• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGERAK UTAMA (PRIME MOVER) UNTUK LOADER TANAH BERPASIR DENGAN KAPASITAS BUCKET 10 m

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENGGERAK UTAMA (PRIME MOVER) UNTUK LOADER TANAH BERPASIR DENGAN KAPASITAS BUCKET 10 m"

Copied!
165
0
0

Teks penuh

(1)

i Tugas Akhir

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknik

Jurusan Teknik Mesin

Disusun oleh:

Nama : Endratno Wibowo NIM : 025214060

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

JURUSAN TEKNIK MESIN

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

ii

Presented as particial fulfillment of the requirement As to the Sarjana Teknik Degree

In Mechanical Engineering

by:

Endratno Wibowo 025214060

Mechanical Engineering Study Program

Mechanical Engineering Department

Science and Technology Faculty

Sanata Dharma University

(3)
(4)
(5)

v

perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis mengacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Yogyakarta, 26 Oktober 2007 Penulis

(6)

vi

“ Dalam keyakinan selalu ada pengharapan “

Kupersembahkan untuk:

Bapa di Surga

Bapak-Ibu

Untuk Doa,Cinta Kasih

Pengertian dan pengorbananmu

Kakak-kakakku

Ponokan-ponakanku

Sahabat-sahabatku dan Almamaterku

(7)

vii

dapat menyelesaikan Tugas Akhhir dengan judul “PENGGERAK UTAMA LOADER” yang merupakan salah satu syarat memperoleh gelar sarjana teknik (S.T) di Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulisan Tugas Akhir ini terwujud atas bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak yang telah berkenan membimbing, membantu dan memberikan motivasi. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Romo Ir.Greg. Heliarko S.J, S.S., B.S.T., M.Sc., M.A. selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 2. Bapak Budi Sugiharto, S.T., M.T. selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin

Universitas Sanata Dharma dan juga selaku dosen pembimbing Tugas Akhir yang dengan penuh pengertian dan ketulusan hati memberikan bimbingan, saran dan motivasi dalam penulisan Tugas Akhir ini.

3. Segenap Dosen dan Karyawan Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah membantu memperlancar penulisan Tugas Akhir ini.

4. Bapak-Ibu untuk doa, kasih sayang dan pengorbanan yang kalian berikan tanpa bisa aku membalasnya.

(8)

viii

Danang H., Andry B.(Kirun), Prana Yoga, Bayu, Sagita, Lukas Prabowo, Fredy (Kampret), Vian, Sadha dan rekan-rekan satu angkatan yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang turut serta memacu semangatku dan membantu dalam penulisan Tugas Akhir ini.

8. Wawan (Kampret) untuk pinjaman buku perpustakaannya, Bapak dan Ibu Budi S., Luis: tetaplah tertawa dan ‘be grown up guys’ serta bantuannya memperkecil biaya produksi, Lilik : kapan nikahe ?, Ika: hidup itu untuk kerja,ya to...? Ferri dan Windi (Peyank)‘keep rolling guys’, Bayu (Kucir) serta teman-teman di mudika St.Bonaventura semua.

9. Yanita dan Tika, yang turut memberi semangat Yulia Setyaningsih terimakasih banyak.

Penulis menyadari bahwa penulisan Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan Tugas Akhir ini.

(9)

ix

Pada perancangan ini digunakan mesin diesel dengan kapasitas daya 636 kW yang dalam penggunaannya loader ini mampu mengatasi sudut kelandaian sebesar 16o, dalam keadaan bucket penuh. Kapasitas bucket dari loader yang dirancang sebesar 10 m3dengan material tanah berpasir.

(10)

x

TLE PAGE...……….ii

LEMBAR PENGESAHAN...iii

DAFTAR PANITIA PENGUJI...iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA...v

HALAMAN PERSEMBAHAN... vi

KATA PENGANTAR...vii

INTISARI...ix

DAFTAR ISI………...x

DAFTAR TABEL...xiv

DAFTAR GAMBAR...xvi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...………...1

1.2 Perumusan Masalah………2

1.3 Batasan Masalah……….2

1.4 Sistematika Penulisan……….3

BAB II PEMILIHAN MESIN 2.1 Kondisi Kerja Loader……….4

2.2 Beban dan Tahanan………4

2.2.1 Menentukan berat loader……….5

(11)

xi

3.1 Pengertian Torque Converter………...13

3.2 Elemen Torque Converter………13

3.3 Prinsip Kerja Torque Converter………...14

3.4 Free Wheel………15

3.5 Pemilihan Torque Converter……….17

BAB IV TORQFLOW TRQNSMISSION 4.1 Jenis Planetary Gear System………..20

4.2 Perancangan Transmisi………...21

4.2.1 Cara kerja……….22

4.3 Perbandingan Reduksi dan Putaran………25

4.3.1 Kecepatan maju………26

4.3.2 Kecepatan mundur………27

4.4 Perancangan Dimensi Roda Gigi……….29

4.5 Perancangan Disc Clucth……….43

4.6 Perancangan Pegas Koil………..49

BAB V RODA GIGI KERUCUT DAN POROS TORQFLOW TRANSMISSION 5.1 Roda Gigi Kerucut ………..54

5.1.1 Perancangan roda gigi kerucut………..54

5.2 Perancangan Poros Torqflow Transmission………69

(12)

xii

5.3.1 Bantalan poros input torqflow transmission………..91

5.3.2 Bantalan poros output Torqflow transmission…………...95

5.4 Universal Joint………..96

5.5 Pemilihan Pasak pada Batang Penghubung Cross Joint…………...98

BAB VI STEERING MECHANISM DAN FINAL DRIVE 6.1 Steering Mechanism……….100

6.1.1 Perancangan steering clutch………..100

6.1.2 Perancangan disc springs………..102

6.1.3 Poros steering mechanism……….106

6.2 Perancangan Final Drive Gear………..114

6.3 Perancangan Poros Final Drive……….116

6.3.1 Poros roda gigi reduksi I ………116

6.3.2 Poros roda gigi reduksi II………....121

6.3.3 Poros final drive………..128

6.4 Pemilihan Bantalan Poros Final Drive………...129

6.4.1 Pemilihan bantalan poros steering mechanism…………...129

6.4.2 Pemilihan bantalan roda gigi reduksi I ………...139

6.4.3 Pemilihan bantalan roda gigi reduksi II………..132

(13)

xiii

8.1 Kesimpulan……….……….137

(14)

xiv

Tabel 2.2 Koefisien tahanan gelinding……….9

Tabel 2.3 Koefisien traksi……….9

Tabel 2.4 Hasil perhitungan daya pompa……….11

Tabel 2.5 Spesifikasi mesin………..12

Tabel 4.1 Clutch engage untuk tiap kecepatan……….……22

Tabel 4.2 Hasil perhitungan perbandingan putaran………..……29

Tabel 4.3 Harga modul standar………..…..….30

Tabel 4.4 Faktor bentuk gigi……….……32

Tabel 4.5 Faktor dinamis………..34

Tabel 4.6 Tegangan lentur yang diijinkan pada bahan roda gigi………..35

Tabel 4.7 Faktor tegangan kontak pada bahan roda gigi………..………36

Tabel 4.8 Hasil perhitungan planetary I………..………..38

Tabel 4.9 Hasil perhitungan planetary II………..……….40

Tabel 4.10 Hasil perhitungan planetary III……….………...41

Tabel 4.11 Hasil perhitungan planetary IV……….……...42

Tabel 4.12 Faktor keamanan tagangan akibat gesekan disc………..44

Tabel 4.13 Koefisien gesek………...45

Tabel 4.14 Hasil perhitungan disc clutch………..47

Tabel 4.15 Hasil perancangan pegas koil………..53

(15)

xv

Tabel 5.5 Ukuran poros bintang………74

Tabel 5.6 Hasil perhitungan poros spline poros output……….87

Tabel 5.7 Nilai praktis umur bantalan………94

Tabel 5.8 Bantalan gelinding yang sering dipakai……….94

Tabel 6.1 Hasil perhitungan disc clutch pada steering mechanism……….101

Tabel 6.2 Pemeriksaan gigi disc………...102

Tabel 6.3 Nilai ,, pegas piring………105

Tabel 6.4 Hasil perhitungan porosspline poros steering……….113

Tabel 6.5 Hasil perancangan roda gigi reduksi………115

Tabel 6.6 Hasil perhitungan poros spline poros final drive I………...121

Tabel 6.7 Hasil perhitungan poros spline poros final drive II………..126

(16)

xvi

Gambar 3.2 Roller type free wheel………..16

Gambar 3.3 Sprag type free wheel………..……17

Gambar 3.4 Grafik karakteristik torque converter……….…….18

Gambar 4.1 Single planetarian gear………..……..20

Gambar 4.2 Double planetarian gear……….……..21

Gambar 4.3 Skema sistem transmisi roda gigi planet………..……22

Gambar 4.4 Bentuk dari perancangan pegas koil……….……50

Gambar 5.1 Nama bagian roda gigi kerucut……….…55

Gambar 5.2 Grafik menentukan perbandingan kontak……….……66

Gambar 5.3 Grafik untuk menentukan faktorqL……….….67

Gambar 5.4 Grafik untuk menentukan faktor bentuk gigiqK……….…..68

Gambar 5.5 Poros input torqflow transmission……….……69

Gambar 5.6 Konstruksi poros output……….79

Gambar 5.7 Lenturan yang terjadi akibat suatu beban………..….83

Gambar 5.8 Lenturan yang terjadi akibat suatu beban………..….85

Gambar 5.9 Konstruksi pembebanan poros planet gear……….…88

Gambar 5.10 Bentuk dan komponen poros silang universal joint………..97

Gambar 6.1 Disc spring………103

Gambar 6.2 Grafik karakteristik pegas piring………..….105

(17)

xvii

Gambar 6.7 Pembebanan dan reaksi gaya pada poros reduksi I…………..…..116

Gambar 6.8 Pembebanan dan reaksi gaya pada poros reduksi II……….…….122

(18)

