• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORITIS. Hery Noer Aly (1999 : 88) Ibu dan Ayah masing-masing mempunyai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORITIS. Hery Noer Aly (1999 : 88) Ibu dan Ayah masing-masing mempunyai"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN TEORITIS

2.1 Hakekat Orang Tua

Menurut Thamrin Nasution dan Nurhalijah Nasution (Kanisius, 1985 : 1) orang tua adalah orang yang bertanggung jawab dalam satu keluarga atau rumah tangga yang biasa disebut Ibu dan Bapak.

Hery Noer Aly (1999 : 88) Ibu dan Ayah masing-masing mempunyai tanggung jawab yang sama dalam pendidikan anak. Departemen Agama RI (1982 : 34) Orang tua yaitu orang-orang yang bertanggung jawab atas kelangsungan hidup anak. Sedangkan menurut Kartini dan Kartono (1982 : 27) orang tua adalah pria dan wanita yang terikat dalam perkawinan dan siap sedia untuk memikul tanggung jawab sebagai ayah dan ibu dari anak-anak yang dilahirkannya.

Orang tua adalah komponen keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu, dan merupakan hasil dari sebuah ikatan perkawinan yang sah yang dapat membentuk sebuah keluarga. Orang tua memiliki tanggung jawab untuk mendidik, mengasuh dan membimbing anak-anaknya untuk mencapai tahapan tertentu yang menghantarkan anak untuk siap dalam kehidupan bermasyarakat. Orang tua merupakan orang yang lebih tua atau orang yang dituakan. Namun umumnya di masyarakat pengerian orang tua itu adalah orang yang telah melahirkan kita kedunia ini, ibu dan bapak juga yang mengasuh dan yang telah membimbing anaknya dengan cara memberikan contoh yang baik dalam menjalani kehidupan sehari-hari, selain itu orang tua juga telah

(2)

memperkenalkan anaknya kedalam hal-hal yang terdapat didunia ini dan menjawab secara jelas tentang sesuatu yang tidak dimengerti oleh anak. Maka pengetahuan yang pertama diterima oleh anak adalah dari orang tuanya.

Peran orang tua merupakan suatu kompleks pengharapan manusia terhadap caranya individu harus bersikap sebagai orang yang mempunyai tanggung jawab dalam satu keluarga, dalam hal ini khususnya peran terhadap anaknya dalam hal pendidikan, keteladanan, kreatif sehingga timbul dalam diri anak semangat hidup dalam pencapaian keselarasan hidup di dunia ini. Sehingga sebagai orang tua mempunyai kewajiban memelihara keselamatan kehidupan keluarga baik moral maupun material dengan keteladanan, kreatif sehingga timbul dalam diri anak semangat hidup dalam pencapaian keselarasan hidup di dunia ini. Sebagaimana firman Allah surat At-Tahrim ayat 6, yang artinya : “hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”.

Kepribadian orang tua, sikap dan cara hidup mereka merupakan unsur-unsur pendidikan yang tidak langsung yang dengan sendirinya akan masuk ke dalam pribadi anak yang sedang tumbuh. Hal ini dikarenakan posisi orang tua memiliki hubungan terdekat dengan anak-anaknya. Anak belajar mengenal makna cinta kasih, simpati, ideology, dan tingkah laku lainnya secara langsung kepada orang tuanya,

(3)

sehingga perilaku orang tua memiliki pengaruh yang sangat signifikan bagi pembentukan karakter anak.

2.2 Fungsi dan Peran Orang Tua

Orang tua adalah komponen keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu, dan merupakan hasil dari sebuah ikatan perkawinan yang sah yang dapat membentuk sebuah keluarga. Orang tua memiliki tanggung jawab untuk mendidik, mengasuh dan membimbing anak-anaknya untuk mencapai tahapan tertentu yang menghantarkan anak untuk siap dalam kehidupan bermasyarakat. Sedangkan pengertian orang tua di atas, tidak terlepas dari pengertian keluarga, karena orang tua merupakan bagian keluarga besar yang sebagian besar telah tergantikan oleh keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak. Menurut Arifin (dalam Suhendi, Wahyu, 2000 : 41) keluarga diartikan sebagai suatu kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang dihubungkan dengan pertalian darah, perkawinan atau adopsi (hukum) yang memiliki tempat tinggal bersama. Adapun fungsi keluarga secara ilmu menurut ST. Vembrianto sebagaimana dikutip oleh M. Alisuf Sabri mempunyai 7 (tujuh) yang ada hubungannya denagan si anak yaitu.

1. Fungsi biologis: keluaraga merupakan tempat lahirnya anak-anak secara biologis anak berasal dari orang tuanya.

2. Fungsi Afeksi: kerluarga merupakan tempat terjadinya hubungan sosial yang penuh dengan kemesraan dan afeksi (penuh kasih sayang dan rasa aman). 3. Fungsi sosial: fungsi keluaraga dalam membentuk kepribadian anak melalui

(4)

sikap keyakinan, cita-cita dan nilai-nilai dalam keluarga anak, masyarakat, dan rangka pengembangan kepribadiannnya.

