• Tidak ada hasil yang ditemukan

Arsitektur Tradisional Palembang, Jambi & Riau - Paper 2.pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Arsitektur Tradisional Palembang, Jambi & Riau - Paper 2.pdf"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

Daftar Isi...ii

BAB I PENDAHULUAN……….

.

….1

1.1 Latar Belakang

………1

1.2

Rumusan Masalah………

.

………..1

1.3

Tujuan ……….……….2

1.4 Manfaat

……….…

..

…………2

1.5 Metode

………

.

………

.2

BAB II PEMBAHASAN

………

.

………..3

2.1.Propinsi sumatera selatan (palembang)………..….3

2.1.1Rumah Limas

………

.

……….

.

……..3

2.2.Propinsi Riau

………..…

..

…….5

2.2.1Rumah lancing

………

..

……..5

2.3Propinsi jambi

……….9

2.3.1 Rumah kajang lako

………..9

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN

………

.

…..

12

3.1 Kesimpulan

……….……

12

3.2 Saran…...12

Daftar Pustaka………..………13

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kekayaan nusantara sangatlah melimpah termasuk pula kekayaan akan keragaman

budaya dan arsiektur. Setiap daerah di Indonesia memiliki cirri dan karakter arisektur

masing masing yang membuat arsitektur di Indonesia sangat beragam. Pada satu pulau saj

ada beragam langgam arsitektur seperti di pulau Sumatera. Propinsi Palembang, Jambi

dan Riau tentu pula memiliki cirri arsitektur tersendiri dan maksud tertentu dari

perwujudannya. Karena itu dalam penulisan paper ini akan dibahas mengenai arsitektur

Palembang, Jambi dan Riau agar diperoleh pengetahuan yang lebih mendetail mengenai

arsitektur nusantara itu sendiri.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang tadi dalam penulisan paper ini dapat di rumuskan masalah yang

akan di bahas yaitu:

1. Bagaimana cirri atau karakter khas dari masing

masing daerah yaitu Palembang,

Jambi dan Riau.

2. Dasar atau filosofi apa yang mendasari perwujudan arsitektur masing

masing daerah

yaitu Palembang, Jambi dan Riau.

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan paper ini adalah untuk menambah pengetahuan

mengenai arsitektur nusantara terutama arsitektur Palembang, Jambi dan Riau sehingga

dapat dilestarikan dan dikembangkan selain untuk memenuhi tugas Mata Kuliah

Arsitektur Nusantara Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Udayana Smester

Ganjil Tahun 2008.

(3)

1.4 Manfaat

Dari penulisan ini diharapkan diperoleh manfaat yaitu untuk menambah pengetahuan di

bidang arsitektur terutama Arsitektur Nusantara. Dengan demikian diharapkan agar tidak

hanya diketahui saja tapi dapat di lestarikan dan dikembangkan.

1.5 Metode

Metode dalam penulisan ini adalah:

Metode pengumpulan data atau telaah pustaka

Dalam pembuatan paper ini penulis menggunakan metode telaah pustaka baik

dari buku maupun dari internet. Dengan adanya literatur litertur yang sesuai

dengan pokok bahasan pada paper ini, diharapkan penulisan paper ini dapat

terarah dan mencapai tujuan yang diinginkan.metode ini mengcu pada

penggunaan buku dan jika ada kekurangan pada buku tersebut akan di

lengkapi dengan literatur dari web

wep di internet

(4)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1.Propinsi Sumatera Selatan (Palembang)

2.1.1Rumah Limas

Gambar 1.1 Rumah limas Lokasi : Jl. Demang Lebar Daun

Rumah Limas merupakan prototype rumah tradisional Palembang, selain ditandai denagn atapnya yang berbentuk limas, rumah limas ini memiliki ciri-ciri:

- Atapnya berbentuk Limas

- Badan rumah berdinding papan, dengan pembagian ruangan yang telah ditetapkan (standard) bertingkat-tingkat.(Kijing)

- Keseluruhan atap dan dinding serta lantai rumah bertopang di atas tiang-tiang yang tertanam di tanah

