• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Pindah Panas. Pindah panas diartikan sebagai pemancaran energi dan suatu daerah ke daerah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Pindah Panas. Pindah panas diartikan sebagai pemancaran energi dan suatu daerah ke daerah"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Pindah Panas

Pindah panas diartikan sebagai pemancaran energi dan suatu daerah ke daerah lain karena perbedaan suhu yang tejadi antara kedua daerah tersebut. Ada tiga cara pindah panas yang dikenal yaitu konduksi, konveksi dan radiasi. Konduksi adalah pindah panas di dalam bahan atau dari suatu bahan ke dalam yang lain dengan saling rnenukarkan energ. kinetik antara molekul tanpa ada pergerakan dari molekul tzrsebut. Cara pindah panas ini menjelaskan aliran panas di dalam bahan pangan

lada at

selama pemanasan atau pendinginan. Konveksi adalah transfer energi yang c.isebabkan oleh adimya pergerakan fluida panas. Dalam cara ini, energi dipindahkan cengan kombinasi antara konduksi panas, penyimpanan panas dan adanya Fencampuran bahar~. Suatu contoh konveksi yaitu pindah panas ke produk di &lam alat penukar panas tabung dimana panas dipindahkan dari dinding ke cairan secara k onduksi, penyimplnan panas dan kejadian pencampuran produk. Sedangkan pindah

anas as

karena mliasi timbul ketika energi diangkut dengan gelombang elektromagnetik di~ri suatu bahan bersuhu tinggi ke tempat bersuhu rendah. E'erbedaan suhu antara karakteristik permukaan dari kedua bahan sangat penting calam cara pindah Fanas ini (Singh dan Heldrnaa, 1984).

(2)

Laju pengeringan menurun kedua (CD) menunjukkan kondisi saat laju pengeringan tidak lagi dipengaruhi oleh kondisi di luar bahan (Geankoplis, 1983). Transfer air dapat tejadi melalui kombinasi dari difusi likuid, perpindahan melalui kapiler, dan difusi tap (Rizvi, 1995).

Berbagai tcori untuk menjelaskan mekanisme tejadinya periode laju pengeringan menluun telah dikembangkan seperti teori difusi, teori kapiler, teori evaporasi-kondensasi, teori Luikov, teori Philip dan devries, dan lain-lain (Geankoplis, 1983)

Kadar Air Keseilnbangan dan Konstanta Pengeringan

Konsep kad,lr air keseimbangan ini sangat penting dalam pengeringan karena kadar air keseimbar~gan akan menentukan kadar air minimum yang akan dicapai pada kondisi pengeringan tertentu (Brooker et a[., 1991). Hall (1979) menyatakan bahwa

produk yang bera&l pada kondisi ini mempunyai laju pengeluaran dan perolehan air yang sama.

Hall (1957) membedakan kadar air keseimbangan menjadi dua yakni : kadar air keseimbangan dlnamis dan kadar air keseimbangan statis. Kadar air keseimbangan statis didapat dari !;istern dengan bahan dan udara pengering dalam keadaan d i m . Sedangkan kadar air keseimbangan dinamis didapat

dari

sistem dengan bahan dan udara pengering dalam keadaan bergerak.

Marinos-Ko~ris dan Maroullis (1995) mendefinisikan konstanta pengeringan sebagai kombinasi dari beberapa sifat transpor difusivitas massa, konduktivitas

(3)

termal, koefisien plndah panas dan massa. Konstanta ini dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan lapisan tipis sebagai berikut:

d M

...

- k ( M - M e ) dt

Dimana -dM/dt adalah laju p e n m a n kadar air, k adalah konstanta pengeringan, M adalah kadar air b&an dan Me adalah kadar air keseimbangan bahan.

Hall (1957: mengemukakan metode grafik untuk menentukan nilai k. Persamaan yang mendasari metode tersebut adalah sebagai berikut

atau

k f

-

Me

I n - = InA - kt

...

Mo-Me

Dengan mempetakm rasio kadar air terhadap waktu pada kertas semilogaritrnik, maka akan didapatkan nilai k sama dengan kemiringan @k.

Pengeringan Absorbsi

Salah satu n~etode pengeringan yang tidak menggunakan suhu tinggi adalah pengeringan dengan prinsip absorpsi menggunakan absorben atau bahan yang sangat higroskopis, sehing~a kadar air bahan yang dikeringkan akan menurun. Menurut Soekarto dan Syaric:f (1990), proses absorpsi adalah proses dimana kadar air bahan

(4)

tersebut. Beberapa ,~akar menggunakan istilah adsorpsi jika penyerapan molekul air itu berlangsung di ~ ~ r m u k a a n bahan padat dan disebut absorpsi jika penyerapan air berlangsung di dala~n bahan.

