Perancangan Alat Pendinginan
Menggunakan Elemen Peltier
R. Umboh, JJurusan Teknik Elektro
Abstrak - Teknologi refrigerasi adalah bidang teknik yang berkaitan dengan penggunaan mesin untuk menjaga suhu suatu objek pada titik atau range tertentu, yang biasanya berkisar dari 25oC (suhu ruangan) sampai dengan Teknologi refrigerasi saat ini menggunakan
gas yang menggunakan refrigeran sebagai penukar kalornya.
Refrigeran yang digunakan dalam sistem kompresi gas merupakan senyawa sintetik yang dirancang sedemikian rupa sebagai penukar kalor ideal. Namun, refrigeran ini dapat merusak lapisan ozon jika terurai di udara. Sehingga, rusaknya lapisan ozon ini memberikan dampak langsung pada pemanasan global.
Berdasarkan masalah tersebut, penulis memanfaatkan efek termoelektrik melalui elemen peltier dengan beberapa komponen penunjang seperti heatsink dan kipas dalam merekayasa sistem pendingin. Sistem pendingin tersebut dapat digunakan untuk menjaga suhu suatu objek berada dibawah suhu lingkungan. Untuk menunjang kerja sistem pendingin diperlukan sistem-sistem tambahan seperti termometer agar kita dapat mengetahui suhu sistem pendingin dan menentukan suhu objek yang ingin kita jaga melalui pengaturan setpoint suhu. Sistem pengendalian ini dikerjakan sepenuhnya oleh mikrokontroler AVR ATmega8535.
Kemampuan pendinginan dari sistem pendingin ini tergantung dari objek atau beban pendinginan yang kita berikan. Rata-rata suhu minimum yang dicapai adalah 20 untuk pendinginan selama 1 jam.
Kata Kunci : Teknologi Refrigerasi, Efek Termoelektrik, Elemen Peltier, Sistem Pendingin
I. PENDAHULUAN
Pemanfaatan teknologi telah merambah dalam semua aspek kehidupan manusia, salah satunya teknologi household appliances yang sudah tidak terlepas dari keseharian kegiatan manusia saat ini.
appliances atau peralatan rumah tangga adalah berbagai peralatan yang mempermudah manusia dalam melakukan kegiatan sehari-hari di dalam rumah/tempat tinggalnya. Peralatan rumah tangga adalah salah satu contoh teknologi yang terus berkembang mengikuti kebutuhan manusia akan berbagai faktor, misalnya, kemudahan, keandalan, kenyamanan, ekonomi, dan sebagainya.
Seiiring perkembangan teknologi dalam bidang household appliances, manusia menyadari bahwa terdapat hal yang merugikan. Beberapa bahan kimia yang digunakan manusia sebagai salah satu sumber daya peralatan rumah tangga, terbukti berbahaya/tidak ramah lingkungan. Salah satunya adalah refrigeran yang digunakan dalam lemari es. Refrigeran adalah bahan kimia yang digunakan dalam siklus kerja lemari es yang dapat merusak struktur lapisan O3 (ozone
udara. Hal ini sangat memprihatinkan karena merupakan penyebab utama terjadinya pemanasan global.
Perancangan Alat Pendinginan Portable
Menggunakan Elemen Peltier
Umboh, J. O. Wuwung, E. Kendek Allo, B. S. Narasiang,
Jurusan Teknik Elektro-FT, UNSRAT, Manado-95115, Email: [email protected] Teknologi refrigerasi adalah bidang teknik yang
berkaitan dengan penggunaan mesin untuk menjaga suhu tertentu, yang biasanya C (suhu ruangan) sampai dengan -18oC. sistem kompresi gas yang menggunakan refrigeran sebagai penukar
Refrigeran yang digunakan dalam sistem kompresi gas merupakan senyawa sintetik yang dirancang sedemikian rupa sebagai penukar kalor ideal. Namun, refrigeran ini an ozon jika terurai di udara. Sehingga, rusaknya lapisan ozon ini memberikan dampak langsung
Berdasarkan masalah tersebut, penulis memanfaatkan dengan beberapa dan kipas dalam merekayasa sistem pendingin. Sistem pendingin tersebut dapat digunakan untuk menjaga suhu suatu objek berada dibawah suhu lingkungan. Untuk menunjang kerja sistem sistem tambahan seperti ta dapat mengetahui suhu sistem pendingin dan menentukan suhu objek yang ingin kita jaga melalui pengaturan setpoint suhu. Sistem pengendalian ini dikerjakan sepenuhnya oleh mikrokontroler AVR
Kemampuan pendinginan dari sistem pendingin ini rgantung dari objek atau beban pendinginan yang kita rata suhu minimum yang dicapai adalah 20oC
Teknologi Refrigerasi, Efek Termoelektrik,
PENDAHULUAN
Pemanfaatan teknologi telah merambah dalam semua aspek kehidupan manusia, salah satunya teknologi yang sudah tidak terlepas dari keseharian kegiatan manusia saat ini. Household atau peralatan rumah tangga adalah berbagai peralatan yang mempermudah manusia dalam melakukan hari di dalam rumah/tempat tinggalnya. Peralatan rumah tangga adalah salah satu contoh teknologi yang terus berkembang mengikuti kebutuhan ia akan berbagai faktor, misalnya, kemudahan, keandalan, kenyamanan, ekonomi, dan sebagainya.
