• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOSMOLOGI SEYYED HOSSEIN NASR (TINJAUAN METAFISIKA) Saifullah Idris

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KOSMOLOGI SEYYED HOSSEIN NASR (TINJAUAN METAFISIKA) Saifullah Idris"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

KOSMOLOGI SEYYED HOSSEIN NASR

(TINJAUAN METAFISIKA)

Saifullah Idris

Abstrak

In this research is talk about cosmology in perspective of Seyyed Hossein Nasr. Cosmology is one of the very old philosophy branch, which try look for and study universe reality, pulling back about it existential which hidden at the opposite of vision of physical. Discourses about the universe have happened thousands of last year in Egypt and Mesopotamia, where human being at that moment have questioned about universe genesis. Then cosmology expand in Greek which in triggering by Thales, Anaximandros And Anaximenes, their question about nucleus; core/universe genesis, there is expressing universe genesis is water, air and there is also saying that universe genesis is essence or substance which do not be certain of it attribute. Thereby, then they is nicknamed as "philosopher of Universe"

According to Nasr, universe [is] Allah creation or created (muhdats), is not ‘Qadim’ (azali). World created by Allah, looked after by Allah, and also return to Allah. This Nasr Argument is relied on Allah apocalipse, in al-Qur'an; " Allah is which early and final, which is ‘dhahir’ and ‘bathin’". ( Al-Hadid: 3), That mean is Allah come from and final of universe. He also mean ‘ghaib’ everything and even real marking or external aspect everything reflecting names and attributes of Him. Equally, a universe (nature) which we know and we are able to explore is Allah creation.

Its implication in the field of education is can be seen from two dimensions. Both of the dimensions seen in course of education, that is: vertical dimension and horizontal dimension. Where the first dimension converse about things having the character of philosophical-theoretical, while second dimension converse about things having the character of technical-operational.

Kata Kunci: Kosmologi, Metafisika, dan Seyyed Hossein Nasr

I. PENDAHULUAN

Kosmologi atau "Filsafat alam"1 adalah salah satu cabang filsafat yang sangat tua, yang berusaha mencari dan membahas hakikat alam semesta, menyingkap tentang eksistensialnya yang tersembunyi di balik penampakan

1

(2)

fisik.2 Perbincangan tentang alam tersebut sudah terjadi ribuan tahun yang lalu di Mesir dan Mesopotamia,3 dimana manusia pada saat itu sudah mempertanyakan tentang asal usul alam semesta. Kemudian kosmologi berkembang di Yunani yang di cetuskan oleh Thales, Anaximandros dan Anaximenes, mereka mempertanyakan tentang inti/asal usul alam semesta, ada yang menyatakan asal usul alam semesta adalah air, udara dan ada juga yang mengatakan bahwa asal usul alam semesta adalah zat yang tak tertentu sifat-sifatnya. Dengan demikian, kemudian mereka dijuluki sebagai "filosof alam".4

Oleh karena itu, kosmologi akan membahas secara kefilsafatan tentang hal-hal yang berkaitan tentang eksistensi Ilahi dalam penampakan makro-kosmos5 dalam pengalaman kehidupan di sekitar manusia seperti hakikat alam semesta, konsep tentang ruang, waktu atau gerak, dan hukum alam.

Dengan demikian, maka menarik untuk melihat bagaimana konsep para pemikir kontemporer tentang alam semesta, yang "notabenenya" diskursus tentang konsep kosmologi (alam semesta) sudah menjadi suatu "mode" lagi, akibat dari perkembangan sains modern yang tidak mau kompromi dengan kebudayaan yang ada di sekitarnya,. Tokoh tersebut adalah Prof. Dr. Seyyed Hossein Nasr, kelahiran Iran dan guru besar Islamic Study di beberapa perguruan tinggi di Amerika Serikat. Dalam melihat pemikiran Nasr tentang alam semesta,

2 Musa Asy'ari, Filsafat Islam: Sunnah Nabi Dalam Berpikir,(Yogyakarta: LESFI, 2001),

hal. 191-192

3 Bertran Russel,

Sejarah Filsafat Barat, alih bahasa: Sigit, Jatmiko dan Agung Prihantoro, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hal. 3

4 I.R. Poedjawijatna,

Pembimbing Kearah Alam Filsafat, (Jakarta: Pembangunan, 1980), hal. 19-20

5 Dalam bahasa Yunani, kosmos artinya susunan atau keteraturan. Lawan dari kosmos

chaos, yaitu keadaan kacau balau. Makro-kosmos adalah suatu susunan keseluruhan atau kompleks yang dipandang dalam totalitasnya atau sebagai suatu keseluruhan yang aktif serta terstruktur. Kadang diartikan sebagai alam semesta itu sendiri sebagai sebuah keseluruhan atau sistem yang terpadu dan tunggal. Lawan dari makro-kosmos adalah mikro-kosmos, yaitu bagian kecil dari satu kompleks atau dari satu keseluruhan, baca Loren Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta: Gramedia, 1996) hal. 502,558-559, 650-651.