4. Fungsi Pendidikan: keluarga sejak dulu merupakan institusi pendidikan dalam keluarga dan merupakan satu-satunya institusi untuk mempersiapkan anak agar dapat hidup secara sosial dimasyarakat, sekarang pun keluarga dikenal sebagai lingkungan pendidikan yang pertama dan utama dalam mengembangkan dasar kepribadian anak.

5. Fungsi Rekreasi: kelurga merupakan tempat/medan rekreasi bagi anggotanya untuk memperoleh afeksi, ketenangan, dan kegembiraan.

6. Fungsi Keagamaan : merupakan pusat pendidikan upacara dan ibadah agama, fungsi ini penting artinya bagi penanaman jiwa agama pada si anak.

7. Fungsi perlindungan: keluarga berfungsi memelihara, merawat dan melindungi anak baik fisik maupun sosialnya. (Sabri, 1999 : 16).

Di samping itu, tugas orang tua adalah menolong anak-anaknya, menemukan, membuka, dan menumbuhkan kesedian-kesedian bakat, minat dan kemampuan akalnya dan memperoleh kebiasaan-kebiasaan dan sikap intelektual yang sehat dan melatih indera. Adapun cara lain mendidik anak dijelaskan dalam Alquran.

Setiap orang tua dalam menjalani kehidupan berumah tangga tentunya memiliki tugas dan peran yang sangat penting, adapun tugas dan peran orang tua terhadap anak nya dapat dikemukakan sebagai berikut : (1) Melahirkan, (2) Mengasuh, (3) Membesarkan, (4) Mengarahkan menuju kepada kedewasaan serta menanamkan norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku.

(5)

Orang tua yang tidak memperdulikan anak-anaknya, orang tua yang tidak memenuhi tugas-tugasnya sebagai ayah dan ibu, akan sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan hidup anak-anaknya. Terutama peran seorang ayah dan ibu adalah memberikan pendidikan dan perhatian terhadap anak-anaknya. Sebagaimana dikemukakan “Perkembangan jiwa dan social anak yang kadang-kadang berlangsung kurang mantap akibat orang tua tidak berperan selayaknya. Naluri kasih sayang orang tua terhadap anak nya tidak dapat dimanifestasikan dengan menyediakan sandang, pangan, dan papan secukupnya. Anak-anak memerlukan pengertian dan perhatian supaya tumbuh menjadi anak yang matang dan dewasa (Depdikbud, 1993 : 12).

Dalam berbagai penelitian para ahli dapat dikemukakan beberapa hal yang perlu diberikan oleh orang tua terhadap anaknya, sebagaiman diungkapkan sebagai berikut :

1. Respek dan kebebasan pribadi

2. Jadikan rumah tangga nyaman dan menarik 3. Hargai kemandiriannya

4. Diskusikan tentang berbagai masalah

5. Berikan rasa aman, kasih sayang, dan perhatian 6. Anak-anak perlu dimengerti

7. Beri contoh kehidupan yang bahagia (Ahmad Abu. 1991 : 44).

Pendampingan orang tua dalam pendidikan anak diwujudkan dalam suatu cara-cara orang tua mendidik anak. Cara orang tua mendidik anak inilah yang disebut sebagai pola asuh. Setiap orang tua berusaha menggunakan cara yang paling baik

(6)

menurut mereka dalam mendidik anak. Untuk mencari pola yang terbaik maka hendaklah orang tua mempersiapkan diri dengan beragam pengetahuan untuk menemukan pola asuh yang tepat dalam mendidik anak.

Peranan orang tua terhadap anak tidak terlepas dari sikap perlakuan yang diberikan dengan cara yang berbeda dengan situasi yang tetap kondusif sesuai untuk anak sehingga kelak tidak memberikan dampak yang negatif. Untuk itu peran orang tua terhadap anak diharapkan memberikan pola asuh yang tepat agar perkembangan emosi anak berkembang secara optimal. Menurut Soegeng Santanso (2004 : 77-78), pola asuh adalah cara pendekatan orang dewasa kepada anak dalam memberikan bimbingan, arahan, pengaruh dan pendidikan supaya anak menjadi dewasa dan mampu berdiri sendiri. Pada prinsipnya pola asuh ini ada tiga macam, yaitu :

a. Pola asuh otoriter

Yaitu cara pendekatan atau pengasuhan yang berciri khas disiplin yang tinggi dan cenderung otoriter dari orang tua. Agar anak menjadi penurut, tertib dan tidak melawan. Pola ini ada yang bersifat tradisional berdasarkan adat istiadat dan agama. Akibatnya anak mempunyai inisiatif tidak pernah kreatif dan takut salah, tidak banyak kemauan dan menerima apa adanya, bahkan anak sering tertekan yang akhirnya tidak mengalami pertumbuhan dan perkembangan secara wajar.

