• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENGELOLAAN ZAKAT DI INDONESIA DAN MALAYSIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PENGELOLAAN ZAKAT DI INDONESIA DAN MALAYSIA"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENGELOLAAN ZAKAT DI INDONESIA DAN MALAYSIA

SKRIPSI

DIAJUKAN SEBAGAI SALAH SATU PERSYARATAN UNTUK MENYELESAIKAN PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA SAINS TERAPAN (DIPLOMA 4)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH PADA JURUSAN AKUNTANSI

POLITEKNIK NEGERI BANJARMASIN

OLEH :

HUSNA HIDAYATIE A04140010

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI POLITEKNIK NEGERI BANJARMASIN

JURUSAN AKUNTANSI 2018

(2)
(3)
(4)

iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Husna Hidayatie

NIM : A04140010

Tempat, tanggal lahir : Kandangan Lama, 09 Maret 1996

Agama : Islam

Alamat : Kandangan Lama, Rt.05, Rw.03, Kec. Panyipatan Kab. Tanah Laut, Prov. Kalimantan Selatan Nama Orang Tua (Ayah) : Mashadiansyah

(Ibu) : Kustinah

Riwayat Pendidikan :1. TK Padi Bhakti

2. SDN Kandangan Lama 3. Mts. Al Mursyidul Amin 4. MA Sullamul Ulum

(5)

v

MOTTO

“Indeed, the most noble of you in the sight of Allah

is the most righteous of you”

(6)
(7)

vii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Alhamdulillah puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan karunia serta hidayah-Nya sehingga penulisan skripsi dapat diselesaikan dengan baik dan lancar. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW serta keluarga, para sahabat dan para pengikut beliau yang setia hingga akhir zaman..

Dalam penulisan skripsi, Penulis banyak menerima bantuan, bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak yang telah memberikan bimbingan, dorongan, arahan, dukungan dan do’a dalam penyelesaian laporan ini, yaitu antara lain:

1. Orang tua dan keluarga besar yang sangat menyayangi dan selalu mendoakan saya, serta memberikan perhatian dan dukungan.

2. Bapak H. Edy Yohanes, ST, MT selaku Direktur Politeknik Negeri Banjarmasin.

3. Ibu Andriani, SE, MM, M.Sc selaku Ketua Jurusan Akuntansi.

4. Bapak H. Mairijani, M.Ag selaku Ketua Program Studi D4 Akuntansi Lembaga Keuangan Syariah.

(8)

viii

6. Ibu Lusiana Handayani, SE, CIFP, Ak, CA selaku Dosen Pembimbing. 7. Seluruh dosen dan staff jurusan akuntansi Politeknik Negeri Banjarmasin. 8. Mahasiswa ALKS angkatan 2014 yang berjuang bersama-sama dalam

menempuh pendidikan di D4 Akuntansi Lembaga Keuangan Syariah.

Atas segala petunjuk, bimbingan, bantuan dan partisipasi yang telah diberikan, semoga mendapat berkah dari Allah SWT. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi saya dan bagi kita semua. Kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sengat diharapkan untuk kesempurnaan hasil penelitian ini. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca, khususnya sebagai acuan dalam penelitian yang akan datang.

Amin Yaa Robbal ‘Alaamiin

Banjarmasin, Juli 2018 Penulis

Husna Hidayatie A04140010

(9)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN SURAT PERNYATAAN ... vi

HALAMAN KATA PENGANTAR ... vii

HALAMAN DAFTAR ISI ...ix

HALAMAN DAFTAR TABEL ... xi

HALAMAN DAFTAR GAMBAR ... xii

HALAMAN DAFTAR LAMPIRAN ...xiii

ABSTRAK ...xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Permasalahan ... 5

C. Batasan Masalah ... 5

D. Tujuan Penelitian ... 5

E. Kegunaan Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Landasan Teori ... 7

(10)

x

BAB III METODE PENELITIAN... 25

A. Identifikasi dan Pemberian Definisi Operasional Variabel ... 25

B. Jenis Penelitian ... 25

C. Jenis dan Sumber Data ... 26

D. Teknik Pengumpulan Data ... 26

E. Teknik Analisa Data ... 27

F. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 29

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN . 31 A. Hasil Penelitian ... 31

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 38

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 55

A. Simpulan ... 55

B. Saran ... 56 DAFTAR PUSTAKA

(11)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Hasil Penelitian Terdahulu………22

Tabel 2 Penghimpunan Dana ZIS Nasional………...……39

Tabel 3 Penyaluran Dana ZIS Nasional ... 41

Tabel 4 Jumlah Organisasi Pengelola Zakat di Indoneesia ... 43

Tabel 5 Penghimpunan Zakat Malaysia ... 44

Tabel 6 Penyaluran Zakat Malaysia ... 46

Tabel 7 Tingkat Penyerapan dana ... 49

Tabel 8 Ilustrasi perhitungan Zakat sebagai pengurang PKP ... 52

(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kerangka Pikir... 29 Gambar 2 Struktur Kelembagaan Zakat di Indonesia ... 33 Gambar 3 Struktur Kelembagaan Zakat di Malaysia ... 37

(13)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Bimbingan Skripsi

Lampiran 2 Lembar Saran Ketua Penguji Proposal Skripsi Lampiran 3 Lembar Saran Anggota Penguji Proposal Skripsi Lampiran 4 FC Lembar Persetujuan

(14)
(15)
(16)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam adalah agama yang sempurna. Islam tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Sang Pencipta, Islam juga mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya. Aturan Islam dibangun atas Rukun Iman dan Rukun Islam. Salah satu Rukun Islam adalah menunaikan zakat. Zakat merupakan ibadah sosial yang telah diwajibkan oleh Allah SWT kepada setiap hamba-Nya yang mampu. Zakat diberikan kepada golongan tertentu dengan tujuan untuk meningkatkan kemaslahatan umat.

Pada awal masa pemerintahan Islam, zakat merupakan salah satu pendapatan Negara yang terbesar dan dikelola oleh Baitulmaal. Baitulmaal adalah lembaga yang menangani setiap harta benda kaum Muslimin, baik berupa pendapatan maupun pengeluaran Negara. Baitul Maal telah ada sejak zaman Rasulullah SAW.

Indonesia merupakan Negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam sehingga potensi penerimaan zakat di Indonesia sangat besar. Oleh karena itu, Indonesia membutuhkan lembaga pengelola zakat professional untuk mengimbangi potensi penerimaan zakat yang besar tersebut.

Berdasarkan Keputusan Presiden RI No.8 Tahun 2001, pemerintah membentuk badan resmi dan satu-satunya yang memiliki tugas dan fungsi menghimpun dan menyalurkan zakat, infaq, dan sedekah (ZIS) pada

(17)

tingkat nasional yaitu Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS). Pada tahun 2011, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat semakin mengukuhkan peran BAZNAS sebagai lembaga yang berwenang melakukan pengelolaan zakat secara nasional. Dalam Undang-Undang tersebut, BAZNAS dinyatakan sebagai lembaga pemerintah nonstruktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Kementerian Agama.

Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) menjalankan empat fungsi, yaitu :

1. Perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat; 2. Pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat; 3. Pengendalian pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan

zakat; dan

4. Pelaporan dan pertanggungjawaban pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.

Untuk melaksanakan tugas dan fungsi tersebut, BAZNAS memiliki kewenangan untuk:

1. Menghimpun, mendistribusikan, dan mendayagunakan zakat.

2. Memberikan rekomendasi dalam pembentukan BAZNAS Provinsi, BAZNAS Kabupaten/Kota, dan LAZ.

3. Meminta laporan pelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya kepada BAZNAS Provinsi dan LAZ.

(18)

3 Menurut Undang Undang RI Nomor 23 Tahun 2011, masyarakat dapat membentuk LAZ (Lembaga Amil Zakat) untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Pembentukan LAZ wajib mendapat izin dari Kementerian Agama. LAZ juga wajib melaporkan pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat yang telah diaudit kepada BAZNAS secara berkala. Zakat akan lebih mampu meningkatkan ketaqwaan dan kesejahteraan sosial apabila pembayaran dan pengelolaan zakat dilakukan melalui lembaga amil zakat yang resmi yang terdaftar di pemerintah. (Syafiq, 2015)

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dan Islamic Development Bank (IDB), potensi penerimaan zakat di Indonesia pada tahun 2012 adalah sebesar Rp.217 triliun (USD 18 milyar). Namun kenyataannya, penerimaan zakat di Indonesia pada tahun 2013 hanya sebesar Rp.2,4 triliun atau sekitar 1 persen saja dari potensinya. Kesenjangan antara potensi dan kenyataan dari penerimaan zakat ini merupakan sebuah masalah jika tidak dicarikan jalan keluarnya. (Ali,et al. 2016)

Pengelolaan zakat juga dilakukan oleh Negara tetangga Indonesia, yaitu Malaysia. Di Malaysia, penghimpunan zakat murni dilakukan oleh swasta dan sangat didukung oleh pemerintah setempat. Diawali dengan dibentuknya penghimpun zakat di Wilayah Persekutuan yang dikelola oleh

(19)

