• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI EKSPERIMENTAL PENGGUNAAN ANGKUR UJUNG PADA BALOK DENGAN LEMBAR GLASS FIBERS SEBAGAI PERKUATAN LENTUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI EKSPERIMENTAL PENGGUNAAN ANGKUR UJUNG PADA BALOK DENGAN LEMBAR GLASS FIBERS SEBAGAI PERKUATAN LENTUR"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI EKSPERIMENTAL PENGGUNAAN ANGKUR UJUNG PADA BALOK

DENGAN LEMBAR GLASS FIBERS SEBAGAI PERKUATAN LENTUR

I Ketut Sudarsana

Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik-Universitas Udayana, Bukit Jimbaran-Bali Email: civil2001ca@yahoo.com

ABSTRAK

Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukan bahwa fenomena kritis dalam penggunaan lembar FRP sebagai tulangan luar adalah debonding antara lembar FRP dan beton. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh angkur ujung terhadap perilaku runtuh dan kuat lentur balok beton bertulang dengan penambahan lembar Glass Fiber Reinforced Polimer (GFRP) tipe woven roving. Pengujian kuat lentur dilakukan terhadap benda uji balok beton bertulang dengan ukuran 100

×

150

×

1100 mm, di atas 2 tumpuan sederhana dan dibebani 2 beban terpusat pada jarak 300 mm dari masing-masing tumpuan. Benda uji dibuat dalam 5 perlakuan yaitu, balok tanpa penambahan lembar GFRP, balok dengan penambahan 2 lembar GFRP tanpa angkur ujung dan balok dengan penambahan 2 lembar GFRP dengan angkur ujung U-shape straps, bolt dan fasteners. Masing-masing perlakuan dibuat 3 buah benda uji. Adapun data yang diamati selama pengujian meliputi beban retak, pola retak, lebar retak, beban ultimit, lendutan dan mode keruntuhan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan pemasangan angkur ujung dapat mengubah titik awal terjadinya debonding lembar GFRP dari daerah cut-off point pada balok tanpa angkur ujung menjadi dibawah beban atau tengah bentang untuk balok dengan angkur ujung. Penggunaan angkur ujung dapat meningkatkan kuat lentur balok masing-masing sebesar 18.63%, 5.56% dan 10.13% untuk angkur jenis fastener, U-shape straps dan baut terhadap kuat lentur balok dengan penambahan 2 lembar GFRP tanpa angkur. Bila dibandingkan dengan balok kontrol (tanpa penambahan lembar GFRP) peningkatan kapasitas lenturnya sebesar 31.373% untuk angkur ujung jenis pengancing (fasteners), sedangkan untuk angkur ujung jenis sabuk (U-shape straps) dan baut (baut) masing-masing sebesar 18.30% dan 22.88%. Analisis Deformability Factor (DF) menunjukan bahwa penggunaan angkur ujung dapat meningkatkan daktilitas balok masing-masing 3.1%, 9,2% dan 10,8% untuk angkur jenis baut, fastener dan U-shape straps terhadap daktilitas balok dengan perkuatan lembar GFRP tanpa angkur

Kata kunci : Perkuatan lentur balok, Angkur ujung, Glass Fibers, balok beton bertulang, kuat lentur lembar GFRP, daktilitas

1. PENDAHULUAN

Latar belakang

Penggunaan advanced composite material (ACM) seperti CFRP, AFRP dan GFRP untuk perkuatan struktur telah diteliti secara intensif dalam decade terakhir ini. Sistem perkuatan dengan melekatkan lembar FRP telah terbukti efektif dan efisien sebagai salah satu cara mengatasi terjadi krisis infrastruktur global (Meier et al., 1992). Sejumlah keuntungan dari penggunaan lembar FRP sebagai material perbaikan struktur meliputi kemudahan dalam aplikasi, ketahanan terhadap lingkungan agresif (i.e korosi), materialnya ringan dan pertimbangan rasio antara kekuatan tinggi terhadap beratnya. Namun, kelebihan ini baru bermanfaat bila perilaku komposit antara lembar FRP dengan media struktur dapat berperilaku memuaskan.

