Hak cipta dan penggunaan kembali:
Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah,
memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk
kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama
penulis dan melisensikan ciptaan turunan dengan syarat
yang serupa dengan ciptaan asli.
Copyright and reuse:
This license lets you remix, tweak, and build upon work
non-commercially, as long as you credit the origin creator
and license it on your new creations under the identical
terms.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1.
Jenis dan Sifat Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif.
Menurut Moleong (2010: 6), penelitian kualitatif merupakan penelitian yang
bermaksud untuk memahami suatu fenomena yang dialami oleh subjek penelitian
seperti perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan mendeskripsikannya dalam
bentuk kata-kata dan bahasa.
Riset kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena sedalam-dalamnya
melalui pengumpulan data sedalam-dalamnya dan bersifat subjektif. Riset
kualitatif adalah riset yang menggunakan cara berpikir induktif, yaitu cara berpikir
yang berangkat dari hal-hal yang khusus menuju hal-hal yang umum (Kriyantono,
2009: 194)
Merriam dalam Creswell (2003: 140) mengemukakan beberapa asumsi
penelitian kualitatif, diantaranya :
1. Peneliti kualitatif lebih menekankan perhatian pada proses, bukannya hasil atau produk.
2. Peneliti kualitatif tertarik pada makna – bagaimana orang membuat hidup, pengalaman dan struktur dunianya masuk akal.
3. Peneliti kualitatif merupakan instrumen pokok untuk pengumpulan dan analisis data. Data didekati melalui instrumen
manusia, bukannya melalui inventaris, daftar pertanyaan atau
mesin.
4. Peneliti kualitatif melibatkan kerja lapangan. Peneliti secara fisik berhubungan dengan orang, latar, lokasi dan institusi untuk
mengamati atau mencatat perilaku dalam latar alamiahnya.
5. Peneliti kualitatif bersifat deskriptif dalam arti peneliti tertarik pada proses, makna, dan pemahaman yang didapat melalui kata
atau gambar.
6. Proses penelitian kualitatif bersifat induktif dimana peneliti membangun abstraksi, konsep, hipotesa, dan teori dan rincian.
Berdasarkan uraian di atas, dalam penelitian ini, peneliti berupaya untuk
menghasilkan suatu uraian mendalam melalui kata-kata mengenai bagaimana
strategi adaptasi komunikasi antarbudaya yang dilakukan oleh mahasiswa etnis
Tionghoa dan mahasiswa etnis non-Tionghoa di Universitas Multimedia
Nusantara yang diamati melalui ucapan serta perilaku yang dilakukan.
Penelitian ini memiliki sifat deskriptif dimana peneliti mencoba untuk
menggambarkan dan memaparkan melalui kata-kata bagaimana mahasiswa etnis
Tionghoa dan mahasiswa etnis non-Tionghoa melakukan komunikasi antarbudaya
dengan menggunakan strategi adaptasi komunikasi antarbudaya di dalamnya. Hal
ini dipertegas oleh Kriyantono (2009: 59) yang mengatakan bahwa penelitian
populasi atau objek tertentu secara sistematis, faktual dan akurat. Penelitian
deskriptif juga hanya untuk menggambarkan realitas yang sedang terjadi tanpa
menjelaskan hubungan antarvariabel.
Format desain deskriptif kualitatif menganut paham fenomenologis dan
post-positivisme, serta umumnya dilakukan pada penelitian dalam bentuk studi
kasus yang memiliki ciri berpusat pada satu unit tertentu dari berbagai fenomena
(Bungin, 2007: 68)
Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma
post-positivisme. Pada paradigma post-positivisme, makna atau intisari penelitian
dicari serta dianalis di balik data empirik yang diperoleh. Hal ini dipertegas oleh
Muhadjir (2000: 23) bahwa pada paradigma post-positivisme, makna dicari
dibalik data empirik tersebut. Paradigma ini juga menuntut bersatunya subjek
peneliti dengan objek yang diteliti serta subjek-subjek pendukung.
