Puisi Wajib: IBU karya Mustofa Bisri Puisi Wajib: IBU karya Mustofa Bisri IBU IBU (Mustofa Bisri) (Mustofa Bisri) Kaulah gua Kaulah gua teduh teduh tempatku bertapa
tempatku bertapa bersamamubersamamu Sekian lama
Sekian lama Kaulah kawah Kaulah kawah
dari mana aku meluncur dengan perkasa dari mana aku meluncur dengan perkasa Kaulah bumi
Kaulah bumi
yang tergelar lembut bagiku yang tergelar lembut bagiku melepas lelah dan nestapa melepas lelah dan nestapa gunung yang menjaga mimpiku gunung yang menjaga mimpiku siang dan malam
siang dan malam mata air yang tak
mata air yang tak brenti mengalirbrenti mengalir membasahi dahagaku
membasahi dahagaku telaga tempatku bermain telaga tempatku bermain berenang dan menyelam berenang dan menyelam Kaulah, ibu, laut dan langit Kaulah, ibu, laut dan langit yang menjaga lurus horisonku yang menjaga lurus horisonku Kaulah, ibu, mentari dan
Kaulah, ibu, mentari dan rembulanrembulan yang mengawal perjalananku yang mengawal perjalananku mencari jejak sorga
mencari jejak sorga di telapak kakimu di telapak kakimu (Tuhan, (Tuhan, aku bersaksi aku bersaksi
ibuku telah melaksanakan amanatMu ibuku telah melaksanakan amanatMu menyampaikan kasihsayangMu
menyampaikan kasihsayangMu maka kasihilah ibuku
maka kasihilah ibuku seperti Kau
seperti Kau mengasihimengasihi kekasih-kekasihMu kekasih-kekasihMu Amin). Amin). 1414 H 1414 H http://www.librarypendidikan.com http://www.librarypendidikan.com Puisi Pilihan FLS2N SD: Puisi Pilihan FLS2N SD:
Sepuluh (10) judul puisi pilihan dalam babak penyisihan: Sepuluh (10) judul puisi pilihan dalam babak penyisihan: 1.
1. MonginsiMonginsidi (karya di (karya Subagio Sastrowardoyo)Subagio Sastrowardoyo) 2. Orang Picak dan
2. Orang Picak dan Anaknya (karya Adri Darmadji Woko)Anaknya (karya Adri Darmadji Woko) 3. Sersan Nurcholis (karya Taufiq Ismail)
3. Sersan Nurcholis (karya Taufiq Ismail)
4. Nyanyian Kemerdekaan (karya Ahmadun Yosi Hervanda) 4. Nyanyian Kemerdekaan (karya Ahmadun Yosi Hervanda) 5. Negeri Kabut (karya Oei Sien Tjwan)
5. Negeri Kabut (karya Oei Sien Tjwan)
6. Selamat Pagi Indonesia (karya Sapardi Djoko Damono) 6. Selamat Pagi Indonesia (karya Sapardi Djoko Damono) 7. 10 November (karya Toto
7. 10 November (karya Toto Sudarto Bachtiar)Sudarto Bachtiar) 8. Sajak Bagi Negaraku (karya Kriapur)
8. Sajak Bagi Negaraku (karya Kriapur)
9. Sajak 17 Agustus (karya Yudhistira Ardi Nugraha) 9. Sajak 17 Agustus (karya Yudhistira Ardi Nugraha) 10. Sajak karya pribadi (ditulis oleh peserta)
10. Sajak karya pribadi (ditulis oleh peserta)
Secara Jelasnyai Inilah10 (sepuluh) Lirik Pusisi
Monginsidi (karya Subagio Sastrowardoyo)
Puisi
Monginsidi (karya Subagio Sastrowardoyo)
Aku adalah dia yang dibesarkan dengan dongeng di dada bunda Aku adalah dia yang takut gerak bayang di malam gelam
Aku adalah dia yang meniru bapak mengisap pipa dekat meja
Aku adalah dia yang mengangankan jadi seniman melukis keindahan AKu adalah dia yang menangis terharu mendengar lagu merdeka
