1 GURU BERKARAKTER : KUNCI SUKSES MEMPERSIPAKAN
SISWA DALAM MENYONGSONG GENERASI EMAS Neni Nurhayati
Undang- undang Pendidikan Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional yang antara lain menyatakan “manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupan nya. Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melaui proses pembelajaran atau cara lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat”, selain itu, Shane (1984:39) berpendapat bahwa
pendidikanlah yang dapat
memberikan kontribusi pada kebudayaan di hari esok. Dengan demikian, kontribusi pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting karena bisa menentukan masa depan suatu bangsa. Dengan kata lain, kemajuan suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang dimilikinya.
Tugas utama pendidikan saat ini terbilang cukup berat, terlebih dengan adanya. Istilah generasi emas menjadi ramai dibicarakan banyak tokoh dan pengamat pendidikan setelah Mendikbud, M.Nuh, dalam pidato peringatakan Hardiknas 2012 lalu. Sejak tahun 2010 sampai 2035 Indonesia mendapatkan bonus demografi, yakni populasi usia produktif paling besar sepanjang sejarah Indonesia berdiri. Diperkirakan pada saat HUT Emas 2045 penduduk Indonesia akan mendekati setengah milyar, dan sekitar 100 juta tergolong dalam usia produktif.
Generasi 2045 disebut “berkarakter generasi emas” pada generasi ini focus utama kemampuan siswa pada
sikap positif, pola pikir esensial, komitmen normatif dan kompetensi abilitas, dan berlandasan IESQ. Sebelum kita kaji lebih dalam terkait generasi emas, ada baiknya kita bahas terlebih dahulu filosofi emas. Emas adalah logam mulia, kata yang harus ditekan kan disini adalah kata
mulia.emas murni memiliki nilai tinggi dan namun membutuhkan proses peleburan berkali kali dia api yang sangat panas agar kita mendapatka emas murni.
Filosofi emas menjadi logam mulia. Yang harus ditekan kan adalah kata mulia. Bagaimana seseorang dikatan mulia butuh pengorbanan bukan hanya siswa tapi pendidik juga. Terlebih lagi begitu besarya peran guru bagi pembentukan karakter peserta didiknya, ungkapan Guru Digugu dan Ditiru mungkin sebuah implikasi dari peran guru sebagai
Modelling (Example of
trustworthness).
Budimansyah (2009) menyatakan terjadi perubahan masyarakat terutama “munculnya karakter buruk yang ditandai kondisi kehidupan sosial budaya penyabar, ramah, penuh sopan santun dan pandai berbasa-basi berubah menjadi pemarah, suka mencaci, pendendam, berbuat sadis, kejam, dan biadab”.
Guru diharapkan mampu
menanamkan kembali karakter bangsa yang sudah semakin berubah melalui pendidikan. Malik Fadjar
(2005:188) dalam bukunya
“Holistika Pemikiran Pendidikan” menjelaskan bahwa guru menempati
336
mengejawantahkan dan melahirkan sumber daya manusia (SDM) berkualitas di negeri ini. Sekalipun sekarang dikembangkan metode pembelajaran Student central learning namun ini tidak mengurangi peran penting guru dalam proses pendidikan. Ma‟mur (2012:74) berpendapat peran guru dalam pengembangan karakter di sekolah adalah: keteladanan, inspirator, motivator, dinamisator, dan evaluator. Makalah ini akan
membahas pentingnya guru
berkarakter sebagai kunci sukses mempersipakan siswa dalam menyongsong generasi emas.
PEMBAHASAN
Lima hal yang perlu diperhatikan guru dalam karakter guru di sekolah nilai-niai adalah (Kemendiknas, 2010:28):
1. Rendah hati
Karakter ini membuat seorang guru berpikiran terbuka serta mudah menerima hal-hal baru. Di depan siswa atau sesama guru ia terus terang jika tidak tahu. Maklum ditengah pesatnya pertumbuhan dan akses kepada informasi, semua orang benar-benar mesti belajar kembali dan bersedia menjadi seorang pembelajar. Hal ini membuat ia menjadi mitra belajar yang mengasyikkan bagi siswa dan sesama guru. Karakter rendah hati juga menjadi pembuka jalan bagi masuknya ilmu baru. Di sebuah sekolah jika semua gurunya rendah hati akan terjadi transfer ilmu dan terbentuk komunitas pembelajar, karena semua orang dihargai dari apa kontribusi tenaga dan ilmunya dan bukan dari seberapa seniornya ia di sekolah.
2. Pandai mengelola waktu
Sebagai seorang yang bekerja dengan administrasi serta tugas mengajar yang banyak setiap minggunya, guru dituntut untuk pandai mengelola waktu. Bukan cuma siswa dikelas saja yang punya hak terhadap diri kita, namun juga keluarga terdekat kita di rumah yang memerlukan perhatian. Guru yang
pandai mengelola waktu
membedakan prioritas dalam bekerja, mana yang mesti dikerjakan sekarang atau yang mesti digarap secara bertahap.