(3)

aspek yang di bahas terdiri dari hakikat alam semesta, dilihat dari perspektif filosofis (metafisika). Sebelum itu, perlu dilihat siapakah sebenarnya Seyyed Hossein Nasr itu?

II. BIOGRAFI DAN CORAK PEMIKIRAN SEYYED HOSSEIN NASR

Seyyed Hossein Nasr di lahirkan di Kota Teheran, Iran pada tanggal 7 April 1933.6 Ia berasal dari keluarga ulama yang dibesarkan dari tradisi Syi'ah tradisional, yang merupakan faham dominan di negeri Iran. Ayahnya adalah orang yang terpelajar yang berprofesi sebagai dokter, baik secara tradisional maupun modern, disamping juga sebagai penyair. Pada waktu Nasr dilahirkan, negara Iran secara politik berada dalam masa-masa ketegangan antara penguasa (Dinasti Pahlevi) pada masa itu dengan para ulama.7 Pendidikan dasarnya didapatkan di kota kelahirannya berupa pendidikan tradisional. Kondisi intelektual dalam sistem pendidikan tradisional di Iran tidak pernah padam, ini terbukti dengan filsafat yang merupakan kebanggaan intelektualisme Iran (Persia) masih berlangsung sampai sekarang.8

Kemudian Nasr, melanjutkan studinya di Amerika Serikat dengan memperoleh gelar B.Sc dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) dalam bidang Fisika. Lalu Ia melanjutkan pendidikannya dengan mengambil jurusan Geologi dan Geofisika di Universitas Harvard dan memperoleh gelar M.A., demikian juga dengan gelar Ph.D-nya diraih pada Universitas yang sama, dengan judul disertasinya: An Introduction to Islamic Cosmological Doctrines, pada tahun 1958.9

6 Lihat dalam Seyyet Hossein Nasr,

Science and Civilication in Islam,(New York: New American Library, 1970), hal. iv. Lihat juga Pervez Hoodhoy, Islam dan Sains: Pertarungan Menegakkan Rasionalitas, alih bahasa: Luqman, (Bandung: Pustaka,1997),hal. 89

7 Seyyet Hossein Nasr, Islam Antara Cita dan Fakta, alih bahasa: Abdurrahman Wahid

dan Hasyim Wahid, (Yogyakarta: Pustaka, 2001), hal. 151

8Lihat Komaruddin Hidayat,Tragedi Raja Midas: Moralitas Agama dan Krisis

Modernisme,(Jakarta: Paramadina, 1998). Hal.265. lihat juga Seyyed Hossein Nasr, Islam Antara…, hal. 151

9

(4)

Sekembalinya ke Iran, Ia kemudian menjadi guru besar dalam bidang sejarah sains dan filsafat di Universitas Teheran. Dan dia juga menjabat sebagai Presiden Iranian Academi of Filosophy; sebuah akademi yang didirikan pada masa kejayaan dinasti Shah Reza Pahlevi, pada masa itu Nasr bersedia bekerja sama dengan Pahlevi untuk mengembangkan Institut Pengkajian Filsafat di Teheran. Di samping itu, Nasr juga ikut bergabung dengan lembaga Husyaimah Irsyad; sebuah lembaga keagamaan dan pendidikan yang didirikan oleh Ali Syari'ati pada tahun 1967. Lembaga ini didirikan dengan tujuan untuk memberikan panduan kaum intelektual berdasarkan aliran pemikiran, pandangan dan kebijaksanaan Husyain.10

Sebagai seorang ilmuan, Nasr tidak hanya terlibat dalam dunia akademik di negerinya saja, tetapi juga di negeri lain seperti menjadi dosen di Universitas Amerika di Bairut pada tahun 1964-1965. Pada tahun yang sama Ia juga menjabat sebagai pimpinan lembaga Aga Khan Chair of Islamic Studies di Beirut. Sementara itu aktivitasnya yang lain adalah memberi kuliah di beberapa negara seperti negara-negara Timur Tengah, India, Jepang dan Autralia yang berkisar pada pemikiran Islam dan problem manusia modern. Kemudian pada bulan Mei tahun 1966, Nasr memberikan kuliah-kuliahnya pada Universitas Chicago di Amerika Serikat yang disponsori oleh Rockefeller Foundation. Tujuan kegiatan ini untuk meneliti berbagai masalah tentang perdamaian dan kehidupan manusia dengan memakai berbagai aplikasi ilmu pengetahuan modern. Disini Nasr menguraikan akar-akar intelektual dan metafisis krisis lingkungan dan menyerukan prinsip-prinsip kearifan tradisional ditumbuhkan kembali kedalam segala aspek kehidupan modern, terutama sains. Pada tahun 1981 Nasr kembali memberikan kuliahnya pada Giffoerd Lectures, yang didirikan di Universitas Edinburgh. Giffoerd Lectures adalah sebuah asosiasi yang prestisius bagi kalangan teolog, filosof, dan saintis Eropa dan Amerika yang