1 1.1 LATAR BELAKANG

Kehadiran alat berat dalam pembangunan dewasa ini sangat penting karena akan mempercepat proses pelaksanaan pekerjaan, terutama yang membutuhkan tenaga besar yang tidak dapat dikerjakan oleh manusia. Seiring dengan berkembangnya teknologi yang sangat cepat, banyak sekali dijumpai bermacam-macam alat berat yang mempunyai fungsi dan penggunaannya yang berlainan. Alat berat yang dioperasikan harus sesuai dengan kondisi pekerjaan, dapat berproduksi tinggi dan dapat menghemat pengeluaran biaya. Pemilihan pengoperasian alat berat yang tidak tepat dapat menyebabkan beberapa kerugian. Jenis pekerjaan yang umumnya dikerjakan dengan bantuan operasional alat berat antara lain :

1. Proses pekerjaan pemindahan tanah 2. Pekerjaan konstruksi tanah

3. Penyiapan lahan 4. Pengkayuan

(19)

kontainer yang dipasang dibagian depan. Bucket digunakan untuk menggali, memuat tanah atau material yang granular, mengangkatnya dan diangkut untuk kemudian dibuang (dumping) pada suatu ketinggian atau pada dump truck dan sebagainya. Tenaga gali pada keadaan horizontal (bucket tidak diangkat) didapat dari gerakan prime mover. Sehingga untuk melakukan pekerjaan, loader membutuhkan suatu sistem penggerak utama (prime mover).

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Perumusan masalah dalam penyusunan tugas akhir ini adalah perancangan disertai gambar Prime Mover untuk loader dengan material kerja tanah berpasir dan kapasitas bucket 10 m3. Dikarenakan bekerja pada kondisi tanah berpasir, maka loader akan membutuhkan tenaga tarik yang lebih besar dan juga ground contactyang lebih besar pula, maka digunakan loader beroda kelabang.

1.3 BATASAN MASALAH

Batasan masalah dalam penyusunan tugas akhir perancangan ini meliputi : a. Pemilihanengine

b. Pemilihantorque converter

c. Perancangantorqflow transmission

d. Perancangan roda gigi kerucut (bevel gear) e. Perancanganuniversal joint

(20)

1.4 SISTEMATIKA PENULISAN.

(21)

4 Untuk alat berat konstruksi mesin dan perangkatnya harus mendukung kebutuhan daya dan torsinya, karena mengingat fungsi dan kegunaan alat berat yang cenderung membutuhkan daya dan torsi yang sangat besar. Hal ini berhubungan dengan berat total kendaraan pada saat beroperasi dan maksimum loaddari kapasitas bucket. Selain hal tersebut, ditambah dengan faktor-faktor lain mengenai rol resistance dan grade resistance akibat permukaan dan kedudukan tanah.

2.1 KONDISI KERJA LOADER

Pada perancangan ini digunakan loader beroda kelabang, Karena bekerja pada kondisi tanah berpasir sehingga membutuhkan tenaga tarik yang lebih besar dan juga ground contact yang lebih besar. Oleh karena itu loader ini kurang membutuhkan kecepatan yang besar.

2.2 BEBAN DAN TAHANAN

(22)

2.2.1 Menentukan berat loader.

Diketahui bahwa berat loader biasanya dua sampai tiga kali berat bucket dalam keadaan terisi penuh, agar pada saat loader bermuatan penuh maka loader tidak terguling kedepan. Jenis material yang akan diangkut adalah tanah berpasir dan kapasitas bucket 10 m3. Dari Tabel 2.1 diketahui massa jenis dari tanah berpasir baik dalam keadaan asli/bank (lb/BCY) maupun dalam keadaan lepas/ lose material (lb/LCY) , dalam hal ini dianggap komposisi tanah berpasir dalam keadaan lepas.

Tabel 2.1Load factor, prosentaseswelldan berat jenis dari beberapa material (Rochmanhadi, Alat-alat berat dan penggunaannya, 1982, Hal 7)

Material lb/BCY % swell lb/LCY Load factor (%)

- Bauksit

- Kalic

- Cinders

- Lempung, tanah liat asli

kering untuk digali

basah untuk digali

- Batuan lapukan

75% batu 25% tanah biasa

50% batu 50% tanah biasa

25% batu 75% tanah biasa

- Pasir dan tanah - lepas

- padat

- Pasir, kering lepas

sedikit basah

basah

- Tanah, kering padat

(23)

Dari Tabel 2.1 diketahui berat jenis tanah berpasir adalah 2.700 lb/LCY atau 1.602 kg/m3.

Sehingga isibucketdalam keadaan penuh =1.602kg/m310m3

= 16.020 kg

Berat loader dalam keadaan kosong = 216.020 kg

= 32.040 kg

Maka berat total loader (Wt)

Wt = 32.040 + 16.020 = 48.060 kg. 2.2.2 Tahanan loader

a. Tahanan gelinding (rolling resistance, RR)

Tahanan gelinding merupakan suatu gaya yang terjadi akibat gesekan roda yang sedang bergerak dengan permukaan tanah. Besar tahanan ini akan berbeda pada setiap jenis dan kondisi permukaan tanah atau jalan, dan sangat tergantung dari tipe roda ban atau kelabang.

Perhitungan tahanan gelinding menggunakan Persamaan 2.1 (Rochmanhadi, 1982, hal.8).

RR = CRR  Wt ………..2.1 dengan ; CRR= koefisien tahanan gelinding.

Dari Tabel 2.2 dengan anggapan tipe dan keadaan landasan jalan datar, tanpa pengerasan dan kering; diketahui CRR adalah 0,005

(24)

b. Tahanan kelandaian (grade resistance, GR)

Pada saat loader bergerak di permukaan yang menanjak maka gaya selain tahanan gelinding, ada gaya yang menahan alat tersebut. Gaya tersebut dinamakan tahanan kelandaian.

Untuk perhitungan tahanan kelandaiann dapat ditentukan dengan Persamaan 2.2 (Rochmanhadi, 1982, hal 9)

GR = Wt  sin ……….2.2

dengan; = sudut tanjakan (o)

loader ini diasumsikan mampu mengatasi kelandaian dengan sudut 25o, maka jika kendaraan dalam keadaan kosong :

GR = 32.040  sin 25o= 13.540 kg.

Sehingga kelandaian yang bisa diatasi oleh loader jika dalam keadaan beban penuh adalah :

sin = Wt GR

=

060 . 48

540 . 13

= 0,2817

= 16,36o 16o.

Maka loader jika dalam keadaan beban penuh sudut kelandaian yang mampu diatasi adalah sebesar 16o.

c. Tahanan total (total resistance, TR)

(25)

TR = RR + GR ……….2.3

TR = 2.403 + 13.540 = 15.943 kg.

2.2.3 Traksi kritis

Tenaga mesin hanya dapat dijadikan menjadi traksi yang maksimal apabila ada gesekan yang cukup antara permukaan roda kelabang dengan permukaan tanah tempat loader tersebut bekerja. Apabila gesekan tersebut kurang, maka tenaga berlebih yang dilimpahkan kepada roda hanya akan menyebabkan slip. Untuk mengetahui traksi kritis dari loader dapat ditentukan dengan Pesamaan 2.4 (Rochmanhadi, 1982, hal 9)

Traksi kritis = Ct  Wt ………..2.4 dengan; Ct = koefisien traksi,dari Tabel 2.3

Dari Tabel 2.3 diketahui Ct untuk jenis roda kelabang sebesar 0,90 (dengan tipe landasan jalan datar tanpa pengerasan dan kering) maka:

Traksi kritis = 0,9048.060 = 43.254 kg.

2.2.4 Drawbar Pull

(26)

Table 2.2 Koefisien tahanan gelinding

(Rochmanhadi, Alat-alat berat dan kegunaannya, 1982, hal 8)

CRR

Tipe dan keadaan landasan

Roda besi Roda ban

Rel besi Beton

Jalan, macadam Perkerasan kayu

Jalan datar, tanpa pengerasan, kering Landasan tanah keras

Landasan tanah gembur Landasan tanah lunak Kerikil, tidak dipadatkan Pasir tidak dipadatkan Tanah basah, Lumpur

0,01 0,02 0,03 0,03 0,05 0,10 0,12 0,16 0,15 0,15 -0,02 0,03 -0,04 0,04 0,05 0,09 0,12 0,12 0,16

Table 2.3 Koefisien traksi

(Rochmanhadi, Alat-alat berat dan kegunaannya, 1982, hal 10)

Jenis roda Tipe dan keadaan tanah

Roda ban Cushion track Roda kelabang Lempung, liat kering, tanah kering, jalan datar tanpa

pengerasan, kering 0,55 0,70 0,90

Lempung liat basah, lempung liat becek, tanah

pertanian basah 0,45 0,55 0,70

- Tempat pengambilan batu - Pasir basah

- Jalan kerikil, gembur - Pasir kering, gembur - Tanah basah, berlumpur

0,65 0,40 0,36 0,20 0,20 0,45 0,45 0,45 -0,55 0,50 0,50 0,30 0,25

2.3 DAYAENGINEMINIMAL.

a. Daya untuk mengatasi beban dan hambatan.

(27)

kondisi kerja di lapangan. Daya dariengine dihitung berdasarkan hambatan total maksimum dan kecepatan pada gigi pertama.

Ne =

e V F

 

273 ………..2.5

Dengan; Ne = Daya mesin (Hp) F = hambatan total (kg)

V = kecepatantravelkendaraan loader (km/jam) e

= effisiensi transmisi(%), biasanya diambil sebesar 85%

Pada loader ini mempunyai kecepatan travel baik maju maupun mundur, dan diketahui kecepatan maju maupun mundur mempunyai tiga tingkat kecepatan; diantaranya adalah sebagai berikut :

Kecepatan maju masing-masing adalah : a. Kecepatan maju I sebesar 0-3,54 km/jam b. Kecepatan maju II sebesar 7,38 km/jam c. Kecepatan maju III sebesar 10,9 km/jam Kecepatan mundur masing-masing adalah :

a. Kecepatan mundur I sebesar 0- 4,37 km/jam b. Kecepatan mundur II sebesar 9,13 km/jam c. Kecepatan mundur III sebesar 13,51 km/jam.

