• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Bahan Padat Tanpa. Abu. Chandan et al. (2007) 4,10 3,60 4,70 0,80 9,10 13,20 Fox (2003) 4,50 2,90 4,10 0,80 8,70 13,20

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Bahan Padat Tanpa. Abu. Chandan et al. (2007) 4,10 3,60 4,70 0,80 9,10 13,20 Fox (2003) 4,50 2,90 4,10 0,80 8,70 13,20"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Susu Kambing

Badan Standardisasi Nasional (1998) mendefinisikan susu sebagai cairan yang berasal dari ambing sehat yang bersih, yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah suatu apapun dan tidak mendapat perlakuan apapun, kecuali proses pendinginan tanpa mempengaruhi kemurniannya (SNI 01-3141-1998). Susu kambing memiliki nilai nutrisi yang tinggi karena sifat metaboliknya yang unik sehingga dapat dikonsumsi manusia dengan baik. Karakteristik susu kambing berbeda dengan susu sapi, diantaranya ialah (1) warnanya lebih putih, (2) globula lemak susunya lebih kecil dan beremulsi dengan susu, (3) lemak susu kambing lebih mudah dicerna, dan (4) susu kambing mengandung vitamin dalam jumlah memadai atau berlebih, kecuali vitamin C, D, piridoksin dan asam folat (Devendra dan Burns, 1994). Komposisi kimia susu kambing dari beberapa peneliti diperlihatkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Kimia Susu Kambing Lemak (%) Protein (%) Laktosa (%) Abu (%) Bahan Padat Tanpa Lemak (%) Total Bahan Padat (%) Sumber 4,50 2,90 4,10 0,80 8,70 13,20 Chandan et al. (2007) 4,10 3,60 4,70 0,80 9,10 13,20 Fox (2003) 4,21 3,75 4,76 0,82 9,33 13,54 Devandra dan Burns (1994)

4,21 3,52 4,27 0,86 8,79 13,00 Blakely dan Blade

(1991)

Devendra dan Burn (1994) menyatakan bahwa kandungan protein susu kambing jauh lebih tinggi dibandingkan dengan susu manusia dalam kaitannya dengan jumlah kalori. Energi total yang terkandung dalam susu kambing sebanyak 50% berasal dari lemak dan masing-masing 25% dari laktosa serta protein sedangkan proporsi dalam susu manusia adalah 55% dari lemak, 38% dari laktosa dan hanya 7% dari protein. Tingkat kualitas susu kambing berdasarkan Thai Agricultural Standard (2008) dapat dilihat pada Tabel 2.

(2)

4 Tabel 2. Tingkat Kualitas Susu Kambing Segar Berdasarkan Karakteristiknya

Karakteristik/ Tingkat Kualitas Premium Baik Standard Total Bakteri (cfu/ ml) < 5 x 104 5 x 104 - 105 > 105 - 2 x 105 Sel somatik (sel/ ml) < 7 x 105 7 x 105 - 106 > 106 – 1,5 x 106

Protein (%) > 3,7 > 3,4 – 3,7 3,1 – 3,4

Lemak (%) > 4 > 3,5 – 4 3,25 – 5

Bahan Kering (%) > 13 > 12 – 13 11,7 – 12

Sumber: Thai Agricultural Standard (2008)

Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif

Bakteri dibedakan atas dua kelompok berdasarkan komposisi dinding sel serta sifat pewarnaannya, yaitu bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif. Bakteri Gram positif dan Gram negatif juga berbeda dalam sensitivitasnya terhadap kerusakan mekanik/ fisik, terhadap enzim, desinfektan dan antibiotik. Beberapa perbedaan sifat-sifat bakteri Gram positif dan Gram negatif dalam sensitivitasnya terhadap perlakuan fisis dan mekanis dapat dilihat pada Tabel 3. Bakteri Gram positif lebih sensitif terhadap penisilin, tetapi lebih tahan terhadap perlakuan fisik atau enzim dibandingkan bakteri Gram negatif. Bakteri Gram negatif bersifat lebih konstan terhadap reaksi pewarnaan, tetapi bakteri Gram positif sering berubah sifat pewarnaannya sehingga menunjukkan reaksi Gram variabel (Fardiaz, 1992).