Pusat Pungutan Zakat (PPZ) yang telah resmi beroperasi sejak 1 Januari 1991. Menurut Nurfitriana (2008), pemanfaatan dan penyaluran dana zakat bukan menjadi tanggung jawab PPZ, melainkan tanggung jawab Baitul Maal (BM) yang sama-sama berada dibawah naungan Majelis Agama Islam Wilayah Persekutuan (MAIWP). PPZ yang berdiri sendiri tumbuh di Wilayah Persekutuan di Kuala Lumpur, kemudian diikuti oleh negeri lain seperti Melaka (Pusat Zakat Melaka), Pahang (Pusat Kutipan Zakat), Selangor (Lembaga Zakat Selangor), Pulau Pinang (Pusat Urus Zakat), dan Negeri Sembilan (Pusat Zakat Negeri Sembilan). Sedangkan delapan negeri lainnya, masih menggabungkan fungsi penghimpunan dalam tubuh Baitul Maal (BM). Di Malaysia, zakat dikelola secara federal (non nasional) dan masing-masing negeri diberi hak mengelola zakatnya secara korporasi dan professional. (Amiruddin K., 2015)

Pada tahun 2016, pengumpulan zakat di Malaysia hampir mencapai RM 3 milyar (Rp.11,5 triliun) dari potensi yang bisa dikumpulkan yaitu sebesar Rp.15 triliun. Malaysia berhasil mengumpulkan dana zakat sekitar 75% dari potensinya. Hal ini berbanding jauh dengan Indonesia yang hanya mampu mengumpulkan Rp.5 triliun dari potensi yang seharusnya bisa dikumpulkan yaitu sebesar Rp.217 triliun. Indonesia hanya mampu mengumpulkan dana ZIS (Zakat Infaq Sedekah) sekitar 2.5% dari potensi zakat yang bisa dikumpulkan. (Respati, 2017)

(20)

5 Berdasarkan data yang telah Penulis paparkan di atas, dapat dilihat bahwa lembaga zakat di Malaysia memiliki kinerja yang baik dalam mengumpulkan zakat. Oleh karena itu, Penulis tertarik untuk mencoba mengangkat penelitian dengan judul “Analisis Pengelolaan Zakat di Indonesia dengan Malaysia”

B. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah Penulis uraikan, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengelolaan zakat di Indonesia? 2. Bagaimana pengelolaan zakat di Malaysia?

3. Bagaimana perbandingan pengelolaan zakat antara Indonesia dengan Malaysia?

C. Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Lembaga zakat di Indonesia yang dijadikan objek penelitian adalah Badan Amil Zakat (BAZ), sedangkan lembaga zakat di Malaysia adalah Pusat Pungutan Zakat (PPZ) dan Baitul Maal (BM).

2. Pengelolaan yang dibahas dalam penelitian ini hanya mengenai penghimpunan dan penyaluran zakat.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

(21)

2. Untuk mengetahui bagaimana pengelolaan zakat di Malaysia.

3. Untuk mengetahui bagaimana perbandingan pengelolaan zakat antara Indonesia dengan Malaysia.

E. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah :

1. Bagi Penulis, seluruh kegiatan penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu dari masalah yang dibahas.

2. Bagi Akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai ZISWAF, khususnya mengenai pengelolaan lembaga zakat.

3. Bagi BAZNAS, diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sumber tambahan informasi dan pertimbangan dalam mengambil keputusan.

(22)

7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Zakat a. Pengertian Zakat

Secara bahasa, zakat artinya keberkahan, pertumbuhan dan perkembangan, kesucian, dan keberesan. Sedangkan arti zakat menurut istilah adalah zakat merupakan bagian dari harta dengan persyaratan tertentu, yang telah Allah SWT wajibkan kepada pemiliknya untuk diserahkan kepada yang berhak menerimanya, dengan persyaratan tertentu pula. (Nawawi, 2013)

Zakat bermakna mensucikan. Hal ini tercermin dalam firman Allah SWT berikut:

اَهاَّكَز ْنَم َحَلْفَأ ْدَق

Artinya: “Sesungguhnya, beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu.” (Q.S.Asy-Syams:9)

b. Hukum Zakat

Zakat merupakan salah satu rukun Islam. Wajib hukumnya bagi setiap Muslim untuk menunaikan zakat, baik laki-laki maupun perempuan, anak-anak maupun orang dewasa. Dasar hukum zakat tercantum ayat Al-Quran berikut ini:

(23)

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. esungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.(Q.S.At-Taubah:103)

c. Jenis Zakat

Zakat terbagi menjadi dua jenis, yaitu zakat fitrah (zakat badan/jiwa) dan zakat maal (zakat harta).

1) Zakat Fitrah

Zakat fitrah adalah zakat yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim setiap bulan Ramadhan sebelum hari raya Idul Fitri. Zakat fitrah hukumnya fardu ‘ain, wajib dilaksanakan oleh setiap muslim baik laki-laki maupun perempuan, tua maupun muda. Kewajiban zakat fitrah merupakan tanggung jawab kepala keluarga terhadap anak, isteri, dan pembantu yang tinggal besama mereka. Zakat fitrah dibayar dengan menggunakan makanan pokok. Tujuan pembayaran zakat firah adalah untuk menyucikan diri dari dosa-dosa agar jiwa menjadi bersih kembali.

2) Zakat Harta

Zakat harta terdiri dari zakat harta pedagangan, zakat emas, perak, dan uang simpanan, zakat hasil pertanian, zakat binatang ternak, zakat pertambangan, zakat barang temuan, zakat asset,

(24)

9 zakat profesi, serta zakat saham dan obligasi. Masing-masing jenis zakat memiliki syarat dan hitungan tertentu untuk dikeluarkan.

d. Sasaran Zakat

Distribusi zakat hanya diperuntukkan untuk delapan ashnaf, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Al-Qur’an surah At-Taubah ayat 60. Delapan ashnaf tersebut adalah:

1) Fakir, yaitu orang yang tidak memiliki penghasilan tetap dan hidupnya jauh dibawah sejahtera.

2) Miskin, yaitu orang yang memiliki penghasilan tetap namun tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari dan hidupnya dibawah sejahtera.

3) Amil, lembaga yang bertugas untuk mengumpulkan dan mengelola zakt.

4) Muallaf, yaitu orang yang baru masuk Islam.

5) Riqab, yaitu budak yang ada dalam penguasaan orang lain. 6) Gharim, yaitu orang yang sedang kesulitan karena hutang. 7) Sabilillah, yaitu orang-orang yang sedang berusaha dan

berjuang untuk menegakkan agama Islam, baik dakwah maupun perang.

8) Ibnu Sabil, yaitu orang yang sedang berada dalam perjalanan dan kehabisan bekal.

(25)

Hikmah dan manfaat di balik perintah zakat menurut El-Madani (2013) diantaranya adalah:

1) Zakat dapat membiasakan orang yang menunaikannya memiliki sifat dermawan, sekaligus menghilangkan sifat pelit dan kikir.

2) Zakat dapat menguatkan benih persaudaraan, serta menambah rasa cinta dan kasih sayang sesama muslim.

3) Zakat merupakan salah satu upaya dalam mengatasi kemiskinan.

4) Zakat dapat mengurangi angka pengagguran dan penyebab-penyebabnya, karena hasil zakat dapat digunakan untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru.

2. Lembaga Zakat a. Indonesia

BAZNAS menjadi lembaga yang memiliki otoritas dalam hal kegiatan perencanaan, pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya. BAZNAS nasional berkedudukan di Ibu kota Negara, dan untuk tingkat provinsi dan Kabupatenupaten/Kota dibentuk BAZDA oleh pemerintah daerah sesuai wilayahnya. BAZNAS merupakan lembaga pemerintah nonstruktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Kementerian Agama.

(26)

11 Lembaga zakat yang dikelola oleh masyarakat adalah Lembaga Amil Zakat (LAZ). LAZ wajib mendapat izin dari BAZNAS dalam pembentukannya. LAZ juga wajib melaporkan pengumpulan dan pendistribusian zakat kepada BAZNAS dengan laporan zakat tahunan yang telah diaudit.

b. Malaysia

Malaysia memiliki pengelolaan zakat yang terpisah antara pemungutan dengan penyaluran zakat. Untuk pengumpulan zakat, Malaysia melalui MAIN (Majelis Agama Islam Negeri) masing-masing negeri untuk membentuk lembaga pengumpul zakat dan lembaga penyalur zakat yang disebut dengan Baitulmal. (Faqih, 2015)

3. Konsep Pengelolaan Zakat

Pada dasarnya, konsep dasar pengelolaan zakat berangkat dari firman Allah dalam al-Qur’an surat al-Taubah ayat 103, firman-Nya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui “(QS. Al-Taubah: 103).

Ayat ini mengandung kata khudz (berbentuk fi’il amar) yang menunjukkan perintah bahwa mengumpulkan zakat dari para muzakki oleh amil zakat itu hukumnya wajib. Hal ini didasarkan oleh kaidah

(27)

ushul fiqih, bahwa fiil amar menunjukkan suatu perintah wajib (al-ashlu fi al-amr lilwujub). Maka, mengumpulkan zakat dari orang yang mengeluarkan zakat hukum wajib. (Hasan, 2011)

Sebuah kewajiban tidak mudah mudah untuk dilaksanakan, termasuk dalam melaksanakan kewajiban mengumpulkan zakat. Amil zakat dihadapkan pada muzakki yang memiliki karakter yang berbeda-beda. Oleh karena itu, mengumpulkan zakat membutuhkan persiapan dan perencanaan yang matang. Semua aktivitas dan faktor-faktor terkait dengan aktifitas tersebu harus terencana, teroganisir, terkontrol dan dievaluasi tingkat capaiannya. Oleh karena itu, manajemen untuk mengelola zakat sangat diperlukan agar pengelolaan itu berjalan dengan baik dan sistematis serta tepat sasaran.