(28)

Maka :

Ne =

85 , 0 273

5 , 3 943 . 15

 

= 239,71 Hp

b. Daya untuk perlengkapan hidrolis.

Perhitungan tenaga pompa sangat perlu dipertimbangkan karena untuk mengetahui total daya yang harus disediakan oleh mesin. Meskipun secara nyata pompa tidak bekerja pada waktu yang sama pada kondisi yang maksimum.

Np =

p P Q

 

455 ………2.6

Dengan; Q = debit minyak (l/min, LPM) Np = daya untuk pompa (Hp) P = tekanan pompa (kg/cm2)

p

= effisiensi pompa (%), dalam hal ini diasumsikan 85%

Dari hasil perhitungan disajikan dalam Tabel 2.4

Table 2.4 Hasil perhitungan daya pompa

No. Pompa Q (l/min) P (kg/cm2) Np (Hp)

1 2 3

Transmisi Steering Attachment

405 307 68

300 300 300

314,15 235,8

52,7

(29)

Sehingga daya total yang dibutuhkan oleh loader tersebut untuk mengatasi hambatan dan untuk perlengkapan hidrolis adalah :

Netotal= 602,65 + 239,71 = 842,35 Hp.

Sehingga dipilihdiesel engine,dan untuk spesifikasi dari mesin yang dipilih ditunjukkan dalam Tabel 2.5

Table 2.5 Spesifikasi mesin (Sumber :www.komatsu.co.id)

Engine model Komatsu, SAA12V140ZE-2

Engine type 4-cycle, watercooled, turbo charged

aftercooled

Gross Horse Power 853 Hp @ 2000 rpm

Number of cylinder 12

Bore and stroke 140 mm x 165 mm

Piston displacement 30,5 ltr

(30)

13 3.1TORQUE CONVERTER

Untuk memindahkan tenaga yang dihasilkan olehengine kepower train berikutnya dipakai suatu alat yang disebut torque converter, atau kadang-kadang disebut juga dengan pengubah torsi.

Karena torque converter bekerja menggunakan oli, maka didapatkan keuntungan-keuntungan antara lain tidak berisik dan dapat meredam getaran-getaran yang ditimbulkan baik oleh engine maupun dari power train. Semua getaran tersebut diredam oleh oli yang ada didalam torque converter itu sendiri. Disamping itu satu keunggulan torque converter adalah torque output yang dihasilkan dapat berubah-ubah sesuai dengan besar kecilnya beban unit tanpa terjadiengine stall.

3.2 ElemenTorque converter a. Pompa (impeller)

(31)

b. Turbin (Runner)

Turbin dipasang tetap pada output shaft dan berfungsi merubah energi kinetis dari oli yang diberikan oleh pompa menjadi energi mekanis pada output shaft nya. Seperti halnya pompa, turbin pun terdiri atas sudu-sudu dimana oli masuk dan keluar melewati sudu tersebut.

c. Stator (Reaktor)

Stator dipasang tetap pada housing yang berfungsi mengarahkan aliran oli dari sudu-sudu turbin untuk masuk kembali ke sudu-sudu pompa sesuai dengan arah putaran pompa sehingga aliran oli yang masih mempunyai tenaga kinetis akan membantu mendorong dan memperingan kerja pump dan selanjutnya akan memperbesar tenaga kinetis dari outlet pompa berikutnya.

3.3 Prinsip kerjatorque converter

(32)

Gambar 3.1 Prinsip kerjatorque converter

(PT.United Tractor, Buku pegangan sistem pemindah hidrolis, 1983, hal. 1-6) 3.4Free Wheel

Free wheel dipasang pada stator dan terletak antara stator dan porosnya yang berfungsi agar stator tersebut dapat berputar kesatu arah saja pada porosnya dan nantinya akan berfungsi juga untuk menaikkaneffisiensi torque converter.

TypeFree wheelada dua macam, yaitu : a. Roller type

b. Sprag type

a. Roller type free wheel

Konstruksi roller type free wheel ditunjukan pada Gambar 3.2. Apabila stator diputar pada porosnya searah tanda panah, roller akan bergerak kekanan kearah ruangan yang sempit dan stator akan terkunci dan diam terus (Gambar 3.2 a)

Apabila stator diputar searah tanda panah, roller akan Keterangan :

(33)

bergerak kekiri kearah ruangan yang lebih luas melawan spring sehingga memungkinkan stator dapat berputar dengan lancar (Gambar 3.2 b)

Gambar 3.2 Roller type free wheel

(PT.United Tractor, Buku pegangan sistem pemindah hidrolis, 1983, hal. 1-16)

b. Sprag type free wheel

Pada sprag type A lebih panjang dari B (Gambar 3.3 c)

Apabila stator diputar searah panah, sprag akan bergeser kekiri sesuai dengan arah panah yang mana pada posisi ini A lebih panjang daripada jarak antara stator dengan poros sehingga stator akan terkunci (Gambar 3.3 a)

(34)

Gambar 3.3 Sprag type free wheel

(PT.United Tractor, Buku pegangan sistem pemindah hidrolis, 1983, hal. 1-16)

3.5 Pemilihantorque converter.

Torque converter ini terdiri dari elemen-elemen seperti pompa, turbin dan stator, maka tidak dilakukan pembahasan tentang elemen-elemen tersebut. Karena pada dasarnya kita tinggal memilih pompa, turbin maupun stator sesuai dengan kebutuhan berdasarkan torsi yang diinginkan.

(35)

Gambar 3.4 Grafil karakteristik torque converter 3- element single phase, single stage

Dari gambar 3.4 diatas diambil effisiensi torque converter yang terbesar yaitu sekitar 85 % sehingga diperolehspeed ratio torque converter(e) sebesar 0,6. Darispeed ratiotersebut dapat juga diketahuitorque ratio(t)sebesar 1,3.

Bila putaran dari engine sebesar 2000 rpm masuk kedalamtorque converter, maka keluaran daritorque convertersebesar :

(36)

19 Untuk mengerjakan suatu proyek, sebuah alat berat dituntut untuk dapat bekerja secara maksimal. Oleh karena itu, alat berat harus memiliki tingkat kecepatan yang dapat mendukung siklus kerjanya dan daya yang dimilikinya dapat digunakan secara maksimal. Maka dalam sistem penerus daya diperlukan bagian yang dapat mengubah perbandingan kecepatan, baik untuk kecepatan maju ataupun mundur dalam beberapa tingkat kecepatan. Bagian penerusan daya tersebut adalahtoqflow transmission.

Berikut beberapa keuntungan menggunakan sistemtorqflow transmission: 1. Transfering torquelebih luas, sehingga lebih tahan lama.

2. Operasinya lebih mudah dan lincah.

3. Setiap perpindahan kecepatan dan arah gerak maju atau mundur tanpa menghentikan putaraninput shaft.

4. Kerjanya lebih halus. 5. Pelumasan lebih merata.

Sedangkan kerugian menggunaka sistimtorqflow transmissionadalah : 1. Konstruksi sistem lebih rumit.

2. Cara perbaikan lebih sulit.

(37)

pembawa planet (carrier). Cara kerja sistem transmisi dilakukan dengan menghentikan putaran ring gear, sedangkan putaran input disalurkan melalui sun gear dan output dihasilkan oleh carrier. Untuk menghentikan putaran ring gear tersebut digunakan kopling gesek (disc clutch).

4.1 JENISPLANETARY GEAR SYSTEM

Pada planetary gear system dikenal dua jenis tipe, yaitu single pinion typedandouble pinion type.

a.Single pinion type

Gambar 4.1 Single planetarian gear.

(Shop Manual Book KOMATSU D75S-2, 2004, halaman 05-01) Cara kerja dari sistem ini adalah dengan menahan ring gear. Sun gear (A) berputar searah jarum jam dan akan memutar planet pinion (D). Karena ring gear (B) ditahan maka planet pinion dapat mengelilingi ring gear, sehingga hasil akhir putaran dari carrier akan searah dengan sun gear. Carrier yang terpasang pada planet pinion akan mengikuti putaran planet pinion. Jadi disini sun gear sebagai input dan carrier sebagai output yang

(38)

putarannya satu arah.

b.Double pinion.

Gambar 4.2 Double planetarian gear

(PT.United Tractor, Buku pegangan pemindah hidrolis, 1983, hal 1-6) Cara kerjanya adalah dengan menahan ring gear. Sun gear berputar searah jarum jam akan memutar planet pinion dengan arah yang berlawanan. Planet pinion 1 (D) akan memutar planet pinion 2 (F) dengan arah yang berlawanan juga. Carrier yang terpasang pada planet pinion (C) ikut berputar berlawanan arah dengan sun gear. Sun gear sebagai input dan carrier sebagai output, maka didapatkan putaran input berlawanan arah dengan output. 4.2 PERANCANGAN TRANSMISI

Prinsip kerja sistem transmisi roda gigi planet pada perancangan Loader ini adalah menghentikan ring gear (ring gear berfungsi sebagai lintasan), selanjutnya mentransmisikan daya dan putaran melalui carrier dan mereduksi putaran tersebut melalui planetari gear. Untuk perancangan ini, sistem transmisi direncanakan menghasilkan enam tingkat reduksi kecepatan, dengan rincian: tiga

(39)

tingkat reduksi maju dan tiga tingkat reduksi mundur. Hal ini dipilih berdasarkan pada kebutuhan torsi dan kecepatan yang bervariasi.

