• Tidak ada hasil yang ditemukan

MEANING OF TRADITION MANITI ANAK IN THE MARRIAGE CEREMONY (Studi Kasus : Country Kinali, Subdistrict Kinali District Pasaman Barat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MEANING OF TRADITION MANITI ANAK IN THE MARRIAGE CEREMONY (Studi Kasus : Country Kinali, Subdistrict Kinali District Pasaman Barat)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

MEANING OF TRADITION MANITI ANAK IN THE MARRIAGE CEREMONY

(Studi Kasus : Country Kinali, Subdistrict Kinali District Pasaman Barat)

Kurniati Asri1 Maihasni2 Firdaus3

Sosiologi Department

College Of Teacher Training and Education PGRI Padang, West Sumatera

2013

ABSTRACT

Indigenous traditions carried out with reference to the tradition of the ancestors who have traditional values that can later be used as a sociocultural ethnic a region, associated with the ground realities in mind that the maniti anak tradition in terms of its implementation requires considerable cost and work fairly complicated but until now this tradition is still carried out by the villagers' Kinali. This study aims to describe the implementation process of the maniti anak tradition in marriage ceremonies and describe the meaning of tradition maniti anak in the marriage ceremony. This type of research is descriptive qualitative research. Selection of informants using purposive sampling technique. Type of data used is primary data. Methods of data collection is done in two ways: observation and interviews. Analysis of the data used by the model of interactive data analysis (Milles and Huberman) which includes the four stages, namely: (1) data collection phase, (2) data reduction phas, (3) data presentation stage and (4) the conclusion stage. It can be concluded that maniti anak have stages that do like capturing the mancari dana, bakumpua dirumah bako, bagalombang, panyarahan pambarian bako and ends with baretong. Of tradition maniti anak , there is meaning contained therein such pride in themselves bako and strengthen family relationships.

Keywords : meaning , traditions maniti anak and marriage

1

Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sosiologi STKIP PGRI Sumatera Barat Angkatan 2009 2

Pembimbing I dan Ketua Jurusan Sosiologi STKIP PGRI Sumatera Barat 3

(2)

PENDAHULUAN

Didalam kehidupan manusia dilengkapi oleh banyaknya tradisi. Tradisi merupakan pewarisan atau penerusan norma-norma, adat istiadat, kaidah-kaidah yang dilakukan secara turun temurun (Peursen, 1998:11). Salah satu tradisi yang terdapat dalam kehidupan masyarakat adalah tradisi dalam perkawinan. Dalam pelaksanaan upacara perkawinan selalu disesuaikan dengan adat yang berlaku serta tradisi yang dijalankan dimana individu itu tinggal. Dalam hal ini, tradisi dapat dijadikan sebagai salah satu identitas keetnikan sosiokultural suatu wilayah yang dapat dilihat melalui pengembangan tradisi lokal.

Minangkabau merupakan suatu suku yang mempunyai berbagai macam tradisi dalam masyarakat yang berbeda dengan suku bangsa lainnya seperti upacara tabuik (upacara adat Pariaman yang dilakukan pada bulan Muharam), upacara bagi orang yang telah meninggal (kematian) seperti manigo hari (3 hari) sampai manyaratuih hari (100 hari), peringatan hari-hari besar seperti Maulid Nabi dan hari Raya Qurban serta tradisi yang terdapat dalam upacara perkawinan.

Salah satu wilayah yang memiliki tradisi yang dilakukan saat upacara perkawinan yaitu Nagari Kinali. Di sini terdapat berbagai macam tradisi yang dilaksanakan saat upacara perkawinan

diantaranya duduak kaki balek, duduak urang dan tradisi maniti anak.

Tradisi duduak kaki balek dilakukan untuk musyawarah dalam rangka mencari kesepakatan untuk penentuan tanggal dan hari perkawinan dan acara tradisi duduak kaki balek ini melibatkan mamak sarak, urang tuo sumando dan seperangkat cucu kemenakan yang terdekat serta diketahui oleh niniak mamak yang juga terlibat didalamnya. Pelaksanaan acara duduak kaki balek ini dilaksanakan pada malam hari dirumah calon mempelai setelah Sholat Isya (21.00 wib) 15 hari atau 1 bulan sebelum hari perkawinan.

Tradisi duduak urang, tradisi ini dilakukan dalam rangka mencari dana atau biaya untuk mengadakan upacara perkawinan. Dalam tradisi ini akan melibatakan datuak, urang tuo sumando, imam katik, bundo kanduang serta pemuda sempatisan dalam lingkungan adat dan tradisi ini diadakan pada malam hari di rumah calon mempelai sesudah melaksanakan Sholat Isya (21.00 wib) 2 hari menjelang upacara perkawinan.