Tabel 3. Perbedaan Relatif Sifat Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif

Sifat Perbedaan Relatif

Bakteri Gram Positif Bakteri Gram Negatif Komposisi dinding sel Kandungan lipid rendah

(1-4%)

Kandungan lipid tinggi (11-22%) Penghambatan oleh

pewarna basa

Lebih dihambat Kurang dihambat

Kebutuhan nutrient Kebanyakan spesies relatif kompleks

Relatif sederhana

Ketahanan terhadap perlakuan fisik

Lebih tahan Kurang tahan

Sumber: Fardiaz (1992)

Bakteri Patogen

United States of Food and Drug Administration (2006) mengemukakan bahwa bakteri patogen yang sudah lama dikenal sebagai penyebab utama keracunan

(3)

5 karena kemampuannya untuk berpenetrasi, bertahan hidup dan bermultiplikasi pada sel inang antara lain Salmonella sp., Staphylococcus aureus, Clostridium perfringens,

Bacillus cereus, Camphylobacter sp., Shigella sp., Clostridium botulinum dan Escherichia coli. Tingkat bahaya bakteri tersebut bergantung pada beberapa faktor

antara lain lingkungan (komposisi makanan, suhu) dan faktor bakteri (galur, jenis toksin) (Stewart et al., 2003).

Mikroorganisme yang berada dalam susu merupakan faktor utama penyebab terjadinya kerusakan dalam susu. Kerusakan susu akibat aktifitas mikroorganisme dapat mengakibatkan berbagai perubahan pada penampakan, komposisi kimia, dan cita rasa bahan pangan, seperti terbentuknya lendir, endapan, kekeruhan, asam, gas, ketengikan, perombakan protein dan lemak, serta perubahan bau, rasa dan warna yang tidak disukai (Fardiaz, 1992).

Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif, berbentuk kokus,

berdiameter 0,5-1 µm, dan diklasifikasikan ke dalam family Micrococcaceae. Bakteri ini bersifat aerobik maupun anaerobik fakultatif, nonmotil, dan tidak membentuk spora (Ray dan Bhunia, 2007). Staphylococcus aureus hidup pada pH 4,2-9,3 dan optimum pada pH 7 (Lopez dan Belloso, 2005) dengan aw pertumbuhan lebih dari

0,86 (USFDA, 2006). Suhu pertumbuhan bakteri ini berkisar antara 7-47,8 °C dan suhu optimum 35-37 °C. Enterotoksin diproduksi pada suhu antara 10-46 °C dengan suhu optimum 40-45 °C (Jay, 2000).

Staphylococcal enterotoxin (SE) merupakan agen yang menyebabkan

sindrom keracunan dalam makanan baik pada manusia maupun hewan.

Staphylococcus aureus dalam susu segar dan produk pangan dapat menyebabkan toxic shock syndrome sebagai akibat dari keracunan pangan (Dinges et al., 2000).

Jumlah populasi yang diperlukan oleh bakteri Staphylococcus aureus untuk dapat menghasilkan racun enterotoksin yang cukup sehingga bersifat meracuni adalah 106 cfu/g (Jay, 2000). Toksin yang dihasilkan S. aureus bersifat tahan panas. Jumlah enterotoksin yang dapat menyebabkan penyakit serius adalah apabila dikonsumsi sebanyak 1 mg/g. United States of Food and Drug Administration (2006) mengemukakan bahwa bila jumlah bakteri S. aureus telah mencapai 1,0x105 cfu/g

(4)

6 akan dihasilkan toksin sebanyak kurang dari 1 mikrogram yang sudah dapat menyebabkan gejala keracunan.