Gambar 4.3 Skema sistem transmisi roda gigi planet

(PT.United Tractor, Buku pegangan pemindah hidrolis, 1983, hal 10)

4.2.1 Cara Kerja

Tabel 4.1Clutch engagaeuntuk tiap tingkat kecepatan

Keterangan Clutch applied

(40)

Berikut akan dijelaskan cara kerja sistem transmisi untuk semua tingkat kecepatan berdasarkan Tabel 4.1, baik untuk kecepatan maju maupun mundur, yang masing-masing terdiri dari tiga tingkat kecepatan.

A. Kecepatan maju

a. Kecepatan maju tingkat pertama (F1) Clutch I dan Clutch V dihubungkan.

Pada keadaan ini ring gear I diam (clutch I engage), sehingga planet pinion akan menggelinding dan menggerakkan carrier I searah putaran input. Sehingga putaran dan torsi yang diteruskan oleh carrier I akan berlanjut ke planetari III, yang akan menggerakkan ring gear dan akan langsung memutar carrier yang terhubung dengan clutch V yang di engagekan. Sehingga putaran output akan searah putaran input.

b. Kecepatan maju tingkat dua (F2) Clutch I dan clutch III di hubungkan

Pada saat clutch I dihubungkan, carrier I akan berputar searah putaran input. Karena ring gear III diam (clutch III engage), maka planet pinion akan menggelinding pada ring gear dan memutar sun gear. Hal ini menyebabkan sun gear III yang terhubung permanen dengan poros output berputar searah poros input.

c. Kecepatan maju tingkat tiga (F3) Clutch I dan clutch IV di hubungkan

(41)

carrier, yang memutar ring gear III dan kemudian akan diteruskan ke planetari IV oleh carrier. Karena clutch IV dihubungkan (engage), maka planet pinion akan menggelinding pada ring gear dan memutar sun gear, sehingga poros output akan berputar searah poros input.

B. Kecepatan mundur

a. Kecepatan mundur tingkat pertama (R1) Clutch II dan clutch V dihubungkan.

Untuk sistem gerak pada roda gigi planet, pada prinsipnya sama dengan sistematika kecepatan maju tingkat pertama. Hanya saja yang dihubungkan adalah clutch II, dimana pada clutch II ini putaran carrier berlawanan arah dengan putaran poros input. Sehingga pada saat clutchVengagemaka arah putaran pada poros output berlawanan dengan putaran input.

b. Kecepatan mundur tingkat kedua (R2) Clutch II dan clutch III dihubungkan.

Telah diketahui bahwa saat clutch II dihubungkan,carrier akan berputar berlawanan arah dengan putaran input. Putaran dari carrier akan menyebabkan planet pinion III menggelinding terhadap ring gear yang telah diengagekan, berputar sesuai dengan arah putaran carrier pada planetari II. Sehingga didapat putaran poros output berlawanan dengan arah putaran poros input.

c. Kecepatan mundur tingkat ketiga (R3) Clutch II dan clutch IV dihubungkan

(42)

berlawanan dengan putaran input.

4.3 PERBANDINGAN REDUKSI DAN PUTARAN

Untuk menentukan perbandingan reduksi dan putaran pada masing-masing pasangan roda gigi planet, dapat diselesaikan dengan persamaan-persamaan berikut ini.

Untuk single pinion type dengan Persamaan 4.1 (J.Stolk dan C.Kross, 1993, hal 451)

Zs.Ns + Zr.Nr = (Zs + Zr) Nc……….4.1

Sedangkan untuk double pinion type menggunakan Persamaan 4.2 (J.Stolk dan C.Kross, 1993, hal 451)

Zr.Nr - Zs.Ns = (Zr - Zs) Nc………...4.2 Dengan keterangan : Zs = Jumlah gigisun gear

Zr = Jumlahgigi ring gear Ns = Putaransun gear(rpm) Nr = Putaranring gear(rpm) Nc = Putarancarrier(rpm)

Dari Gambar 4.3 Skema sistem transmisi roda gigi planet, direncanakan jumlah gigi pada masing-masing planetari gear :

(43)

4.3.1 Kecepatan maju

a. Kecepatan maju tingkat pertama Planetari I (clutchIengage)

Zs1. Ns1+ Zr1. Nr1= (Zr1+ Zs1). Nc1 33.1200 + 71. (0) = (33 + 71). Nc1 Nc1= 380,76 rpm

Nc1≈ 381 rpm

PadaclutchV ini, merupakan sambungan daricarrier planetari IV dimana putaran Nc4 sama dengan putaran ring gear (Nr) dari pasangan planetari III. Sehingga dari planetari III didapat :

Planetari III (clutchVengage)

Zs3. Ns3 + Zr3. Nr3= (Zr3+ Zs3). Nc3 35. (0) + 73. Nr3= (35 + 73). 381 Nr3= 563,67 rpm

Nr3≈ 564 rpm

b. Kecepatan maju tingkat kedua Planetari I (clutchIengage)

Zs1. Ns1+ Zr1. Nr1= (Zr1+ Zs1). Nc1 33.1200 + 71. (0) = (33 + 71). Nc1 Nc1= 380,76 rpm

Nc1≈ 381 rpm

Planetari III (clutchIIIengage)

(44)

35. Ns3+ 73. 0 = (35 + 73). 381 Ns3= 1175,6 rpm

Ns3≈ 1176 rpm

c. Kecepatan maju tingkat ketiga Planetari I (clutchIengage)

Telah diketahui pada kecepatan maju tingkat pertama dan kedua, planetari I ini kecepata carrier Nc1 adalah 381 rpm. Maka pada planetari III kecepatan carrier adalah sama dengan Nc1, ini dikarenakan clutch pada planetari III ini disengage. Sehingga :

Planetari IV (clutchIVengage)

Dari Gambar 4.3 dapat diketahui bahwa Nc4sama dengan Nr3, maka : Zs4. Ns4 + Zr4. Nr4= (Zr4+ Zs4). Nc4

35. Ns4+ 73. 0 = (35 + 73). 564 Ns4= 1740,34 rpm

Ns4≈ 1741 rpm 4.3.2 Kecepatan mundur

a. Kecepatan mundur tingkat pertama Planetari II (clutchIIengage)

Karena pada planetari II ini adalah double pinion type, maka dapat diselesaikan dengan Persamaan 4.2. :

(45)

Nc1≈ -471 rpm

Planetari III (clutchVengage)

Zs3. Ns3 + Zr3. Nr3= (Zr3+ Zs3). Nc3 35. (0) + 73. Nr3= (35 + 73). (-471) Nr3= -696,82 rpm

Nr3≈ -697 rpm

b.Kecepatan mundur tingkat kedua

Pada planetari II ini sama dengan kecepatan mundur tingkat pertama, maka pada planetari III :

Planetari III (clutchIIIengage)

Zs3. Ns3 + Zr3. Nr3= (Zr3+ Zs3). Nc3 35. Ns3+ 73. 0 = (35 + 73). (-471) Ns3= -1453,37 rpm

Ns3≈ -1454 rpm

c. Kecepatan mundur tingkat ketiga

Planetari II (clutuch II engage), untuk planetari ini sama dengan kecepatan mundur tingkat pertama dan kedua.

Planetari IV (clutchIVengage)

Zs4. Ns4 + Zr4. Nr4= (Zr4+ Zs4). Nc4 35. Ns4+ 73. 0 = (35 + 73). (-697) Ns4= -2150,74 rpm

(46)

Tabel 4.2 Hasil perhitungan perbandingan putaran Tingkat kecepatan Kecepatan (n)

poros output

Clutch applied

Maju 1 (F1) Maju 2 (F2) Maju 3 (F3) Mundur 1 (R1) Mundur 2 (R2) Mundur 3 (R3)

564 rpm 1176 rpm 1741 rpm -697 rpm -1454 rpm -2151 rpm

CI& CV CI& CIII CI& CIV CII& CV CII& CIII CII& CIV

4.4 PERANCANGAN DIMENSI RODA GIGI a. Roda gigi planetari I

Diketahui : Jumlah gigi sun gear (Zs) = 33 Jumlah gigi ring gear (Zr) = 71

Daya yang akan ditransmisikan adalah (P) sebesar 636 kW dan putaran roda gigi matahari adalah (Ns) : 1200 rpm, maka torsinya adalah :

Torsi (T) = 9,74 x 105x Ns

P

………..4.3

(Sularso dan Kiyokatsu Suga, 2002, hal. 7)

(T) = 9,74 x 105x

1200 636

(T) = 516.220 kg mm.

(47)

Zp =

2

Zs Zr

……….4.4

Zp =

2 33 71

Zp = 19

Untuk pemilihan modul akan dipilih pada Tabel 4.3, ini dikarenakan daya yang akan ditransmisikan cukup besar.

Tabel 4.3 Harga Modul Standar (JIS B 1701-1973) (Sularso dan Kiyokatsu Suga, 2002, hal. 216) Seri ke-1 Seri ke-2 Seri ke-3

4 5 6 8 10 12 16 20 25

3,5 4,5 5,5 7 9 11 14 18 22

3,75

6,5

Pemilihan diutamakan seri ke-1, jika terpaksa baru dipilih seri ke-2 atau ke-3

Diameter lingkar jarak bagi masing-masing roda gigi dapat diselesaikan dengan Persamaan 4.5 (Sularso dan Kiyokatsu Suga, 2002, hal. 214):

do = Z x m………4.5

sesuai dengan Tabel 4.3 maka dipilih modul (m) sebesar 10 dari seri

(48)

doS= 33 x 10 = 330 mm doP= 19 x 10 = 190 mm

Diameter kepala roda gigi (dk) untuk masing-masimg roda gigi, menggunakan Persamaan 4.6 (Sularso dan Kiyokatsu Suga, 2002, hal. 220) :

dk = do + 2m………4.6

dkS= 297 + 2.10 = 350 mm dkP= 171+ 2.10 = 210 mm

Perhatikan pada diameter kepala untuk roda gigi ring, terjadi perubahan tanda dari penjumlahan menjadi pengurangan. Ini dikarenakan pada roda gigi ring memiliki gigi sebelah dalam.

