• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Pustaka

Tanaman teh merupakan tanaman tahunan yang menghasilkan daun sebagai hasil produksinya. Tanaman ini dapat tumbuh subur dan berkembang baik di daerah dengan ketinggian 200-2.000 meter diatas permukaan laut. Semakin tinggi letak daerahnya maka semakin baik mutu teh yang dihasilkan. Tanaman ini dapat tumbuh dengan ketingggian 6-9 meter, tetapi umumnya ketinggian yang dipertahankan hanya 1 meter agar tanaman teh dapat dirawat dan dipanen dengan lebih mudah. Pada umumnya tanaman ini dapat mulai dipetik daunnya setelah berumur 5 tahun dan dapat memproduksi sampai 40 tahun (Spilance, 1992).

Tanaman teh pertama kali masuk ke Indonesia tahun 1684, dalam bentuk biji dari jepang sebagai tanaman hias. Kemudian dilaporkan pada tahun 1694 terdapat perdu teh muda berasal dari China tumbuh di Jakarta. Teh jenis Assam mulai masuk ke Indonesia dari Srilanka (Ceylon) pada tahun 1877 dan ditanam di kebun gambung, Jawa Barat oleh R.E Kerk Hoven. Sejak saat itu, teh China secara berangsur-angsur diganti dengan teh assam, sejalan dengan perkembangan perkebunan teh di Simalungun Sumatera utara. Dalam perkembangannya, industri teh di Indonesia mengalami pasang surut sesuai perkembangan pasar dunia maupun Indonesia, antara lain pada masa pendududkan jepang (1942-1945) banyak arael kebun teh menjadi terlantar (Soehardjo,Dkk, 1996).

Tenaga kerja petik merupakan komponen tenaga kerja yang penting dalam perkebunan teh, yang rata-rata mencakup 70% dari total tenaga kerja. Setiap

(2)

hektar rata-rata dengan cara petik manual membutuhkan pekerja 25 orang pekerja/hari. Akan tetapi jika menggunakan mesin, hanya diperlukan 2 mesin/hektar/hari, dimana untuk setiap mesin dikendalikan oleh 4 orang. Dengan kata lain, jika menggunakan mesin pemetikan yang dikendalikan hanya 8 orang pekerja/Ha perhari. Dengan menggunakan mesin pemetik teh ini akan mengurangi pekerja sebanyak 17 orang untuk tiap hektar areal tanaman menghasilkan (Tindaon, 2009).

Agar mutu hasil produksi terjaga dan tanaman teh mampu berproduksi tinggi secara berkesinambungan, pemetikan harus dilakukan oleh tenaga petik yang terampil (Lembaga Riset Perkebunan Indonesia, 2004).

Cara pemetikan teh mempengaruhi kualitas teh. Pucuk teh lebih baik dipetik daripada digunting atau dipangkas menggunakan alat mekanis lainnya karena dengan alat tersebut pucuk teh akan mengalami kerusakan (Lembaga Riset Perkebunan Indonesia, 2004).

Pucuk daun dengan mutu terbaik adalah daun peko yaitu daun yang memiliki kuncup hidup dengan 2 samapai 3 helai daun muda. Sedangkan pucuk daun burung adalah daun yang memiliki kuncup yang sedang mengalami masa dormansi dan helai daun selanjutnya yang berada dibawahnya adalah helai daun yang tua dan hanya 2 helai daun yang dapat dipetik (Lembaga Riset Perkebunan Indonesia, 2004).

Hasil pengolahan pucuk daun tersebut dapat dipisahkan menjadi beberapa grade yaitu whole leaf grades yaitu teh olahan dalam bentuk utuh, broken leaf grades yaitu teh olahan dalam bentuk remukan. Sedangkan untuk grade yang lebih rendah yaitu fanning grades dan

(3)

dust grades yaitu sisa dari proses pengolahan broken leaf grades yang terdiri dari daun teh yang memiliki ukuran yang kecil bahkan dalam bentuk tepung (Lembaga Riset Perkebunan Indonesia, 2004).

