• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evangelisasi dan tantangannya di zaman sekarang bagi para suster PRR yang berdomisili di Paroki St. Thomas Kelapa Dua Depok - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Evangelisasi dan tantangannya di zaman sekarang bagi para suster PRR yang berdomisili di Paroki St. Thomas Kelapa Dua Depok - USD Repository"

Copied!
173
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)

iv

para suster Kongregasi Puteri Reinha Rosari

yang telah memberi kesempatan kepada saya untuk menjalani perutusan studi di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Program Studi Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Universitas Sanata Dharma

(5)
(6)
(7)
(8)

viii

berawal dari ketertarikan penulis pada bidang pewartaan penulis mendalami evangelisasi yang juga merupakan karya utama Kongregasi. Untuk memperdalam pemahaman tentang evangelisasi ini penulis melakukan penelitian sederhana di komunitas PRR Cimanggis, karena di komunitas ini juga para suster terlibat dalam kegiatan-kegiatan evangelisasi baik di paroki maupun di lingkungan-lingkungan. Dalam wawancara, para suster mengungkapkan pemahaman mereka tentang evangelisasi, yang mereka pahami sebatas kegiatan-kegiatan seputar altar seperti pembinaan iman anak, rekoleksi, legio Maria, kotbah, perayaan-perayaan liturgi, katekese. Padahal sesungguhnya karya evangelisasi bersifat lebih luas. Karya evangelisasi tidak sebatas pada altar tetapi harus peka dengan masalah konkret, memikirkan solusi dan kemudian bertindak sehingga terjadi suatu pembaharuan yang baik. Bertitik tolak dari kenyataan tersebut, skripsi ini ditulis untuk membantu para suster di komunitas Cimanggis untuk memperluas wawasan mereka tentang evangelisasi untuk membantu meningkatkan keterlibatan mereka dalam evangelisasi.

Persoalan pokok skripsi ini adalah bagaimana membantu meningkatkan pemahaman para suster tentang evangelisasi. Untuk dapat melaksanakan evangelisasi dalam dunia yang kompleks dengan berbagai tantangan ini, para suster perlu memiliki pengetahuan tentang evangelisasi dan kesadaran diri akan perutusannya dengan terlibat aktif dalam berbagai kegiatan evangelisasi. Keterlibatan para suster dalam berbagai kegiatan menjadi harapan umat, maka evangelisasi perlu diwujudkan lewat kesaksian hidup, karena evangelisasi sekarang lebih menekankan kesaksian dari pada banyaknya kata-kata.

(9)

ix

from the interest of the writer toward evangelization, therefore the writer would like to get more understanding of evangelization which is also main works of the Congregation. To get deeper understanding of this evangelization the writer did a simple research at the community of PRR Cimanggis since the sisters in this community in volved in the evangelizing works both at the parish and society. In the interview, the sisters expressed their understanding about the evangelization. Their understanding about the evangelization was more on the church’s works such as children’s faith building, legion of Mary, sermon, liturgycal, celebration and catechesis, whereas in fact the evangelization works are wider. The evangelization works are not only about pastoral but also on the daily problems with its solutions and actions for a better change. Based on this fact, this thesis was written to help the sisters at Cimanggis community to broaden their understanding of evangelization in order to increase their participation in the evangelization works.

The main problem which is found in the thesis is how to help the sisters to broaden their understanding about the evangelization. In order to be able to do the evangelization works in this era which is full of challenges, the sisters should have a knowledge about evangelization and self consciousness of their mission by involving in various evangelization works actively. The society wants the sisters to participate in the evangelization works therefore the evangelization works must be done through a professing faith since present evangelization is more focus on it than a theory.

(10)

x

telah menyertai penulis dengan Roh kebijaksanaan dan pengetahuan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul: “EVANGELISASI DAN TANTANGANNYA DI ZAMAN SEKARANG BAGI PARA SUSTER PRR YANG BERDOMISILI DI PAROKI ST. THOMAS KELAPA DUA DEPOK”. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik di Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Penulis memilih judul skripsi tersebut dengan harapan dapat memberi sumbangan kepada para suster agar dapat memperdalam wawasannya mengenai evangelisasi demi kelancaran dalam menjalankan tugas perutusan Kongregasi.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak mungkin selesai tanpa adanya pendampingan, bimbingan, bantuan dan arahan dari segenap pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:

(11)

xi

3. Yosef Kristianto, SFK, M.Pd., sebagai dosen penguji ketiga yang telah memberikan perhatian, dukungan bagi penulis dalam mempertanggungjawabkan skripsi ini.

4. Segenap romo, bapak dan ibu dosen yang berkenan membagikan ilmu pengetahuan, keterampilan, dan teladan spiritualitas hidup seorang pewarta yang berguna bagi penulis selama di bangku kuliah.

5. Suster Provinsial beserta Staf Dewan Pimpinan Provinsi Kongregasi Suster-suster Puteri Reinha Rosari yang telah memberikan perutusan studi di Prodi IPPAK, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

6. Sr.M.Gabriela, PRR selaku pemimpin komunitas St. Fransiskus Asisi Cimanggis dan segenap anggota komunitas yang telah memperkenankan dan mendukung penulis selama proses penelitian berlangsung.

7. Sr.M.Katrine, PRR selaku pemimpin komunitas Magnificat Yogyakarta beserta semua suster anggota komunitas yang telah dengan caranya masing-masing memberikan perhatian dan dukungan bagi penulis selama menjalani perkuliahan di IPPAK Universitas Sanata Dharma.

(12)
(13)

xiii

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR SINGKATAN ... xvii

BAB I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1

B.Rumusan Masalah ... 6

C.Tujuan Penulisan ... 6

D.Manfaat Penulisan ... 7

E.Metode Penulisan ... 7

F. Sistematika Penulisan ... 8

BAB II. POKOK-POKOK EVANGELISASI DAN TANTANGANNYA A.Pokok-pokok Evangelisasi ... 11

1. Hakikat Evangelisasi ... 11

a. Berdasarkan Kitab Suci ... 11

b. Berdasarkan Dokumen Gereja ... 13

c. Pandangan Para Ahli tentang Evangelisasi ... 18

(14)

xiv

B. Tantangan Evangelisasi ... 40

1. Tantangan dari luar Diri ... 41

a. Tantangan Arus Besar Zaman ... 41

1) Sekularisasi ... 41

a) Dalam Bidang Keagamaan ... 41

b) Dalam Bidang Moral ... 43

2) Hedonisme ... 43

3) Materialisme ... 44

2. Tantangan dari dalam Diri ... 45

a. Kurang Percaya Diri ... 46

b. Budaya Instan ... 47

c. Irelevansi Penghayatan Agama dalam Hidup Sehari-hari ... 49

BAB III. KETERLIBATAN PARA SUSTER DALAM PELAKSANAAN EVANGELISASI DI PAROKI ST. THOMAS KELAPA DUA A. Keadaan Kongregasi PRR ... 52

1. Tujuan Berdirinya ... 52

2. Visi Misi Kongregasi PRR ... 53

a. Visi ... 53

b. Misi ... 54

3. Keanggotaan dalam Periode 2006-2010 ... 55

4. Karya Kerasulan ... 56

B. Evangelisasi Para Suster PRR Cimanggis di Paroki St. Thomas Kelapa Dua ... 58

1. Religius PRR ... 58

2. Bidang-Bidang Keterlibatan Para Suster dalam Evangelisasi di Paroki St. Thomas Kelapa Dua ... 60

(15)

xv

b. Bidang Sosial ... 70

c. Bidang Kerygma ... 72

5. Penelitian Keterlibatan Para Suster dalam Evangelisasi Di Paroki St. Thomas ... 73

a. Rencana Penelitian ... 73

1. Latar Belakang Penelitian ... 73

2. Tujuan Penelitian ... 75

3. Metodologi Penelitian ... 75

4. Jenis Penelitian ... 76

5. Tempat dan Waktu Penelitian ... 76

6. Responden Penelitian ... 76

7. Teknik Pengumpulan Data ... 78

8. Teknik Pembahasan Data ... 79

9. Variabel Penelitian ... 80

b. Laporan Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 80

1. Identitas Responden ... 80

2. Gambaran Mengenai Keterlibatan Para Suster dalam Evangelisasi ... 81

3. Faktor-Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Evangelisasi ... 87

4. Manfaat Evangelisasi bagi Umat ... 92

c. Kesimpulan Hasil Penelitian ... 98

BAB IV. USULAN PROGRAM LOKAKARYA DALAM USAHA MENINGKATKAN KETERLIBATAN PARA SUSTER DALAM EVANGELISASI DI PAROKI ST. THOMAS KELAPA DEPOK A. Latar Belakang Program ... 103

(16)

xvi

C. Matriks Program ... 116

D. Salah Satu Contoh Persiapan ... 119

BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan ... 131

B. Saran ... 133

DAFTAR PUSTAKA ... 135

LAMPIRAN ... 137

1. Surat Ijin Kaprodi ... (1)

2. Daftar Pertanyaan Penelitian ... (2)

3. Transkrip Hasil Wawancara dengan Para Suster ... (3)

4. Transkrip Hasil Wawancara dengan Umat ... (15)

(17)

xvii Mat : Matius

Mrk : Markus Luk : Lukas Yoh : Yohanes Kis : Kisah Para Rasul Kor : Korintus Rm : Roma Tim : Timotius

B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja

AG : Ad Gentes (Dekrit Konsili Vatikan II tentang Kegiatan Misioner Gereja, 7 Desember 1965)

EN : Evangelii Nuntiandi (Imbauan Apostolik Paulus VI tentang KaryaPewartaan Injil dalam Zaman Modern, 8 Desember 1975). FABC : Federation of Asian Bishops’ Conferences (Federasi Konferensi- Konferensi Uskup se-Asia)

GS : Gaudium et Spes (Konstitusi Pastoral Konsili Vatikan II tentang Gereja dalam Dunia Modern, 7 Desember 1965).

