• Tidak ada hasil yang ditemukan

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1 pada Jurusan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1 pada Jurusan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan."

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MENURUT POLYA DALAM PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING

BERDASARKAN GAYA BERPIKIR GREGORC SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 GONDANG TAHUN AJARAN 2016/2017

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1 pada Jurusan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Oleh:

WIBRIKA KURNIAWATI A410130199

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

(2)

HALAMAN PERSETUJUAN

ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MENURUT POLYA DALAM PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING BERDASARKAN GAYA BERPIKIR GREGORC SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 GONDANG TAHUN

AJARAN 2016/2017

PUBLIKASI ILMIAH

oleh:

WIBRIKA KURNIAWATI A410130199

Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh:

Dosen Pembimbing

Dr. Sumardi, M.Si NIDN. 0008035301

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MENURUT POLYA DALAM PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING BERDASARKAN GAYA BERPIKIR GREGORC SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 GONDANG TAHUN

AJARAN 2016/2017

OLEH

WIBRIKA KURNIAWATI A410130199

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Muhammadiyah Surakarta Pada hari ………, ………. 2017 dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Dewan Penguji

1. Dr. Sumardi,M.Si (………)

2. Masduki, M.Si (………)

3. Prof. Dr. Budi Murtiyasa, M.Kom (………)

Dekan,

Prof. Dr. Harun Joko Prayitno, M. Hum. NIP. 19650428 199303 1 001

(4)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya di atas, maka akan saya pertanggungjawabkan sepenuhnya.

Surakarta, ………. 2017 Penulis

WIBRIKA KURNIAWATI A410130199

(5)

ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MENURUT POLYA DALAM PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING

BERDASARKAN GAYA BERPIKIR GREGORC SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 GONDANG TAHUN AJARAN 2016/2017

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah menurut Polya ditinjau dari gaya berpikir Gregorc dengan kategori sekuensial konkret, sekuensial abstrak, acak konkret dan acak abstrak dalam model problem based learning. Jenis penelitian adalah kualitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah satu siswa dari masing-masing gaya berpikir. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah angket, tes dan wawancara. Teknik analisis data dalam penelitian ini meliputi reduksi data, penyajian data dan menarik kesimpulan dan verifikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1)Siswa sekuensial konkret, memahami masalah dengan menulis apa yang diketahui dan ditanyakan serta mengucapkannya dengan mengikuti informasi pada soal tanpa menganalisisnya, hanya mampu membuat satu rencana penyelesaian, mampu menuliskan langkah pengerjaan secara lengkap dan mengecek kembali jawaban. (2) Siswa sekuensial abstrak, memahami masalah dengan tidak menuliskan apa yang diketahui dan ditanyakan serta mengucapkannya dengan menganalisis menggunakan kata-katanya sendiri, mampu membuat lebih dari satu rencana penyelesaian, mampu menuliskan langkah pengerjaan secara lengkap dan mengecek kembali jawaban. (3) Siswa acak konkret, memahami masalah dengan menulis apa yang diketahui dan ditanyakan serta mengucapkannya dengan mengikuti informasi pada soal tanpa menganalisisnya, hanya mampu membuat satu rencana penyelesaian, cenderung kurang lengkap dalam menuliskan langkah pengerjaan dan tidak melakukan pengecekan kembali setelah selesai mengerjakan. (4) Siswa acak abstrak dalam memahami masalah cenderung tidak menuliskan apa yang diketahui dan ditanyakan serta mengucapkannya dengan menganalisis menggunakan kata-katanya sendiri, mampu membuat lebih dari satu rencana penyelesaian, cenderung kurang lengkap dalam menuliskan langkah pengerjaan dan mengecek kembali jawaban.

Kata Kunci: gaya berpikir, kemampuan, pemecahan masalah, problem based learning.

