• Tidak ada hasil yang ditemukan

referat sirosis hepatis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "referat sirosis hepatis"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

Bagian Interna Referat

Fakultas Kedokteran Mei 2012

Universitas Hasanuddin

Sirosis Hepatis

Oleh:

Indah Febrini Triana Jalal Pembimbing:

dr. Suriani

Dibuat Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Di Bagian Interna Fakultas Kedokteran

Universitas Hasanuddin Makassar 2012

(2)

Lembar Pengesahan

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Indah Febrini Triana

NIM : C11108148

Judul Referat : Sirosis Hepatis

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Interna Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Mei 2012

Konsulen Pembimbing,

Indah Febrini Triana Jalal (dr. Isdiana Kaelan, Sp. Rad) (dr. Suriani)

Mengetahui, Ketua Bagian Interna

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

(3)

Daftar Isi

Lembar Pengesahan ... i Daftar Isi ... ii Pendahuluan ... 1 Anatomi Hati ... 1 Histologi Hati ... 3 Vaskularisasi Hati ... 4 Fisiologi Hati ... 5 Regenerasi Hati ... 7 Etiologi ... 7 Patofisiologi ... 8

Diagnosis dan Manifestasi Klinis ... 8

Gejala Sirosis ... 8

Pemeriksaan Fisis ... 11

Pemeriksaan Penunjang ... 13

Komplikasi ... 16

Penatalaksanaan ... 17

Penatalaksanaan sirosis kompensata ... 17

Penatalaksanaan sirosis dekompensata ... 18

Prognosis ... 19

(4)

SIROSIS HEPATIS

Indah Febrini Triana, Suriani

Pendahuluan

Cirrhosis hepatic (sirosis hepatis) didefinisikan sebagai sekelompok penyakit hati kronis yang ditandai dengan hilangnya arsitektur lobular hepatik normal dengan fibrosis, dan dengan destruksi sel-sel parenkim beserta regenerasinya berbentuk nodul-nodul. Penyakit ini mempunyai periode laten yang panjang, biasanya diikuti dengan pembengkakan dan nyeri abdomen, hematemesis, edema dependen, atau ikterus secara mendadak. Pada stadium lanjut, asites, ikterus, hipertensi portal, dan gangguan sistem saraf pusat, yang dapat berakhir dengan koma hepatik, menjadi menonjol. [1]

Sirosis hepatis secara klinis dibagi menjadi sirosis hepatis kompensata yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hepatis dekompensata yang ditandia gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas. Sirosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaan secara klinis. Hal ini hanya dapat dibedakan melalui pemeriksaan biopsi hati. [2]

Anatomi Hati

Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh, berkontribusi sekitar 2% dari total berat badan atau sekitar 1,5 kg pada orang dewasa. Hati merupakan organ plastis lunak dan tercetak oleh struktur disekitarnya. Permukaan superior berbentuk cembung dan terletak dibawah kubah kanan diafragma dan sebagian kubah kiri. Bagian bawah hati berbentuk cekung dan merupakan atap ginjal kanan, lambung, pankreas, dan usus. Hati memiliki dua lobus utama, kanan dan kiri. Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh fissura segmentalis yang tidak terlihat dari luar. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial dan lateral oleh ligamentum falsiforme yang dapat dilihat dari luar. Ligamentum falsiforme berjalan dari hati ke diafragma dan dinding depan abdomen. Permukaan hati diliputi oleh peritoneum viseralis, kecuali daerah kecil pada permukaan posterior yang melekat langsung pada diafragma. Beberapa

(5)

ligamentum yang merupakan lipatan peritoneum membantu menyokong hati. Dibawah peritoneum terdapat jaringan penyambung padat yang dinamakan kapsula Glisson, yang meliputi seluruh permukaan organ; kapsula ini melapisi mulai dari hilus atau porta hepatis di permukaan inferior, melanjutkan diri ke dalam massa hati, membentuk rangka untuk cabang-cabang vena porta, arteri hepatika, dan saluran empedu. [3,4]

Gambar 1. Permukaan anterior hati [5]

(6)