10 Sayyed Hossein Nasr,

Antara Tuhan, Manusia dan Alam, alih bahasa: Ali Noor Zaman, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2003), hal. 171. lihat juga Sayyed Hossein Nasr, Science….,,hal. iv

(5)

menghasilkan buku-buku cukup banyak yang memberi pengaruh besar terhadap dunia modern.11

Sayangnya, kemelut politik yang terjadi di negerinya sendiri, yaitu Revolusi Iran yang digerakkan oleh Ayatullah Khoemaini, Nasr dengan terpaksa harus meninggalkan tanah kelahirannya tercinta dan hidup dalam pengasingan dengan mimilih salah satu Universitas di Amerika dan kemudian Ia menjadi Profesor Islamic Studies di George Washington University dan Profesor Islamic Studies dan Agama-Agama pada Temple Universitas di Philadelpia, Amerika Serikat.12

Dari latar belakang pendidikan dan pengalaman yang banyak, kini Nasr dikenal sebagai salah satu dari beberapa cendekiawan Muslim yang mempunyai wawasan luas tentang khasanah Islam. sehingga banyak melahirkan ide-ide cemerlangnya, baik berupa buku atau artikel, dan telah disalin/terjemah kedalam lebih dari 10 bahasa asing. Diantara karya-karya yang berbentuk buku adalah

Ideal and Realitias of Islam, (Islam antara Cita dan Fakta); Science and Civilization in Islam (Sains dan peradaban di Dunia Islam); The Encounter Man and Nature (antara Tuhan manusia dan alam); Islamic Art and Spirituality

(Spiritualitas dan seni Islam); A Young Muslim's Guide to The Modern Wortd

(Menjelajah Dunia Modern); Tradisional Islam in The Modern World (Islam tradisi di Tengah Kancah Dunia Modern); Klowledge and The Secred

(Pengetahuan dan Kesucian); dan lain-lain.

Dilihat dalam beberapa karyanya diatas, menunjukkan adanya dua arus pemikiran yang berlawanan antara yang satu dengan yang lain, yaitu faham metafisika Barat di satu sisi dan faham metafisika Islam di sisi yang lain. Dalam metafisika Islam Nasr lebih menekankan faham Sufisme, walaupun belum sampai pada tingkat seorang sufi sebagaimana tokoh-tokoh sufi yang di kenal dalam dunia Islam. Akan tetapi, Nasr memiliki pemikiran spritualitasnya sendiri, yaitu dia meramu faham sufismenya dengan pengalaman dan hasil studinya di

11

Komaruddin Hidayat,Tragedi Raja Midas…, Hal.265. lihat juga Seyyed Hossein Nasr, Islam Antara…, hal. 152

12 Lihat dalam Seyye Hossein Nasr, Antara Tuhan, Manusia….,

(6)

Barat untuk mencari alternatif jawaban atas problem-problem yang dihadapi manusia modern. Dengan demikian, Nasr tampil sebagai juru bicara antara masyarakat Barat dan masyarakat Islam di Timur. Kepada masyarakat Barat ia menawarkan pemikiran Islam sebagai alternatif nilai dan way of life, sementara pada dunia Islam ia memberitahukan bahwa Barat sedang mengalami kebangkrutan spiritual akibat kemajuan sains sekuler. Untuk mencapai alternatif dalam masalah ini, ia menggunakan pendekatan falsafi dan sufisme. Pendekatan pertama tentunya sejalan dengan disiplin studinya, sedangkan pendekatan kedua, ia dipengaruhi oleh kebudayaan leluhurnya, Persia, Syi'ah, yang memiliki tradisi pemikiran metafisis, baik filsafat maupun sufisme.13 Berdasarkan penjelasan diatas, maka pemikirannya bercorak tradisional atau filsafat perennial.

III. PEMBAHASAN

Corak pemikiran Nasr, sebagaimana dijelaskan diatas, bercorak tradisional atau filsafat perennial, ini mungkin dikarenakan oleh latar belakang sosio kulturalnya, yaitu Persia, yang sangat dikenal dengan sufistik dan metafisik. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perbincangan tentang Kosmologi (alam semesta) disini adalah bukan alam fisik, yang bisa dilihat dan ditangkap oleh peralatan alat indra fisik, tetapi diskursus tentang alam disini adalah alam yang lebih universal, yang lebih abstrak, metafisik, ghaib, yang hanya dapat dimengerti melalui intuisi intelektual, bukan sekedar melalui rasional. Malahan, metafisika merupakan theoria tentang realitas yang kesadaran tentangnya berarti kesucian dan kesempurnaan spiritual; karena itu, ilmu ini hanya dapat dicapai melalui kerangka tradisi yang diwahyukan.14 Dengan demikian, perlu sedikit diuraikan tentang latar belakang munculnya perbincangan tentang alam semesta tersebut.