b. Pola asuh permisif

Yaitu pola asuh yang bersifat lunak, anak dibiarkan oleh pendidiknya. Anak diberi kebebasan, sehingga akan tumbuh dan berkembang secara normal. Rambu-rambu yang diberikan oleh pendidik tidak terlalu banyak bahkan sedikit sekali. Anak

(7)

boleh mempunyai inisiatif, mencoba dan mengusulkan sesuatu kepada pendidik. Pendidik banyak bersifat masa bodoh. Sehingga anak dalam berperilaku terdapat kesalahan, karena tidak sesuai dengan norma dan nilai pendidikan, pengawasan dari pendidik sedikit, sehingga anak merasa tidak takut, lalu bertindak atas dasar kemauan sendiri.

c. Pola asuh demokratis

Yaitu pola asuh yang menekankan pada pemberian kesempatan terhadap anak agar tumbuh dan berkembang secara wajar, tetapi penuh dengan pemantauan dan pengawasan. Anak diberi hak untuk mengeluarkan pendapat, saran dan inisiatif. Tetapi keputusan ada pada pendidik. Hak anak didengar, dihargai dan diakui. Karena anak mempunyai kemampuan, kelebihan dan sesuatu kekhususan yang mungkin tidak dimiliki oleh pendidik.

Ketiga macam pola asuh di atas semuanya dapat dilaksanakan oleh pendidik/orang tua sesuai denagan situasi, kondisi, umur dan perkembangan anak serta tujuan yang hendak dicapai. Oleh karena itu pendidik/orang tua harus arif dalam memilih salah satu pola asuh yang akan dilakukan jangan sampai salah.

Untuk terjalinnya hubungan baik itu tentu saja banyak factor lain yang mempengaruhinya. Misalnya, factor pendidikan, kasih sayang, profesi, pemahaman terhadap norma agama, dan mobilitas orang tua. Hubungan yang baik antara orang tua dan anak tidak hanya diukur dengan pemenuhan kebutuhan materil saja, tetapi kebutuhan mental spiritual merupakan ukuran keberhasilan dalam menciptakan hubungan tersebut. Masalah kasih sayang yang diberikan orang tua terhadap anaknya

(8)

adalah factor yang sangat penting dalam keluarga. Tidak terpenuhinya kebutuhan kasih sayang dan seringnya orang tua tidak berada di rumah menyebabkan hubungan dengan anaknya kurang intim.

Orang tua sebagai pemimpin adalah factor penentu dalam menciptakan keakraban hubungan dalam keluarga. Tipe kepemimpinan yang diberlakukan dalam keluarga akan memberikan suasana tertentu dengan segala dinamikanya. Interaksi yang berlangsung pun bermacam-macam bentuknya. Oleh karena itu, hampir tak terbantah, bahwa karakteristik seorang pemimpin akan menentukan pola komunikasi yang berlangsung dalam kehidupan keluarga. Kehidupan keluarga yang dipimpin oleh seorang pemimpin otoriter, demokratis, dan permisif akan melahirkan suasana yang berbeda-beda. Perbedaan itu disebabkan adanya perbedaan karakteristik yang dimiliki oleh ketiga tipe kepemimpinan di atas.

2.3 Arti Pentingnya Orang Tua Bagi Kemandirian Anak

Anak adalah anugerah dari sang pencipta, orang tua melahirkan anak harus bertanggung jawab terutama soal mendidiknya, baik ayah sebagai kepala keluarga maupun ibu sebagai pengurus rumah tangga. Keikutsertaan orang tua dalam mendidik anak merupakan awal keberhasilan orang tua dalam keluarganya apabila sang anak menuruti perintah orang tuanya terlebih lagi sang anak menjalani didikan sesuai dengan perintah agama. Anak juga merupakan buah hati orang tua. Anak adalah dambaan setiap orang tua saat di dunia. Anak menjadi permata hati dan ketika diakhirat kelak anak adalah teman yang menyenangkan didalam surga. Di dalam

(9)

dirinya terdapat keuikan yang dalam perjalanan tumbuh kembangnya memerlukan penanganan yang berbeda-beda.

Anak-anak memang tanggung jawab orang tua untuk mendidik, membesarkan, dan melindunginya. Akan tetapi, tidak semua kegiatan anak bisa diawasi orang tua dalam sehari penuh. Waktu di mana mereka berada di bawah pengawasan orang tua jauh lebih sedikit dibanding kesempatan mereka bergaul dengan temannya baik di sekolah maupun bersama rekan sepermainan mereka selepas sekolah. Karena itu wajar jika banyak orang tua khawatir apakah anaknya berada dalam pergaulan yang baik atau sebaliknya. Tetapi, jika orang tua sudah memberikan bekal pendidikan yang memadai, ketika melepas mereka ke pergaulan anak-anak akan bisa memilih dan mengatasi sendiri masalahnya. Mana yang baik baginya akan mereka ambil, cerna, lalu di kembangkan sendiri, dan ia terapkan sebagai bahan pengembangan hidupnya. Mana yang selayaknya di tolak tidak akan mereka ambil. Karena itu membangun kemandirian anak menjadi sesuatu hal yang penting.