(18)

xviii

Misioner Gereja, 7 Desember 1990).

VC : Vita Consecrata, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II tentang pembinaan iman dalam situasi zaman sekarang, 25 Maret 1992.

C. Singkatan lainnya Art : Artikel Bdk : Bandingkan Kan : Kanon

KAS : Keuskupan Agung Semarang Konst : Konstitusi

KWI : Konferensi Waligereja Indonesia Mgr : Monseigneur

No : Nomor

PIA : Pembinaan Iman Anak PRR : Puteri Reinha Rosari SCP : Shared Christian Praxis SP : Satuan Persiapan St : Santo

(19)

1   

Tugas mewartakan Kabar Gembira ke seluruh dunia merupakan tugas yang diemban oleh Gereja sejak Yesus mengutus para murid-Nya;

Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk. Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum, mereka pun pergilah ke segala penjuru, dan Tuhan turut bekerja dan meneguhkan firman itu dengan tanda-tanda yang menyertainya (Mrk 16:15-16).

Pernyataan di atas merupakan sebuah perintah yang ditujukan kepada semua umat beriman yang telah menerima pembaptisan untuk terlibat dalam pewartaan. Warta tentang keselamatan harus disampaikan kepada segala makhluk, karena perintah itu merupakan tugas perutusan dari Yesus sendiri. Tidak ada paksaan bahwa mereka yang mendengarkan warta itu harus percaya dan dibaptis. Tugas mewartakan Injil ini merupakan hakekat Gereja sendiri Ad Gentes (AG 6). Bagi seorang pewarta, tugas mewartaan Injil Kristus itu dilaksanakan di satu pihak karena sang pewarta sendiri sebagai pengikut Kristus ia harus mengikuti perintah Yesus dan di lain pihak karena sebagai seorang pewarta merasa adanya keprihatinan akan keselamatan orang-orang yang belum mengenal Yesus, dengan demikian merasa terpanggil untuk turut serta dalam mewartakan Injil ke seluruh dunia. Dalam Konsili Vatikan II, sekali lagi dirumuskan tugas yang sama:

(20)

sehingga bagi mereka terbukalah jalan yang bebas dan teguh, untuk ikut serta sepenuhnya dalam misteri Kristus (AG 5).

Artikel ini menegaskan bahwa sebagai anggota Gereja, setiap orang beriman mempunyai kewajiban untuk menjalankan misinya yakni mewartakan Injil. Setiap orang yang menjadi pengikut Kristus harus yakin bahwa mereka digerakkan oleh Roh Kudus untuk melaksanakan tugas yang satu dan yang sama yaitu mewartakan Injil Kerjaan Allah. Untuk menjalankan tugas ini, Roh Kudus yang menguduskan umat Allah lewat pelayanan dan sakramen-sakramen, menganugerahkan kepada orang beriman karunia-karunia khusus (bdk. 1Kor 12:7) agar dimampukan untuk mewartakannya.

Tujuan dari kegiatan missioner Gereja menurut Vatikan II adalah “mewartakan Injil dan menanamkan Gereja di tengah bangsa-bangsa, tempat Gereja belum berakar” (AG 6). Tujuan ini tetap sama sepanjang masa, karena itulah hakekat dari misi Gereja, yaitu pewartaan mengenai Yesus Kristus dan InjilNya. Melalui Vatikan II, Gereja menegaskan kembali betapa pentingnya berevangelisasi di tengah dunia modern ini.

(21)

pastoral. Setiap karya yang dilakukan oleh PRR merupakan usaha untuk menjalankan misi Gereja mewartakan Kabar Gembira.

Konstitusi Tarekat artikel 201 menegaskan bahwa panggilan misioner dari semua anggota umat Allah yaitu turut serta dalam perutusan Yesus Kristus, membawa sebanyak mungkin manusia kepada persatuan dengan Allah sebagai asas dan dasar tujuan hidup manusia. Tarekat PRR mengambil bagian dalam misi Gereja, sesuai dengan kharisma pendiri yaitu kerinduan agar manusia mengalami hidup bersaudara dalam nama Yesus Kristus. Maka tugas dan kewajiban utama bagi seorang PRR yaitu mengambil bagian secara khusus dalam karya pembentukan jemaat beriman.

(22)

mana berbagai kemudahan ditawarkan oleh kemajuan industri, ada kecenderungan kuat untuk memiliki produk-produk baru, tetapi kerinduan manusia yang terdalam tidak dapat dipuaskan dengan segala macam tawaran dunia.

Komunitas-komunitas PRR yang tersebar di berbagai tempat menyadari bahwa kehadirannya merupakan bagian dari Gereja lokal sehingga sungguh-sungguh mengambil bagian dalam segala kegiatan Gereja. Demikian juga dengan komunitas Cimanggis yang berpelindungkan St. Fransiskus Asisi. Komunitas ini menjalankan misi Gereja yaitu turut serta mewartakan Injil di tengah umat paroki St. Thomas Kelapa Dua Depok. Keterlibatan para suster dalam karya pewartaan dijiwai oleh semangat pendiri yang berfokus pada pewartaan Kerajaan Allah dengan perhatian utama kepada orang miskin dan terlantar baik dalam dimensi hidup rohani maupun jasmani.

(23)

kemanusiaan, misalnya mengumpulkan sembako dan membagikanya kepada orang miskin dan terlantar, silahturami ke keluarga-keluarga Muslim pada saat Lebaran, serta menjunjung tinggi dan menghormati budaya setempat.

Para suster yang tinggal di komunitas ini tidak semuanya berprofesi sebagai katekis. Sebagian dari para suster kurang memiliki pengetahuan yang memadai tentang ilmu kateketik dan ketrampilan yang cukup untuk karya-karya yang disebutkan di atas. Meskipun pengetahuan para suster tentang evangelisasi kurang memadai namun dalam kenyataannya para suster bisa menjalankan tugas perutusan ini bahkan mau belajar dari orang lain khususnya Sr. M. Gabriela, PRR, sebagai seorang pribadi yang berpengalaman dalam bidang katekese.

(24)

semua kebutuhan terpenuhi. Berkaitan dengan situasi dunia ini kadang para suster dalam melaksanakan evangelisasi kurang percaya diri, bahkan karena kesibukan-kesibukan dalam berbagai urusan sehingga kurang terlibat dalam berpastoral di tengah umat. Berdasarkan latar belakang ini, penulis merumuskan judul skripsi sebagai berikut: “EVANGELISASI DAN TANTANGANNYA DI ZAMAN SEKARANG BAGI PARA SUSTER PRR YANG BERDOMISILI DI PAROKI ST. THOMAS KELAPA DUA DEPOK”.

B. Rumusan Masalah

Penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Apa pokok-pokok evangelisasi dan tantangannya di zaman sekarang? 2. Bagaimana para suster PRR di komunitas Cimanggis melaksanakan

evangelisasi di paroki St. Thomas Kelapa Dua di tengah tantangan zaman? 3. Usaha macam apa yang perlu dilaksanakan oleh para suster untuk

meningkatkan pelaksanaan evangelisasi di paroki St. Thomas Kelapa Dua Depok?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah:

1. Mengetahui pokok-pokok evangelisasi dan tantangannya di zaman sekarang.

(25)

3. Menyampaikan rencana kegiatan atau usulan program bagi para suster agar dapat melaksanakan evangelisasi di tengah umat paroki St. Thomas Kelapa Dua.

D. Manfaat Penulisan

1. Para suster Putri Reinha Rosari memperoleh wawasan baru mengenai pokok-pokok evangelisasi dan tantangannya.

2. Para suster PRR Cimanggis memperoleh pemahaman tentang karya evangelisasi yang dilaksanakannya dan tantangannya di zaman sekarang. 3. Menemukan cara bagi para suster PRR Cimanggis untuk meningkatkan

pelaksanaan evangelisasi di tengah umat paroki St. Thomas Kelapa Dua Cimanggis.

E. Metode Penulisan

(26)

F. Sistematika Penulisan

Skripsi dengan judul “Evangelisasi dan tantangannya di zaman sekarang bagi para suster PRR yang berdomisili di Paroki St. Thomas Kelapa Dua Depok”, akan ditulis dalam lima bab dengan uraian sebagai berikut:

Bab I berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode dan sistematika penulisan.

Bab II memberikan gambaran umum tentang pokok-pokok evangelisasi dan tantangannya yang terbagi dalam dua pokok pembahasan. Pada bagian pertama penulis akan menguraikan pokok-pokok evangelisasi yang meliputi: pengertian evangelisasi, tujuan evangelisasi, isi evangelisasi, bentuk-bentuk pelaksanaan evangelisasi dan para pelaksana evangelisasi sedangkan bagian kedua akan memaparkan tantangan evangelisasi di zaman sekarang.

(27)

meliputi rencana penelitian, laporan dan pembahasan hasil penelitian serta kesimpulan penelitian.

Bab IV membahas usulan program lokakarya. Dalam bab ini penulis menyajikan lokakarya kepada para suster PRR di komunitas Cimanggis dalam rangka memperluas wawasan mereka mengenai evangelisasi demi meningkatkan keterlibatan para suster dalam evangelisasi. Penulis membagi topik tersebut menjadi empat bagian pokok pembahasan; Bagian pertama berbicara mengenai latar belakang penyusunan program yang meliputi tujuan, sasaran program, waktu dan tempat pelaksanaan. Pada bagian kedua penulis akan menguraikan program lokakarya sedangkan pada bagian ketiga penulis mengusulkan matriks lokakarya dan bagian yang keempat memberikan contoh persiapan program yang meliputi; identitas program, pemikiran dasar dan pengembangan langkah-langkah.

(28)

10   

Pada latar belakang penulisan skripsi, telah dipaparkan secara singkat Tarekat PRR dan bidang-bidang karyanya dengan fokus perhatian utama adalah “Pembentukan Jemaat.” Itulah sebabnya pewartaan dalam aneka bentuk seperti pendidikan, kesehatan, sosial, pastoral, adalah ladang merasulnya Kongregasi PRR entah milik Kongregasi ataupun milik paroki atau keuskupan yang ditangani oleh para suster.