Seiiring perkembangan teknologi dalam bidang , manusia menyadari bahwa terdapat hal yang merugikan. Beberapa bahan kimia yang ia sebagai salah satu sumber daya peralatan rumah tangga, terbukti berbahaya/tidak ramah lingkungan. Salah satunya adalah refrigeran yang digunakan dalam lemari es. Refrigeran adalah bahan kimia yang digunakan dalam siklus kerja lemari es yang ozone) jika terurai di udara. Hal ini sangat memprihatinkan karena merupakan penyebab utama terjadinya pemanasan global.
Upaya untuk mengatasi penggunaan refrigeran yang dapat merusak lapisan
menggunakan bahan kimia lain yang tidak merugikan atau mengaplikasikan metode lain yang tidak menggunakan bahan kimia. Perlu dipertimbangkan metode yang tetap bekerja sebagai pompa kalor, namun dalam aplikasinya, tidak lagi menggunakan siklus kompresi-uap seperti yang digunaka
Sebut saja efek termoelektrik. Efek termoelektrik adalah hubungan antara energi panas dan energi listrik yang terjadi pada titik temu antara dua jenis logam yang berbeda. Efek termoelektrik ini kini dikembangkan dalam suatu alat yang disebut elemen
maupun kekurangannya, elemen ini dapat direkayasa dalam merancang suatu sistem pendingin yang nantinya dapat menggantikan sistem yang konvensional.
II. LANDASAN TEORI A. Efek Termoelektrik
Efek termoelektrik pertama kal
tahun 1821 oleh T. J. Seebeck. Ia menunjukkan bahwa gaya gerak listrik (ggl) dapat dihasilkan dengan memanaskan titik sambungan antara dua penghantar listrik yang berbeda. Efek Seebeck dapat didemonstrasikan dengan membuat sambungan antara dua kawat dari jenis logam yang berbeda ( misalnya, tembaga dan besi). Ujung kawat lainnya dihubungkan ke galvanometer atau voltmeter yang sensitif. Jika sambungan antara kawat dipanaskan, maka alat ukur akan membaca adanya sejumlah kecil tegangan. Susuna demonstrasi ini ditunjukkan pada gambar
dapat dikatakan membentuk sebuah termokopel. Didapati juga bahwa besar tegangan termoelektrik sebanding dengan perbedaan suhu antara titik sambungan termokopel dan koneksinya pada alat ukur.
Tiga belas tahun setelah Seebeck melakukan penemuannya, J. Peltier, seorang pembuat jam tangan,
Gambar 1. Eksperimen yang menunjukkan efek Seebeck dan Peltier
Portable
Menggunakan Elemen Peltier
Upaya untuk mengatasi penggunaan refrigeran yang dapat merusak lapisan ozone adalah dengan ia lain yang tidak merugikan atau mengaplikasikan metode lain yang tidak menggunakan bahan kimia. Perlu dipertimbangkan metode yang tetap bekerja sebagai pompa kalor, namun dalam aplikasinya, tidak lagi menggunakan siklus uap seperti yang digunakan lemari es saat ini. Sebut saja efek termoelektrik. Efek termoelektrik adalah hubungan antara energi panas dan energi listrik yang terjadi pada titik temu antara dua jenis logam yang berbeda. Efek termoelektrik ini kini dikembangkan dalam disebut elemen Peltier. Dengan kelebihan maupun kekurangannya, elemen ini dapat direkayasa dalam merancang suatu sistem pendingin yang nantinya dapat menggantikan sistem yang konvensional.
