaya ini biasanya dipergunakan dalam karya-karya tulis, buku-buku pegangan, artikel-artikel mingguan atau bulanan yang baik, dalam perkuliahan, editorial, kolumnis dan sebagainya. Singkatnya gaya bahasa tak resmi adalah gaya bahasa yang umum dan normal bagi kaum terpelajar.
c. Gaya Bahasa Pecakapan
Sejalan dengan kata-kata percakapan, terdapat juga gaya bahasa percakapan. Dalam gaya bahasa ini, pilihan katanya adalah kata-kata populer dan kata-kata percakapan. Itu berarti bahasanya masih lengkap untuk suatu kesempatan, dan masih dibentuk menurut kebiasaan-kebiasaan, tetapi kebiasaan-kebiasaan ini agak longgar bila dibandingkan dengan kebiasaan pada gaya bahasa resmi dan tak resmi.
2. Gaya Bahasa Berdasarkan Nada
Gaya bahasa berdasarkan nada didasarkan pada sugesti yang dipancarkan dari rangkaian kata-kata yang terdapat didalam sebuah wacana. Seringkali sugesti ini akan lebih nyata kalau diikuti dengan sugesti surat dari pembicara, bila sajian yang dihadapi adalah bahasa lisan. Dengan latar belakang ini, gaya bahasa dari sudut nada yang terkandung dari sebuah wacana, dibagi atas: gaya yang sederhana, gaya mulia dan bertenaga, serta gaya
menengah.
a. Gaya Sederhana
Gaya ini biasanya cocok untuk memberikan instruksi, perintah, pelajaran, perkuliahan dan sejenisnya. Sebab itu untuk mempergunakan gaya ini secara efektif, penulis harus memiliki kepandaian dan pengetahuan yang cukup.
b. Gaya Bahasa Mulia dan Bertenaga
Sesuai dengan namanya, gaya ini penuh dengan vitalitas dan enersi, dan biasanya dipergunakan untuk menggerakkan sesuatu. Menggerakkan sesuatu tidak saja dengan memperggunakan tenaga dan vitalitas pembicara, tetapi juga dapat mempergunakan nada
keagungan dan kemulyaan. c. Gaya Menengah
Gaya menengah adalah gaya yang diarahkan kepada usaha untuk menimbulkan suasana senangn dan damai. Karena tujuannya adalah menciptakan suasana senang dan damai, maka nadanya juga bersifat lemah lembut, penuh kasih sayang dan mengandung humor yang sehat.
Menurut Keraf (1996:125-127) gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat terdiri atas bermacam-macam gaya bahasa. Gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat meliputi:
a. Klimaks
Gaya bahasa klimaks adalah semacam gaya bahasa yang mengandung urutan-urutan pikiran yang setiap kali semakin meningkat kepentingannya dari gagasan-gagasan sebelumnya, contoh:
Kesengsaraan membuahkan kesabaran, kesabaran pengalaman, dan pengalaman harapan. b. Antiklimaks
Gaya bahasa antiklimaks adalah gaya bahasa yang merupakan acuan yang gagasan-gagasannya diurutkan dari yang terpenting berturut-turut kegagasan yang kurang penting. Contoh:
Pembangunan lima tahun telah dilancarkan serentak di ibu kota negara, ibu kota provinsi, kabupaten, kecamatan, dan semua desa diseluruh Indonesia.
c. Paraleisme
Adalah semacam gaya bahasa yang berusaha mencapai kesejajaran dalam pemakaian kata-kata atau frase-frase yang menduduki fungsi yang sama dalam bentuk gramatikal yang sama. Contoh:
Bukan saja perbuatan itu harus dikutuk, tetapi juga harus diberantas. d. Antitesis
Adalah sebuah gaya bahasa yang mengndung gagasan-gagasan yang bertentangan dengan mempergunakan kata-kata atau kelompok kata yang berlawanan. Contoh:
Ia sering menolak, tapi sekalipun tak pernah melukai hati. e. Repetisi
Repetisi adalah perulangan bunyi, suku kata, kata atau bagian kalimat yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai. Contoh:
Atau maukah kau pergi bersama serangga-serangga tanah, pergi bersama kecoak-kecoak, pergi bersama mereka yang menyusupi tanah, menyusupi alam?
Sedangkan Manaf (2008:153) membagi gaya bahasa berdasarkan struktur linguistik, khususnya struktur sintaksis atau yang tergolong ke dalam majas nonperbandingan.
Macam-macam gaya bahasa tersebut berjumlah 25 jenis, yaitu:(1) klimaks, (2) antiklimaks, (3) repetisi, (4) paralelisme, (5) antitesis, (6) aliterasi, (7) anastrof, (8) apofasis, (9) apostrof, (10) asindenton, (11) kiasmus, (12) elipsis, (13) eufemisme, (14) histeron porteron, (15) ironi, (16) litotes, (17) innuendo, (18) perifrasis, (19) pleonasme atau tautologi, (20) prolepsis, (21) pertanyaan retoris, (22) silepsis, dan (23) zeugma.
4. Gaya Bahasa Berdasarkan Langsung Tidaknya Makna
Gaya bahasa berdasarkan makna diukur berdasarkan langsung tidaknya makna, yitu apakah acuan yang dipakai masih mempertahankan makna denotatifnya atau sudah ada penyimpangan. Bila acuan yang gunakan itu masih mempertahankan makna dasar, maka bahasa itu masih bersifat polos. Tetapi bila sudah ada perubahan makna, entah berupa makna konotatif atau sudah menyimpang jauh dari makna denotatifnya, maka acuan itu dinaggap memiliki gaya sebagai yang dimaksud disini.
