• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. HASIL PENELITIAN YANG RELEVAN - PENINGKATAN HASIL BELAJAR SAINS ( IPA ) DENGAN PENDEKATAN CTL (CONTEXTUAL TEACHING ANG LEARNING) PADA POKOK BAHASAN CAHAYA SISWA KELAS V SDN 02 KEBUNAGUNG KEC. KAJEN KAB. PEKALONGAN T.P. PELAJARAN 2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA A. HASIL PENELITIAN YANG RELEVAN - PENINGKATAN HASIL BELAJAR SAINS ( IPA ) DENGAN PENDEKATAN CTL (CONTEXTUAL TEACHING ANG LEARNING) PADA POKOK BAHASAN CAHAYA SISWA KELAS V SDN 02 KEBUNAGUNG KEC. KAJEN KAB. PEKALONGAN T.P. PELAJARAN 2"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. HASIL PENELITIAN YANG RELEVAN

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Ipung Sunaryo (2004), disimpulkan bahwa dengan menggunakan pendekatan kontekstual, hasil belajar siswa dengan pokok bahasan ekologi dapat ditingkatkan.

Begitu juga pada penelitian yang dilakukan oleh Slamet Supriyatno (2006), terbukti bahwa dengan menggunakan pendekatan kontekstual, prestasi belajar siswa menjadi meningkat.

Pada penelitahan yang dilakukan oleh Amin Hidayat, diperoleh kesimpulan bahwa Pendekatan Kontekstual dapat bermanfaat untuk hal-hal berikut:

1) meningkatkan Communication Skill (kemampuan berkomunikasi), Study Skill (kemampuan belajar), Numeric Skill (kemampuan numerik), Problem Solving Skill (kemapuan memecahkan masalah),dan Socialand Personal Skills

(kemampuan personal dan sosial) siswa;

2) mendorong meningkatkan aktivitas siswa selama proses pembelajaran;

3) mendorong upaya pengikisan kesenjangan antar siswa dan antar guru dan siswa;

4) merubah suasana suasana kelas lebih konduksif untuk pembelajaran Fisika; 5) model ini memberikan peluang yang besar untuk terjadinya dialog, suasana

(2)

Hal tersebut juga didukung dari hasil penelitian sebelumnya oleh Vernon A. Magnesen dalam De Porter (2001) yang menyatakan bahwakita belajar: 10% dari apa yang kita baca, 20% dari apa yang kita dengar, 30% dari apa yang kita lihat, 50% dari apa yang kita lihat dan dengar, 70% dari apa yang kita katakan dan 90% dari apa yang kita katakan dan lakukan”.

Pendekatan kontekstual pada dasarnya adalah sebuah proses pembelajaran yang mencoba menjadikan anak sebagai subjek pembelajaran. Para siswa tidak hanya melihat, membaca, atau mendengar saja. Dengan pendekatan ini para siswa diajak untuk mengalami. Mereka belajar dengan cara melakukan (learning by doing ).

B. TINJAUAN TENTANG BELAJAR

Ada beberapa konsep tentang belajar yang telah didefinisikan oleh para pakar psikologi, antara lain:

1. Menurut Gagne and Berliner (1983: 252) dalam Catharina (2004: 2) belajar merupakan proses dimana suatu organisme mengubah perilakunya karena hasil dari pengalaman.

2. Menurut Morgan et.al. (1986: 140) dalam Catharina (2004: 2) belajar merupakan perubahan relatif permanen yang terjadi karena hasil dari praktik atau pengalaman.

3. Menurut Slavin (1994: 152) dalam Catharina (2004: 2) belajar merupakan perubahan individu yang disebabkan oleh pengalaman.

(3)

periode waktu tertentu, dan perubahan perilaku itu tidak berasal dari proses pertumbuhan.

Dari keempat konsep di atas tampak bahwa konsep tentang belajar mengandung tiga unsur utama, yaitu:

1. Belajar berkaitan dengan perubahan perilaku.

2. Perubahan perilaku itu terjadi karena didahului oleh proses pengalaman. 3. Perubahan perilaku terjadi karena belajar bersifat relatif permanen.