Bagi anak-anak, orang terdekatnya adalah orang tuanya. Untuk menumbuhkan kebahagiaan dalam keluarga, hubungan antara orang tua dengan anak haruslah berdasarkan cinta dan saling percaya. Karena masa kanak-kanak masih dalam lingkaran hubungan yang terbatas, peranan orang tua menjadi sangat penting dalam membentuk kecerdasan dan keseluruhan kepribadian anak. Di dalam keluarga besar, yang mempunyai anak cukup banyak, anak-anak itu mungkin tidak akan mendapat cukup perhatian dan kasih sayang yang mereka perlukan. Sebaliknya, ada juga yang

(10)

mendapat perhatian yang berlebihan dari orang tua mereka, terutama dari sang ibu. Hal ini sama buruknya. Keduanya dapat menyebabkan pertumbuhan si anak terhambat. Cara pandang dan pendekatan orang tua memang mempunyai pengaruh yang besar bagi anak-anak.

Benih-benih hubungan orangtua dengan anak mulai tertanam pada masa kanak-kanak awal. Seiring dengan perkembangan anak, hubungan ini akan mengalami banyak perubahan. Di antaranya, anak akan mulai memberontak, menjadi keras kepala, kasar, dan mencari-cari perhatian. Begitu anak mulai menunjukkan kemauan untuk mandiri, orangtua boleh saja merasa puas. Tetapi, ini harus tetap menjadi perhatian. Anak tersebut tetap membutuhkan pengawasan dari orang tua.

Banyak orang tua yang merasa cukup mendidik anak dengan memberikan fasilitas berlebih. Apapun yang mereka inginkan mereka bersedia menyediakannya karena ingin membuktikan kasih sayangnya sebagai orang tua. Namun seringkali kasih sayang berlebih ini mendapatkan hasil yang tak semestinya. Bukan menghasilkan pribadi yang mandiri justru menumbuhkan anak yang terlalu kental ketergantungannya pada orang tua.

Banyak orang tua menginginkan anaknya untuk belajar mandiri sejak dini dan beranggapan bahwa kemandirian akan terbentuk dengan sendirinya seiring dengan pertambahan dan pertumbuhan usia anak. Padahal kemandirian anak akan terbentuk apabila anak sejak dini sudah diajarkan, dipersiapkan, dan dibiasakan belajar mandiri. Dalam proses membentuk kemandirian pada anak, perlu adanya dorongan, motivasi, rangsangan, untuk bereksplorasi berulang-ulang sehingga tanggung jawab anak

(11)

terbentuk. Di sini peran orang tua sangat penting dalam proses pembentukan kemandirian anak. Dengan adanya peran serta dari orang tua akan memunculkan inisiatif anak untuk mampu mendayagunakan setiap potensinya sehingga tahu harus berbuat bagaimana untuk melaksanakan tugas sekolah maupun memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Dalam menanamkan kemandirian pada anak, hindarilah perintah dan ultimatum karena dapat membuat anak selalu merasa berada di bawah orang tua dan tidak mempunyai otoritas pribadi. Disiplin dan rasa hormat tetap bisa dilatih tanpa orang tua menjadi galak pada anak. Mengarahkan, mengajar serta berdiskusi dengan anak akan lebih efektif dari pada memerintah, apalagi bila perintah tidak di dasari dengan alasan yang jelas. Lama kelamaan anak akan bergantung pada perintah atau larangan orang tua dalam melakukan segala sesuatu. Senantiasa katakan dan tunjukkan cinta, kasih sayang serta dukungan pada anak secara konsisten.

Bagaimanapun baiknya kita sebagai orangtua, tetap saja anak-anak akan mengahadapi masalah, dilema, dan hambatan. Itu merupakan bagian hidup yang tak dapat dielakkan. Cukup sulit bagi kebanyakan orangtua melihat anak-anaknya bergumul dengan beragam tantangan. Sebagi orangtua yang telah melalui banyak hal, hendaknya kita bisa menggunakan pengalaman hidup itu untuk menyelamatkan anak dari perasaan luka atau keputusasaan. Secara alamiah, orang tua ingin melindungi buah hatinya dari perbuatan yang kurang terpuji serta memilihkan pilihan yang mungkin terkesan kurang ideal bagi sang buah hati. Bagaimanapun juga, hasrat untuk menuntun dan melindungi buah hati cenderung membuat orang tua terjebak kedalam

(12)

perangkap. Dan, akhirnya menjadi sebuah masalah. Sebenarnya, terlalu dini membereskan masalah yang menimpa anak akan membuat anak tidak memiliki kesempatan untuk belajar dari konsekuensi tindakan yang dilakukannya. Tanpa sadar, seringkali orang tua mendorong anak menjadi serba tergantung daripada belajar mandiri. Dengan tidak memberi anak sebuah kesempatan untuk belajar konsekuensi secara alami akan menimbulkan frustasi dan kemarahan pada masa mendatang. Itu karena hasrat alami anak untuk bereksplorasi dan berkembang telah dibatasi oleh orangtuanya.