(29)

A. Pokok-pokok Evangelisasi

Menyebarkan Kabar Gembira Kerajaan Allah adalah tugas luhur setiap orang beriman yang tugas perutusannya dinyatakan kepada semua orang, di segala tempat dan pada setiap kesempatan. Tugas itu akan semakin menantang, manakala sang pewarta berhadapan dengan situasi yang menuntut persiapan lebih. Kesiapan ini tentu tidak terbatas pada penguasaan materi pewartaan semata, melainkan juga pemahaman yang memadai akan pokok-pokok evangelisasi, agar pewarta sendiri terbantu dalam menjalankan tugasnya. Pada bagian ini, penulis akan memaparkan pokok-pokok evangelisasi tersebut.

1. Hakekat Evangelisasi a. Berdasarkan Kitab Suci

(30)

Melalui kuasa Roh Kudus (Kis 1:8), Injil diwartakan baik kepada orang-orang Yahudi maupun bukan Yahudi.

Pengarang Injil Markus menempatkan Yesus dan perutusan-Nya sebagai pusat evangelisasi bagi jemaatnya. Jemaat Markus diajak untuk mengerti pribadi Yesus yang disebut Kristus dan Tuhan itu serta misi-Nya (Mrk 1:15-16:15). Hal yang menarik dari kisah ini adalah keterlibatan para murid yang mengikuti perjalanan Yesus dari Galilea ke Yerusalem. Di sinilah terjadi dinamika perkembangan evangelisasi para murid dari ketidaktahuan kepada pengertian menyeluruh, bahkan terhadap tugas perutusan para muridNya sendiri (Hartono, 1997:17).

Woga (2009:266) mengutip dari 1Timotius 4:11-12:

“Beritakanlah dan ajarkanlah semuanya itu. Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang yang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaan dan dalam kesucianmu”.

Ayat di atas berbicara tentang tugas perutusan seorang Timoteus muda yang selalu mengandalkan Allah yang hidup. Paulus menaruh kepercayaan yang penuh kepada Timoteus untuk menjalankan karya pewartaan. Paulus yakin akan iman yang matang dan kemampuan misioner yang kuat dari seorang muda dan terutama akan Allah Tritunggal yang senantiasa menyertai misionarisnya. Dengan kata lain, Paulus dalam hal ini melakukan pengkaderan tenaga kaum beriman lainnya untuk terlibat dalam mewartakan Kerajaan Allah.

(31)

sesuatu yang telah Ku perintahkan kepadamu” (Mat 28:19-20a). Tuhan Yesus telah memberi perintah kepada para muridnya, “Jadikanlah semua bangsa murid-Ku, ajarlah mereka melakukan yang Kuperintahkan kepadamu”. Tuhan Yesus memberi penekanan “jadikanlah…murid-Ku dan ajarlah mereka melakukan perintah-Ku.” Menjadi murid itu berarti membangun hubungan intim dengan Kristus dan setia pada perintah-Nya. Hal ini berlaku bagi semua umat Kristiani yang telah dibaptis dan dipanggil untuk menjadi murid Yesus Kristus.

Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, evangelisasi dalam kerangka pengertian alkitabiah, khususnya Perjanjian Baru dapat dimengerti sebagai kabar gembira. Kabar gembira ini jika didasarkan pada apa yang dimaksud Paulus adalah mewartakan Kristus dan rencana keselamatan Allah. Kemudian jika diamati lebih dalam lagi kabar gembira di dalam Perjanjian Baru erat kaitannya dengan istilah kesaksian, yang dalam bahasa Yunani disebut martyria.

b. Berdasarkan Dokumen Gereja

(32)

banyak dikeluarkan dokumen Gereja yang berbicara mengenai persoalan evangelisasi dewasa ini. Setelah sinode para uskup tahun 1974, Paus Paulus VI mengeluarkan sebuah ensiklik yang berbicara mengenai karya pewartaan Injil pada zaman modern, yaitu Evangelii Nuntiandi. Dokumen ini merupakan sebuah himbauan Apostolik bagi seluruh umat untuk membaharui karya pewartaan Injil pada masa sekarang, agar Injil mampu berdialog dengan kebudayaan dan menjawab pengharapan serta keprihatinan umat manusia.

Sejalan dengan semangat Konsili Vatikan II, Paus Paulus VI (1963-1979) lebih memberi tekanan kepada evangelisasi. Dengan memberi orientasi yang lebih jelas kepada perutusan Gereja, Paus Paulus VI memilih tema “Evangelisasi Dalam Dunia Modern” dalam sinode para uskup tahun 1974. Atas dasar itu, pada tahun 1975 ia menulis amanat apostolis Evangelii Nuntiandi. Dalam dokumen itu termuat paham yang sangat kaya.

Evangelisasi merupakan rahmat dan panggilan khas bagi Gereja, merupakan identitasnya yang terdalam. Gereja ada untuk mewartakan Injil, yakni untuk berkotbah dan mengajar, menjadi saluran kurnia rahmat, untuk mendamaikan para pendosa dengan Allah dan untuk mengabadikan kurban Kristus di dalam misa, yang merupakan kenangan akan kematian dan kebangkitanNya yang mulia (EN art. 14).

(33)

serta dalam mewartakan Kabar gembira tentang Kristus. Evangelisasi itu pada akhirnya harus menyentuh jati diri manusia. Evangelisasi mengarahkan manusia kepada kemerdekaannya sebagai anak-anak Allah yang bertanggungjawab. Pola seperti itu tampak dalam diri Yesus Kristus sebagai pewarta Injil. Ia sendiri mengajukan rencana dan kehendak Allah dan memperjuangkannya dalam membebaskan orang dari kungkungan dosa pribadi, keterikatan pada belenggu dosa sosial dan mengantar orang sampai pada pengalaman Roh Allah yang membaharui kehidupan.

(34)

Redemptoris Missio art. 42 menegaskan: “kesaksian hidup Kristen merupakan bentuk tugas perutusan yang pertama dan tiada tergantikan”. Sedangkan pada Evangelii Nuntiandi art. 41 tertera: “sarana pertama pewartaan Injil adalah kesaksian hidup Kristiani yang otentik, yang diberikan kepada Allah dan sesama dalam suatu persekutuan yang tak dapat dibinasakan oleh apapun juga”. Pemahaman evangelisasi berdasarkan dua artikel ini adalah sebuah desakan untuk menjadikan pengalaman iman pribadi sebagai sebuah kesaksian bagi orang-orang yang ada di sekitar kita dengan cara hidup yang jujur, setia, tulus, ramah, sabar dan rendah hati.

(35)

atas panggilan Allah untuk mewartakan Kerajaan Allah dengan kata dan perbuatan (kesaksian hidup) bahwa dalam diri Yesus Kristus, Allah yang adalah kasih telah mencintai dunia. Dalam Sabda yang menjadi Daging, Ia telah memberikan segala sesuatu dan telah memanggil semua manusia untuk hidup yang baru (EN art. 26).

Evangelisasi sebagai pewartaan Sabda dibedakan menurut dua kategori situasi (RM art. 33). Pertama, daerah-daerah di mana Kristus dan Injil belum dikenal menuntut evangelisasi. Selanjutnya, daerah-daerah yang orang Kristennya sudah kehilangan rasa keberimanannya dan tidak menganggap diri sebagai warga Gereja. Pewartaan kabar gembira tidak membatasi diri pada mereka yang belum mengenal Injil, namun juga kepada mereka yang telah mengenal Sabda-Nya. Selain Redemptoris Misio dan Evangelii Nuntiandi, evangelisasi menurut FABC I

(Federation of Asian Bishops’ Conferences: Federasi Konferensi- Konferensi Uskup se-Asia) berarti pelaksanaan tugas Gereja mewartakan Injil

(36)

Berdasarkan dokumen-dokumen Gereja, baik Evangelii Nuntiandi, Redemptoris Missio maupun Federation of Asian Bishops Conferences (FABC) dapat ditarik kesimpulan bahwa evangelisasi merupakan pewartaan ‘Kabar Gembira’ kepada semua manusia. Kabar gembira yang diwartakan ditujukan kepada semua orang tanpa kecuali baik orang yang beriman Katolik atau non Katolik. Selain itu, ia juga dapat dipahami sebagai upaya memberikan kesaksian Injil kepada semua umat manusia serta sebagai sebuah upaya pembinaan untuk mengubah sikap hidup umat manusia supaya semakin berkembang imannya dalam dan akan Kristus.

c. Pandangan Para Ahli tentang Evangelisasi

(37)

Menurut Sugiri (1994:52) evangelisasi merupakan suatu proses yang menentukan perkembangan iman umat. Sebab dalam evangelisasi umat mengalami perjumpaan dengan Allah dalam pengalaman hidupnya dan semakin merasakan cintakasih Allah yang nyata dalam kehidupan sehari-hari. Sementara Hardawiryana (1975:12) mengatakan bahwa “Evangelisasi adalah usaha kita bersama sebagai umat untuk menyalurkan pengalaman iman kita kepada masyarakat semasa dan setempat, sementara kita sendiri ikut serta menghayati segala aspek kehidupan, yang kesemuanya merupakan satu keseluruhan, bersatu raga dalam suatu kesatuan”. Evangelisasi dimengerti dengan beranjak dari kenyataan bahwa karya-karya dari evangelisasi haruslah nampak terlebih dahulu dan setelah itu dapat dinamakan evangelisasi.

(38)

menuntut pribadi seseorang untuk berani keluar dari dirinya sendiri dan ikut memberikan kesaksian bagi yang lainnya.