Jadi, belajar (learning) mengacu pada perubahan perilaku yang terjadi sebagai akibat dari interaksi antara individu dengan lingkungannya. Perubahan perilaku yang dimaksud dapat berbentuk perubahan kognitif, afektif, maupun psikomotorik (Catharina (2004: 3).

Benyamin S. Bloom (Gay, 1985: 72-76; Gagne dan Berliner, 1984: 57-60) dalam Catharina (2004: 6) mengusulkan tiga taksonomi yang disebut dengan ranah belajar, yaitu:

1. Ranah Kognitif

Ranah kognitif berkaitan dengan hasil berupa pengetahuan, kemampuan, dan kemahiran intelektual yang mencakup kategori: pengetahuan/ingatan, pemahaman, penerapan/aplikasi, analisis, sintesis, dan penilaian.

2. Ranah Afektif

(4)

mencerminkan hierarki yang berentangan dari keinginan untuk menerima sampai dengan pembentukan pola hidup.

3. Ranah Psikomotorik

Tujuan pembelajaran ranah psikomotorik menunjukkan adanya kemampuan fisik seperti keterampilan motorik dan syaraf, manipulasi objek, dan koordinasi syaraf. Penjabaran ranah psikomotorik ini sangat sukar karena seringkali tumpang tindih dengan ranah kognitif dan afektif.

Dari penjelasan di atas, maka ranah-ranah tersebut harus selalu diperhatikan karena satu sama lain saling menunjang dalam kegiatan pembelajaran.

C. TINJAUAN TENTANG HASIL BELAJAR

Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Belajar menunjuk pada apa yang harus dilakukan seseorang sebagai subjek yang menerima pelajaran (sasaran didik), sedangkan mengajar menunjuk pada apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai pengajar. Belajar bukan merupakan kegiatan menghafal dan bukan pula mengingat. Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang.

Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuannya, pemahamannya, sikap dan tingkah lakunya, keterampilannya, kecakapan dan kemampuannya, daya reaksinya, daya penerimaannya, dan lain-lain aspek yang ada pada individu (Sudjana, 1990).

(5)

mengajar adalah sebagai subjek dan sekaligus sebagai objek dalam pengajaran sehingga proses belajar mengajar adalah kegiatan belajar siswa dalam mencapai suatu tujuan pengajaran. Hasil belajar dalam pendekatan kontekstual menekankan pada proses yaitu segala kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Nilai siswa diperoleh dari penampilan siswa sehari-hari ketika belajar. Hasil belajar diukur dengan berbagai cara, misalnya proses bekerja, hasil karya, penampilan, rekaman, dan test. (Anonim, 1993).

Pembelajaran merupakan suatu usaha dasar yang dilakukan oleh guru dengan tujuan untuk membantu siswa agar dapat belajar sesuai kebutuhan dan minatnya, sehingga perubahan tingkah laku yang diharapkan dapat terwujud. Proses belajar adalah kegiatan yang dilakukan siswa dalam mencapai tujuan pengajaran, sedangkan hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Dengan demikian hasil belajar dapat dilihat dari hasil belajar yang dicapai siswa, baik hasil belajar/nilai, peningkatan kemampuan berpikir dan memecahkan masalah perubahan tingkah laku atau kedewasaannya.

(6)

Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. Ranah psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotorik, yakni gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketetapan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretative.

Menurut Purwanto (1986) bahwa hasil belajar biasanya dapat diketahui melalui kegiatan evaluasi yang bertujuan untuk mendapatkan data pembuktian yang akan menunjukkan sampai dimana tingkat kemampuan dan keberhasilan siswa dalam pencapaian tujuan pembelajaran.

(7)

sekolah 70% dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan. Di samping faktor kemampuan yang dimiliki siswa, juga ada factor lain seperti motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik dan psikis (Sudjana, 1990). Adapun pengaruh dari dalam diri siswa, merupakan hal yang logis dan wajar, sebab hakikat perbuatan belajar adalah perubahan tingkah laku individu yang diniati dan disadari. Salah satu lingkungan belajar yang paling dominan mempengaruhi hasil belajar di sekolah, ialah kualitas pengajaran yaitu tinggi rendahnya atau efektif tidaknya proses belajar mengajar dalam mencapai tujuan pengajaran

D. TINJAUAN TENTANG PENDEKATAN KONTEKSTUAL ( CTL )

Dalam proses belajar mengajar diperlukan strategi pembelajaran yang dilakukan oleh guru supaya siswa memiliki Hasil belajar yang tinggi terhadap mata pelajaran yang diajarkan khususnya pelajaran Sains (IPA). Dengan adanya minat belajar yang tinggi, diharapkan siswa memperoleh hasil belajar yang optimal.

