• Tidak ada hasil yang ditemukan

Definisi. Penyakit akut yang mengancam nyawa disebabkan Corynebacterium diphtheriae.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Definisi. Penyakit akut yang mengancam nyawa disebabkan Corynebacterium diphtheriae."

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Definisi

 Penyakit akut yang mengancam nyawa

(3)

Penyebab

Bakteri Corynebacterium diphtheriae

Dikenal 2 macam Corynebacterium diphtheriae

:

Toxigenic

(4)
(5)

Empat tipe strain virulen yg berhubungan dg

manusia:

 Strain gravis :

Di Eropa. Bentuk yang ganas, penyebab kematian terbanyak.

 Strain mitis

Jarang fatal. Umumnya hanya mengenai saluran nafas.

 Strain intermedius

Merupakan penyebab yg agak berat.

 Strain minimus

(6)

Non Toxigenic Corynebacterium diphtheriae

 Sering dijumpai pada nasofaring, telinga & kotoran

mata

 Harus dibedakan dari strain yg menghasilkan toxin.  Mikroskopis & morfologi kultur tak bisa bedakan tipe

toxigenik dg non toxigenik.

Metoda lama dg inokulasi pada guinea pig perlu waktu

beberapa hari

 Metoda baru dg invitro identifikasi "skin toxin

(7)

Patofisiologi

 Bakteri ini : organisme yang minimal melakukan invasi  Secara umum jarang memasuki aliran darah, tetapi

berkembang lokal pada membrana mukosa atau

jaringan yg rusak & menghasilkan exotoxin paten, yang tersebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah & sistem limpatik.

 Dengan sejumlah kecil toxin, yaitu 06 ug, telah bisa

(8)

Patofisiologi

 Saat bakteri berkembang biak, toxin merusak jaringan

lokal, menyebabkan timbulnya kematian & kerusakan jaringan, lekosit masuk bersamaan dg penumpukan fibrin & elemen darah lain, disertai jaringan yg rusak membentuk membrane

 Akibat kerusakan jaringan, edema & sering terjadi

pembengkakan sekitar membran.

 Mengakibatkan penyumbatan jalan nafas

(9)

Patofisiologi

 Warna membran difteri dapat bervariasi :

putih, kuning, atau abu-abu

Kadang sulit dibedakan dg "simple tonsillar

exudate".

 Karena membran terdiri dari jaringan mati atau

sel rusak, dasar membran rapuh, dan mudah

(10)

Patofisiologi

 Kematian umumnya disebabkan efek exotoxin.

 Exotoxin berjalan melalui aliran darah ke jaringan lain,

berefek pada metabolisme seluler.

 Toxin terikat pada membran sel melalui porsi toxin yg

disebut “fragmen B“, dan membantu transportasi toxin lain "fragmen A“, ke dalam sitoplasma.

 Dalam beberapa jam saja setelah terexpose toxin difteri,

(11)

Patofisiologi

 Organ penting yang terlibat adalah otot jantung dan

jaringan saraf.

 Pada miokardium, toxin menyebabkan

pembengkakan & kerusakan mitochondria, dengan

fatty degeneration, edema dan interstitial fibrosis.

 Setelah kerusakan miokardium, akan terjadi

peradangan setempat, kmd perivascular akan terbalut oleh lekosit [cuffing].

(12)

Patofisiologi

 Kerusakan oleh toxin pada myelin saraf

perifer terjadi pada kedua saraf sensorik & motorik.

 Saraf motorik lebih sering terlibat & lebih

(13)

Gejala klinik

 Masa inkubasi pendek 2-4 hari, jarak 1-5 hari.  Klinis tergantung pd lokasi anatomi yg dikenai.  Sakit tenggorokan, demam, sulit bernapas dan

menelan.

(14)

Gejala klinik

 Membran tebal terbentuk menutupi belakang

kerongkongan. Jika menutup saluran pernapasan, menyebabkan kekurangan oksigen.