Escherichia coli

Escherichia coli termasuk dalam famili enterobakteria dan merupakan bakteri

Gram negatif yang berbentuk batang, berukuran 0,5-1,0 x 1,0-3,0 µm, bersifat soliter maupun berkoloni, motil, katalase positif, dan hidup secara anaerobik fakultatif (Ray dan Bhunia, 2007). Suhu pertumbuhan E. coli di antara 2,5-45 °C dengan suhu optimum 37 °C. Bakteri ini mempunyai pH pertumbuhan 4,9-9,3 dengan pH optimum 7,0-7,5 dan nilai aw minimum untuk pertumbuhan adalah 0,935 (United

State of Food and Drug Administration, 2006). Bakteri ini sangat sensitif terhadap panas sehingga tidak aktif pada suhu pasteurisasi 70-80 °C (Fardiaz, 1992).

Habitat normal E. coli berada di saluran pencernaan dan merupakan indikator kontaminasi feses, terutama sebagai penyebab diare pada bayi (Jay, 2000). Mikroorganisme ini dapat pula ditemukan di tumbuhan, tanah dan air, saluran pencernaan hewan, produk-produk hewani dan makanan siap saji yang ditangani secara langsung (Barbosa-Cánovas et al., 1999).

Galur Enterohemorrhagic E. coli (EHEC) memproduksi toksin shiga yang bila menginfeksi manusia dapat mengakibatkan hemorrhagic colitis (diare berdarah),

hemolytic uremic syndrome (HUS) sampai kematian pada manusia. Enteropatogenik E. coli (EPEC) merupakan mikroba penting penyebab diare pada bayi, terutama pada

tempat yang sanitasinya rendah, dan dapat menular secara langsung atau tidak langsung melalui manusia. Penularan penyakit dapat terjadi melalui makanan dan air. EPEC memiliki kemampuan untuk melakukan kontak fisik dengan sel epitel usus dan menyebabkan luka. Enterotoxigenik E. coli (ETEC) merupakan penyebab utama diare pada musafir, juga pada bayi di beberapa negara dengan sanitasi yang kurang. Patogen ini menghasilkan faktor perlawanan, labil dan stabil terhadap panas, dan menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan penyakit. Enteroinvasive E. coli (EIEC) diketahui menyebabkan disentri yang mirip penyakit shigellosis (Ray dan Bhunia, 2007).

High Pulsed Electric Field

Metode HPEF atau medan pulsa listrik tegangan tinggi adalah metode nontermal dalam pengawetan pangan menggunakan kuat medan listrik untuk

(5)

7 menginaktivasi mikroba dan mengakibatkan pengaruh yang minimal terhadap kualitas bahan pangan. Medan pulsa listrik dapat digunakan pada produk cair ataupun semi cair (Ramaswamy et al., 2009).

Gambar 1. menunjukkan skematik alat teknologi medan pulsa listrik tegangan tinggi (high pulsed electric field) yang terdiri atas rangkaian tahanan, kapasitor dan koil tegangan tinggi. Muatan listrik mengalir dari sumber listrik tegangan tinggi DC. Arus listrik dialirkan melalui tahanan dan selanjutnya tersimpan di kapasitor. Ketika saklar terhubung maka muatan listrik tegangan tinggi akan melewati bahan pangan yang akan diproses sehingga akan terbentuk medan listrik tegangan tinggi dengan frekuensi yang dapat diatur sesuai dengan waktu yang ditentukan pada saklar (Castro

et al., 1993).