Prinsip Pengeringan Absorpsi

Pengeringan absorpsi merupakan proses pengeringan melalui penyerapan air di dalam bahan pangan oleh material penghisap yang bersifat poros. Mekanisme pengeringan adalah melalui prinsip kapiler oleh absorben yang menghisap air secam merata ke seluruh i~agian absorben. Menurut Halim (1995), pengeringan absorpsi tidak menggunakan aliran udara pengering dan suhu tinggi, sehingga faktor yang mempengaruhi pros:s pengeringan adalah kelembaban udara pengering.

Menurut Hall (1957), pengeringan absorbsi merupakan proses pengeringan dimana air dalam brlhan diserap oleh suatu material pen&sap yang disebut absorben yang bersifat sangat higroskopis. Mekanisme yang terjadi adalah proses penarikan air oleh absorben dari dalam bahan pangan dengan prinsip penyerapan uap air dan bahan pangan tersetut.

Sifat penyenipan air oleh bahan absorben telah banyak digunakan terutama d~ dalam kemasan unttlk mencegah penyerapan air oleh produk &lam kemasan (dikenal sebagai desikasi dalam kemasan). Menurut Matz (1959), proses desikasi melibatkan pemberian sejumlal~ kecil desikan kimia (bahan pendesikasUabsorben) ke dalam kemasan berisi bahan. Desikasi di dalam kemasan cukup aman selama suhu penyimpanan diperhatikan, tetapi lambatnya proses pertukaran air dapat memungkinkan terjadinya reaksi-reaksi yang merusak, sebelurn aktivitas air

(5)

mencapi batas amm. Untuk bahan pangan, desikan yang umum digunakan berupa gel silika atau kalfiiurn oksida (CaO), karena bahan-bahan ini merupakan bahan pengering yang mildah diperoleh dan tidak berbahaya, sehingga bila terserap ke dalam bahan pangar1 tidak membahayakan konsumen.

Selain itu sering digunakan juga desikan CaC12 untuk mengabsorpsi air (Labuza, 1968). Prinsip pengeringan absorbsi dengan CaC12 telah dilakukan untuk mengurangi kelembaban air dari udara yang kontak dengan padi, dengan mengabsorbsi air menggunakan desikan b e ~ p larutan CaCl2. Dengan metode ini, waktu pengeringan dapat dikurangi sebesar 25% dari waktu pengeringan biasa. Karena desikan be~upa larutan, absorpsi air dilakukan di ruangan yang berbeda dengan ruang pengeringan dan berlangsung secara kontinyu.

Menurut Labuza (1968), absorben atau desikan yang digunakan untuk pengurangan air dari udara yang kontak dengan bahan pangan harus bersifat non korosif, tidak berbay

tidak

beracun, tidak mudah terbakar, secara kimiawi bersifat inert terhadap ketidlkmurnian udara, dan mudah didaur ulang. Selain itu harganya juga harus relatif mtuah.

Pengeringan t~bsorbsi dengan kapur api atau CaO merupkan metode pengeringan yang s e d e b dengan bahan a b s o h n yang relatif m h . Menurut Soekarto (2000), prinsip pengeringan jdengan kapur api di dalam lemari pengering absorpsi berlangsung melalui proses penting sebagai berikut : (1) CaO menyerap dan bereaksi dengan uap air dalam ruangan pengering; (2) reaksi CaO dengan air melepkan energi panas dan menurunkan RH ruang pengering, (3) energi panas diserap bahan untuk menguapkan kandungan air meninggalkan bahan, (4) uap air dari bahan mengalir ke

ruang

pengering

(6)

untuk kemudian &r;erap CaO. Proses tersebut berlangsung secara tern-menern sampai

tercap kondisi equilibrium.

Karakteristik Kapur Api

Kapur api atau disebut juga kapur gamping maupun kapur tohor merupakan padatan berwarna putih yang kbmtuk bongkahan dengan rumus kimia CaO. Menurut

Harjadi (1990), GrO merupakan bahan pengering yang telah banyak dipakai dalam deskator d e n p kapasitas yang sedang dan meninggalkan udara yang cukup kering. CaO mudah diperoleh selxgai kapw api dengan harga yang m d

CaO

bersifit tidak mencair, bereaksi dengan air membentuk basa, dengan menyisakan 3 x mg air11 udara yang dikerin*.