Diameter kaki roda gigi (df) dapat diselesaikan dengan Persamaan 4.7 (Sularso dan Kiyokatsu Suga, 2002, hal. 220) untuk masing-masing roda gigi.

df = (Z-2) . m - 2.ck……….4.7 Tetapi untuk menentukan diameter kaki roda gigi, terlebih dahulu ditentukan harga kelonggaran puncak (ck) dengan menggunakan Persamaan 4.8 (Sularso dan Kiyokatsu Suga, 2002, hal. 248) :

ck = 0,25 x m………4.8

ck = 0,25 x 10 = 2,5

Sehingga diameter kaki roda gigi dapat ditentukan dengan Persamaan 4.7, yaitu : dfS= (33-2) .10 - 2 . 2,5 = 305 mm

dfP= (19-2) .10 - 2 . 2,5 = 165 mm

(49)

karena alasan yang telah diuraikan seperti diatas.

Kedalaman pemotongan gigi (H) dapat ditentukan dengan Persamaan 4.9 (Sularso dan Kiyokatsu Suga, 2002, hal. 220) :

H =2m + ck………4.9

H = (2.10) + 2,5 = 22,5 mm

Harga faktor bentuk gigi dari pasangan roda gigi ini, dapat ditentukan melalui Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Faktor Bentuk Gigi

(Sularso dan Kiyokatsu Suga, Elemen Mesin, hal. 240) Jumlah gigi Z Faktor bentuk Y Jumlah gigi Z Faktor bentuk Y 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 23 0,201 0,226 0,245 0,261 0,276 0,289 0,295 0,302 0,308 0,314 0,320 0,327 0,333 25 27 30 34 38 43 50 60 75 100 150 300 Batang gigi 0,339 0,349 0,358 0,371 0,383 0,396 0,408 0,421 0,434 0,446 0,459 0,471 0,484

Untuk menentukan harga faktor bentuk gigi pada masing-masing roda gigi, didasarkan pada jumlah gigi masing-masing roda gigi. Maka sesuai Tabel 4.4 dapat diketahui :

(50)

ZR= 71, maka harga YR= 0,430

Perlu diperhatikan pada jumlah gigi sun dan ring, harga faktor bentuk gigi yang diinginkan tidak terdapat pada Tabel 4.3, maka untuk menentukan faktor bentuk gigi tersebut harus dilakukan interpolasi terlebih dahulu.

YS= 0,358

) 30 34 ( ) 358 , 0 371 , 0 ( ) 30 33 (     

YS= 0,367

Sedangkan untuk roda gigi ring, interpolasinya adalah

YR= 0,421

) 60 75 ( ) 421 , 0 434 , 0 ( ) 60 71 (     

YR= 0,430

Untuk kecepata keliling roda gigi (v) dapat diselesaikan dengan Persamaan 4.10 (Sularso dan Kiyokatsu Suga, 2002, hal. 238) berikut :

v =

1000 60

 dos ns

……….4.10

Dengan : doS= dimeter jarak bagi sun gear (mm) nS = putaran poros sun gear (rpm) maka dengan Persamaan 4.10 dapat ditentuka :

v = 1000 60 1200 330   

v = 20,73 m/s

(51)

Tabel 4.5 Faktor Dinamis

(Sularso dan Kiyokatsu Suga, Elemen mesin, hal. 240)

Kecepatan rendah v = 0,5-10 m/s fv = 3 / (3+v)

Kecepatan sedang v = 5-20 m/s fv = 6 / (6+v)

Kecepatan tinggi v = 20-50 m/s

fv = 5,5 / (5,5+ v)

Sehingga v = 20,73 m/s harga faktor dinamis masuk kecepatan tinggi, maka : fv =

73 , 20 5 , 5

5 , 5

fv = 0,543

Gaya tangensial (Ft) dapat ditentukan dengan Persamaan 4.11 (Sularso dan Kiyokatsu Suga, 2002, hal. 238) :

Ft =

v Pd

 102

……….….4.11

Dengan keterangan : Pd = daya rencana (kW) v = kecepatan keliling (m/s) Ft = gaya tangensial (kg) Ft =

73 , 20

636 102

Ft = 3128,69 kg

(52)

Tabel 4.6 Tegangan lentur yang diizinkan pada bahan roda gigi (Sularso dan Kiyokatsu Suga, Elemen mesin, hal. 241)

Kelompok bahan

Lambang bahan

Kekuatan tarik B(kg/mm

2

)

Kekerasan (Brinell) HB

Tegangan lentur yang diizinkan

a (kg/mm2)

Besi cor FC 15 FC 20 FC 25 FC 30 15 20 25 30 140-160 160-180 180-240 190-240 7 9 11 13 Baja cor SC 42 SC 46 SC 49 42 46 49 140 160 190 12 19 20 Baja karbon untuk

konstruksi mesin

S 25 C S 35 C S 45 C

45 52 58 123-183 149-107 167-229 21 26 30

S 15 CK 50

400 (dicelup dingin dalam

minyak)

30 Baja paduan dengan

pengerasan kulit SNC 21 SNC 22 80 100 600 (dicelup dingin dalam air) 35-40 40-55

Baja khrom nikel

SNC 1 SNC 2 SNC 3 75 85 95 212-255 248-302 269-321 35-40 40-60 40-60

Berdasarkan Tabel 4.6 maka dipilih bahan untuk roda gigi pada planetari I adalah SC 42. Untuk masing-masing bahan roda gigi pada planetari I ini dibuat sama, ini dimaksudkan agar dapat memudahkan dalam perancangan nantinya. Bahan roda gigi SC 42, dengan :

Kekuatan tarik (B) yang dimiliki adalah 42 kg/mm2 Angka kekerasan permukaan gigi (HB) adalah 140 HB Tegangan lentur yang diizinkan ( a) adalah 12 kg/mm2 Termasuk dalam kelompok bahan baja cor.

(53)

4.12 (Sularso dan Kiyokatsu Suga, 2002, hal. 243) :

FH= fv  kH do 

P S P Z Z Z  . 2 ……….4.12

Dengan keterangan : FH= Beban lentur yang diizinkan persatuan lebar (kg/mm) fv = Faktor tegangan dinamis

kH= Faktor tegangan kontak (kg/mm2) dari Tabel 4.6 do = Diameter jarak bagi (mm)

ZS= Jumlah gigi sun gear ZP= Jumlah gigi planet gear

Tabel 4.7 faktor tegangan kontak pada bahan roda gigi (Sularso dan Kiyokatsu Suga, Elemen mesin, hal. 243)

Bahan roda gigi (kekerasan HB) Bahan roda gigi (kekerasan HB)

Pinyon Roda gigi

besar

Pinyon Roda gigi besar

Baja (150) Baja (200) Baja (250) Baja (200) Baja (250) Baja (300) Baja (250) Baja (300) Baja (350) Baja (300) Baja (350) Baja (400) Baja (350) Baja (400) Baja (500) Baja (150) Baja (150) Baja (150) Baja (200) Baja (200) Baja (200) Baja (250) Baja (250) Baja (250) Baja (300) Baja (300) Baja (300) Baja (350) Baja (350) Baja (350) 0,027 0,039 0,053 0,053 0,069 0,086 0,086 0,107 0,130 0,130 0,154 0,168 0,182 0,210 0,226 Baja (400) Baja (500) Baja (600) Baja (500) Baja (600) Baja (150) Baja (200) Baja (250) Baja (300) Baja (150) Baja (200) Baja (250) Besi cor Besi cor nikel Besi cor nikel

Baja (400) Baja (400) Baja (400) Baja (500) Baja (600) Besi cor Besi cor Besi cor Besi cor Perunggu fosfor Perunggu fosfor Perunggu fosfor Besi cor Besi cor nikel Perunggu fosfor 0,311 0,329 0,348 0,389 0,569 0,039 0,079 0,130 0,139 0,041 0,082 0,135 0,188 0,186 0,155

Dipilih pinyon dengan bahan baja (400) dan roda gigi besar yaitu dengan bahan baja (350), dengan harga kHadalah 0,210 maka :

FH= 0,5430,210330

(54)

FH= 26,48 kg/mm

Sehingga lebar roda gigi (b) dapat ditentukan :

b = H F

Ft =

48 , 26

69 , 3128

b = 118,15 mm  b120 mm

Lebar roda gigi dari hasil perhitungan ini telah sesuai dengan syarat atau ketentuan yang berlaku, yaitu bahwa lebar roda gigi harus berada diantara (6-10)modul atau (10-16)modul untuk daya yang besar. Dan perbandingan antara diameter jarak bagi (do) dengan lebar roda gigi harus lebih besar dari 1,5.

Maka beban lentur yang diizinkan untuk masing-masing roda gigi dapat diselesaikan dengan menggunakan Persamaan 4.13 (Sularso dan Kiyokatsu Suga, 2002, hal. 240)

Fb = a  mY  fv………..……4.13

Dengan keterangan : Fb = Beban lentur yang diizinkan (kg/mm)

a = Tegangan lentur yang diizinkan (kg/mm2) M = Modul

Y = Faktor bentuk gigi fv = Faktor tegangan dinamis FbS= 12100,3670,547 = 24,08 kg/mm FbP= 12100,3140,547 = 20,60 kg/mm

(55)

Tabel 4.8 Hasil perhitungan planetari I

Pasangan sun gear dan planet gear

Pasangan planet gear dan ring gear Sun

gear

Planet gear

Planet gear

Ring Gear

Jumlah gigi (Z) 33 19 19 71

Putaran (N) rpm 1200 4663

Modul (m) 10

Sudut tekan pahat ( o) 20

Diameter jarak bagi (do) mm 330 190 190 710

Diameter kepala (dk) mm 350 210 210 690

Diameter kaki (df) mm 305 165 165 735

Kelonggaran puncak (ck) mm 2, 5

Kedalaman

pemotongan gigi (H) mm 22,5

Faktor bentuk gigi (Y) 0,367 0,314 0,314 0,430

Kecepatan keliling (v) m/s 20,73 46,38

Faktor dinamis (fv) 0,543 0,45

Gaya tangensial (Ft) kg 3128,69 1398,7

Bahan roda gigi SC 42

Kekuatan tarik (B) kg/mm 42

Kekerasan (Brinell) HB 140

Tegangan lentur

diizinkan ( a) kg/mm 12

Faktor tegangan

kontak (kH) kg/mm 0,210 0,086

Beban lentur

persatuan lebar (Fb) kg/mm 24,08 20,6 16,95 23,22 Beban permukaan

persatuan lebar (FH) kg/mm 26,48 11,65

Lebar gigi (b) mm 120 120

Syarat : do/b > 1,5 Terpenuhi Terpenuhi

Syarat : 10m < b < 16m Terpenuhi Terpenuhi

b. Roda gigi Planetari II

(56)

4.4 jumlah gigi untuk planet gear (ZP1&2) dapat diketahui yaitu 19.

