• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jakarta, Oktober EC-Indonesia FLEGT Support Project. Ir. Ratman Tasmin, DR. Agus Justianto,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jakarta, Oktober EC-Indonesia FLEGT Support Project. Ir. Ratman Tasmin, DR. Agus Justianto,"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN LOKAKARYA

PERSIAPAN PELAKSANAAN

PERATURAN DEPARTEMEN KEHUTANAN MENGENAI

STANDAR DAN PEDOMAN PENILAIAN KINERJA PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI LESTARI DAN

VERIFIKASI LEGALITAS KAYU

(PENYUSUNAN PEDOMAN PELAKSANAAN DAN RENCANA TINDAK DALAM RANGKA IMPLEMENTASI PERATURAN

MENTERI KEHUTANAN NO. P.38/MENHUT-II/2009 DAN PERATURAN DIRJEN BINA PRODUKSI KEHUTANAN NO. P.6/VI-SET/2009)

(2)

Kata Pengantar

Pada tanggal 12 Juni dan 15 Juni 2009, Departemen Kehutanan menerbitkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.38/Menhut-II/2009 tentang Standar dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu pada Pemegang Izin atau pada Hutan Hak, dan Peraturan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Nomor P.6/VI-Set/2009 tentang Standar dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu. Selanjutnya, melalui Keputusan No. SK.221/VI-BPPHH/2009 tanggal 29 September 2009, Direktur Jenderal Bina Produksi telah membentuk 3 (tiga) Kelompok Kerja dalam rangka persiapan implementasi peraturan-peraturan dimaksud, yakni Kelompok Kerja Peningkatan Kapasitas, Kelompok Kerja Sosialisasi, dan Kelompok Kerja Pemantauan & Evaluasi.

Menindak-lanjuti Keputusan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan No. SK.221/VI-BPPHH/2009 sebagaimana tersebut di atas, kemudian Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan melalui Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan mengadakan lokakarya untuk memperoleh pemahaman bersama diantara para anggota Kelompok Kerja, dan kemudian melakukan penyusunan Rencana Tindak dalam rangka mempersiapkan pelaksanaan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.38/Menhut-II/2009 dan Peraturan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan No. P.6/VI-Set/2009. Lokakarya telah dilaksanakan pada hari Kamis s/d Sabtu, 15-17 Oktober 2009 bertempat di Hotel Atlet Century Park Jakarta - Jl. Pintu Pintu Satu Senayan, Jakarta.

Sesuai mandat yang diberikan kepada Forestry Governance and Multistakeholder Forestry Program (MFP II), bersama-sama dengan EC-Indonesia Forest Law Enforcement, Governance and Trade Support Project (FLEGT-SP), mereka telah memfasilitasi pertemuan dengan para anggota kelompok kerja dimaksud.

(3)

3 Dengan terselenggaranya 3 (tiga) hari lokakarya persiapan tersebut, maka dalam waktu kurang dari satu bulan diharapkan kegiatan sosialisasi peraturan dapat segera dilaksanakan, baik kepada para pemangku kepentingan dari kalangan industri (asosiasi perusahaan perkayuan), masyarakat madani (LSM, universitas) serta pemerintah (Dinas Kehutanan, Perindustrian & Perdagangan serta Kanwil Bea & Cukai) termasuk Unit Pelaksana Teknis (UPT) Departemen Kehutanan. Demikian juga dengan kegiatan peningkatan kapasitas masing-masing kelompok sesuai dengan kebutuhan, kegiatan penyusunan pedoman pelaksanaan, serta kegiatan pemantauan dan evaluasi dapat segera dilaksanakan.

Laporan ini berisi tahapan proses dan hasil yang dicapai dari penyelenggaraan lokakarya yaitu antara lain ringkasan sambutan direktur jenderal Bina produksi Kehutanan, ringkasan materi pembicara, dan hasil dari masing-masing kelompok kerja. Para pembicara dalam lokakarya ini terdiri dari nara sumber yang berkompeten dalam rangka persiapan implementasi P.38 maupun P.6 dimaksud, yakni Pejabat dari Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan, Pusdiklat Departemen Kehutanan, Komite Akreditasi Nasional, dan wakil dari BRIK .