Manajemen zakat meliputi kegiatan perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating), dan pengawasan (controlling) terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan zakat. (Fakhruddin, 2008). Berikut penjelasan mengenai kegiatan dalam manajemen zakat menurut Jaelani (2015): a. Perencanaan zakat

Dalam manajemen zakat proses awal perlu dilakukan perencanaan. Secara konseptual, perencanaan adalah proses pemikiran penentuan sasaran dan tujuan yang ingin dicapai, tindakan yang harus dilaksanakan, bentuk organisasi yang tetap untuk mencapainya, dan orang-orang yang bertanggung jawab terhadap kegiatan yang

(28)

13 hendak dilaksanakan oleh Badan atau LAZ. Dengan kata lain perencanaan menyangkut pembuatan keputusan tentang apa yang hendak dilakukan, bagaiman cara melakukan, kapan melakukan dan siapa yang akan melakukan secara terorganisasi. Perencanaan zakat berkaitan dengan kegiatan dengan proses sebagai berikut : 1) Menetapkan sasaran dan tujuan zakat. Sasaran zakat berkaitan

dengan orang yang berkewajiban membayar zakat (muzakki) dan orang yang berhak menerima zakat (mustahiq), sedangkan tujuannya adalah menyantuni orang yang berhak agar terpenuhi kebutuhan dasarnya atau meringankan beban mereka.

2) Menetapkan bentuk organisasi atau kelembagaan zakat yang sesuai dengan tingkat kebutuhan yang hendak dicapai dalam pengelolaan zakat.

3) Menetapkan cara melakukan penggalian sumber dan distribusi zakat. Dalam hal ini dilakukan identifikasi orang-orang yang berkewajiban zakat dan orang-orang yang berhak menerima zakat.

4) Menentukan waktu untuk penggalian sumber zakat dan waktu untuk mendistribusikan zakat dengan skala prioritas.

5) Menetapkan amil atau pengelola zakat dengan menentukan orang yang memiliki komitmen, kompetensi mindset dan profesionalisme untuk melakukan pengelolaan zakat.

(29)

6) Menetapkan sistem pengawasan terhadap pelaksanaan zakat, baik mulai dari pembuatan perencanaan, pembuatan pelaksanaan, pengembangan secara terus-menerus secara berkesinambungan.

b. Pelaksanaan kegiatan zakat

Pengelolaan zakat diperlukan pengelola zakat yang profesional, mempunyai kompetensi dan komitmen sesuai dengan kegiatan yang dilakukan berkaitan dengan kriteria pelaksana zakat dan kriteria pemimpin Badan/Lembaga Amil Zakat.

1) Penentuan Kriteria Pelaksana Zakat

Petugas pelaksana zakat (amil) harus memenuhi beberapa kriteria diantaranya ialah:

a) Beragama Islam. Zakat adalah urusan yang sangat penting dalam Islam dan termasuk rukun Islam, oleh karena itu urusan ini harus diurus oleh sesama muslim.

b) Mukallaf, yaitu orang Islam dewasa yang sehat akal pikiranya yang siap menerima tanggung jawab mengurus urusan umat.

c) Memiliki sifat amanah atau jujur. Sifat ini sangat penting karena berkaitan dengan kepercayaan umat.

d) Mengerti dan memahami hukum-hukum zakat sehingga ia mampu melakukan sosialisasi mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan zakat kepada masyarakat.

(30)

15 e) Memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas dengan

sebaik-baiknya.

f) Kesungguhan Amil zakat dalam melaksanakan tugasnya. Amil zakat yang baik adalah amil zakat yang fulltime dalam melaksanakan tugasnya, tidak asal-asalan dan tidak pula sambilan.

2) Penggalian sumber zakat

Dalam penggalian sumber zakat, Amil harus pandai-pandai dalam melakukan sosialisasi zakat, baik melalui media masa, media cetak maupun media elektronik pada masyarakat dengan tujuan agar masyarakat semakin tumbuh kesadaranya terhadap pentingnya ibadah zakat. Dalam menggali sumber zakat terdapat strategi diantaranya ialah:

a) Pembentukan unit pengumpulan zakat. Hal ini dilakukan untuk memudahkan bagi pengelola zakat dalam menjangkau dan memudahkan para muzakki untuk membayar zakatnya, maka setiap Badan Amil Zakat membuka unit pengumpul zakat di berbagai tempat sesuai dengan tingkatanya.

b) Pembukaan Kounter penerimaan zakat. Selain membuka unit pengumpulan zakat, di berbagai tempat lembaga pengelola zakat dapat membuat konter atau loket penerimaan zakat.

(31)

c) Pembukaan rekening bank, yang perlu diperhatikan di sini adalah bahwa membuka rekening harus dipisahkan antara masing-masing rekening,sehingga akan memudahkan para muzakki dalam pengiriman zakatnya.

c. Pengawasan zakat

Secara konsepsional dan operasional pengawasan adalah suatu upaya Sistimatis, untuk menetapkan kinerja setandar pada perencanaan untuk merancang sistem umpan balik informasi, untuk membandingkan kinerja aktual dengan standar yang telah ditentukan untuk menetapkan apakah terjadi suatu penyimpangan dan mengukur siknifikansi penyimpangan tersebut untuk mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya Badan atau LAZ telah digunakan seefektif dan seefisien mungkin guna mencapai tujuan Badan atau LAZ.

Secara manajerial, pengawasan zakat adalah mengukur dan memperbaiki kinerja amil zakat guna memastikan bahwa Lembaga atau Badan Amil Zakat di semua tingkat dan semua yang telah dirancang untuk mencapainya yang telah sedang dilaksanakan. Adapun pola pengawasannya adalah sebagai berikut:

1) Menetapkan sistem dan standar operasional pengawasan sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah ditentukan oleh Badan atau LAZ.

(32)

17 2) Mengukur kinerja. Pengawas dalam hal ini melakukan pengukuran atau mengevaluasi kinerja dengan standar yang telah ditentukan dengan proses yang berkelanjutan.

3) Memperbaiki penyimpangan. Proses pengawasan tidak lengkap jika tidak ada tindakan perbaikan terhadap penyimpangan-penyimpangan yang telah terjadi.

Sedangkan teknik pengawasan yang harus dilakukan untuk Badan atau LAZ adalah sebagai berikut:

1) Konsep pengawasan adalah perumusan dalam rangka untuk periode tertentu di masa depan badan atau lembaga.

2) Tujuan penganggaran. Dengan menyatakan perencanaan dalam angka dan merinci ke dalam komponen-komponen yang cocok dengan struktur organisasi atau badan/lembaga, anggaran menghubungkan perencanaan dan mengijinkan pendelegasian kekuasaan atau wewenang tanpa hilangnya pengawasan.

3) Jenis anggaran meliputi :

a) Anggaran pendapatan dan pengeluaran

b) Anggaran waktu, ruang dan bahan baku, dan produksi pelayanan terhadap wajib zakat dan pelayanan terhadap penerima zakat.

c) Anggaran pengeluaran modal kerjasama Badan atau Lembaga Dengan Pihak Lain.

(33)

e) Anggaran neraca Badan atau Lembaga Amil Zakat

4) Teknik operasional pengawasan dengan menggunakan sarana, yaitu:

a) Data statistik atau akuntansi b) Grafik pulang pokok (breakeven) c) Audit operasional

d) Observasi pribadi

Pada prinsipnya, kegiatan zakat dapat dikategorikan ke dalam dua klasifikasi utama, yaitu penghimpunan dan penyaluran zakat. Ada empat aspek pengumpulan zakat dalam kepatuhan pada prinsip-prinsip syariah yang dikutip dari (BAZNAS & BI, 2016) yaitu sebagai berikut:

a. Wajib zakat & nisab zakat

Zakat diwajibkan kepada setiap Muslim yang memiliki kekayaan, yang lebih dari atau sama dengan Nisab. Zakat tidak diberlakukan bagi non-Muslim. Kewajiban dan nisab untuk membayar zakat telah disebutkan beberapa kali dalam Al Qur'an, dan telah dijelaskan dalam sunnah.

b. Metode pengumpulan zakat

Zakat dihitung dari objek zakat yang sama, namun ada ketidaksepakatan mengenai metode pembayaran zakat. Imam Hanafi membolehkan melakukan pembayaran zakat dalam nilai, sementara Imam Syafii dan Imam Zahiri hanya membolehkan pembayaran dalam bentuk objek zakat. Imam Maliki dan Imam

(34)