Gaya Bahasa Retoris
Menurut Keraf (1996:130-136) bahasa retoris terdiri atas bermacam-macam gaya bahasa. Bahasa retoris meliputi:
1) Aliterasi
Aliterasi adalah semacam gaya bahasa yang berwujud perulangan konsonan yang sama. Biasanya dipergunakan dalam puisi, kadang-kadangn dalam prosa, untuk perhiasan atau penekanan. Misalnya:
Takut titik lalu tumpah 2) Asonasi
Asonasi adalah semacam gaya bahasa yang berwujud perulangan bunyi vokal yang sama. Biasanya dipergunakan dalam puisi, kadang-kadang juga dalam prosa untuk memperoleh efek penekanan atau sekedar keindahan. Misalnya:
Ini muka penuh luka siapa punya 3) Anostrof
Anostrof atau inversi adalah semacam gaya retoris yang diperoleh dengan pembalikan susunan kata yang biasa dalam kalimat. Misalnya:
4) Apofasis atau Preterisio
Apofasis atau disebut juga pretesio merupakan sebuah gaya dimana penulis atau pengarang menegaskan sesuatu, tetapi tampaknya menyangkal. Misal:
Saya tidak mau mengungkapkan dalam forum ini bahwa Saudara telah menggelapkan ratusan juta rupiah uang negara.
5) Apostrof
Adalah semacam gaya yang berbentuk pengalihan amanat dari para hadirin kepada sesuatu yang tideak hadir. Cara ini biasanya dipergunakan oleh orator klasik. Misalnya:
Hai kamu dewa-dewa yang berada disurga, datanglah dan bebaskanlah kami dari belenggu penindasan ini.
6) Asidenton
Adalah suatu gaya yang berupa acuan, yang bersifat padat dan mampat dimana beberapa kata, frasa, atau klausa yang sederajat tidak dihubungkan dengan kata sambung. Misalnya:
Dan kesesakan, kepedihan, kesakitan, seribu derita detik-detik penghabisan orang melepaskan nyawa.
7) Polisidenton
Polisidenton adalah suatu gaya yang merupakan kebalikan dari asidenton. Beberapa kata, frasa atau klausa yang berurutan dihubungkan dengan kata-kata sambung. Misalnya:
Dan kemanakah burung-burung yang gelisah dan tak berumah dan tak menyerah pada gelap dan dingin yang bakal merontokkan bulu-bulunya?
8) Kiasmus
Adalah semacam acuan atau gaya bahasa yang terdiri atas dua bagian, baik frasa atau klausa, yang sifatnya berimbang, dan dipertentangkan satu sama lain, tetapi susunan frasa atau klausanya itu terbalik bila dibandingkan dengan frasa atau klausa lainnya. Misal:
Semua kesabaran kami sudah hilang, lenyap sudah ketekunan kami untuk melanjutkan usaha ini.
Adalah suatu gaya yang berwujud menghilangkan suatu unsur kalimat yang dengan mudah dapat diisi ataun ditafsirkan sendiri oleh pembaca atau pendengar, sehingga struktur gramatikal atau kalimatnya memenuhi pola yang berlaku. Misalnya:
Masihkah kau tidak percaya bahwa dari segi fisik engkau tak apa-apa, badanmu sehat; tapi psikis...
10) Eufemismus
Adalah gaya bahasa, semacam acuan yangberupa ungkapan-ungkapan yang tidak menyinggung perasaan orang , atau ungkapan-ungkapan yang halus untuk menggantikan acuan-acuan yang mnugkin dirasakan menghina, menyinggung perasaan atau menyugestikan sesuatu yang tidak menyenangkan. Misalnya:
Ayahnya sudah tak ada ditengah-tengah mereka (=mati) 11) Litotes
Adalah semacam gaya bahasa yang dipakai untuk menyatakan sesuatu dengan tujuan merendahkan diri. Sesuatu hal yang dinyatakan kurang dari keadaan sebenarnya. Atau suatu pikiran dinyatakan dengan menyangkal lawan katanya. Misalnya:
Rumah yang buruk inilah yang merupakan hasil usaha kami bertahun-tahun lamanya. 12) Histeron Proteron
Adalah semacam gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari sesuatu yang logis atau kebalikan dari sesuatu yang wajar, misalnya menempatkan sesuatu yang terjadi kemudian pada awal peristiwa. Juga disebut hiperbaton. Misalnya:
Kereta melaju dengan cepat didepan kuda yang menariknya. 13) Pleonasme dan Tautologi
Pada adasarnya pleonasme dan tautologi adalah acuan yang mempergunakan kata-kata lebih banyak daripada yang diperlukan untuk menyatakan satu pikiran atau gagasan. Suatu acuan disebut pleonasme bila kata yang berlebihan itu dihilangkan artinya tetap utuh. Sebaliknya, acuan itu disebut tautologi kalau kata yang berlebihan itu sebenarnya mengandung perulangan dari sebuah kata yang lain. Misalnya:
(1) Saya telah mendengar hal itu dengan saya sendiri (pleonasme) (2) Globe itu bundar bentuknya
14) Perifrasis
Sebenarnya perifrasis adalah gaya hidup yang mirip dengan pleonasme, yanitu mempergunakan kata lebih dari yang dipelukan. Perbedaannnya terletak dalam hal bahwa kata-kata yang berlebihan itu sebenarnya dapat diganti dengan satu kata saja. Misalnya:
Ia telah beristirahat dengan damai (= mati, atau meninggal) 15) Prolepsis
Adalah semacam gaya bahasa di mana orang mempergunakan lebih dahulu kata-kata sebelum peristiwa atau gagasan yang sebenarnya terjadi, Misalnya:
Pada pagi yang naas itu, ia mengendarai sebuah sedan biru. 16) Erotesis atau Pertanyaan Retoris
Adalah semacam pertanyaan yang dipergunakan dalam pidato atau tulisan dengan tujuan untuk mencapai efek yang yang lebih mendalam dan penekanan yang wajar, dan sama sekali tidak menghendaki adanya suatu jawaban. Misalnya:
Rakyat yang harus menanggung akibat semua korupsi dan manipulasi Negara ini? 17) Silepsis dan Zeugma
Silepsis dan Zeugma adalah gaya dimana orang mepergunakan dua konstruksi rapatan dengan menghubungkan sebuah kata dengan dua kata lain yang sebenarnya hanya salah satunya mempunyai hubungan dengan kata pertama. Dalam silepsis, konstruksi yang dipergunakan itu secara gramatikal benar, tetapi secara semantik tidak benar. Misalnya:
Ia sudah kehilangan topi dan semangatnya. 18) Koreksio dan Epanortesis
Adalah suatu gaya yang berwujud, mula-mula menegaskan sesuatu, tetapi kemudian memperbaikinya. Misalnya:
Sudah empat kali saya mengunjungi daerah itu, ah bukan, sudah lima kali. 19) Hiperbol
Adalah semacam gaya bahsa yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan, dengan membesar-besarkan sesuaatu hal. Misalnya:
20) Oksimoron
Adalah suatu acuan yang berusaha untuk menggabungkan kata-kata untukmencapai efek yang bertentangan. Atau dapat juga dikatakan sebagai gaya bahasa yang mengandung pertentangan dengan mempergunakan kata-kata yang berlawanan dalam frasa yang sama, dan sebab itu sifatnya lebih padat dan tajam dari paradoknya. Misalnya:
Untuk menjadi manis seseorang harus menjadi kasar. 4. Gaya bahasa Kiasan
Gaya bahasa kiasan ini pertama-tama dibentuk berdasarkan perbandingan atau persamaan. Membandingkan sesuatu denga sesuatu hal yang lain, berarti mencoba cirri-ciri yang menunjukkan kesamaan antara kedua hal tersebut.