Melalui laporan ini diharapkan para pemangku kepentingan kehutanan di Indonesia, terutama Departemen Kehutanan dan pihak-pihak lain, dapat mengetahui dan membantu implementasi peraturan yang telah diberlakukan sejak 1 September 2009. Semoga laporan ini bermanfaat.

Jakarta, Oktober 2009 EC-Indonesia FLEGT Support Project MFP II

Ir. Ratman Tasmin, DR. Agus

Justianto,

(4)

4 Daftar Isi Halaman Kata Pengantar . . . . . . . . . 1 Daftar Isi . . . . . . . . . 3

Permasalahan dan Saran Langkah Lanjut . . . . . . . 18

Penutup . . . . . . 20

Lampiran:

(5)

5 PENDAHULUAN

Lokakarya dilaksanakan dengan tujuan antara lain sebagai berikut: 1. Membina dialog dan menyamakan pemahaman di antara para

pemangku kepentingan kehutanan di Indonesia, terutama para anggota Kelompok Kerja, terkait dengan inisiatif dalam rangka mendorong perbaikan tata kelola kehutanan yang baik melalui implementasi Peraturan Departemen mengenai Standard dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu.

2. Mempersiapkan rencana tindak dalam rangka persiapan implementasi Peraturan Departemen Kehutanan tentang Standard dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu.

Hasil yang diharapkan :

1. Tercapainya kesepahaman para pemangku kepentingan kehutanan anggota Kelompok Kerja mengenai Peraturan Departemen mengenai Standard dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu.

2. Tersusunnya rencana tindak dalam rangka persiapan implementasi Peraturan Departemen Kehutanan tentang Standard dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu.

Waktu & Tempat:

Waktu : Hari Kamis-Sabtu, 15-17 Oktober 2009 Tempat : Hotel Atlet Century Park, Senayan Jakarta

Peserta:

Peserta yang hadir sekitar 30 orang, yang merupakan anggota dari kelompok Kerja Penyusunan Pedoman, Kelompok kerja Sosialisasi,

(6)

6 Kelompok Kerja Peningkatan Kapasitas serta kelompok kerja Pemantauan dan Evaluasi.

Pembicara: Dr. Ing. Hadi Daryanto, DEA (Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan), Ir. Djoko Supomo, (Direktorat BPHA), Dr. Agus Setyarso (MFP II), Ir. Zul Amri (Komite Akreditasi Nasional) dan Ir. Zulkilfli M.Sc (BRIK). Selaku fasilitator telah ditunjuk Ir. Nurcahyo Adi M.Sc. dari MFP II.

LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN LOKAKARYA

Laporan Pelaksanaan Hari I (tanggal 15 Oktober 2009)

Acara lokakarya dibuka oleh Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan dan dilanjutkan dengan diskusi.

Setelah istirahat makan siang, lokakarya dilanjutkan dengan pemaparan materi sesuai dengan yang telah dijadwalkan.

Ringkasan Sambutan Pembukaan dan Pemaparan-pemaparan:

1. Dr. Hadi Daryanto, Direktur Jenderal Bina Prooduksi Kehutanan, Departemen Kehutanan, membuka acara lokakarya dan memberikan pengarahan bahwa pasar (market) menghendaki supply kayu legal dan transparasi dalam proses-proses sertifikasinya, seperti ditunjukkan dengan di Uni Eropa dengan Due Dilligence dan VPA, di USA dengan Amandemen Lacey Act, dan di Jepang dengan GOHO Wood. Dengan demikian, credibility, representativeness, dan transparancy dalam sertifikasi hutan menjadi isu penting. Penyusunan Standard verifikasi Legalitas kayu telah dimulai sejak tahun 2003 dengan proses multistakeholder dan dengan memperhatikan 3 prinsip yang harus diterapkan yaitu akuntabilitas/transparansi (melalui good governance), kredibilitas (menggunakan pihak ke 3, independent), dan representativeness (keterwakilan seluruh kelompok) agar kredibilitasnya bisa diakui.

(7)

7 Pemerintah yang telah membangun standard2 tersebut. Hal ini harus terus diperjuangkan agar dapat diimplementasikan. Untuk itu perlu dibuat pedoman2 untuk sosialisasi, peningkatan kapasitas dan monitoringnya.