Beberapa penelitian yang dilakukan oleh Bonacci dan Maalej (2001) menunjukkan perkuatan balok beton bertulang dengan penambahan lembar GFRP dapat meningkatkan kapasitas lentur dan kekakuan balok beton bertulang. Namun, mode keruntuhan yang dominan dari semua benda uji yang dikumpulkan dari literatur berupa kegagalan lekatan (debonding) yang mencapai hingga 50%. Kondisi ini juga terjadi pada penelitian awal penggunaan lembar GFRP tipe woven roving untuk perkuatan lentur balok beton bertulang (Sudarsana, 2007). Pada penelitian ini (Sudarsana, 2007) mode keruntuhan yang terjadi pada semua benda uji balok adalah keruntuhan lentur dengan putusnya lembar GFRP untuk penambahan 1 lembar GFRP, sedangkan pada penambahan 2 lembar GFRP, keruntuhan lentur disertai dengan kegagalan lekatan (debonding) antara lembar GFRP dengan permukaan beton. Hasil-hasil penelitian yang telah dilaporkan tersebut menunjukan bahwa perkuatan struktur dengan menggunakan komposit lembar GFRP yang berfungsi sebagai external reinforcement, kekuatan lekatan menjadi hal yang sangat

(2)

penting diperhitungkan dalam perencanaanya sehingga fungsi yang optimal dari lembar GFRP sebagai external reinforcement dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk menghasilkan kapasitas penuh dari lembar GFRP tersebut.

Analisa tegangan pada interface lembar FRP dengan beton menunjukan bahwa konsentrasi tegangan yang paling besar terjadi pada daerah cut-off atau ujung lembar FRP tersebut (Malek et.al.,1998). Terjadinya konsentrasi tegangan di lokasi ini mengawali terjadinya kegagalan debonding tersebut.

Salah satu alternatif untuk mengatasi terjadinya permasalahan debonding lembar GFRP dari permukaan beton, adalah memasang angkur pada ujung lembar GFRP. Penelitian penggunaan angkur ujung jenis U-shape dan baut sudah pernah dilakukan untuk lembar CFRP (Debois, 1992; Chicoine, 1997) dan dapat meningkatkan beban ultimit sebesar 34% sampai 95%. Aplikasi metode ini bila menggunakan lembar GFRP tipe woven roving dengan perekat epoxy masih perlu diteliti. Disamping dua tipe angkur ujung yang telah disebutkan di atas, diteliti juga tipe angkur ujung berupa fastener (pengancing) dari material yang sama dengan GFRP.

Manfaat penelitian

Lembar GFRP tipe woven roving terbukti dapat dipergunakan pada perkuatan lentur balok (Sudarsana, 2007), namun phenomena kegagalan debonding lembar GFRP menunjukan mode keruntuhan yang getas dari balok. Salah satu alternatif untuk mengatasi terjadinya debonding lembar GFRP ini adalah memasang angkur pada ujung lembar GFRP (daerah cut-off). Tiga jenis angkur ujung yaitu jenis U-shape Straps, bolts dan fastener (pengancing) diuji pada penelitian ini untuk mengetahui tipe angkur ujung yang mampu memberikan perilaku yang paling baik dalam hal respon struktur dengan perkuatan GFRP.

2. EXPERIMENTAL PROGRAM

Pengambilan benda uji

Pada penelitian eksperimental ini benda uji berupa balok dengan ukuran 100

×

150

×

1100 mm dibuat dan dibebani sampai mencapai keruntuhan. Penampang balok menggunakan tulangan tunggal 2 φ 10 mm dengan tebal selimut beton 25 mm, fy = 406.73 MPa dan sengkang φ 6@ 45 mm. Benda uji dibuat dalam 5 perlakuan yaitu balok normal

tanpa penambahan lembar GFRP (BN), balok dengan penambahan 2 lembar GFRP tanpa angkur ujung (B2) dan balok dengan penambahan 2 lembar GFRP dengan angkur ujung U-shape straps, bolt dan fastener (B3, B4 dan B5). Setiap perlakuan dibuat 3 buah benda uji . Keseluruhan benda uji yang dibuat dan diuji di Laboratorium Struktur Jurusan Teknik Sipil, FT, Universitas Udayana adalah sebanyak 15 buah. Model dari semua benda uji dapat lihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Model benda uji balok

Penambahan lembar GFRP dilakukan setelah beton berumur 14 hari dengan mengikuti prosedur yang diuraikan pada manual M-BRACE sebagai berikut (1) permukaan balok yang akan dilembari diratakan dengan gerinda,

(3)

diamplas dan disikat dengan sikat kawat; (2) butiran-butiran lepas dan debu dibersihkan dengan menggunakan vacuum cleaner; (3) Lapisi permukaan beton dengan perekat dari campuran antara resin dengan hardener dengan perbandingan 1:1 dengan menggunakan kuas; (4) Lembar GFRP dipasang dan dijenuhkan dengan menggunakan roller; (5) Lapisi resin epoxy untuk melindungi lembar GFRP kemudian dikeringkan. Untuk benda uji dengan angkur ujung jenis baut dan fasteners, setelah langkah (2) permukaan beton dibor dengan kedalaman 2.5 cm untuk pemasangan angkur ujung tersebut.