LANDASAN TEORI
Efek termoelektrik pertama kali ditemukan pada tahun 1821 oleh T. J. Seebeck. Ia menunjukkan bahwa gaya gerak listrik (ggl) dapat dihasilkan dengan memanaskan titik sambungan antara dua penghantar listrik yang berbeda. Efek Seebeck dapat didemonstrasikan dengan membuat sambungan antara dua kawat dari jenis logam yang berbeda ( misalnya, tembaga dan besi). Ujung kawat lainnya dihubungkan ke galvanometer atau voltmeter yang sensitif. Jika sambungan antara kawat dipanaskan, maka alat ukur akan membaca adanya sejumlah kecil tegangan. Susunan demonstrasi ini ditunjukkan pada gambar 1. Dua kawat dapat dikatakan membentuk sebuah termokopel. Didapati juga bahwa besar tegangan termoelektrik sebanding dengan perbedaan suhu antara titik sambungan termokopel dan koneksinya pada alat ukur.
tahun setelah Seebeck melakukan penemuannya, J. Peltier, seorang pembuat jam tangan,
peneliti efek termoelektrik yang kedua. Ia mendapati dimana arus listrik yang melalui suatu termokopel menghasilkan efek pemanasan atau pendinginan bergantung pada arah aliran arus listrik tersebut. Efek Peltier cukup sulit untuk didemonstrasikan menggunakan termokopel karena selalu terdapat efek pemanasan Joule yang juga muncul. Jika digunakan susuna
ditunjukkan pada gambar 1, barulah efek peltier dapat didemonstrasikan, pada prinsipnya, mengganti meter dengan sumber arus searah dan menempatkan termometer kecil pada titik sambungan termokopel.
B. Elemen Peltier
Elemen peltier atau pendingin termoelektrik (thermoelectric cooler) adalah alat yang dapat menimbulkan perbedaan suhu antara kedua sisinya jika dialiri arus listrik searah pada kedua kutub materialnya, dalam hal ini semikonduktor. Pada gambar
bentuk fisik elemen peltier. Dalam hal refrigerasi, keuntungan utama dari elemen peltier
adanya bagian yang bergerak atau cairan yang bersikulasi, dan ukurannya kecil serta bentuknya mudah direkayasa. Sedangkan kekurangannya terletak pada faktor efisiensi daya yang rendah dan biaya perancangan sistem yang masih relatif mahal. Namun, kini banyak peneliti yang sedang mencoba mengembangkan elemen peltier yang murah dan efisien.
Gambar 3 menunjukkan elemen peltier serangkaian dua tipe semikonduktor (tipe
yang dihubungkan secara seri. Pada setiap sambungan antara dua tipe semikonduktor tersebut dihubungkan dengan konduktor yang terbuat dari tembaga. Interkoneksi konduktor tersebut diletak
masing di bagian atas dan di bagian bawah semikonduktor. Konduktor bagian atas ditujukan untuk membuang kalor dan konduktor bagian bawah ditujukan untuk menyerap kalor. Pada kedua bagian interkoneksi ditempelkan pelat yang terbuat dari keramik.
bertujuan untuk memusatkan kalor yang berasal dari konduktor.