Pasar hanya akan memakai sesuatu yang dipercaya. Jangan sampai standard SVLK ini juga jadi tidak dipercaya dan tidak digunakan. Kita harus bisa meyakinkan mitra kita di dalam negeri dan pasar di luar karena Standard legalitas yang dipakai selama ini masih yang produk luar (yang sudah dikenal di pasar). Biasanya akan ada resistensi terhadap hal-hal yang baru.

Oleh karena itu kita harus melakukan innovativ SFM. Selama ini kegiatan yang bersifat Proyek tidak merubah kelembagaan. Kita harus menciptakan kreativitas, mendorong investasi dan meningkatkan kapasitas. Lembaga yang sudah ada sekarang kita ikut sertakan (contoh KAN). Rearrangement institutional harus didorong. Ada yang harus membantu pekerjaan kita dan kita membayar jasa mereka. BRIK juga akhirnya merubah kelembagaannya karena sekarang perannya sebagai verifikator. Mereka sekarang mencari auditor, dan ini akan menciptakan lapangan kerja baru.

Sama seperti SVLK, pemanfaatan carbon hutan dan climate change, jangan dibuat system keproyekan. Kalau sistemnya keproyekan, tidak membuat kelembagaan baru, hanya dependency dan tidak menarik investor.

Demikian juga pada peningkatan kapasitas, bagaimana caranya jangan hanya tergantung dari dana proyek.

Kegiatan Pemantauan/Monitoring diperlukan sebagai feed back. Jadi perlu segera dibuat pedoman memantaunya. Jangan sampai standard kita kehilangan kredibilitasnya. Ini merupakan bagian dari governance, dan akuntabilitas.

(8)

8 Untuk Komunikasi, khususnya dalam hal penyampaian keberatan, sudah ada ISO standard. Yang belum ada adalah penyampaian complain dari masyarakat kepada lembaga penilai. Protokol (pedoman) komunikasi ini juga harus dibuat. Protokol harus memiliki kepastian. Kunci pedoman : memberikan solusi (good governance, transparansif, dan representative). Jangan sampai pedoman yang dibuat malah menyebabkan “un-intended consequences” (side effect) dan apa yang sudah disepakati dalam pertemuan kelompok ini (sudah terwakili oleh berbagai keahlian dan berbagai stakeholders) harus tetap ditaati.

2. Presentasi Bpk. Djoko Supomo.

Bpk. Ir. Djoko Supomo dari Direktorat Bina Pengembangan Hutan Alam, yang pekerjaannya adalah melakukan penilaian kinerja PHPL terhadap pemegang IUPHHK-HA menjelaskan dasar pelaksanaan sertifikasi PHPL yang telah dilakukan selama ini. Sudah ada Dokumen2 pendukung sebagai dasar hukumnya. Pedoman-pedoman sejenis harus disiapkan pula untuk implementasi Permenhut nomor P. 38 dan Peraturan Dirjen BPK no. P.6.

3. Presentasi Bpk. Agus Setyarso:

Tentang sejarah diterbitkannya Sertivikasi Legalitas Kayu. Yaitu sejak tahun

2001, dengan adanya Bali Declaration yang membahas Forest Law Enforcement and Governance. Masalah pentingnya Law Enforcement and Governance ialah untuk memerangi illegal loging dan illegal trading.

Dalam presentasi pak Agus dijelaskan pula bahwa sudah di susun beberapa pedoman untuk pelaksanaan verifikasi legalitas kayu. Pedoman-pedoman ini dapat diacu untuk penyusunan pedoman yang diperlukan dalam pelaksanaan P.38 dan P. 6.

4. Presentasi Bpk. Ir. Jansen:

Bapak Ir. Jansen Tangketasik selaku salah satu kepala Subdit di Direktorat Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan

(9)

9 menjelaskan verifikasi legalitas kayu di industry primer dan industry sekunder.

5. Presentasi BRIK:

Menjelaskan proses endorsement yang diharuskan bagi produk-produk yang akan dieksport. Dengan diberlakukannya Peraturan Menhut No. P. 38 dan Peraturan Dirjen BPK No. P.6, maka BRIK saat ini juga berlaku sebagai Lembaga Penilai dan Verifikasi Legalitas Kayu. BRIK telah mendapat akreditasi dari KAN untuk masa transisi perubahan dan tetap harus melakukan gap analysis serta memperbaiki “Correction Action Request” sebelum mengajukan diri untuk diakreditasi.