- Mempunyai ornamen dan ukiran yang menampilkan kharisma dan identitas rumah tersebut. Kebanyakan rumah Limasluasnya mencapai 400 sampai 1.000 meter persegi atau lebih, yang didirikan di atas tiang-tiang kayu Onglen dan pada rangka digunakan kayu tembesu. Pengaruh Islam nampak pada ornamen maupun ukiran yang terdapat pada rumah limas. Simbas (Platy Cerium Coronarium) menjadi symbol utama dalam ukiran tersebut. Filosofi tempat tertinggi adalah suci dan terhormat terdapat pada arsitektur rumah limas. Ruang utama dianggap terhormat adalah ruang gajah (bahasa kawi= balairung) terletak ditingkat teratas dan tepat di bawah atap limas yang di topang oleh Alang Sunan dan Sako Sunan. Diruang gajah terdapat Amben (Balai/tempat Musyawarah) yang

(5)

terletak tinggi dari ruang gajah (+/- 75 cm). Ruangan ini merupakan pusat dari Rumah Limas baik untuk adat, kehidupan serta dekorasi. Sebagai pembatas ruang terdapat lemari yang dihiasi sehingga show/etlege dari kekayaan pemiliki rumah. Pangkeng (bilik tidur) terdapat dinding rumah, baik dikanan maupun dikiri. Untuk memasuki bilik atau Pangkeng ini, kita harus melalui dampar (kotak) yang terletak di pintu yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan peralatan rumah tangga. Pada ruang belakang dari segala terdapat pawon (dapur) yang lantainya sama tingkat dengan lantai Gegajah tetapi tidak lagi dibawah naungan atap pisang sesisir. Dengan bentuk ruangan dan lantai berkijing-kijing tersebut, maka rumah Limas adalah rumah secara alami mengatur keprotokolan yang rapi, tempat duduk para tamu disaat sedekah sudah ditentukan berdasarkan status tersebut di masyarakat

Selain ditandai dengan atapnya yang berbentuk limas, rumah tradisional ini memiliki lantai bertingkat tingkat yang disebut Bengkilas dan hanya dipergunakan untuk kepentingan keluarga seperti hajatan. Para tamu biasanya diterima diteras atau lantai kedua. Kebanyakan rumah limas luasnya mencapai 400 sampai 1000 meter persegi atau lebih, yang didirikan diatas tiang-tiang dari kayu unglen atau ulin yang kuat dan tanah air. Dinding, pintu dan lantai umumnya terbuat dari kayu tembesu. Sedang untuk rangka digunakan kayu seru. Setiap rumah terutama dinding dan pintu diberi ukiran. Saat ini rumah limas sudah mulai jarang dibangun karena biaya pembuatannya lebih besar dibandingkan membangun rumah biasa.

Gambar 1.2 Contoh rumah limas

Tangga rumah Limas

Rumah limas menurut bentuknya merupakan rumah tradisional khas Palembang dengan sisinya berbentuk piramid, tetapi atapnya bercorak sama, beratap piramid pula. Sedangkan dinding bagian dalam dibagi dalam beberapa bentuk, bentuk yang standar berupa kijing.

(6)

Rumah limas memiliki berbagai ornamen atau pun ukiran yang sangat identik dengan ciri aslinya. Kebanyakan rumah limas berukuran antara 400 meter persegi dengan penyanggah tiang dari kayu unglen dan tembesu, bingkai rumah limas tidak hanya penuh dengan ornamen dan ukiran tetapi juga dipengaruhi dengan budaya islam. Tempat yang sangat diagungkan pada rumah limas bernama ruangan gajah, dianggap sebagai ruangan utama bertempat diatas alang sunan dan sako sunan. Disamping itu dalam ruangan ini terdapat amben, merupakan ruangan pertemuan, bertempat lebih tinggi dari ruangan utama (+75cm). Ruangan ini adalah pusat untuk tempat pertemuan, terdapat dinding disisi kanan dan kiri Pangken (ruang kamar). Orang harus membuka Damopar, suatu kotak untuk menaruh atau menyimpan perlengkapan rumah didalam kamar. Disamping ruangan gajah ada pula dapur,lantainya sama seperti pada ruangan gajah. Rumah limas dijaga oleh beberapa orang protokol, khususnya pada ruangan tamu yang disiapkan khusus bagi orang-orang bangsawan yang ingin mengadakan perayaan.