Gambar 2. Elemen Peltier
Gambar 3. Struktur elemen Peltier
eneliti efek termoelektrik yang kedua. Ia mendapati dimana arus listrik yang melalui suatu termokopel akan menghasilkan efek pemanasan atau pendinginan bergantung pada arah aliran arus listrik tersebut. Efek Peltier cukup sulit untuk didemonstrasikan menggunakan termokopel karena selalu terdapat efek pemanasan Joule yang juga muncul. Jika digunakan susunan seperti yang , barulah efek peltier dapat didemonstrasikan, pada prinsipnya, mengganti meter dengan sumber arus searah dan menempatkan termometer
atau pendingin termoelektrik adalah alat yang dapat menimbulkan perbedaan suhu antara kedua sisinya jika dialiri arus listrik searah pada kedua kutub materialnya, dalam hal ini semikonduktor. Pada gambar 2 ditunjukkan Dalam hal refrigerasi, peltier adalah tidak adanya bagian yang bergerak atau cairan yang bersikulasi, dan ukurannya kecil serta bentuknya mudah direkayasa. Sedangkan kekurangannya terletak pada daya yang rendah dan biaya perancangan sistem yang masih relatif mahal. Namun, kini banyak peneliti yang sedang mencoba mengembangkan elemen peltier tersusun atas serangkaian dua tipe semikonduktor (tipe-p dan tipe-n) Pada setiap sambungan antara dua tipe semikonduktor tersebut dihubungkan tor yang terbuat dari tembaga. Interkoneksi konduktor tersebut diletakkan masing-masing di bagian atas dan di bagian bawah semikonduktor. Konduktor bagian atas ditujukan untuk membuang kalor dan konduktor bagian bawah ditujukan Pada kedua bagian interkoneksi elat yang terbuat dari keramik. Pelat ini bertujuan untuk memusatkan kalor yang berasal dari
Peltier
Gambar 4 menunjukkan elemen
dialiri arus listrik dan menimbulkan perbedaan suhu pada kedua interkoneksi. Interkoneksi yang dialiri arus dari arah semikonduktor tipe-n ke tipe
atau dengan kata lain menjadi dingin. Sedangkan, interkoneksi yang dialiri arus dari arah semikonduktor tipe-p ke tipe-n akan membuang/mendisipasi kalor atau dengan kata lain menjadi panas. Interkoneksi antara semikonduktor pada elemen
konduktor yang menyebabkan arus dapat mengalir dalam kedua arah, berbeda dengan dioda yang interkoneksinya (depletion layer) hanya membuat arus mengalir dalam satu arah saja.
III. PERANCANGAN SISTEM A. Skema Perancangan Sistem
Pada Gambar 5, 2 buah elemen diantara heatsink dan coldsink
tegangan dc 12 V. Saat elemen tersebut bekerja masing masing sisi elemen akan membuang kalor dan melepas kalor. Heatsink akan memfokuskan pembuangan kalor dan coldsink akan memfokuskan penyerapan kalor. Kipas C2 dan C3 akan memper
sedangkan C1 akan mempercepat penyerapan kalor. Kipas
C2 dan C3 akan meniupkan udara bersuhu t
lingkungan) ke heatsink, sehingga udara yang keluar dari heatsink bersuhu t1. Kipas C
bersuhu t3 melalui coldsink, sehingga udara yang keluar
dari coldsink bersuhu t4. Seiiring waktu, t
t4 sehingga t3 = t4.
Gambar 4. Prinsip kerja elemen
Kabinet Pendingin A1 A2 B C3 C2 C1 t0 t0 t1 t3 t3 t4
Gambar 5. Skema perancangan
menunjukkan elemen peltier yang sedang dialiri arus listrik dan menimbulkan perbedaan suhu pada kedua interkoneksi. Interkoneksi yang dialiri arus dari n ke tipe-p akan menyerap kalor atau dengan kata lain menjadi dingin. Sedangkan, arus dari arah semikonduktor n akan membuang/mendisipasi kalor atau dengan kata lain menjadi panas. Interkoneksi antara semikonduktor pada elemen peltier terbuat dari konduktor yang menyebabkan arus dapat mengalir dalam dengan dioda yang interkoneksinya ) hanya membuat arus mengalir dalam
PERANCANGAN SISTEM Skema Perancangan Sistem
2 buah elemen peltier yang terdapat coldsink bekerja saat dicatu oleh tegangan dc 12 V. Saat elemen tersebut bekerja masing-masing sisi elemen akan membuang kalor dan melepas
akan memfokuskan pembuangan kalor akan memfokuskan penyerapan kalor. Kipas akan mempercepat pembuangan kalor akan mempercepat penyerapan kalor. Kipas akan meniupkan udara bersuhu t0 (suhu
, sehingga udara yang keluar dari . Kipas C1 akan meniupkan udara
, sehingga udara yang keluar . Seiiring waktu, t3 akan mencapai
Gambar 4. Prinsip kerja elemen Peltier
Kabinet Pendingin t1 3 t4 Keterangan: A1 = Coldsink 1 A2 = Coldsink 2 B = Heatsink C1 = Kipas 1 C2 = Kipas 2 C3 = Kipas 3 D = Elemen Peltier D
B. Blok Diagram Rangkaian
Diagram blok pada gambar 6 dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Sensor suhu berfungsi untuk membaca suhu dari kabinet pendingin kemudian meneruskan sinyal analog tersebut ke ADC.