6. Presentasi KAN

Ir. Zul Amri, Kepala Bidang Akreditasi Lingkungan, Komite Akreditasi Nasional (KAN) menyampaikan pemaparan mengenai Sistem Akreditasi dan Sertifikasi Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Legalitas Kayu, dikaitkan dengan peranan KAN, Sifat Organisasi, Pedoman Kerja, Keberterimaan KAN.

Pemaparan dilanjutkan dengan topik Prinsip Akreditasi Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) dan Verifikasi Legalitas Kayu (LK), Persyaratan Lembaga Sertifikasi PHPL dan Lembaga Verifikasi LK, Masa Berlakunya Akreditasi dan Sertifikasi, serta kegiatan yang dilaksanakan pada masa transisi sebelum berlakunya sistem akreditasi KAN secara penuh.

Persyaratan yang harus dipenuhi oleh lembaga sertifikasi pengelolaan hutan lestari termasuk menerapkan ISO 17021, selain tentunya mengikuti standar dan pedoman yang ditetapkan dalam Permenhut 38/2009, serta menerapkan syarat dan aturan KAN. Sedangkan persyaratan bagi lembaga verifikasi legalitas kayu, selain mengikuti standar dan pedoman SK Dirjen Bina Produksi Kehutanan P.6/2009, juga harus menerapkan ISO Guide 65, dan syarat dan aturan KAN.

(10)

10 Tiap kelompok dengan dikoordinir oleh Ketua Kelompoknya masing-masing menyusun rencana kerja untuk hari II. Penyusunan pedoman akan dimulai pada hari ke II besoknya.

Pelaksanaan Lokakarya hari II (tgl. 16 Oktober 2009).

Hari kedua lokakarya diisi dengan kerja kelompok dipimpin oleh ketua kelompok masing-masing. Materi yang dibahas ditiap kelompok : 1. Kelompok Kerja Sosialisasi:

Menyusun rencana kerja kegiatan sosialisasi, rencana kerja tim sosialisasi dan membuat pedoman kegiatan sosialisasi. Matriks dan Pedoman kegiatan kelompok kerja sosialisasi adalah sebagaimana terlampir.

2. Kelompok Kerja Pemantauan dan Evaluasi. Rencana Program 1 :

Pembangunan Jaringan CSOS Untuk Monitoring SVLK

Tujuan: Terbangunnya jaringan CSO yang kuat dan mampu melakukan monitorning pelaksanaan SVLK

Rencana program 2 : PEMBANGUNAN KAPASITAS KELOMPOK PEMANTAU SVLK

Tujuan: Tersedianya SDM/Organisasi yang memiliki kompetensi/kapasitas dalam melakukan monitoring SVLK

Rencana Program 3 : PEMBANGUNAN RESOURCE CENTER MONITORING

Tujuan : Terselenggaranya pelayanan informasi dan komunikasi legalitas kayu

Rencana Program 4 : PENYUSUNAN PROTOKOL 1. Protokol monitoring kinerja SVLK

2. Protokol evaluasi sistem

3. Protokol penggunaan hasil monitoring

Tujuan : Terselengaranya system monitoring SVLK yang tertib, kredibel, efektif

(11)

11 3. Kelompok Kerja Penyusunan Pedoman, Standar, Prosedur serta

protokol yang diperlukan dalam pelaksanaan penilaian dan verifikasi, melakukan review terhadap pedoman-pedoman yang telah ada. Target kelompok ini dalam 3 hari lokakarya adalah dapat menyelesaikan 3 buah pedoman pelaksanaan penilaian kinerja PHPL dan verifikasi legalitas kayu.