Secara historis, perbincangan tentang alam semesta dalam dunia Islam, diawali oleh sebuah perdebatan sengit yang terjadi dikalangan ahli ilmu kalam; tentang apakah alam semesta itu Qadim (azali/maujud/exis/tanpa awal dan tanpa

13

Komaruddin Hidayat,Tragedi Raja Midas…, Hal.266

14 Lihat dalam Seyye hossein Nasr, Antara Tuhan, Manusia….,

(7)

akhir) ataukah Muhdats (diciptakan dari ketiadan). Kemudian hal yang sama juga terjadi dikalangan para filosof Muslim. Sebagian mereka berpendapat bahwa alam semesta diciptakan, artinya tidak qadim dan tidak azali, sedangkan sebagian yang lainnya berpendapat bahwa alam semesta tidak diciptakan (qadim), ibarat cahaya dengan matahari, dimana matahari tidak pernah menciptakan cahaya. Sementara pendapat lain mengatakan bahwa alam ini merupakan rangkaian kejadian yang berasal dari zat Tuhan melalui proses yang disebut emanasi atau

al-faidh (pelimpahan/pancaran)15

# # #

Berangkat dari pandangan seperti diatas, Nasr menemukan suatu hirarkhi pengetahuan yang disatukan oleh asas tauhid, yang berjalan sebagai proses bagi segala cara pengetahuan dan keberadaan. Maka dari itu lahirlah berbagai ilmu,; ada ilmu teologi, sosial, hukum, ada ilmu filsafat/metafisika, dan lain-lain sebagainya yang semua asasnya berasal dari wahyu, yakni al-Qur'an.16 Dengan demikian, studi tentang alam semesta (kosmologi Islam) harus didasarkan pada wahyu Tuhan juga, yaitu al-Qur'an.

Bagi Nasr, alam semesta adalah ciptaan Allah atau diciptakan (muhdats), bukan Qadim (azali). Dunia diciptakan oleh Allah, dipelihara oleh Allah, serta kembali kepada-Nya. Argumen Nasr ini didasarkan pada wahyu Allah, dalam al-Qur'an; "Allah adalah yang awal dan yang akhir, yang dhahir dan yang bathin". (Al-Hadid: 3), maksudnya Allah asal dan akhir alam semesta. Dia juga makna ghaib segala sesuatu dan bahkan tanda-tanda nyata atau aspek luar segala sesuatu yang merefleksikan nama-nama dan sifat-sifatnya. Dengan kata lain, sebuah alam yang kita ketahui dan mampu kita jelajahi adalah ciptaan Allah.17 kemudian

15 Semacam teori Wahdatul-wujud (Pantheisma), untuk lebih jelas baca Ahmad Fuad

al-Ahwani, Filsafat Islam, alih bahasa Pustaka Firdaus, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997), hal. 142-143., baca juga Musa Asy'arie, Filsafat Islam…,(Yogyakarta: LESFI, 2001), hal. 197

16

Seyyed Hossein Nasr, Antara Tuhan…, hal. 113

17 Seyyed Hossein Nasr,

Menjelajah Dunia Modern, alih bahasa: Hasti Tarekat, (Bandung: Mizan, 1995), hal. 47-48

(8)

timbul pertanyaan, jika alam semesta itu diciptakan, bagaimana proses penciptaan itu terjadi? Sebelum itu, dijelaskan persoalan yang lebih mendasar, yaitu apakah hakikat alam semesta itu?

Dalam pandangan Nasr, demikian juga pandangan filsafat Islam,18 alam semesta adalah wujud atau eksistensi Tuhan dalam kehidupan ini, atau alam sebagai perwujudan dari Tuhan,19 ini mencerminkan kebesaran Allah sebagai pencipta yang agung, sebagaimana tertera dalam al-Qur'an; "Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) kami di segenap ufuk (horizon) dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa al-Qur'an itu adalah benar" (Q.S. Fushshilat: 53). Maka, disini jelas terlihat bahwa ayat-ayat al-Qur'an, maupun fenomena alam disebut dengan ayat; yang ada dalam jiwa manusia maupun dalam ciptaan-Nya yang lain sebagai tanda-tanda atau isyarat Allah.20