Tradisi maniti anak merupakan tradisi yang dilakukan oleh pihak bako4 yang menghadiri upacara perkawinan anak pisangnya5 dengan membawa berbagai macam pembawaan. Tradisi Maniti anak merupakan tradisi yang dari segi pelaksanaannya membutuhkan biaya yang

4

Saudara perempuan ayah 5

(3)

cukup besar, hal ini terlihat dari pembawaan yang akan diberikan bako kepada anak pisang seperti sapi yang harganya berkisar antara Rp 4.000.000,00-, sampai Rp 5.000.000-, emas dan kain yang harganya juga terbilang tinggi6, disamping itu pelaksanaannya juga terbilang rumit yang dapat dilihat dari perolehan di segi biaya yang akan dikeluarkan bako saat melakukan tradisi ini, selain itu pencarian transportasi untuk membawa rombongan maniti anak dan sapi yang akan di bawa kerumah anak pisang tersebut, namun sampai saat sekarang masyarakat Kinali tetap saja melaksanankan tradisi tersebut.

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menjelaskan proses pelaksanaan tradisi maniti anak dalam upacara perkawinan. 2. Mendeskripsikan makna tradisi maniti

anak dalam upacara perkawinan.

Studi relevan adalah skripsi Suryanti (2007) dengan judul “Makna Ritual Bajiluang pada Upacara Perkawinan Masyarakat Pauah Kamba Kabupaten Padang Pariaman”, yang kedua skripsi Martin (2002) dengan judul “Tradisi Makan Bajamba Dalam Upacara Perkawinan Masyarakat Maek Kecamatan Bukik Barisan Kabupaten Limo Puluah Koto” dan yang ketiga skripsi Sari (2007) dengan judul “Makna Tradisi Manyilau Kandang dalam Upacara

6

Wawancara dengan bapak Iten (Dt. Sinaro Nan Panjang) 18 Maret 2013

Perkawinan Dinagari Tambang Kecamatan XI Koto Kabupaten Tanah Datar”.

TINJAUAN PUSTAKA

1. Pendekatan Teoritis

Dalam mengkaji makna tradisi maniti anak, teori yang akan digunakan adalah teori fenomenologi berdasarkan pandangan dari tokoh Alfred Schutz. Schutz dalam teori fenomenologi, memusatkan pemikiran terhadap suatu aspek dunia sosial yang disebut kehidupan-dunia (life-world) atau dunia kehidupan sehari-hari yang dinamakan dunia intersubjektif, dalam hal ini orang menciptakan realitas sosial dan dipaksa oleh kehidupan sosial yang telah ada dan oleh struktur kultural ciptaan leluhur mereka serta melihat pada hubungan dialektika antara cara individu membangun realitas sosial dan realitas kultural yang mereka warisi dari para pendahulu mereka dalam dunia sosial tersebut (Ritzer, 2011:94-95).

2. Penjelasan Konseptual

Tradisi atau kebiasaan merupakan perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama yang merupakan suatu bukti bahwa orang menyukai perilaku tersebut (Soekanto, 1997:76). Sedangkan menurut Tonnies dalam Abdulsyani (2007:47-48), kebiasaan atau tradisi mempunyai tiga arti, yaitu; (1) dalam arti yang menunjuk pada suatu kenyataan yang bersifat obyektif; (2) dalam arti bahwa kebiasaan tersebut dijadikan norma bagi seseorang, norma mana

(4)

diciptakanya untuk dirinya sendiri; (3) sebagai perwujudan kemauan atau keinginan seseorang untuk berbuat sesuatu.

sebagai perwujudan kemauan atau keinginan seseorang untuk berbuat sesuatu.

Tradisi muncul melalui dua proses, cara pertama yaitu muncul secara spontan dan tidak diharapkan dan melibatkan rakyat banyak karena dengan alasan individu tertentu menemukan warisan historis yang menarik perhatian, kecintaan dan kekaguman yang kemudian disebarkan melalui berbagai cara sehingga kemunculan itu mempengaruhi rakyat banyak dan dari sikap kagum itulah berubah menjadi perilaku dalam berbagai bentuk seperti spiritual, upacara adat dan sebagainya. Cara kedua yaitu melalui mekanisme paksaan. Sesuatu yang dianggap tradisi dipilih dan dijadikan perhatian umum atau dipaksa oleh individu yang berpengaruh atau yang berkuasa (Sztompka, 2007:71-72)

3. Makna dalam Kebudayaan

Secara dasariah, makna menyangkut suatu hubungan antara kata dari suatu bahasa dan objek fisik di dunia. Dalam mengkaji makna sekurang-kurangnya ada dua persoalan yang akan muncul. Persoalan pertama, dalam penentuan arti atau makna kata. Sedangkan persoalan kedua, dalam hal penentuan bagaimana konsep terbentuk (Sudarminta, 2002:119). Makna dapat digolongkan kedalam dua jenis yaitu makna denotatif dan konotatif. Makna denotatif adalah makna yang sebenarnya (factual).