Dalam paradigma ini, realitas diasumsikan ada namun tidak bisa dipahami
secara sempurna karena pada dasarnya mekanisme intelektual manusia memiliki
kekurangan sedangkan fenomena itu sendiri secara fundamental memiliki sifat
yang tidak mudah diatur (Denzin dan Lincoln, 2009: 136). Paradigma
post-positivisme digunakan karena permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini
yaitu bagaimana strategi adaptasi komunikasi antarbudaya mahasiswa berbeda
etnis yang merupakan fenomena yang memiliki sifat tidak mudah diatur tetapi
merupakan realitas nyata.
3.2.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
studi kasus. Studi kasus adalah metode riset yang menggunakan berbagai sumber
data (sebanyak mungkin data) yang bisa digunakan untuk meneliti, menguraikan,
dan menjelaskan secara komprehensif berbagai aspek individu, kelompok, suatu
program, organisasi atau peristiwa secara sistematis (Kriyantono, 2009: 65).
Dengan metode ini, peneliti dapat menggunakan berbagai macam instrumen
pengumpulan data seperti wawancara mendalam, observasi partisipan,
dokumentasi-dokumentasi, kuesioner, rekaman, bukti-bukti fisik, dan lainnya.
Robert K. Yin (2003: 1) menambahkan bahwa studi kasus merupakan
metode yang mengacu pada penelitian yang memiliki unsur how dan why pada
pertanyaan utama penelitiannya dan meneliti masalah-masalah kontemporer (masa
kini) serta sedikitnya peluang peneliti untuk mengontrol peristiwa (kasus) yang
ditelitinya.
Adapun ciri-ciri dari studi kasus menurut Kriyantono (2009: 66), yaitu :
1. Partikularistik : Studi kasus terfokus pada situasi, peristiwa,
program atau fenomena tertentu.
2. Deskriptif : Hasil akhir metode studi kasus berupa deskripsi
detail dari topik yang diteliti.
3. Heuristik : Metode studi kasus membantu khalayak
memahami apa yang sedang diteliti. Intepretasi baru,
perspektif baru, makna baru merupakan tujuan dari studi
4. Induktif : Studi kasus berangkat dari fakta-fakta di lapangan,
kemudian menyimpulkan ke dalam tataran konsep atau teori.
Metode studi kasus digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini karena
peneliti ingin meneliti serta memaparkan dan menjelaskan secara komprehensif
mengenai strategi adaptasi komunikasi antarbudaya yang dilakukan oleh
mahasiswa etnis Tionghoa dan non-Tionghoa di Universitas Multimedia
Nusantara. Peneliti akan menggunakan berbagai sebanyak mungkin sumber data
untuk meneliti, menguraikan, dan menjelaskan penelitian yang dilakukan.
Sehingga dapat memberikan uraian yang lengkap serta mendalam mengenai
subjek yang diteliti dalam penelitian ini (Kriyantono, 2009: 66).
3.3.
Key Informan
Dalam penelitian kualitatif, Kriyantono (2009: 56-57) menjelaskan bahwa
besarnya populasi atau sampling sangat terbatas bahkan tidak diutamakan.
Apabila data yang dikumpulkan sudah mendalam dan dapat menjelaskan
fenomena yang diteliti, maka tidak perlu mencari sampling lainnya, hal ini
dikarenakan penelitian kualitatif menekankan pada persoalan kedalaman data,
bukan banyaknya data.
Sampel pada riset kualitatif disebut informan atau subjek riset, yaitu
orang-orang yang dipilih diwawancarai atau diobservasi sesuai tujuan riset.