(15)

Gejala klinik

 Beberapa tipe difteri berdasarkan lokasi anatomi :

1. Nasal diphtheria

2. Tonsillar [faucial] diphtheria

3. Pharyngeal diphtheria

4. Laryngeal atau laryngotracheald iphtheriad

5. Non respiratory diphtheria.

(16)

Nasal diphtheria

Gejala awal sulit dibedakan dari common cold.

 Karakteristik : dijumpai pengeluaran sekresi hidung

tanpa diikuti gejala lain. Demam bila ada biasanya rendah.

(17)

Nasal diphtheria

Pengeluaran sekresi hidung mula-mula serous,

kemudian serosanguinous, pada beberapa kasus

terjadi epistaksis.

Pengeluaran sekresi ini bisa hanya berasal dari

salah satu lubang hidung atau pun dari

keduanya.

(18)

Nasal diphtheria

 Pada akhirnya sekret makin mucopurulent & terjadi

exkoriasi pada lubang hidung luar dan bibir atas, sepert impetigo.

 Sekret mengaburkan membran putih pada sekat hidung.

 Karena absorpsi toxin jelek pada lokasi, menyebabkan

gejala ringan tanpa ada yg menonjol.

 Pada pasien yg tak diobati, sekresi berlangsung beberapa

(19)

Tonsillar & pharyngeal diphtheria

 Penyakit timbul secara perlahan dg tanda-tanda, malas,

anorexia, sakit tenggorokan dan demam tak tinggi.

 Dalam waktu 24 jam bercak eksudat atau membran

dijumpai pada daerah tonsil.

 Berikutnya terjadi perluasan membran, yang bervariasi

dari hanya melibatkan sebagian tonsil sampai menjalar ke kedua tonsil, uvula, palatum molle & dinding dari

(20)

Tonsillar & pharyngeal diphtheria

 Membran ini rapuh, lengket dan berwarna putih atau

abu-abu, dan bila dijumpai perdarahan bisa berwarna hitam. Pengangkatan dari membran akan mudah

(21)

Tonsillar & pharyngeal diphtheria

 Pada kasus yang berat, pembengkakan jelas terlihat

(22)

Tonsillar & pharyngeal diphtheria

 Berat ringannya penyakit tergantung pada beratnya

toxemia.

 Suhu bisa normal atau sedikit meninggi, tetapi pols cepat

dan tak teratur.

 Pada kasus ringan, membran akan lepas pada hari ke

7-10, sembuh tanpa gejala berarti,

 Pada kasus sangat berat,ditandai gejala akibat

peningkatan toxemia : sangat lemah, sangat pucat , pols halus & cepat, stupor, koma & meninggal dalam 6-10 hari.

 Kasus sedang, penyembuhan terjadi perlahan & biasanya

(23)

Laryngeal diphtheria

 Lebih sering merupakan lanjutan pharyngeal diphtheria, jarang

dijumpai berdiri sendiri.

 Demam, suara serak dan batuk.

 Peningkatan penyumbatan jalan nafas oleh membran

menimbulkan gejala; inspiratory stridor, retraksi suprasternal, supraclavicular dan subcostal.

 Pada keadaan berat belanjut sampai ke percabangan

tracheobronchial.

 Pada keadaan ringan, biasanya diakibatkan pemberian antitoxin,

saluran nafas tetap baik, dan membran dikeluarkan dengan batuk pada hari ke 6-10.

(24)

Laryngeal diphtheria

 Pada kasus sangat berat, penyumbatan semakin berat,

anoxia dan, sianosis, sangat lemah, koma dan kematian.

 Kematian mendadak pada kasus ringan disebabkan oleh

penyumbatan tiba-tiba oleh bagian membran yang lepas.

 Gambaran klinik dari laryngeal diphtheria, serupa dengan

gambaran mekanikal obstruksi saluran nafas, biasanya

(25)

Laryngeal diphtheria

 Sedang tanda toxemia minimal saat pemulaan terinfeksinya

laring

 Ini disebabkan absorpsi toxin di daerah laring kecil sekali.