2. ADC (Analog-to-Digital Converter) berfungsi untuk mengubah sinyal analog dari sensor suhu menjadi sinyal digital, kemudian meneruskan sinyal digital tersebut ke mikrokontroler.
3. Input disini adalah tombol “up” dan “down” untuk menaikkan atau menurunkan permintaan suhu minimum.
4. LCD (Liquid Crystal Display) akan menunjukkan berapa permintaan suhu minimum yang diatur melalui input (tombol “up” dan “down”).
5. Mikrokontroler berfungsi untuk memproses masukan dari ADC dan membandingkannya dengan input permintaan suhu minimum, menampilkan pembacaan suhu di dalam kabinet pendingin melalui 7-segment, mengendalikan kerja elemen peltier dan kipas dc berdasarkan perintah-perintah yang telah diprogram sebelumnya di dalam mikrokontroler. 6. Driver relay berfungsi sebagai rangkaian kopel
untuk mengendalikan aktif tidaknya kipas dc, yang dipicu dari sinyal output mikrokontroler.
7. Pada masing-masing heatsink dan coldsink yang di-
Gambar 6. Diagram blok sistem
Gambar 7. Rangkaian sensor dan pengkondisi sinyal
tempelkan pada elemen peltier, terdapat kipas dc yang berfungsi untuk mempercepat pembuangan dan penyerapan kalor.
C. Perancangan rangkaian tiap blok
Dari rangkaian sensor dan pengkondisi sinyal pada gambar 7, sensor yang digunakan adalah IC LM35DZ yang dapat mendeteksi perubahan suhu dan merubahnya menjadi sinyal listrik. Sinyal listrik ini kemudian dimasukan ke dalam IC ADC0804 untuk diubah menjadi sinyal digital 8-bit. Naik atau turunnya 1 bit dari keluaran ADC tergantung dari resolusi ADC. Resolusi ADC adalah berapa besar tegangan yang dibutuhkan untuk menaikan atau menurunkan 1 bit pada keluaran ADC. Untuk menaikkan 1 bit per derajat celcius, resolusi ADC harus diatur menjadi 10 mV.
Seperti dilihat pada gambar 8, mikrokontroler digunakan untuk memroses data dari ADC dan up/down counter. Kemudian sebagai output adalah tampilan pada LCD, 7-segment dan sistem pendingin elemen peltier. Data dari ADC dimasukan dalam port A, data dari up/down counter dimasukan dalam port B, untuk LCD dikendalikan dari port D, perintah kendali relay dari port B dan untuk tampilan 7-segment dari port C.
Rangkaian referensi suhu pada gambar 10 menggunakan 2 buah tombol push-on masing-masing untuk menaikkan dan menurunkan suhu referensi. Untuk membedakan kombinasi logika yang masuk dalam IC up-down counter CD4029, digunakan IC SN74LS00.
Gambar 8. Rangkaian mikrokontroler ATmega8535
PE Q4 J4 J1 Carry In Q1 Carry Out Vss A1 B1 Y1 A2 B2 Y2 Gnd A3 B3 Y3 A4 B4 Y4 Vcc 1 2 3 4 5 6 7 8 Gnd Trig Out Rst Vcc Dis Thres Control 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 1 2 3 4 5 6 7 8 SN74LS00 CD NE555 1kΩ 1kΩ Up Down LM7805 Vin Vout Gnd 1 2 3 +12V Gnd
Gambar 10. Rangkaian referensi suhu
V ss V c c V e e R s R w E D0 D1 D2 D3 D4 D5 D6 D7 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11121314 Ground +5Vdc PortD.0 PortD.1 PortD.2 PortD.4 PortD.5 PortD.6 PortD.7 LCD 2x16 karakter
Gambar 11. Rangkaian Tampilan LCD
Keluaran IC up-down counter CD4029 adalah sinyal digital 4-bit yang dimasukan ke mikrokontroler sebagai input pemilih suhu minimum. Sinyal denyut
untuk mengoperasikan pewaktuan pencacah CD4029, denyut ini disuplai oleh multivibrator NE555.