Abstract

This study aims to describe the problem solving skill of students in terms of thinking style with a category sequential concrete, sequential abstract, random concrete and random abstract with the model of problem based learning. This type of research is qualitative. The subject of research are one students for each style. The technique of data collection of research are questionnaire, test and interviews. The data analyze of research are data reduction, data presentation and get conclusion

(6)

and verification. The results showed that: (1) Students of sequential concrete, understand the problem by writing what is know and ask as well as speak it by following the information in question without analyzing, only able to make one settlement plan, able to write a complete processing step and rechecking the answers. (2) Students of sequential abstract, understand the problem doesn’t write what is known and asked as well as speak it by analyzing using his own words, able to make more than one settlement plan, able to write a complete processing step and rechecking the answers. (3) Students of random concrete, understand the problem by writing what is know and ask as well as speak it by following the information in question without analyzing, only able to make one settlement plan, inclined to be less complete to write processing step and doesn’t check back after completion of work. (4) Students of random abstract, understand the problem doesn’t write what is known and asked as well as speak it by analyzing using his own words, able to make more than one settlement plan, able to write a complete processing step and rechecking the answers.

Keywords: thinking style, ability, problem solving, problem based learning 1. PENDAHULUAN

Matematika erat kaitannya dengan kegiatan pemecahan masalah. Menurut Polya (2004:6) tahap pemecahan masalah meliputi: (1) memahami masalah, (2) membuat rencana penyelesaian, (3) melaksanakan rencana, dan (4) melihat kembali. Siswa yang dapat menerapkan keempat tahap tersebut akan mencapai proses belajar yang baik yang pada akhirnya memberikan hasil yang baik pula. Sayangnya tingkat kemampuan siswa di Indonesia dalam memecahkan masalah masih tergolong rendah.

Rendahnya tingkat kemampuan pemecahan masalah ini dapat dilihat dari tes yang dilakukan oleh Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) dan Program International Student Assesment (PISA). Laporan TIMSS pada tahun 2011 dalam Kemendikbud menunjukkan bahwa Indonesia berada pada urutan ke 38 dari 42 negara dengan rata-rata skor 386. Sedangkan pada laporan PISA tahun 2012 dalam OECD, rata-rata skor matematika yang dimiliki oleh Indonesia adalah 375 dan menempatkannya pada urutan ke 64 dari 65 negara yang mengikuti. Hal ini bukanlah termasuk prestasi yang membanggakan karena Indonesia menempati urutan lima terbawah pada TIMSS dan dua terbawah pada PISA.

(7)

Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa di SMP Negeri 1 Gondang masih tergolong rendah. Hal ini didukung oleh hasil wawancara dengan salah satu guru matematika kelas VII yang menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah siswa masih kurang. Ketika diberikan soal siswa masih harus dituntun dengan memberikan rambu–rambu cara penyelesaiannya. Kurang dari 50% siswa yang dapat membuat rencana dengan baik. Pada saat melakukan perhitungan baru sekitar 60% yang dapat menyelesaikan dengan baik. Hanya pada tahap memahami masalah saja yang sudah hampir dikuasai oleh sebagian besar siswa. Ketika selesai mengerjakan sebagian besar tidak melakukan pengecekan kembali. Mereka cenderung mengecek hasilnya jika masih ada waktu yang tersisa.

Gaya berfikir adalah gaya yang digunakan oleh seseorang dalam mengolah informasi yang telah didapatkan pada saat melakukan pengamatan dan aktivitas mental di bidang kognitif. Gregorc dalam dePotter terjemahan Nilandari (2013:124) membedakan gaya berpikir menjadi empat macam yaitu acak konkret (AK), acak abstrak (AA), sekuensial konkret (SK) dan sekuensial abstrak (SA). Gaya berfikir mempengaruhi keberhasilan siswa dalam memecahkan masalah. Siswa yang dapat menemukan gaya berpikirnya sendiri akan dapat mengambil langkah yang diperlukan sehingga dapat belajar dengan lebih mudah, cepat dan efektif dalam memahami dan menyelesaikan masalah.

Selain memahami gaya berpikir siswa, pemilihan model pembelajaran yang tepat juga dapat dilakukan oleh guru untuk lebih mengoptimalkan keterampilan siswa dalam menguasai kemampuan pemecahan masalah. Keterampilan ini menjadi salah satu keterampilan penting untuk menghadapi era informasi seperti sekarang ini dimana menjadi modal yang sangat dibutuhkan untuk dapat berkompetisi dalam masyarakat global dengan segala kemajuannya. Oleh karena itu, siswa dituntut untuk dapat bernalar secara efektif sehingga dapat membuat pilihan dan mengambil keputusan yang tepat serta inovatif dalam menyelesaikan masalah yang ada. Salah satu model pembelajaran yang tepat untuk digunakan adalah problem based learning yang memiliki karakteristik yang dimulai dan berpusat pada masalah. Hal ini sesuai dengan