Histologi Hati

Setiap lobus hati terbagi menjadi struktur-struktur yang dinamakan lobulus, yang merupakan unit mikroskopis dan fungsional organ. Setiap lobulus merupakan badan heksagonal dengan diameter antara 0,8 – 2 mm yang terdiri atas lempeng-lempeng sel hati berbentuk kubus, tersusun radial mengelilingi vena sentralis. Di antara lempengan sel hati terdapat kapiler-kapiler yang dinamakan sinusoid, tang merupakan cabang vena porta dan arteri hepatika. Tidak seperti kapiler lain, sinosoid dibatasi oleh sel fagositik atau sel Kupffer. Sel Kupffer merupakan sistem monosit-makrofag, dan fungsi utamanya adalah menelan bakteri dan benda asing lain dalam darah. Hanya sumsum tulang yang mempunyai massa sel monosit-makrofag yang lebih banyak daripada yang terdapat dalam hati, jadi hati merupakan salah satu organ utama sebagai pertahanan terhadap invasi bakteri dan organ toksik. Selain cabang-cabang vena porta dan arteria hepatika yang melingkari bagian perifer lobulus hati, juga terdapat saluran empedu. Saluran empedu interlobular membentuk kapiler empedu yang sangat kecil yang dinamakan kanalikuli, berjalan ditengah-tengah lempengan sel hati. Empedu yang dibentuk dalam hepatosit diekskresi ke dalam kanalikuli yang bersatu membentuk saluran empedu yang semakin lama semakin besar (duktus koledokus). [3,4]

(7)

Gambar 4. Pola lobular hati normal [5]

Vaskularisasi Hati

Hati memiliki dua sumber suplai darah, dari saluran cerna dan limpa melalui vena porta, dan aorta melalui arteria hepatika. Sekitar sepertiga darah yang masuk adalah darah arteria dan sekitar dua pertiga adalah darah dari vena porta. Volume total darah yang melewati hati setiap menit adalah 1.500 ml dan dialirkan melalui vena hepatika dekstra dan sinistra, yang selanjutnya bermuara pada vena kava inferior. [3]

Vena porta bersifat unik karena terletak antara dua daerah kapiler, satu dalam hati dan lainnya dalam saluran cerna. Saat mencapai hati, vena porta bercabang-cabang yang menempel melingkari lobulus hati. Cabang-cabang ini kemudian mempercabangkan vena interlobularis yang berjalan di antara lobulus-lobulus. Vena-vena ini selanjutnya membentuk sinusoid yang berjalan diantara lempengan hepatosit dan bermuara dalam vena sentralis. Vena sentralis dari beberapa lobulus membentuk vena sublobularis yang selanjutnya kembali menyatu dan membentuk vena hepatika. Cabang-cabang terhalus dari arteria hepatika juga mengalirkan darahnya ke dalam sinusoid, sehingga terjadi campuran darah arteria dari arteria hepatika dan darah vena dari vena porta. Peningkatan tekanan dalam sistem ini sering menjadi manifestasi gangguan hati dengan akibat

(8)

serius yang melibatkan pembuluh-pembuluh darimana darah portal berasal. Beberapa lokasi anastomosis portakaval memiliki arti klinis yang penting. Pada obstruksi aliran ke hati, darah porta dapat dipirau ke sistem vena sistemik. [3]

Fisiologi Hati

Hati sangat penting untuk mempertahankan hidup dan berperanan pada hampir setiap fungsi metabolik tubuh, dan khususnya bertanggung jawab atas lebih dari 500 aktivitas berbeda. Untunglah hati memiliki kapasitas cadangan yang besar, dan hanya dengan 10-20% jaringan yang berfungsi, hati mampu mempertahankan kehidupan. Destruksi total atau pembuangan hati mengakibatkan kematian dalam 10 jam. Hati memiliki kemampuan regenerasi yang tinggi. Pada sebagian besar kasus, pengangkatan sebagian hati, baik karena sel sudah mati atau sakit, akan diganti dengan jaringan hati yang baru. [3]

Tabel 1. Fungsi utama hati [3]

Fungsi Keterangan

Pembentukan dan ekskresi empedu Garam empedu penting untuk pencernaan dan absorpsi lemak dan vitamin yang larut dalam lemak di usus.