Orang tua juga harus bersikap positif pada anak, seperti memuji, memberi semangat, atau memberikan pelukan hangat sebagai bentuk dukungan terhadap usaha mandiri yang dilakukan anak. Adanya penghargaan atas usaha anak untuk menjadi pribadi mandiri, terlepas dari apakah pada saat itu ia berhasil atau tidak. Apabila orang tua atau lingkungan bereaksi negative atau tidak menghargai usaha anak untuk mandiri maka hal ini akan berdampak negative pada diri anak seperti anak bisa tumbuh menjadi seorang yang penakut, tidak berani memikul tanggung jawab, tidak termotivasi untuk mandiri dan cenderung memiliki kepercayaan diri yang rendah. Selain itu, untuk menjadi pribadi mandiri seorang anak juga perlu mendapat kesempatan berlatih secara konsisten mengerjakan sesuatu sendiri atau membiasakannya melakukan sendiri tugas-tugas yang sesuai dengan tahapan usianya. 2.4 Hakikat Kemandirian

Kemandirian yang menggunakan istilah autonomy, Steinberg (1995 : 285) mengkonsepsikan kemandirian sebagai self governing person, yakni kemampuan menguasai

(13)

diri sendiri. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia “kemandirian” berasal dari kata mandiri yang berarti keadaan dapat berdiri sendiri dan tidak bergantung pada orang lain.

Menurut Masrun (1986:8), kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk bertindak bebas, melakukan sesuatu atas dorongan sendiri dan untuk kebutuhannya sendiri tanpa bantuan dari orang lain, maupun berpikir dan bertindak original/kreatif, dan penuh inisiatif, mampu mempengaruhi lingkungan, mempunyai rasa percaya diridan memperoleh kepuasan dari usahanya.

Pengertian mandiri berarti mampu bertindak sesuai keadaan tanpa meminta atau tergantung pada orang lain. Mandiri adalah dimana seseorang mau dan mampu mewujudkan kehendak keinginan dirinya yang terlihat dalam tindakan perbuatan nyata guna menghasilkan sesuatu demi pemenuhan kebutuhan hidupnya dan sesamanya (Antonius, 2002:145).

Kemandirian secara psikologis dan mentalis yaitu keadaan seseorang yang dalam kehidupannya mampu memutuskan dan mengerjakan sesuatu tanpa bantuan dari orang lain. Kemampuan demikian hanya mungkin dimiliki jika seseorang berkemampuan memikirkan dengan seksama tentang sesuatu yang dikerjakannya atau diputuskannya, baik dalam segi-segi manfaat atau keuntungannya, maupun segi-segi negatif dan kerugian yang akan dialaminya (Hasan Basri, 2000:53). Setiap kegiatan yang dilakukan oleg seseorang agar berhasil sesuai keinginan dirinya maka diperlukan adanya kemandirian yang kuat.

(14)

Menurut Brewer dalam Chabib Toha (1985:21), kemandirian adalah suatu perasaan otonomi sehingga pengertian perilaku mandiri adalah suatu kepercayaan diri sendiri dan perasaan otonomi diartikan sebagai perilaku yang terdapat dalam diri seseorang yang timbul karena kekuatan dorongan dari dalam tidak karena terpengaruh oleh orang lain. Sedangkan menurut Kartini Kartono (1985:21) kemandirian seseorang terlihat pada waktu orang tersebut mengahadi masalah. Bila masalah itu dapat diselesaikan sendiri tanpa meminta bantua dari orang tua dan akan bertanggung jawab terhadap segala keputusan yang telah diambil melalui berbagai pertimbangan maka hal ini menunjukkan bahwa orang tersebut mampu untuk mandiri.

Dari beberapa pendapat para ahli diatas dapat diambil kesimpulan bahwa kemandirian merupakan sikap yang memungkinkan seseorang untuk bertindak bebas, melakukan sesuatu atas dorongan sendiri dan kemampuan mengatur diri sendri, sesuai dengan hak dan kewajibannya sehingga dapat menyelesaikan sendiri masalah-masalah yang dihadapi tanpa meminta bantuan atau tergantung dari orang lain dan dapat bertanggung jawab terhadap segala keputusan yang telah diambil melalui berbagai pertimbangan sebelumnya.

2.5 Perilaku Kemandirian

2.5.1 Pengertian Perilaku Kemandirian

Berperilaku mandiri tidak hanya berlaku bagi orang dewasa melainkan pada setiap tingkatan usia. Setiap manusia perlu mengembangkan kemandirian sesuai dengan kapasitasnya dan tahapan perkembangannya (Lie & Prasasti, 1993:13).