Kemudian, kalau alam semesta itu difahami sebagai keadaan wujud/eksistensi keseluruhan sejenis, seperti langit, bumi, air, udara dan bahkan manusia, demikian juga tata kosmis seperti kita tahu dan kita lihat adalah mempunyai awal dan mempunyai akhir, dan itu adalah diciptakan, dan Tuhan sendiri menjelaskan proses penciptaan itu. (Q.S. Yasin: 82); akan tetapi jika alam semesta dilihat dari kesemestaan dan keseluruhan sejenis, yang lebih universal, bersifat metafisik, ghaib, abadi, maka - sebagaimana dijelaskan diatas - alam semesta pada hakikatnya adalah perwujudan diri Tuhan sendiri, dan itu tidak diciptakan, karena bagaimana Dia menciptakan diri-Nya sendiri.21 Jika mengikuti terminologi al-Qur'an, ada lima tingkatan keadaan wujud/eksistensi (kahadiran Ilahi) yang bersifat metafisik dan dapat dijadikan sebagai struktur/skema proses penciptaan alam semesta secara hirarkhi. Struktur ini di pakai juga di kalangan sufisme seperti Ibn 'Arabi, mereka menyebutnya dengan "lima kehadiran Ilahi".

18 Musa Asy'Arie, Filsafat Islam.., hal. 195-196 19 Seyyed Hossein Nasr, Science…, hal. 92-93 20 Seyyed Hossein Nasr,

Klowledge and The Secred, (Pakistan : Suhail Academy Lahore, 1980), hal. 192

21 Musa Asy'Arie,

(9)

Kelima tingkatan tersebut adalah: 1). Wujud tertinggi, yaitu alam hakikat Ilahi (Hahut), 2). Alam Nama dan sifat-sifat Ilahi, atau kecerdasan universal, juga dikenal dengan wujud murni (lahut), 3). Alam yang difahami, atau alam zat malaikat (Jabarut), 4). Alam Psikis dan manifestasi "halus" (Malakut), dan 5). Alam Fana atau fisik, yang dikuasai oleh manusia (Nasut).22 Untuk lebih jelas perhatikan skema/bagan I dibawah ini.

Bagan/skema I

Alam Semesta (Makro-kosmos)23

Keterangan:

1. Alam hakikat Ilahi (hahut)

2. Alam Nama dan Sifat Ilahi (lahut) 3. Alam zat malaikat (malakut) 4. Alam Psikis atau halus (jabarut) 5. Alam Fisik (nasut)

22 Seyyed Hossein Nasr, Klowledge…, hal. 199

23Bandingkan dengan konsep Plotinus, yaitu konsep Trinitas suci; Yang Esa, Ruh, dan

Jiwa; dunia dan manusia emanasi dalam jiwa, sedangkan jiwa itu sendiri merupakan limpahan dari Ruh (Nous), dan ruh itu adalah emanasi yang pertama dari yang satu, lihat dalam Russel, Bertran,

Sejarah Filsafat Barat, alih bahasa: Sigit, Jatmiko dan Agung Prihantoro, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hal. 392-395

(10)

Maksud dari bagan/skema I: Setiap keadaan wujud/eksistensi yang lebih tinggi mengandung prinsip-prinsip keadaan wujud yang berada dibawahnya dan tidak kekurangan apapun dari tingkat realitas yang lebih rendah. Dengan demikian, Allah adalah "Yang Awal" dan "Yang Akhir", "Yang Tersembunyi" dan "Yang Nampak", sebagaimana dijelaskan di atas -, kemudian kedua sifat tersebut – "yang awal" dan "yang akhir" - sesuai dengan kepercayaan waktu di dunia. Waktu disini ditentukan oleh pergantian siang dan malam, sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur'an: "Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercaya, dan Dia tentukan perjalanannya supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungannya. Allah menjadikan yang demikian adalah dengan kebenaran. Dia menerangkan tanda-tanda-Nya bagi kaum yang mengetahui" (QS. Yunus: 5) Kemudian, "Allah Yang Awal", artinya alam semesta mulai dari-Nya, dan "Allah Yang Akhir", maksudnya alam semesta akan kembali kepada-Nya. Kemudian, Allah sebagai "Yang Tersembunyi" dan "Yang Tampak", yaitu berhubungan dengan "ruang" - ruang yang "sesuai" dan "sakral" - sama seperti dua yang awal menyamai waktu, yaitu dipandang sebagai yang tampak, artinya Allah menjadi realitas yang mencakup segalanya, yang "meliputi" dan "merangkum" kosmos. Artinya manifestasi fisik dapat dianggap sebagai lingkaran paling dalam dari satu set dari lima lingkaran yang konsentris, diikuti oleh keadaan wujud yang lainnya secara berurutan dengan lingkaran paling luar yang melambangkan hakikat Ilahi.24 Ruang yang dimaksud disini adalah suatu dimensi yang bersifat keluasan (eksistensi), wilayah dimana sesuatu yang eksis, berubah, dan bergerak. Pada hakikatnya ia adalah keseluruhan dunia sebagai kebersamaan antara entitas-entitas yang ada, baik secara kuantitatif maupun kualitatif, yang berrelasi secara dimensional-intensif. Ruang tidak hanya berdimensi fisis, atau sebagai jarak linier, melainkan sebaliknya meliputi ide-ide murni, intuitif, dan non konseptual. Ruang tidak memiliki independensi realitas di dunia, tetapi ia ada dan hadir dalam fenomena tatanan alam semesta. Dalam pandangan Ikhwan al-Muslimin, ungkap Nasr, tidak ada ruang di luar kosmos