2.2.Propinsi Riau

2.2.1 Rumah lancang

Gambar 2.1 Contoh Rumah Lancang

Awal peradaban Riau sangat langka sumber-sumbernya, karena sangat sedikit fosil-fosil purba manusia Riau yang dapat ditemukan di kawasan ini. Para ahli purbakala memperkirakan penduduk penghuni kawasan ini tergolong ras Wedoide dan Austroloid. Mereka menduga bahwa bangsa berikutnya yang menghuni memiliki kebudayaan yang lebih maju, yaitu kebudayaan neolitikum dan megalitikum. Mereka dinyatakan sebagai asal mula ras rumpun bangsa Melayu yang disebut sebagai Proto Melayu. Sekitar 300 tahun SM datang pula gelombang suku bangsa Deutro Melayu, yang sudah mendapat pengaruh Hindu. Mereka datang dan mendesak orang-orang Proto Melayu. Yang belum berbaur bermigrasi ke hutan-hutan dan laut (Ishak, 2001: 37-40).

(7)

Ragam hias rumah lancang

Filosofi

Rumah adalah salah satu dari sekian banyak inskripsi sosial, pengejawantahan suatu sistem sosial. Hal ini cukup nyata pada rumah lontik yang merupakan salah satu tipe rumah tinggal Suku Melayu di Riau. Istilah "lontik" dipakai mereka untuk menunjukkan bentuk perabung (bubungan) atap yang melentik keatas. Menurut tradisi, garis melentik ini menunjukkan penghormatan kepada Allah. Ada sebutan lain untuk rumah ini, yaitu pencalang atau rumah lancang, yaitu perahu layar tradisional Riau lancang yang disebut pula pencalang

Rumah Lancang merupakan Rumah panggung. Tipe konstruksi panggung dipilih untuk menghindari bahaya serangan binatang buas dan terjangan banjir. Di samping itu, ada kebiasaan masyarakat untuk menggunakan kolong rumah sebagai kandang ternak, wadah penyimpanan perahu, tempat bertukang, tempat anak-anak bermain, dan gudang kayu, sebagai persiapan menyambut bulan puasa. Selain itu, pembangunan Rumah berbentuk panggung sehingga untuk memasukinya harus menggunakan tangga yang mempunyai anak tangga berjumlah ganjil, lima, merupakan bentuk ekspresi keyakinan masyarakat.

Dinding luar Rumah Lancang seluruhnya miring keluar, berbeda dengan dinding dalam yang tegak lurus. Balok tumpuan dinding luar depan melengkung ke atas, dan, terkadang, disambung dengan ukiran pada sudut-sudut dinding, maka terlihat seperti bentuk perahu. Balok tutup atas dinding juga melengkung meskipun tidak semelengkung balok tumpuan. Lengkungannya mengikuti lengkung sisi bawah bidang atap. Kedua ujung perabung diberi hiasan yang disebut sulo bayung. Sedangkan sayok lalangan merupakan ornamen pada keempat sudut cucuran atap. Bentuk hiasan beragam, ada yang menyerupai bulan sabit, tanduk kerbau, taji dan sebagainya.

Keberadaan Rumah Lancang, nampaknya, merupakan hasil dari proses akulturasi arsitektur asli masyarakat Kampar dan Minangkabau. Dasar dan dinding Rumah yang berbentuk seperti perahu merupakan ciri khas masyarakat Kampar, sedangkan bentuk atap lentik (Lontik) merupakan ciri khas arsitektur Minangkabau. Proses akulturasi arsitektur terjadi karena daerah Kampar merupakan alur pelayaran, Sungai Mahat, dari Lima Koto menuju wilayah Tanah Datar di Payakumbuh, Minangkabau. Daerah Lima Koto mencakup Kampung Rumbio, Kampar, Air, Tiris, Bangkinang,

(8)

Salo, dan Kuok. Oleh karena Kampar merupakan bagian dari alur mobilitas masyarakat, maka proses akulturasi merupakan hal yang sangat mungkin terjadi. Hasil dari proses akulturasi tersebut nampak dari keunikan Rumah Lancang yang sedikit banyak berbeda dengan arsitektur bangunan di daerah Riau Daratan dan Riau Kepulauan.