(15)

Menurut Reber dalam (Mu’tadin, 2002:2) perilaku kemandirian merupakan suatu perilaku individu yang diperoleh secara komulatif selama perkembangan, dimana individu akan terus belajar untuk bersikap mandiri dalam menghadapi berbagai situasi di lingkungan, sehingga individu pada akhirnya akan mampu berfikir dan tindakan memilih jalan hidupnya untuk dapat berkembang dengan lebih mantap. Individu yang mempunyai perilaku kemandirian kuat, akan mampu bertanggung jawab, berani menghadapi masalah dan resiko dan tidak mudah terpengaruh, serta konsekuen terhadap kata-kata dan tindakan atau tergantung kepada orang lain. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perilaku kemandirian adalah perilaku yang menunujukkan kedewasaan yang mampu mengembangkan diri, bertanggung jawab, tampil sebagai totalitas pribadi yang mantap, menyadari apa yang dilakukan dan alasan melakukannya serta mampu menunjukkan kontrol diri terhadap perilakunya.

Sejak anak-anaklah kemandirian ditumbuhkembangkan, dalam hal ini perlu metode untuk menumbuhkembangkan kemandirian tersebut pada sang anak. Metode untuk menumbuhkembangkan kemandirian anak, dari teoritis sampai yang praktis. Ada 7 hal yang perlu diperhatikan oleh orang tua yang menginginkan anak nya menjadi pribadi mandiri :

1. Tumbuhkan rasa percaya diri 2. Pahami resiko anak belajar 3. Beri kepercayaan

(16)

5. Kebiasaan 6. Disiplin

7. Jangan terus menyuapi

Orang tua harus ingat, menumbuhkembangkan kemandirian anak tidak dengan memaksakan atau keinginan orang tua, guru atau yang lainnya, melainkan harus mengikuti kehendak atau keinginan sang anak dengan bimbingan dan pengawasan yang memadai. Kemandirian itu bukan milik orang dewasa atau orang tua, melainkan anak pun yang berhak memilikinya, bahkan justru pada masa kanak-kanak kemandirian harus ditumbuh kembangkan. Dengan metode dan bimbingan yang tepat, kemandirian pada anak bermanfaat bagi anak bersangkutan bukan untuk orang lain.

2.5.2 Aspek-Aspek Kemandirian

Kemandirian dalam konteks individu yaitu memiliki aspek yang lebih luas dari sekedar aspek fisik. Aspek-aspek kemandirian menurut Havinghurst (dalam Mu’tadin, 2002:3), antara lain:

a) Aspek emosi yaitu ditujukan dengan kemampuan mengontrol emosi dan tidak tergantungnya emosi pada orangtua.

b) Aspek ekonomi yaitu ditunjukkan dengan kemampuan mengatur ekonomi dan tidak tergantungnya kebutuhan ekonomi pada orangtua,

c) Aspek sosial yaitu ditunjukkan dengan kemampuan untuk mengadakan interaksi dengan orang lain dan tidak tergantung atau menunggu aksi dari orang lain.

(17)

d) Aspek intelegensi yaitu ditunjukkan dengan kemampuan untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi.

2.5.3 Proses Terbentuknya Perilaku Kemandirian

Perilaku kemandirian merupakan perilaku yang dibentuk, perilaku yang dipelajari melalui proses belajar dapat dikatakan bahwa dalam pembentukan perilaku anak tersebut dapat dilakukan dengan proses sosialisasi terhadap anak. Menurut Kimball Young dalam (Gunawan, 2000: 33), sosialisasi ialah hubungan interaktif yang dengannya seseorang mempelajari keperluan-keperluan sosial dan kultural yang menjadikan seseorang sebagai anggota masyarakat. Perilaku kemandirian seorang anak diperkuat melalui proses sosialisasi yang terjadi antara anak dengan teman sebaya. Melalui hubungan dengan teman sebaya, anak belajar berfikir dan bertindak secara mandiri, mengambil keputusan sendiri (Santrock, 2003: 140). Proses sosialisasi ini merupakan proses peyesuaian diri. Dengan proses sosialisasi yang baik maka seseorang akan dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungannya dengan baik, yang terjadi dalam proses sosialisasi ini yaitu proses belajar dengan seseorang mempelajari berbagai macam peran sosial.

Peran sosial merupakan pola-pola tingkah laku yang umum dilakukan oleh orang yang mempunyai posisi sosial yang sama atau sederajat. Atau dengan kata lain yang dipelajari adalah bentuk tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain atau masyarakat, maka di dalam proses belajar sosial tersebut seseorang akan tahu dan memahami tingkah laku yang disukai atau diharapkan dan yang ditolak oleh orang lain atau kelompoknya.