Untuk menentukan dimensi dari masing-masing roda gigi hampir sama dengan penentuan dimensi pada planetari I, maka hasil perhitungan dari roda gigi planetari II ini akan disajikan pada Tabel 4.9.

c. Roda gigi planetari III

Jumlah gigi untuk sun gear (ZS) pada planetari III ini telah diketahui yaitu 35, dan untuk jumlah gigi untuk ring gear (ZR) adalah 73. Dan untuk jumlah gigi pada planet gear ditentukan dengan Persamaan 4.4, dan didapatkan ZPadalah 19. Seperti pada planetari II, hasil dari perhitungan planetari III akan disajikan dalam Tabel 4.10.

d. Roda gigi planetari IV

(57)

Tabel 4.9 Hasil perhitungan roda gigi planetari II

Pasangan sun gear dan planet gear

Pasangan planet gear dan

planet gear

Pasanagan planet gear dan

ring gear Sun

gear

Planet gear

Planet gear

Planet gear

Planet gear

Ring gear

Jumlah gigi (Z) 20 19 19 19 19 71

Putaran (N) rpm 1200 1200 2846

Modul (m) 10

Sudut tekan pahat ( o) 20

Diameter jarak bagi (do) mm 200 190 190 190 190 710

Diameter kepala (dk) mm 220 210 210 210 210 690

Diameter kaki (df) mm 175 165 165 165 165 735

Kelonggaran puncak (ck) mm 2,5

Kedalaman pemotongan

gigi (H) mm 22,5

Faktor bentuk gigi (Y) 0,320 0,314 0,314 0,314 0,314 0,430

Kecepatan keliling (v) m/s 12,56 12,56 28,31

Faktor dinamis (fv) 0,323 0,323 0,5

Gaya tangensial (Ft) kg 5162,5 5162,5 2291,5

Bahan roda gigi SNC 1

Kekuatan tarik ( B) kg/mm 80

Kekerasan (Brinell) HB 212-255

Tegangan lentur

diizinkan ( a) kg/mm 35-40

Faktor tegangan

kontak (kH) kg/mm 0,569 0,569 0,107

Beban lentur

persatuan lebar (Fb) kg/mm 36,17 35,49 35,49 35,49 54,95 75,25 Beban permukaan

persatuan lebar (FH) kg/mm 40 40 17,6

Lebar gigi (b) mm 130 130 130

(58)

Tabel 4.10 Hasil perhitungan planetari III

Pasangan sun gear dan planet gear

Pasangan planet gear Dan ring gear Sun

gear

Planet gear

Planet gear

Ring gear

Jumlah gigi (Z) 35 19 19 73

Putaran (N) rpm 1176 2676

Modul (m) 10

Sudut tekan pahat ( o) 20

Diameter jarak bagi (do) mm 350 190 190 730

Diameter kepala (dk) mm 370 210 210 710

Diameter kaki (df) mm 325 165 165 755

Kelonggaran puncak (ck) mm 2,5

Kedalaman

pemotongan gigi (H) mm 22,5

Faktor bentuk gigi (Y) 0,374 0,314 0,314 0,432

Kecepatan keliling (v) m/s 21,55 26,62

Faktor dinamis (fv) 0,54 0,51

Gaya tangensial (Ft) kg 3010,3 2436,96

Bahan roda gigi SC 42

Kekuatan tarik (B) kg/mm 42

Kekerasan (Brinell) HB 140

Tegangan lentur

diizinkan ( a) kg/mm 12

Faktor tegangan

kontak (kH) kg/mm 0,210 0,139

Beban lentur

persatuan lebar (Fb) kg/mm 24,23 20,34 18,84 26,43 Beban permukaan

persatuan lebar (FH) kg/mm 26,63 21,56

Lebar gigi (b) mm 113 113

Syarat : do/b > 1,5 Terpenuhi Terpenuhi

(59)

Tabel 4.11 Hasil perhitungan planetari IV

Pasangan sun gear dan planet gear

Pasangan planet gear Dan ring gear Sun

gear

Planet gear

Planet gear

Ring gear

Jumlah gigi (Z) 35 19 19 73

Putaran (N) rpm 1741 1463

Modul (m) 10

Sudut tekan pahat ( o) 20

Diameter jarak bagi (do) mm 350 190 190 730

Diameter kepala (dk) mm 370 210 210 710

Diameter kaki (df) mm 325 165 165 755

Kelonggaran puncak (ck) mm 2,5

Kedalaman

pemotongan gigi (H) mm 22,5

Faktor bentuk gigi (Y) 0,374 0,314 0,314 0,432

Kecepatan keliling (v) m/s 31,9 14,55

Faktor dinamis (fv) 0,493 0,29

Gaya tangensial (Ft) kg 2033,25 4473,9

Bahan roda gigi SC 42

Kekuatan tarik (B) kg/mm 42

Kekerasan (Brinell) HB 140

Tegangan lentur

diizinkan ( a) kg/mm 12

Faktor tegangan

kontak (kH) kg/mm 0,154 0,389

Beban lentur

persatuan lebar (Fb) kg/mm 22,12 18,57 10,92 15,03 Beban permukaan

persatuan lebar (FH) kg/mm 18,69 40,67

Lebar gigi (b) mm 110 110

Syarat : do/b > 1,5 Terpenuhi Terpenuhi

(60)

4.5 PERANCANGANDISC CLUTCH

Untuk pemilihan disc clutch direncanakan menggunakan klos gesek bersinggungan aksial (disc clutch and plate). Dipilih kopling jenis ini dikarenakan beberapa alasan sebagai berikut :

a. Bebas dari pengaruh gaya sentrifugal

b. Luas bidang gesek lebih besar dan dapat dipasang pada ruang yang kecil c. Permukaan pengeluaran panas yang lebih efektif

d. Distribusi tekanan yang baik. Mekanismemultiple disc in oil clutch:

Ketika ada aliran oli (oil pressure) dari control valvedan menekan piston melawan return spring, maka susunandisc danplate terhubung. Pada saat piston dan plate dimatikan, maka disc clutch akan membuat ring gear tidak berputar, sehingga putaran ring gear menjadi nol, dan pada disc and plate tidak ada gesekan lagi.

a.Disc clucthpada planetari I.

Diketahui torsi ring gear (MH) dari perhitungan sebelumnya sebesar 496.538,5 kg.mm, maka besarnya momen puntir gesekan (Mr) yang terjadi dapat dicari dengan Persamaan 4.14 (J.Stolk dan C.Kross,1993, hal. 208) :

Mr = MH + C……….………4.14

Dengan : Mr = Momen puntir gesekan (kg.m) MH= Torsi ring gear (kg.m)

(61)

Tabel 4.12 Faktor keamanan tegangan akibat gesekandisc. (J.Stolk dan C.Kross, 1993, hal 209)

Untuk kopling gesek antara

Rem C Remarks

Electric motor/pompa sentrifugal Electric motor/generator penerangan

1,3…….1,5 1,3…….1,5

Electric motor/mesin pres Steam turbine/turbo compressor

1,4…….1,8 1,4…….1,8

Electric motor/perkakas tenun Turbine air/mesin pintal, lift orang

2 ...…..2,5 2 ...…..2,5

Electricmotor/sentrifugal,mesin gilas Diesel engine/exavator drive

2,5…….3 2,5…….3

Drive/mesin roll, penggilingan 3 ...…..5

Drive/automobile 2 ...…..3 MH: engine torque

Hoist brake 2 ...…..4 MH: load torque

Travel and

revolving brake 0,8…….2 MH: load torque

Maka besarnya momen puntir gesekan (Mr) yang terjadi, adalah sebagai berikut : Mr = 496,538 + 2,5

Mr = 1.241,32 kg.m

Sedangkan untuk momen puntir perlambatan atau pengereman (MB), dapat ditentukan dengan Persamaan 4.14 (J.Stolk dan C.Kross,1993, hal. 205)

MB= MH + Mr………4.15

MB= 496,538 + 1.241,32 MB= 1.737,85 kg.m

Besarnya gaya aksial (Fa) yang dibutuhkan pada clutch planetari I ini dapat ditentukan dengan Persamaan 4.16 (J.Stolk dan C.Kross,1993, hal. 217) :

Fa =

f r i

T

 ……….4.16

(62)

i = Jumlah bidang gesek pada kopling r = Jari-jari rata-ratadisc(mm)

f = koefisien gesekan.

Dalam perancangan ini ditentukan bahan friction disc adalah baja pada tenun asbes dengan dipres hidrolik dan dilumasi dengan minyak. Pemilihan berdasarkan Tabel 4.13.