a. Persamaan atau Simile
Persamaan atau simile adalah perbandingan yang bersifat eksplisit. Yang dimaksud perbandingan yang bersifat eksplisit adalah bahwa ia langsung menyatakan sesuatu hal yang lain. Untuk itu, ia memerlukan upaya yang secara eksplisit menunjukan kesamaan itu, yaitu kata-kata :seperti, sama, sebagai, bagaikan, laksana, dan sebagainya. Contoohnya adalah sebagai berikut:Kikirnya seperti kepiting batu.
b. Metafora
Metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dual hal secara langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat: bunga bangsa, buaya darat, bauah hati, cidera mata, dan sabagainya.
c. Alegori, Parabel, dan Fabel
Alegori adalah suatu cerita singkat yang mengandung kiasan. Makna kiasan ini harus
ditarik dari bawah permukaan ceritanya. Dalam alegori, nama-nama pelakunya adalah siaft-sifat yang abstrak, serta tujuannya selalu jelas tersurat. Parabel (Parabola) adalah suatu kisah singkat dengan tokoh-tokoh biasanya manusia, yang selalu mengandung tema moral. Fabel adalah suatu metafora berbentuk cerita mengenai dunia binatang, dimana binatang-binatang bahkan makhluk-makhluk yang tidal berakal seolah-olah sebagai manusia.
d. Personifikasi atau prosopopoeia
Personifikasi atau prosopopoeia adalah semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanusiaan. Contohnya:Angin yang meraung ditengah malam yang
e. Alusi
Alusi adalah semacam acuan yang berusaha mensugestikan kesamaaan antara orang,
tempat atau peristiwa. Biasanya, alusi ini adalah suatu referensi yang eksplisit atau implicit kepada peristiwa-peristiwa,tokoh-tokoh, atau tempat dalam kehidupan nyata, mitologi, atau karya-karya asatra yang terkenal.
f. Eponim
Eponim adalah suatu gaya diman seseorang yang namanya begitu sering
dihubungkan dengan sifat tertentu, sehingga nama iotu dipakai untuk menyatakan sifat itu. Misalnya:Herkules dipakai untuk menyatakan sifat kekuatan.
g. Epitet
Epitet (epiteta) adalah semacam acuan yang menyatakan suatu sifat atau cirri yang
khusus dari seseorang atau sesuatu hal. Misalnya:Lonceng pagi untuk ayam jantan.
h. Sinekdoke
Sinekdoke adalah semacam bahasa figurative yang mempergunakan sebagian dari
sesuatu hal untuk menyatakan keseluruhan (pars pro toto atau ) mempergunakan keeluruhan untuk menyatakan sebagian (totum pro parte).
Misalnya:Stadion Utama Senayan, tuan rumah menderita kekalahan 3-4
i. Metonimia
Metonimia adalah suatu gaya bahasa yang memepergunakan sebuah kata untuk
menyatakan suatu hal yang lain, karena mempunyai pertalian yang sangat dekat.
j. Antonomasia
Antonomasia adalah merupaakan sebuah bentuk khusus dari sinekdoke yang
berwujud penggunaan sebuah epiteta untuk menggantikan nama diri. Misalnya:Yang Mulia tak dapat menghadiri pertemuan ini.
k. Hipalase
Hipalase adalah semacam gaya bahasa dimana sebuah kata tertentu dipergunakan
untuk menerangkan sebuah kata, yang seharusnya dikenakan pada sebuah kata lain. Misalnya:Ia berbaring diatas bantal yang gelisah ( yang gelisah aalah manusianya, bukan
bantalnya).
l. Ironi, Sinisme, dan Sarkasme
Sebagai bahan kiasan, ironi atau sindiran adalah suatu acuan yang mengatakan sesuatu dengan atau maksud berlainan dari apa yang terkandung dalam rangkai kata-katanya. Misalnnya:Saya tahu Anda adalah seorang gadis yang paling cantik didunia ini yang perlu
Kadang-kadang dipergunakan juga istilah lain, yaitu sinisme yang diartikan sebagai suatu sindiran yang berbentuk kesangsian yang mengandung ejekan terdapat keikhlasan dan ketulusan hati. Misalnya :Tidak diragukan lagi bahwa Andalah orangnya, sehingga semua
kebiksanaan akan lenyap bersamamu.!