2. Tujuan Evangelisasi

(39)

Hal ini dimaksudkan bahwa pengaruh Injil dapat mengubah manusia dari cara hidupnya yang lama menuju manusia baru. Artinya, seseorang diharapkan memiliki perubahan dengan cara pandang yang baru dalam hidupnya agar hati nuraninya pun tidak dibekukan oleh pandangan lama yang membuat orang semakin tertutup hatinya untuk tergerak menolong mereka yang miskin, terlantar dan yang dianiaya. Diharapkan bahwa dengan adanya perubahan dalam cara pandang seseorang dapat memampukan dan mengasah nuraninya dalam memberikan pelayanan kepada mereka yang membutuhkan.

Menurut FABC I (Federation of Asian Bishops’ Conferences) tujuan utama dari karya evangelisasi adalah “menyalurkan pengalaman akan Kristus yang bangkit mulia dengan mendarahdagingkan amanat dan hidup Kristus dalam budi dan peri-hidup bangsa Asia” (No. 9 dan 30). Bentuk konkret dari pelaksanaan tujuan evangelisasi itu akhirnya adalah membangun Gereja setempat yang sejati, karena Gereja setempat itu sendiri merupakan perwujudan Tubuh Kristus dalam bangsa, tempat dan waktu tertentu (No. 10). Di sini para uskup memahami evangelisasi sebagai pelaksanaan pewartaan Injil kepada bangsa Asia di mana Gereja hidup dan berakar.

(40)

dengan mengabdikan diri pada pelayanan kasih pada sesama. Dengan sikap rendah hati dan jujur, umat Kristiani dapat mengkomunikasikan kabar gembira mengenai Yesus Kristus sebagai tindakan Allah yang telah menyelamatkan manusia. Pewartaan yang dibina dengan pengalaman pertobatan dan penghayatan diri sebagai ciptaan baru akan mudah meresap dan membawa perubahan di dalam realitas hidup manusia termasuk sejarah dan kebudayaannya. Di dalamnya umat Kristiani tidak hanya mewartakan tindakan Yesus Kristus tetapi juga menemukan dan menghayati kehadiran serta karyaNya secara nyata.

3. Isi Evangelisasi

(41)

Paus Paulus VI dalam Evangelii Nuntiandi artikel 26 sampai 28 menjelaskan isi evangelisasi yaitu mewartakan Injil itu pertama-tama memberikan kesaksian bahwa dalam sabda-Nya yang menjelma, Dia telah memberi hidup kepada segala sesuatu dan telah memanggil manusia ke hidup yang abadi. Artikel 26 sampai 28 dari Evangelii Nuntiandi dirumuskan oleh Jacobs sebagai berikut:

Mewartakan Injil adalah memaklumkan bahwa keselamatan bersifat transenden dan esktologis,bermula dalam kehidupan dan dipenuhi dalam keabadian. Keselamatan yang transenden artinya keselamatan yang berasal dari Allah dan bersifat kekal. Keselamatan yang eskatologis yaitu keselamatan di akhirat. Mewartakan Injil itu berbicara mengenai panggilan manusia ke arah persatuan dengan Allah dalam ibadat dan cinta, ke arah persatuan dengan orang-orang lain dalam cinta persaudaraan, pengampunan, pelayanan dan penyerahan diri. Mewartakan Injil itu berbicara mengenai kedosaan manusia, maka perlunya pertobatan dan perubahan hati serta budi.

(42)

menjadi tekanan utama bagi manusia agar mereka tidak mengalami tekanan (EN art. 36). Yang mesti diwartakan adalah perdamaian, kerukunan, keharmonisan dan persaudaraan serta pentingnya menerima pengajaran iman dan pengalaman konkrit dalam hidup kita sebagai umat beriman (EN art. 38).

Kebebasan beragama menduduki tempat yang utama karena hidup beragama merupakan urusan pribadi seseorang yang mau menjalin relasi dengan Tuhan. Dalam hal ini dianjurkan agar tidak ada paksaan dari pihak manapun untuk merekrut seseorang dan memaksanya memilih suatu agama (EN art. 39). Sebab hal yang paling penting adalah mewartakan jati diri Pembebas Sejati yang telah menyelamatkan dan membebaskan kita dari belenggu dosa yakni Kristus (EN art. 38). Tidak ada seorang pun di dunia ini yang ingin dijajah, semua ingin bebas dan merdeka.

Demikian juga kita sebagai umat Tuhan, kita semua telah dilepaskan dari segala kuasa kegelapan oleh darahNya yang kudus, dan Tuhan Yesus telah memindahkan kita ke dalam kerajaaNya yang kudus. Karena kebebasan kita merupakan kebebasan yang kita terima dari Tuhan, maka tidak harus kita nikmati sendiri saja, melainkan kita bagikan kepada mereka yang masih hidup dalam penindasan. Tugas kita selanjutnya adalah memberitakan kepada dunia bahwa Tuhan Yesuslah Pembebas Yang Sejati.

4. Bentuk-bentuk Pelaksanaan Evangelisasi

(43)

ini menjadi tugas dan tanggungjawab gembala-gembala Gereja untuk mencari bentuk yang efektif untuk menyampaikan pesan Injil kepada umat zaman sekarang (EN, 40). Bagi Gereja, bentuk utama dan pewartaan Injil adalah kesaksian hidup Kristen yang otentik (EN 41) karena lewatnyalah Gereja menghadirkan hidupnya bersama Kristus untuk memperbaharui hidup manusia.

Kesaksian hidup Kristen merupakan bentuk tugas perutusan yang pertama dan tiada tergantikan. Kristus yang tugas perutusan-Nya kita lanjutkan merupakan saksi istimewa dan model semua kesaksian Kristen (RM art. 42).

Pernyataan di atas mau menegaskan bahwa evangelisasi dapat dilakukan melalui kesaksian hidup, seterut teladan Yesus Kristus lewat penyerahan diri secara penuh pada Allah demi membentuk persekutuan yang kuat, dan dalam semangat yang berkobar-kobar dengan mencintai dan mengasihi orang lain (bdk. EN art. 41). Itu berarti, kata dan tindakan harus berjalan seimbang agar orang yang melihat dan mendengar tidak dibingungkan. Selain kesaksian yang oleh Gereja dipandang sebagai bentuk utama dalam pewartaan, ada beberapa bentuk lain kiranya penting juga dalam berevangelisasi. Bentuk-bentuk itu antara lain: liturgi sabda, kotbah, katekese, media massa, peranan sakramen-sakramen, kontak pribadi dan kesalehan popular.

(44)

disampaikan dapat membantu menyebarkan iman, menyebabkan orang lebih beriman, mengusahakan agar ajaran Allah dapat diterima, menyampaikan dengan iman dan akhirnya agar hidup konkret umat beriman semakin diperdalam dan didewasakan melalui kesaksian iman dalam kenyataan hidup sehari-hari.

(45)

Bentuk lain yang tidak kalah pentingnya dalam evangelisasi adalah kontak pribadi dengan sesama (EN art. 46), karena dapat membantu usaha kita dalam mewartakan Injil. Kesediaan dan keterlibatan kita dalam berbagai kegiatan Gereja, sikap saling menyapa, meneguhkan seperti yang dilakukan oleh para imam yang ditekankan dalam Evangelii Nuntiandi artikel 46: “Mereka membantu umat di dalam usaha-usahanya, membangkitkan umat bila mereka jatuh, dan selalu menolong”. Hal ini adalah tugas utama bagi seorang pewarta.

EN art. 47 menegaskan bahwa evangelisasi tidak hanya terdiri dari kotbah dan mengajarkan suatu doktrin, karena “pewartaan Injil harus mampu menyentuh kehidupan kodrati maupun adikodrati”. Kehidupan adikodrati ini terungkap dalam tujuh sakramen; sakramen ekaristi, baptis, penguatan, tobat, imamat, perkawinan, pengurapan orang sakit. Peran evangelisasi adalah mendidik masing-masing individu kristiani agar menghayati sakramen-sakramen dan menjalaninya dalam kehidupan sehari-hari. Sakramen-sakramen ini mengajak umat beriman untuk mampu bersikap murah hati dan rela berkorban, peka terhadap situasi yang terjadi di sekitar kita dan menaggapinya.

(46)

bahkan dalam Gereja sendiri masih nampak adanya ketidakadilan. Berhadapan dengan situasi ini, Gereja perlu mengambil sikap dan tindakan konkret dalam menegakkan keadilan demi hidup yang lebih harmonis, aman, damai dan penuh cinta kasih sebab keadilan merupakan perwujudan cinta kasih Allah bagi manusia. Cinta kasih menuntut keadilan yaitu kesadaran akan martabat dan hak sesama manusia. Dalam hal ini keadilan adalah tuntutan pertama dan utama bagi cinta kasih.

(47)

Dialog dengan kaum miskin seperti yang diungkapkan dalam FABC I di atas, oleh penulis dimengerti sebagai suatu bentuk solidaritas dengan kaum miskin. Melalui dialog Gereja bekerjasama dengan kaum miskin, ikut mengalami kehidupan dan merasakan aspirasi-aspirasi mereka, memahami keputusasaan dan harapan mereka serta berjalan bersama mereka. “Jadi, dialog dapat menjadi peluang untuk saling berbagi kerinduan kita akan Allah dan akan persaudaraan antara putera-puterinya” (No. 16).

Gereja menghadapi kenyataan adanya orang miskin yang sangat besar jumlahnya di seluruh Asia. Sebagian dari mereka ini menjadi anggota Gereja namun sebagiannya belum. Kenyataan ini menuntut Gereja Asia untuk mengadakan dialog dengan kaum miskin dan membawa kabar gembira kepada mereka. Gereja melihat bahwa ada hubungan erat antara pewartaan Injil yang dibawakannya dengan pembebasan umat manusia yang mengalami penindasan. Oleh karena itu, dengan tegas dan sadar dikutip kembali dokumen “Keadilan di dunia” yang dikeluarkan oleh sinode para uskup tahun 1971. Dalam sinode itu dikatakan dengan tegas bahwa:

Kegiatan demi keadilan dan peran serta dalam perombakan dunia menurut keyakinan kami merupakan dimensi hakiki pewartaan Injil, yakni misi Gereja demi penebusan umat manusia serta pembebasannya dari tiap penindasan.Pewartaan Injil dengan penekanan pada aspek pembebasannya diyakini sebagai aspek pewartaan Kabar Gembira kepada kaum miskin. Kabar gembira yang membawa harapan bahwa mereka yang mengalami pemiskinan dapat menggunakan potensi manusiawi mereka yang amat besar, mengemukakan aspirasi mereka akan dunia yang lebih penuh manusiawi dan bersaudara dalam Kristus yang memanggil Gereja-gereja Asia (No. 22).