Tabel 4.13 Koefisien gesekf (J.Stolk dan C.Kross,1993, hal. 210)

Koefisien-gesekf Temp.yg

dibolehkan (oC) Kering Dilumasi dg

minyak 0 Terus-menerus Waktu singkat

Besi cor abu-abu, baja cor, atau baja pada :

Pelbagai bahan buatan Tenun kapas dg damar buatan

Tenun asbes dengan damar buatan

Idem, dipres hidraulik Kayu poplar

Kulit Gabus

Besi cor abu-abu pada baja Besi cor abu-abu pada besi cor abu-abu

0,25 - 0,45

0,4 - 0,65

0,3 - 0,5 0,2 - 0,35 0,2 - 0,35 0,3 - 0,6 0,3 - 0,5 0,15 - 0,2

0,15 - 0,25

0,1 - 0,25

0,1 - 0,20

0,1 - 0,2 0,1 - 0,15 0,1 - 0,15 0,12 - 0,15 0,15 - 0,25 0,03 - 0,06

0,02 - 0,1

0,05 - 0,7

0,05 - 1,2

0,05 - 2 0,05 - 8 0,05 - 0,5 0,05 - 0,3 0,05 - 0,1 0,8 - 1,4

1 - 1,8

100 100 200 250 100 100 100 260 300 150 150 300 500 160 100 100 260 300 Baja keras pada baja keras

atau pada logam lebur :

Dibasahi dengan minyak Idem dengan minyak yg mengalir

Dalam keadaan diam

0,12 - 0,17

0,08 - 0,12

Ketika meluncur

0,06 - 0,11

0,03 - 0,06

0,5 - 3

0,5 - 4

100

100

Sehingga dapat diketahui koefisien gesek (f) dipilih sebesar 0,15. Dan untuk ukuranfriction discperancang menentukan dimensi-dimensi berikut :

(63)

795 mm, jumlah plate yang direncanakan berjumlah 4, maka banyaknya bidang

gesek pada kopling (i) adalah 8. Diameter rata-rata disc yaitu : Dr =

2 795 995

=

895 mm.

Sehingga gaya aksial (Fa) yang dibutuhkan dapat diselesaikan dengan Persamaan 4.16 diatas, yaitu didapat Fa sebesar 462,3 kg.

Luas bidang penekanan dapat diselesaikan dengan Persamaan 4.17 (J.Stolk dan C.Kross,1993, hal. 217)

L =

4

(Do2- Di2)………4.17

L =

4

(99,52–79,52) = 2.811,7 cm2.

Dan tekanan minyak (P) yang dibutuhkan oleh piston dapat diselesaikan dengan Persamaa 4.18 (J.Stolk dan C.Kross,1993, hal. 217)

P = L Fa

………..4.18

P =

7 , 811 . 2

3 , 462

= 0.16 kg/cm2.

(64)

Tabel 4.14 Hasil perhitunganDisc clutch.

Keterangan Clutch I Clutch II Clutch III Clutch IV dan V

Torsi (kg.mm) FaktorC

Momen Puntir gesek (kg.m) Momen perlambatan (kg.m)

496.538,5 2,5 1.241,32 1.737,85

813.482,5 2,5 2.033,7 2.847,18

889.490,4 2,5 2.223,72 3.113,21

1.632.973,5 2.5 4.082,42 5.715,39

Bahanfriction disc Baja pada tenun asbes dipress hidrolik

Jumlah plate

Jumlah bidang geseki

Gaya aksial (kg) Diameter luar Do (mm) Diameter dalam Di (mm) Tekanan minyak (kg/cm2)

4 8 462,3

995 795 0,16

5 10 605,9

995 795 0,21

5 10 662,5

995 795 0,23

8 16 760,22

995 795 0,27

b. Pemeriksaan kekuatan gigidisc

Diketahui torsi terbesar yang terjadi adalah pada clutch IV yaitu sebesar 1.632.973,5 kg.mm. Sedangkan untuk dimensi dari gigi clutch direncanakan dengan ukuran-ukuran sebagai berikut :

Lebar gigidisc(b) sebesar 160 mm Tinggi gigidisc(t) sebesar 25 mm Tebaldisc(l) sebesar 5 mm

Jumlah gigidiscditentukan sebanyak 8

(65)

ka=

2 1 sf sf

B

……….4.19

Dengan : B = kekuatan tarik (kg/mm2) Sf1 = faktor keamanan 1, diambil 6 Sf2 = faktor keamanan 2, diambil 2

Harga dari faktor keamanan ini diambil berdasarkan ketentuan yang berlaku (Sularso dan Kiyokatsu Suga, Elemen mesin, hal. 25) Sf1 umumnya diambil 6 dan Sf2 diambil 2, dianggap clutch dikenakan beban secara tiba-tiba dan dengan tumbukan berat (2-6)

ka=

2 6

85 

ka= 7,08 kg/mm2

Gaya tangensial (Ft) ditentukan dengan Persamaan 4.20 (Sularso dan Kiyokatsu Suga, Elemen mesin, hal. 25)

Ft =

2 /

Di T

………4.20

Ft =

2 / 795

68 , 121 . 204

= 513,5 kg

Tegangan geser yang terjadi ( a) dapat ditentukan dengan Persamaan 4.21 (Sularso dan Kiyokatsu Suga, Elemen mesin, hal. 25)

a=

l b

Ft

 ……….4.21

a=

5 160

5 , 513

 = 0,64 kg/mm

2

(66)

dan Kiyokatsu Suga, Elemen mesin, hal. 27)

P = t l

Ft

 ………4.22

P =

25 5

5 , 513

 = 4,1 kg

Tekanan permukaan izin (Pa) diambil 10 kg, dikarenakan diameter dalam dari clutchtermasuk diameter yang besar (Sularso dan Kiyokatsu Suga, Elemen mesin, hal. 27). Maka dengan demikian dapat disimpulkan dari hasil perhitungan, bahwa gigidiscaman digunakan karena telah memenuhi syarat PaP (104,1) (Sularso dan Kiyokatsu Suga, Elemen mesin, hal. 27) dan ka  a (7,080,64) (Sularso dan Kiyokatsu Suga, Elemen mesin, hal. 25).

4.6 PERANCANGAN PEGAS KOIL (Helical Springs)

(67)

a. Perancangan pegas padaclutchI

Gambar 4.4 Bentuk dari perancangan pegas koil (J.Stolk dan C.Kross, 1993, hal 156)

Pada perancangan pegas koil padaclutch I ini akan direncanakan diameter rata-rata (D) dari pegas koil adalah sebesar 10 mm, jumlah pegas koil yang akan digunakan (n) adalah sebanyak 10 buah pegas, diameter kawat (d) yang akan digunakan pegas adalah sebesar 4 mm, dan defleksi pegas (f) yang akan dialami oleh pegas diasumsikan sebesar 4 mm. Gaya aksial (Fa) diketahui dari perhitungan clutch I adalah sebesar 1.028 kg, maka gaya aksial yang akan ditanggung oleh masing-masig pegas (Fs) adalah sebesar 102,8 kg. Maka besarnya harga tetapan pegas dapat diselesaikan dengan Persamaan 4.23 (J.Stolk dan C.Kross, 1993, hal. 158)

C = f Fs

………..4.23

C =

4 8 , 102

= 25,7 kg/mm.

(68)

ne=

C d D

d G

 

 3 ) / (

8 ………4.24

Dengan G adalah modulus kekakuan bahan pegas, untuk bahan pegas dari baja murni DIN 17223 adalah sebesar 8300 kg/mm2.

Sehingga jumlah koil efektif adalah

ne=

7 , 25 ) 4 / 10 ( 8

4 8300

3

= 10,3 mm.

Jumlah koil efektif ini dapat dibulatkan menjadi nesebesar 10 mm.

Garis tengah luar pegas (Da) dapat diselesaikan dengan Persamaan 4.25 (J.Stolk dan C.Kross, 1993, hal. 159)

Da = D + d ………...4.25

Da = 10 + 4 = 14 mm.

Panjang pegas tanpa ditegangkan (Lo) dapat di tentukan dengan Persamaan 4.26 (J.Stolk dan C.Kross, 1993, hal. 159)

Lo = (ne+ 1,5)d + (ned0,1) + 2.f ………4.26 Lo = (10 + 1,5)4 + (1040,1) + (24)

Lo = 58 mm

Panjang blok (Lb) dapat ditentukan dengan Persamaan 4.27 (G.Niemann, Elemen mesin, 1992, hal. 222)

Lb = (ig+ 1).d

Lb =

(ne 2)1

.d ………4.27

Lb =

(102)1

. 4 = 52 mm
(69)

Sb = ( /2) 1 ) 2 ( ). 2 ( d n d n Lb e e            ………..4.28

Sb = (4/2)

1 ) 2 10 ( 4 ). 2 10 ( 52           

Sb = 2,36 mm

Jarak antar lilitan dalam kondisi tegang / di blok (Sd) dapat ditentukan dengan Persamaan 4.29 (G.Niemann, Elemen mesin, 1992, hal. 211)

Sd = Sb + (d/2)……….4.29

Sd = 2,36 + (4/2) = 4,36 mm

Jarak lilitan tanpa ditegangkan (Sl) dapat diselesaikan dengan Persamaan 4.30 (G.Niemann, Elemen mesin, 1992, hal. 209)

Sb = ( /2)

1 ) 2 ( ). 2 ( d n d n Lo e e            ………4.30

Sb = (4/2)

1 ) 2 10 ( 4 ). 2 10 ( 58          

Sb = 2,9 mm

Jarak antar lilitan akhir dalam keadaan tanpa ditegangkan (Sa) dapat diselesaikan dengan Persamaan 4.31 (G.Niemann, Elemen mesin, 1992, hal. 211)

Sa = 0,75 d ………...4.31 Sa = 0,754 = 4 mm

(70)

Tabel 4.15 Hasil perhitungan perancangan pegas koil

Keterangan Pegas I Pegas II Pegas III Pegas IV Dan V

Diameter rata-rata koil (D) mm

Jumlah pegas (n)

Diameter kawat (d) mm

Defleksi pegas (f) mm

Gaya aksial (Fs) kg

Modulus kekakuan bahan (G) kg/mm2 Tetapan pegas (C) kg/mm

Koil efektif (ne)

Diameter luar pegas (Da) mm

Panjang pegas awal (Lo) mm

Panjang pegas di blok (Lb) mm

Jarak lilitan di blok (Sb) mm

Jarak antar lilitan di blok (Sd) mm

Jarak lilitan tanpa di blok (Sl) mm

Jarak antar lilitan akhir (Sa) mm

(71)

54 POROSTORQFLOW TRANSMISSION

5.1 RODA GIGI KERUCUT

Dari torqflow transmission ke finaldrive terdapat poros yang saling bersilangan, maka dari itu diperlukan roda gigi kerucut yang dapat meneruskan daya dan putaran pada posisi poros yang saling bersilangan, baik bersilangan secara vertical maupun horizontal. Selain itu komponen ini juga berfungsi untuk meneruskan daya dan putaran dari torqflow transmission secara merata ke final drivebaik kiri maupun kanan.