Pemasangan angkur ujung dilakukan sesuai dengan jenis angkur itu sendiri. Angkur tipe U-shape straps dipasang diluar lembar GFRP yang kedua dan dijenuhkan dengan menggunakan roller secara bersama-sama. Angkur tipe fasteners dipasang terlebih dahulu pada lubang yang sudah dibuat kemudian ujung akur dikembangkan sehingga tersebar merata diantara lembar GFRP pertama dan kedua. Sedangkan pemasangan angkur jenis baut, dilakukan seperti fastener namun mur dipasang setelah lembar GFRP yang kedua mengering.

Properti material

Beton yang dipergunakan terlebih dahulu dilakukan mix design dengan target kuat tekan rata-rata (fcr) sebesar 20

MPa. Proporsi campuran yang dipergunakan berdasarkan perbandingan berat adalah 1(semen):2(pasir):3(kerikil), dengan diameter agregat maksimum 20 mm dan w/c sebesar 0.6. Sembilan buah silinder beton ukuran 150 mm x 300 mm yang memenuhi standard ASTM dibuat dan dilakukan perawatan yang sama seperti benda uji balok. Perawatan dilakukan dengan menutupi benda uji dengan karung goni yang jenuh air dan penyiraman air setiap hari selama 3 hari. Pengujian silinder beton dilakukan pada umur 28 hari, dan didapat kuat tekan rata-rata sebesar 21.13 MPa. Kuat tekan ini selanjutnya dipergunakan dalam analisis data pada penelitian ini.

Tulangan longitudinal dan transversal balok menggunakan baja polos dengan diameter masing-masing φ10 mm dan φ6 mm. Kuat leleh baja φ10 mm didapat dari hasil test tarik di laboratorium sebesar 406.73 MPa. GFRP yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari serat gelas (fibre glass) berbentuk woven roving serta resin epoxy. Dari hasil pengujian GFRP didapat kuat tarik ultimit (ffu) = 123.33 MPa, sedangkan epoxy mempunyai kuat tarik ultimit

(fau) = 51.43 MPa. Modulus elastisitas GFRP (Ef) dan Epoxy (Ea) didapat dengan menarik garis regresi linear

terhadap data dan didapat Ef = 5535.4 MPa ; Ea = 2092.2 Mpa. Adapun hasil pengujian tarik 2 lembar GFRP yang

telah berkomposit dengan Epoxy dapat dilihat pada Gambar 2.

Set-up pengujian balok

Pengujian beban dilakukan setelah balok berumur 28 hari atau setelah 14 hari pemasangan lembaran GFRP dengan pembebanan pada 4 (empat) titik (four point loading) seperti terlihat pada Gambar 3. Beban ditingkatkan secara bertahap dengan interval 2,5 kN sampai balok mengalami keruntuhan. Aplikasi beban dilakukan secara perlahan dengan kecepatan konstan sebesar 1 kN/menit . Dua buah mechanical gauge (dial gauge) dipasang pada tengah-tengah bentang pada kedua sisi samping balok untuk mengukur lendutan yang terjadi selama proses pembebanan. Lebar retak setelah terjadinya retak pertama diamati dengan Crack Detector pada lokasi tulangan tarik untuk setiap peningkatan beban. Perkembangan retak (crack progress) juga diamati dan ditandai untuk setiap peningkatan beban.

y = 2092.2x y = 5535.4x 0 20 40 60 80 100 120 140 0 0.005 0.01 0.015 0.02 0.025 0.03 Regangan (mm/mm) T ega ng a n ( M P a ) G FRP Epoxy Linear (Epoxy) Linear (GFRP)

B

Dial

P

A

1/3 1/3 L 1/3

Gambar 2. Diagram tegangan-regangan 2 lembar GFRP dan Epoxy

Gambar 3. Set-up pembebanan balok

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Mode keruntuhan

Semua benda uji menunjukan mode keruntuhan lentur dimana keruntuhan diawali dengan terbentuknya retak-retak lentur dan selanjutnya baja tulangan mencapai leleh. Setelah baja tulangan mengalami leleh, kondisi benda uji

(4)

ditentukan oleh kegagalan dari sistem perkuatan. Benda uji dengan lembar GFRP tanpa angkur (benda uji B2), mode keruntuhan lentur disertai dengan debonding lembar GFRP. Penambahan angkur ujung dapat memperlambat terjadinya debonding lembar GFRP dan mengubah titik awal terjadinya debonding lembar GFRP. Pada balok tanpa angkur ujung debonding berawal dari cut-off point GFRP, namun dengan adanya angkur ujung, debonding dimulai dari titik pembebanan atau tengah bentang. Ringkasan hasil pengujian balok ini di tampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Ringkasan hasil pengujian balok