Disebut subjek riset karena informan dianggap aktif mengkonstruksi realitas,
Sementara itu, Bungin (2007: 138) menegaskan bahwa pada penelitian kualitatif,
pemilihan informan dengan maksud tidak selalu menjadi wakil dari seluruh objek
penelitian, tetapi yang penting informan memiliki pengetahuan yang cukup serta
mampu menjelaskan keadaan sebenarnya tentang objek penelitian. Oleh karena
itu, subjek penelitian atau informan berperan penting dalam penelitian karena
subjek penelitian atau informan memiliki pandangan dan subjektifitas
masing-masing yang mungkin dapat berbeda satu sama lain.
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan sampling purposif (purposive
sampling). Teknik ini mencakup orang-orang yang diseleksi atas dasar kriteria
tertentu yang dibuat periset berdasarkan tujuan riset (Kriyantono, 2009: 156).
Peneliti menggunakan teknik ini karena peneliti menganggap bahwa
informan-informan tersebut memiliki informasi yang diperlukan bagi penelitiannya.
Beberapa kriteria yang digunakan untuk menentukan informan adalah:
1. Mahasiswa atau mahasiswi Universitas Multimedia Nusantara
2. Merupakan mahasiswa atau mahasiswi yang berasal dari etnis Tionghoa dan non-Tionghoa
3. Cara berkomunikasi yang masih dipengaruhi oleh etnis atau latar belakang budayanya
4. Latar belakang domisili atau tempat tinggal (yang dapat mempengaruhi cara berkomunikasi dan beradaptasi)
5. Pernah mengalami benturan-benturan dalam komunikasi dengan orang yang berbeda etnis.
Tabel 3.1
Key Informan
No. Key Informan Alasan
1. Tirza Widjaja
- Tirza merupakan mahasiswi etnis Tionghoa, berasal dari Tegal, Jawa Tengah.
- Memiliki nilai-nilai kebudayaan etnis Tionghoa yang melekat dalam keluarganya.
- Lama tinggal di Jawa Tengah sehingga ada nilai-nilai etnis Jawa juga yang mempengaruhi dirinya.
2. Christianto Rasli
- Christianto merupakan etnis Tionghoa, berasal dari Padang, Sumatera Barat.
- Meskipun kebudayaan Tionghoa tidak begitu kental lagi dalam kehidupannya (bukan etnis Tionghoa totok), namun dalam dirinya, masih tertanam nilai-nilai budaya etnis Tionghoa.
- Berdasarkan pengamatan peneliti, Christianto aktif di berbagai organisasi serta kepanitian sehingga tidak menutup kemungkinan dirinya pernah bahkan sering berinteraksi dengan teman mahasiswa yang berbeda etnis.
3. Evelyn Shaina Yumiko
- Yumiko merupakan mahasiswa etnis Tionghoa, berasal dari Pringsewu, Lampung
- Dalam cara berkomunikasinya, gaya komunikasi etnis Tionghoa melekat erat pada Yumiko. Selain itu, dalam keluarganya, Yumiko masih mejalani tradisi serta memiliki nilai-nilai budaya etnis Tionghoa meskipun tidak sekental etnis Tionghoa totok.
- Sedari kecil, Yumiko sudah tinggal di lingkungan multikultural dimana dirinya merupakan etnis minoritas Tionghoa, sehingga dirinya tidak mungkin untuk tidak berkomunikasi dengan etnis non-Tionghoa.
4. Inggrid A. Masalamate
- Inggrid merupakan mahasiswi etnis Talaud. Dirinya berasal dari sebuah pulau di daerah Sulawesi Utara. - Masih memiliki nilai-nilai budaya
etnis Talaud yang melekat dalam kehidupannya.
- Dirinya mengakui bahwa dalam berkomunikasi, dirinya masih membawa adat budaya orang Timur yang menjunjung kesopanan.
5. Mia Chandra Dinawati - Mia merupakan mahasiswi etnis campuran Jawa-Palembang dan
sedari kecil sudah berdomisili di Jakarta.