(8)

1. Konstruktivisme (Constructivism)

Konstruktivisme merupakan landasan berfikir pendekatan CTL, yaitu bahwa pengetahuan manusia dibangun sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Sehingga, siswa harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata maupun keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar.

Dalam pandangan konstruktivisme, strategi memperoleh lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan. Pengetahuan tumbuh dan berkembang melalui pengalaman. Pemahaman berkembang semakin dalam dan semakin kuat apabila selalu diuji dengan pengalaman baru (Nurhadi, 2002: 10).

Pendekatan kontruktivis pada dasarnya menekankan pentingnya siswa membangun sendiri pengetahuan mereka lewat keterlibatan aktif proses belajar mengajar ( Trianto, 2007: 106 ). Pada komponen kontektual ini, siswa tidak hanya menjadi pendengar atau penonton dari sebuah proses pembelajaran yang sedang berlangsung, tapi merekalah yang menentukan berhasil tidaknya sebuah proses pembelajaran. Sedangkan peran guru dalam proses pembelajaran adalah menciptakan skenario pembelajaran serta mengarahkan agar proses pembelajaran berjalan seperti yang diinginkan.

(9)

kenal. Lebih baik lagi jika selanjutnya informasi tersebut pada akhirnya menjadi sebuah infromasi dari hasil olah pikir mereka sendiri.

2. Bertanya (Questioning)

Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran yang berbasis pendekatan CTL. Menurut Nasution (2004: 161), bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk:

a. Mendorong anak berfikir untuk memecahkan suatu soal. b. Membangkitkan pengertian yang lama maupun yang baru.

c. Menyelidiki dan menilai penguasaan murid tentang bahan pelajaran.

d. Membangkitkan Hasil untuk sesuatu, sehingga timbul keinginan untuk mempelajarinya.

e. Mendorong anak untuk menginterpretasi dan mengorganisasi pengetahuan dan pengalamannya dalam bentuk prinsip/generalisasi yang lebih luas.

f. Menyelidiki kepandaian, Hasil, kematangan, dan latar belakang anak-anak. g. Menarik perhatian anak atau kelas.

Bagi siswa, kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inkuiri. Adapun penerapannya dalam kelas, hampir semua aktivitas belajar, kegiatan bertanya dapat diterapkan: antara siswa dengan siswa, antara guru dengan siswa, antara siswa dengan guru, atau antara siswa dengan orang lain yang didatangkan ke kelas.

3. Menemukan (Inquiry)

(10)

diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan.

Adapun siklus dalam kegiatan inkuiri adalah observasi, bertanya, mengajukan dugaan, mengumpulkan data dan menyimpulkan. Adapun langkah-langkah dalam kegiatan inkuiri adalah:

a. Rumusan masalah → hipotesis

b. Mengamati atau melakukan observasi → pengumpulan data

c. Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, dan tabel.

d. Mengkomunikasikan/menyajikan hasil karya kepada pembaca, teman sekelas, guru, atau audien yang lain.

4. Masyarakat Belajar (Learning Community)

Konsep learning community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Metode pembelajaran dengan teknik learning community sangat membantu proses pembelajaran di kelas. Dalam kelas

CTL, guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok-kelompok-kelompok yang anggotanya heterogen yaitu ada yang pandai dan ada yang kurang pandai supaya dapat terjadi komunikasi dua arah (Nurhadi, 2002: 15).

(11)

antara siswa dengan guru ataupun siswa dengan siswa lainnya selama proses pembelajaran pada saat memecahkan sebuah masalah.