Sarkasme merupakan acuan yang lebih kasar dari ironi dan sinisme. Misalnya:Lihat sang raksasa itu (maksudnya sang cebol)
m. Satire
Satire adalah ungkapan yang menertawakan atau menolak sesuatu. Tujuan utamanya
adalah agar diadakan perbaikan secara etis maupun etetis.
n. Inuendo
Inuendo adalah semacam sindiran dengan mengecilkan kenyataan yang sebenarnya. Ia
menyatakan kritik dengan sugesti yang tidak langsung, dan sering tampaknya tidak menyakitkan hati kalau dilihat sambil lalu:Misalnya:Setiap kali ada pesta, pasti ia akan
sedikit mabuk karena terlalu kebanyakan minum. o. Antifrasis
Antifrasis adalah semacam ironi yang berwujud penggunaan sebuah kota dengan
makna kebalikannya, yang biasa saja dianggap sebagai ironi sendiri, atau kata-kata yang dipakai untuk menangkal kejahatan, roh jahat dn sebagainya. Contohnya adalah sebagai berikut: Engkau memang orang yang mulia dan terhormat!
p. Pun atau Paronomasia
Pun atau Paronomasia adalah kiasan dengan mempergunakan kemiripan bunyi. Contohnya adalah sebgai berikut:“Engkau orang kaya!” “Ya, kaya monyet”.
Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa adalah cara atau teknik mengungkapkan pikiran dan perasan dalam bentuk lisan maupun tulisan dengan menggunakan bahas yang khas sehingga dapat memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis serta dapat menghasilkan suatu pengertian yang jelas dan menarik bagi para pembaca.
Rujukan
Aminudddin. 2004. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung : Sinar Baru Algensindo. Faizah, Hasnah, A.R. 2009. Bahasa Indonesia. Pekanbaru: Cendikia Insani.
Finoza, Lamuddin. 2008. Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Diksi Insan Mulia. Keraf, Gorys. 1996. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia.
Manaf, Ngusman Abdul. 2008. Semantik Teori dan Terapannya dalam Bahasa Indonesia. Padang: Sukabina Offset.
Pradopo, Rachmat Djoko. 2005. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. ______, 2010. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Rahman, Elmustian dan Abdul Jalil. 2004. Teori Sastra. Pekanbaru: Labor Bahasa, sastra, dan Jurnalistik Universitas Riau.
Waluyo, Herman J. 1987. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga.
Kutha Ratna, Nyoman. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
http://ulongfirdausfauzy.blogspot.com/2013/06/gaya-bahasa_3548.html
JENIS-JENIS GAYA BAHASA
Menurut Gorys Keraf (2009:115), gaya bahasa terbagi menjadi dua bagian yaitu dari segi nonbahasa dan segi bahasa. Dilihat dari segi nonbahasa, gaya bahasa terbagi menjadi tujuh bagian, diantaranya sebagai berikut:
1.) Gaya bahasa berdasarkan pengarang
2.) Gaya bahasa berdasarkan masa
3.) Gaya bahasa berdasarkan medium
4.) Gaya bahasa berdasarkan subjek
5.) Gaya bahasa berdasarkan tempat
6.) Gaya bahasa berdasarkan hadirin
7.) Gaya bahasa berdasarkan tujuan
Dilihat dari segi bahasa atau unsure-unsur bahasa yang digunakan, maka gaya bahasa dapat dibedakan berdasarkan titik tolak unsure bahasa yang dipergunakan, yaitu:
1.) Gaya bahasa berdasarkan pilihan kata
Berdasarkan pilihan kata, gaya bahasa ini mempersoalkan kata mana yang paling tepat dan sesuai untuk posisi-posisi tertentu dalam kalimat, serta tepat tidaknya penggunaan kata-kata dilihat dari lapisan pemakaian bahasa dalam masyarakat. Dengan kata lain, gaya bahasa ini mempersoalkan ketepatan dan kesesuaian pemakaian bahasa dalam situasi-situasi tertentu. Gaya bahasa ini dapat dibedakan menjadi gaya bahasa resmi, gaya bahasa tidak resmi, dan gaya bahasa percakapan.
a. Gaya bahasa resmi adalah gaya bahasa yang bentuknya lengkap dan dipergunakan dalam
kesempatan-kesempatan resmi, seperti dalam pidato presiden, berita Negara, dan pidato-pidato penting lainnya.
b. Gaya bahasa tak resmi merupakan gaya bahasa yang dipergunakan dalam bahasa standar atau
kesempatan yang kurang formal. Gaya bahasa ini biasanya dipergunakan dalam karya-karya tulis, artikel-artikel, dan sebagainya. Gaya bahasa tak resmi adalah gaya bahasa yang umum dan normal bagi pelajar.
c. Gaya bahasa percakapan adalah gaya bahasa yang ada sejalan dengan kata-kata percakapan.
Dalam gaya bahasa ini, pilihan katanya adalah kata-kata popular dan kata-kata percakapan
2.) Gaya bahasa berdasarkan nada
Gaya bahasa berdasarkan nada didasarkan pada sugesti yang dipancarkan dari rangkaian kata-kata yang terdapat dalam sebuah wacana. Sering kali sugesti ini akan lebih nyata di dalam bahasa lisan.
Gaya bahasa ini diciptakan berdasarkan struktur kalimat. Struktur kalimat disini adalah kalimat bagaimana tempat sebuah unsur kalimat yang dipentingkan dalam kalimat tersebut. Keraf membagi gaya bahasa berdasrkan struktur kalimat menjadi:
a. Klimaks, gaya bahasa klimaks diturunkan dari kalimat yang bersifat periodik. Klimaks
adalah semacam gaya bahasa yang dimulai dari gagasan yang kurang penting kepada hala-hal yang lebih penting.
b. Antiklimaks, gaya bahasa yang yang gagasannya diurutkan dari yang paling penting ke
gagasan yang kurang penting.
c. Paralelisme adalah gaya bahasa yang bersifat sejajar dalam pemakaian kata-kata atau
frasa-frasa yang menduduki fungsi yang sama dalam bentuk gramatikal yang sama. Namun bila terlalu banyak digunakan, maka kalimat-kalimat akan menjadi kaku dan mati.
d. Antitesis adalah gaya bahasa yang mengandung gagasan-gagasan yang bertentangan, dengan
menggunakan kata-kata atau kelompok kata yang berlawanan.
e. Repetisi adalah perulangan bunyi, suku kata, kata atau bagian kalimat yang dianggap penting
untuk member tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai. Jenis-jenis repetisi diantaranya adalah epizeuksis, tautotes, anaphora, epistrofa, symploche, mesodiplosis, epanalepsis, dan anadiplosis.