24

(11)

dan alam semesta tidak berada di dalam ruang, melainkan semua yang berada di dalam ruang tergantung pada alam semesta (The Universe). Oleh karena itu, Tuhan menegaskan Diri-Nya sebagi al-Muhith; yaitu yang meliputi segala sesuatu.25 "Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda Kami pada segenap penjuru dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa sesungguhnya itu adalah kebenaran. Tiada cukup bahwa sesungguhnya dia menyaksikan segala sesuatu? Ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka dalam keragu-raguan tentang bertemu dengan Tuhannya. Ketahuilah bahwa sesungguhnya Dia meliputi segala sesuatu". (QS. Al-Hadid: 53-54). Kemudian perjalanan dari lingkaran yang paling luar, yaitu hakikat Ilahi, ke lingkaran yang paling dalam, yaitu alam Fisik (manusia) sebagi proses penciptaan alam semesta disebut dengan gerak, yang kemudian akan menghasilkan perenungan tentang Ilahi itu sendiri (Tafakkur).

Selanjutnya, dalam pandangan yang lain tentang "Allah sebagai Yang Tersembunyi", disini bagan/skema tersebut jadi terbalik, artinya lingkaran fisik (manusia) menjadi lingkaran yang paling luar, dan Hakikat Ilahi menjadi lingkaran yang paling dalam. Seperti bagan/skema II berikut ini:

Bagan/skema II

Alam Manusia (Mikro-kosmos) Keterangan:

5.Alam Fisik (nasut)

25 Seyyed Hossein Nasr, Science……

(12)

4.Alam Psikis atau halus (jabarut) 3.Alam zat malaikat (malakut)

2.Alam Nama dan Sifat-sifat Ilahi (lahut) 1.Alam hakikat Ialhi (hahut)

Bagan ini dianggap sebagai lambang mikro-kosmos, yaitu manusia. Fisik dinyatakan sebagai aspek yang paling luar dan sifat spiritualnya adalah yang paling tersembunyi. Artinya dunia fisik, bagaimanapun luasnya hanya sebagian kecil dari keseluruhan alam semesta, yang di lingkup dan di rangkumnya.26 Inilah bagan/skema tentang proses penciptaan alam semesta atau kehadiran Ilahiyah dalam dunia sufisme. Kemudian, disamping lima tingkatan di atas, kadangkala, demikian Nasr, ditambahkan dengan keadaan wujud/eksistensi yang keenam, yaitu: keadaan manusia universal (al-Insan al-kamil).

Karena, jelas Nasr, tujuan kemunculan manusia di dunia adalah untuk memperoleh pengetahuan total tentang benda, - untuk menjadi Manusia Universal (al-Insan al-kamil) -, yang merupakan cermin yang memantulkan semua Nama dan Sifat Ilahi. Sebelum jatuh kebumi, manusia berada di Syurga sebagai Manusia Primordial (al-Insan al-Qadim); setelah jatuh kebumi, manusia kehilangan keadaan ini, tetapi dengan menjadi makhluk sentral di sebuah alam semesta yang dapat dia ketahui secara lengkap, kemudian dia dapat melampaui keadaan dirinya sebelum kejatuhan untuk menjadi Manusia Universal. Artinya, apabila manusia dapat memanfaatkan kesempatan hidup yang diberikan padanya, dengan bantuan alam semesta, dia dapat meninggalkan alam ini untuk menggapai keadaan yang lebih mulia dibandingkan apa yang dia peroleh sebelum kejatuhan. Maka mnusia menduduki posisi sentral di dunia ini, yaitu sebagai penjaga dan sekaligus penguasa alam.27Disinilah letak eksistensi Tuhan sebagai yang Maha Kuasa yang dapat menciptakan dan mengatur ciptaan-Nya, yaitu alam, secara sempurna, untuk itu perlu dikemukakan tentang mekanisme atau

26 Seyyed Hossein Nasr, Sciensce……

hal. 74-75

27 Seyyed hossein Nasr, Antara Tuhan…….

(13)

hukum alam yang mencerminkan eksistensinya, Apakah hukum alam tersebut ada kaitannya dengan Tuhan, ataukah dia berdiri sendiri?