Perbedaan ketinggian lokasi tanam teh mempengaruhi kualitas daun teh. Dengan perbedaan iklim, kondisi cuaca dan kondisi geografis lahan, ternyata berpengaruh terhadap karakteristik unik, aroma dan cita rasa dari teh yang dihasilkan. Yang pertama adalah high grown teas yaitu teh yang tumbuh pada ketinggian diatas 1200 m dari permukaan laut (dpl). Karakteristik umum teh pada ketinggian ini adalah fruity dan beraroma harum, daun mengkilap, warnanya lembut, cita rasa lebih kuat, serta warna seduhan merah pekat. Medium grown teas yaitu teh yang tumbuh pada ketinggian antara 800 sampai 1200 m dpl. Karakteristik umum teh pada ketinggian ini adalah ukuran daun sedang, mengkilap, warna seduhan agak kekuningan, serta warna dan cita rasa yang pekat. Dan yang terakhir adalah low grown teas yaitu teh yang tumbuh pada ketinggian 500 sampai 800 m dpl. Karakteristik umum teh pada ketinggian ini adalah daun lebih lebat, daun lebih lebar dengan warna yang kurang cerah, serta cita aroma dan harganya lebih rendah dibanding dengan high dan mid grown teas (Lembaga Riset Perkebunan Indonesia, 2004).

Indonesia merupakan negara pengekspor teh kelima terbesar didunia. Namun harga yang diperoleh Indonesia jauh lebih rendah dibandingkan negara-negara pengekspor teh lainnya. Hal tersebut karena Indonesia hanya mampu menyuplai teh dalam skala yang paling rendah dibanding negara-negara lainnya. Sedangkan faktor lainnya adalah Indonesia masih dominan menjual dalam bentuk

(4)

teh curah (tanpa olahan), sementara negara pengimpor menginginkan teh yang sudah dalam bentuk kemasan (Lembaga Riset Perkebunan Indonesia, 2004).

Ada beberapa jenis pasar teh didunia yaitu pasar yang menghendaki teh jenis low grown dengan kombinasi seimbang antara leafy dan broken grade yaitu Timur Tengah; pasar yang menghendaki jenis low grown dengan dominasi leafy grade (lebih dari 65% kebutuhan) yaitu pasar Iran; pasar yang menghendaki jenis teh medium grown dengan dominasi broken grade yaitu Federasi Rusia; pasar yang menghendaki jenis teh low hingga medium grown dengan dominasi small grade antara lain Singapura, Malaysia, dan Mesir; pasar yang menghendaki jenis teh low hingga medium grown dengan dominasi broken grade yaitu pasar Irak; pasar yang menghendaki jenis teh low hingga medium grown dengan kombinasi seimbang antara small dan broken grade antara lain Pakistan dan Afganistan; pasar yang menghendaki jenis teh high hingga medium grown dengan dominasi small grade, antara lain Polandia dan Hongaria; pasar yang menghendaki jenis teh high hingga medium grown dengan dominasi broken grade, antara lain Jepang, Turki dan Eropa Timur pada umumnya; pasar yang menghendaki jenis teh high hingga medium grown dengan kombinasi seimbang antara small dan broken grade, antara lain Eropa Barat pada umumnya (khususnya Inggris, Belanda, Jerman), dan Australia; pasar yang menghendaki semua jenis teh (low, medium, high grown) dengan dominasi small grade, antara lain Amerika Serikat dan Kanada; pasar yang menghendaki semua jenis teh (low, medium, high grown) dengan komposisi seimbang antara small dan broken grade yaitu Amerika Tengah dan Amerika Selatan (Lembaga Riset Perkebunan Indonesia, 2004).