19 Hanbali membolehkan untuk membayar dengan nilai untuk beberapa jenis zakat dan tidak menerima pembayaran dalam nilai untuk beberapa jenis zakat yang lain. Lembaga yang melakukan fungsi pengumpulan zakat, harus mampu mengakomodasi segala bentuk pembayaran. Untuk pembayaran dalam nilai yang mungkin lebih mudah daripada mengumpulkan barang, lembaga penghimpun zakat bisa menyediakan beberapa layanan untuk memfasilitasi transfer nilai karena lebih cocok untuk kehidupan ekonomi kontemporer. Zakat dapat dibayar menggunakan uang tunai atau bentuk lainnya, seperti uang elektronik dan transfer. Untuk pengumpulan barang atau bentuk aset lainnya, lembaga zakat harus menyiapkan cara pengumpulan yang tepat dan biayanya (penyimpanan dan biaya transportasi). Pihak yang berwenang harus memberikan izin resmi untuk setiap metode pengumpulan yang dilaksanakan oleh lembaga zakat.

c. Promosi dalam penghimpunan zakat

Dalam rangka meningkatkan tingkat kesadaran dalam membayar zakat di kalangan Muslim, lembaga zakat dapat melakukan dakwah (pidato agama, konsultasi publik, seminar dan pelatihan) dan promosi lainnya untuk melakukan penyebaran informasi zakat. Idealnya, kebangkitan lembaga Zakat harus dirintis dan dipimpin oleh negara Islam. Upaya promosi harus didukung dengan sistem TI yang andal (sistem manajemen zakat

(35)

yang terkomputerisasi untuk tata laksana pengelolaan zakat), dilengkapi dengan metode pembayaran yang mudah (tersedia beberapa konter pembayaran publik). Pengelola zakat juga memiliki tanggung jawab untuk menyediakan beberapa bentuk promosi yang menarik dan efektif untuk meningkatkan penghimpunan zakat. Dalam lembaga-lembaga Syariah, pihak berwenang dapat melakukan pengumpulan zakat melalui kampanye pemotongan gaji.

d. Tempat penyimpanan dana zakat

Dana zakat yang terkumpul dalam lembaga zakat harus dijaga dengan aman oleh manajemen yang baik sehingga dana zakat dapat disalurkan kepada mustahik. Secara tradisional, dana disimpan di lemari besi. Praktek penyimpanan kontemporer menggunakan bank syariah untuk melakukan fungsi penyimpanan aman dan metode transfer.

Dalam penyaluran zakat, ada 3 aspek yang harus dipatuhi prinsip-prinp yang harus dipatuhi dalam syariah (BAZNAS & BI , 2016), yaitu:

a. Penerima dan Alokasi Zakat

Zakat harus dialokasikan kepada 8 penerima zakat yang berhak (mustahik). Kerangka peraturan harus menggabungkan distribusi mekanisme klasifikasi penerima zakat, prioritas dan mekanisme alokasi dalam rangka meningkatkan efektivitas penyaluran zakat. Setiap penyaluran yang dilakukan oleh lembaga-lembaga zakat

(36)

21 harus diakui dan didukung oleh otoritas yang relevan atau peraturan operasional.

b. Wilayah penyaluran zakat

Cendekiawan Muslim setuju bahwa penyaluran zakat harus dilakukan di wilayah yang sama di mana zakat dikumpulkan sesuai dengan kebiasaan Nabi Muhammad SAW. Jika tidak ada penerima lain yang memenuhi syarat di wilayah mereka, maka lembaga zakat boleh menyalurkan zakat ke wilayah.

c. Indikator kinerja penyaluran zakat

Salah satu ciri yang menunjukan organisasi pengelola zakat berjalan secara efektif adalah dengan meninjau tingkat daya serap (Allocation to Collection Ratio) berdasarkan total dana penghimpunan yang berhasil disalurkan secara efektif. Konsep Allocation to Collection Ratio (ACR). ACR adalah rasio perbandingan antara proporsi dana zakat yang disalurkan dengan dana zakat yang dihimpun. Berikut adalah kategori dari Allocation to Collection Ratio (ACR), yaitu

≥ 90 % : Sangat Efektif, 70 – 89 % : Efektif, 50 – 69 % : Cukup efektif, 20 – 49 % : di bawah harapan, dan ˂ 20 % : Tidak efektif

(37)

B. Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan

Penelitian terdahulu yang relevan tertera dalam tabel dibawah ini: Tabel 1

Hasil Penelitian Terdahulu ASPEK / PENELITI Abdullah Khatib

Nadhari Amiruddin K. 1. Judul Pengelolaan Zakat di Dunia Muslim Model-Model Pengelolaan Zakat di Dunia Muslim 2. Institusi/perusahaan yang diteliti Lembaga zakat di Indonesia, Malaysia, Saudi Arabia, Sudan, Pakistan, Yordania, dan Kuwait Lembaga zakat di Saudi Arabia, Libia, Yordania, Bahrain, Pakistan, Malaysia, Kuwait, Bangladesh, Libanon, dan Indonesia.

3. Tujuan penelitian Melihat lebih jauh tentang pengelolaan zakat di negara-negara Muslim yang nantinya bisa dijadikan sebagai perbandingan dengan Negara Indonesia. Menguraikan beberapa model dan pengalaman pengelolaan zakat di Negara-Negara Muslim.

4. Metode penelitian Deskriptif Kualitatif

Deskriptif Kualitatif

(38)

23 5. Hasil penelitian Pada umumnya

pengelolaan zakat di masyarakat Muslim dapat dikategorikan ke dalam dua kategori. Pertama, sistem pembayaran secara wajib di mana sistem pengelolaan di tangani oleh negara. Kedua, sistem pembayaran secara sukarela, dimana wewenang pengelolaan zakat berada pada tangan pemerintah atau pun masyarakat sipil. Ada 3 model pengelolaan zakat, yaitu Negara yang mewajibkan zakat, Negara tidak mewajibkan zakat, dan model dimana Negara juga swasta bisa bersama-sama mengelola zakat seperti di Indonesia.

Dalam penelitian “Pengelolaan Zakat di Dunia Muslim” menjelaskan tentang pengelolaan zakat di negara-negara Muslim; Indonesia, Malaysia, Saudi Arabia, Sudan, Pakistan, Yordania, dan Kuwait. Penelitian ini menjelaskan dan mengelompokkan secara umum mengenai sistem pengelolaan zakat berdasarkan aturan pemerintah di setiap Negara yang diteliti. Dalam penelitian “Model-Model Pengelolaan Zakat di Dunia Muslim” menjelaskan tentang model pengelolaan zakat di di Negara Muslim; Saudi Arabia, Libia, Yordania, Bahrain, Pakistan, Malaysia, Kuwait, Bangladesh, Libanon, dan Indonesia. Penelitian ini

(39)

menjelaskan dan mengelompokkan model pengelolaan zakat berdasarkan aturan yang berlaku di tiap Negara yang diteliti. Sedangkan penelitian yang Penulis lakukan ini bertujuan untuk menjelaskan pengelolaan zakat di Indonesia dan Malaysia. Pengelolaan zakat yang dibahas terkait dengan penghimpunan dan penyaluran zakat di Indonesia dan Malaysia.

(40)

25

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel

1. Objek Penelitian

Objek yang diteliti dalam penelitian ini adalah pengelolaan lembaga zakat di Indonesia (Badan Amil Zakat Nasional) dan pengelolaan lembaga zakat di Malaysia (Pusat Pungutan Zakat dan Baitul Maal).

2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah lembaga zakat di Indonesia (Badan Amil Zakat Nasional) dan lembaga zakat di Malaysia (Pusat Pungutan Zakat dan Baitul Maal).

B. Jenis Penelitian

Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Menurut Irawan (2002) dalam Widodo (2017), penelitian deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan atau menjelaskan sesuatu hal seperti apa adanya, sehingga memberi gambaran yang jelas tentang situasi-situasi di lapangan apa adanya. Metode kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu data yang mengandung makna. Makna adalah data yang sebenarnya, data yang pasti yang merupakan suatu nilai dibalik data yang tampak. Oleh karena itu, penelitian kualitatif tidak menekankan pada generalisasi, tetapi lebih menekankan pada makna. (Sugiyono, 2017)

(41)

C. Jenis dan Sumber Data

1. Jenis data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif. Data kualitatif adalah data yang yang berbentuk kata-kata, bukan berbentuk angka/bilangan.

2. Sumber data

Sumber data penelitian ini adalah data sekunder. Menurut Sugiyono (2017), data sekunder adalah sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data. Data sekunder dapat berupa studi pustaka yang berasal dari buku-buku, penelitian lapangan, maupun dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penelitian.

D. Teknik Pengumpulan Data

1. Dokumentasi

Dokumentasi adalah kegiatan pengumpulan data yang dilakukan melalui penelusuran dokumen. Teknik ini dilakukan dengan memanfaatkan dokumen-dokumen tertulis, gambar, foto atau benda-benda lainnya yang berkaitan dengan aspek-aspek yang diteliti. (Widodo, 2017)

Penulis melakukan pengumpulan data melalui penelusuran dokumen tertulis dari website instansi terkait.

(42)

27 2. Studi Pustaka

Penulis melakukan pengumpulan data dengan studi pustaka. Studi pustaka adalah mempelajari, mendalami, dan mengutip teori-teori atau konsep-konsep dari sejumlah literatur baik buku, jurnal, majalah, koran, atau karya tulis lainnya yang relevan dengan topik, fokus atau variabel penelitian (Widodo, 2017).

E. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan Model Miles and Huberman dalam Sugiyono (2017). Langkah-langkah yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Data Reduction (Reduksi Data)

Pertama, Penulis mengumpulkan data. Data yang diperoleh jumlahnya cukup banyak. Oleh karena itu, perlu dilakukan reduksi data. Reduksi data adalah merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya, dan membuang yang tidak perlu.

2. Data display (penyajian data)

Setelah data direduksi, langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dengan menggunakan bentuk teks yang bersifat naratif.

(43)

Langkah terakhir dalam analisis data kualitatif adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal hanya bersifat sementara. Jika kesimpulan awal yang dikemukakan didukung oleh bukti yang valid, maka kesimpulan tersebut merupakan kesimpulan yang kredibel.

(44)

29

F. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran penelitian ini adalah : Gambar 1 Kerangka Pemikiran INDONESIA (BAZNAS) MALAYSIA (PPZ & Baitul Maal)

Mengumpulkan ZIS sebesar 2.5% dari potensi penerimaan zakat (2016) Mengumpulkan zakat sebesar 75% dari potensi penerimaan zakat (2016) Negara Muslim membutuhkan lembaga pengelola zakat Menganalisis perbandingan pengelolaan lembaga zakat di Indonesia dan Malaysia Zakat merupakan

Rukun Islam dan ibadah sosial

(45)

30

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

A. Hasil Penelitian

1. Lembaga pengelola zakat di Indonesia

Organisasi dan tata kerja pengelolaan zakat di Indonesia saat ini sepenuhnya mengacu pada Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. UU tersebut merupakan pengganti Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat yang sebelumnya menjadi landasan hukum pengelolaan zakat di Indonesia. Pengelolaan zakat berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat sehingga perlu diganti.

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 secara spesifik mengamanatkan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) sebagai pelaksana utama dalam pengelolaan zakat di Indonesia dan pemerintah mendapatkan fungsi sebagai pembina dan pengawas terhadap pengelolaan zakat yang dilakukan oleh BAZNAS. Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) merupakan badan resmi dan satu-satunya yang dibentuk oleh pemerintah berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 8 Tahun 2001 yang memiliki tugas dan fungsi menghimpun dan menyalurkan zakat, infaq, dan sedekah (ZIS) pada tingkat nasional.

(46)

31 Lahirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat semakin mengukuhkan peran BAZNAS sebagai lembaga yang berwenang melakukan pengelolaan zakat secara nasional. Dalam UU tersebut, BAZNAS dinyatakan sebagai lembaga pemerintah nonstruktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Kementerian Agama.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011, BAZNAS dibentuk oleh pemerintah dalam tugas melaksanakan kewenangan pengelolaan zakat secara nasional. Kewenangan pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat secara nasional tersebut meliputi 4 (empat) fungsi yang secara spesifik dituangkan dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011, sebagai berikut: (a) fungsi perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat; (b) fungsi pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat; (c) fungsi pengendalian pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat; dan (d) fungsi pelaporan dan pertanggungjawaban pengelolaan zakat (Pasal 7).

Selain daripada empat fungsi pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat secara nasional, BAZNAS juga mendapatkan 2 (dua) fungsi non-operasional pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, yaitu: (a) pemberian pertimbangan pembentukan BAZNAS provinsi dan BAZNAS

(47)

kabupaten/kota (Pasal 15) dan (b) pemberian rekomendasi izin pembentukan LAZ (Pasal 18).

Untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk Lembaga Amil Zakat (LAZ). Pembentukan LAZ wajib mendapat izin Kementerian Agama atau pejabat yang ditunjuk oleh Kementerian Agama. LAZ wajib melaporkan secara berkala kepada BAZNAS atas pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat yang telah diaudit syariat dan keuangan.

Selain menerima zakat, BAZNAS atau LAZ juga dapat menerima infak, sedekah, dan dana sosial lainnya. Pendistribusian dan pendayagunaan infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya dilakukan sesuai dengan syariat Islam dan dilakukan sesuai dengan peruntukan yang diikrarkan oleh pemberi dan harus dilakukan pencatatan dalam pembukuan tersendiri. Zakat wajib didistribusikan kepada mustahik sesuai dengan syariat Islam. Pendistribusian dilakukan berdasarkan skala prioritas dengan memperhatikan prinsip pemerataan, keadilan, dan kewilayahan. Zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas umat apabila kebutuhan dasar mustahik.

(48)

33 Gambar 2

Struktur kelembagaan zakat Indonesia

Sumber : Islamic Social Finance Report (2014) dalam Oulook Zakat Indonesia (2017)

Dari struktur kelembagaan zakat di atas dapat dilihat bahwa BAZNAS bertanggungjawab kepada Presiden melalui Kementerian Agama dalam pelaksanaan tugasnya. BAZNAS menaungi UPZ dan LAZ di seluruh Indonesia. UPZ adalah satuan organisasi yang dibentuk oleh Badan Amil Zakat pada semua tingkatan (BAZNAS, BAZNAS Provinsi, BAZNAS Kabupaten/Kota) yang bertugas untuk mengumpulkan zakat dari muzakki. UPZ berada di desa/kelurahan, instansi-instansi pemerintah/swasta, baik di dalam maupun luar negeri.

Presiden Lembaga Amil Zakat (LAZ) Unit Pengumpul Zakat (UPZ) Kementerian Agama BAZNAS

(49)

UPZ BAZNAS memiliki kewenangan untuk memberikan Bukti Setor Zakat (BZS) yang dicetak oleh BAZNAS. BZS tersebut dapat dijadikan bukti bahwa zakat yang dibayarkan dapat menjadi pengurang penghasilan kena pajak (zakat sebagai deductible items).

2. Lembaga pengelola zakat di Malaysia

Malaysia memiliki sistem pengelolaan zakat di mana otoritas pengumpulan dan pendistribusian zakat berada pada setiap negeri. Menurut konstitusi wilayah, semua permasalahan agama termasuk pengelolaan zakat diserahkan kepada yurisdiksi masing-masing dari 14 negeri yang di kelola oleh Majelis Agama Islam Negeri (MAIN). Dengan demikian, setiap negeri memiliki Undang-undang pengelolaan zakat yang berbeda dari wilayah lain. Hal ini menimbulkan beberapa permasalahan koordinasi antar wilayah dimana terdapat perbedaan penentuan nishab, harta wajib zakat, dan bahkan definisi dari delapan ashnaf yang berhak menerima zakat. Secara umum, Undang-undang mengenakan penalti sebesar 1.000 ringgit dan/atau penjara selama enam bulan jika terbukti adanya penyelewengan pembayaran zakat. (Ridwan, 2014)

Di Malaysia, penghimpunan zakat dilakukan murni oleh swasta sangat didukung oleh pemerintah setempat. Pemerintah hanya bertindak sebagai fasilitator dan penanggungjawab. Dalam wilayah penyelenggaraan, pengelolaan zakat di negara ini ditempatkan dalam

(50)

35 Majelis Agama Islam (MAI). Pemerintah Malaysia melalui Majelis Agama Islam Wilayah Persekutuan (MAIWP) mendirikan Pusat Pungutan Zakat (PPZ) yang resmi beroperasi mulai 1 Januari 1991 di Kuala Lumpur dalam rangka menciptakan pengelolaan zakat yang profesional dengan menerapkan system corporate. (Amiruddin K., 2015)

Diawali dengan terbentuknya Pusat Pungutan Zakat (PPZ) di Wilayah Persekutuan pada tahun 1991, dan seterusnya diikuti oleh 13 negeri lainnya. 13 negeri tersebut adalah Johor, Kedah, Kelantan, Melaka, Negeri Sembilan, Pahang, Pulau Pinang, Perak, Perlis, Selangor, Terengganu, Sabah, dan Sarawak. Zakat dikelola oleh masing-masing Negeri mengikuti struktur politik yang ada di Malaysia. Pemerintah melalui perwakilan kerajaan Negeri berperan sebagai pengelola, penanggung jawab pengelolaan, dan pelaksanaan zakat, serta beperan dalam membuat regulasi dalam bentuk undang-undang zakat. Undang-undang-undang tentang zakat dibuat oleh Majelis Perundang-undangan Negeri. Setiap Negeri bebas untuk membuat perundang-undangan zakat namun harus tetap berada dalam wilayah undang-undang syariat Islam Negeri. Kebebasan pada kompetensi pembuatan Undang-undang zakat ini, berakibat pada beragamnya beberapa aspek pengelolaan zakat dan cara penegakan hukumnya. Selangor dan Wilayah Persekutuan telah menetapkan hukuman bagi

(51)

kesalahan tidak membayar zakat dalam Akta atau Undang-undang kesalahan Pidana Syariah. (Nurhasanah, 2012)