# # #

Bagi Nasr, hukum alam bukanlah hukum yang independen yang berjalan dengan sendirinya seolah-olah dunia memiliki independensi ontologis28, akan tetapi hukum-hukum tersebut memiliki keterkaitan dengan eksistensi Allah dan sebagai refleksi kebijaksanaan Allah. Kalau hukum-hukum tersebut berdiri sendiri, artinya memiliki independensi ontologis, maka hal ini bertentangan dengan hakikat alam itu sendiri, sebagaimana disebutkan diatas, yaitu: "alam semesta menyandarkan eksistensinya sepenuhnya pada pemeliharaan Allah; seluruh keteraturan, keselarasan dan hukumnya berasal dari Allah". Bukti adanya hubungan antara Allah sebagai pencipta dengan alam semesta sebagai yang diciptakan, ini dapat dilihat dalam kehidupan kita sehari-hari, seperti teraturnya perjalanan matahari, yang begitu tertib, siapakah yang mengatur semua ini, kecuali Allah. contoh yang lain, seperti kita mengemudi mobil, tentu ada hubungan antara mobil dengan sopirnya, kalau tidak ada hubungannya, mobil tersebut akan berjalan sendiri, yang kemudian akan menabrak semua yang ada didepannya, atau mobil tersebut berhenti. Oleh karena itu, alam semesta memerlukan seorang "sopir", sebagai pengontrol "gerak-gerik"nya.

IV. IMPLIKASINYA DALAM DUNIA PENDIDIKAN

Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, jika kita mengikuti terminologi al-Qur'an, maka ada lima tingkatan keadaan wujud/eksistensi (kahadiran Ilahi) yang bersifat metafisik dan dapat dijadikan sebagai struktur/skema proses penciptaan alam semesta secara hirarkhi. Adapun kelima wujud tersebut adalah: 1). Wujud tertinggi, yaitu alam hakikat Ilahi (Hahut), 2). Alam Nama dan sifat-sifat Ilahi, atau kecerdasan universal, juga dikenal dengan wujud murni (lahut), 3). Alam yang difahami, atau alam zat malaikat (Jabarut),

28 Seyyed hossein Nasr, Menjelajah………

(14)

4). Alam Psikis dan manifestasi "halus" (Malakut), dan 5). Alam Fana atau fisik, yang dikuasai oleh manusia (Nasut).

Implikasinya dalam dunia pendidikan adalah dapat dilihat dari dua dimensi. Kedua dimensi tersebut terlihat dalam proses pendidikan, yaitu: dimensi vertikal dan dimensi horizontal. dimana dimensi yang pertama berbicara tentang hal-hal yang bersifat filosofis-teoritis atau hal-hal yang abstrak, termasuk hubungan manusia dengan Tuhan, sedangkan dimensi yang kedua berbicara tentang hal-hal yang bersifat teknis-operasional, termasuk didalam hal-hal yang berhubungan dengan sesama makhluk.

Hal-hal yang bersifat filosofis-teoritis ini terlihat ketika para ahli pendidikan merumuskan tentang dasar dan landasan pendidikan serta tujuan yang diinginkan atau yang diharapkan. Maka dasar pendidikan harus berdasarkan kepada landasan tempat kita berpijak, yaitu al-Qur’an, dalam hal ini, harus berlandaskan kepada sang pencipta (Tuhan) sebagai manifestasi dari alam itu sendiri. Maka disini para pendidik harus memperhatikan hakikat dari alam itu sendiri yang merupakan kecerdasan universal. Tugas para pendidik atau ilmuwan disini adalah merumuskan teori-teori pendidikan dan mentransfer ilmu-ilmu yang bersifat metafisik-filosofis sebagai landasan pendidikan seperti konsep tentang hakikat/pengertian pendidikan, tujuan pendidikan, kurikulum pendidikan dan lain-lain.

Setelah para ahli merumuskan tentang teori-teori pendidikan, maka tugas dari para ahli selanjutnya adalah mengajarkan atau menerapkan teori-teori tersebut dalam proses belajar-mengajar sehari-hari dan tercermin pula dalam kehidupan sehari-hari. Inilah hal-hal yang bersifat teknis-operasional. Dengan demikian, mempelajari alam semesta adalah mempelajari diri kita sendiri. Artinya kita mengenal diri kita sendiri, kalau kita kita mengenal diri kita sendiri berarti kita mengenal siapa yang menciptakan kita. Sadar akan alam semesta adalah sadar akan lingkungan dan sadar akan diri kita sendiri, artinya kita tidak akan merusak alam semesta dan lingkungan, karena tidak mungkin kita merusak diri kita sendiri. Jalan menuju kepada proses kesadaran itu adalah dengan pendidikan, karena pendidikan mengajari manusia untuk mengenal Sang

(15)

Pencipta dan diri kita sendiri (dimensi vertikal), dan lingkungan sekitar (dimensi horizontal). Inilah manfaat mempejari tentang “alam semesta”.