4.) Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna
Gaya bahasa berdasarkan ketidaklangsungan makna ini biasanya disebut sebagai trope atau figure of speech. Dalam gaya bahasa ini, terjadi suatu penyimpangan bahasa secara evaluatif atau secara emotif dari bahasa biasa dalam ejaan, pembentukkan kata, konstruksi kalimat, klausa, frasa, ataupun aplikasi sebuah istilah untuk memperoleh kejelasan, penekanan, hiasan, humor, atau sesuatu efek yang lain. Fungsi dari figure of speech ini adalah menjelaskan, memperkuat, menghidupkan obyek mati, menstimulasi asosiasi, menimbulkan gelak ketawa atau untuk hiasan. Gaya bahasa ini dibagi menjadi dua kelompok yaitu:
a. Gaya bahasa retoris adalah gaya bahasa yang mengalami penyimpangan dari konstruksi
biasa untuk mencapai efek tertentu. Macam-macam gaya bahasa retoris adalah sebagai berikut:
(1.) Aliterasi adalah semacam gaya bahasa yang berwujud perulangan konsonan yang sama.
Biasanya dipergunakan dalam puisi atau kadang dalam prosa.
(2.)Asonansi adalah semacam gaya bahasa yang berwujud perulangan bunyi vocal yang sama.
(3.) Anastrof atau inverse adalah semacam gaya retoris yang diperoleh dengan pembalikan
susunan kata yang biasa dalam kalimat.
(4.)Apofasis atau preterisio adalah gaya bahasa yang mana penulis atau pengarang menegaskan
sesuatu, tetapi seperti menyangkalnya.
(5.)Apostrof adalah semacam gaya bahasa yang berbentuk pengalihan amanat dari para hadirin
kepada sesuatu yang tidak hadir. Cara ini biasanya digunakan oleh orator klasik.
(6.)Asindeton adalah suatu gaya yang berupa acuan, yang bersifat padat dan mampat di mana
beberapa kata, frasa, atau klausa yang sederajat tidak dihubungkan dengan kata sambung.
(7.) Polisindeton adalah suatu gaya yang merupakan kebalikan dari asyndeton. Beberapa kata,
frasa, atau klausa yang berurutan dihubungkan oleh kata sambung.
(8.)Chiasmus adalah gaya bahasa yang terdiri dari dua bagian, baik frasa maupun klausa, yang
sifatnya berimbang dan dipertentangkan satu sama lain.
(9.)Elipsis adalah suatu gaya bahasa yang menghilangkan suatu unsur kalimat agar ditafsirkan
sendiri oleh pembaca atau pendengar, sehingga struktur gramatikal kalimatnya memenuhi pola yang berlaku.
(10.) Eufemisme adalah gaya bahasa yang semacam acuan berupa ungkapan-ungkapan
yang tidak menyinggung perasaan orang, atau ungkapan yang halus untuk menggantikan kata-kata yang mungkin dirasakan menghina.
(11.) Litotes adalah semacam gaya bahasa yang dipakai untuk menyatakan sesuatu dengan
tujuan merendahkan diri. Unggapan yang menyatakan suatu gagasan yang berlawanan.
(12.) Histeron proteron adalah gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari sesuatu yang
logis atau sesuatu yang wajar.
(13.) Pleonasme dan tautology adalah gaya bahasa yang mempergunakan kata-kata lebih
banyak daripada yang diperlukan untuk menyatakan satu pikiran atau gagasan.
(14.) Perifrasis adalah gaya bahasa yang mirip dengan pleonasme, namun kata-kata yang
berlebihan dalam gaya bahasa periphrasis ini sebenarnya dapat digantikan dengan satu kata saja.
(15.) Prolepsis atau Antisipasi adalah gaya bahasa di mana orang mempergunakan lebih
dahulu kata-kata atau sebuah kata sebelum peristiwa atau gagasan yang sebenarnya terjadi.
(16.) Erotesis adalah gaya bahasa yang dipergunakan dalam pidato atau tulisan dengan
tujuan untuk mencapai efek yang lebih mendalam dan penekanan yang wajar.
(17.) Silepsis dan Zeugma adalah gaya di mana orang mempergunakan dua konstruksi
rapatan dengan menghubungkan sebuah kata dengan dua kata lain yang sebenarnya hanya salah satunya yang berhubungan dengan kata pertama.
(18.) Koreksio atau epanortosis adalah suatu gaya yang berwujud, mula-mula menegaskan
sesuatu, tetapi kemudian memperbaikinya.
(19.) Hiperbol adalah semacam gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang
berlebihan dengan membesar-besarkan sesuatu.
(20.) Paradoks adalah gaya bahasa pertentanggan yang nyata dengan fakta-fakta yang ada.
(21.) Oksimoron adalah gaya bahasa yang berusaha menggabungkan kata-kata untuk
mencapai efek yang bertentangan. Gaya bahasa ini mengandung pertentangan denga mempergunakan kata-kata yang berlawanan dalam frasa yang sama.
b. Gaya bahasa Kiasan adalah gaya bahasa yang mengalami penyimpangan lebih jauh,
khususnya dalam bidang makna. Diambil dari buku Gorys Keraf.