Badan yang bertanggung jawab menghimpun dan mendistribusikan zakat di Wilayah Persekutuan adalah Majelis Agama Islam Wilayah Persekutuan (MAIWP) yang dikukuhkan melalui seksyen 4 (1) Akta Pentadbiran Undang-Undang Islam (Wilayah Persekutuan) 1993 – Akta 505 yang menyebut bahwa: “Maka hendaklah ada suatu badan yang dikenali sebagai Majelis Agama Islam Wilayah Persekutuan (MAIWP) untuk memberi masukan Yang di-Pertuan Agong dalam perkara-perkara yang berhubungan dengan agama Islam”. Kegiatan penghimpunan zakat kemudian dikelola oleh sebuah lembaga yang berada dalam tubuh MAIWP yaitu Harta Suci Sdn. Bhd. yang bernama Pusat Pungutan Zakat (PPZ), sesuai dengan seksyen 8A (1) yang menyatakan bahwa: “Majelis boleh, dengan kelulusan Yang di-Pertuan Agong, menubuhkan syarikat di bawah Akta Syarikat 1965 [Akta 125] untuk menjalankan mana-mana aktiviti yang telah dirancang atau diusahakan oleh Majlis dalam melaksanakan kewajiban atau kuasanya di bawah seksyen 7”. PPZ merupakan perusahaan swasta dibawah naungan penuh Majlis Agama Islam Wilayah Persekutuan (MAIWP) yang bertanggungjawab menghimpun zakat serta menyampaikan dakwah zakat kepada masyarakat Islam di Wilayah Persekutuan, Malaysia. Namun, urusan pendistribusian zakat dikelolakan sepenuhnya oleh Baitulmal yang sama-sama berada di

(52)

37 bawah Majelis Agama Islam Wilayah Persekutuan (MAIWP). (Faqih, 2015)

Gambar 3

Struktur kelembagaan zakat Malaysia

Sumber: Data diolah Penulis

Pengurusan zakat di Malaysia dikelola secara federal(non nasional). Berdasarkan struktur kelembagaan di atas, pengurusan zakat ada di bawah bidang kuasa dan tanggung jawab tiap negeri-negeri. Setiap negeri mempunyai Majelis Agama Islam Negeri (MAIN). Pelaksanaan pengurusan dan tata cara kerja MAIN di setiap negeri

Yang di-Pertuan Agong

Baitulmaal Pusat Pungutan

Zakat atau sejenisnya

Perdana Menteri

Majelis Agama Islam Negeri

(53)

dilaksanakan berdasarkan peraturan dari Majelis Agama Islam masing-masing negeri. Regulasi yang berlaku di Malaysia menetapkan bahwa zakat dapat mengurangi kewajiban pajak. Hal itu berlaku jika Muzaki membayarkan zakatnya ke lembaga zakat yang diakui oleh kerajaan seperti Pusat Pungutan Zakat (PPZ) di Wilayah Persekutuan dan Selangor dan yang lain. Jadi, jika seorang Muzaki membayar zakat ke PPZ, maka zakat yang telah diba yarkan bisa mengurangi beban pajak yang ditanggung (zakat sebagai kedit pajak). (Ridwan, 2014)

B. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Pelaksanaan pengelolaan zakat di Indonesia

Menurut penelitian yang dilakukan oleh BAZNAS, potensi zakat nasional pada tahun 2015 sudah mencapai Rp286 triliun. Angka ini dihasilkan dengan menggunakan metode ekstrapolasi yang mempertimbangkan pertumbuhan PDB pada tahun-tahun sebelumnya (BAZNAS, 2016). Namun, potensi zakat di Indonesia yang digambarkan oleh studi tersebut, belum didukung oleh penghimpunan dana zakat di lapangan. Data terkini menunjukkan bahwa terdapat kesenjangan yang cukup tinggi antara potensi zakat dengan penghimpunan dana zakatnya. Hal ini dapat dilihat dari data aktual penghimpunan zakat pada tahun 2016 yang hanya sebesar Rp3.738.216.792.496 atau sekitar 1,3% dari potensinya.

(54)

39 Penghimpunan dana Zakat Infaq Sedekah (ZIS) nasional pada tahun 2015 dan 2015 dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut:

Tabel 2

Penghimpunan dana ZIS nasional (dalam rupiah)

No Jenis Dana 2015 % 2016 % 1 Zakat 2.312.195.596.498 63,29 3.738.216.792.496 74,51 2 Infaq/Sedekah 1.176.558.166.696 32,21 1.001.498.305.006 19,96 3 Dana Sosial Keagamaan Lainnya (DSKL) 163.986.086.154 4,49 277.3336.514.452 5,53 4 Dana Lainnya 533.400.945 0,01 241.514.997 0,00 Jumlah 3.653.273.250.292 100 5.017.293.126.950 100 Sumber:Statistik Zakat Nasional 2016

Penghimpunan dana ZIS nasional merupakan total dana yang dihimpun oleh berbagai organisasi pengelola zakat (OPZ) se-Indonesia selama setahun. OPZ se-Indonesia ini meliputi BAZNAS, BAZNAS Provinsi, BAZNAS Kabup aten/Kota, LAZ Nasional, LAZ Provinsi, dan LAZ Kabupaten/Kota resmi yang melaporkan penghimpunannya kepada BAZNAS sesuai dengan amanah UU 23/2011. Jenis dana yang dihimpun oleh para OPZ ini mencakup (1) dana zakat termasuk di dalamnya zakat fitrah dan zakat maal, (2) dana infak/sedekah, baik infak terikat (muqayyadah) maupun tidak terikat (ghair muqayyadah), (3) dana sosial keagamaan lainnya (DSKL) yang meliputi harta nazar,

(55)

harta amanah atau titipan, harta pusaka yang tidak memiliki ahli waris, kurban, kafarat, fidyah, hibah, dan harta sitaan serta biaya administrasi peradilan di pengadilan agama, serta (4) dana lainnya, yang dalam hal ini merupakan penerimaan bagi hasil bank yang menjadi saluran penghimpunan dana-dana yang dipaparkan sebelumnya.

Total penghimpunan nasional pada tahun 2016 mencapai lebih dari 5 Triliun rupiah. Jumlah ini meningkat lebih dari 1,36 Triliun dari total penghimpunan pada tahun sebelumnya. Proporsi dana zakat masih mendominasi total penghimpunan, bahkan lebih besar daripada tahun sebelumnya, yakni sebesar 74,51 persen atau lebih dari 3,7 Triliun rupiah. Proporsi tersebut meningkat 11,22 persen dari tahun sebelumnya, dengan jumlah dana yang juga meningkat hampir 1,5 Triliun rupiah. Namun demikian, jika dilihat dari potensi zakat nasional, total realisasi penghimpunan zakat nasional pada tahun 2016 ini baru mencapai sekitar 1.3% persen dari yakni potensinya yang sebesar Rp286 Triliun rupiah. Dengan demikian, penghimpunan zakat nasional ini masih sangat dapat dikembangkan.

Selain berperan sebagai penghimpun zakat, OPZ di Indonesia juga berperan sebagai penyalur zakat. Penyaluran zakat yang dilaksanakan oleh OPZ seluruh Indonesia berdasarkan Ashnaf dapat dilihat pada tabel berikut:

(56)

41 Tabel 3

Penyaluran dana ZIS nasional berdasarkan Ashnaf (dalam rupiah)

No Ashnaf Penyaluran 2015 % Penyaluran 2016 %

1 Fakir miskin 1.524.057.868.548 67,69 2.143.434.539.579 73,13 2 Amil 202.097.814.408 8,98 209.233.041.289 7,14 3 Muallaf 19.098.188.696 0,85 17.403.367.642 0,59 4 Riqab 10.627.238.844 0,47 4.278.727.729 0,15 5 Grarimin 13.213.514.847 0,59 16.435.575.105 0,56 6 Sabilillah 459.055.933.695 20,39 518.991.599.898 17,71 7 Ibnu Sabil 23.484.186.508 1,04 21.379.958.163 0,73 Jumlah 2.251.634.745.545 100 2.931.156.809.405 100 Sumber:Statistik Zakat Nasional 2016

Penyaluran nasional berdasarkan ashnaf merupakan total dana yang disalurkan oleh berbagai Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) resmi se-Indonesia. Sesuai dengan Surah At Taubah: 60, penerima zakat dibagi ke dalam 8 (delapan) golongan. Golongan (ashnaf) tersebut adalah fakir, miskin, amil, muallaf, riqob, gharimin, sabilillah, dan ibnu sabil. Secara umum, aktivitas penyaluran yang dilakukan para OPZ dapat dikelompokkan ke dalam lima bidang, yaitu ekonomi, pendidikan, dakwah, kesehatan, dan sosial kemanusiaan.

Salah satu indikator yang menunjukan organisasi pengelola zakat berjalan secara efektif adalah dengan meninjau tingkat daya serap (Allocation to Collection Ratio) berdasarkan total dana penghimpunan

(57)

yang berhasil disalurkan secara efektif. Konsep Allocation to Collection Ratio (ACR) tertulis dalam dokumen Zakat Core Principle (ZCP) yang merupakan bagian dari sisi rasio keuangan zakat yang dikelola oleh Organisasi Pengelola Zakat (OPZ). ACR adalah rasio perbandingan antara proporsi dana zakat yang disalurkan dengan dana zakat yang dihimpun.

Pada tahun 2016 ini, secara kumulatif total penghimpunan dana mencapai Rp5.017.293.126.950 dan jumlah penyaluran sebesar Rp2.931.156.809.405. Sehingga diperoleh tingkat daya serap sebesar 58.42 persen, capaian ini menunjukkan bahwa OPZ pada tahun ini dinilai “cukup efektif” dalam penyerapan dana yang digunakan. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, tingkat daya serap ini mengalami penurunan yaitu dari 61,6 persen pada tahun 2015. Walaupun tingkat daya serap mengalami penurunan, namun jumlah penyaluran mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan jumlah penghimpunan lebih meningkat signifikan dibandingkan dengan jumlah penyaluran. Sisa dana yang yang belum disalurkan OPZ pada tahun ini akan disalurkan pada tahun berikutnya.