 Terlibatnya laring biasanya bersamaan dengan tonsil dan

pharyngeal diphtheria, dengan konsekwensi gejala klinik gambaran obstruksi dan toxemia yang berat, yang dijumpai secara serentak.

(26)

Tipe difteri yang jarang

Cutaneous diphtheria : khas, berbentuk ulkus, dengan

batas tegas, dan pada dasar ulkus dijumpai adanya

(27)

Tipe difteri yang jarang

 Pada conjunctival diphtheria, mula-mula kelopak mata

menjadi merah, edema & dijumpai membran.

 Terlibatnya liang telinga luar biasanya ditandai

keluarnya cairan purulent terus menerus.

 Lesi vulvo vaginal biasanya berbentuk ulkus yang

(28)

Diagnosis

 Berdasar gejala klinik & lab.

 Klinis merupakan pegangan utama

 Setiap keterlambatan terapi akan menimbulkan risiko  Klinis, Dx dapat ditegakkan dg melihat membran tipis &

keabu-abuan, mirip sarang laba-laba & mudah berdarah bila diangkat

(29)

Diagnosis Banding

1. Nasal diphtheria, DDnya:

 Common cold

 Bila sekret yang dihasilkan serosanguinous atau

purulent harus dibedakan dari benda asing hidung

 Sinusistis

 Adenoiditis

(30)

Diagnosis Banding

2. Tonsillar dan atau pharyngeal diphtheria, Ddnya adalah:

 Pharyngitisolehstreptococcus

 Pada keadan ini biasanya diikuti rasa sakit hebat saat

menelan, temperatur tinggi, & membran yg tidak lengket pada lesi.

 Infeksi mononucleosis

 Biasanya diikuti limfadenopati & splenomegali

 Blood dyscrasia

(31)

Diagnosis Banding

3. Laryngeal diphtheria, DDnya :

 Spasmodik dan non spasmodik croup

 Acute epiglotitis

 Laryngo-tracheo bronchitis

 Aspirasi benda asing .

 Pharyngeal dan retropharyngeal abscess

 Laryngeal papiloma

(32)

Tata Laksana

1. Antibiotika

 Penicillin digunakan bagi penderita yg tidak sensitif  Bila sensitif : erythromycin.

 Lama terapi 7 hari, golongan erithromycin 7 -10 hari.  Antibiotika bukan bertujuan untuk memberantas toxin,

atau membantu kerja antitoxin, tetapi untuk

membunuh kuman penyebab, sehingga produksi toxin oleh kuman berhenti.

(33)

Tata Laksana

2. Antitoxin [ ADS]

 Berasal dari serum kuda. Skin test dulu !

Cara test sensitivitas :

 0,1ml antitoxin yg telah diencerkan 1:1000 dalam

larutan garam, diberikan ic & diteteskan pada mata.

 Reaksi positif bila dalam 20 menit dijumpai eritema dg

diameter > 10 mm pada bekas tempat suntikan, atau pada test mata dijumpai adanya conjunctivitis dan pengeluaran air mata

(34)

Tata Laksana

Bila alergi, dapat dilakukan metoda desensitisasi :

 0,05 ml dari larutan pengenceran 1:20 diberi sc  0,1 ml dari larutan pengenceran 1:20 diberi sc  0,1 ml dari larutan pengenceran 1:10 diberi sc  0,1 ml tanpa pengenceran diberi sc

 0,3 ml tanpa pengenceran diberi im.  0,5 ml tanpa pengenceran diberi im.  0,1 ml tanpa pengenceran diberi iv

(35)

Tata Laksana

 Bila tidak dijumpai reaksi, sisa dari antitoxin dapat

diberikan secara perlahan melalui infus.

 Bila terdapat reaksi, segera beri epinephrine [1:1000] iv  Pada mulanya ADS diberikan im dg dosis 20.000 unit,

selama 2 hari berturut-turut. Cara ini ditinggalkan.