Istilah koto sendiri menunjukkan suatu tempat (place) bermukim terkait dengan suatu konsep ruang budaya, sebagaimana yang lazim ditemukan di seantero Nusantara. Perkampungan mereka sebut koto. Koto yang dikelilingi pagar bambu atau tanah, terdiri dari kelompok rumah tinggal, masjid dan balai adat yang disebut balai godang. Awalnya koto dibangun menyusur kaki bukit dengan bentuk persegi panjang, tetapi secara berangsur-angsur pindah ke daratan tepi Sungai Kampar dengan bentuk menurut tebing sungai, memanjang ke hulu. Dalam proses perkembangan desa, koto hanya tinggal nama saja karena pagar batas tidak ada lagi. Jarak antar koto berjauhan. Rumah didirikan sejajar di tepi sungai. Jarak rumah diatur dengan aturan adat: rumah keluarga muda berada di belakang yang lebih tua.Hal yang paling jelas pada rumah lontik Sebagai inskripsi sosial ialah bahwa rumah tersebut terbagi menjadi tiga bagian, yaitu ruang bawah, ruang tengah dan ruang belakang. Pembagian ini menyesuaikan dengan alam nan tigo (berkawan, bersamak dan semalu), yaitu konsep tata pergaulan dalam kehidupan masyarakat (Suwondo, 1984: 122-126).

Berakhirnya kerajaan Sriwijaya pada tahun 1377 mengakibatkan kembali berdirinya kerajaan-kerajan kecil yang dulu dikuasainya, termasuk Kerajaan Bintan di Kepulauan Riau. Kejayaan Bintan terwujud pada Abad XIV saat pemerintahan Sang Nila Utama (Sri Tri Buana). Kepindahan pusat Kerajaan ke Tumasik (sekarang Singapura) menyebabkan keberadaan Bintan merosot. Serangan Majapahit ke Singapura membuat raja menyingkir ke Malaka, yang kelak membangun wilayah itu menjadi pusat imperium Melayu sampai ditaklukan Portugis 1511 (Suwondo, 1984:8-9). Di kemudian hari, ada beberapa dinasti kesultanan Melayu: Riau Melayu, Melayu Malaka, Melayu Johor, Melayu Bintan, Melayu Lingga hingga Melayu Deli: kawasan yang cukup luas ini menjadi kawasan budaya Melayu. Meski Malaka lebih dikenal karena letak strategisnya, namun Riau merupakan negeri gurindam ini menempati posisi sebagai pusat sastra dan bahasa Melayu. Demikianlah, meskipun banyak persamaan karakter, orang Riau mengidentifikasi dirinya sebagai orang Melayu penghuni pantai Timur Sumatera dan Malaka, yang berbeda dengan orang Minangkabau.

.

(9)

Gambar 2.2 Rumah Lancang

Atas: Rumah Lontik. Citra perahunya (lancang) selain dari bentuk atapadalah dinding luar

yang miring Bawah: Bentuk dasar skematik struktur atap lontik. Perhatikan pemakaian dua

lapis gording dan kasau (Sumber: www.jakarta-tourism.go.id; Modifiksi dari Suwondo,

1984)

Ruang bawah dan ruang tengah yang dipisahkan oleh dinding kayu, merupakan rumah

induk. Ruang bawah melambangkan alam berkawan (pergaulan sesama warga

kampung) terbagi menjadi dua bagian, ujung bawah dan pangkal rumah. Ujung bawah

berfungsi sebagai ruang duduk ninik mamak dan undangan dalam upacara tertentu.

Dalam kondisi sehari-hari ruang ini dipakai sebagai tempat sembahyang. Pangkal

rumah merupakan ruang duduk ninik mamak pemilik rumah. (ninik mamak nan punyo

soko). Sehari-hari dipakai sebagai ruang tidur mereka.

Alam bersamak (kaum kerabat dan keluarga) dilambangkan oleh ruang tengah. Ruang

ini juga terbagi dua, poserek dan ujung tengah. Poserek merupakan ruang berkumpul

orang tua perempuan dan anak-anak. Jika terpaksa dapat berubah fungsi menjadi

ruang tidur keluarga wanita dan anak. Ujung tengah sehari-hari dipakai sebagai ruang

tidur pemilik rumah, tetapi pada upacara perkawinan gerai pelaminan diletakan di

situ.

Ruang belakang terbagi menjadi dua, sulo pandan dan pedapuan. Sulo Pandan

merupakan ruang penyimpanan ruang keperluan sehari-hari dan peralatan dapur.

