• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ekowisata Berbasis Satwaliar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Ekowisata Berbasis Satwaliar"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

EKOWISATA BERBASIS SATWALIAR DI TELUK BALIKPAPAN

oleh:

Ruhyat Hardansyah

(Kasubbid Hutan dan Hasil Hutan pada Bidang Inventarisasi DDDT SDA dan LH)

Ekowisata Berbasis Satwaliar

Ekowisata merupakan kata yang sering kita dengar sejak kurang lebih lima dekade lalu. The World Conservation Union/IUCN (1996) dalam Drumm, A. dan Moore, A. (2005) mendefinisikan ekowisata1 sebagai suatu bentuk wisata/kunjungan ke daerah-daerah alami, yang bertanggung jawab terhadap lingkungan, bertujuan untuk menikmati dan menghargai alam (dan fitur budaya yang menyertainya, baik dulu dan sekarang) yang mempromosikan konservasi, memiliki dampak pengunjung rendah, melibatkan secara aktif partisipasi masyarakat setempat dan memberikan keuntungan bagi konservasi dan sosial ekonomi masyarakat.

Definisi tersebut secara tersurat mem-berikan gambaran bahwa ekowisata bukan hanya sekedar mengamati, mengapresiasi, dan menikmati alam tetapi menjaga kelestarian alam yang dikunjunginya dan memberikan manfaat sosial-ekonomi bagi masyarakat setempat. Berdasarkan hal tersebut, ekowisata mempunyai kekhu-susan yaitu mengedepankan konservasi

1 Drumm, A. dan Moore A,. 2005. Ecotourism Development

– A Manual for Conservation Planners and Managers. Volume 1: An Introduction to Ecotourism Planning, Second Edition.

2 UNEP. 2003. About ecotourism. United Nation

Environmental Programme

lingkungan, pendidikan lingkungan, dan menguntungkan penduduk lokal.

Sebagai salah satu kegiatan wisata berbasis sumber daya alam, kekhasan atraksi alam menjadi modal utama ekowisata. Kekhasan atraksi alam ini harus ditunjang oleh atraksi pendukung/ pelengkap, aksesibilitas dan infrastruktur, iklim, serta kondisi politik dan sosial (UNEP 2003)2. Kekhasan atraksi alam bisa berupa sumber daya alam, flora, maupun fauna. Satwaliar (fauna) adalah salah satu atraksi alam yang layak untuk dikembangkan menjadi ekowisata.

Industri wisata berbasis satwaliar kini menjadi komponen penting dari pariwisata di seluruh dunia (Roe et. al 1997 dalam Rodger et. al 2009)3. Peningkatan pertumbuhan pariwisata saat ini menunjukan adanya permintaan yang lebih besar untuk berinteraksi lebih dekat dengan satwaliar di habitat alaminya. Untuk memenuhi permintaan ini, ekowisata berbasis satwaliar4 menjadi salah satu alternatifnya.

3 Rodger K., Moore S. A., Newsome D. 2009. Wildlife

Tourism, Science And Actor Network Theory. Annals of Tourism Research, Vol. 36, No. 4, pp. 645–666, 2009

4 Ekowisata satwaliar adalah suatu kegiatan untuk

menikmati satwaliar sebagai obyek dan daya tarik ekowisata. http://www.republika.co.id/berita/jurnalisme-

(2)

warga/wacana/15/07/31/nsbw52336-tata-kelola-Satwaliar Teluk Balikpapan

Ekosistem alami Teluk Balikpapan adalah habitat bagi berbagai jenis satwaliar. Beberapa jenis satwaliar tersebut bahkan endemik dan merupakan satwaliar yang dilindungi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Beberapa jenis satwaliar penting yang ada di Teluk Balikpapan diantaranya adalah Bekantan (Nasalis larvatus), pesut laut (Orcaella brevirostris), dan dugong (Dugong dugon) yang mendiami hutan mangrove dan perairan Teluk5. Selain ketiga jenis tersebut, Teluk Balikpapan juga merupakan habitat bagi banyak jenis burung, baik yang dilindungi maupun tidak dilindungi.

Bekantan

Bekantan di wilayah Teluk Balikpapan populasinya diperkirakan sebanyak 1400 individu (Lhota 2010)6. Jumlah populasi tersebut mewakili 5% dari populasi bekantan di Kalimantan. Prosentase tersebut menggambarkan Teluk Balik-papan merupakan wilayah penting dalam melakukan konservasi Bekantan. Konser-vasi ini menjadi sangat krusial karena berdasarkan hasil analisis PVA (Population viability analysis) menggunakan program Vortexv 9.95 menunjukkan bahwa populasi bekantan di Teluk Balikpapan diperkirakan akan punah dalam kurun waktu 14 tahun

(Stark et al., 2010 dalam Atmoko et al.,

2011)7.