(5)

Komposisi produksi teh Indonesia untuk high grown tea adalah 20% dari total prduksi, medium grown 50% dan low grown sebesar 30%. Untuk jenis grade yang ditawarkan Indonesia memproduksi 56% broken grade, 40% small grade dan 4% sisanya yaitu leafy grade (Lembaga Riset Perkebunan Indonesia, 2004).

2.2. Landasan teori Produksi

a. Fungsi Produksi

Teori produksi yang sederhana menggambarkan tentang perkaitan antara tingkat produksi sesuatu barang dengan jumlah input produksi yang digunakan untuk menghasilkan berbagai tingkat produksi barang tersebut. Dalam analisis tersebut dimisalkan bahwa 1 input produksi seperti tenaga kerja merupakan satu-satunya faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya sedangkan faktor-faktor produksi lainnya seperti modal, tanah dan teknologi dianggap tidak mengalami perubahan (Sukirno, 2000).

Hasil lebih yang semakin berkurang (law of diminishing return) merupakan sesuatu hasil yang tidak dapat dipisah-pisahkan dari teori produksi. Hukum tersebut menjelaskan sifat pokok dari perkaitan antara tingkat produksi dan input produksi yang digunakan untuk mewujudkan produksi tersebut. Law of diminishing return menyatakan apabila faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya terus-menerus ditambah sebanyak 1 unit, maka mulanya produksi total akan semakin banyak pertambahannya, tetapi sesudah mencapai suatu tingkat tertentu produksi tambahan akan semakin berkurang dan akhirnya akan mencapai negatif dan ini menyebabkan pertambahan produksi total semakin lambat dan akhirnya ia mencapai tingkat maksimum kemudian menurun (Sukirno, 2000).

(6)

Dengan demikian pada hakekatnya law of diminishing return menyatakan bahwa perkaitan antara tingkat produksi dan jumlah suatu input produksi yang digunakan dapat dibedakan dalam tiga tahap yaitu :

a. Tahap pertama : produksi total mengalami pertambahan yang semakin cepat, b. Tahap kedua : produksi total pertambahannya semakin lama semakin kecil c. Tahap ketiga : produksi total semakin lama semakin berkurang

Hukum law of diminishing return dapat dilihat pada kurva berikut: TP

TP

(i) Total Produksi (ii)

Tahap I Tahap II Tahap III

MP dan AP input Produksi Input Produksi

AP Input Produksi MP

Gambar 1. Kurva Total Produksi, Produksi Rata-Rata dan Produksi Marginal

(7)

Gambar 1 menunjukkan hubungan diantara jumlah produksi dan jumlah input produksi yang digunakan untuk menghasilkan produksi tersebut. Bentuk total produksi cekung keatas apabila input produksi masih sedikit digunakan (tahap 1). Ini berarti input produksi adalah masih kekurangan dibandingkan dengan input produksi lainnya yang dianggap tetap jumlahnya (Salvatore, 2001).

Dalam keadaan seperti itu produksi marginal bertambah tinggi dan sifat ini dapat dilihat pada kurva MP. Selanjutnya pertambahan penggunaan input produksi tidak akan menambah produksi total secepat seperti sebelumnya. Keadaan ini digambarkan (i) kurva total produksi (TP) yang terus menurun dan (ii) kurva total produksi yang mulai cembung keatas. Sebelum input produksi digunakan pada tahap kedua, MP adalah lebih tinggi daripada AP. ,maka kurva AP bertambah tinggi. Pada saat input produksi bertambah ketahap II kurva MP memotong kurva AP. Sesudah perpotongan tersebut kurva AP menurun kebawah yang menggambarkan bahwa AP semakin bertambah sedikit. Perpotongan antara kurva AP dan kurva MP adalah menggambarkan permulaan dari tahap kedua. Pada keadaan ini AP mencapai tingkat yang paling tinggi. Pada tahap kedua, penggunaan input produksi dikatakan efisien karena jumlah input produksi yang digunakan sesuai dengan hasil produksi yang maksimal (Sukirno, 2000).