(8)

pendapat Rusmono (2012:74) yang mengemukakan bahwa ciri – ciri PBL adalah (1)menggunakan permasalahan yang terdapat dalam dunia nyata, (2)penyelesaian masalah sebagai pusat pembelajaran, (3)siswa menentukan tujuan pembelajaran dan (4) guru berperan sebagai fasilitator. Hal ini sesuai dengan penelitian Jabbari et al (2012:32) yang menyatakan bahwa PBL dapat dipandang sebagai metode mendidik yang efektif untuk menumbuhkan pengetahuan dan keterampilan pemecahan masalah.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, kurangnya kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah masih perlu dikaji lebih lanjut terutama mengenai bagaimana kemampuan pemecahan masalah untuk siswa dengan gaya berpikir yang berbeda. Penelitian ini menggunakan tahap pemecahan masalah menurut Polya dan gaya berpikir Gregorc melalui pembelajaran problem based learning agar kemampuan pemecahan masalah dapat dideskripsikan dengan lebih baik. Penelitian ini mengacu pada rumusan masalah, bagaimana deskripsi kemampuan pemecahan masalah menurut Polya dalam pembelajaran problem based learning berdasarkan gaya berpikir Gregorc. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan pemecahan masalah menurut Polya dalam pembelajaranproblem based learningberdasarkan gaya berpikir Gregorc.

2. METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 Gondang pada semester genap tahun ajaran 2016/2017. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VII A yang ada di SMP Negeri 1 Gondang yang berjumlah 32 siswa.

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah angket untuk mengetahui kategori gaya berpikir siswa, tes untuk menganalisis deskripsi kemampuan pemecahan masalah dan wawancara untuk mendalami kemampuan pemecahan masalah berdasarkan gaya berpikir siswa. Teknik analisis data dalam penelitian ini meliputi reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan dan verifikasi.

(9)

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil angket yang telah disebarkan menunjukkan bahwa gaya berpikir yang dominan dari 32 siswa di kelas VII A SMP Negeri 1 Gondang adalah gaya berpikir sekuensial konkret dan acak abstrak. Penjabarannya dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1 Gaya Berpikir Siswa

Gaya Berpikir Jumlah Siswa Persentase Sekuensial konkret (SK) 12 37,5 % Sekuensial abstrak (SA) 4 12,5 %

Acak konkret (AK) 4 12,5 %

Acak abstrak (AA) 12 37,5 %

Kemampuan pemecahan masalah yang baik adalah kemampuan pemecahan masalah yang diawali dengan memahami masalah. Berdasarkan pemahaman tersebut siswa dituntut untuk dapat membuat rencana dan melaksanakan penyelesaian sesuai rencana. Langkah terakhir yang harus dilakukan adalah melihat kembali yang dapat digunakan untuk mengetahui apakah jawaban yang telah dikerjakan sudah benar. Apabila semua langkah telah dikerjakan maka siswa dikatakan telah mempunyai kemampuan pemecahan masalah yang baik. Hal ini sejalan dengan penelitian Brijlal (2015) yang menyatakan bahwa pembelajar yang sukses melihat pertanyaan dengan memahami, merancang sebuah rencana, mengkomunikasikan bagaimana melaksanakan rencana dan terakhir, dalam suatu kasus, mereka melihat kembali. Penjabaran dari siswa yang melakukan setiap tahap pemecahan masalah untuk setiap nomor soal dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2 Kemampuan pemecahan masalah Tahap Pemecahan Masalah Soal 1 Persentase Soal 1 Soal 2 Persentase Soal 2 Soal 3 Persentase Soal 3 Memahami Masalah 19 59,37 % 11 34,37 % 14 43,75 % Membuat Rencana 28 87,5 % 30 93,75 % 31 96,87 % Melaksanakan Rencana 32 100 % 32 100 % 32 100 %

(10)