Identifikasi prioritas Pedoman a. Akreditasi b. Sertifikasi c. VLK : - Hutan dan -Industri d. Endorsement Peraturan yang ada:

• Permenhut No. P.38/Menhut-II/2009 • Perdirjen No. 6/VI-Set/2009

• ISO/IEC 17021 • ISO/IEC Guide 65

Pedoman yang disiapkan KAN

DPUM (Dokumen Pendukung Umum)

DPLS (Dokumen Penunjang Lembaga Sertifikasi) DPLS 13 Æ Lembaga Sertifikasi PHPL

DPLS 14 Æ Lembaga Sertifikasi Legalitas Kayu Pedoman Tambahan yang dibutuhkan di PHPL 1. Kompetensi Auditor

2. Kompetensi Pengambil Keputusan 3. Sistem Pengambilan Keputusan 4. Pelaksanaan Konsultasi

5. Pengaturan Komplain 6. Penggunaan Logo 7. Standar Biaya

(12)

12 Pedoman Tambahan yang dibutuhkan pada VLK di Industri

1. Kompetensi Persyaratan Auditor 2. Kompetensi Pengambil Keputusan 3. Standar Biaya

4. Sistem Pengambilan Keputusan Standar Biaya di PHPL

1. Persiapan

• Pengumpulan data dan informasi

• Koordinasi dalam rangka penyusunan rencana kerja 2. Pelaksanaan

• Pemeriksaan fisik

• Pengumpulan dan pengolahan data 3. Biaya personil • Pengambil Keputusan • Ketua Tim • Auditor • Administrasi 4. Pembahasan

• Rapat pembahasan pengolahan data • Rapat penyusunan laporan

• Rapat pembahasan pengambilan keputusan 5. Transportasi

• Transportasi ke ibukota propinsi • Transportasi lokal

6. Pelaporan

• Penggandaan laporan • Sertifikat

• ATK

Pedoman Tambahan yang dibutuhkan untuk SVLK 1. Kompetensi Persyaratan Auditor

2. Kompetensi Pengambil Keputusan 3. Sistem Pengambilan Keputusan 4. Standar Biaya (Industri)

(13)

13 Standar Biaya di SVLK 1 . Biaya personil • Pengambil Keputusan • Ketua Tim • Auditor • Administrasi 2. Transportasi 3. Akomodasi 4. Pelaporan 5. Pembahasan 6. Uji Petik

Secara rinci masing-masing hasil kerja kelompok dapat dilihat pada lampiran.

(14)

14 Permasalahan dan Saran Langkah Lanjut

berbagai isyu merebak dan membutuhkan penanganan yang segera. Beberapa dari permasalahan dimaksud antara lain adalah, yang pertama justru pada rendahnya tingkat partisipasi Pejabat di lingkup Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan yang nota bene merupakan nara sumber penting penyelenggaraan sosialisasi. Masalah kedua terletak pada ketidak-sinkronan informasi yang disampaikan. Sebagai misal, nara sumber menyampaikan bahwa “meskipun belum ada verifikasi legalitas kayu, perusahaan/industri tetap dibolehkan mengekspor produk kayunya”. Penjelasan ini tentu saja tidak sesuai dengan semangat “mandatory” yang diamanatkan dalam P.38, sehingga komunikasi intensif antara Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan dengan para direktur dan jajaran di bawahnya harus segera diagendakan dalam rangka penyampaian pemahaman yang sama atas P.38/P.6.

Beberapa hal yang perlu disarankan sebagai langkah lanjut dalam rangka persiapan pelaksanaan P.38/P.6, antara lain:

1. Terkait Implementasi P.38/P.6

Departemen Kehutanan agar segera melakukan komunikasi formal dan mengirim surat kepada Departemen Perdagangan mengenai konsekuensi penerapan P.38/P.6 terutama dalam kaitan dengan verifikasi legalitas kayu, endorsment dalam rangka eksport produk perkayuan dan peranan BRIK.

Seperti telah diinisiasi dalam rangka penyiapan Standar dan aspek kelembagaan Penilaian Kinerja dan Verifikasi Legalitas Kayu, Departemen Kehutanan agar melanjutkan proses multi-pihak dalam rangka monitoring & evaluasi pelaksanaan P.38/P.6.

(15)

15 • Departemen Kehutanan bersama para-pihak agar segera

menyelesaikan berbagai protokol yang diperlukan dalam rangka implementasi P.38/P.6.

2. Terkait Keperluan Peningkatan Kapasitas

Pusdiklat Departemen Kehutanan agar segera menyusun berbagai modul pelatihan, dimulai dengan Training of Facilitators (TOF), Training of Trainers (TOT) dan Training Needs Assessment (TNA), dan mengagendakan pelaksanaan pelatihan dalam waktu tidak terlalu lama.