Metabolisme garam empedu

Metabolisme pigmen empedu Bilirubin, pigmen empedu utama, merupakan hasil akhir metabolisme pemecahan sel darah merah yang sudah tua; proses konjugasinya.

Metabolisme karbohidrat Hati memegang peranan penting dalam mempertahankan kadar glukosa darah normal dan menyediakan energi untuk tubuh. Karbohidrat disimpan dalam hati sebagai glikogen.

Glikogenesis Glikogenolisis Glukoneogenesis

Metabolisme protein Protein serum yang disintesis oleh hati termasuk albumin serta α dan β globulin (γ globulin tidak).

Faktor pembekuan darah yang disintesis oleh hati adalah fibrinogen (I), protrombin (II), dan faktor V, VII, VIII, IX, dan X. Vitamin K diperlukan sebagai kofaktor pada sintesis semua faktor ini kecuali faktor V.

Sintesis protein

Pembentukan urea Urea dibentuk semata-mata dalam hati dari NH3, yang kemudian

diekskresi dalam kemih dan feses.

NH3 dibentuk dari deaminsasi asam amino dan kerja bakteri usus

terhadap asam amino. Penyimpanan protein (asam amino)

Metabolisme lemak Hidrolisis trigliserida, kolesterol, fosfolipid, dan lipoprotein (diabsorbsi dari usus) menjadi asam lemak dan gliserol.

Ketogenesis

Sintesis kolesterol Hati memegang peranan utama pada sintesis kolesterol, sebagian besar diekskresi dalam empedu sebagai kolesterol atau asam kolat. Penyimpana lemak

Penyimpanan vitamin dan mineral Vitamin yang larut lemak (A, D, E, K) disimpan dalam hati; juga vitamin B12, tembaga dan besi.

Metabolisme steroid Hati menginaktifkan dan mensekresi aldosteron, glukokortikoid, estrogen, dan testosteron.

Detoksifikasi Hati bertanggung jawab atas biotransformasi zat-zat berbahaya menjadi zat-zat tidak berbahaya yang kemudian dieksresi oleh

(9)

ginjal (misalnya obat-obatan) Ruang penampung dan fungsi

penyaring

Sinusoid hati merupakan depot darah yang mengalir kembali dari vena kava (payah jantung kanan); kerja fagositik sel Kupffer membuang bakteri dan debris dari darah.

Pembentukan dan ekskresi empedu merupakan fungsi utam ahati; saluran empedu hanya mengangkut empedu sedangkan kandung empedu menyimpan dan mengeluarkan empedi ke usus halus sesuai kebutuhan. Hati mensekresi sekitar 1 liter empedu kuning setiap hari. Unsur utama empedu adalah air (97%), elektrolit, garam empedu, fosfolipid (terutama lesitin) kolesterol, dan pigmen empedu (terutama bilirubin terkonjugasi). Garam empedu penting untuk pencernaan dan absorbsi lemak dalam usus halus. Setelah diolah oleh bakteri usus halus, maka sebagian besar garam empedu akan direabsorbsi di ileum, mengalami resirkulasi ke hati, serta kembali dikonjugasi dan disekresi. Bilirubin (pigmen empedu) merupakan hasil akhir metabolisme dan secara fisiologis tidak penting, namun merupakan petunjuk penyakit hati dan saluran empedu yang penting, karena bilirubin cenderung mewarnai jaringan dan cairan yang berkontak dengannya. [3]

Hati memegang peranan penting pada metabolisme tiga bahan makanan yang dikirimkan oeh vena porta pasca absorbsi di usus. Bahan makanan tersebut adalah karbohidrat, protein, dan lemak. Monosakarida dari usus halus diubah menjadi glikogen dan disimpan dalam hati (glikogenesis). Dari depot glikogen ini, glukosa dilepaskan secara konstan ke dalam darah (glikogenolisis) untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Sebagian glukosa dimetabolisme dalam jaringan untuk menghasilkan panas dan energi, dan sisanya diubah menjadi glikogen dan disimpan dalam jaringan subkutan. Hati mampu mensintesis glukosa dari protein dan lemak (glukoneogenesis). Peranan hati pada metabolisme sangat penting untuk kelangsungan hidup. Semua protein plasma, kecuali gamma globulin, disintesis oleh hati. Protein ini termasuk albumin yang diperlukan untuk mempertahankan tekanan osmotik koloid, dan protrombin, fibrinogen, dan faktor-faktor pembekuan lain. Selain itu, sebagian besar degradasi asam amino dimulai dalam hati melalui proses deaminasi atau pembuangan gugus amonia (NH3). Amonia yang dilepaskan kemudian disintesis menjadi urea dan disekresi oleh ginjal dan usus. Amonia yang terbentuk dalam usus oleh kerja bakteri pada protein juga diubah menjadi urea dalam hati. Fungsi metabolisme hati yang lain adalah metabolisme lemak, penyimpanan vitamin, besi, dan tembaga; konjugasi