Aku adalah dia yang turut dengan barisan pemberontak ke garis pertempuran Aku adalah dia yang memimpin pasukan gerilya membebaskan kota
AKu adalah dia yang disanjung kawan sebagai pahlawan bangsa Aku adalah dia yang terperangkap siasat musuh karena pengkianatan Aku adalah dia yang digiring sebagai hewan di muka regu eksekusi Aku adalah dia yang berteriak 'merdeka' sbelum ditembak mati Aku adalah dia, ingat, aku adalah dia
(Dari Budaja Djaja No. 23, April 1970)
Sersan Nurcholis (karya Taufiq Ismail)
Puisi
Sersan Nurcholis
(karya Taufiq Ismail)
Seorang Sersan
Kakinya hilang
Sepuluh tahun yang lalu
Setiap siang
Terdengar siulnya
Di bengkel arloji
Sekali datang
Teman-temannya
Sudah orang resmi
Dengan senyum ditolaknya
Kartu anggota
Bekas pejuang
Sersan Nurcholis
Kakinya hilang
Di jaman Revolusi
Setiap siang
Terdengar siulnya
Di bengkel arloji
(1958)
http://www.librarypendidikan.compuisi "nyanyian kemerdekaan ' karya ahmadun yosiherfanda NYANYIAN KEBANGKITAN
Hanya kau yang kupilih, kemerdekaan Di antara pahit-manisnya isi dunia
Akankah kau biarkan aku duduk berduka Memandang saudaraku, bunda pertiwiku Dipasung orang asing itu?
Mulutnya yang kelu
Tak mampu lagi menyebut namamu Berabad-abad aku terlelap
Bagai laut kehilangan ombak Atau burung-burung yang semula Bebas di hutannya
Digiring ke sangkar-sangkar Yang terkunci pintu-pintunya
Tak lagi bebas mengucapkan kicaunya Berikan suaramu, kemerdekaan
Darah dan degup jantungmu Hanya kau yang kupilih
Di antara pahit-manisnya isi dunia Orang asing itu berabad-abad Memujamu di negerinya Sementara di negeriku
Ia berikan belenggu-belenggu Maka bangkitlah Sutomo
Bangkitlah Wahidin Sudirohusodo Bangkitlah Ki Hajar Dewantoro Bangkitlah semua dada yang terluka
“Bergenggam tanganlah dengan saudaramu Eratkan genggaman itu atas namaku
Kekuatanku akan memancar dari genggaman itu.” Suaramu sayup di udara
Membangunkanku
Dari mimpi siang yang celaka
Hanya kau yang kupilih, kemerdekaan Di antara pahit-manisnya isi dunia Berikan degup jantungmu
Otot-otot dan derap langkahmu
Biar kuterjang pintu-pintu terkunci itu Atau mendobraknya atas namamu Terlalu pengap udara yang tak bertiup Dari rahimmu, kemerdekaan
Jantungku hampir tumpas Karena racunnya
Hanya kau yang kupilih, kemerdekaan Di antara pahit-manisnya isi dunia! (Matahari yang kita tunggu
Akankah bersinar juga
Puisi
Selamat Pagi Indonesia
Karya: Sapardi Djoko Damono
Selamat pagi, Indonesia, seekor burung mungil mengangguk dan menyanyi kecil buatmu.
aku pun sudah selesai, tinggal mengenakan sepatu,
dan kemudian pergi untuk mewujudkan setiaku padamu dalam kerja yang sederhana;
bibirku tak biasa mengucapkan kata-kata yang sukar dan tanganku terlalu kurus untuk mengacu terkepal.
selalu kujumpai kau di wajah anak-anak sekolah, di mata para perempuan yang sabar,
di telapak tangan yang membatu para pekerja jalanan; kami telah bersahabat dengan kenyataan
untuk diam-diam mencintaimu.