Keraf, Gorys. 2009. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. http://everydayisamazing.blogspot.com/2012/06/jenis-jenis-gaya-bahasa.html
Bahasa puisi sebagai salah satu unsur dalam bangun struktur karya memiliki bagian-bagian antara lain; diksi, citraan, bahasa kiasan dan sarana retorika (Alternbernd dalam Sukamti Suratidja, 1990:241).
Sarana retorika yang dominant adalah tautology, pleonasme, keseimbangan, retorika
retisense, paralelisme, dan penjumlahan(enumerasi), paradoks, hiperbola, pertanyaan retorik, klimaks, klimaks, kiasmus (Pradopo, 1990:241)
Telah disampaikan di atas, bahwa selain sarana retorik, dalam bahasa puisi juga dikenal bahasa kiasan atau figurative language yang menyebabkan sajak menjadi menarik,
Bahasa kiasan menjelaskan atau mempersamakan suatu hal lain supaya gambaran menjadi jelas, lebih menarik dan hidup.
Jenis-jenis bahasa kiasan adalah:
1. perbandingan (simile) 2. metafora
3. perumpamaan epos (epic simile) 4. personifikasi
5. metonimia 6. sinekdok 7. allegori
(Pradopo, 1990: 62)
Perrine dalam Waluyo (1987: 83) menerangkan bahwa bahasa figurative dipandang lebih efektif untuk menyatakan apa yang dimaksudkan penyair, karena (1) bahasa figuratif mampu menghasilkan kesenangan imajinatif, (2) bahasa figuratif adalah cara untuk imaji tambahan dalam puisi, sehingga yang abstrak jadi konkret dan menjadikan puisi lebih dinikmati dibaca, (3) bahasa figuratif adalah cara menambah intensitas perasaan penyair untuk puisinya dan menyampaikan sikap penyair, (4) bahasa figuratif adalah cara untuk mengkonsentrasikan makna yang hendak disampaikan dan cara menyampaikan sesuatu yang banyak dan luas dengan bahasa singkat.
Di samping retorika dan bahasa kiasan, disinggung juga dalam wilayah bahasa puisi adalah diksi. Meskipun buku yang ditulis Gorys Keraf berjudul “Diksi dan GAya Bahas”” sehingga mengesankan kedua istilah itu dua hal yag berbeda, namun dalam praktiknya, pendiksian yang akurat dari seorang pengarang dan penyair tidak pernah lepas dari soal berupaya habis-habisan menghasilkan ungkapan-uangkapan dan eksposisi yang benar-benar memikat, indah, mempesona, sugestif. Secara esensial ini adalah bentuk lain dari gaya bahasa juga, hanya mungkin tanpa label nama-nama sehingga stude tentang stilistika pun tidak menganggap ha lasing persoalan diksi. Kata diksi memang sering diterjemahkan dengan ketepatan pilihan kata. Dalam konsep itu terkandug unsur kecermatan, kejituan ,keefektifan
sehinggadiharapkan timbul ungkapan yang benar-benar bernas, cerdas, dan selektif. Gorys Keraf dan Widyamartaya (1995: 44) merumuskan diksi sebagai kemmpuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna sesuai dengan gagasan yang ingin
disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yangsesuai dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar.pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasaan sejumlah besar kosakata atau perbedaharaan kata bahasa itu.
Sementara itu dalam bukunya ynag berjudul Diksi Gaya Bahasa, Gorys Keraf (1995: 87) berbicara tentang diksi/ketepatan pilihan kata sebagai berikut:
Ketepatan pilihan kata mempersoalkan kesanggupan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan-gagasan yang tepat pada imajinasi pembaca atau pendengar, seperti apa yang
dipikirkan atau dirasakan oleh penulis atau pembicara. Sebab itu, persoalan ketepatan pilihan kata akan menyangkut pula masalah makna kata dan kosakata seseorang. Kosakata yang kaya-raya memungkinkan penulis atau pembicara lebih bebas memilih-milih kata yang dianggapnya paling tepat memiliki pikiranya. Ketepatan makna kata menuntut pula kesadaran penulis atau pembicara untuk megetahui bagaimana hubungan antara bentuk bahasa
(kata)dengan referensiinya.
Ketepatan adalah kemampuan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan yang sama pada imajinasi pembaca atau pendengar, seperi apa yang dirasakan atau dipikirkan penulis atau pembicara, maka setiap penulis atau pembicara harus berusaha secermat mungkin memilih kata-katanya untuk mencapau maksud tersebut.bahwa kata yang dipakai sudah tepatakan tampak dari reaksi selanjutnya, baik berupa diksi verbal maupun aksi non-verbal dari pembaca atau pendengar. Ketepatan tidak akan menimbulkan salah paham.
Beberapa butir perhatian dan persoalan berikut hendaknya diperhatikan setiap orang agar bisa mencapai ketepatan pilihan katanya itu.
(1). Membedakan secara cermat denotasi dan konotasi
(2) Membedakan dengan cermat kata-kata yang hampir bersinonim (3) Membedakan kata-kata yang mirip dalam ejaan.
(4) Hindarilah kata-kata ciptaan sendiri
(5) Waspadalah dengan penggunaan akhiran asing terutama kata-kata asing yang mengandung akhiran asing tersebut.
(6) Kata kerja yang menggunakan kata depan harus digubakan secara ideomatis
ingat akan bukan ingat terhadap, berharap, berharap akan, mengharapkan bukan mengharap akan; berbahaya, berbahaya bagi, membahayakan sesuatu buakan memahayakan bagi sesuatu (lokatif).
(7) untuk menjamin ketepatan diksi penulis atau pembicara harus membedakan kata umum dan kata khusus
(8) Mempergunakan kata-kata indria yang menunjukkan persepsi yang khusus. (9) Memperhatikan perubahan makna yang terjadi pada kata-kata yang sudah dikenal.