5.1.1 Perancangan Roda Gigi Kerucut

Berikut ini akan disajikan hasil perancangan roda gigi kerucut, dimana data-data yang dipergunakan telah diketahui dari perhitungan sebelumnya, yaitu sebagai berikut :

Daya (P) sebesar 853 Hp atau 636 kW.

Putaran poros output, dipergunakan pada kecepatan maju I (n1) sebesar 564 rpm. Torsi yang ditransmisika roda gigi kerucut (TB) sebesar 1.098.340,4 kg.mm Perbandingan reduksi (i) untuk sementara dipilih sebesar 3

Sisi kerucut yang direncanakan (R) adalah 459 mm. Jarak bagi diametral (DP) 2,5

(72)

Gambar 5.1 Nama bagian-bagian roda gigi kerucut

(Sularso dan Kiyokatsu Suga, Dasar perancangan dan pemilihan eleman mesin, 2002, hal. 267)

Maka besarnya sudut kerucut jarak bagi untuk sementara (1) dapat ditentukan dengan Persamaan 5.1 (Sularso dan Kiyokatsu Suga, 2002, hal. 269) Untuk roda gigi pinion :

1

P

= tan-1 

   

i

1

……….5.1

1

P

= tan-1 

    3 1

= 18,4o.

Untuk roda gigi mahkota : 90o-P1 = m1

1

m

= 71,56o

Untuk diameter sementara lingkaran jarak bagi (d’) dapat diselesaikan

(73)

d’ = 2.Rsin 1……….5.2

Untuk roda gigi pinion :

1

P

d = 2459sin 18,4o= 290 mm. Untuk roda gigi mahkota :

1

m

d = 2459sin 71,56o= 871 mm.

Besarnya modul roda gigi kerucut dapat ditentukan dengan Persamaan 5.3 (Sularso dan Kiyokatsu Suga, 2002, hal. 215) :

Dp

m 25,4 ………5.3

5 , 2

4 , 25

m = 10,16

Sudut tekan (o) dipilih sebesar : 20o.

Maka jumlah dan perbandingan gigi yang di sesuaikan dapat di tentukan dengan Persamaan 4.5:

maka, jumlah gigi untuk pinion dapat ditentukan, yaitu : Zp =

16 , 10

290

= 28,54 29 gigi

untuk roda gigi mahkota : Zm =

16 , 10

871

= 85,72 87 gigi

Maka diameter lingkaran jarak bagi (d) yang telah disesuaikan, adalah sebagai berikut :

Untuk roda gigi pinion :

(74)

Untuk roda gigi mahkota :

dm= mzm= 10,1687 = 883,92 mm.

Dikarenakan diameter lingkar jarak bagi telah disesuaikan, maka sisi kerucut juga harus disesuaikan pula, dengan menggunakan Persamaan 5.4 (Sularso dan Kiyokatsu Suga, 2002, hal. 269) :

P P d R

sin 2

 ………..5.4

43 , 18 sin 2

64 , 142  

R = 466,72  467 mm.

Kecepatan keliling pinion roda gigi kerucut (V) adalah : V =

1000 60

 d n

=

1000 60

564 64 , 294

  

V = 8,7 m/s

Gaya tangensial (Ft) roda gigi pinion sama dengan gaya tangensial yang bekerja pada lingkaran gelindingnya, sehingga dapat ditentukan dengan Persamaan 5.5 (Sularso dan Kiyokatsu Suga, 2002, hal. 238) :

Ft = V

P

 102

………5.5

Ft =

7 , 8

636 102

= 7.456,55 kg = 74.719,02 N

Gaya radial (Fr) dapat diselesaikan dengan Persamaan 5.6 (Sudibyo, Roda gigi, hal. 106) :

Fr = Fttano cosP……….5.6

(75)

Gaya aksial (Fa) dapat diselesaikan dengan Persamaan 5.7 (Sudibyo, Roda gigi, hal. 106) :

Fa = Fttano sinP………..5.7

Fa = o o

43 , 18 sin 20 tan 55 , 456 .

7  

Fa = 858 kg

Pada pasangan roda gigibevelgaya radial pada pinion menjadi gaya aksial pada roda gigi mahkota, dan gaya aksial pada pinion gear menjadi gaya radial pada roda gigi mahkota. Sedangkan gaya tangensialnya sama untuk kedua roda gigi tersebut.

Factor perubahan kepala (X) dan kelonggaran puncak (Ck) pada roda gigi kerucut kepala pinion geardibuat lebih tinggi dari kepala gigi roda gigi mahkota. Besarnya perubahan kepala dapat diperoleh dengan Persamaan 5.8 dan Persamaan 5.9 untuk kelonggaran puncak (Ck) (Sularso dan Kiyokatsu Suga, 2002, hal. 269)

X = 0,46

               2 2 1 1 z z ………5.8

X = 0,46

               2 87 29

1 = 0,406

Besarnya kelonggaran puncak (Ck) :

Ck = 0,188m……….5.9

Ck = 0,18810,16 = 1,91 mm. Kelonggaran belakang (Co) = 0

(76)

S =

0,5. 2.X.tano

.m………..5.10 Untuk roda gigi pinion (Sp):

Sp =

0,5. 2.0,408.tan20

.10,16 Sp = 18,97 mm

Untuk roda gigi mahkota (Sm) :

Sm =

0,5. 2.0,408.tan20

.10,16 Sm = 12,95 mm

Tinggi gigi untuk roda gigi pinion dan roda gigi mahkota sama, yaitu dengan menggunakan Persamaan 5.11 (Sularso dan Kiyokatsu Suga, 2002, hal. 269) :

H = 2.m + Ck ………5.11

H = 2.10,16 + 1,91 = 22,23mm

Tinggi kepala gigi (hk) dapat diselesaikan dengan Persamaan 5.12 (Sularso dan Kiyokatsu Suga, 2002, hal. 269) :

hk = (1 X). m ………5.12

Untuk roda gigi pinion :

hkP= (1 + 0,408). 10,16 hkP= 14,3 mm

Untuk roda gigi mahkota : hkm=

10,408

.10,16 hkm= 6,0 mm
(77)

X

m Ck

hf  1 .  ………5.13

Untuk roda gigi pinion :

10,408

.10,161,91  p hf 92 , 7  p hf mm.

Untuk roda gigi mahkota :

10,408

.10,161,91  m hf 21 , 16  m hf mm.

Sudut kepala gigi (k) dapat ditentukan dengan Persamaan 5.14 (Sularso dan Kiyokatsu Suga, 2002, hal. 270), dan sudut kaki gigi (f) dapat diketahui dengan Persamaan 5.15 (Sularso dan Kiyokatsu Suga, 2002, hal. 270):

        R hk k 1 tan ………5.14         R hf f 1 tan ………5.15

Untuk roda gigi pinion :

        467 3 , 14 tan 1 kp

= 1,75o.

        467 92 , 7 tan 1 fp

= 0,97o

Untuk roda gigi mahkota :

        467 0 , 6 tan 1 km

= 0,73o

        467 21 , 16 tan 1 fm

(78)

Sudut kerucut kaki (f) dapat diketahui dengan Persamaan 5.16 (Sularso dan Kiyokatsu Suga, 2002, hal. 270), dan untuk sudut kerucut kepala (k) dapat diselesaikan dengan Persamaan 5.17 (Sularso dan Kiyokatsu Suga, 2002, hal. 270):

f

f

 1 ……….5.16

k

k

 1  ……….5.17

Untuk roda gigi pinion :

o o

o

fp 18,43 0,97 17,46

o o

o

kp 18,43 1,75 20,18

Untuk roda gigi mahkota :

o o

o

fm 71,57 1,98 69,59

o o

o

km 71,57 0,73 72,3

Diameter lingkar kepala (dk) dapat ditentukan dengan Persamaan 5.18 (Sularso dan Kiyokatsu Suga, 2002, hal. 270):

dk= d + 2 . hk . cos ………5.18 Untuk roda gigi pinion

dkp= 294,64 + 2 . 14,3 . cos 18,43o dkp= 321,77 mm

Untuk roda gig mahkota :

(79)

Besarnya jarak dari puncak kerucut sampai puncak luar (x) dapat diketahui dengan Persamaan 5.19 (Sularso dan Kiyokatsu Suga, 2002, hal. 270):

x= 2. .sin 2

2

hk d

 ……….5.19

Untuk roda gigi pinion :

xp=

2 14,3 sin18,43o

2 92 , 883

      

 

xp= 432,91 mm Untuk roda gigi mahkota :

xm=

2 6,01 sin71,54o

2 64 ,

294

  

 

xm= 135,91 mm.

Diameter rata-rata kerucut jarak bagi (dm1) dapat ditentukan dengan Persamaan 5.20 (Sudibyo, Roda gigi, hal 108) :

dm1= 3

2 2 1 2

1 cos

950

i i P

Mt

P d

  

……….5.20

De

Gambar

Tabel 2.1 Load factor, prosentase swell dan berat jenis dari beberapa material
Table 2.2 Koefisien tahanan gelinding
Table 2.5 Spesifikasi mesin
Gambar 3.1 Prinsip kerja torque converter
+7

Referensi

Dokumen terkait