No Variasi Balok Kode

Balok Pult (kN) P (kN) % Beban pengamatan retak (P/Pult) Lebar retak exkperimen (mm) Mode Keruntuhan 12.5 24.27 0.10 BN1 51.5 45.0 87.38 1.00 Lentur 15.0 30.00 0.15 BN2 50.0 48.0 93.20 0.40 Lentur 10.0 19.42 0.20 1

Balok tanpa lembar GFRP BN3 51.5 48.0 93.20 0.30 Lentur 20.0 36.36 0.08 B21 55.0 50.0 90.91 0.10 Lentur, GFRP Debonding 15.0 26.09 0.02 B22 57.5 45.0 78.26 0.06 Lentur, GFRP Debonding 20.0 33.33 0.02 2 Balok dengan 2 lembar GFRP B23 60.0 56.0 93.33 0.30 Lentur, GFRP Debonding 20.0 33.33 0.03 B31 60.0 51.5 85.33 0.08

Lentur, Angkur putus, GFRP Debonding 17.5 29.17 0.04

B32 60.0

55.0 91.67 0.30

Lentur, Angkur putus, GFRP Debonding 20.0 32.78 0.04

3

Balok dengan angkur ujung sabuk (U-shape straps) B33 61.0 56.5 92.62 0.12 Lentur, GFRP Putus 17.5 28.69 0.04 B41 61.0 55.0 90.16 0.08 Lentur, GFRP Putus 20.0 29.85 0.02 B42 67.0 51.5 76.87 0.06 Lentur, GFRP Putus 20.0 38.09 0.02

4 Balok dengan angkur ujung baut (bolt)

B43 60.0 52.5 83.33 0.10 Lentur, GFRP Putus 20.0 31.75 0.02 B51 63.0 55.0 87.30 0.08 Lentur, GFRP Putus 20.0 28.99 0.08 B52 69.0 52.5 76.09 0.50

Lentur, Angkur putus, GFRP Debonding 20.0 28.99 0.02

5

Balok dengan angkur ujung pengancing

(fasteners)

B53 69.0

52.5 76.09 0.40

Lentur, Angkur putus, GFRP Debonding

Diantara ketiga tipe angkur ujung yang diteliti, angkur dari baut yang mampu bertahan sampai lembar GFRP putus, sedangkan dua tipe angkur ujung lainnya mengalami kegagalan secara perlahan yang kemudian diikuti dengan terjadinya debonding. Kegagalan angkur ini terjadi setelah tercapainya beban yang menyebabkan baja tulangan leleh. Dalam perancangan semua benda uji, kekuatan dari ketiga jenis angkur ini sudah diperhitungkan agar memiliki kekuatan yang hamper sama, namun angkur baut mampu menahan ujung lembar GFRP untuk tidak mengalami kegagalan. Hal ini menunjukan kekuatan baut lebih besar daripada kuat tarik 2 lembar GFRP sehingga sebelum kegagalan terjadi pada angkur, lembar GFRP terlebih dahulu telah putus. Kegagalan pada benda uji dengan angkur baut lebih getas dibandingkan dengan kegagalan yang terjadi pada benda uji dengan angkur ujung lainnya.

Kondisi batas layan (Serviceability Limit States) Pola, Lebar dan Beban Retak

Pola dan jarak retak dari semua benda uji diamati dan dicatat selama proses pembebanan sampai balok mengalami keruntuhan. Gambar 4 menampilkan contoh pola retak salah satu benda uji balok untuk setiap perlakuan. Pola retak yang terjadi merupakan pola retak lentur, hal ini dilihat dari adanya retak-retak yang arah rambatannya vertical dan tegak lurus terhadap sumbu memanjang balok.

Pola retak pada balok dengan penambahan 2 lembar GFRP masih konsisten dengan hasil yang diperoleh pada penelitian sebelumnya (Sudarsana, 2007) dimana penambahan GFRP dapat memperlambat terbentuknya retak pertama dengan jarak retak yang lebih rapat daripada balok tanpa perkuatan.

Pemasangan angkur ujung dapat menghasilkan jarak antar retak lebih berdekatan dengan penyebaran yang lebih merata pada daerah pembebanan. Hal ini menunjukan bahwa tegangan geser horisontal pada interface berkurang

(5)

dengan adanya angkur sehingga terjadinya debonding lebih lambat daripada balok tanpa angkur ujung. Sedangkan dalam hal rambatan retaknya, balok dengan angkur ujung fasteners menunjukan rambatan retak yang paling lambat dengan penyebaran yang paling merata dibandingkan dengan balok dengan angkur ujung jenis U-shape straps dan baut. Jarak retak yang berdekatan ini mempengaruhi lebar retak yang terjadi.