Hutan mangrove adalah habitat utama bekantan di Teluk (Meijaard dan Nijman 2000)8. Gambar 1 menunjukan bahwa berdasarkan hasil pengamatan dan kajian data sekunder, sebarannya berada di hutan mangrove sebagai habitat dominan. Berdasarkan kondisi tersebut, keberadaan Bekantan tidak akan terlepas dari habitatnya yang berupa hutan mangrove. Khusus terkait ekosistem mangrove, Teluk Balikpapan memiliki hutan mangrove yang dikategorikan sebagai salah satu mangrove terbaik yang dimiliki oleh Provinsi Kalimantan Timur (Pribadi et al. 2005)9.

ekowisata-satwa-liar-di-indonesia-1. Diakses pada tanggal 21 November 2016.

5Proyek Pesisir Kalimantan Timur. 2002. Rencana Strategis

Pengelolaan Terpadu Teluk Balikpapan. Kerjasama Pemerintah Propinsi Kalimantan Timur, Pemerintah Kota Balikpapan, Pemerintah Kabupaten Pasir, Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara dengan Proyek Pesisir Kalimantan Timur. Balikpapan. Indonesia

6 Lhota, S. 2010. Is there any future for proboscis monkeys?

The case of failing conservation of Balikpapan Bay.

Abstract International Primatology Society XXIII Congress

Kyoto, Japan

7 Atmoko T., Ma’ruf A., Rinaldi S. E., Sitepu B. S. 2011.

Penyebaran Bekantan (Nasalis Larvatus Wurmb.) Di Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur. Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian BPTKSDA Samboja.

8 Meijaard E. and Nijman V. 2000. The local extinction of the

proboscis monkey Nasalis larvatus in Pulau Kaget Nature Reserve, Indonesia. Oryx, 34(1), 66–70

9Pribadi, S., et al. 2005. Menuju Keterpaduan Pengelolaan

Teluk Balikpapan Bekantan

(3)

Gambar 1 Peta penyebaran Bekantan

Pesut Laut dan Dugong

Pesut laut (Orcaella brevirostris) dan Dugong (Dugong dugon) merupakan mamali air yang menghuni perairan Teluk Balikpapan. Hasil survey yang telah dilakukan menunjukkan bahwa hampir seluruh responden yang diwawancarai (87%) pernah melihat Pesut Laut. Kreb (2011)10 menyebutkan taksiran kepadatan populasi pesut laut di Teluk Balikpapan pada survei bulan Mei tahun 2011 berdasarkan sampling jarak adalah 0,625 lumba-lumba/km2 dan perkiraan populasi pada saat survei adalah 68 individu.

Di Teluk Balikpapan, Dugong/duyung masih ditemukan dibeberapa tempat dengan jumlah yang sangat sedikit. Survei Kreb (2011), mengungkapkan ada 3 individu ditemukan dalam transek pengamatan sepanjang 260,4 km (0,012 individu per km transek) yang dibuat.

Sebaran Pesut Laut dan Dugong ini berada di perairan di sekitar ekosistem hutan mangrove. Habitat perairan ini adalah tempat berlindung dan mencari makan kedua jenis satwaliar ini (Gambar 2).

10Kreb, D. 2011. Survei Lapangan Pemataan Keberadaan

Hewan Mamalia Laut di Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur dalam Rangka Program Identifikasi dan

Inventarisasi Calon Kawasan Perairan Oleh DKP Propinsi. Yayasan Konservasi RASI

Pesut Laut Foto: Ivan Yusfi Noor

(4)

Gambar 2 Peta penyebaran Pesut dan Dugong

Burung

Burung banyak dijumpai di Teluk Balikpapan. Lazecký et. al (2013)11 menyebutkan hampir 300 jenis burung ada di Teluk Balikpapan dan hutan di sekitarnya yang merupakan habitat alaminya. Beberapa burung tersebut termasuk jenis burung yang terancam punah (endangered) seperti bangau storm (Ciconia stormi), berstatus rentan (vulnerable) seperti bangau tongtong (Leptoptilos javanicus) dan yang berstatus hampir terancam (near threatened) seperti elang ikan kecil (Ichthyophaga humilis). Beberapa jenis burung yang ditemui saat survei terakhir diantaranya elang laut (Haliaeetus leucogaster), elang bondol (Haliastur indus), elang ikan kecil (Ichthyophaga humilis), raja udang biru (Todirhamphus chloris), dan kuntul kecil (Egretta garzetta). Semua jenis burung di atas adalah jenis yang dilindungi undang-undang.

11 Lazecký M., Lhota S., Pohanková Z., Soumarová H. 2013.

Importance of Remote Sensing In Monitoring Of Deforestation In Balikpapan. Researchgate.

Ekowisata Satwaliar Teluk Balikpapan

Nilai estetika yang dimiliki oleh satwaliar merupakan potensi yang dapat dikembangkan untuk kegiatan ekowisata satwaliar karena mempunyai nilai estetika yang tinggi yang dapat menarik minat wisatawan. Data dan informasi yang disampaikan sebelumnya memberikan gambaran bahwa Teluk Balikpapan memiliki potensi pengembangan ekowisata berbasis satwaliar. Bekantan, pesut Laut, dugong, maupun berbagai burung dapat menjadi objek daya tarik utama ekowisata tersebut.