Fuadi (1999) telah melakukan pxcobaan penentuan kurva adsorpsi isotermi Hz0 di udara oleh CaO psula suhu 30°C dan diketahui bahwa kurvanya termasuk t i p sigmoidal yang dikenal juga s:bagai tipe favorable, dimana adsohm relatiftinggi daya adsorpsinya pada konsentrasi fluids yang rendah Gaspary dan Bucher (1981) seperti dikutip Fuadi (1999) menyatakan bahwa CaO diproduksi dengan memanaskan

batu kapur

pada suhu 8W°C - 12W°C, klpur api dikelaskan her- derajat panas yang diberikan waktu pembentukannya, yritu :

1. Sop burnt lime, dihasilkan melalui pembakaran pada lasaran suhu paling rendah dengan sifat praiuk yang sangat reaktif.

2. Hard burn! lim:, dihasilkan melalui pembakaran pada kisaran suhu yang tinggi dan waktu yang lebih lama, sehingga terbentuk kristal dengan sifat yang reaktivitasnya rendah.

(7)

3. Medurn bznnf lime, dihasilkan melalui proses dengan waktu dan suhu di antara kedua proses di atas.

Komposisi Eimia kapur api

dan

Kabupaten Pasaman, Sumatela Barat yaitu

dan

Kajai dan Kemang Udik masing-masing mengandung CaO sebesar 93.6% dan 94.2%

(Gaspary dan Bucher, 1981 di

dalam

Fua& 1999). Sedangkan kapw api produksi PD

Djaja Ciampea Bogor yang dianalisa oleh Sucofindo pada tahun 1998, mengandung CaO sebanyak 88.82%.

Energi

Panas darii

Kapur Api

CaO disebut kapur api karena apabila material tersebut bereaksi dengan air, akan dihasilkan yang tinggi. Menurut Halim (1995), dibandingkan desikan atau absorben lain yang sering digpnkan untuk meringan bahan pangan, CaO mernih kelebihan yaitu dapt menghasilkan energi panas saat bereaksi dengan air. Fenomena pelepasan energi

dalam

CaO ini dapat dimanWkan untuk m e m e proses pengeringan di dalam

Lx3h.n pangan

Umur simpan kaput api relatif smgkat (sekitar 60 hari) karena kapur api ini cepat bereaksi secara eksotermal dengan air untuk membentuk Ca(OH)2. Reaksi yang bersifat agak eksoterm ini n~engalabatkan adanya bahaya pada penyimpanan CaO karena

panas

jenis CaO dan Ca(0H)l yang kecil (panas jenis S[Ca(OHkl= 1.197 J/g."C dm S[CaO] =

0.946 J/g."C), sehingga secara teoritis dapat menyebabkan peningkatan suhu sebesar 700°C pada reaksi CaO dengan air (Chang dan Tkkanen, 1988).

(8)

Chang dan likkanen (1988) juga mengemukakan bahwa kapur terhidrasi atau Ca(OH)2 dipemleh sc:bagiu hasil reaksi dm kapur api atau CaO dengan air, seperti reaksi sebagai berikut :

CaO :,) + Hz0 0

+

Ca(0H)z (,)

Ah@

=

-

64.8 kJ

Reaksi yang beeifal eksotermik tersebut menghasilkan peningkatan suhy tetapi suhu bahan selama pengeringan berlangsung k m g lebih konstan karena energi panas yang dilepaskan kapur (reaksi eksotermik) terus diserap bahan dan segera digunakan untuk penguapan air yang clikandung bahan (reaksi endotermik), dengan proses endotermik dan eksotermik yang h m g lebih seimbang (Soekam, 2000).

Kapur api yang sudah digunakan dan membentuk Ca(OH)2 masih memiliki nilai guna yang tinggi antara lain digunakan dalam bidang metalurgi (40%), pengontrolan polusi udara dan air limbah (15%), pemumian air minum (IOOh), bahan kimia (10%) dan kegunaan lain (25%) termasuk untuk pupuk dan proses pemumian gula (Chang dan Tikkanen, 1988).

Aplikasi Pengeringan Absorpsi dengan Kapur

Api

Proses pengeringan absorpsi dengan kapur api telah dicobakan pada beberapa produk yaitu pada pengeringan biji lada (Halim, 1995), pengeringan brem padat (Hersasi, 1996), per~geringan fillet ikan (Asikin, 1998), pengeringan gabah sebagai benih padi (Fuadi, 1099) dan pengeringan biji pala (Suryani, 1999).

Pada penge~ingan lada hitam, waktu pengeringan yang dibutuhkan dan rendemen lada hiam relatif sama dengan pengeringan secara penjemuran.