Tampilan LCD pada gambar 11
bentuk kit dengan 16 pin. Pin-pin ini nantinya dihubungkan ke mikrokontroler sebagai
rangkaian input. Berdasarkan hubungan pin dari LCD ke mikrokontroler dapat diklasifikasikan sifat pin tersebut, dimana pin D4-D7 adalah sebagai data, pin
kontrol dan pin 1-3 adalah catu daya. Pin
adalah kaki anoda dan katoda dari LED yang menentukan tingkat kecerahan dari LCD.
Untuk menampilkan suhu di dalam kabinet pendingin, digunakan 3 buah 7-segment dimana 2 buah 7 segment digunakan untuk menampilkan angka 0 sampai
Carry In Carry Out B/D U/D Q2 J2 J3 Q3 Clk Vdd 9 10 11 12 13 14 15 16 CD4029 10kΩ 100 kΩ 10µF PortB.1 PortB.2 PortB.3 PortB.4
Rangkaian referensi suhu
LE D + LE D -1415 16 . Rangkaian Tampilan LCD CD4029 adalah sinyal bit yang dimasukan ke mikrokontroler sebagai denyut dibutuhkan untuk mengoperasikan pewaktuan pencacah CD4029,
h multivibrator NE555.
telah menjadi pin ini nantinya dihubungkan ke mikrokontroler sebagai monitor dari
. Berdasarkan hubungan pin dari LCD ke sifat pin tersebut, D7 adalah sebagai data, pin 4-6 adalah adalah catu daya. Pin 15 dan 16 adalah kaki anoda dan katoda dari LED yang menentukan Untuk menampilkan suhu di dalam kabinet dimana 2 buah 7-digunakan untuk menampilkan angka 0 sampai
Gambar 12. Rangkaian Driver Relay TABEL
PENGUJIAN CATU DAYA
VOUT /V (Tanpa Beban) VOUT /V (Dengan Beban) 12,00 11,99 11,99 11,97 12,01 11,98 12,01 11,99 12,00 11,98
Gambar 13. Karakteristik Keluaran LM35
99, dan 1 buah 7-segment menampilkan satuan derajat celsius
9. 2 buah 7-segment yang digunakan untuk menampilkan angka masing-masing dihubungkan dengan IC decoder BCD-ke-7-segment SN74LS47, untuk mengkonversi bilangan BCD dari mikrokontro
angka pada 7-segment. Pada setiap masukan
dihubungkan resistor 1 kΩ secara seri untuk membatasi tegangan pada LED dalam segment tersebut.
Pada gambar 12, perintah dari mikrokontroler dimasukkan terlebih dahulu ke dalam rangkaian berupa kombinasi transistor
fungsinya adalah untuk mengendalikan kerja kipas di dalam kabinet. Berdasarkan gambar 12 juga
dimana digunakan satu buah sebagai switch pada kipas.
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 0 2 4 6 8 10121416 K el u a ra n L M 3 5 ( m V )
Suhu padaTermometer Digital (oC)
Karakteristik Keluaran LM35 Gambar 12. Rangkaian Driver Relay
TABEL I PENGUJIAN CATU DAYA
I /A (Arus) P /W (Daya) η /% (Efisiensi) 5,65 67,74 99,91 5,70 68,23 99,83 5,68 68,05 99,75 5,68 68,10 99,83 5,69 68,22 99,83
Gambar 13. Karakteristik Keluaran LM35
segment digunakan hanya untuk menampilkan satuan derajat celsius seperti pada gambar yang digunakan untuk menampilkan masing dihubungkan dengan IC decoder SN74LS47, untuk mengkonversi bilangan BCD dari mikrokontroler menjadi tampilan . Pada setiap masukan segment
Ω secara seri untuk membatasi tegangan pada LED dalam segment tersebut.
perintah dari mikrokontroler dimasukkan terlebih dahulu ke dalam rangkaian driver berupa kombinasi transistor switching dan relay, dimana ntuk mengendalikan kerja kipas di . Berdasarkan gambar 12 juga dapat dilihat unakan satu buah driver relay yang digunakan
16182022242628303234363840 Suhu padaTermometer Digital (oC)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengujian Catu Daya
Untuk menguji catu daya, dilakukan 5 kali pengukuran pada tegangan dan arus keluaran. Untuk pengukuran tegangan dilakukan pengukuran saat tanpa beban dan saat diberikan beban. Tujuan dari pengujian catu daya ini adalah untuk mengetahui efisiensi dari catu daya.