(48)

dengan memprioritaskan kaum miskin. Hal ini dimaksud bahwa perutusan Gereja dalam pewartaan Injil tidak terlepas dari perjuangannya dalam mewujudkan keadilan sosial. Kemiskinan itu tidak hanya menyangkut harta benda seseorang tetapi menyangkut berbagai aspek hidup manusia seperti budaya, sosial, politik dan lain sebagainya. Di bidang sosial misalnya seseorang dikatakan miskin apabila hak dan kewajibannya sebagai manusia dalam berinteraksi dengan orang lain menjadi terbatas atau dibatasi. Semua tindakan yang berusaha mengabaikan hak dan kewajiban bahkan melanggar hak asasi dilihat oleh FABC sebagai tindakan ketidakadilan struktural; ketidakadilan yang dibuat oleh manusia yang selalu memiskinkan masyarakat, maka FABC atas nama Gereja merumuskan salah satu kewajiban Gereja Asia yakni mewartakan kabar gembira bagi mereka yang miskin baik rohani maupun jasmani. Kesepakatan yang dibuat itu kemudian menjadi kewajiban evangelisasi Gereja untuk melawan ketidakadilan.

(49)

miskin, korban konflik daerah, ataupun korban kekerasan politik.Inilah sikap-sikap Gereja yang telah menumbuhkan perhatian kepada orang-orang miskin.

Dalam lokakarya III FABC membahas mengenai hubungan evangelisasi dan agama-agama besar di Asia, kelompok ini membahas 3 perhatian utama, yaitu menerima nilai-nilai agama di Asia, bantuan yang sama dan sikap terbuka untuk belajar dari agama-agama lain dan dialog tanpa usaha untuk mempertobatkan yang lain. Setelah melalui refleksi yang panjang, akhirnya FABC I merumuskan pengertiannya mengenai kedudukan agama-agama lain dalam hubungannya dengan Gereja dan tugas evangelisasinya sebagai berikut:

Dalam dialog itu kita menerima tradisi-tradisi itu sebagai unsur-unsur yang penting dan positif dalam tata laksana rencana keselamatan Allah. Padanya kita menghargai makna-makna dan nilai-nilai rohani dan etika yang mendalam. Berabad-abad lamanya tradisi-tradisi itu merupakan perbendaharaan pengalaman religius para leluhur kita, yang bagi orang-orang zaman sekarang tetap merupakan sumber cahaya dan kekuatan. Selain itu mengungkapkan secara otentik dambaan-dambaan paling luhur hati mereka serta merupakan kediaman kontemplasi dan doa mereka (No. 14).

(50)

Dialog yang ketiga adalah dialog dengan kebudayaan. Salah satu masalah penting yang dihadapi di Asia dan kawasan-kawasan lain diuraikan oleh Konstitusi Pastoral tentang Gereja dalam dunia modern: “Bagaimana dinamika hidup dan perkembangan kebudayaan baru dapat dipelihara tanpa kehilangan kesetiaan yang nyata terhadap warisan tradisi” (GS. Art. 56). Gereja di Asia berhadapan dengan pluralitas kebudayaan yang sudah hidup selama berabad-abad lamanya. Di atas sudah disinggung mengenai dialog dengan agama, hal yang serupa dapat dikatakan dengan dialog antara Gereja dengan kebudayaan. FABC I menyebutkan bahwa dialog tersebut harus berlangsung terus menerus antara Gereja setempat dengan tradisi-tradisi, kebudayaan dan agama tempat Gereja berakar secara mendalam (No. 12). Dengan pernyataan ini, kiranya FABC I mengartikan kebudayaan dalam arti yang sangat luas, menyangkut seluruh dimensi hidup manusia. Adapun tujuan utama dialog Gereja dengan kebudayaan adalah agar Gereja tetap relevan, mengakar dalam masyarakat di mana ia hidup dan akhirnya tidak terasa asing bagi para pemeluknya. Sedangkan FABC No 2 (1997:133) menegaskan bahwa:

Gereja setempat lahir dan dibangun melalui perjumpaan yang mendalam dan saling memperkaya antara Injil dan suatu masyarakat beserta kebudayaan dan tradisinya yang khas, ……Inkulturasi tidak hanya berarti mengungkapkan Injil dan iman Kristiani melalui upaya budaya tertentu, melainkan mencakup juga: mengalami, memahami dan meresapkan Injil dan iman melalui sumber-sumber budaya suatu masyarakat. Hasilnya: bentuk konkret Gereja setempat di satu pihak akan dipengaruhi oleh kebudayaan, dan di lain pihak kebudayaan akan mengalami evangelisasi berkat kehidupan dan kesaksian Gereja setempat.

(51)

Dalam menjalankan karya perutusannya Gereja berhadapan dengan budaya setempat. Gereja mengakui dan menerima semua unsur budaya mana pun sejauh itu dapat dipergunakan demi kemuliaan Tuhan Sang Pencipta. Gereja mesti terbuka untuk menerima unsur dan nilai budaya yang dapat membantu perkembangan iman Kristiani. Gereja katolik menjadi Gereja yang sangat terbuka. Gereja mengakui bahwa banyak hal baik yang merupakan tanda kehadiran Allah dalam kebudayaan manusia. Gereja bahkan mengakui bahwa dalam dan melalui kebudayaan-kebudayaan manusia, iman dan karya pewartaannya dapat berkembang, diterima, dihayati dengan lebih baik.

5. Para Pelaku Evangelisasi

(52)

Haruslah dikatakan bahwa Roh Kudus adalah pelaku utama evangelisasi: Dialah yang mendorong tiap individu untuk mewartakan Injil, dan Dialah yang dalam kesadaran hati nurani menyebabkan kata penebusan diterima dan dipahami (AG 4). Tapi dengan cara yang sama dapat dikatakan bahwa Dialah tujuan evangelisasi. Dialah yang menggerakkan ciptaan baru, kemanusiaan baru, di mana evangelisasi merupakan hasilnya. Dalam ensiklik Redemptoris Missio, pada butir 28 dan 29, Paus Yohanes Paulus II menggambarkan tindakan Roh Kudus:

Kegiatan dan kehadiran Roh itu tidak hanya mempengaruhi orang-perorang, melainkan juga mempengaruhi masyarakat dan sejarah, bangsa-bangsa, kebudayaan-kebudayaan dan agama-agama. Sesungguhnya, Roh itu berada di asal-muasal cita-cita dan usaha-usaha luhur yang bermanfaat bagi umat manusia dalam perjalanannya sepanjang sejarah: Roh Allah, yang dengan penyelenggaraan yang mengagumkan, memimpin jalannya sejarah dan memperbaharui muka bumi.

Dalam setiap evangelisasi, kita berserah pada karya Roh Kudus, karena Roh Kudus adalah jiwa dari Gereja. Roh Kuduslah yang memberikan kita kekuatan untuk dapat melakukan evangelisasi dan Roh Kudus yang sama jugalah telah dicurahkan untuk Gereja dan menjadi jiwa dari Gereja (EN art. 13). Kalau diberdayakan terus-menerus oleh Roh Kudus, maka Gereja yang satu, kudus, katolik dan apostolik, itu dapat menyebar ke tengah-tengah umat manusia. Pesan berikut ini yang ditulis oleh Santo Petrus dapat diterapkan bagi umat Kristiani di mana saja dan kapan saja:

(53)

Rumusan di atas menegaskan bahwa daya gerak Roh Kudus memampukan semua umat beriman untuk merealisasikan penghayatan iman mereka dalam bentuk yang nyata. Iman yang dihayati harus diwujudkan dalam hidup sehari-hari dengan bersama mengambil bagian dalam pelayanan yang tertuju terutama kepada mereka yang membutuhkan perhatian. Gereja dalam banyak kegiatan melibatkan diri dalam segala usahanya membebaskan manusia dari kemiskinan dan bentuk penderitaan lainnya.

(54)

lahir dari kegiatan evangelisasi Yesus Kristus sendiri dan para Rasul-Nya dalam kuasa Roh Kudus.

Roh Kudus yang digambarkan sebagai pelaku utama evangelisasi, menaungi para murid dan pelaku evangelisasi lainnya untuk turut serta dalam berevangelisasi. Ensiklik Evangelii Nuntiandi artikel 68 sampai 72, memaparkan dengan sangat jelas para pelaku evangelisasi. Evangelii Nuntiandi art. 68 menegaskan bahwa:

Para uskup merupakan penggati para Rasul, melalui kuasa tahbisan menerima kewibawaan untuk mengajarkan kebenaran yang diwahyukan dalam Gereja.Mereka adalah guru-guru iman, pendidik umat dalam iman dan pengkotbah-pengkotbah, sekaligus menjadi pelayan Ekaristi dan Sakramen lainnya. Sebagai imam mereka dipilih untuk mewartakan Sabda Allah dengan kewibawaannya, mengumpulkan umat Allah yang terceraiberai, memberi makan umat dengan tanda-tanda karya Kristus yang adalah Sakramen-sakramen, memberitahu umat jalan menuju keselamatan. Rumusan di atas menegaskan tugas dan tanggungjawab dari seorang uskup dan imam yang dikuduskan dan dimeteraikan dengan sakramen imamat. Mereka ditugaskan meneruskan dan mempertahankan ajaran Kristus melalui pewartaan dan menguduskan umat melalui sakramen-sakramen. Mereka disebut pastor atau gembala, karena mereka ditugaskan pula menggembalakan umat seperti seorang gembala menggembalakan kawanan dombanya. Seorang gembala akan berusaha agar kawanan domba tetap utuh jangan sampai ada domba yang hilang. Tugas seorang imam meliputi tiga bidang yaitu mewartakan, menguduskan dan menggembalakan.