Gambar 4. Model retak benda uji setelah mengalami keruntuhan

Pengukuran lebar retak dilakukan pada saat beban mencapai beban retak pertama dan beban ultimit seperti ditampilkan pada Tabel 1. Hasil pengujian menunjukan bahwa beban retak dicapai pada pembebanan 26.09%-38.09% dari beban ultimit. Lebar retak pada balok dengan penambahan lembar GFRP jauh lebih kecil dari pada lebar retak pada balok tanpa penambahan lembar GFRP. Penambahan 2 lembar GFRP mampu meningkatkan beban retak rata-rata sebesar 46.7%, namun pengaruh angkur ujung sendiri tidak memberikan pengaruh terhadap beban retak dari balok dengan 2 lembar GFRP. Hal ini disebabkan karena angkur ujung baru efektif bekerja bila tegangan pada sisi tarik balok sudah cukup besar sebagai akibat dari deformasi balok yang terjadi. Diantara ketiga jenis angkur yang diteliti, pada rentang beban antara 76.09%-93.33% dari beban ultimitnya, balok dengan angkur baut memiliki lebar retak yang paling kecil, sedangkan dua tipe angkur ujung lainnya, lebar retak yang diamati hampir sama dengan balok perkuatan tanpa angkur ujung.

Secara teoritis lebar retak (w) pada balok pada kondisi beban layan dapat ditentukan dengan persamaan Georgely-Lutz sebagai berikut (Nawy, E. G. 1990) :

w =

11

.

10

−6

.

β

.

f

s

.

3

d

c

.

A

(1)

dimana w = lebar retak (mm); β= perbandingan antara jarak serat tarik terluar terhadap garis netral dan jarak dari titik berat tulangan utama terhadap garis netral, dengan harga rata-rata faktor tinggi 1.2; fs= 60% fy ; dc = jarak

antara titik berat tulangan utama ke serat tarik terluar; A = penampang potongan efektif berada disekeliling tulangan dimana letak dari tulangan sentris terhadap penampang tersebut.

w = 6 3 2 100 25 2 25 ) 729 . 406 6 . 0 ( 2 . 1 10 . 11 ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ × × × × × × × − mm = 0,13 mm

Jika dibandingkan lebar retak pada pembebanan 76.09%-93.33% dari beban ultimit dengan lebar retak teoritis dari Pers. (1), lebar retak rata-rata pada balok dengan penambahan 2 lembar GFRP tanpa dan dengan angkur ujung masing-masing sebesar 0.135 mm dan 0.177 mm. Nilai rata-rata ini tidak jauh berbeda dengan lebar retak teoritis dengan menganggap tidak ada lembar GFRP dan tegangan baja fs sebesar 0.6 fy. Namun perlu dicatat bahwa lebar

retak teoritis yang dihitung berdasarkan tegangan baja ini merupakan lebar retak pada kondisi beban layan sedangkan pada pembebanan antara 76.08% sampai 93.33% beban ultimit tersebut sudah jauh melewati beban layan, sehingga lebar retak hasil eksperimen ini sedikit lebih tinggi dari lebar retak teoritis.

Hubungan beban-deformasi (P-δ)

Lendutan vertikal pada tengah bentang balok dicatat untuk setiap peningkatan beban 2,5 kN sampai balok mengalami keruntuhan. Gambar 5 menampilkan beban-lendutan gabungan dari masing-masing perlakuan untuk

(6)

memudahkan dalam melakukan perbandingan. Secara umum dapat dilihat bahwa balok tanpa perkuatan, kurva P-δ memiliki 2 titik peralihan kemiringan kurva yaitu titik dimana balok telah mengalami retak dan titik dimana baja mengalami leleh. Titik peralihan ini berbeda dengan balok dengan lembar GFRP baik dengan maupun tanpa angkur ujung. Kurva P-δ dari balok dengan penambahan lembar GFRP terbagi atas 4 titik peralihan yaitu kondisi retak, leleh, kegagalan lembar GFRP atau angkur ujung dan kondisi balok tanpa perkuatan.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 0 5 10 15 20 25 30 35 Lendutan (mm) B e ban (kN ) BN B2 B3 B4 B5 Angker putus, GFRPdebonding,

Gambar 5. Hubungan antara beban-lendutan balok untuk semua perlakuan

Kurva P-δ menunjukan bahwa sebelum beban retak tercapai, kurva memiliki kemiringan yang cukup tajam sebagai indikasi bahwa penampang balok masih bersifat elastis, kemiringan kurva mengalami perubahan akibat terjadinya retak sampai tulangan mencapai leleh. Semua benda uji memiliki kemiringan kurva yang identik/mirip pada tahap beban leleh. Indikasi lelehnya baja tulangan dapat dilihat dari bertambahnya deformasi tanpa adanya peningkatan beban yang cukup berarti. Untuk benda uji dengan penambahan lembar GFRP, setelah baja tulangan mengalami leleh, beban masih mengalami peningkatan secara nonlinear sampai terjadinya kegagalan pada lembar GFRP atau angkur ujung itu sendiri.