(18)

Melalui proses sosialisasi itu seseorang akan mengenal dan memahami berbagai nilai dan norma yang ada di dalam masyarakat. Pada saat ini peran orang tua dan respon dari lingkungan sangat diperlukan bagi anak sebagai “penguat” untuk setiap perilaku yang telah dilakukannya. Mengingat perilaku kemandirian akan banyak memberikan dampak yang positif bagi perkembangan individu, maka sebaiknya perilaku kemandirian diajarkan pada anak sedini mungkin sesuai dengan kemampuannya. Segala sesuatu yang dapat diusahakan sendiri akan dapat dihayati dan akan semakin berkembang menuju kesempurnaan. Pembentukan perilaku kemandirian yang diharapkan dapat dilakukan melalui cara-cara sebagai berikut : a. Cara pembentukan perilaku kemandirian dengan kondisioning atau kebiasaan,

yaitu dengan cara membiasakan diri untuk berperilaku seperti yang diharapkan. b. Pembentukan perilaku kemandirian dengan pengertian (insight), cara ini berdasar

atas teori kognitif, yaitu belajar dengan disertai adanya pengertian.

c. Pembentukan perilaku kemandirian dengan menggunakan model, cara ini didasarkan atas teori belajar sosial (social learning theory) atau observation learning theory (Walgito, 2003: 18-19).

2.5.4 Faktor-Faktor Kemandirian

Menurut Santock (2003: 145-220), faktor-faktor yang mempengaruhi dan membentuk kemandirian adalah :

a) Lingkungan merupakan salah satu faktor kemandirian. Lingkungan kehidupan yang dihadapi individu sangat mempengaruhi perkembangan kepribadian seseorang, baik segi-segi positif maupun negatif. Lingkungan keluarga dan

(19)

masyarakat yang baik terutama dalam bidang nilai dan kebiasaan-kebiasaan hidup akan membentuk kepribadian seseorang, dalam hal ini adalah kemandirian. Lingkungan sosial adalah segala faktor ekstern yang mempengaruhi perkembangan pribadi manusia, yang berasal dari luar pribadi.

Soekanto (2004:80) Secara Konseptual, lingkungan sosial mencakup unsur-unsur sebagai berikut: (a) proses sosial, (b) struktur sosial, dan (c) perubahan-perubahan sosial. Proses sosial sebenarnya merupakan inti dinamika lingkungan sosial. Inti proses sosial adalah interaksi sosial yang merupakan proses hubungan timbal balik antar pribadi, antar kelompok dan antar pribadi dengan kelompok. Struktur sosial menjadi landasan lingkungan sosial karena mencakup aspek-aspek sosial yang pokok. Aspek-aspek yang merupakan hasil abstraksi proses sosial adalah sebagai berikut: (a) kelompok sosial, (b) kebudayaan, (c) lembaga-lembaga sosial, (d) stratifikasi sosial, dan (e) kekuasaan dan wewenang.

Secara sosiologis (Soekanto, 2004:83) lingkungan budaya merupakan hasil lingkungan sosial. Hal ini disebabkan karena kebudayaan merupakan hasil karya, hasil cipta, dan hasil rasa yang didasarkan pada karsa. Dengan demikian, maka lingkungan budaya terdiri dari aspek materiil dan spiritual. Aspek spiritual lingkungan budaya pada dasarnya berintikan pada nilai-nilai. Suatu nilai merupakan pandangan baik dan buruk mengenai sesuatu. Biasanya nilai-nilai timbul dari hasil pengalaman berinteraksi. Dari proses interaksi dengan pihak pihak lain, manusia akan mendapatkan pandangan-pandangan tertentu mengenai interaksi tersebut. Apabila pandangan mengenai sesuatu hal baik, maka hal itulah yang dianut dan sebaliknya.

(20)

Menurut Gea (2005:146), Lingkungan sosial budaya dengan pola pendidikan dan pembiasaan yang baik akan mendukung perkembangan anak-anak menjadi mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupan, demikian pula keadaan dalam kehidupan keluarga akan mempengaruhi perkembangan keadaan kemandirian anak sikap orang tua yang tidak memanjakan anak akan menyebabkan anak berkembang secara wajar dan menggembirakan. Sebaliknya, remaja yang dimanjakan akan mengalami kesukaran dalam hal kemandiriannya. Sebaliknya, jika keadaan sosial budaya masih kurang menggembirakan, sedang kedua orang tua tidak menghiraukan pendidikan yang baik bagi anak-anaknya, dan taraf keteladanan pun jauh dari taraf keluhuran, maka bukan tidak mungkin anak-anak berkembang salah dan sangat merugikan masa depan jika tidak tertolong dengan pendidikan selanjutnya. Pengalaman dalam lingkungan kehidupan sangat mempengaruhi kemandirian seseorang. Pengalaman seseorang akan membentuk suatu sikap pada diri seseorang yang mana didahului oleh terbentuknya suatu kebiasaan yang menimbulkan reaksi yang sama terhadap masalah yang sama. Jadi, pengalaman ini sangat banyak mempengaruhi proses pembentukan kepribadian seseorang (Khairuddin, 2002:69). Suatu sikap tidak akan terbawa sejak lahir, tetapi dibentuk sepanjang perkembangan individu yang bersangkutan (Walgito, 2003:115).