V. PENUTUP

Pemikiran Nasr tentang hakikat alam semesta adalah didasarkan pada ayat-ayat al-Qur'an, walaupun tidak banyak disebutkan secara ekplisit, dan pemikiran filosofisnya. Masih banyak tentang pemikiran Nasr, "mungkin" yang belum dikemukakan disini, namun tulisan ini tentunya masih jauh dari memadai untuk merepresentasikan pemikiran Nasr, baik mengenai kedalaman ilmunya tentang filsafat, sufisme dan Islam tradisional maupun tanggapannya terhadap kemajuan ilmu pengetahuan modern yang tidak memperhatikan eksistensi alam semesta, walaupun demikian tulisan ini bisa diharapkan sebagai permulaan atau pengantar untuk menelaah pemikirannya yang lebih terwakili.

Dari sekian pemikirannya yang telah diungkapkan diatas, tampaknya Nasr tidak bersifat parsial atau di pengaruhi oleh budaya lokal dan faham keagamaan yang dianutnya, yaitu Syi'ah, walaupun disana sini juga kelihatan, ini wajar karena dipengaruhi oleh budaya leluhurnya. Bahkan yang agak menarik, ia lebih berada dalam jalur akademiknya, yaitu filsafat. Oleh karena itu, ide-idenya lebih bersifat filosofis-metafisik dari yang bersifat empirik.

Disamping itu, walaupun Nasr dikenal sebagai pemikir yang bercorak tradisional, tetapi dia sangat kritis dan logis dalam mengemukakan ide-idenya, ini mungkin, karena tradisi Persia yang memiliki sifat terbuka dan toleran terhadap berbagai pemikiran yang berasal dari berbagai kawasan, baik dari daerah Muslim maupun non Muslim, kemudian mereka ramu dan internalisasikan dengan nilai-nilai filosofis-Islami. Dan dari Persia juga banyak bermunculan para filosof Muslim pada abad keemasan Islam. oleh karena itu, Seyyed Hossein Nasr juga banyak dipengaruhi oleh pemikiran para filosof pada masa itu.

(16)

D A F T A R P U S T A K A

Al-Ahwani, Ahmad Fuad, Filsafat Islam, alih bahasa Pustaka Firdaus, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997).

Asy'ari, Musa, Filsafat Islam: Sunnah Nabi Dalam Berpikir,(Yogyakarta: LESFI, 2001).

Bagus, Loren, Kamus Filsafat, (Jakarta: Gramedia, 1996).

Hamersma, Harry, Pintu Masuk Kedunia Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius, 1981).. Hidayat, Komaruddin, Tragedi Raja Midas: Moralitas Agama dan Krisis

Modernisme,(Jakarta: Paramadina, 1998).

Hoodhoy, Pervez, Islam dan Sains: Pertarungan Menegakkan Rasionalitas, alih bahasa: Luqman, (Bandung: Pustaka,1997).

Nasr, Seyyet Hossein, Science and Civilication in Islam,(New York: New American Library, 1970).

…………., Islam Antara Cita dan Fakta, alih bahasa: Abdurrahman Wahid dan Hasyim Wahid, (Yogyakarta: Pustaka, 2001).

………, Antara Tuhan, Manusia dan Alam, alih bahasa: Ali Noor Zaman, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2003).

………., Klowledge and The Secred, (Pakistan : Suhail Academy Lahore, 1980).

……….., Menjelajah Dunia Modern, alih bahasa: Hasti Tarekat, (Bandung: Mizan, 1995).

Poedjawijatna, I.R., Pembimbing Kearah Alam Filsafat, (Jakarta: Pembangunan, 1980).

Russel, Bertran, Sejarah Filsafat Barat, alih bahasa: Sigit, Jatmiko dan Agung Prihantoro, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002).

Referensi

Dokumen terkait

Prikazana je primerjava kaznivih dejanj zoper človečnost, kaznivih dejanj zoper življenje in telo, kaznivih dejanj zoper človekove pravice in svoboščine, kaznivih dejanj zoper

PT Rema Tip Top Indonesia (No Doubt Smart Control) merupakan perusahaan alarm mobil dengan mengaplikasikan sistem kendali mobil jarak jauh pada produk alarmnya yang

Pesantren yang memiliki manajemen kurikulum yang baik akan mencapai tujuan yang di cita-citakan oleh para kiai untuk menjadikan seorang santri yang tekun belajar kitab

Bertolak dari aspek kriminologis serta beberapa pendapat yang telah dikemukakan oleh para pakar pada bab sebelumnya dalam kaitannya terhadap lokasi penelitian yang

Zonasi yang dilakukan oleh Dinas Pasar Kota Semarang bertujuan untuk memberikan kesempatan berjualan yang sama bagi pedagang dengan jenis dan ragam dagangan

berat kering bibit, rasio tajuk akar dan indeks mutu bibit kelapa sawit yang mengalami cekaman genangan air dipengaruhi oleh umur bibit atau konsentrasi pupuk

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh strategi Problem Based Learning di- padu Jigsaw terhadap kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar kognitif