Kemiringan kurva pada kondisi pasca leleh ini jauh lebih landai dari sebelum tulangan leleh. Kondisi ini menunjukan bahwa kekakuan balok mengalami penurunan akibat terjadinya retak yang cukup banyak dan baja tulangan leleh. Perilaku ini masih lebih baik daripada benda uji tanpa perkuatan lembar GFRP. Setelah material perkuatan mengalami kegagalan, baik akibat GFRP putus maupun kegagalan angkur, beban maksimum turun drastic mencapai sekitar beban leleh balok tanpa perkuatan. Bila dilihat kurva hubungan P-δ dari semua balok dengan angkur ujung memiliki bentuk yang mirip, namun bila dilihat dari titik leleh dan kondisi beban maksimumnya, ada sedikit perbedaan dari ketiga tipe angkur ujung ini. Hal ini ditentukan dari kegagalan yang ditunjukan dari jenis angkur ujung tersebut.

Kondisi batas ultimate (Ultimate Limit States)

Beban ultimit berdasarkan hasil pengamatan pada masing-masing benda uji ditampilkan pada Tabel 2. Dari Tabel 2 terlihat bahwa penambahan lembar GFRP dapat meningkatkan kuat lentur balok. Jika dibandingkan dengan balok tanpa penambahan lembar GFRP, peningkatan beban ultimit pada balok dengan penambahan 2 lembar GFRP tanpa angkur ujung sebesar 12.75%. Untuk balok dengan angkur ujung peningkatan beban ultimit terbesar terjadi pada balok dengan angkur ujung jenis fasteners yaitu 31.37%, sedangkan peningkatan beban ultimit untuk balok dengan angkur ujung jenis sabuk dan baut masing-masing 18.30% dan 22.88%.

Tabel 2. Beban ultimit dari semua balok

No Variasi balok Kode balok Jumlah lembar f’c (MPa) Pult (kN) Mult (kNm) 1 Balok tanpa penambahan lembar

GFRP BN1 BN2 BN3 0 0 0 21.13 21.13 21.13 51.5 50.0 51.5 7.73 7.50 7.73

2 Balok dengan penambahan 2 lembar GFRP B21 B22 B23 2 2 2 21.13 21.13 21.13 55.0 57.5 60.0 8.25 8.63 9.00 3

Balok dengan angkur ujung jenis sabuk (U-shape straps) B31 B32 B33 2 2 2 21.13 21.13 21.13 60.0 60.0 61.0 9.00 9.00 9.15

4 Balok dengan angkur ujung jenis baut (bolt)

B41 B42 B43 2 2 2 21.13 21.13 21.13 61.0 67.0 60.0 9.15 10.05 9.00

5 Balok dengan angkur ujung jenis pengancing (fasteners) B51 B52 B53 2 2 2 21.13 21.13 21.13 63.0 69.0 69.0 9.45 10.35 10.35

Bila dibandingkan dengan balok dengan 2 lembar GFRP tanpa angkur ujung, pemasangan angkur ujung ini mampu meningkatkan kapasitas lentur balok masing-masing sebesar 18.628%, 5.555% dan 10.131% untuk tipe angkur fastener, U-shape straps dan bolt. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pemasangan angkur ujung dapat meningkatkan kuat lentur pada balok dengan penambahan lembar GFRP. Hal tersebut terjadi karena angkur ujung

(7)

dapat memperlambat terjadinya debonding sehingga kapasitas lembar GFRP dalam menerima beban dapat dimanfaatkan lebih maksimal.

Daktilitas balok dengan perkuatan lembar GFRP dengan angkur ujung

Daktilitas komponen struktur dengan lembar GFRP tipe woven roving dapat dikuantifikasikan berdasarkan nilai Deformability Factor (DF) seperti diusulkan oleh Spadea et al. (2000).

layan kondisi pada Beban ultimate kondisi pada Load SF Factor, Strength = (2) layan beban urvatur Defleksi/K ultimate beban saat pada urvatur Defleksi/K DF Factor, ity Deformabil = (3) (SF)x(DF) PF Factor, e Performanc = (4)

Semakin tinggi nilai DF balok maka elemen struktur tersebut semakin daktail. Menurut Spadea et al. (2000), kondisi elemen struktur pada saat beban layan diperoleh berdasarkan kondisi dimana nilai regangan tekan beton pada serat tekan terluar (εc) sebesar 0.001. Dalam penelitian ini, pengukuran regangan tidak dilakukan maka besarnya beban

layan diambil sebesar 60% dari beban ultimit balok. Berdasarkan besarnya beban yang diketahui, kemudian lendutan pada saat beban layan tersebut didapat dari diagram P-δ untuk memperoleh nilai SF, DF dan PF dari semua benda uji seperti terlihat pada Tabel 3.