Berdasarkan hasil pengujian, tingkat efisiensi daya berkisar antara 99,75% – 99,91%, mengingat tidak ada catu daya yang sempurna atau memiliki tingkat efisiensi 100%.
B. Pengujian Sensor Suhu
Untuk menguji sensor suhu, dilakukan perbandingan antara termometer digital yang telah ditera terhadap IC sensor suhu LM35. Pengujian dilakukan pada kisaran suhu 10 oC – 40 oC. Keluaran IC sensor suhu LM35 adalah tegangan dc sebesar 10 mV/oC, oleh karena i pada sensor dapat ditentukan melalui VOUT
C. Pengujian Rangkaian ADC
Untuk menguji rangkaian ADC, masukan analog diberikan oleh keluaran IC sensor LM35, oleh karena itu kisaran tegangan analog adalah 298 mV
Keluaran dari rangkaian ADC telah dimasukkan ke dalam mikrokontroler sehingga dapat ditampilkan melalui tampilan 7-segment, oleh karena itu hasil konversi ADC dapat langsung dibaca melalui tampilan
sehingga pengujian dapat dilakukan dengan membaca langsung hasil pada tampilan 7-segment
LM35 diberikan variasi suhu. Keluaran ADC adalah tegangan dc dengan 2 keadaan yaitu 5 V saat logika “1” dan 0 V saat logika “0”.
TABEL II
PENGUJIAN RANGKAIAN ADC
VOUT (IC Sens or LM3 5) Keluaran ADC DB 0 DB 1 DB 2 DB 3 DB 4 DB 5 DB 6 298 0 1 1 1 1 0 0 309 1 1 1 1 1 0 0 318 0 0 0 0 0 1 0 328 1 0 0 0 0 1 0 339 0 1 0 0 0 1 0 348 1 1 0 0 0 1 0 359 0 0 1 0 0 1 0 369 1 0 1 0 0 1 0 379 0 1 1 0 0 1 0 388 1 1 1 0 0 1 0 398 0 0 0 1 0 1 0
HASIL DAN PEMBAHASAN
Untuk menguji catu daya, dilakukan 5 kali pengukuran pada tegangan dan arus keluaran. Untuk pengukuran tegangan dilakukan pengukuran saat tanpa beban dan saat diberikan beban. Tujuan dari pengujian catu daya ini adalah untuk mengetahui efisiensi dari catu Berdasarkan hasil pengujian, tingkat efisiensi catu , mengingat tidak ada catu daya yang sempurna atau memiliki tingkat
Untuk menguji sensor suhu, dilakukan perbandingan antara termometer digital yang telah ditera terhadap IC sensor suhu LM35. Pengujian dilakukan pada kisaran C. Keluaran IC sensor suhu LM35 C, oleh karena itu T
OUT sensor/10mV.
Untuk menguji rangkaian ADC, masukan analog diberikan oleh keluaran IC sensor LM35, oleh karena itu kisaran tegangan analog adalah 298 mV – 398 mV. Keluaran dari rangkaian ADC telah dimasukkan ke dalam mikrokontroler sehingga dapat ditampilkan melalui h karena itu hasil konversi ADC dapat langsung dibaca melalui tampilan 7-segment, sehingga pengujian dapat dilakukan dengan membaca segment saat IC sensor LM35 diberikan variasi suhu. Keluaran ADC adalah gangan dc dengan 2 keadaan yaitu 5 V saat logika “1”
PENGUJIAN RANGKAIAN ADC
Konver si Biner ke Desim al DB 6 DB 7 0 0 30 0 0 31 0 0 32 0 0 33 0 0 34 0 0 35 0 0 36 0 0 37 0 0 38 0 0 39 0 0 40
D. Pengujian Sistem Pendingin
Pengujian sistem pendingin dilakukan pada saat tidak ada beban pendinginan (kabinet kosong), dan pada air dengan tiga massa berbeda, masing
dan 500 gr. Dimana pengujian dilakukan selama 60 m untuk masing-masing sampel
penulis didapat berdasarkan, 1. Suhu minimum,
a. saat kosong (tidak ada beban) adalah 19 b. dengan air bermassa 100 gr adalah 22 c. dengan air bermassa 200 gr adalah 23 d. dengan air bermassa 500 gr adalah 23 2. Penurunan suhu yang paling signifikan terjadi
antara menit 0 – 20,
a. saat kosong (tidak ada beban) sebesar 7 b. dengan air bermassa 100 gr sebesar 4 c. dengan air bermassa 200 gr sebesar 2 d. dengan air bermassa 500 gr sebesar 2
V. KESIMPULAN
Setelah melakukan pengujian, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Suhu minimum yang dapat dicapai sistem pendingin bergantung pada beban yang diberikan, dimana saat kosong suhu minimum adalah 19
bermassa 100 gr suhu minimum adalah 22 dengan air bermassa 200 gr suhu minimum adalah 23oC, dengan air bermassa 500
adalah 23oC.