1. Gaya Berpikir Sekuensial Konkret

Gambar 1 Jawaban Subjek DFK Nomor 1

Gambar 1 merupakan salah satu contoh pengerjaan DFK yang memiliki gaya berpikir sekuensial konkret. Berdasarkan analisis terhadap hasil tes, dapat diketahui bahwa DFK mampu memahami masalah dengan menuliskan apa yang diketahui dan ditanyakan dari soal secara tepat. Pada waktu wawancara, subjek mengucapkan apa yang diketahui dan ditanyakan dengan mengikuti informasi yang ada pada soal tanpa menganalisisnya menggunakan kata-kata sendiri. Hal ini sejalan dengan penelitian Bancong (2014) yang menunjukkan bahwa secara kecenderungan dari 4 permasalahan yang diberikan, S1 yang memiliki gaya berpikir SK mengucapkan apa yang diketahui dan ditanyakan dengan mengikuti informasi yang ada pada soal tanpa menganalisisnya.

Subjek DFK mampu membuat rencana dengan menuliskan rumus atau model matematikanya. Berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa subjek mempertimbangkan soal serupa yang pernah diketahui sebelumnya. Subjek tidak mengetahui konsep apa yang ia gunakan pada soal yang telah dikerjakan. Meskipun begitu, subjek mampu. Selain itu, dari setiap soal yang diberikan subjek hanya mampu membuat satu rencana penyelesaian karena tidak mengetahui cara lain untuk membuat model matematika dari soal tersebut.

(11)

Pada tahap melaksanakan rencana, DFK benar-benar memahami cara mengerjakan sesuai dengan apa yang dituliskan pada lembar jawab. Subjek mengucapkan langkah pengerjaan pada ketiga soal yang ada secara runtut dan lengkap. Selain itu, subjek mampu melakukan semua perhitungan yang diperlukan dan jawabannya benar.

Berdasarkan hasil wawancara, DFK melaksanakan tahap melihat kembali dengan meyakini kebenaran jawaban yang telah dikerjakan karena telah sesuai dengan apa yang ada dipikirannya dan apa yang telah diajarkan. Subjek cenderung bertanya pada diri sendiri mengenai kebenaran jawaban yang ditulis. Subjek mengecek ulang jawaban dengan mengecek langkah demi langkah yang telah dikerjakan dari awal hingga akhir. Hal ini sejalan dengan penelitian Ergene (2016) yang menyatakan bahwa setelah peserta mendapatkan hasilnya, mereka melakukan pengendalian proses dari awal solusi sampai akhir solusi. Selain itu, sejalan juga dengan penelitian Marlina (2013) yang menyatakan bahwa dalam pengecekan kembali hasil kerjanya. Siswa telah memeriksa kembali hasil kerjanya, siswa telah memeriksa kembali kebenaran hasil kerjanya pada setiap langkah dengan soal yang diinginkan. Subjek tidak mempunyai alternatif jawaban yang lain yang bisa digunakan untuk mencocokkan hasil perhitungan yang telah didapatkan.

2. Gaya Berpikir Sekuensial Abstrak

Gambar 2 Jawaban Subjek HL Nomor 3

Gambar 2 merupakan salah satu contoh pengerjaan HL yang memiliki gaya berpikir sekuensial abstrak. Berdasarkan analisis terhadap hasil tes, dapat diketahui bahwa HL tidak menuliskan apa yang diketahui dan ditanyakan pada ketiga soal yang dikerjakan. Meskipun begitu, pada waktu wawancara, subjek mampu menjelaskan maksud soal dengan benar. subjek mengucapkan apa yang

(12)

diketahui dan ditanyakan dengan menganalisis menggunakan kata-katanya sendiri. Meskipun apa yang diucapkannya tidak lengkap tetapi sudah menggambarkan keseluruhan soal. Berdasarkan penjabaran di atas dapat dikatakan bahwa subjek benar-benar mampu memahami soal meskipun tidak menuliskannya pada lembar jawab.

Subjek HL mampu membuat rencana dengan menuliskan rumus yang digunakan dalam mengerjakan soal. Berdasarkan hasil wawancara, dapat diketahui bahwa subjek mempertimbangkan soal serupa yang pernah diketahui sebelumnya. Subjek mengetahui dengan pasti konsep apa yang ia gunakan untuk menyelesaikan soal. Ketika ditanya mengenai model matematika, subjek justru menjelaskan hingga penyelesaiannya. Subjek mampu membuat lebih dari satu rencana penyelesaian. Hal ini ditunjukkan dari subjek yang mengetahui cara lain untuk membuat model matematika dari soal. Sejalan dengan penelitian Subaer (2015) yang menyatakan bahwa mahasiswa dengan gaya berpikir SA selalu memiliki penyelesaian masalah lebih dari satu. S2 mampu membuat perencanaan penyelesaian masalah yang berbeda-beda.