(55)

dalam kesetiaan; juga upayanya meneguhkan sesama melalui hidup doa dan keheningan. Darminta, (1997:13) mengatakan bahwa:

Religius dan evangelisasi merupakan kenyataan yang menyentuh hakikat hidup religius, corak dan ritme hidup sehari-hari, serta kegiatan hidup religius dalam pengabdian kepada Gereja dan kemanusiaan. Hidup religius lahir dan ada demi evangelisasi, pewartaan Yesus Kristus dan nilai-nilai Injil yang dibawa serta. Kalau dikatakan bahwa hidup religius bercirikan missioner, itu berarti hidup religius harus dibangun dan dihayati berdasarkan kenyataan Gereja yang berevangelisasi.

Pernyataan ini menegaskan tugas dari kaum religius. Kaum religius dalam tugas dan pewartaan menjadi panutan umat sangat menentukan keberhasilan evangelisasi. Oleh karena itu hidup kaum religius sendiri harus dibimbing Roh Kudus, menjadi pendoa, akrab dengan Sabda Tuhan, dan menjadikan Ekaristi sebagai pusat hidupnya. Karena menjadi panutan maka dalam pelaksanaan evangelisasi religius diharapkan mampu menghayati hidupnya sebagai pelaku evangelisasi yang bisa bekerjasama dalam mewujudkan nilai-nilai Kerajaan Allah baik di keluarga maupun dalam lingkup hidup bermasyarakat.

(56)

cintakasih manusiawi, keluarga, pendidikan anak-anak dan kaum remaja, kerja profesional dan penderitaan (EN art. 70).

Berdasarkan panggilan mereka yang khas, kaum awam wajib mencari Kerajaan Allah, dengan mengurusi hal-hal yang fana dan mengaturnya seturut kehendak Allah. Mereka hidup dalam dunia artinya menjalankan segala macam tugas dan pekerjaan duniawi dan berada di tengah kenyataan biasa hidup berkeluarga dan sosial. Prasetya (2006: 25-27) mengatakan bahwa “mereka itu pribadi-pribadi yang menghayati hidup di dalam dunia: mereka belajar, bekerja, menjalin hubungan persahabatan, mereka adalah anggota masyarakat, kebudayaan”. Kekhasan inilah yang menjadi lahan perjuangan hidupnya sehari-hari, termasuk upayanya dalam memperjuangkan jati dirinya sebagai kaum awam yang dijiwai semangat Injil yaitu menjadi garam dan terang serta menjadi saksi bagi sesamanya berdasarkan iman, harapan dan cinta kasih. Keterlibatan kaum awam dalam upayanya mengembangsuburkan Gereja tampak secara nyata dalam kegiatan liturgi, pewartaan dan penggembalaan anggota Gereja (Prasetya, 2006:42).

(57)

Selain Hirarki Gereja, biarawan/biarawati dan kaum awam bahkan keluarga juga memiliki peran penting dalam evangelisasi (EN art. 71). Keluarga yang sadar akan perutusan menyadari diri sebagai Gereja mini, akan terlibat dan melibatkan diri dalam melakukan evangelisasi dan menerima evangelisasi. Orang tua tidak hanya mengkomunikasikan Injil kepada anak-anak, tetapi anak-anak dapat menerima Injil seperti yang dihayati oleh orang tua mereka. Dengan demikian anak-anakpun akan melakukan hal yang sama mengikuti teladan orang tuanya, bukan saja dalam keluarga tetapi dalam kehidupan masyarakatnya.

Telah diuraikan beberapa pelaksana evangelisasi mulai dari hirarki Gereja sampai dengan Gereja mini yakni keluarga. Masing-masing pelaksana evangelisasi menjalankan tugas yang telah dipercayakan kepadanya. Meski status mereka berbeda ada uskup, pastor, bruder, suster dan awam, namun mereka punya satu tujuan yang sama yakni menghantar semua orang untuk mencapai keselamatan dan kebenaran akan Yesus Kristus yang membuat mereka bertobat dan meninggalkan kehidupan lama yang penuh dosa dan memulai hidup baru. Hidup baru yang dimaksud di sini adalah hidup dengan cara pikir yang baru dan tindakan yang membuat semakin banyak orang tersapa untuk ikut ambil bagian dalam tugas yang sama yakni mewartakan Injil Tuhan Yesus.

(58)

kita semua: Sri Paus, para uskup, imam, diakon, biarawan-biarawati dan kaum awam dengan kuasa rahmatNya agar kita semua dimampukan untuk mewartakan Injil Kerajaan Allah.

B. Tantangan Evangelisasi

Dalam hidup, manusia dihadapkan pada berbagai situasi kehidupan; keberhasilan, keberuntungan, kegagalan dan tantangan. Situasi ini datang silih berganti mengisi hidup manusia. Demikian juga dalam pewartaan atau evangelisasi banyak tantangan yang dijumpai. Evangelisasi selalu menghadapi tantangan baik dari luar maupun dari dalam.

Pada bagian ini penulis akan membahas tantangan evangelisasi baik tantangan yang berasal dari dalam diri Gereja maupun luar diri para suster ataupun umat sebagai pelaku evangelisasi. Tantangan dari luar seperti arus-arus besar yang merupakan tantangan yang dihadapi manusia zaman ini (Nota Pastoral KAS, 2002:7). Sedangkan tantangan dari dalam bisa dilihat dari dampak adanya arus-arus besar zaman yang disebutkan sebagai tantangan dari luar yang mempengaruhi sikap hidup dan perilaku manusia zaman ini dalam berevangelisasi.

(59)

Istilah sekularisasi berasal dari bahasa Latin saeculum. Kata ini dipakai untuk mengakhiri doa Kristiani berbahasa Latin:…per omnia saecula saeculorum (…sepanjang segala masa). Sekularisasi adalah suatu arus sejarah yang bergerak dari karakter sakral ke profan. Suatu proses di mana manusia cenderung meninggalkan pola hidup yang berlandaskan keimanan kepada yang Ilahi dan mulai menghayati model hidup yang dilandasi oleh keyakinan akan jaminan yang disediakan oleh manusia dan alam (Perajaka, 1990: 76).

Nota pastoral Keuskupan Agung Semarang mengatakan bahwa sekularisasi adalah salah satu arus besar zaman yang dipahami “sebagai suatu proses yang mengubah secara mendasar pola berpikir, pola hidup manusia zaman ini yang berdampak pada segala bidang kehidupan manusia” (Nota pastoral KAS, 2002:9). Bidang-bidang kehidupan manusia itu adalah:

a) Dalam Bidang Keagamaan

(60)

Dikatakan bahwa agama selalu mengajarkan yang benar kepada umatnya, tetapi justru para pengikutnya salah dalam mempraktekan ajaran agama yang dianutnya. Misalnya agama mengajarkan untuk menciptakan kedamaian dalam hidup berbangsa dan bernegara namun kenyataannya yang dihadapi dalam dunia dewasa ini justru sebaliknya. Yang ada dalam bangsa dan negara ini adalah kekerasan. Segelintir orang memanfaatkan agama demi kepentingan pribadi atau kelompok bahkan justru menyulut kekerasan. Kekerasan ini bertentangan dengan hakekat dari agama yang mengajar tentang kedamaian. Berhadapan dengan situasi seperti ini diharapkan adanya pewartaan yang membawa pemahaman yang benar mengenai agama, keterbukaan terhadap dunia melalui dialog dengan penganut agama yang lain dan menyadari peran profetis dalam masyarakat. Nota Pastoral KAS (2002:13) mengatakan “Orang bisa saja khusyuk melaksanakan upacara keagamaan di tempat sakral, namun dalam keseharian cara hidupnya memperlihatkan seolah-olah tidak ada Tuhan”.

(61)

b) Dalam Bidang Moral.

Masyarakat Indonesia dikenal mempunyai budaya atau adat ketimuran. Di mana budaya atau adat tersebut mencerminkan kepribadian bangsa Indonesia yang sesuai dengan adat ketimuran. Budaya seharusnya dijunjung tinggi dan dihargai oleh seluruh bangsa Indonesia. Budaya menjadi cermin sikap rakyat Indonesia pada umumnya. Salah satu adat ketimuran yang dimiliki bangsa Indonesia memiliki rasa malu. Sebagai bangsa yang mempunyai kepribadian adat ketimuran, budaya malu yang telah ada sejak zaman dahulu harusnya tetap kita jaga dan lestarikan sebagai kepribadian bangsa untuk dapat tetap menjadi bangsa yang berbudaya. Namun kenyataannya, budaya itu telah hilang seiring dengan perkembangan zaman yang telah terjadi. Budaya asli dan kepribadian bangsa Indonesia telah terkikis oleh zaman.

2) Hedonisme

(62)

Orang mengumpulkan uang dan harta serta menghabiskannya karena mengira bahwa di sinilah letak keselamatan. Sementara ada yang mengira bahwa keselamatan terletak pada kedudukan, jabatan dan kekuasaan sehingga orang berlomba-lomba untuk mendapatkannya. Paham keselamatan demikian ini menyesatkan karena yang dirasakan adalah kedamaian yang palsu yang hanya bertahan sementara waktu (Nota Pastoral KAS, 2002:15).

3) Materialisme

Istilah materialisme dalam kamus filsafat (1996:593) dipahami sebagai ajaran yang menekankan keunggulan faktor-faktor material atas yang spiritual dalam metafisika, teori nilai atau dapat dipahami sebagai paham yang mengagung-agungkan materi.

Paus Yohanes Paulus II dalam anjuran Apostiliknya tentang Hidup Bakti (VC 89: 135) menegaskan bahwa tantangan zaman ini adalah:

Adanya gaya hidup materialistis yang haus akan harta milik, tanpa mengindahkan keperluan-keperluan dan penderitaan-penderitaan rakyat yang paling lemah, dan tanpa kepedulian mana pun terhadap keseimbangan sumber-sumber daya alam.