Gambar 1. Skematik Rangkaian Teknologi Pasteurisasi HPEF

(Castro et al., 1993)

Mekanisme utama kematian mikroorganisme dengan sistem HPEF ini adalah ketika membran sel mengalami tekanan akibat menerima kejut medan listrik yang terus menerus, maka terjadi pembesaran pori sehingga permeabilitas membran meningkat, terjadi kebocoran isi sitoplasma dan lisis (Aronsson dan Ronner, 2001). Inaktivasi mikroorganisme dengan medan pulsa listrik dipengaruhi oleh (a) kondisi perlakuan, waktu perlakuan, kuat medan listrik, temperatur, bentuk, jumlah dan lebar pulsa, (b) jenis, konsentrasi dan tingkat pertumbuhan mikroba dan (c) media perlakuan (Barbosa-Cánovas et al., 1999). Castro et al. (1993) menyatakan inaktivasi mikroorganisme dengan medan pulsa listrik disebabkan ketidakstabilan membran sel atau elektroporasi. Elektroporasi adalah peristiwa destabilisasi membran sel karena adanya pengaruh medan pulsa tegangan listrik sesaat (Gambar 2). Destabilisasi membran sel diawali dari terjadinya peningkatan permeabilitas membran sel diikuti

Tahanan Saklar Ruang Proses Kapasitor Sumber Tegangan

(6)

8 Pecahnya membran arus air air permulaan pori medan listrik

pembengkakan lisis sel sel inaktif

dengan penggelembungan dinding sel dan akhirnya terjadi kerapuhan sel (Vega-Mercado et al., 1996).

Gambar 2. Elektroporasi Membran Sel

(Barbosa-Cánovas et al., 1999)

Zimmermann (1986) mengembangkan konsep yang disebut sebagai dielectric

rupture theory yang menjelaskan inaktivasi mikroba karena pengaruh medan pulsa

listrik, dan kemudian menjelaskan mekanisme inaktivasi mikroba yang disebabkan oleh pengaruh medan listrik dalam teori ‘electrical breakdown’ (Gambar 3) sebagai berikut, membran sel dapat diumpamakan sebagai sebuah kapasitor yang terisi oleh larutan dielektrikum. Pada kondisi normal, beda potensial di antara celah tersebut adalah ‘V’ dengan adanya pengaruh medan listrik sebesar E maka beda potensial antara keduanya meningkat. Hal ini akan mengakibatkan ketebalan dinding sel mengecil. Kerusakan membran sel akan terjadi apabila beda potensial antara keduanya mencapai titik kritis sebesar Vc, hal ini dapat terjadi bila terdapat intervensi pengaruh medan listrik yang mencukupi sebesar E. Pada tahap ini kerusakan dinding sel masih bersifat dapat pulih, akan tetapi dengan terus bertambahnya pengaruh medan listrik maka akan menyebabkan kerusakan permanen.

Gambar 3. Kerusakan Elektrik Sel

(Barbosa-Cánovas et al., 1999) sitoplasma m e d i a

(7)

9 Hasil Penelitian Penerapan HPEF pada Susu

Pothakamury et al. (1995) dalam Barbosa-Cánovas et al. (1999), melaporkan bahwa inaktivasi Escherichia coli (ATCC 11229) pada SMUF (Simulated Milk

Ultraviolet) mencapai penurunan sebesar 4-5 log setelah diberi perlakuan 60 pulsa

dan 16 kV/cm di dalam ruang proses dengan volume sebesar 0,1 ml. Aplikasi pulsa sebesar 20 pulsa pada tegangan 25 kV/cm dan suhu 25 °C oleh Zhang et al. (1995) dalam Barbosa-Cánovas et al. (1999) diperoleh hasil penurunan sebesar 3 log siklus dengan volume ruang proses 25 ml. Medan listrik yang semakin tinggi, dibutuhkan pulsa yang lebih sedikit untuk mencapai tingkat inaktivasi yang sama. Fernandez-Molina et al. (1999) melaporkan susu segar yang dipasteurisasi dengan medan pulsa listrik tegangan tinggi sebesar 30 kV/cm, 30 pulsa, lebar pulsa 2 μs dan suhu proses tidak lebih dari 28 °C mempunyai masa simpan 22 hari dengan kandungan total mikroba 3,6 x 10 cfu/ml dan coliform negatif.