Sedangkan pedapuan berfungsi sebagai dapur, ruang makan keluarga, dan tempat

kaum ibu bertamu. Kadang dipakai pula sebagai ruang tidur anak gadis. Ruang ini

merupakan cerminan dari keberadaan alam semalu yaitu kehidupan pribadi dan rumah

tangga, tempat menyimpan segala rahasia.

(10)

Gambar 2.3

Rumah tiang dua belas Negeri Sembilan, merupakan satu-satunya rumah

tradisional pada Semenanjung Melayu yang bentuk atapnya melengkung (Sumber. Gibbs,

1987)

Gambar 2.4

Atas dari kiri ke kanan:bentuk atap perahu dari Minangkabau, Yulong (Vietnam,

dan Sepik Bawah: rumah Yap, Mikronesia yang mirip dengan rumah Mentawai (Sumber:

Guidoni, 1980)

Jejak megalitikum atap perahu

Bentuk atap perahu jelas bukan monopoli lontik.. Atap perapu juga dijumpai

Minangkabau, Yulong (Vietnam) dan Sepik atau rumah Yap, Mikronesia. Di budaya Malaka

Melayu, ada rumah tiang dua belas Negeri Sembilan, yang merupakan satu-satunya rumah

tradisional pada Semenanjung Melayu yang bentuk atapnya melengkung (Gibbs, 1987).

Bentuk yang mirip dengan atap rumah Minangkabau atau lontik di Riau, ternyata ada pada

rumah-rumah era megalitikum Dongson dari abad II SM yang berciri mempunyai awalan dan

akhiran atap yang berjuntai sebagai "counter weight" untuk mengurangi momen lapangan

dari nok di sepanjang balok bubungan pada arah memanjang bangunan. Juga ada pada

bangunan lumbung Jawa Tengah abad VIII seperti yang direliefkan pada Candi Borobudur

atau pada tongkonan Toraja tahun 1970-an. Ternyata bentuk atap perahu, terkait dengan

kesejarahan bangsa-bangsa di Asia Tenggara, sejak zaman proto-malayan.

Demikianlah maka mengkaji sejarah suatu fenomena arsitektur di Nusantara ibarat

melihat gugusan bintang-bintang di atas bumi Nusantara pula, sehingga secara metodologis

mesti memakai teleskop antropologi-historis. Meskipun jarak waktu cahaya informasi antara

satu gugus bintang dengan gugus bintang yang lain berjauhan sebagaimana jarak antara lontik

Lima Koto Riau dengan peradaban megalitikum proto-malayan, namun ternyata

gugusan-gugusan bintang peradanban itu ada dalam satu ciri struktural dan sistemik yang sama, yang

(11)

boleh jadi melewati jarak ribuan "tahun cahaya" kesejarahan. Studi kontemporer tentang

bentuk atap ini masih sangat diperlukan, jika mengingat urgensi tema ini dalam kajian

Arsitektur Nusantara. Atap rumah lontik, hanya sebagian kecil daripadanya.

2.3Propinsi jambi

2.3.1 Rumah kajang lako

Gambar 3.1

Orang Batin adalah salah satu suku bangsa yang ada di Provinsi Jambi. Sampai sekarang orang Batin masih mempertahankan adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyang mereka, bahkan peninggalan bangunan tua pun masih bisa dinikmati keindahannya dan masih dipergunakan hingga kini.

Konon kabarnya orang Batin berasal dari 60 tumbi (keluarga) yang pindah dari Koto Rayo. Ke 60 keluarga inilah yang merupakan asal mula Marga Batin V, dengan 5 dusun asal. Jadi daerah Marga Batin V itu berarti kumpulan 5 dusun yang asalnya dari satu dusun yang sama. Kelima dusun tersebut adalah Tanjung Muara Semayo, Dusun Seling, Dusun Kapuk, Dusun Pulau Aro, dan Dusun Muara Jernih. Daerah Margo Batin V kini masuk wilayah Kecamatan Tabir, dengan ibukotanya di Rantau Panjang, Kabupaten Sorolangun Bangko.

Awalnya orang Batin tinggal berkelompok, terdiri dari 5 kelompok asal yang membentuk 5 dusun. Salah satu perkampungan Batin yang masih utuh hingga sekarang adalah Kampung Lamo di Rantau Panjang. Rumah-rumah di sana dibangun memanjang secara terpisah, berjarak sekitar 2 m, menghadap ke jalan. Di belakang rumah dibangun lumbung tempat menyimpan padi.