(9)

Pengeringan a b s o q i dapat menghambat kehilangan minyak atsiri sebanyak 5 kali lipat untuk lada segar dan 14 kali lipat untuk lada kering petani dibandingkan metode oven. Hal ini menunjukkan bahwa pengeringan absorbsi dapat menghambat proses kehilangan minyak atsiri lada selama pengeringan (Halim, 1995).

Penggunaan kapur api sebagai absorben dapat pengeringan brem padat dapat mempersingkat waktu pengeringannya. Pengeringan brem padat untuk mencapai kadar air 16 % pada suhu kamar yang biasanya memerlukan waktu 18 jam, dapat dipersingkat wakt~mya menjadi 12 jam (Hersasi, 1996). Selain lebih cepat, pengeringan brem tlapat dilakukan di daerah yang memiliki RH udara rata-rata yang tinggi seperti di daerah Bogor, yang sulit digunakan untuk mengeringkan brem padat.

Pengeringar. absorpsi juga dapat digunakan untuk mengeringkan bahan hewani seperti fillct ikan dengan menurunkan kadar air ikan menjadi 9.04% basis basah. Tetapi laju pengeringan absorpsi masih lebih rendah dibandingan alat pengering lain yanl: memiliki suhu yang lebih tinggi clan menggunakan aliran udara kering yang konsta~~. Pengeringanfillet ikan dengan alat pengering absorpsi pada RH 20% dangan suhu 29°C memiliki laju pengeringan yang lebih lambat &bandingkan dengan menggunakan alat pengering model terowongan pada RH 40%, suhu 40°C dan aliran udara 2.0 mldetik (Asikin, 1998).

Pada pengeringan biji pala, waktu yang dibutuhkan pengeringan absorpsi lebih lama (8-9 h a i ) dibandingkan waktu pengeringan dengan penjemuran (7 hari), selain itu rendemen minyak atsiri kedua metode tersebut tidak berbeda nyata. Tetapi biji pala yang dikeringkan dengan pengering absorpsi memiliki penampakkan dan wama yang paling t~aik (Suryani, 1999).

(10)

Keunggulan Pengeringan Absorpsi dengan Kapur Api

Menurut Soekarto (2000), pengeringan dengan kapur api memiliki beberapa keunggulan yaitu : ( I ) bahan absorben kapur api mudah didapat dan harganya murah; (2) daya pengeringannya kuat; (3) cocok untuk pengeringan bahan yang peka terhadap panas dm sinar; (4) dapat mencegah kehilangan zat volatil selama pengeringan; (5) t:.dak memerlukan bahan bakar yang mencemari lingkungan; (6) hasil sampingnya t~erupa bahan kapur ( c a ( 0 H ) ~ ) yang banyak manfaatnya; dan (7) laju pengeringanny a dapat dikendalikan.

Pengeringat~ absorpsi juga memiliki rendemen yang baik karena dapat menekan kehilangi~n bahan akibat tercecer (Halim, 1995). Selain itu pengering absorpsi mudah dalam proses pengeringannya dan peralatan yang digunakan relatif sederhana.

Referensi

Dokumen terkait

Banyak factor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan, antaranya yaitu factor insentif, lingkungan kerja, sehubungan dengan itu kepemimpinan perusahaan menempuh

Pertiwi 3 Guru Kelas PAUD/TK Kota Padang SLB_Pdg TK... Jamaris Jamna,

Penelitian Tindakan Sekolah ini bertujuan untuk meningkatkan kompetensi guru dalam menyusun dan menerapkan RPP Kurikulum 2013 kedalam pembelajaran melalui Supervisi Akademik

Dengan ini menyatakan bahwa usulan PKM-M saya dengan judul : Penerapan Metode Porsi Sitanajir (Portofolio Siswa Tanggap Bencana Banjir) Sebagai Upaya Pendidikan

 Air laut dipompakan ke Unit Desal masuk kedalam tube-tube kondensor evaporator, mengkondensasikan uap yang dihasilkan dalam tiap stage, sementara air laut

Pembiayaan musyarakah juga telah diatur dalam ketentun Fatwa DSN No. Disebutkan bahwa kebutuhan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan dan usaha terkadang

Dapatan juga menunjukkan responden mengamalkan fungsi amalan kitar semula pada tahap yang sederhana dengan julat skor min ialah antara 2.95 hingga 3.15.. Fungsi yang mendapat

Meskipun di Pasar Loak Dupak Rukun ini di dominasi oleh pedagang dari etnis Madura, namun tidak ada perbedaan perlakuan pedagang satu dengan yang lain.. Pedagang juga