5. Pemodelan (Modelling)

Pemodelan adalah suatu kegiatan pembelajaran ketrampilan atau pengetahuan tertentu yang dalam pelaksanaannya terdapat model yang bisa ditiru. Dalam pendekatan CTL, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Seorang siswa dapat ditunjuk untuk memberi contoh temannya tentang kegiatan yang akan dilakukan. Ada kalanya siswa lebih paham apabila diberi contoh oleh temannya (Nurhadi, 2002: 16).

Cara belajar yang paling mudah adalah meniru. Sebuah proses pemberian materi tertentu yang semula masih bersifat abstrak bagi beberapa siswa akan menjadi lebih konkret ketika siswa tersebut melihat contohnya. Baik contoh bendanya ataupun contoh cara melakukan sesuatu.

6. Refleksi (Reflection)

(12)

Kunci dari kegiatan refleksi adalah bagaimana pengetahuan itu mengendap di benak siswa. Proses pembelajaran yang berjalan menarik akan menimbulkan kesan yang mendalam bagi para siswa. Kesan yang baik pada sebuah proses pembelajaran akan menimbulkan rasa senang, penasaran, ataupun rasa ingin tahu yang lebih jauh. Sehingga pada pembelajaran yang akan datang siswa menjadi lebih siap dan bersifat terbuka pada pengetahuan baru yang bakal mereka terima.

7. Penilaian yang Sebenarnya (Authentic Assessment)

Penilaian adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Data yang dikumpulkan melalui kegiatan penilaian bukanlah mencari informasi tentang belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran yang benar. Pembelajaran yang benar memang seharusnya ditekankan pada upaya membantu siswa agar mampu mempelajari bukan ditekankan pada diperolehnya sebanyak mungkin informasi di akhir periode pembelajaran (Nurhadi, 2002: 19).

Menurut Nurhadi (2002: 10), sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan CTL jika menerapkan komponen-komponen tersebut di atas dalam pembelajarannya. Penerapan CTL dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar, langkahnya adalah sebagai berikut:

a. Mengembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksikan sendiri pengetahuan dan ketrampilan barunya.

(13)

c. Mengembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.

d. Menciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok). e. Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran.

f. Melakukan refleksi di akhir pertemuan.

g. Melakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.

Dari penjelasan di atas, maka pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL dapat meningkatkan Hasil belajar Sains (IPA), karena ilmu dan pengalaman yang diperoleh siswa dari menemukan sendiri, siswa dapat bertanya maupun mengajukan pendapat tentang materi yang diajarkan, siswa dapat melakukan kerja kelompok melalui masyarakat belajar, guru dapat melakukan pemodelan, dan dilakukan penilaian yang sebenarnya dari kegiatan yang sudah dilakukan siswa.

E. TINJAUAN TENTANG POKOK BAHASAN CAHAYA

Secara awam, cahaya dapat dinyatakan sebagai penyebab kita dapat melihat benda. Cahaya merupakan bentuk dari energi (tenaga). Benda-benda yang dapat memancarkan cahayanya sendiri disebut sumber cahaya, contohnya adalah sinar matahari. Sedangkan benda-benda yang tidak dapat memancarkan cahayanya sendiri disebut benda gelap.

1. Standar Kompetensi dan Indikator IPA Kelas V tentang Cahaya

(14)

Sedangkan indikator yang ingin dicapai adalah sebagai berikut: “Menentukan sifat-sifat cahaya nelalui serangkaian percobaan.

2. Sifat-sifat Cahaya

a. Cahaya dapat Merambat Lurus

Artinya adalah cahaya yang keluar dari sumbernya akan bergerak lurus seperti garis dan tidak berkelok-kelok. Menurut Nurhayati, Nunung (2006: 83) cahaya dapat merambat melalui ruang hampa udara, udara, air jernih, kaca atau benda yang disebut tembus cahaya.

b. Cahaya dapat Menembus Benda Bening

Menurut Nurhayati, Nunung (2006: 83) menyatakan bahwa dalam kehidupan sehari-hari kita melihat bahwa cahaya dapat menembus benda bening. Benda bening adalah benda yang dapat meneruskan sebagian besar cahaya yang diterimanya. Air jernih, kaca, plastik merupakan benda bening sehingga cahaya (sinar matahari) dapat menembusnya. Sedangkan kayu, tembok, triplek bukan merupakan benda bening atau termasuk benda gelap sehingga cahaya tidak bisa melewatinya.