Pada umumnya mata pencaharian orang Batin adalah bertani, baik di ladang maupun di sawah. Selain itu, mereka juga berkebun, mencari hasil hutan, mendulang emas, dan mencari ikan di sungai.

(12)

Bentuk Rumah

Rumah tinggal orang Batin disebut Kajang Lako atau Rumah Lamo. Bentuk bubungan Rumah Lamo seperti perahu dengan ujung bubungan bagian atas melengkung ke atas. Tipologi rumah lamo berbentuk bangsal, empat persegi panjang dengan ukuran panjang 12 m dan lebar 9 m. Bentuk empat persegi panjang tersebut dimaksudkan untuk mempermudah penyusunan ruangan yang disesuaikan dengan fungsinya, dan dipengaruhi pula oleh hukum Islam.

Sebagai suatu bangunan tempat tinggal, rumah lamo terdiri dari beberapa bagian, yaitu bubungan/atap, kasau bentuk, dinding, pintu/jendela, tiang, lantai, tebar layar, penteh, pelamban, dan tangga.

Bubungan/atap biasa juga disebut dengan 'gajah mabuk,' diambil dari nama pembuat rumah yang kala itu sedang mabuk cinta tetapi tidak mendapat restu dari orang tuanya. Bentuk bubungan disebut juga lipat kajang, atau potong jerambah. Atap dibuat dari mengkuang atau ijuk yang dianyam kemudian dilipat dua. Dari samping, atap rumah lamo kelihatan berbentuk segi tiga. Bentuk atap seperti itu dimaksudkan untuk mempermudah turunnya air bila hari hujan, mempermudah sirkulasi udara, dan menyimpan barang.

Kasau Bentuk adalah atap yang berada di ujung atas sebelah atas. Kasau bentuk berada di

depan dan belakang rumah, bentuknya miring, berfungsi untuk mencegah air masuk bila hujan. Kasou bentuk dibuat sepanjang 60 cm dan selebar bubungan.

Dinding/masinding rumah lamo dibuat dari papan, sedangkan pintunya terdiri dari 3 macam. Ketiga pintu tersebut adalah pintu tegak, pintu masinding, dan pintu balik melintang. Pintu tegak berada di ujung sebelah kiri bangunan, berfungsi sebagai pintu masuk. Pintu tegak dibuat rendah sehingga setiap orang yang masuk ke rumah harus menundukkan kepala sebagai tanda hormat kepada si empunya rumah. Pintu masinding berfungsi sebagai jendela, terletak di ruang tamu. Pintu ini dapat digunakan untuk melihat ke bawah, sebagai ventilasi terutama pada waktu berlangsung upacara adat, dan untuk mempermudah orang yang ada di bawah untuk mengetahui apakah upacara adat sudah dimulai atau belum. Pintu balik melintang adalah jendela terdapat pada tiang balik melintang. Pintu itu digunakan oleh pemuka-pemuka adat, alim ulama, ninik mamak, dan cerdik pandai.

Adapun jumlah tiang rumah lamo adalah 30 terdiri dari 24 tiang utama dan 6 tiang palamban. Tiang utama dipasang dalam bentuk enam, dengan panjang masing-masing 4,25 m. Tiang utama berfungsi sebagai tiang bawah (tongkat) dan sebagai tiang kerangka bangunan.

Lantai rumah adat dusun Lamo di Rantau Panjang, Jambi, dibuat bartingkat. Tingkatan pertama disebut lantai utama, yaitu lantai yang terdapat di ruang balik melintang. Dalam upacara adat, ruangan tersebut tidak bisa ditempati oleh sembarang orang karena dikhususkan untuk pemuka adat. Lantai utama dibuat dari belahan bambu yang dianyam dengan rotan. Tingkatan selanjutnya disebut lantai biasa. Lantai biasa di ruang balik menalam, ruang tamu biasa, ruang gaho, dan pelamban.Tebar

layar, berfungsi sebagai dinding dan penutup ruang atas. Untuk menahan tempias air hujan, terdapat

di ujung sebelah kiri dan kanan bagian atas bangunan. Bahan yang digunakan adalah papan.Penteh, adalah tempat untuk menyimpan terletak di bagian atas bangunan.