b) Pola Asuh juga termasuk salah satu faktor kemandirian. Pola asuh adalah cara pendekatan orang dewasa kepada anak dalam memberikan bimbingan, arahan, pengaruh dan pendidikan supaya anak menjadi dewasa dan mampu berdiri sendiri. Pada prinsipnya pola asuh ini ada tiga macam, yaitu :

(21)

a. Pola asuh otoriter yaitu cara pendekatan atau pengasuhan yang berciri khas disiplin yang tinggi dan cenderung otoriter dari orang tua.

b. Pola asuh permisif yaitu pola asuh yang bersifat lunak, anak dibiarkan oleh pendidiknya. Anak diberi kebebasan, sehingga akan tumbuh dan berkembang secara normal.

c. Pola asuh demokratis yaitu pola asuh yang menekankan pada pemberian kesempatan terhadap anak agar tumbuh dan berkembang secara wajar, tetapi penuh dengan pemantauan dan pengawasan. Anak diberi hak untuk mengeluarkan pendapat, saran dan inisiatif. Tetapi keputusan ada pada pendidik. Ketiga macam pola asuh di atas semuanya dapat dilaksanakan oleh pendidik sesuai denagan situasi, kondisi, umur dan perkembangan anak serta tujuan yang hendak dicapai. Oleh karena itu pendidik harus arif dalam memilih salah satu pola asuh yang akan dilakukan jangan sampai salah.

c) Pendidikan mempunyai sumbangan yang berarti dalam perkembangan terbentuknya kemandirian pada diri seseorang. Pendidikan adalah usaha manusia dengan penuh tanggung jawab membimbing anak belum mandiri secara pribadi. Semakin bertambahnya pengetahuan yang dimiliki seseorang kemungkinan untuk mencoba sesuatu yang baru semakin besar, sehingga seseorang akan lebih kreatif dan memiliki kemampuan.

Antara keluarga dan pendidikan ada dua istilah yang tidak bisa di pisahkan. Sebab, di mana ada keluarga di situ ada pendidikan. Di mana ada orang tua di situ ada anak merupakan suatu kemestian dalam keluarga. Ketika ada orang tua yang ingin

(22)

mendidik anaknya, maka pada waktu yang sama ada anak yang menghajatkan pendidikan dari orang tua. Pendidikan yang berlangsung dalam keluarga yang di laksanakan oleh orang tua sebagai tugas dan tanggung jawabnya dalam mendidik anak dalam keluarga.

d) Interaksi sosial merupakan kemampuan seorang anak dalam berinteraksi dengan lingkungan sosial, serta mampu melakukan penyesuaian diri dengan baik akan mendukung perilaku yang bertanggung jawab mempunyai perasaan aman dan mampu menyelesaikan segala pemasalahan yang dihadapi dengan tidak mudah menyerah akan mendukung perilaku mandiri.

e) Intelegensi merupakan factor lain yang dianggap penting sebagi tambahan yang diperhatikan adalah kecerdasan atau intelegensi subjek. Faktor tersebut diasumsikan akan berpengaruh dalam proses penentuan sikap, pengambilan keputusan, penyelesaian masalah dan penyesuaian diri secara mantap. Usaha untuk menentukan sikap memang diperlukan adanya kemampuan berfikir secara baik supaya sikapnya diterima oleh masyarakat lingkungannya.

Referensi

Dokumen terkait

Penju Penjualan alan prod produk uk koper koperasi asi secara tunai tidak dicatat di buku harian ini dan karena penjualan secara kredit tidak akan secara tunai tidak dicatat di

Dalam penelitian ini, tema-tema dari cerita yang akan dimainkan dapat disesuaikan dengan tema pembelajaran yang sedang berlangsung di TK yaitu tema Makanan dan Minuman,

Program kerja ini bertujuan agar warga Desa Krompeng dapat mengetahui tentang Bank Sampah, sehingga dengan adanya Bank Sampah dapat mengurangi sampah plastik

Selain sebagai sumber makanan trofik level di atasnya, Ordo Lepidoptera ini juga dapat menjadi hama pada saat dewasa, sehingga produktivitas sekunder Ordo

Turbin yang bergerak karena uap dipergunakan baling baling kapal dan sisa amoniak yang dari turbin menggunakan air dingin dari kedalaman laut yang suhunya C,

Oleh karena itu konsep pesan game simulasi “Sapi Kerap” yang diperoleh dari hasil analisis etnografi data budaya Kerapan Sapi akan mengacu kepada bagaimana

Oleh karena itu hubungan kerjasama dapat berjalan hingga saat ini dan menyebabkan kemudahan dalam pengembangan kerjasama.Selama tiga periode, kerjasama sister city

FAKUTTAS IIUI(UilI UIIIYERSITAS SURABAYT