Pada tahap melaksanakan rencana, HL benar-benar memahami cara mengerjakan sesuai dengan apa yang dituliskan pada lembar jawab. Langkah pengerjaan diucapkan secara runtut dan lengkap. Selain itu, subjek mampu melakukan semua perhitungan yang diperlukan dan jawabannya benar.

HL melaksanakan tahap melihat kembali dengan meyakini kebenaran jawaban yang telah dikerjakan karena mengetahui dengan pasti konsep dan rumus yang ia gunakan. Pada ketiga soal yang dikerjakan, subjek selalu bertanya pada diri sendiri mengenai kebenaran jawaban yang ditulis. Hal ini sejalan dengan penelitian Fitrianti dkk (2016) yang menyatakan bahwa subjek mengecek kebenaran langkah penyelesaian, mula-mula ia bertanya pada diri sendiri karena merasakan mungkin soal tidak sesuai dengan langkah kerja yang ingin dicapai dan mengecek kebenaran langkah dengan menggunakan pemisalan untuk mengarahkan lebih pemahamannya terhadap soal. Selain itu, subjek mengecek jawaban dengan menghitung ulang dari awal sampai akhir. Subjek

(13)

selalu mempunyai alternatif jawaban yang lain yang bisa digunakan untuk mencocokkan hasil perhitungan yang telah didapatkan.

3. Gaya Berpikir Acak Konkret

Gambar 3 Jawaban Subjek LM Nomor 3

Gambar 3 merupakan salah satu contoh pengerjaan LM yang memiliki gaya berpikir acak konkret. Berdasarkan analisis terhadap hasil tes, dapat diketahui bahwa LM mampu memahami masalah dengan menggambarkan grafik yang diketahui dan menulis apa yang ditanyakan dari soal secara tepat. Berdasarkan hasil wawancara, subjek mengucapkan apa yang diketahui dan ditanyakan dengan mengikuti informasi yang ada pada soal secara acak tanpa menganalisisnya menggunakan kata-katanya sendiri. Hal ini sejalan dengan penelitian Bancong (2014) yang menyatakan bahwa peserta didik yang memiliki gaya berpikir AK dalam memahami masalah mengucapkan fakta yang diketahui dan apa yang ditanyakan dari permasalahan secara lengkap dan acak.

Subjek LM mampu membuat rencana dengan menuliskan cara yang digunakan dalam mengerjakan soal. Berdasarkan hasil wawancara, subjek mengerjakan soal tanpa mempertimbangkan soal serupa yang pernah diketahui sebelumnya. Selain itu, hanya mampu membuat satu rencana penyelesaian. Hal ini dapat dilihat dari subjek yang tidak mengetahui cara lain untuk membuat model matematikanya. Hal ini sejalan dengan penelitian Subaer (2015) yang

(14)

menyatakan bahwa pada soal penemuan S3 (acak konkret) hanya mampu membuat satu perencanaan penyelesaian masalah.

Subjek mengetahui dengan pasti konsep yang ia gunakan tetapi salah dalam menerapkannya. Berdasarkan jawaban terlihat bahwa subjek tidak menggunakan proses berpikir matematisnya karena tidak menggunakan rumus atau menuliskan simbol matematika yang seharusnya digunakan. Hal ini sejalan dengan penelitian Phonapichat (2014) yang menyatakan bahwa ketika siswa tidak memahami masalah, kemungkinan besar menebak tanpa menggunakan proses berpikir matematis, tidak dapat menemukan apa yang harus diasumsikan, informasi apa yang harus diselesaikan dari masalah dan kesulitan dalam memahami kata kunci yang muncul dalam masalah sehingga tidak bisa menafsirkannya menjadi simbol.