c. Cahaya dapat Dipantulkan

(15)

Kondisi cahaya yang dipantulkan akan sangat bergantung pada kondisi permukaan benda dan bentuk dari permukaan itu. Pemantulan cahaya ada dua macam, yaitu:

1). Pemantulan secara Teratur

Adalah pemantulan yang terjadi apabila berkas-berkas cahaya mengenai permukaan benda yang licin atau mengkilap sehingga berkas-berkas cahaya tersebut akan dipantulkan secara teratur.

2). Pemantulan secara Terhambur

Adalah pemantulan yang terjadi apabila berkas-berkas cahaya mengenai permukaan benda yang kasar sehingga berkas-berkas cahaya tersebut akan dipantulkan dengan arah sembarang atau tidak teratur. Dalam peristiwa pemantulan cahaya, menurut Sarjan (2004: 53) berlaku hukum Snellius tentang pemantulan yang berbunyi:

1) Sinar datang, sinar pantul, dan garis normal terletak pada sebuah bidang datar.

2) Besarnya sudut datang sama dengan sudut pantul.

d. Cahaya dapat Dibiaskan

Bila cahaya merambat melalui dua medium atau zat perantara yang berlainan kerapatannya, maka cahaya tersebut akan dibiaskan dan terjadi penyimpangan arah cahaya (Nurhayati, Nunung, 2006: 84). Menurut Sarjan (2004: 56) bunyi Hukum Snellius mengenai pembiasan adalah:

(16)

2) Sinar datang dari zat yang kurang rapat menuju zat yang rapat akan dibiaskan mendekati garis normal.

3) Sinar datang dari zat yang lebih rapat menuju zat yang kurang rapat akan dibiaskan menjauhi garis normal.

Contoh-contoh peristiwa pembiasan cahaya di dalam kehidupan sehari-hari menurut pendapat Nurhayati, Nunung (2006: 84), yaitu:

1) Pensil yang dimasukkan ke dalam gelas berisi air akan kelihatan patah atau bengkok seolah-olah pensil itu tidak lurus.

2) Dasar kolam renang kelihatan lebih dangkal dari yang sebenarnya. 3) Bintang di langit akan tampak lebih tinggi dari yang sebenarnya.

e. Cahaya terdiri dari Beberapa Warna

Cahaya matahari atau cahaya senter merupakan cahaya putih atau disebut juga dengan cahaya polikromatis. Cahaya putih dapat diuraikan menjadi susunan warna-warna. Susunan warna-warna tersebut disebut dengan spektrum warna. Warna-warna cahaya yang dibentuk oleh cahaya putih yaitu merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila dan ungu. Ketujuh warna-warna tersebut disebut dengan cahaya monokromatis karena tidak dapat diuraikan lagi menjadi warna yang lain (cahaya tunggal).

(17)

F. PENERAPAN CTL PADA MATERI CAHAYA

Sesuai dengan silabus untuk kelas V semester II, kompetensi dasar yang ingin dicapai dalam pembelajaran Sains (IPA) tentang cahaya adalah siswa dapat mendeskripsikan sifat-sifat cahaya.

Berdasarkan kompetensi dasar tersebut, hasil yang diharapkan adalah siswa dapat memahami dan menghubungkan konsep tentang cahaya serta mampu mengimplementasikannya dalam suatu karya atau model yang bermanfaat dalam kegiatan pembelajaran selanjutnya.