Departemen Kehutanan agar segera melakukan inventarisasi kesediaan lembaga donor (termasuk NGO) untuk mendukung berbagai keperluan peningkatan kapasitas yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan P.38/P.6.

Departemen Kehutanan agar melanjutkan upaya sosialisasi (awareness raising) kepada berbagai pihak.

3. Terkait Peranan Komite Akreditasi Nasional

Komite Akreditasi Nasional (KAN) agar segera menyelenggarakan penyegaran LPI yang sudah diakreditasi Departemen Kehutanan dengan memberikan materi P.38/P.6 dengan dilengkapi ISO 17021 dan ISO Guide 65agar dapat memperoleh Akreditasi (Sementara) KAN mulai tanggal 1 September 2009.

KAN agar segera menetapkan Council Kehutanan yang melibatkan para pihak terkait.

KAN agar menyusun manual akreditasi secara transparan. 4. Terkait Keberterimaan Pasar atas SVLK

Para pihak dengan dipimpim Departemen Kehutanan (dan Departemen Perdagangan) agar menyusun strategi promosi untuk meyakinkan keberterimaan pasar atas sistem SVLK.

(16)

16 Penutup

DR. ING. Ir. Hadi Daryanto, DEA, Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan, dalam berbagai kesempatan sosialisasi menyampaikan bahwa: (1) Terbitnya P.38 dan P.6 barulah merupakan permulaan proses dan bukan merupakan akhir dari proses, dan (2) Ketidak-sempurnaan dan ketidak-pastian berlaku atas semua produk yang dihasilkan oleh manusia. Karena itu, adalah menjadi kewajiban seluruh pemangku kepentingan kehutanan untuk melaksanakan peraturan dimaksud, menerbitkan tambahan perangkat peraturan yang dinilai diperlukan, sambil melihat kemungkinan penyempurnaan peraturan ketika mulai diimplementasikan.

Laporan ini disusun tanpa interest tertentu kepada sesuatu pihak, namun berupaya memotret secara obyektif dinamika yang terjadi sepanjang pelaksanaan sosialisasi P.38/P.6 dengan harapan agar semua pihak dapat saling memperkaya pemahaman satu sama lain. Bagaimanapun seluruh pihak memiliki semangat yang sama yakni pencapaian pengelolaan hutan produksi lestari yang disadari kunci pokoknya terletak pada tata kelola yang ukurannya ditunjukkan melalui penilaian kinerja dan/atau verifikasi legalitas kayu sebagaimana dimaksudkan dalam P.38/P.6.

Akhir kata semoga laporan ini bermanfaat bagi para pihak kehutanan di Indonesia.

EC- Indonesia FLEGT Support Project MFP-II

Referensi

Dokumen terkait

sudah tidak harmonis karena Termohon telah selingkuh dengan laki-laki lain bernama WIL I TERMOHON dan hal tersebut diakui sendiri oleh Termohon, kemudian terjadi

Std.. sebesar 0,003 dimana p value tersebut kurang dari batas kritis penelitian 0,05 sehingga hipotesis penelitian ini diterima yang berarti penerapan teknik relaksasi

Untuk menyempurnakan UUD 1945 perlu dilakukan perubahan komprehensif yang bukan hanya mendesain penguatan DPD dalam dua kamar (bikameral system) yang efektif, tetapi yang

Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran,

- Penghapusan cukai atau tarif dalam kalangan negara anggota membolehkan keluaran tempatan dijual kepada pengguna pada harga yang lebih murah. - Persaingan sihat wujud

• Guru memulai pelajaran dengan mengajak siswa mengamati gambar pada buku tema 6 Subtema 4 Pembelajaran 2, atau kalau guru, mempunyai tayangan video tentang sikap pemborosan

Masih ada beberapa faktor yang akan mempengaruhi kinerja karyawan suatu perusahaan, namun dengan penelitian ini, jika pimpinan perusahaan meningkatkan gaya

sumber tidak berada dalam posisi aman, dan (e) tiga sambungan yang hams dilepaskan pada posisi sumber yang arnan yaitu antara kabel kendali dan pigtail, antara rumah kabel kendali