Makna denotatif bersifat publik, sedangkan makna konotatif lebih bersifat pribadi yakni makna diluar rujukan objektifnya. Dengan kata lain makna konotatif lebih bersifat subyektif dari pada makna denotatif (Sobur, 2003:263).

Dalam menterjemahkan makna menjadi sistem nilai atau menterjemahkan sistem nilai menjadi sistem makna, hal tersebut terletak pada sistem simbol. Simbollah yang memungkinkan manusia menangkap hubungan dinamik antara dunia nilai dengan dunia pengetahuan atau makna. Dengan demikian nilai budaya berfungsi sebagai pedoman dan pendorong perilaku manusia dalam hidup sekaligus berfungsi sebagai suatu sistem tata kelakuan (Attubani, 2012:87).

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini mulai dilakukan sejak bulan Agustus s/d September 2013. Tempat penelitian ini, di Nagari Kinali Kecamatan Kinali Kabupaten Pasaman Barat. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yaitu metode sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Bogdan dan Taylor dalam Basrowi, 2008:21). Tipe penelitian ini adalah deskriptif, yang mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi saat sekarang (Noor, 2011:33-34).

(5)

Jenis data yang digunakan yaitu data primer. Teknik pengumpulan data penelitian ini adalah observasi dan wawancara. Model analisis data penelitian ini adalah analisis interaktif dari Milles dan Heberman.

HASIL PENELITIAN

1. Proses Pelaksanaan Tradisi Maniti Anak

Dari hasil penelitian, terdapat tahapan-tahapan dalam melaksanaakan tradisi maniti anak, yaitu:

a. Mencari dana

Perolehan biaya atau dana untuk mengadakan maniti anak ini didapat dari adanya kesepakatan bako berkeluarga yang dananya dikumpulkan dari keluarga yang terdekat. Proses pengumpulan dana tersebut dilakukan dengan cara melihat telebih dahulu berapa dana yang dibutuhkan untuk melakukan maniti anak ini setelah itu dilihat berapa orang bako bersaudara setelah itu barulah bisa di tentukan berapa iyuran yang dikenakan untuk satu orang bako sesuai dengan hasil kesepakatan musyawarah yang dilakukan selain itu dana juga dapat diperoleh dari musyawarah dengan urang sumando.

b. Bakumpua di rumah bako

Keberangkatan rombongan maniti anak ke tempat anak pisang yang melaksanakan upacara perkawinan dimana rombongan

maniti anak ini dilaksanakan sesudah Sholat Dzuhur kira-kira jam 13.00 WIB, namun sebelum jam 13.00 WIB tersebut rombongan maniti anak yang telah di undang bako sudah berkumpul di rumah bako setelah semua rombongan maniti anak ini berkumpul barulah bisa ditentukan berapa mobil yang dibutuhkan untuk pergi menuju lokasi perkawinan anak pisang dan keberangkatan menuju lokasi pun segera dilaksanakan.

c. Bagalombang

Bagalombang merupakan sebuah pertunjukan tarian Minang yang tergolong tari pasamabahan dilaksanakan dalam pembukaan sebuah acara seperti upacara perkawinan yang pertunjukan tarian galombang ini dilaksanakan oleh kedua belah piahak keluarga yaitu keluarga bako dan keluarga anak pisang.

d. Panyarahan pambarian bako

Bako menyerahkan pemberiannya kepada anak pisang berupa satu ekor sapi, emas yang banyaknya tergantung kepada kemampuan bako itu sendiri dan kain yang dibawa bako saat melaksanakan maniti anak. Pembawaan bako tersebut di berikan kepada anak pisang setelah tarian galombang selesai dipertunjukan oleh masing-masing keluarga. Pemberian berupa sapi yang pingganya di ikat dengan kain bewarna kuning dan tali tigo banso, emas dan kain ini diberikan bako kepada anak pisang karena adanya hubungan

(6)

yang terjalin anatara bako dan anak pisang tersebut.

Pembawaan bako yang berupa sapi diberikan setelah usai pertunjukan tarian galombang dan setelah pemberian sapi selesai diberikan maka anak pisang di persilahkan duduk di tempat yang telah disediakan dan di tempat itu barulah pemberian berupa emas diberikan oleh bako kepada anak pisang dan pemberian berupa kain dari bako dan rombongan maniti anak di letakan ditengah rumah.

e. Baretong

Baretong ini dilaksanakan untuk mengetahui jumlah pemberian bako kepada anak pisang. Baretong ini dilaksanakan oleh kedua belah pihak keluarga yang di wakili oleh urang silang nan sapangka dari masing-masing pihak.