- Menurut Mia, karena dirinya berasal dari dua etnis yang berbeda, maka kebudayaan Jawa dan kebudayaan Palembang tidak lagi begitu kental dalam dirinya. Meskipun begitu, Mia mengakui bahwa kedua orang tuanya tetap memberikan dan mengajarkan nilai-nilai budaya masing-masing kepada Mia.
6. Patric Rio Romualdo Batubara
- Patric merupakan mahasiswa etnis Batak. Namun, semenjak lahir, Patric sudah berdomisili di Jakarta. - Patric yang kedua orang tuanya
merupakan etnis Batak murni menurunkan nilai-nilai budaya etnis Batak kepada Patric, hal tersebut mendorong Patric menjadi seseorang yang sangat menjunjung tinggi budaya etnis Batak yang dimilikinya.
- Sedari kecil, Patric cenderung memiliki banyak teman yang berasal dari etnis Tionghoa, namun ketika di UMN dirinya memiliki pengalaman bahwa masih ada kesenjangan antara mahasiswa etnis
Tionghoa dan non-Tionghoa.
3.4.
Teknik Pengumpulan Data
Menurut John W. Creswell (2003: 143), langkah-langkah pengumpulan
data melibatkan (a) menetapkan batas-batas penelitian, (b) mengumpulkan
informasi melalui pengamatan, wawancara, dokumen, dan bahan-bahan visual,
dan (c) menetapkan aturan untuk mencatat informasi. Prosedur pengumpulan data
dalam penelitian kualitatif meliputi pengamatan, wawancara, dokumen dan
bahan-bahan visual.
Kriyantono (2009: 41) membagi jenis data berdasarkan sumbernya
menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder.
3.4.1. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh dari sumber data
pertama atau tangan pertama di lapangan. Sumber data ini dapat
diperoleh melalu wawancara dan observasi. Dalam penelitian ini,
peneliti menggunakan wawancara mendalam (depth interview)
dengan informan dan observasi non-partisipan untuk melakukan
pengumpulan data.
3.4.2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari sumber kedua
atau sumber sekunder dan bersifat melengkapi data primer. Dalam
literatur atau kepustakaan. Studi literatur yang digunakan oleh
peneliti adalah dari buku-buku ilmiah dan skripsi yang digunakan
sebagai referensi tambahan dalam memperoleh serta melengkapi
data primer yang telah didapat.
Wawancara mendalam (depth interview) adalah suatu cara mengumpulkan
data atau informasi dengan cara langsung bertatap muka dengan informan agar
mendapatkan data lengkap dan mendalam (Kriyantono, 2009: 100). Pada
wawancara mendalam, tidak ada ukuran pasti mengenai banyaknya subjek selama
data yang dikumpulkan dirasa cukup. Dalam wawancara mendalam, peneliti tidak
memiliki kontrol atas respons informan yang berarti informan bebas dalam
memberikan jawaban, sehingga peneliti harus berusaha agar informan dapat
memberikan jawaban-jawaban yang lengkap, mendalam dan bila perlu tidak ada
yang disembunyikan.
Selain pengumpulan data melalui wawancara mendalam, peneliti juga
melakukan observasi non-partisipan untuk melengkapi data penelitian. Observasi
non-partisipan merupakan metode observasi dimana periset hanya bertindak
mengobservasi tanpa ikut terjun melakukan aktivitas seperti yang dilakukan
kelompok yang diriset (Kriyantono, 2009: 110). Observasi ini dilakukan peneliti
dengan terjun langsung maupun tidak langsung untuk mengamati strategi adaptasi
komunikasi antarbudaya antara mahasiswa etnis Tionghoa dan non-Tionghoa.
Teknik pengumpulan data berupa wawancara mendalam dan observasi ini
Wawancara mendalam membantu peneliti untuk mengetahui secara langsung
motivasi, nilai-nilai serta pengalaman informan terkait penelitian, sedangkan
observasi membantu peneliti untuk mengamati dan memahami perilaku informan.
3.5.