(10)

dan ekskresi steroid adrenal dan gonad, serta detoksifikasi sejumlah besar zat endogen dan eksogen. Fungsi detoksifikasi sangat penting dan dilakukan oleh enzim-enzim hati melalui oksidasi, reduksi, hidrolisis, atau konjugasi zat-zat yang dapat berbahaya, dan mengubahnya menjadi zat yang secara fisiologis tidak aktif. Zat-zat seperti indol, skatol, dan fenol yang dihasilkan oleh kerja bakteri pada asam amino dalam usus besar dan zat-zat eksogen seperti morfin, fenobarbital, dan obat-obat lain, didetoksifikasi dengan cara demikian. [3]

Akhirnya, fungsi hati adalah sebagai ruang penampung atau saringan karena letaknya yang strategis antara usus dan sirkulasi umum. Sel kupffer pada sinusoid menyaring bakteri darah portal dan bahan-bahan yang membahayakan dengan cara fagositosis. [3]

Regenerasi Hati

Berbeda dengan organ padat lainnya, hati orang dewasa tetap mempunyai kemampuan beregenerasi. Ketika kemampuan hepatosit untuk beregenerasi sudah terbatas, maka sekelompok sel pruripotensial oval yang berasal dari duktulus-duktulus empedu akan berproliferasi sehingga membentuk kembali hepatosit dan sel-sel bilier yang tetap memiliki kemampuan beregenerasi. [6,4]

Dari penelitian model binatang ditemukan bahwa hepatosit tunggal dari tikus dapat mengalami pembelahan hingga ± 34 kali, atau memproduksi jumlah sel yang mencukupi sel-sel untuk membentuk 50 hati tikus. Dengan demikian dpaat dikatakan sengatlah memungkinkan untuk melakukan hepatektomi hingga 2/3 dari seluruh hati. [6,4]

Etiologi

Secara konvensional, sirosis hepatis dapat diklasifikasikan sebagai makronodular (besar nodul lebih dari 3 mm), mikronodular (besar nodul kurang dari 3 mm), atau campuran mikro dan makronodular. Selain itu juga diklasifikasikan berdasarkan etiologi dan morfologis. [2]

Sebagian besar jenis sirosis diklasifikasikan secara etiologis dan morfologis menjadi alkoholik, kriptogenik dan post hepatitis (postnekrotik), biliaris, kardiak, dan metabolik,keturunan, dan terkait obat [2]

(11)

Di negara barat, penyebab sirosis yang utama adalah alkoholik, sedangkan di Indonesia terutama akibat infeksi virus hepatitis B maupun C. Berdasarkan hasil penelitian di Indonesia, disebutkan bahwa virus hepatitis B menyebabkan sirosis sebesar 40-50%, dan virus hepatitis C 30-40%, sedangkan 10-20% penyebabnya tidak diketahui dan termasuk kelompok virus bukan B dan C (non B-non C). Alkohol sebagai penyebab sirosis di Indonesia diduga frekuensinya sangat kecil walaupun belum terdapat data yang menunjukkan hal tersebut. [2]

Patofisiologi

Gambaran patologi hati biasanya mengerut, berbentuk tidak teratur, dan terdiri dari nodulus sel hati yang dipisahkan oleh pita fibrosis yang padat dna lebar. Gambaran mikroskopik konsisten dengan gambaran makroskopik. Ukuran nodulus sangat bervariasi, dengan sejumlah besar jaringan ikat memisahkan pulau parenkim regenerasi yang susunannya tidak teratur. [2]