(10) Memperhatikan kelangsungan pilihan kata. (Gorys Keraf, 1995: 88-89)
Pembicaraan tentang diksi bisa kita perluas mengenai penjelasan yang bisa kit abaca dalam kamus Istilah Sastra Indonesia. Dalam buku tersebut Eddy (1991:55) menerangkan persoalan diksi sebagai berikut
Diksi adalah pilihan kata yang dilakukan oleh seorang pengarang utnuk mengungkapkan pikiran,perasaan dan poengalamannya dalam karya yang ditulisnya.
Dalam karya sastra diksi tidak hanya mengacu pada ketepatan pemilihan kata untuk mengungkapakan sesuatu, tetapi juga untuk mengundang atau ,membangkitkan imajinasi pembaca, sehingga apa yang diungkapkan terasa hidup dan memikat.
Kalau kita bandingkan diksi karya nonsastra dengan diksi karya sastra akan tampak seperti table berikut:
Diksi Karya nonsastra Diksi Karya Sastra Ditekankan pada pemilihan
kataDiusahakan agar kata pilihan itu bermakna tunggal dan akurat
Brfokus pada makna
Di samping ketepatan pemilihan kata, juga diusahakan agar kata itu dapat membangkitkan imajinasi.Diusahakan agar kata pilihan itu bermakna ganda dan bernilai asosiatif serta imajinatif
Berfokus pada makna dan daya evokasi (daya gugah), atau lebih difokuakan pada gaya gugahnya.
Diksi dan perbedaan diksi dalam kaya sastra dan karya nonsastra akan jelas kelihatan dalam konteks kalimat yang utuh. Contoh:
1. Di atas laut. Bulan perak bergetar. (Abdul Hadi, dalam puisi “Prulude”) merupakan diksi sastra (puisi),
Dipermukaan laut, bulan yang terang benderang seakan-akan bergerak: merupakan diksi nonsastra.
2. Angin akan kembali dari buit-bukit, menyongsong malam hari. (Abdul Hadi, dalam puisi “Prelude”): diksi sastra(puisi),
Angin akan bertiup lagi dari bukit pada malam hari: diksi nonsastra.
Diksi ialah pemilihan dan penyusunan kata dalam puisi. Perkara yang diutamakan dalam pemilihan dan penyusunan diksi ialah ketepatan, tekanan, dan keistimewaan. Perhatian
istimewa diberikan terhadap sifat-sifat kata seperti denotatif, konotatif, bahasa kiasan, dan
sebagainya. (http://esastera.com/kursus/kepenyairan.html#Modul11). Menurut Sudjiman
(1993:7) pengkajian stilistika meneliti gaya bahasa sebuah teks secara rinci secara sistematis memperhatikan preferensi penggunaan kata atau struktur bahasa, mengamati antara hubungan pilihan itu untuk mengidentifikasi ciri-ciri stilistika. Ciri yang dikatakan oleh Sudjiman dapat berupa atau bersifat fonologis (pola bunyi bahasa, mantra, rima). Leksikal (diksi), atau retoris (majas, citraan).
13 Apr
Jenis-jenis gaya bahasa
Posted by danriris in Artikel, Tata Bahasa. Tagged: Gaya Bahasa, Jenis Gaya Bahasa. 38
komentar
Poerwadarminta dalam Widyamartaya (1995: 53) menerangkan bahwa gaya umum itu dapat ditambah , diperbesar dengan salah satu cara. Tiap cara atau proses ini akan menghasilkan sejemlah corak dengan nama-nama khususnya. Panorama selayang pandang tentang gaya bahasa dapat dirinci dengan memperbesar daya tenaganya terhadap gaya umum dengan cara-cara mengadakan:
1. Perbandingan; 2. Pertentangan; 3. Pertukaran; 4. Perulangan; 5. Perurutan.
Gaya bahasa ialah cara penyair menggunakan bahsa untuk menimbulkan kesan-kesan tertentu. Gaya digunakan untuk melahirkan keindahan
(http://esastra.com/kurusu/kepenyairan.htm#Modul 11). Hal itu terjadi karena dalam karya sastralah ia paling sering dijumpai, sebagai wujud eksplorasi dan kreativitas sastrawan-sastrawati dalam berekspresi.
Gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiranmelalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis/pemakai bahasa (Gorys Keraf, 2002: 113). Suatu penciptaan puisi, juga bentuk-bentuk tulisan yang lain, misalnya cerpen, novel, naskah drama (Wacana sastra) sangat membutuhkan penguasaan gaya bahasa, agar puisi yang dihasilkan nanti lebih menarik, indah, dan berkualitas.
Pembicaraan tentang gaya bahasa sangatlah luas. Gorys Keraf (2002: xi-xii) membagi persoalan gaya bahasa, yakni:
Pengertian, sendi, jenis-jenis gaya bahasa
1. Gaya bahasa berdasarkan pilihan kata a. Gaya bahasa resmi
c. Gaya bahasa percakapan 2. Gaya bahasa berdasarkan nada: a. Gaya sederhana
b. Gaya mulia dan bertenaga c. Gaya menengah.
2. Gaya bahasa berdarkan struktur kalimat a. Klimaks
b. Antiklimaks c. Paralelisme d. Antitesis Repetisi
3. Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna a. Gaya bahasa retorika terdiri dari:
1) Aliterasi 2) Asonansi 3) Anastrof 4) Apofasis/preterisio 5) Apostrof 6) Asidenton 7) Polisindenton 8.) Kiasmus 9) Elipsis
10) Eufimismus 11) Litotes
12) Histeron proteron 13) Pleonasme dan tautologi 14) Perifrasis
15) Prolepsis/antisipasi
16) Erotesis/pertanyaan retoris 17) Silepsis dan Zeugma 18) Koreksio Epanotesis 19) Hiperbol
20) Paradoks 21) Oksimoton
b. Gaya bahasa kiasan 1. Persamaan/simile 2. Metafora
3. Alegori, Parabel dan Fabel 4. Personifikasi 5. Alusi 6. Eponim 7. Epitet 8. Sinekdoke 9. Metonimia 10. Antomonasia
11. Hipalase 12. Ironi 13. Satire 14. Iniendo 15. Antifrasis 16. Paronomasia
Uraian mengenai pengertian bermacam-macam gaya bahasa tersebut dan contoh-contohnya bisa dibac dalam buku “Diksi dan Gaya Bahasa” karya Gorys keraf, juga karya Henry Guntur Tarigan, Rahmat Joko Pradopo dan dijumpai di segenap buku yang membicarakan gaya bahsa untuk SMP dan SMA/SMK.