Tabel 3 menunjukkan bahwa dengan menganggap nilai Strength Factor(SF) tetap sebesar 1.67, penggunaan lembar GFRP baik tanpa maupun dengan angkur ujung, menurunkan nilai Deformability Factor(DF) balok. Hal ini menunjukan bahwa keruntuhan balok dengan perkuatan lembar GFRP memiliki keruntuhan yang lebih getas daripada balok tanpa perkuatan. Hasil ini juga dapat dilihat dari diagram P-δ pada Gambar 5 dimana setelah mencapai beban maksimum, beban turun dengan sangat drastis.

Pemasangan angkur ujung terlihat dapat meningkatkan daktilitas balok sebesar 3.1%, 9.7% dan 10,8% berturut-turut untuk balok dengan angker baut, U-shape strap dan fastener terhadap balok dengan lembar GFRP tanpa angkur ujung. Nilai ini juga membuktikan bahwa balok dengan angkur jenis baut mengalami keruntuhan yang paling getas.

Tabel 3. Strength Factor, Deformability Factor dan Performance Factor benda uji

Kode Benda Uji Pmax (kN) Pservice 60%Pmax (kN) dmax (mm) dservc (mm) SF DF PF BN1 51.50 30.90 16.60 2.72 1.67 6.114 10.19 BN2 50.00 30.00 13.00 2.32 1.67 5.603 9.34 BN3 51.50 30.90 8.71 2.89 1.67 3.014 4.91 5.02 8.18 B21 55.00 33.00 6.72 2.62 1.67 2.565 4.27 B22 57.50 34.50 8.90 2.55 1.67 3.490 5.82 B23 60.00 36.00 8.62 2.34 1.67 3.692 3.25 6.15 5.41 B31 60.00 36.00 9.70 2.43 1.67 4.000 6.67 B32 60.00 36.00 10.30 3.07 1.67 3.361 5.60 B33 61.00 36.60 10.40 3.02 1.67 3.444 3.60 5.74 6.00 B41 61.00 36.60 9.58 3.08 1.67 3.110 5.18 B42 67.00 40.20 11.80 3.10 1.67 3.806 6.34 B43 60.00 36.00 9.35 2.98 1.67 3.143 3.35 5.24 5.59 B51 63.00 37.80 9.40 2.58 1.67 3.643 6.07 B52 69.00 41.40 11.00 3.41 1.67 3.226 5.38 B53 69.00 41.40 10.80 2.86 1.67 3.776 3.55 6.29 5.91

4. SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Keruntuhan yang terjadi pada semua benda uji balok berupa keruntuhan lentur yang disertai dengan

putusnya GFRP atau GFRP debonding, sedangkan keruntuhan pada angkur ujung berupa putusnya angkur pada beban maksimum untuk jenis angkur U-shape dan fastener. Balok dengan U-shape straps dan fastener mengalami keruntuhan pada kondisi beban ultimit berawal dari kegagalan angkur itu sendiri, sedangkan balok dengan angkur baut, keruntuhan pada kondisi beban ultimit diakibatkan oleh putusnya lembar GFRP. Diantara ketiga tipe angkur tersebut, perilaku keruntuhan balok dengan angkur fastener yang paling daktail.

(8)

2. Penambahan angkur ujung mengubah titik awal terjadinya debonding lembar GFRP dari cut-off point pada balok dengan 2 lembar GFRP menjadi didaerah pembebanan atau tengah bentang pada balok dengan angkur ujung.

3. Perkuatan lentur dengan lembar GFRP mampu meningkatkan beban retak pertama, namun pemasangan angkur ujung tidak mengubah beban retak pertama balok perkuatan.

4. Pemasangan angkur ujung pada balok dengan penambahan 2 lembar GFRP dapat meningkatkan kapasitas lentur balok sebesar 18.63%, 5.56% dan 10.13% masing-masing untuk tipe angkur fastener, U-shape straps dan bolt dari kapasitas balok dengan penambahan 2 lembar GFRP tanpa angkur ujung.

5. Analisis Deformability Factor (DF) menunjukan bahwa penggunaan lembar GFRP, menurunkan daktilitas balok. Namun penggunaan angkur ujung dapat meningkatkan daktilitas masing-masing 3.1%, 9,2% dan 10,8% untuk nagker jenis baut, fastener dan U-shape straps terhadap daktilitas balok dengan perkuatan lembar GFRP tanpa angkur.