Patogenesis sirosis hati menurut penelitian terakhir, memperlihatkan adanya peranan sel stelata (stellate cell). Dalam keadaan normal sel stelata mempunyai peranan dalam keseimbangan pembentukan matriks ekstraselular dan proses degradasi. Pembenrukan fibrosis menunjukkan perubahan proses keseimbangan. Jika terpapar faktor tertentu yang berlangsung secara terus menerus (misal: hepatitis virus, bahan-bahan hepatotoksik), maka sel stelata akan menjadi sel yang membentuk kolagen. Jika proses berjalan terus menerus maka fibrosis akan berjalan terus di dalam sel stelata, dan jaringan hati yang normal akan digantikan oleh jaringan ikat. [2]

Diagnosis dan Manifestasi Klinis

Gejala Sirosis

Stadium awal sirosis sering kali dijumpai tanpa gejala (asimptomatis) sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rtin atau karena kelainan penyakit lain. Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi,

(12)

testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih seperti teh pekat, muntah darah dan/atau melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma.. Mungkin disertai hilangnya rambut badan, gangguan tidur, demam tidak begitu tinggi [2]

(13)
(14)

Pemeriksaan Fisis

Gambar 6. Manifestasi hipertensi portal [7]

Gambar 7. Manifestasi kegagalan fungsi hati [7]

Temuan klinis sirosis meliputi, spider angioma-spiderangiomata (atau spider telangiektasis), suatu lesi vaskular yang dikelilingi beberapa vena-vena kecil. Tanda ini sering ditemukan di bahu, muka, dan lengan atas. Mekanisme terjadinya belum diketahui secara pasti, diduga berkaitan dengan peningkatan rasio estradiol/testosteron bebas. Tanda ini juga bisa ditemukan pula pada orang sehat, walau umumnya ukuran lesi kecil. [2]

Eritema Palmaris, warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan. Hal ini juga dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormon estrogen. Tanda ini juga tidak spesifik pada sirosis. Ditemukan pula pada kehamilan, arthritis rheumatoid, hipertiroidisme, dan keganasan hematologi. [2]

(15)

Perubahan kuku-kuku Muchrche berupa pita putih horizontal dipisahkan dengan warna normal kuku. Mekanismenya juga belum diketahui, diperkirakan akibat hipoalbuminemia. Tanda ini juga bisa ditemukan pada kondisi hipoalbuminemia yang lain seperti sindrom nefrotik. [2]

Jari gada lebih sering ditemukan pada sirosis billier. Osteoarthropati hipertrofi suatu periostitis proliferative kronik, menimbulkan nyeri. [2]

Kontraktur Dupuytren akibat fibrosis fasia Palmaris menimbulkan kontraktur fleksi jari-jari berkaitan dengan alkoholisme tetapi tidak secara spesifik berkaitan dengan sirosis. Tanda ini juga ditemukan pada pasien diabetes mellitus, distrofi reflex simpatetik, dan perokok yang juga mengkonsumsi alkohol. [2]

Ginekomastia secara histologist berupa proliferasi benigna jaringan glandula mammae laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan androstenedion. Selain itu, ditemukan juga hilangnya rambut dada dan aksilla pada laki-laki, sehingga laki-laki mengalami perubahan ke arah feminism. Kebalikannya pada perempuan menstruasi cepat berhenti sehingga diduga fase menopause. [2]

Atrofi testis hipogonadisme menyebabkan impotensi dan infertile. Tanda ini menonjol pada alkoholik sirosis dan hemokromatosis. [2]

Hepatomegali, ukuran hati yang sirotik bisa membesar, normal, atau mengecil. Bilamana hati teraba, hati sirotik teraba keras dan nodular. [2]

Splenomegali sering ditemukan terutama pada sirosis yang penyebabnya nonalkoholik. Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi porta. [2]

Asites, penimbunan cairan dalam rongga peritoneum akibat hipertensi porta dan hipoalbuminemia. Caput medusa juga sebagai akibat hipertensi porta. [2]

Foetor Hepatikum, Bau napas yang khas pada pasien sirosis disebabkan peningkatan konsentrasi dimetil sulfide akibat pintasan porto sistemik yang berat. [2]