(13)

Bagian rumah selanjutnya adalah pelamban, yaitu bagian rumah terdepan yang berada di ujung sebelah kiri. Pelamban merupakan bangunan tambahan/seperti teras. Menurut adat setempat,

pelamban digunakan sebagai ruang tunggu bagi tamu yang belum dipersilahkan masuk.

Sebagai ruang panggung, rumah tinggal orang Batin mempunyai 2 macam tangga. Yang pertama adalah tangga utama, yaitu tangga yang terdapat di sebelah kanan pelamban. Yang kedua adalah tangga penteh, digunakan untuk naik ke penteh.

Bentuk rumah kajang lako

Susunan ruangan

Kajang Lako terdiri dari 8 ruangan, meliputi pelamban, ruang gaho, ruang masinding, ruang tengah, ruang balik melintang, ruang balik menalam, ruang atas/penteh, dan ruang bawah/bauman.

Yang disebut pelamban adalah bagian bangunan yang berada di sebelah kiri bangunan induk. Lantainya terbuat dari bambu belah yang telah diawetkan dan dipasang agak jarang untuk mempermudah air mengalir ke bawah.

Ruang gaho adalah ruang yang terdapat di ujung sebelah kiri bangunan dengan arah memanjang. Pada ruang gaho terdapat ruang dapur, ruang tempat air dan ruang tempat menyimpan.

Ruang masinding adalah ruang depan yang berkaitan dengan masinding. Dalam musyawarah

adat, ruangan ini dipergunakan untuk tempat duduk orang biasa. Ruang ini khusus untuk kaum laki-laki.

Ruang tengah adalah ruang yang berada di tengah-tengah bangunan. Antara ruang tengah dengan ruang masinding tidak memakai dinding. Pada saat pelaksanaan upacara adat, ruang tengah ini ditempati oleh para wanita.

(14)

Ruangan lain dalam rumah tinggal orang Batin adalah ruang balik menalam atau ruang dalam. Bagian-bagian dari ruang ini adalah ruang makan, ruang tidur orang tua, dan ruang tidur anak gadis.

Selanjutnya adalah ruang balik malintang. Ruang ini berada di ujung sebelah kanan bangunan menghadap ke ruang tengah dan ruang masinding. Lantai ruangan ini dibuat lebih tinggi daripada ruangan lainnya, karena dianggap sebagai ruang utama. Ruangan ini tidak boleh ditempati oleh sembarang orang. Besarnya ruang balik melintang adalah 2x9 m, sama dengan ruang gaho.

Rumah lamo juga mempunyai ruang atas yang disebut penteh. Ruangan ini berada di atas

bangunan, dipergunakan untuk menyimpan barang. Selain ruang atas, juga ada ruang bawah atau

bauman. Ruang ini tidak berlantai dan tidak berdinding, dipergunakan untuk menyimpan, memasak

pada waktu ada pesta, serta kegiatan lainnya.

Ragam Hias

Bangunan rumah tinggal orang Batin dihiasi dengan beberapa motif ragam hias yang berbentuk ukir-ukiran. Motif ragam hias di sana adalah flora (tumbuh-tumbuhan) dan fauna (binatang).

Motif flora yang digunakan dalam ragam hias antara lain adalah motif bungo tanjung, motif

tampuk manggis, dan motif bungo jeruk.

Motif bungo tanjung diukirkan di bagian depan masinding. Motif tampuk manggis juga di

depan masinding dan di atas pintu, sedang bungo jeruk di luar rasuk (belandar) dan di atas pintu. Ragam hias dengan motif flora dibuat berwarna.

Ketiga motif ragam hias tersebut dimaksudkan untuk memperindah bentuk bangunan dan sebagai gambaran bahwa di sana banyak terdapat tumbuh-tumbuhan.Adapun motif fauna yang digunakan dalam ragam hias adalah motif ikan. Ragam hias yang berbentuk ikan sudah distilir ke dalam bentuk daun-daunan yang dilengkapi dengan bentuk sisik ikan. Motif ikan dibuat tidak berwarna dan diukirkan di bagian bendul gaho serta balik melintang.

Sumber:

Dewi Indrawati (Asdep Pemberdayaan Masyarakat/Proyek Pemanfaatan Kebudayaan)

www.hupelita.com

(15)

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian–urain pada bab sebelumnya maka diperoleh dua buah kesimpulan yaitu : 1. secara umum rumah rumah tradisional di Sumatra khususnya di Riau, Jambi, dan Sumatra

Selatan memiliki banyak ciri–ciri yang sama seperti konstruksi rumah berbentuk rumah panggung, bentuk atap mengambil bentuk limasan, penggunaan material bangunan alami serta penggunaan ornament ornament tradisional untuk memperindah bangunan.