 Sekarang ADS digunakan iv pd penderita yg tidak

sensitif, dosis 20.000-40.000 u, dilarutkan NaCl fisiologis dg perbandingan 1:20, kecepatan 15 tetes / menit dan harus sudah selesai dalam waktu 30-45 menit.

(36)

Tata Laksana

Sejak periode Maret 1984 cara yang digunakan bagi penderita difteri yang tidak sensitif adalah sbb :

 ADS diberikan dg dosis 40.000 u dalam larutan 200 ml

NaCl fisiologis

(37)

Tata Laksana

3.Kortikosteroid

 Beberapa penulis menganjurkan penggunaan

kortikosteroid pada keadaan tertentu, seperti bila ada tanda miokarditis, dan pada laryngeal atau pun

(38)

Tata Laksana

4.Rawatanpenunjang

 Istirahat karena risiko miokarditis > minggu ke 2-3  Serial EKG untuk deteksi miokarditis.

 Cukup cairan untuk cegah dehidrasi  Kalori tinggi dg makanan cair.

 Pada laryngeal diphtheria tindakan tracheostomi perlu.  Digitalis boleh diberikan bila ada tanda gagal jantung,

tetapi kontra indikasi bila ada aritmia.

 Bila ada paralise palatum molle & faring, pasang

(39)

Pencegahan

(40)

Penanganan kontak

 Isolasi pasien, untuk cegah penyebaran

 Pasien adalah infectious sampai basil difteri tidak

dijumpai pada kultur dari tempat infeksi.

 Tiga kali berulang kultur negatif dibutuhkan sebelum

penderita dibebaskan dari isolasi.

(41)

Immunized carriers : injeksi ulangan

difteri toxoid, dan diobati dengan :

Procaine penicillin 600.000 u/hari

selama 4 hari.

Benzathine penicillin 600.000 u, I.M.

dosis tunggal atau

Erythromycine, 40 mg/kg BB/24 jam,

(42)

 Nonimmunized asymptomatic carriers : difteri toxoid & penicillin.

 Pemeriksaanoleh dokter setiap hari

 Bila tidak dapat : ADS 10.000 u !

 Bila kontak telah menunjukkan gejala, terapi

(43)

 Profilaksis dengan difteritoxoid, penicillin, dan bila ada indikasi, diberikan antitoxin harus

dilaksanakan sesegera mungkin tanpa terlebih dahulu menunggu hasil kultur.

(44)

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ditetapkannya pertimbangan tingkat materilitas awal oleh kantor akuntan publik maka auditor akan mudah melakukan proses audit, dimana yang pertama auditor

Jadi subyek pendidik yang dimaksud ayat ini adalah menjadi seorang pendidik harus tegas dalam mengarhkan anak didik untuk terus menuntut ilmu serta menambah

Maksudnya kalau Syekh Muhammad Arsyad belajar ilmu ketuhanan dan tasawuf berdasarkan ayat-ayat Alquran yang telah diwahyukan kepada Nabi Saw dan tergambar dalam Shirah hidup

Penulisan skripsi ini penulis susun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (SE). Penulisan ini tidak menjadi sebuah skripsi

Berupaya menyesuaikan diri dengan kepelbagaian adat resam dan pantang larang pelbagai kaum.. Menerima dan menghormati adat resam dan pantang larang

Ingat pesan saya, paling mustahak EVIDENCE yang tuan2 perlu tunjuk pada Examiner bagi menyokong tahap risiko tuan2 tadi.. EVIDENCE tak semestinya pada Accident

Pencampuran asam salisilat serbuk dengan methanol terlebih dahulu dilakukan untuk melarutkan asam salisilat, lalu ditambahkan 8ml H 2 SO 4 pekat kedalam labu alas datar

Dari Gambar 8, hasil pengukuran menunjukkan titik tertinggi pada nilai medan magnet pada jarak 16 meter dari 0 dengan nilai 1,0912 A/m, sedangkan hasil perhitungan menunjukkan