Saran

Penelitian ini terbatas pada penggunaan satu jenis material FRP dari serat gelas tipe woven roving dengan jenis epoxy resin yang ada dipasaran. Penelitian dengan serat FRP seperti carbon dan aramid perlu dilakukan. Disamping itu dengan masih tetap terjadinya kegagalan debonding serat FRP dari permukaan beton, maka perlu dilakukan pengujian dengan menggunakan lem epoxy yang lebih baik.

5. UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Eka Artawa yang telah membantu melaksanakan penelitian ini dalam penyelesaian sebagai Tugas Akhirnya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Teknisi Laboratorium Struktur, Jurusan Teknik Sipil, FT, UNUD dan kolega staf akademik di Jurusan Teknik Sipil, UNUD atas diskusinya selama penelitian ini dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

Bonacci, J. F. and Maalej, M. (2001). “Behavioral Trend of RC Beam Strengthened With Exsternally Bonded FRP”. Journal of Composites For Construction, Vol.5, No.2, May, pp 102-113.

Mahmoud, T., El-Mihilmy. And Todesco, J. W. (2000). “Analysis of Reinforced Concrete Beams Strengthened With FRP Plate Laminate”. ACI Structural Journal, Vol. 126, No. 6, June, pp 684-691.

Malek, A. M., Saadatmanesh, H. And Ehsani, M. (1998). “Prediction of Failure Load of R/C Beans Strengthened With FRP Plate Due to Stress Concentration at the Plate End”. ACI Structural Journal, Vol.195, No.1, January-february, pp 142-152.

Meier, U., Deuring, M., Meier, H., and Schwegler, G., (1992). “Strengthening of Structures with CFRP Laminates: Research and Application in Switzerland”. In Neale, K.W., and Labossiere, P. (Eds.), Proceeding of the 1st International CSCE Conference on Advanced Composite Material in Bridges and Structures, Sherbrooke, PQ, pp. 243-251.

Nawy, E. G. (1990). Beton Bertulang Sebagai Pendekatan Dasar. Eresco, Bandung, 763 pp.

Spadea, G., Bencardino, F., Swamy, R.N., and Mukhopadhyaya, P., (2000). “ Design Against Premature Debonding and Brittle Behavior, The key to Structural Integrity with FRP Bonded Structural Strengthening”, Proceeding of the 3rd Conference on Advance Composite Materials in Bridges and Structures, 15-18 Agustus, Ottawa,

Canada, pp 569-576.

Sudarsana, I K. and Sukrawa, M. (2007). “Flexural Strengthening of T-Beam Bridge Girder Using External Laminate of CFRP Sheets”. Proceeding of 1st International Conference of EACEF, UPH-Jakarta, 26-27 September.

Sudarsana, I K. (2007). “Penggunaan Lembar GFRP tipe Woven Roving untuk Perkuatan Lentur Balok”. Prosiding Konferensi Nasional Pengembangan Infrastruktur Berkelanjutan, Program S2 Sipil-JTS Unud, Sahid Hotel Bali, 18 Oktober.

Gambar

Gambar 1. Model benda uji balok
Gambar 3. Set-up pembebanan balok
Tabel 1. Ringkasan hasil pengujian balok
Gambar 4. Model retak benda uji setelah mengalami keruntuhan
+3

Referensi

Dokumen terkait

Sebelum pelakasanaan penelitian dilakukan terlebih dahulu peneliti mengadakan pra penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan data-data yang nantinya digunakan untuk

Kabel STP (Shielded Twisted Pair) merupakan salah satu media transmisi yang digunakan untuk membuat sebuah jaringan yang berbasis lokal atau biasa disebut LAN (Local Area

[r]

Berdasarkan hasil analisis disimpulkan bahwa pengaruh yang diberikan Media Typewriter Alphabet terhadap kemampuan membaca permulaan pada anak usia 5-6 tahun di TK

Namun demikian, penambahan pengisi dalam adunan polimer juga boleh menimbulkan beberapa masalah seperti masalah kelembapan dan pembentukan aglomerat Untuk itu,

Sebagai daerah administrasi, desa harus mampu mengelola desentralisasi fiskal dengan cara mengembangkan potensi desa, meningkatkan kerjasama antar desa, meningkatkan

Untuk pelaksanaan sterilisasi handscoen, 100% petugas mensterilisasi handscoen tidak sesuai dengan standar yaitu 70% (5 perawat dan 2 pekarya) tidak melakukan dekontaminasi

Penelitian ini terdiri atas dua siklus dan tiap siklus terdiri dari empat kali pertemuan (3 kali proses pembelajaran dan 1 kali tes evaluasi) serta tiap