2. pembangunan rumah adat didasari oleh adanya kebiasaan kebiasaan nenek moyang yang merupakan pelaut sehingga mewujudkan struktur bangunan rumah panggung dengan

mengambil bentuk dasar perahu. Pengambilan bentuk dasar perahu ini telah dilakukan secara turun temurun sdari zaman prasejarah.

3.2 Saran

Rumah tradisional merupakan harta budaya yang tak ternilai harganya. Namun seiring berkembangnya zaman keberadaan rumah tradisional ini mulai ditinggalkan. Untuk itu perlu dilakukan pemeliharaan serta pemerhatian terhadap keberadaan rumah adat ini seperti dengan mempelajari dari literature literatur agar kita menjadi paham fungsi serta nilai budaya tradisional tersebut.

(16)

Daftar Pustaka

Dewi Indrawati (Asdep Pemberdayaan Masyarakat/Proyek Pemanfaatan Kebudayaan)

www.hupelita.com

asalehudin.wordpress.com/.../30/rumah-lancang/

www.penyengatisland.com/wisatasejarah.html

www.palembang.go.id/2007/?mod=12&id=35

wisata.sumsel.info/db/index.php?option=com_fr...

nusantaraknowledge.blogspot.com

(17)

Arsitektur Nusantara Program Studi Teknik Arsitektur Fakulatas Teknik UniversitaUdayana

pada semester Ganjil Tahun 2008. Diharapkan papeer ini bermanfaat bagi pembaca untuk

menambah pegetahuan sekeligus melestarikan warisan Arsitektur Nusantara. Siapa lagi yang

menjaga warisan budaya arsitektur Indonesia kalau bukan generasi muda Indonesiaterutama

yang bergelut di bidang arsitektur baik profesional maupun akademis. Karena saat ini

arsitektur nusantara sudah banyak ditinggalkan sehingga Indonesia kehilangan identitas dan

ciri khas. Karena itu diharapka generasi muda arsitektur dapat menjaga dan mengembangkan

warisan budaya arsitektur nusantara.

Penulis sadar penulisan paper ini tidaklah sempurna dan mungkin ada kekurangan.

Karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga penulis

dapat memperbaiki diri.

Denpasar, 29 Oktober 2008

Penulis

Gambar

Gambar 1.1 Rumah limas Lokasi : Jl. Demang Lebar Daun
Gambar 1.2 Contoh rumah limas
Gambar 2.2 Rumah Lancang
Gambar 2.3 Rumah tiang dua belas Negeri Sembilan, merupakan satu-satunya rumah tradisional pada Semenanjung Melayu yang bentuk atapnya melengkung (Sumber

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini bisa diamati bahwa, peralihan agama menyebabkan fasakh nya perkawinan dalam perspektif hukum Islam, sedangkan dalam KHI Pasal 116 (k) yang menjadi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbandingan komposisi tween 80 dan span 80, serta menentukan formula optimum terhadap karakteristik fisik dan

Ghozali (2006) berpendapat bahwa bila digunakan regresi biasa ( ordinary least square, OLS ) dimana variabel dependen ditentukan secara simultan, akan menyebabkan taksiran yang

Tingkat kemampuan berfikir abstraksi peserta didik pada suatu kelas berbeda- beda. Berpikir abstrak dalam hal ini adalah suatu kemampuan menemukan cara- cara dalam

Penghuraian secara frekuensi, korelasi kekerapan menjalani hukuman penjara dengan persepsi residivis terhadap pelaksanaan Pelan Pembangunan Insan (PPI), hubungan

Ketika seorang mendapat benturan yang hebat di kepala kemungkinan akan terbentuk suatu lubang, pergerakan dari otak mungkin akan menyebabkan pengikisan atau robekan dari

Perusahaan Arba Jaya merupakan salah satu perusahaan pembuat sapu ijuk yang belum menerapkan prinsip ergonomi dalam pelaksanaan kerja. Perusahaan ini mulai beroperasi sejak

Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nasution (2011) dengan judul Efektifitas Terapi Musik Klasik Untuk Mengurangi Kecemasan Pada Ibu