2. Makna Tradisi Maniti Anak

Upacara tradisi maniti anak ini memiliki makna, yaitu:

a. Kebanggaan dalam diri bako

Dalam pelaksanaan tradisi maniti anak nantinya akan tercipta kebanggaan bagi diri bako yang terkait dengan kemampuan bako tersebut dalam bentuk pemberian yang ia bawa untuk anak pisang sewaktu anak pisang melaksanakan upacara perkawinan, apabila bako tersebut memberikan pembawaan yang bernilai besar untuk anak pisangnya otomatis dari pemberian tersebut bako akan mendapat pujian dari masyarakat karena kemampuan mengeluarkan biaya besar dan menjalankan

pekerjaan yang juga terbilang rumit sehingga dari pujian yang diberikan oleh masyarakat tersebut maka akan mendatangkan kebanggaan tersendiri bagi bako.

b. Memperkuat hubungan kekeluargaan Dalam menjalankan tradisi maniti anak di Nagari Kinali terlebih dahulu diperlukan adanya hubungan yang terjalin baik antara keluarga bako dengan keluarga anak pisang, karena tradisi ini dijalankan dengan melibatkan masing-masing pihak atau keluarga. Apabila hubungan yang terjalin antara kedua keluarga tersebut tidak baik, maka proses pelaksanaan tradisi maniti anak ini pun tidak akan berjalan.

Hubungan yang baik antara bako dan anak pisang tersebut memiliki nilai dan makna tersendiri, karena dengan adanya hubungan baik tersebut maka anak pisang maupun bako akan merasa mempunyai jalinan kekeluargaan, agar rasa kekeluargaan tersebut tetap terjaga salah satunya dilakukan dengan melestarikan tradisi maniti anak, karena dalam tradisi tersebut bako masih menjalin hubungan dengan anak pisang sehingga dengan adanya tradisi maniti anak ini maka akan semakin erat pula hubungan kekeluargaan tersebut.

KESIMPULAN

1. Proses pelaksanaan tradisi maniti anak di Nagari Kinali Kecamatan Kinali Kabupaten Pasaman Barat melalui

(7)

tahapan-tahapan yang berawal dari pencarian dana, bakumpua di rumah bako, bagalombang, panyarahan pambarian bako dan baretong. 2. Makna tradisi maniti anak bagi masyarakat Nagari Kinali yaitu : pertama, kebanggaan bagi bako, kebanggaan dalam diri bako akan terlihat apabila bako tersebut memberikan pembawaan yang bernilai besar untuk anak pisangnya dengan pemberian tersebut maka bako akan mendapatkan pujian atau reward dari masyarakat. Kedua, memperkuat hubungan kekeluargaan, karena dari tindakan bako tersebut maka akan dapat memberikan arti yang menyangkut hubungan kekeluargaan yang terjalin antara bako dan anak pisang dan dari hubungan yang dijalankan dengan melaksanakan tradisi maniti anak ini tentu akan semakin erat pula hubungan kekeluargaan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Abdulsyani. 2007. Sosiologi Skematika, Tori dan terapan. Jakarta: Bumi Aksara Attubani, Riwayat. 2012. Adat dan Sejarah

Minangkabau. Padang, Sumatera Barat: Media Explorasi

Basrowi. 2008. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta

Martin, Yona. 2002. Tradisi Makan Bajamba

Dalam Upacara Perkawinan

Dikenagarian Maek Kecamatan Bukik Barisan Kabupaten Limo Puluah Koto. Padang: Skripsi FIS UNP

Noor, Juliansyah. 2011. Metodologi Penelitian. Jakarta: Kencana

Peursen, Van. 1998. Strategi Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius

Ritzer, George – Douglas J. Goodman. 2011. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Perdana Media Group

Sari, Puspita Retno. 2007. Makna Tradisi Manyilau Kandang Dalam Upacara Perkawinan Dikenagarian Tambang Kabupaten Tangah Datar. Padang: Skripsi FIS UNP

Sobur, Alex. 2003. Semiotika Komnikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya

Soekanto, Soerjono. 1997. Pokok-Pokok Sosiologi Hukum. Jakarta: PT Rineka Cipta

Sudarminta. 2002. Epistimologi Dasar. Yogyakarta: Kanisius

Suryanti, Vivi. 2007. Makna Ritual

Bajiluang pada Upacara Perkawinan pada masyarakat Pauah Kamba Kabupaten Padang Pariaman. Padang: Skripsi FIS UNP

Sztompka, Piotr. 2007. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Prenada Media

(8)

Referensi

Dokumen terkait