(63)

internet, majalah atau Koran-koran. Iklan-iklan tersebut menawarkan barang-barang kebutuhan hidup sehari-hari misalnya berbagai jenis produk makanan, minuman, perumahan, tempat-tempat rekreasi atau hiburan.

Manusia tidak perlu bekerja keras untuk mendapatkan informasinya. Cukup hanya duduk di depan TV, membaca artikel dan mengaksesnya di program internet maka semuanya akan dengan mudah diperoleh. Manusia bukan lagi menjadi pemburu barang namun sebaliknya produk-produk itulah yang menjadi pemburu manusia. Ke mana pun dan di mana pun sudah tersedia tawaran-tawaran itu, sehingga terkadang membuat manusia tak berdaya untuk menolaknya meskipun barang-barang itu bukan menjadi kebutuhan pokoknya. Manusia sudah terperangkap di dalam gaya hidup yang demikian sehingga “ruang gerak dan pilihan hidup yang bijaksana menjadi sempit”, (Darminta, 2006:3) hati nurani menjadi tumpul dan manusia merasa tidak cukup atau puas karena tidak mampu mengendalikan nafsu manusiawinya terhadap tawaran-tawaran yang datang silih berganti.

2. Tantangan dari dalam Diri

(64)

a. Kurang Percaya Diri

Kurang percaya diri dalam memulai sesuatu kegiatan adalah hal yang biasa yang tentunya dialami oleh hampir setiap manusia. Rasa tidak percaya diri merupakan penghambat seseorang untuk dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya. Dan sebaliknya, bila kita mempunyai sikap percaya diri yang tinggi maka kita bisa mengelola pergaulan kita untuk hidup yang lebih baik. Perasaan takut salah dalam bersikap, bergaul bahkan dalam melaksanakan evangelisasi atau suatu kegiatan adalah salah satu penyebab kurangnya rasa percaya diri. Kita dalam hal ini telah memposisikan diri pada tempat yang keliru. Karena kita telah memasukkan pikiran negatif (kegagalan, reaksi negatif orang lain) ke dalam pikiran kita. Hambatan inilah yang harus kita rubah untuk selalu berpikir positif bahwa apapun yang kita yakini dan perbuat itu baik pastilah akan diterima dengan baik oleh orang lain. Rasa kurang percaya diri ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti minimnya pengetahuan dan pengalaman dalam berpastoral, kurang persiapan, kurang membaca dan mencari informasi dari berbagai sumber berkaitan dengan bidang yang ditangani.

(65)

tuntutan-tuntutan karya di kemudian hari”. Sementara dalam mewartakan Injil kepada segala bangsa, hendaklah ia dengan percaya memperkenalkan rahasia Kristus yang dilayani sebagai utusan, sehingga dalam Dia ia berani berbicara sebagaimana seharusnya tanpa merasa malu (Ef 6:19 & Kis 4:31).

b. Budaya Instan

Segala sesuatu yang instan memang sangat menjanjikan dan justru banyak dikejar orang. Sebut saja makanan dan minuman instan seperti mie instan, susu instan, sereal instan, bumbu instan dan masih banyak lagi. Produk instan membuat kita tak perlu repot, cepat, praktis dan bisa jadi lebih hemat. Ironisnya, instan juga menjadi bagian dari budaya kita dewasa ini.

(66)

keinginan kita, namun sangat tidak dibenarkan bila kita malas untuk menjalani proses yang benar. Perjuangan panjang dalam menanggapai sesuatu merupakan sarana pembelajaran yang bernilai sangat penting. Supaya kita mengalami proses pembelajaran yang benar dan tentunya dapat kita nikmati, sudah semestinya kita harus berkorban. Tidak ada keberhasilan tanpa pengorbanan diri. Suparno (2007a:139) mengatakan bahwa:

Walaupun budaya instan dapat mendorong orang lebih berpikir cepat dan menyelesaikan pekerjaan secara efisien dan efektif namun mempunyai dampak negativ tidak memiliki daya tahan dalam pergulatan bila mengalami kesulitan, frustasi dan putus asa.

Rumusan di atas menegaskan bahwa budaya instan dapat dilihat dari dua sisi. Sisi positif adalah segala sesuatu yang dibutuhkan manusia akan dengan mudah didapat. Orang tidak perlu mencari dengan bersusah payah. Namun di lain pihak dapat membahayakan atau melumpuhkan daya juang orang dalam berbagai kegiatan. Kenyataan akan adanya budaya instan ini perlu mendapat perhatian yang serius dari para pewarta agar dapat memafaatkan peluang akan realitas dunia ini dalam pewartaannya sehingga semakin banyak orang yang hidup dalam kesadaran dan berani bangkit untuk hidup dengan tekun berjuang, kerja keras dalam mengupayakan hidup yang layak baik dari segi rohani maupun jasmani.

c. Irelevansi Penghayatan Agama dalam Hidup Sehari-hari

Konferensi Wali Gereja Indonesia (Iman Katolik, 1996:158) menegaskan bahwa:

(67)

maupun tidak. Dalam agama orang memperlihatkan sikap hatinya di hadapan Allah. Sikap manusia di hadapan Allah khususnya iman, harapan dan kasih.

Berangkat dari pernyataan di atas dapat kita lihat kenyataan yang ada dalam diri setiap manusia dewasa ini dalam keterlibatannya di Gereja baik dalam mengikuti perayaan ekaristi pada hari Minggu atau pun pada hari raya besar seperti Natal dan Paskah. Manusia dewasa ini mempunyai kesadaran yang sangat tinggi akan hidup keagamaannya. Kerinduan hati untuk memperoleh keselamatan dan kebahagiaan dalam hidup mendorong manusia dewasa ini untuk semakin meningkatkan spiritualitas hidupnya dalam berbagai kegiatan rohani. Namun kenyataannya manusia cenderung memisahkan hidup sehari-hari dari agama artinya pelaksanaan agama tidak seimbang dengan sikap dan perilaku hidup sehari-hari. “Orang bisa saja khusyuk melaksanakan upacara-upacara keagamaan di tempat-tempat sakral, namun dalam keseharian cara hidupnya memperlihatkan seolah-olah Tuhan tidak ada” (Nota Pastoral KAS, 2002:13). Cara hidup demikian dapat membuat orang mudah terpengaruh atau bahkan terjerumus dalam tindakan-tindakan jahat seperti praktek ketidakadilan, kekerasan, perampasan hak, pemerkosaan, dan kekerasan lainnya. Keuskupan Agung Semarang dalam nota pastoralnya (2002:14) mengatakan bahwa anjuran untuk semakin mengutamakan praktek agama telah gagal mengurangi, apalagi memberantas praktek korupsi, kolusi dan nepotisme atau biasa disebut dengan istilah KKN itu.

(68)

menghantar orang sampai menemukan keadilan, kebahagiaan, kedamaian yang semuanya dimulai dari diri sendiri dan harus diwujudnyatakan dalam kehidupan sehari-hari artinya penghayatan hidup keagamaan kita harus direalisasikan dalam tindakan nyata. Kesadaran akan hidup keagamaan sebagai sesuatu yang melekat erat baik secara lahiriah dan batiniah belum dimiliki sepenuhnya. Orang merayakan keagamaan hanya sebagai suatu rutinitas belaka sehingga tidak mempraktekkan apa yang dihayati di altar itu dalam keseharian hidup dengan menciptakan keadilan, kedamaian, kerukunan dan sikap-sikap hidup yang membangun suasana persatuan dan persaudaraan.

(69)

51   

KELAPA DUA DEPOK

(70)

   

A. Keadaan Kongregasi PRR

1. Tujuan berdirinya

(71)

   

2. Visi Misi Kongregasi PRR

a. Visi

Kata visi berasal dari bahasa latin “videre” yang berarti melihat, memandang. Visi sendiri berarti suatu pandangan dasar, suatu wawasan yang menggerakkan orang atau sekelompok orang kepada komitmen, terhadap suatu cita-cita atau perjuangan bersama. Visi pada hakekatnya merupakan suatu idealisme yang hendak dicapai sekaligus landasan dasar bagi seseorang atau kelompok tertentu dalam meraih cita. Harapan-harapan ini pun menjadi cita-cita Kongregasi PRR. Cita-cita-cita ini mengandung arti dan makna untuk dihayati oleh setiap anggota Kongregasi (Tafaib, 2007:22).

Visi Kongregasi PRR adalah:

Pembentukan jemaat beriman yang kembali ke akarnya yang murni yaitu misteri salib dan kebangkitan Kristus. Jemaat yang dicita-citakan pendiri adalah jemaat yang partisipatif dengan ciri-cirinya: mampu mendayagunakan kharismanya, mampu bekerjasama membangun Gereja sebagai Tubuh Mistik Kristus, berpusat pada Kristus, mampu berfungsi sosial, memasyarakat dan meragi dalam membangun masyarakat, jemaat yang berpegang pada kesatuan Roh Kudus yang membuatnya menjadi jemaat yang berfungsi kritis, yaitu mampu dalam menghadapi tantangan nilai dunia zaman ini, memasyarakat dengan warna Kerajaan Allah yakni persaudaraan, damai, cinta kasih (Konst, art. 103).