Keberhasilan pembelajaran ini ditunjukkan dengan meningkatnya hasil belajar siswa meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Keberhasilan pembelajaran pada aspek kognitif dan psikomotorik sangat ditentukan oleh kondisi afektif siswa yaitu Hasil. Siswa yang memiliki Hasil belajar dan sikap positif terhadap pelajaran akan merasa senang mempelajari mata pelajaran tersebut, sehingga diharapkan akan mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Walaupun para guru sadar akan hal ini akan tetapi di sekolah belum banyak tindakan dari para guru untuk meningkatkan Hasil siswa. Oleh karenanya untuk mencapai hasil belajar yang optimal, guru perlu merancang program pembelajaran, pengalaman belajar, penilaian hasil belajar yang memperhatikan karakteristik aspek afektif siswa. Oleh karena itu, perlu diterapkan pendekatan secara kontekstual (CTL) pada pokok bahasan cahaya yang proses pembelajarannya akan dilaksanakan sebagai berikut:

(18)

2. Pembagian kelompok secara heterogen.

3. Observasi, yaitu masing-masing kelompok melakukan percobaan dan mengamati dengan seksama. Hal ini dimaksudkan agar siswa mampu menemukan sendiri pengetahuan/konsep berdasarkan pengalaman dan pengetahuan awalnya.

4. Presentasi, yaitu memberi kesempatan setiap kelompok untuk menyampaikan hasil pengamatan yang telah dilakukan.

5. Diskusi secara klasikal.

6. Refleksi, yaitu siswa merefleksikan kembali apa yang telah dipelajari untuk mengetahui seberapa besar respon siswa terhadap pokok bahasan tersebut. Dengan demikian, hasil pembelajaran diharapkan mampu membuat siswa belajar secara aktif dan berfikir secara kreatif sehingga mampu menemukan suatu pengetahuan maupun konsep yang baru berdasarkan hasil pengamatan langsung terhadap suatu objek. Jadi, fungsi guru di sini hanya sebagai fasilitator dalam proses belajar mengajar, yaitu:

a. Menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa.

b. Memberikan kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri. c. Menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri.

(Nurhadi, 2002: 11).

(19)

dapat tercapai secara optimal dan mengalami peningkatan Hasil terhadap mata pelajaran Sains (IPA).

G. KERANGKA BERPIKIR

Hasil siswa terhadap sebuah mata pelajaran ditentukan oleh banyak faktor. Salah satu faktor yang cukup menentukan ada tidaknya Hasil siswa terhadap sebuah pelajaran adalah faktor guru. Dengan menggunakan pendekatan tertentu, guru akan mampu menimpulkan Hasil siswa. Oleh sebab itu, proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontektual diasumsikan akan mampu meningkatkan Hasil siswa terhadap mata pelajaran Sains ( IPA). Pada prinsipnya, pendekatan kontekstual (CTL) melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yaitu konstruktivisme, inkuiri, bertanya, masyarakat belajar, pemodelan dan penilaian yang sebenarnya. Melalui pendekatan kontekstual (CTL) ini, diharapkan proses pembelajaran berlangsung secara menarik, hidup, serta bermakna sehingga diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar yang tinggi terhadap Sains (IPA).

H. HIPOTESIS TINDAKAN

Gambar

d.tabel.   Mengkomunikasikan/menyajikan hasil karya kepada pembaca, teman sekelas,

Referensi

Dokumen terkait

Pengajuan/Usulan dari Kopertais untuk Dosen Swasta, sedangkan Dosen Negeri diusulkan oleh Lembaga PTKIN terkait. • Data Dosen (yang mengajukan KP) dapat diinput sendiri oleh Dosen

Blok Barat, Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara.Kawasan penelitian ini merupakan kawasan yang memiliki potensi kemenyan terbesar pada kawasan Batang Toru.Adiankoting

Didalam pola lampu lalu lintas ini penulis menggunakan metode pewarnaan graf, dimana penulis akan mewarnai simpul dengan warna yang berbeda pada setiap simpul yang berdampingan,

menyelesaikan studi Pascasarjana S2 di Program Magister Ilmu Lingkungan di. Universitas Diponegoro

PERPUSTAKAAN KOTA YOGYAKARTA PADA TAHUN 2010 INI / MEMPUNYAI PROGRAM KERJA. PEMBINAAN

DAFTAR PUSTAKA

News reader : Program kerja perpustakaan kota Yogyakarta Tahun 2010 Perpustakaan kota Yogyakarta Pada tahun 2010 ini mempunyai program kerja Pembinaan dan penggembangan

Telah dipertahankan di depan Tim Penguji Pada Tanggal 26 Februari 2013. yang dinyatakan telah memenuhi syarat