Pada tahap ketiga dimana kurva MP memotong sumbu datar dan sesudahnya kurva tersebut dibawah sumbu datar. Keadaan ini menggambarkan bahwa MP mencapai angka negatif. Kurva Total Produksi (TP) mulai menurun pada tingkat ini, yang menggambarkan bahwa produksi total semakin berkurang apabila lebih banyak lagi input produksi yang digunakan. Keadaan pada tahap ketiga ini menggambarkan bahwa input produksi yang digunakan adalah jauh

(8)

melebihi daripada yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan produksi tersebut secara efisien (Sukirno, 2000).

b. Pengaruh Teknlogi Terhadap Produksi Y C B TP’ TP X

Gambar 2. Perubahan Kurva TP Akibat Pengaruh Teknologi Terhadap Produksi

Pada Gambar 2 diatas, sumbu X adalah skala kuantitas tenaga kerja sedangkan pada sumbu Y adalah kuantitas output. Bila teknologi berubah maka produktivitas setiap satuan tenaga kerja akan naik sehingga produksi yang dihasilkan menjadi naik juga. Kenaikan produksi ini dapat dilihat dari pergeseran kurva fungsi produksi dari TP menjadi TP’ seperti gambar diatas. Ada 3 hal yang dapat dilihat dari kurva diatas yaitu yang pertama, produksi rata-rata dari setiap satuan produksi menjadi meningkat. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan lereng garis yang menuju salah satu titik kurva pada kuantitas tenaga kerja yang sama. Yang kedua, produksi marjinal setiap satuan tenaga kerja juga naik. Hal ini dapat dilihat dari perbandingan lereng kedua kurva pada titik penggunaan tenaga kerja yang sama dan yang ketiga adalah letak puncak kurva TP’ lebih tinggi daripada kurva TP (Salvatore, 2001).

(9)

c. Hubungan Fungsi Produksi Dengan Fungsi Biaya Y TP’ TP X Y MP AP X Rp MC AC AVC MC’

(10)

Dari kurva diatas dapat dilihat bahwa kurva AVC mula-mula menurun

sampai mencapai titik minimum pada saat AP maksimum, kemudian naik mendekati kurva AC namun tidak pernak bersentuhan karena kurva AFC terus menurun. Kemudian AC terus menurun sampai mencapai titik minimum, setelah itu naik terus. Kurva MC pada awalnya juga menurun

hingga mencapai titik minimum. Kurva MC berbanding terbalik dengan kurva MP. Saat MC turun hingga titik minimum maka MP mencapai titik puncak dan kemudian berangsur menurun dan kurva MC semakin naik. Selanjutnya kurva MC naik dan memotong kurva AVC dan AC pada saat keduanyaminimum dan setelah itu nilai MC lebih besar dari AC dan AVC. Saat kurva AP maksimum, maka kurva AVC akan turun hingga mencapai nilai minimum dan sebaliknya, bila AP menurun maka AVC akan naik. Hubungan yang sama juga berlaku antara kurva MP dengan kurva MC (Salvatore, 2001).

Efisiensi

Efisiensi merupakan suatu cara yang digunakan dalam proses produksi dengan menghasilkan output yang maksimal dengan menekan pengeluaran produksi serendah-rendahnya terutama bahan baku atau dapat menghasilkan output produksi dengan sumberdaya yang terbatas. Dalam kaitannya dengan efisiensi ini, dikenal adanya konsep efisiensi teknik (technical efficiency), efisiensi harga (price efficiency) dan efisiensi ekonomi (economic efficiency) (Doll, 1984).

Efisiensi teknik (technical efficiency) adalah rasio penggunaan input pada tingkat output tertentu. Efisiensi harga (price efficiency) adalah kemampuan untuk menggunakan input secara optimal dan proporsi pada tingkat harga input tertentu.