3. Menghargai proses.
Saat mengajar sering kita pulang ke rumah dalam keadaan yang sangat lelah. Sering juga kita dilanda kebosanan sambil berucap dalam hati “seperti inikah rasanya jadi guru”. Sebagai manusia biasa wajar sekali jika perasaan itu datang. Semua perasaan tersebut akan hilang jika sebagai guru kita menghargai proses. Proses yang saya maksud adalah seperti jalannya atau perputaran alam semesta yang kita rasakan. Ada pagi ada siang, ada gelap dan ada terang. Jika suatu saat kita gagal atau belum berhasil dalam mengajar, hargailah usaha yang diri kita sendiri lakukan. Sebab mengingat-ingat kegagalan tanpa memandang atau menghargai usaha diri kita sendiri akan membuat malas di kemudian hari untuk melakukan inovasi dalam mengajar. Ada perasaan khawatir atau takut untuk berubah hanya karena pernah gagal. Jika itu terjadi siswa yang akan jadi korban karena sebagai guru anda akan tampil biasa-biasa saja dan miskin inovasi.
4. Berpikiran terbuka
Informasi dan ilmu pengetahuan
berkembang dan bertambah
337
hitungan detik informasi bertambah dengan cepat. Saat ini informasi ada di mana saja, semua tersedia tinggal bagaimana seseorang dengan pikirannya bisa mencerna dan memanfaatkan. Sebagai seorang guru sikap berpikiran terbuka inilah yang paling bermakna saat ini untuk diterapkan. Dengan berpikiran terbuka guru jadi mudah untuk menerima perbedaan dan senang akan perubahan. Di kelas dan sekolah sejak dulu siswa dibagi menjadi murid yang „pintar‟, „yang kurang pintar‟ dan „sedang-sedang saja‟. Belum ada pikiran yang terbuka yang mengatakan bahwa setiap anak adalah unik dan bisa menjadi „juara‟ di bidangnya masing-masing. Saat guru berpikiran terbuka ia akan bisa sekuat tenaga membuat setiap siswa di kelasnya meraih masa depan sesuai potensinya. Dengan pikiran terbuka guru juga jadi mudah untuk menyerap ilmu dari siapa saja tanpa mesti katakan “aah saya sudah tahu” atau “ah saya sudah pernah menerapkan” karena di masa sekarang ini ilmu bisa datang dari siapa saja, ia bisa datang dari buku dan media massa, sesama guru, orang tua siswa bahkan dari siswa kita di kelas.
5. Percaya diri
Bedakan antara rasa percaya diri dan sombong. Dalam mempersiapkan dan merencanakan pengajaran di kelas bisa saja guru mengatakan semua yang akan diajarkannya sudah ada di „luar kepala‟ hal ini berarti sama saja mengatakan sebagai guru ia anti terhadap kegiatan belajar lagi. Padahal bukan seperti itu guru yang percaya diri. Guru yang percaya diri akan sekuat tenaga mempersiapkan
sambil tetap percaya diri jika ada masalah yang timbul saat ia sedang
melaksanakan perencanaan
pengajarannya. Ia yakin sesulit apapun masalah yang timbul saat ia sedang melaksanakan hasil perencanaan pengajarannya, tetap akan memberikan pengalaman dan masukan bagi karier mengajarnya di masa depan.
Guru yang profesional dan berkarakter adalah guru yang mampu dan mau menjalankan tugasnya secara baik dan menginternalisasikan nilai-nilai positif kepada siswanya. Malik Fadjar (2005:188) dalam bukunya “Holistika Pemikiran Pendidikan” menjelaskan bahwa guru menempati posisi sentral dalam mengejawantahkan dan melahirkan sumber daya manusia (SDM) berkualitas di negeri ini. Sekalipun dewasa ini dikembangkan corak pendidikan yang lebih berorientasi terhadap kompetensi siswa (student oriented), tapi kenyataan ini tidak mengurangi arti dan peran guru dalam proses pendidikan. Guru tetap merupakan unsur dasar pendidikan yang sangat berpengaruh terhadap proses pendidikan, terlebih bagi penciptaan SDM berkualitas. Dalam bahasa arabnya, “al-Thariqah ahammu min maddah, wa lakin al-mudarris ahammu min al-thariqah” (Metode pembelajaran lebih penting daripada materi belajar, tetapi eksisntensi guru dalam proses pembelajaran jauh lebih penting daripada metode pembelajaran). Pasal 28 ayat 3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menyatakan bahwa ada empat kompetensi yang harus
338
dimiliki guru sebagai agen pembelajaran. Keempat kompetensi itu adalah kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi professional, dan kompetensi sosial. Inilah yang penulis sebut sebagai karakter dasar yang harus dimiliki seorang guru. Melalui keempat kompetensi yang dimilikinya tersebut, guru harus mampu menjadi panutan dan mampu membangun karakter dan jati dirinya. Sebagaimana visi guru yang dirumuskan Ki Hajar Dewantara, bahwa seorang pendidik itu hendak mempunyai kepribadian: di depan menjadi teladan, di tengah membangun karsa, dan di belakang memberi dorongan, tut wuri handayani. Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan
lain yang sesuai dengan
kekhususannya, serta berpartisipasi
dalam menyelenggarakan
pendidikan.
Daftar Pustaka
Shane, Harlod G., 1984. Arti Pendidikan Bagi Masa Depan.
Jakarta: Rajawali Pers
Budimansyah, D. (2007).
“Pendidikan Demokrasi Sebagai Konteks Civic Education di Negara-negara Berkembang”, Jurnal Acta Civicus, Vol.1 No.1, hlm.11-26.