(72)

   

yang berciri Kristiani. Ciri jemaat Kristiani adalah jemaat yang tekun dalam beribadah, jemaat yang mampu bertahan dalam penderitaan dan salib hidup, jemaat yang selalu mengarahkan hatinya kepada Tuhan. Maksud pendiri dengan jemaat yang partisipatif adalah jemaat yang aktif dalam membangun Gereja, yang sadar akan situasi dan terlibat aktif dalam membantu melayani semua anggota dengan mengamalkan kebenaran dalam cinta kasih. Pembentukan jemaat di sini bukan berarti usaha untuk mengkristenkan orang dari aliran lain, tetapi lebih kepada seorang PRR yang mampu melibatkan diri dan membangun kerja sama dengan kaum awam bahkan mampu mengkaderkan tenaga pastoral agar semakin banyak orang terlibat di dalam mewartakaan Kristus. Pembentukan jemaat dapat dilakukan melalui bidang-bidang karya, di mana lewat karya itu para suster dapat bertemu dengan banyak orang. Kepada merekalah berita tentang Kerajaan Allah disampaikan agar semakin banyak orang percaya dan diselamatkan. Setiap karya merupakan kesempatan yang baik untuk mewartakan Injil sambil itu memberdayakan mereka untuk turut mengambil bagian dalam misi Yesus.

b. Misi

Misi Kongregasi Puteri Reinha Rosari (Konst, art. 104) adalah:

(73)

   

Hal penting yang ditekankan dalam misi di atas adalah peran serta para suster dalam berbagai bidang karya. Melibatkan diri dalam berbagai karya kerasulan entah karya milik Kongregasi atau lembaga lain merupakan suatu kesempatan bagi para suster menyebarkan nilai-nilai Kerajaan Allah; keadilan, kebaikan, kesejahteraan, kedamaian, persaudaraan dan cinta kasih. Nilai-nilai ini diterapkan lewat berbagai bidang karya di mana para suster bertemu dengan manusia yang menjadi subjek pelayanan. Keterlibatan para suster dalam karya pastoral merupakan bagian dari panggilan hidup sebagai seorang religius. Seorang PRR harus mampu melibatkan diri dalam pelayanan di berbagai bidang karya sesuai dengan perkembangan zaman. Misi Kongregasi yang dijabarkan penulis di atas dapat disesuaikan dengan kebutuhan Gereja dan masyarakat setempat di mana para suster berkarya yakni menanggapi situasi konkret beserta tantangan dan tuntutan-tuntutanya.

3. Keanggotaan dalam Periode 2006-2010

(74)

   

(Laporan MU VI, 2010:4). Dari jumlah suster yang ada ini, kebanyakan berasal dari Nusa Tenggara Timur namun sejalan dengan perkembangan dan perluasan komunitas-komunitas di berbagai tempat banyak calon mulai berdatangan dari berbagai tempat seperti Papua, Kalimantan, Kenya dan Timor Leste.

Melihat tuntutan zaman serta perkembangan Gereja yang semakin pesat di mana adanya permintaan dari keuskupan-keuskupan maka selama periode 2006 – 2010 ada 15 suster yang diutus untuk studi patoral di berbagai universitas baik dalam maupun luar negeri (Laporan MU VI, 2010: 85). Selain pastoral, bidang pendidikan, sosial dan kesehatan juga menjadi fokus perhatian Kongregasi. 27 suster diutus untuk studi kesehatan, 29 bagian pendidikan, 3 suster bagian sosial, 2 suster studi ekonomi dan 2 suster lagi sekretaris. Jumlah suster yang studi pada periode ini adalah 78 suster.

4. Karya Kerasulan

Konstitusi Tarekat PRR mengatakan bahwa:

(75)

   

Kristus Sang Pencipta kepada umat. Karena itu dalam pelaksanaan karya para suster sebagai pelaku dari karya-karya itu harus menunjukkan kesaksian hidup yang dapat menghantar umat untuk mengenal Allah dan karya ciptaanNya. Tindakan pelayanan bagi sesama (khususnya yang miskin dan menderita) merupakan tindakan nyata yang memuat paling tidak dua unsur yaitu membangun relasi dengan sesama dan relasi dengan Allah. Tanpa kasih orang sulit untuk peduli terhadap mereka yang miskin. Tanpa peduli terhadap mereka ynag miskin dan menderita orang sulit membangun relasi dengan Allah. karena Allah dapat dikasihi dalam diri sesama yang menderita. Kehadiran Allah nampak dalam diri orang-orang miskin baik jasmani maupun secara rohani. Kenyataan akan hidup ini menggugah hati para suster untuk memperhatikan mereka lewat berbagai karya pelayanan. Kehadiran PRR sebagai persekutuan religius di tengah Gereja dan masyarakat umumnya, terutama tampak dalam karya kerasulan dan amal baktinya lewat beberapa bidang karya antara lain: pendidikan, kesehatan, sosial dan pastoral. Dalam dan melalui karya-karya inilah para suster secara nyata menghadirkan dan memperkenalkan Kristus kepada banyak orang sehingga semakin banyak orang mengenal dan percaya kepada Kristus bahkan pada karya-karyaNya.

Christus Dominus artikel 33 menegaskan bahwa:

(76)

   

Dalam usaha menjawab panggilan, tiap-tiap Kongregasi hidup bakti berusaha untuk komitmen dengan apa yang sudah menjadi keputusannya yakni turut serta dalam mewartakan Kristus dalam setiap bidang karya. Tugas yang paling utama hadirnya sebuah Kongregasi hidup bakti dalam sebuah wilayah Gereja adalah membantu karya pastoral paroki setempat dengan semangat Kongregasi demi keselamatan banyak orang. Keterlibatan sebuah Kongregasi dalam misi Gereja dengan berjuang bersama untuk membawa Yesus kepada manusia dan sebaliknya manusia kepada Yesus agar Ia yang kita wartakan dapat dikenal dan dikasihi. Pokok yang penting dalam setiap karya kerasulan adalah kesaksian hidup karena menjadi point penting dalam evangelisasi. Olehnya setiap religius yang membaktikan dirinya demi Gereja hendaknya berusaha dalam setiap pelayanannya untuk memberikan kesaksian agar orang lainpun dapat bersaksi tentang Kristus dan karyaNya.

B. Evangelisasi Para Suster PRR Cimanggis di Paroki St. Thomas Kelapa Dua Depok

1. Religius PRR

(77)

   

penyelenggara kehidupan. Kongregasi PRR dipanggil untuk membaktikan dirinya semata-mata demi kemuliaan Allah dan kepentingan iman umat. Ungkapan rasa syukur ini dinyatakan dalam karya yang ditangani oleh para suster di setiap komunitas di mana para suster berkarya. Kongregasi PRR sebagai Kongregasi yang aktif dan kontemplatif merupakan bagian dari Gereja. Karenanya semua anggota Kongregasi turut mengambil bagian dalam tugas perutusan Gereja yakni terlibat dalam karya pewartaan. Tugas utama seorang PRR adalah mewartakan Kerajaan Allah kepada semua orang tanpa kecuali. Berhubungan dengan keterlibatan ini Kitab Hukum Kanonik menegaskan bahwa:

Anggota-anggota Tarekat hidup bakti, justru karena mereka membaktikan diri kepada pelayanan Gereja dengan pengudusan diri itu, wajib berkarya secara khusus dalam kegiatan misioner dengan cara yang khas bagi Tarekat mereka sendiri (KHK, 1999. Kan. 783).

(78)

   

2. Bidang-Bidang Keterlibatan Para Suster dalam Evangelisasi

Berkaitan dengan bidang-bidang keterlibatan para suster dalam evangelisasi, Redemptoris Misio menekankan bahwa:

Pewartaan tetaplah merupakan prioritas dari tugas perutusan. Gereja tidak dapat menghindari perintah yang jelas dari Kristus, ataupun tidak dapat memisahkan orang dari “kabar baik” tentang kenyataan bahwa mereka dicintai dan diselamatkan Allah. Semua bentuk kegiatan misioner diarahkan kepada pewartaan yang menyingkapkan dan memberikan jalan masuk ke dalam misteri, misteri yang ada di inti terdalam dari tugas perutusan dan hidup Gereja, sebagai tempat bergantung dan kembalinya semua karya penginjilan (RM art. 44).

(79)

   

misalnya pendidikan, kesehatan dan sebagainya. Lewat bidang-bidang ini Gereja turut mewartakan Kerajaan Allah bagi semua orang tanpa membeda-bedakan. Semua bidang karya ini diarahkan kepada evangelisasi dan dalam pelaksanaannya diharapakan agar para pelaku evangelisasi sendiri berani memberikan kesaksian mengenai karya keselamatan Kristus karena kesaksian merupakan bentuk yang paling pokok dari evangelisasi itu sendiri. Melalui bidang-bidang karya inilah pelaku evangelisasi berusaha memperkenalkan Yesus Kristus dan karya penebusanNya bagi umat manusia (EN art. 17). Hal ini mau menyatakan bahwa pada dasarnya evangelisasi merupakan suatu proses di mana seorang pewarta diurapi dengan rahmat pengutusan dan berusaha memperkenalkan Allah lewat bidang-bidang karya tersebut.

(80)

   

Bagi Mgr. Gabriel Manek, pendidikan adalah kunci utama kemajuan. Maka semasa hidup dan karyanya beliau memberi perhatian pada bidang pendidikan dengan membuka dan membangun sekolah-sekolah untuk mendidik anak-anak pada masa itu. Keyakinan akan pendidikan sebagai kunci utama kemajuan cukup menjiwai para suster yang merasul di bidang pendidikan sehingga terus menerus mengusahakan pendidikan yang baik dan bermutu dari segi ilmu maupun perkembangan iman peserta didik. Karya pendidikan formal mendapat perhatian sesuai dengan tuntutan zaman dan keprihatinan serta kebutuhan Gereja lokal maka Kongregasi dalam kaitan dengan kebutuhan Gereja dan keprihatinan mendirikan sekolah mulai dari Play group sampai Sekolah Menengah Pertama (Laporan MU VI, 2010:59). Untuk menangani sekolah-sekolah ini tentunya perlu tenaga yang mampu dan profesional dalam bidang pendidikan, maka Kongregasi setiap tahun mengutus anggotanya untuk studi guna memperdalam pengetahuannya.

Gambar

Table 1: Identitas Responden (N:13)
Tabel 2. Gambaran Mengenai Keterlibatan Para Suster PRR dalam
Tabel 2. Faktor-Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Evangelisasi.
Tabel 3. Manfaat  Evangelisasi dari Para Suster bagi Umat

Referensi

Dokumen terkait