pada suatu hari tentu kukerjakan sesuatu agar tak sia-sia kau melahirkanku.
seekor ayam jantan menegak, dan menjeritkan salam
padamu, kubayangkan sehelai bendera berkibar di sayapnya. aku pun pergi bekerja, menaklukan kejemuan,
merubuhkan kesangsian,
dan menyusun batu-demi batu ketabahan, benteng
kemerdekaanmu pada setiap matahari terbit, o anak jaman yang megah,
biarkan aku memandang ke Timur untuk mengenangmu wajah-wajah yang penuh anak-anak sekolah berkilat, para perepuan menyalakan api,
dan di telapak tangan para lelaki yang tabah
telah hancur kristal-kristal dusta, khianat dan pura-pura. Selamat pagi, Indonesia, seekor burung kecil
memberi salam kepada si anak kecil; terasa benar : aku tak lain milikmu.. Basis
Thn. XV – 4 Januari 1965
Puisi:
"Pahlawan Tak Dikenal" karya Toto Sudarto Bachtiar
Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring
Tetapi bukan tidur, sayang
Sebuah lubang peluru bundar di dadanya
Senyum bekunya mau berkata, kita sedang perang
Dia tidak ingat bilamana dia datang
Kedua lengannya memeluk senapang
Dia tidak tahu untuk siapa dia datang
Kemudian dia terbaring, tapi bukan tidur sayang
wajah sunyi setengah tengadah
Menangkap sepi padang senja
Dunia tambah beku di tengah derap dan suara merdu
Dia masih sangat muda
Hari itu 10 November, hujan pun mulai turun
Orang-orang ingin kembali memandangnya
Sambil merangkai karangan bunga
Tapi yang nampak, wajah-wajahnya sendiri yang tak dikenalnya
Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring
Tetapi bukan tidur, sayang
Sebuah peluru bundar di dadanya
Senyum bekunya mau berkata : aku sangat muda.
SAJAK BUAT NEGARAKU Puisi Karya : Kriapur
di tubuh semesta tercinta
buku-buku negeriku tersimpan
setiap gunung-gunung dan batunya
padang-padang dan hutan
semua punya suara
semua terhampar biru di bawah langitnya
tapi hujan selalu tertahan dalam topan
hingga binatang-binatang liar
mengembara dan terjaga di setiap tikungan
kota-kota
di antara gebalau dan keramaian tak bertuan
pada hari-hari sebelum catatan akhir
musim telah merontokkan daun-daun
semua akan menangis
semua akan menangis
laut akan berteriak dengan gemuruhnya
rumput akan mencambuk dengan desaunya
siang akan meledak dengan mataharinya
dan musim-musim dari kuburan
akan bangkit
semua akan bersujud
berhenti untuk keheningan
pada yang bernama keheningan
semua akan berlabuh
bangsaku, bangsa dari segala bangsa
rakyatku siap dengan tombaknya
siap dengan kapaknya
bayi-bayi memiliki pisau di mulut
tapi aku hanya siap dengan puisi
dengan puisi bulan terguncang
menetes darah hitam dari luka lama
Solo, 1983
IBU (Sebuah Puisi Karya KH. Mustofa Bisri)
Ibu, Kaulah gua teduh
Tempatku bertapa bersamamu sekian lama Kaulah kawah,
Darimana aku meluncur dengan perkasa
Kaulah bumi, yang tergelar lembut bagiku melepas lelah dan nestapa Gunung yang menjaga mimpiku siang dan malam
Mata air yang tak brenti mengalir Membasahi dahagaku
Telaga tempatku bermain Berenang dan menyelam Kaulah, ibu, laut dan langit Yang menjaga lurus horisonku
Kaulah, ibu, mentari dan rembulan Yang mengawal perjalananku
Mencari jejak surge di telapak kakimu
(Tuhan, aku bersaksi
Ibuku telah melaksanakan amanatMu Menyampaikan kasih sayangMu
Maka kasihilah ibuku
Seperti Engkau mengasihi kekasih-kekasihmu Amin)