Sobrino-López et al. (2006) melakukan percobaan terhadap susu utuh dan susu skim yang diinokulasi dengan Staphylococcus aureus. Inaktivasi maksimum sebesar 4,5 log siklus dicapai dengan menggunakan 150 pulsa, waktu 8 µs dan tegangan 35 kV/cm. Variabel jumlah pulsa, lebar pulsa, intensitas medan listrik secara signifikan mempengaruhi jumlah populasi bakteri Staphylococcus aureus yang terinaktivasi, namun kandungan lemak dalam susu tidak terpengaruh.

Dunn dan Pearlman (1987) melakukan percobaan pada susu yang diinokulasi

Salmonella dan dikenai medan pulsa listrik tegangan tinggi 36,7 kV/cm dan 40 pulsa

atau selama 25 menit, ternyata setelah susu disimpan 8 hari pada suhu 7-9 °C tidak terdapat Salmonella. Susu yang tidak dipasteurisasi jumlah total mikroba meningkat menjadi 107 cfu/ml dan susu yang dipasteurisasi mempunyai jumlah mikroba 4 x 102 cfu/ml. Hal ini berarti mampu mengurangi jumlah total mikroba sebesat 5 log siklus. Hasil penelitian pada susu yang diinokulasi bakteri E. coli menunjukkan adanya sedikit perubahan flavor susu tetapi tidak mengalami perubahan kualitas fisik dan kimia pada susu yang dibuat mentega. Bakteri E. coli berkurang 3 log siklus (Dunn, 1996).

Penghambatan Salmonella Typhimurium dalam susu kambing sebesar 0,61 log siklus diperoleh dengan HPEF frekuensi 15 Hz selama 120 menit, kuat arus 0,11 A, kuat medan listrik 31,67 kV dan jarak antar elektroda 3 mm (Rostini, 2010).

(8)

10 Inaktivasi TPC sebesar 0,33 log cfu/ml/jam pada suhu ruang (24-28 °C) dan 0,11 log cfu/ml/jam pada suhu dingin (4-8 °C) diperoleh dari aplikasi kuat medan listrik 0,28 kV/mm, jarak antar elektroda 3 mm dan lebar pulsa 40 µs (Stefani, 2009).

Ultraviolet

Cahaya ultraviolet adalah bagian dari spektrum elektromagnetik yang berada pada kisaran panjang gelombang 100-400 nm. Cahaya UV tidak dapat terlihat oleh mata. Spektrum radiasi gelombang elektromagnetik cahaya UV dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Spektrum Radiasi Gelombang Elektromagnetik Cahaya UV

(Tatiana et al., 2009)

Mekanisme rusaknya mikroorganisme oleh cahaya UV melibatkan gangguan DNA mikroorganisme dengan mencegah transkripsi dan replikasi DNA mikroorganisme (Guerrero-Beltran dan Barbosa-Canovas, 2004). Cahaya UV merusak DNA mikroorganisme dengan membentuk dimer timin (thymine dimmers). Dimer ini mencegah mikroorganisme dari transkripsi dan replikasi DNA yang akhirnya akan menyebabkan kematian sel (Miller et al., 1999). Mekanisme perusakan DNA oleh sinar ultraviolet berdasarkan Alcamo (1984) dan Tatiana et al., (2009) secara berturut-turut dapat dilihat pada Gambar 5 dan 6.

(9)

11 Gambar 5. Pengaruh Sinar Ultraviolet terhadap DNA Sel Hidup

(Alcamo, 1984)

Gambar 6. Struktur DNA Sebelum dan Setelah Penyerapan Energi dari Cahaya UV

(Tatiana et al., 2009)

Mikroorganisme rentan terhadap cahaya UV pada kisaran gelombang 200-280 nm (Ray dan Bhunia, 2007). Tingkat inaktivasi mikroba tergantung pada dosis

UV (perkalian antara jumlah intensitas dengan waktu paparan) yang diaplikasikan

pada produk, meskipun dapat terjadi peningkatan suhu yang minimal (Bintsis et al., 2000).