(58)

43 OPZ resmi yang telah mendapatkan rekomendasi dari BAZNAS:

Tabel 4

Jumlah Organisasi Pengelola Zakat di Indonesia

Organisasi Pengelola Zakat Jumlah

BAZNAS Provinsi 34

LAZ Skala Nasional 19

LAZ Skala Provinsi 9

LAZ Skala Kabupaten/Kota 25

Sumber: Statistik Zakat Nasional 2016

BAZNAS memiliki 8 program dalam pemanfaatan dana ZIS dalam upaya mensejahterakan mustahik, yaitu: BAZNAS Tanggap Bencana, Lembaga Beasiswa BAZNAS, Layanan Aktif BAZNAS, Rumah Sehat BAZNAS, Zakat Community Development, Microfinance BAZNAS, dan Pusat Kajian Strategis BAZNAS. BAZNAS memiliki 13 layanan untuk memudahkan muzakki dalam pembayaran zakat, yaitu zakat via payroll system, zakat via Bizzakat, zakat via E-Card, zakat via online payment, zakat via Perbankan Syariah, zakat via konter, konsultasi online, Konfirmasi pembayaran, Registrasi online, jemput zakat, Muzakki Corner App, UPZ BAZNAS, dan layanan kerjasama dengan mitra professional.

2. Pelaksanaan pengelolaan zakat di Malaysia

Pelaksanaan penghimpunan zakat di Malaysia dilakukan oleh masing-masing wilayah yang dinaungi langsung oleh Majelis Agama Islam Negeri (MAIN). Masing-masing negeri hanya menghimpun dana

(59)

zakat harta dan zakat fitrah. Berikut jumlah penghimpunan zakat tahun 2016 yang dikutip dari JAWHAR (2017):

Tabel 5

Penghimpunan zakat Malaysia

Negeri 2015 2016 +/-% Johor RM 239.931.006,61 RM 250.436.479,19 4.38 Kedah RM 133.954.548,76 RM 140.448.128,00 4.85 Kelantan RM 161.908.949,42 RM 162.678.760,00 0.48 Melaka RM 65.968.448,90 RM 70.537.675,73 6.93 Negeri Sembilan RM 95.247.317,97 RM 104.760.388,36 9.99 Pahang RM 118,082,517.70 RM 122.248.982,33 3.53 Pulau Pinang RM 92.844.818,96 RM 96.781.464,11 4.24

Perak RM 132.584.966,22 N/A N/A

Perlis N/A N/A N/A

Selangor RM 627.225.101,00 RM 673.736.282,00 7.42 Terengganu RM 126.639.148,45 RM 133.360.064,38 5.31 Sabah RM 61.795.695,17 RM 63.704.056,64 3.09 Sarawak RM 68.573.996,00 RM 72.082.740,00 5.12 Wilayah Persekutuan RM 565.830.672,18 RM 589.296.523,84 4.15 Jumlah RM 2.490.587.187,34 RM 2.480.071.544,58 -0.42

Sumber:Statistik Kutipan Zakat Harta dan Fitrah

Penghimpunan zakat di Malaysia dari 14 negeri pada tahun 2016 adalah sebesar RM2.480.071.544,58 atau sebesar Rp7.430.554.755.073,86. Secara umum, penghimpunan zakat di Malaysia pada tahun 2016 mengalami kenaikan. Kenaikan penghimpunan zakat terbesar terjadi di wilayah Negeri Sembilan yakni 9.99% dari tahun 2015 sebesar RM95.247.317,97 atau sekitar

(60)

45 Rp305.710.554.122 (RM1=Rp3.209,65) menjadi RM104.760.388,36 atau sekitar Rp313.873.123.367 (RM1=Rp.2.996,110) pada tahun 2016. Penghimpunan zakat Malaysia pada tahun 2016 secara keseluruhan mengalami penurunan yang disebabkan oleh data pengumpulan zakat di wilayah Perak dan Perlis tidak tersedia. Hal ini menunjukkan adanya aturan yang masih lemah mengenai laporan zakat yang seharusnya dibuat oleh Majelis Agama Islam Negeri masing-masing wilayah setiap tahunnya. Penghimpunan zakat yang terbesar pada tahun 2016 berada di wilayah Selangor dan Wilayah Persekutuan. Di wilayah Selangor zakat yang dikumpulkan sebesar 27,17% dan Wilayah Persekutuan sebesar 23,76% dari total penghimpunan zakat Malaysia. Hal ini disebabkan oleh letak geografis dan kepadatan penduduk Muslim yang ada di kedua wilayah tersebut.

Pelaksanaan penyaluran zakat di Malaysia dilakukan oleh Baitulmal masing-masing wilayah yang dinaungi langsung oleh Majelis Agama Islam Negeri. Berikut jumlah pengumpulan zakat tahun 2015 dan 2016 yang dikutip dari JAWHAR (2017):

(61)

Tabel 6

Penyaluran zakat Malaysia

Negeri 2015 2016 -/+%

Johor RM 228,362,097.68 RM 282,825,876.69 23.85 Kedah RM 144,955,284.85 RM 162,732,368.00 12.26 Kelantan RM 196,744,773.04 RM 173,148,849.00 -11.99 Melaka N/A RM 75,367,964.80 N/A Negeri

Sembilan RM 96,935,984.93 RM 102,867,136.92 6.12 Pahang RM 113,421,941.00 RM 134,066,490.00 18.20 Pulau

Pinang RM 101,329,498.13 RM 100,962,507.09 -0.36

Perak RM 164,264,513.67 N/A N/A

Perlis RM 123,570,316.00 N/A N/A

Selangor RM 676,251,478.00 RM 697,494,013.00 3.14 Terengganu RM 122,041,037.35 RM 165,894,689.77 35.93 Sabah RM 72,904,222.68 RM 64,957,773.60 -10.90 Sarawak RM 44,984,662.00 RM 48,363,149.00 7.51 Wilayah Persekutuan RM 608,724,857.00 RM 444,719,832.00 -26.94 JUMLAH RM 2,694,490,666.33 RM 2,453,400,649.87 -8.95

Sumber:Statistik Kutipan Zakat Harta dan Fitrah

Secara umum, Malaysia mengalami penurunan pada tahun 2016 yang disebabkan oleh 2 data wilayah penyaluran yang tidak tersedia, yaitu Perak dan Perlis. Penyebab lainnya adalah beberapa wilayah mengalami penurunan dalam penyaluran zakat, salah satunya adalah Wilayah Persekutuan yang mengalami penurunan cukup besar yaitu 26,94%.

Pada tahun 2016 ini, secara kumulatif total penghimpunan dana sebesar RM2.480.071.544,58 (Rp7.430.554.755.073,86) sedangkan penyaluran dana zakat sebesar RM2.453.400.649,87 (Rp7.350.658.221.082,01). Pada 2016 diperoleh tingkat daya serap hampir sebesar 98,93% persen. Pencapaian ini menunjukkan bahwa lembaga zakat

(62)

47 Malaysia pada tahun 2016 dinilai “sangat efektif” dalam penyerapan dana zakat.

3. Analisa Pengelolaan zakat di Indonesia dengan Malaysia

Indonesia merupakan sebuah Negara dengan jumlah penduduk 260,580,739 jiwa. Dari keseluruhan populasi tersebut, 87.2% penduduk (227.226.404 jiwa) beragama Islam. Berbeda dengan Indonesia, Malaysia memiliki jumlah penduduk yang lebih sedikit, yaitu hanya sebesar 31,381,992 jiwa. Dari jumlah tersebut, 61.3% (19.237.161) diantaranya adalah Muslim. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah penduduk Muslim Malaysia hanya 8,5% dari penduduk Muslim Indonesia. (CIA, 2018)

Berdasarkan fakta yang telah dipaparkan di atas, seharusnya penghimpunan zakat di Indonesia jauh lebih besar daripada Malaysia. Namun kenyataannya, pada tahun 2016 Malaysia masih lebih banyak menghimpun zakat daripada Indonesia, yaitu hampir sebesar Rp7,5 triliun. Sementara itu, Indonesia hanya mampu menghimpun zakat sebesar Rp3,7 triliun pada tahun 2016. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan mengenai tata cara pengelolaan zakat antara Indonesia dengan Malaysia yang mempengaruhi hasil penghimpunan zakat masing-masing negara. Berikut analisa perbedaan mengenai pengelolaan zakat Indonesia dan Malaysia :

(63)

a. Sistem Kelembagaan zakat

Di Indonesia, zakat dikelola oleh lembaga zakat yang dibentuk pemerintah dan lembaga zakat yang dibentuk oleh masyarakat/swasta. Lembaga zakat yang dibentuk pemerintah adalah BAZNAS yang terdiri dari BAZNAS Pusat, BAZNAS Provinsi, dan BAZNAS Kabupaten/Kota. Lembaga zakat yang dibentuk oleh swasta adalah Lembaga Amil Zakat yang berada di skala nasional, skala provinsi, dan skala kabupaten/kota. Meskipun begitu, Indonesia masih memiliki satu sistem pengelolaan zakat yang sama pada masing-masing lembaga. Semua lembaga zakat di Indonesia tidak hanya berperan sebagai penghimpun dan penyalur zakat, tetapi juga berperan dalam penghimpun dan penyalur dana infaq, sedekah, dan dana social keagamaan lainnya. Semua lembaga zakat resmi di Indonesia berada dalam pengawasan BAZNAS pusat. Setiap tahunnya, BAZNAS membuat laporan mengenai penghimpunan dan penyaluran zakat secara nasional dan dapat diakses melalui website resmi BAZNAS.