Teknik Analisis Data
Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia
dari berbagai sumber, yaitu dari wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan
dalam catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto, dan
sebagainya (Moleong, 2010: 247). Analisis data merupakan proses pengolahan
dan interpretasi data yang telah dikumpulkan oleh peneliti.
Bodgan dan Bilken dalam (Moleong, 2010: 248) mendefinisikan analisis
data kualitatif sebagai upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,
mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,
mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting
dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceriterakan kepada
orang lain. Berdasarkan definisi di atas, dalam analisis data kualitatif, proses serta
komponen-komponen penting dalam data harus ditemukan.
Tahap analisis data memegang peranan penting dalam riset kualitatif, yaitu
sebagai faktor utama penilaian kualitas tidaknya riset (Kriyantono, 2009: 194).
Hal ini berarti bahwa dalam analisis data, dibutuhkan kemampuan untuk
menganalisis data secara mendalam.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik analisis data interaktif
1. Reduksi data (data reduction) : dalam tahap ini data
penelitian atau hasil penelitian yang telah dikumpulkan
dituangkan ke dalam bentuk laporan yang lengkap.
Kemudian data dipilih kembali, mana data yang dibutuhkan
dan membuang data yang tidak dibutuhkan oleh peneliti.
2. Model data (data display) : model data didefinisikan sebagai
suatu kumpulan informasi yang tersusun yang membolehkan
pendeskripsian kesimpulan dan pengambilan tindakan.
Bentuk yang paling sering dari model data kualitatif adalah
bentuk teks naratif.
3. Penarikan kesimpulan atau verifikasi : dari permulaan
pengumpulan data, peneliti mulai memutuskan apakah makna
sesuatu, mencatat keteraturan, pola-pola, penjelasan,
konfigurasi yang mungkin, alur sebab-akibat, dan
proporsisi-proporsisi.
3.6.
Teknik Keabsahan Data
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan triangulasi sebagai teknik untuk
memeriksa keabsahan data. Menurut Moleong (2010: 330), triangulasi merupakan
teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain.
Denzin dalam Moleong (2010: 330-332) membedakan empat macam
triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber,
a. Sumber
Triangulasi sumber berarti membandingkan dan mengecek
balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh
melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian
kualitatif. Hal tersebut dapat dicapai dengan jalan :
1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.
2. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi.
3. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang
dikatakannya sepanjang waktu.
4. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang
seperti rakyat biasa, orng yang berpendidikan
menengah atau tinggi, orang berada, orang
pemerintahan.
5. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.
Melalui triangulasi dengan sumber, peneliti dapat memeriksa
kembali dan membandingkan data-data hasil penelitian yang
b. Metode
Dalam triangulasi dengan metode, Patton dalam Moleong
(2010: 331) mengemukakan dua strategi, yaitu :
1. Pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data.
2. Pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama.
c. Penyidik
Teknik triangulasi penyidik adalah dengan jalan
memanfaatkan peneliti atau pengamat lainnya untuk
keperluan pengecekan kembali derajat kepercayaan data
untuk mengurangi kemelencengan dalam pengumpulan data.
Cara lainnya yaitu dengan membandingkan hasil pekerjaan
seorang analis dengan analis lainnya.
d. Teori
Patton dalam Moleong (2010: 331) berpendapat bahwa
melalui triangulasi dengan teori, fakta dapat diperiksa derajat
kepercayaannya dengan satu atau lebih teori, hal tersebut
dinamakan penjelasan banding (rival explanation). Dalam hal
ini, jika analisis telah menguraikan pola, hubungan dan
penting sekali untuk mencari tema atau penjelasan
pembanding. Secara logika dilakukan dengan jalan
memikirkan kemungkinan logis lainnya dan kemudian
melihat apakah kemungkinan-kemungkinan itu dapat
ditunjang oleh data.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan triangulasi yang
memanfaatkan penggunaan metode. Peneliti menggunakan triangulasi metode
karena peneliti menggunakan beberapa metode pengumpulan data, yaitu melalui