Pada tahap melaksanakan rencana, subjek menyelesaikan soal dengan menggunakan grafik yang terdapat pada soal. Sebjek tidak menggunakan rumus apapun dalam menyelesaikan soal ini. Subjek hanya menganalisis grafik yang ada pada soal sehingga menemukan jawabannya. Subjek tidak menggunakan langkah-langkah pengerjaan sesuai kunci jawaban peneliti meskipun jawabannya benar. Berdasarkan jawaban subjek yang tertulis dalam lembar jawab terlihat bahwa subjek sudah melaksanakan perhitungan tanpa membuat rencana dan hasilnya benar.

LM melaksanakan tahap melihat kembali hanya dengan meyakini kebenaran jawaban yang telah dikerjakan dan bertanya pada diri sendiri mengenai kebenaran jawaban yang ditulis. Subjek tidak memiliki alternative penyelesaian lain. Subjek tidak melakukan pengecekan kembali jawaban setelah selesai mengerjakan. Hal ini sejalan dengan penelitian Sukoriyanto (2016) yang menyatakan bahwa siswa telah memahami masalah, telah mampu menyusun rencana dan telah mampu menerapkan pemecahan masalah, namun para siswa tidak mengecek kembali masalah yang diberikan. Masalah yang diberikan adalah mencari jumlah kata, tetapi jawaban siswa masih menggunakan rumusnya. Hal ini menunjukkan bahwa siswa tetap cenderung tidak melakukan

(15)

4. Gaya Berpikir Acak Abstrak

Gambar 4 Jawaban Subjek ANR Nomor 2

Gambar 4 merupakan salah satu contoh pengerjaan ANR yang memiliki gaya berpikir acak abstrak. Berdasarkan analisis terhadap hasil tes subjek tidak menuliskan apa yang diketahui dan ditanyakan. Berdasarkan hasil wawancara, dapat diketahui bahwa ANR mampu memahami masalah dengan menjelaskan maksud pada soal secara benar meskipun tidak lengkap. Selain itu, subjek mengucapkan apa yang diketahui dan ditanyakan menggunakan kata-katanya sendiri dengan menganalisis informasi yang ada pada soal.

Subjek ANR mampu membuat rencana dengan menuliskan rumus yang digunakan dalam mengerjakan soal. Berdasarkan hasil wawancara, subjek mempertimbangkan soal serupa yang pernah diketahui sebelumnya. Subjek mengetahui konsep dan model matematika yang ia gunakan untuk menyelesaikan soal tetapi tidak menuliskan secara lengkap rumus yang digunakan karena terdapat rumus yang tidak diketahui. Hal ini sejalan dengan penelitian Mhlanga (2017) yang menyatakan bahwa dalam merencanakan langkah pemecahannya, subjek belum mengungkapkannya secara utuh dan lengkap. Ketika menemukan konsep atau aturan untuk memecahkan masalah, subjek belum menyebutkan semuanya. Ini menunjukkan bahwa pengetahuan yang dimiliki subjek terbatas, sehingga mereka belum menemukan hubungan yang tepat antara yang diketahui dan yang ditanyakan.

Pada tahap melaksanakan rencana, subjek kurang lengkap dalam menuliskan langkah pengerjaannya dan jawabannya kurang tepat. Meskipun

(16)

begitu, ANR memahami cara mengerjakan sesuai dengan apa yang dituliskan pada lembar jawab. Pada waktu wawancara subjek mengatakan bahwa ia telah melakukan semua proses perhitungan yang diperlukan tetapi terdapat satu langkah yang belum dilakukan. Subjek langsung memasukkan angka dan berdasarkan wawancara terlihat bahwa subjek salah dalam menafsirkan cara untuk mendapatkan unsur yang belum diketahui tersebut. Hal ini sejalan dengan penelitian Cruz (2014) yang menyatakan bahwa siswa gagal menerjemahkan masalah karena salah tafsir.

ANR melaksanakan tahap melihat kembali dengan meyakini kebenaran jawaban yang telah dikerjakan karena telah mengulangnya dengan menggunakan cara lain. Berdasarkan hasil wawancara, subjek selalu bertanya pada diri sendiri mengenai kebenaran jawaban yang ditulis. Subjek mengecek kembali jawaban dengan menggunakan alternatif penyelesaian yang lain. Subjek mempunyai alternatif jawaban lain yang bisa digunakan untuk mencocokkan hasil perhitungan yang telah didapatkan. Selain itu, terdapat coretan-coretan pada lembar jawab subjek yang menyangkut hasil pengerjaan yang membuktikan bahwa subjek melalui tahap melihat kembali. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Bancong (2014) yang menyatakan bahwa S4 (acak abstrak) memiliki cara lain untuk memperoleh hasil yang sama dan mengerjakannya pada lembar pekerjaan tertulis. S4 selalu mempunyai alternatif cara lain untuk memperoleh hasil yang sama pada setiap permasalahan yang diberikan.

4. SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan peneliti dapat menarik kesimpulan sebagai berikut.

a. Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa yang Memiliki Gaya Berpikir Sekuensial Konkret

Pada tahap memahami masalah, siswa menuliskan apa yang diketahui dan ditanyakan secara lengkap dan terurut serta mengucapkannya dengan mengikuti informasi tanpa menganalisisnya. Pada tahap membuat rencana, siswa mempertimbangkan soal serupa dan hanya mampu membuat

(17)

menuliskan langkah pengerjaan secara runtut dan lengkap dan mampu melakukan semua perhitungan yang diperlukan. Pada tahap melihat kembali, siswa mengecek ulang jawaban dan tidak mempunyai alternatif penyelesaian lain.

b. Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa yang Memiliki Gaya Berpikir Sekuensial Abstrak

Pada tahap memahami masalah, siswa tidak menuliskan apa yang diketahui dan ditanyakan serta mengucapkannya dengan menganalisis menggunakan kata-katanya sendiri. Pada tahap membuat rencana, siswa mempertimbangkan soal serupa dan selalu mampu membuat lebih dari satu rencana penyelesaian. Pada tahap melaksanakan rencana, siswa mampu menuliskan langkah pengerjaan secara runtut dan lengkap dan melakukan semua perhitungan yang diperlukan. Pada tahap melihat kembali, mengecek kembali jawaban dan selalu mempunyai alternatif penyelesaian lain.

c. Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa yang Memiliki Gaya Berpikir Acak Konkret

Pada tahap memahami masalah, siswa menuliskan apa yang diketahui dan ditanyakan serta mengucapkannya dengan mengikuti informasi secara acak tanpa menganalisisnya. Pada tahap membuat rencana, siswa tidak mempertimbangkan soal serupa dan hanya mampu membuat satu rencana penyelesaian. Pada tahap melaksanakan rencana, siswa cenderung kurang lengkap dalam menuliskan langkah pengerjaan dan kurang mampu melakukan semua perhitungan yang diperlukan. Pada tahap melihat kembali, siswa tidak mengecek jawaban dan tidak mempunyai alternatif penyelesaian lain.

d. Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa yang Memiliki Gaya Berpikir Acak Abstrak

Pada tahap memahami masalah, siswa cenderung tidak menuliskan apa yang diketahui dan ditanyakan serta mengucapkannya dengan menganalisis menggunakan kata-katanya sendiri. Pada tahap membuat rencana, siswa mempertimbangkan soal serupa dan cenderung mampu

(18)

membuat lebih dari satu rencana penyelesaian. Pada tahap melaksanakan rencana, siswa cenderung kurang lengkap dalam menuliskan langkah pengerjaan dan mampu melakukan semua perhitungan yang diperlukan. Pada tahap melihat kembali, siswa mengecek jawaban dan cenderung mempunyai alternatif penyelesaian lain.

DAFTAR PUSTAKA

Bancong, Hartono. 2014. “Studi Kualitatif Gaya Berpikir Peserta Didik dalam Memecahkan Masalah Fisika”. Berkala Fisika Indonesia, 6(1) : 11–17. Diakses 3 Oktober 2016.

Brijlall, Deonarain. 2015. “Exploring The Stages of Polya’s Problem Solving Model during Collaborative Learning: A Case of Fraction”. Kamla Raj, 11(3): 291-299. Diakses 20 Oktober 2016.

Cruz, Jes Kier and Minie Rose Lapinid. 2014. Proceedings from DLSU: Students’ Difficulties in Translating Worded Problems into Mathematical Symbols. Manila : De La Salle University. Diakses 18 Oktober 2016.

dePorter Bobbi dan Mike Hernacki. 2013.Quantum Learning. Bandung: Kaifa. Ergene Ozkan and Ali delice. 2016. “The Weakest Link of Polya’s Stages Through

Integral Problem Solving Process: What to Check”. BSRLM, 36(1) : 31-36. Diakses tanggal 18 Oktober 2016.