Di Malaysia, zakat dikelola oleh masing-masing negeri (14 negeri) di bawah naungan Majelis Agama Islam Negeri. Masing-masing negeri memiliki undang-undang yang berbeda mengenai peraturan pembayaran zakat sehingga Malaysia memiliki 14 sistem yang berbeda dalam pembayaran zakat. Secara umum, setiap negeri memiliki lembaga pengumpul zakat yang berbeda dengan

(64)

49 lembaga penyalur zakat. Lembaga penyalur zakat di setiap negeri di namakan Baitulmal.

b. Tingkat penyerapan dana

Tingkat penyerapan dana adalah salah satu cara untuk melihat indicator pengelolaan zakat yang efektif. Tingkat penyerapan dana adalah perhitungan persentasi penyaluran dari tolal penghimpunan dana pada tahun tertentu.

Tabel 7

Tingkat Penyerapan Dana

Indonesia Malaysia Penghimpunan Rp5.017.293.126.950 Rp7.430.554.755.073 Penyaluran Rp2.931.156.809.405 Rp7.350.658.221.082 Tingkat penyerapan dana 58,42% 98,93%.

Kategori ALC Cukup efektif Sangat efektif Sumber: Data diolah Penulis

Lembaga zakat di Indonesia berperan dalam penghimpun dan penyalur zakat, infaq, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya. Oleh karena itu, dalam perbandingan tingkat penyerapan dana ini Penulis membandingkan keseluruhan dana yang dikelola oleh lembaga zakat Indonesia. Tingkat penyerapan dana zakat infaq sedekah Organisasi Pengelola Zakat di Indonesia tahun 2016 hanya mencapai 58,42%. Hal ini bebanding jauh dengan Malaysia

(65)

yang tingkat penyerapaan dananya hampir 98,93%. Hal ini menunjukkan bahwa baik dari segi pengumpulan dana maupun penyaluran dana, Indonesia masih belum melaksanakannya secara efektif. Malaysia dinilai sangat efektif dalam penyaluran dana zakatnya. Lembaga zakat di Indonesia harus amanah dan besungguh-sungguh dalam melaksanakan tugasnya. Dana ZIS tersebut jika disalurkan secara efektif akan bisa meningkatkan kesejahteraan mustahik dan meningkatkan kepercayaan muzakki. Lembaga zakat wajib menyalurkan zakat sesuai sasaran, tepat waktu dan tidak ditunda-tunda sampai tahun berikutnya. Indonesia membutukan aturan mengenai penyerapan dana yang harus dilaksanakan oleh OPZ agar penyerapan dana dapat berjalan efektif. Penyerapan dana yang belum berjalan efektif bisa menurunkan tingkat kepercayaan muzakki dalam membayar zakatnya kepada lembaga tersebut.

c. Hukuman bagi muzakki yang lalai dalam membayar zakat

Malaysia menetapkan denda bagi Muzakki yang lalai dalam menunaikan zakat melalui lembaga zakat resmi. Undang-undang mengenakan penalti sebesar 1.000 ringgit dan/atau penjara selama enam bulan jika terbukti adanya penyelewengan pembayaran zakat. Berbeda dengan di Indonesia, Negara ini tidak memberikan hukuman bagi Muzakki yang tidak membayar zakat melalui

(66)

51 lembaga resmi. Hal ini menyebabkan pengumpulan zakat oleh OPZ resmi di Indonesia masih belum optimal.

d. Perlakuan zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak dan zakat sebagai kredit pajak

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat Pasal 22 disebutkan bahwa zakat yang dibayarkan oleh muzakki kepada BAZNAS atau LAZ resmi dapat menjadi pengurang penghasilan kena pajak. Selanjutnya, pada Pasal 23 dijelaskan bahwa BAZNAS atau LAZ wajib memberikan Bukti Setoran Zakat (BSZ) kepada setiap muzakki yang dapat digunakan sebagai bukti pembayaran zakat untuk pengurang penghasilan kena pajak.

Terdapat perbedaan antara perlakuan zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak dengan zakat sebagai pengurang langsung pajak penghasilan (kredit pajak). Penerapan perlakuan zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak mengakibatkan pengeluaran pajak dan zakat yang dibayar oleh wajib pajak (muzakki) akan lebih besar dibandingkan dengan perlakuan zakat sebagai pengurang langsung pajak penghasilan (kredit pajak). Perlakuan zakat saat ini yaitu sebagai pengurang Penghasilan Kena Pajak (PKP) tidak menghilangkan kewajiban ganda atas zakat dan

(67)

pajak. (Apriliana, 2010) Jika Indonesia mempunyai aturan zakat yang dibayarkan melalui lembaga zakat resmi diperlakukan sebagai kredit pajak, maka itu bisa menjadi motivasi bagi muzakki di Indonesia untuk membayar zakat di lembaga zakat resmi. Berikut contoh perhitungan zakat sebagai pengurang Penghasilan Kena Pajak (PKP) dan zakat sebagai kredit pajak dengan contoh kasus : Ahmad (status tidak menikah) bekerja sebagai pegawai tetap di PT.ALKS pada tahun 2016 dengan gaji Rp10.000.000,00 per bulan dan tidak memiliki penghasilan lain.

a. Zakat sebagai pengurang Penghasilan Kena Pajak (PKP) Tabel 8

Ilustrasi Perhitungan Zakat sebagai Pengurang PKP

Penghasilan Bruto Setahun (-)Biaya Jabatan (5%*Ph.Bruto) (=)Penghasilan Neto Setahun (-)PTKP (TK/0)

(=)Penghasilan Kena Pajak Setahun (-)Zakat (2,5%*Penghasilan Bruto) (=) PKP setelah zakat

PPh Pasal 21 tahun 2016

(5%*Rp50.000.000) (15%*Rp25.000.000)

Total pajak yang harus dibayar

Rp120.000.000 Rp 6.000.000 Rp114.000.000 Rp 36.000.000 Rp 78.000.000 Rp 3.000.000 Rp 75.000.000 Rp 2.500.000 Rp 3.750.000 Rp 6.250.000

(68)

53 Persentase pengeluaran untuk pajak dan zakat

Pajak (5.2%) Zakat (2.5%) Pajak dan zakat (7.7%) Penghasilan (100%) 6.250.000 3.000.000 9.250.000 120.000.000

b. Zakat sebagai kredit pajak

Tabel 9

Ilustrasi Perhitungan Zakat sebagai Kredit Pajak

Penghasilan Bruto Setahun (-)Biaya Jabatan (5%*Ph.Bruto) (=)Penghasilan Neto Setahun (-)PTKP (TK/0)

(=)Penghasilan Kena Pajak Setahun

PPh Pasal 21 tahun 2016

(5%*Rp50.000.000) (15%*Rp28.000.000) TOTAL

(-)Zakat (2.5%*Penghasilan Bruto) (=)Pajak setelah zakat

Rp120.000.000 Rp 6.000.000 Rp114.000.000 Rp 36.000.000 Rp 78.000.000 Rp 2.500.000 Rp 4.200.000 Rp 6.700.000 Rp 3.000.000 Rp 3.700.000

Sumber: Data diolah Penulis

Gambar

Ilustrasi Perhitungan Zakat sebagai Pengurang PKP  Penghasilan Bruto Setahun
Ilustrasi Perhitungan Zakat sebagai Kredit Pajak  Penghasilan Bruto Setahun

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Pada bagian pertimbangan hukumnya, Mahkamah Agung dalam kasus ini telah tepat dalam menentukan kepemilikan barang bukti dalam perkara pencurian dengan kekerasan tersebut,

Dalam cakupan hadis ini terdapat sebuah ketentuan bahwa cukai illegal atau pungutan liar termasuk jenis dosa dan kemaksiatan yang paling jelek, sebab dalam mekanismenya

Untuk membatasi penonjolan kepentingan individu tersebut, hukum memberi jaminan tetap terpeliharanya kepentingan masyarakat.Jaminan ini tercermin dalam sistem Hak

Melalui tabel tersebut juga dapat diketahui bahwa variabel Keputusan Pembelian memiliki nilai koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 0,817 hal tersebut menunjukkan

dari orang yang akan mengeluarkan zakat, mencatat atau membukukan, kemudian membagikannya kepada orang yang berhak menerima harta zakat, yaitu 1) orang fakir; 2) orang

3) Amil, yaitu orang-orang yang mendapat tugas dari penguasa negara untuk mengumpulkan zakat dari para muzakki, dan membaginya kepada orang-orang yang berhak dan menjaganya,

pendistribusian zakat adalah penyaluran zakat kepada orang yang berhak.. menerima (mustahiq zakat) baik secara konsumtif

Maka dari itu ada per- syaratan bagi orang yang mengeluarkan zakat (muzakki) adalah orang atau badan yang dimiliki oleh orang Muslim yang berkewajiban menunaikan zakat apabila