Pengamatan satwaliar di teluk Balikpapan dapat menjadi potensi yang dapat dikembangkan sebagai atraksi wisata. Harini et. al (2008)12 menyebutkan suatu obyek maupun daya tarik ekowisata dapat dikatakan sebagai sebuah atraksi apabila sudah dilakukan pengelolaan termasuk telah dilengkapinya sarana dan

12 Harini M EKS, Prihatno J, Hendarti L. 2008.

Pengembangan Produk Eowisata. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kehutanan dan Korea International

(5)

prasarana. Selain atraksi satwaliar tersebut, saat ini tengah dilakukan kajian tentang rencana pengembangan salah satu pulau di kawasan Teluk Balikpapan untuk sanctuary

orangutan yang akan menjadi salah satu daya tarik tersendiri bagi para pecinta ekowisata. Beberapa pulau yang sedang diidentifikasi adalah Pulau Balang, Pulau Benawa Besar, Pulau Benawa Kecil dan Pulai Madat.

Satwaliar tidak bisa dipisahkan dari habitatnya, sehingga kegiatan ekowisata satwaliar akan selalu berkaitan dengan habitatnya. Oleh sebab itu, hutan mangrove menjadi bagian penting dari ekowista berbasis satwaliar ini.

Ekosistem mangrove di Teluk Balikpapan dapat dikatakan tumbuh baik dan ditemukan hampir di sepanjang pantai

teluk. Luas mangrove di Teluk Balikpapan sekitar ±170 km2 (Gambar 3). Keberadaan ekosistem mangrove menjadi sangat penting dalam mendukung atraksi ekowisata satwaliar ini.

Daya dukung lingkungan (carrying

capacity) sebagai prasayarat dalam

kegiatan ekowisata sangat diperlukan. Daya dukung tersebut diartikan sebagai intensitas pemanfaatan satwaliar secara maksimum dan berlangsung secara terus menerus dengan memperhatikan aspek keseimbangan dari keberadaan satwaliar tersebut. Sebagai contoh, jumlah maksimal wisatawan yang dapat melihat pesut di Teluk Balikpapan hanya 240 orang/hari yang hanya bisa dilakukan di 2 (dua) lokasi utama yaitu Sungai Riko dan Muara Sungai Tempadung.

Gambar 3 Peta penyebaran mangrove Begitupun dengan jumlah maksimal

pengunjung untuk melihat Bekantan hanya diperbolehkan (ambang batas maksimal) sebanyak 240 orang/hari. Lokasi penga-matan bekantan ini bisa dilakukan di 3 (tiga) lokasi, yaitu Sungai Somber, Sungai Wain dan Sungai Pemaluan. Dengan

demikian, potensi ekowisata berbasis satwaliar dapat dilakukan di Teluk Balikpapan yang tentunya ditunjang dari sisi aksesibilitas, sarana dan prasarana, serta unsur-unsur pendukung lainnya. Salam Lestari !!!

Gambar

Gambar 1 Peta penyebaran Bekantan
Gambar 2 Peta penyebaran Pesut dan Dugong
Gambar 3 Peta penyebaran mangrove  Begitupun  dengan  jumlah  maksimal

Referensi

Dokumen terkait

Data simpanan merupakan simpanan dari data yang dapat berupa suatu file atau database pada sistem komputer, simpanan data dapat disimbolkan dengan garis horizontal

Indosat Ooredoo khususnya pada Group Customer Operation – Divisi Global Service Assurance terdapat sebuah SOP (System Operation Procedure) yang berjalan yaitu customer

Mikroba endofit hidup bersimbiosis dengan tanaman di dalam jaringan tanaman, apabila mikroba tersebut mampu menghasilkan suatu agen biologis yang dapat memerangi

Artinya: sesuatu yang menjadi kebiasaan manusia, dan mereka mengikutinya dalam bentuk setiap perbuatan yang populer diantara mereka, ataupun suatu kata yang biasa

Penggunaan media animasi pada materi sistem pencernaan diharapkan dapat memberikan manfaat bagi Mahasiswa Pendidikan Biologi yang akan melaksanakan pembelajaran

Sedangkan untuk data-data penelitian yang digunakan dalam penelitian yaitu jumlah penduduk usia sekolah, data siswa sekolah, data lokasi sekolah, daya tampung sekolah,

Wawancara dilakukan dengan tanya jawab kepada peserta didik SMA Negeri 2 Rembang dan MAN Rembang yang menjadi responden dan memberikan pengertian atau pemahaman

 Untuk mengetahui hasil uji coba yang dilakukan pada logam aluminium dan timah, tungku pengecoran logam non ferro (aluminium (AI) dan timah) dengan kapasitas 30 kg