Fitrianti, Sutji R. dan Muh Rizal. 2016 . “ Analisis Metakognisi Siswa SMP Negeri 1 Boko dalam Memecahkan Masalah Matematika”. E-Journal Mitra Sains, 4(1) : 58-65. Diakses 10 Oktober 2016.

Jabbari, Hossein, Fariba Bakhshian, et al. 2012. “Lecture–Based Versus Problem-Based Learning Methods in Public Health Course for Medical Student”.RDME: 1(2):31-35. doi: 10.5681/rdme.2012.008. Diakses 3 Oktober 2016.

Kemendikbud. 2012. Kemampuan Matematika Siswa SMP Indonesia Menurut Bencmark International TIMSS 2011. Diakses 3 Oktober 2016.

Marlina, Leni. 2013. “Penerapan Langkah Polya dalam Menyelesaikan Soal Cerita Keliling dan Luas Persegi Panjang”. Jurnal Elektronik Pendidikan Matematika Tadulako, 1(1) : 43-52. Diakses 10 Oktober 2016.

Masrurotullaily, Hobri dan Suharto. 2013. “Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Keuangan Berdasarkan Model Polya Siswa SMK Negeri 6 Jember”.Kadikma, 4(2) : 129-138. Diakses 5 Oktober 2016.

Mhlanga, Mwirigi Timothy. 2017. “Student’s Critical Ability in Solving Mathematics Problem Based on Gender Differences”. IJSAC, 2(1) : 67-74. Diakses 20

(19)

OECD. 2012.PISA 2012 Result in Focus. Diakses 3 Oktober 2016.

Phonapichat, Prathana, Suwimon Wongwanich dan Siridej Sujiva. 2014. “An Analysis of Elementary School Students’ Difficulties in Mathematical Problem Solving”.ELSEVIER, 116 : 3169-3174. Diakses 10 Oktober 2016.

Polya, G. 2004.How to Solve It. New Jersey: Princeton University Press.

Rusmono. 2014. Strategi Pembelajaran dengan Problem Base Learning Itu Perlu. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia.

Subaer dan Hartono B. 2015. “Profil Kreativitas Mahasiswa Berdasarkan Gaya Berpikirnya dalam Memecahkan Masalah Fisika di Universitas Negeri Makassar”. Indonesian Journal of Applied Physics, 5(1) : 1-8. Diakses 3 Oktober 2016.

Sukoriyanto, et al. 2016. “Students’ Errors in Solving the Permutation and Combination Problems Based on Problem Solving Steps of Polya”. International Education Studies, 9(2) : 11-16. doi: 10.5539/ies.v9n2p11. Diakses 3 Oktober 2016.

Gambar

Tabel 2 Kemampuan pemecahan masalah Tahap Pemecahan
Gambar 1 Jawaban Subjek DFK Nomor 1
Gambar 2 Jawaban Subjek HL Nomor 3
Gambar 3 Jawaban Subjek LM Nomor 3
+2

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan produk video sebagai media pembelajaran yang efektif agar meningkatkan hasil belajar dan pengetahuan siswa

Berdasarkan hasil penelitian dengan signifikasi 5% diperoleh : (1) Ada pengaruh antara strategi discovery learning dan problem based learning terhadap hasil belajar

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa strategi Teams Games Tournaments memberikan pengaruh yang lebih signifikan terhadap hasil belajar matematika dibandingkan dengan

Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran melalui strategi Problem Based Learning menghasilkan hasil belajar yang lebih baik dibandingkan

Tujuan penelitian ini adalah Mengetahui tingkat penetahuan kesiapsiagaan dan pemahaman siswa pada bencana angin puting beliung, menggambarkan kelayakan media

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan kultur tunggal Phanerochaete chrysosporium dengan lama inkubasi 40 hari lebih optimal yaitu persebaran miselium yang

Subjek dengan kemampuan matematika rendah belum menunjukkan ketiga indikator berpikir kreatif, sehingga subjek masuk dalam tingkat 0 (tidak kreatif), yang mana subjek

Penelitian ini mengembangkan soal-soal matematika serupa TIMSS pada konten bilangan untuk mengukur kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah siswa kelas VIII dalam