Penelitian aplikasi cahaya UV untuk menginaktivasi mikroorganisme pembusuk dan patogen di dalam produk makanan telah dilakukan. (1) Inaktivasi spora Aspergillus niger pada tepung jagung (maizena). Penurunan 4,95 log10 cfu/g Aspergillus niger dengan perlakuan jarak antara sumber UV dan produk adalah 8 cm,

DNA sebelum dikenakan UV

DNA setelah dikenakan UV

DNA yang rusak

Dimer timin

(10)

12 tegangan 3800 V selama 100 detik. (Jun, 2003). (2) Inaktivasi Escherichia coli O157:H7 dalam biji alfalfa, dengan melihat kombinasi antara waktu proses dan ketebalan sinar UV. Inaktivasi total dari E. coli O157:H7 sebesar 4,80 log10 cfu/g

diperoleh dengan perlakuan tebal sinar UV 1,02 mm dan durasi 30 detik (Sharma et

al., 2003). (3) Inaktivasi Clostridium sporogenes pada madu. Penurunan 87,6% Clostridium sporogenes dengan perlakuan jarak antara sumber UV dengan sampel

adalah 8 cm selama 45 detik dengan kedalaman sampel 2 mm, ketika dilakukan dengan jarak dan kedalaman yang sama tetapi dengan waktu 180 detik, maka diperoleh penurunan 89,4% (Hillegas dan Demirci, 2003). (4) Inaktivasi

Staphylococcus aureus pada susu. Sampel susu statis yang dikenakan UV dengan

jarak 8 cm dari sumber UV, volume 30 ml dan waktu perlakuan selama 180 detik, diperoleh penurunan S. aureus sebesar 8,55 log10 cfu/g (Krishnamurthy et al., 2004).

Gambar

Gambar 1. menunjukkan skematik alat teknologi medan pulsa listrik tegangan  tinggi (high pulsed electric field)  yang terdiri  atas rangkaian tahanan,  kapasitor  dan   koil tegangan tinggi
Gambar 2.  Elektroporasi Membran Sel
Gambar 4.  Spektrum Radiasi Gelombang Elektromagnetik Cahaya UV
Gambar 6.  Struktur DNA Sebelum dan Setelah Penyerapan Energi dari Cahaya UV

Referensi

Dokumen terkait

Teknologi WCDMA merupakan perkembangan dari GSM yang memberikan tingkat layanan lebih baik terutama dalam kecepatan untuk mengakses layanan data yang lebih tinggi,

Unsur intrinsik prosa terdiri dari tema dan amanat, alur, tokoh, latar, sudut pandang, serta bahasa yang dipergunakan pengarang untuk

Penetapan (isbat) awal Ramadan dan awal Syawal dilakukan oleh pemerintah berdasakan data hisab dan hasil rukyat sebagai masukan. 39 Penetapan awal bulan kamariah di

Pengertian syariah dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, pasal 13 yaitu prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank

Bahan untuk pengujian sifat fisis dan mekanis harus dipilih dengan mempertimbangkan tujuan penggunaan (penentuan kualitas tegakan, pohon model, banyaknya kayu gergajian,

Subyek penelitian adalah orang – orang yang dapat memberikan sebuah informasi tentang sesuatu yang sedang di teliti. Peneliti akan memfokuskan penelitiannya

Dari hasil koefisien determinasi nilai R Square (R 2 ) 22,5% suku bunga dan inflasi berpengaruh terhadap harga saham dan sisanya 77,5% dipengaruhi variabel

Minyak petroleum dan minyak yang diperoleh dari minerc'is mengandung bitumen, selain mentah; preparat tidak dirinci atau termasuk, mengandung menurut beratnya 70% atau lebih