(11)

efisiensi ekonomi (economic efficiency) adalah besaran yang menunjukka n perbandingan antara keuntungan yang sebenarnya dengan keuntungan maksimum. Secara matematik, hubungan antara efisiensi teknik, efisiensi harga dan efisiensi ekonomi adalah efisiensi ekonomi (EE) = efisiensi teknik (ET) x efisiensi harga (EH) (Soekartawi, 1994).

Y S P A R Q Q’ Ś Á O X Gambar 4. Kurva Efisiensi Unit Isoquant

SŚ adalah kurva isoquant yang menunjukkan kombinasi penggunaan jumlah input untuk tingkat output tertentu. Apabila ditarik garis OP yang menunjukkan jumlah penggunaan input persatuan output, maka akan memotong kurva SŚ di titik Q. QP adalah kelebihan penggunaan faktor produksi. Dengan demikian tingkat efisiensi teknik ditunjukkan dari perbandingan OQ dengan OP. Saat ditarik garis AÁ yang menunjukkan harga input, maka akan memotong garis P di titik R dan kurva SŚ dititik Q’ yang menunjukkan titik penggunaaan input untuk mendapatkan output pada biaya paling rendah. Dengan demikian, efisiensi harga ditunjukkan dari perbandingan OR dengan OQ. Maka efisiensi ekonomi adalah OQ/OP.OR/OQ yaitu OR/OP (Soekartawi, 1994).

(12)

Dalam pencapaian efisiensi teknik, harus dapat mengalokasikan faktor produksi sedemikian rupa sehingga produksi yang tinggi dapat dicapai. Bila petani atau perusahaan mendapatkan keuntungan yang besar dari usaha taninya, maka hal ini dapat dikatakan mengalokasikan faktor produksinya secara efisiensi harga. Efisiensi harga dan efisiensi teknik dapat dilakukan secara bersamaan dengan cara jika perusahaan atau petani mampu meningkatkan produksinya dengan tinggi dengan harga faktor produksi yang dapat ditekan tapi mampu menjual produksinya dengan harga tinggi. Situasi demikian sering disebut dengan efisiensi ekonomi. Dengan kata lain, petani atau perusahaan mampu menjalankan efisiensi teknik, efisiensi harga dan efisiensi ekonomi secara bersamaan (Soekartawi, 1994).

2.3 Kerangka Pemikiran

Perkebunan teh Sidamanik PTPN IV mengalami kerugian selama puluhan tahun. Salah satu upaya efisiensi yang dilakukan perusahaan untuk mengurangi tingkat kerugian adalah dengan mengurangi tenaga kerja panen dengan cara mengaplikasikan sistem mekanisasi panen dimana dengan cara tersebut tenaga kerja panen petik (manual) dapat dikurangi dan digantikan dengan mesin pemetik teh (mekanisasi).

Sistem mekanisasi panen mempengaruhi tingkat produktivitas. Penggunaan tiap unit mesin teh diperkirakan mampu menghasilkan setara dengan hasil panen 5 karyawan panen dengan sistem panen manual.

Sistem mekanisasi panen tidak hanya mempengaruhi produksi. Akan tetapi dapat mempengaruhi mutu atau kualitas teh hasil panen.

(13)

Hasil panen teh yang telah diperoleh perusahaan akan dijual ke pasar baik pasar domestik maupun ekspor. Sesuai dengan level grade teh yang diperoleh, jika teh memiliki grade yang baik maka produk mampu masuk ke pasar internasional dan jika hanya memiliki mutu yang sedang maupun kurang bagus, maka teh hanya bisa dipasarkan di pasar domestik.