Pengertian Masing-masing Jenis Gaya Bahasa dan Contoh Pemakaiannya
Di bawah ini disampaikan pengertian dari jenis-jenis gaya bahasa di atas yang dirumuskan secara bebas oleh peneliti berdasarkan pemahaman yang penulis peroleh dari berbagai sumber:
1. Klimaks, yang disebut juga gradasi, adalah gaya bahsa berupa ekspresi dan pernyataan
dalam rincian yang secara periodek makn lama makin meningkat, baik kuantitas, kualitas, intensitas, nilainya.
Contoh:
Idealnya setiap anak Indonesia pernah menempuh pendidikan formal di TK, SD, SMP, SMA/SMK, syukur S2, S3 sampai gelar Doktor dan kalau mengajar di Perguruan Tinggi bergelar Profesor/Guru Besar pula.
b. Dalam apresiasi sastra, mula-mula kita hanya membaca selayang pandang puisi yang akan kita apresiasi, lalu kita membaca berulang-ulang sampai paham maksudnya, merasakan keindahannya, terus mengkajidalami, bisa membawakannya penuh penghayatan, sampai kita mampu menghargai keberadaan dan mencintainnya, syukur juga terpangil untuk kreatif menciptakan bentuk-bentuk sastra.
2. Antiklimaks merupakan antonim dari klimaks adalah gaya bahasa berupa kalimat
terstruktur dan isinya mengalami penurunan kualitas, kuantitas intensitas. Gaya bahasa ini di mulai dari puncak makin lama makin ke bawah.
Bagi milyader bakhlil, jangankan menyumbang jutaan rupiah, seratus ribu, lima puluh ribu, sepuluh ribu, seribu rupiah pun ia enggan, masih dihitung-hitung.
b. Jauh sebelum memperoleh mendali emas dalam Olimpiade Athena 2004 cabang bulutangkis, Taufik Hidayat niscaya telah menjadi juara nasional dan sebelumnya juga tingkat propinsi, kabupaten, malahan pula tingkat kecamatan, desa, RT/RW.
3. Paralelisme adalah gaya bahasa berupa penyejajaran antara frase-frase yang menduduki
fungsi yang sama.
Contoh: Kriminalitas dan kemaksiatan itu akan menyengsarakan banyakmorang, membuat menderita kurban-kurbannya.
4. Antitesis adalah gaya bahsa yang menghadirkasn kelompok-kelompok kata yang
berlawanan maksudnya. Contoh:
Kau yang berjani kau pula yang mengingkari Kau yang mulai kau pula yang mangakhiri
Di timur matahari terbit dan di barat ia tengggelam
5. Repetisi adalah gaya bahasa dengan jalan mengulanmg pengunaan kata atau kelompok
kata tertentu. Contoh:
Seumpama eidelwis akulah cinta abadi yang tidak akan pernah layu Seumpama merpati akulah kesetiaan yang tidak pernah ingkar janji Seumpama embun akulah kesejukan yang membasuh hati yang lara Seumpama samudra akulah kesabaran yang menampung keluh kesah
segala muara
6. Aliterasi adalah gaya bahasa berupa perulangan bunyi konsonan.
Contoh:
Widyawan Wisik Wahyu Wastika suka menekuni spiritualitas. Sahabatku bernama Fajar Firman Firdaus Filosofi.
Nama mahasiswi itu Cici Cantika Cangggih Cendikiawati 7. Asonansi adalah gaya bahasa berupa perulangan bunyi vokal
Contoh:
Gita Cinta dari SMA, lagu rindu dari SMU Kura-kura dalam perahu, pura-pura tidak tahu
8. Anastrof adalah gaya bahasa berupa pembalikan susunan kalimat dari pola yang lazim,
biasanya dari subjek-predikat jadi predikat-subjek Contoh:
Terlalu kecil anak itu untuk bekerja seberat itu
Berbahagialah wisudawan-wisudawati dalam perayaan yang diadakan di kampus mereka.
9. Apofasis/preterisio adalah gaya bahasa yang dipakai oleh pengarang untuk menyampaikan
sesuatu yang megandung unsur kontradiksi, kelihatannya menolak tapi sebenarnya menerima, kelihatannya memuji tapi sebenarnya mngejek, nampaknya membenarkan tapi sebenarnya menyalahkan, kelihatannya merahasiakan tapi sebenarnya membeberkan.
Contoh :
- Saya tidak ingin membongkar kesalahan masa silammu bahwa dulu kamu pernah melakukan pemalsuan ijazah dan menjadi plagiator.
- Jangan repotrepot membawa sesuatu ke sini, tapi tidak baik bukan kalau orang menolak rejeki?
10. Apostrof adalah gaya bahsa berupa pengalihan pembicaraan kepada benda atau sesuatu yang tidak bisa berbicara kepada kita terutama kepada tokoh yang tidak hadir atau sudah tiada, dengan tujuan lebih menarik atau memberi nuansa lain.
Contoh:
- Wahai Nabi Suci yang kami cintai dan hormati, malam ini kami berkumpul disini untuk melantunkan shalawat dan kasidah nan syahdu untukmu, terimalah sayang, kekasihku. - Hai burung-burung betapa merdu nyanyianmu, wahai bunga-bunga betapa indah dan semerbak aromamu, wahai embun pagi, betapa jernih berkilau kamu laksana butiran-butiran intan tertimpa hangat sinar surya.