TABEL
PENGUJIAN SISTEM PENDINGIN
No. t / menit Kosong 1. 0 28 2. 10 25 3. 20 21 4. 30 20 5. 40 19 6. 50 19 7. 60 19
Gambar 14. Penurunan Suhu Untuk 4 Keadaan Beban 0 5 10 15 20 25 30 0 10 20 30 40 S u h u ( o C ) Waktu (menit)
Pengujian Sistem Pendingin
sistem pendingin dilakukan pada saat tidak ada beban pendinginan (kabinet kosong), dan pada air dengan tiga massa berbeda, masing-masing 100 gr, 200 gr dan 500 gr. Dimana pengujian dilakukan selama 60 menit masing sampel. Kesimpulan sementara
saat kosong (tidak ada beban) adalah 19oC dengan air bermassa 100 gr adalah 22oC dengan air bermassa 200 gr adalah 23oC dengan air bermassa 500 gr adalah 23oC Penurunan suhu yang paling signifikan terjadi
20,
saat kosong (tidak ada beban) sebesar 7oC dengan air bermassa 100 gr sebesar 4oC dengan air bermassa 200 gr sebesar 2oC dengan air bermassa 500 gr sebesar 2oC
KESIMPULAN
Setelah melakukan pengujian, dapat disimpulkan sebagai minimum yang dapat dicapai sistem pendingin bergantung pada beban yang diberikan, dimana saat kosong suhu minimum adalah 19oC, dengan air bermassa 100 gr suhu minimum adalah 22oC, dengan air bermassa 200 gr suhu minimum adalah C, dengan air bermassa 500 gr suhu minimum
TABEL III
PENGUJIAN SISTEM PENDINGIN
Tn / oC Air 100 gr 200 gr 500 gr 28 28 28 25 27 27 24 26 26 23 25 25 22 24 25 22 24 24 22 23 23
Gambar 14. Penurunan Suhu Untuk 4 Keadaan Beban 40 50 60 Waktu (menit) 100 gr 200 gr 500 gr Kosong
2. Penurunan suhu yang paling signifikan terjadi selama 20 menit dari saat sistem diaktifkan, dimana saat kosong sebesar 7oC, dengan air bermassa 100 gr sebesar 4oC, dengan air bermassa 200 gr sebesar 2oC, dan dengan air bermassa 500 gr sebesar 2oC. 3. Setelah 20 menit, suhu akan turun + 1oC per 10
menit sampai suhu konstan pada menit ke 60. DAFTAR PUSTAKA
[1] W. Arismunandar, Penyegaran Udara, Bandung, 1995.
[2] F. J. Blatt, Physics of Electronic Conduction in Solids, New York 2000.
[3] H. J.Goldsmid, Introduction to Thermoelectricity, London, 2009. [4] I. M. Gottlieb, Catu Daya-Switching Regulator, Jakarta, 1992 [5] K. Handoko, Lemari Es, Jakarta, 1981.
[6] S. Hasan, Sistem Refrigerasi dan Tata Udara Jilid 1, Direktorat Pembinaan SMK, Bandung, 2008.
[7] K. F. Ibrahim, Teknik Digital, Yogyakarta, 1996.
[8] J. H. Lienhard, A Heat Transfer Textbook Third Edition, Cambridge, 2008
[9] A. K. Maini, Digital Electronics, West Sussex, 2007. [10] S. Rangkuti, Mikrokontroler ATMEL AVR, Bandung, 2010. [11] S. Wasito, Vademekum Elektronika, Jakarta, 1984. [12] D. L. Tobing, Fisika Dasar 1, Jakarta, 1996. [13] R. J. Traister, Proyek IC 555, Jakarta, 1987.
[14] A. Winoto, Mikrokontroler AVR ATmega8/16/32/8535 dan Pemrogramannya dengan Bahasa C pada WinAVR, Bandung, 2010.