Sistem panen manual dapat mempengaruhi jumlah produksi, mutu dan harga. Sistem panen manual dilakukan oleh karyawan panen dengan cara pemetikan dengan tangan tanpa bantuan mesin atau mekanisasi. Penggunaan sistem panen manual membutuhkan tenaga kerja yang banyak dan mempengaruhi biaya yang harus dikeluarkan perusahaan untuk menggaji para karyawan. Sedangkan dengan sistem mekanisasi, 1 mesin mewakili setara dengan produktivitas 5 karyawan panen manual.

Hasil penjualan output yang diterima perusahaan akan menjadi penerimaan dan juga mempengaruhi besarnya pendapatan yang diterima oleh perusaahan. Selain berpengaruh pada tingkat produksi, mutu, harga jual dan juga yang secara langsung mempengaruhi pendapatan perusahaan, sistem mekanisasi panen juga berpengaruh pada efisiensi yaitu berupa efisiensi harga, efisiensi teknik dan efisiensi ekonomis.

(14)

Adapun skema kerangka peemikiran dari penelitian inidisajikan pada gambar 4:

Keterangan :

: Mempengaruhi : Hubungan

Gambar 4. Skema Kerangka Pemikiran Tidak Ada Perbedaan Ada Perbedaan

Produksi Mutu Harga Produksi Mutu Harga

Sistem Panen

Manual Mekanisasi

Pendapatan Efisiensi Pendapatan Efisiensi

Teknik Harga Ekonomis

(15)

2.4 Hipotesis

Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah :

1) Mekanisasi panen menurunkan tingkat penggunaan tenaga di perkebunan teh Sidamanik.

2) Mekanisasi panen meningkatkan produktivitas tenaga kerja dan menurunkan mutu teh di perkebunan teh Sidamanik.

3) Mekanisasi panen menurunkan harga jual teh dan meningkatkan pendapatan di perkebunan teh Sidamanik.

4) Mekanisasi panen mempengaruhi tingkat efisiensi harga, efisiensi teknik dan efisiensi ekonomis di perkebunan teh Sidamanik.

Gambar

Gambar 1. Kurva Total Produksi, Produksi Rata-Rata dan Produksi  Marginal
Gambar 2. Perubahan Kurva TP Akibat Pengaruh Teknologi Terhadap  Produksi
Gambar 3. Hubungan Antara Fungsi Produksi Dengan Fungsi Biaya
Gambar 4. Skema Kerangka Pemikiran Tidak  Ada Perbedaan Ada Perbedaan

Referensi

Dokumen terkait

Dari pengertian diatas dapat disimpulakan bahwa Return On Equity (ROE) adalah salah satu cara yang digunakan untuk menghitung efisiensi perusahaan dengan cara

Vijeo Citect adalah salah satu software program yang digunakan pada industri otomatis yang memiliki tingkat efisiensi yang tinggi pada semua operasi dengan sistem cepat,

1. Intensitas tenaga kerja yang tidak mempengaruhi produksi, justru mengurangi hasil bersih. Peningkatan intensitas penggunaan tenaga kerja yang sejajar dengan peningkatan

Prosedur pemberian kredit yang sehat merupakan salah satu upaya untuk mengurangi resiko dalam pemberian kredit yang dimulai dari penyusunan perencanaan kredit, proses

Tap Changer, adalah salah satu bagian utama dari Trafo Tenaga yang berfungsi untuk melayani pengaturan tegangan trafo tersebut, dengan cara memilih/merubah ratio

Tingkat efisiensi pasar modal yang pertama, pemodal tidak bisa memperoleh tingkat keuntungan di atas normal (lebih tinggi dari yang seharusnya sesuai dengan

Ada banyak cara pengendalian yang dapat dilakukan untuk mengurangi kerugian akibat serangan jamur patogen tersebut, diantaranya perbaikan sistem budidaya tanaman,

Meskipun demikian, untuk meningkatkan efisiensi dalam penaksiran volume tegakan dengan tidak mengurangi ketelitian yang diharapkan, diusahakan dalam penyusunan tabel