Ikterus pada kulit dan membran mukosa akibat bilirubinemia. Bila konsentrasi bilirubin kurang dari 2-3 mg/dl tak terlihat. Warna urin terlihat gelap, seperti air teh. [2]

Asterixis bilateral tetapi tidak sinkron berupa pergerakan mengepak-ngepak dari tangan, dorsofleksi tangan. [2]

(16)

Tanda-tanda lain lain yang menyertai diantaranya: [2]

• Demam yang tidak tinggi akibat nekrosis hepar

• Batu pada vesika felea akibat hemolisis

• Pembesaran kelenjar parotis terutama pada sirosis alkoholik, hal ini

akibat sekunder infiltrasi lemak, fibrosis, dan edema.

Diabetes melitus dialami 15 sampai 30% pasien sirosis. Hal ini akibat resistensi insulin dan tidak adekuatnya sekresi insulin oleh sel beta pankreas. [2]

Pemeriksaan Penunjang

Adanya sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan laboratorium pada waktu seseorang memeriksakan kesehatan rutin, atau waktu skrining untuk evaluasi keluhan spesifik. Tes fungsi hati meliputi amino transferase, alkali fosfatase, gamma glutamil peptidase, bilirubin, albumin dan waktu protrombin. [2]

Aspartat aminotransferase (AST) atau serum glumatil oksaloasetat transaminase (SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT) atau serum glutamil piruvat transaminase (SGPT) meningkat tapi tidak terlalu tinggi. AST lebih meningkat daripada ALT, namun bila transaminase normal tidak mengeyampingkan adanya sirosis. [2]

Alkali fosfatase, meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal atas. Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis primer dan sirosis billier primer. [2]

Gama-glutamil transpeptidase (GGT), konsentrasinya seperti halnya alkali fosfatase pada penyakit hati. Konsentrasinya tinggi pada penyakit hati alkohol kronik, karena alkohol selain menginduksi GGT mikrosomal hepatic, juga bisa menyebabkan bocornya GGT dari hepatosit. [2]

Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis hati kompensata, tapi bisa meningkat pada sirosis yang lanjut. Albumin, sintesisnya terjadi di jaringan hati, konsentrasinya menurun sesuai dengan perburukan sirosis. [2]

Globulin, konsentrasinya meningkat pada sirosis. Akibat sekunder dari pintasan, antigen bakteri dari sistem porta ke jaringan limfoid, selanjutnya menginduksi produksi immunoglobulin. [2]

(17)

Prothrombin time mencerminkan derajat/ tingkatan disfungsi sintesis hati, sehingga pada sirosis memanjang. [2]

Natrium serum menurun terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan dengan ketidakmampuan eksresi air bebas. [2]

Kelainan hematologi anemia, penyebabnya bisa bermacam-macam, anemia normokrom, normositer, hipokrom mikrositer atau hipokrom makrositer. Anemia dengan trombositopenia, leukopenia, dan neutropenia akibat splenomegali kongestif berkaitan dengan hipertensi porta sehingga terjadi hipersplenisme. [2]

(18)

Gambar 8. Algoritma untuk evaluasi tes fungsi hati abnormal [8]1

Pemeriksaan radiologis barium meal dapat melihat varises untuk konfirmasi adanya hipertensi porta. Pemeriksaan radiologis seperti USG

1 Algoritma untuk evaluasi tes fungsi hati abnormal. Pada pasiendengan dugaan penyakit hati,

pendekatan yang tepat untuk evaluasi adalah pemeriksaan awal fungsi hati rutin, seperti bilirubin, albumin, alanin aminotransferase (ALT), aspartat aminotransferase (AST) dan alakaline pohospatase (ALP). Hasil ini (kadang disertai dengan pemeriksaan γ-glutamyl transpeptidase , GGT) akan menunjukkan apakah pola kelainan yang ada merupakan hepatik, kolestatik, atau campuran. Sebagai tambahan, durasi dari gejala akan memberikan gambaran apakah penyakit tersebut akut atau kronik. Jika penyakit tersebut adalah akut dan jika dari adanmnesis, pemeriksaan laboratorium, dan pencitraan tidak menunjukkan sebuah diagnosis, biopsi hati merupakan langkah yang tepat untuk menegakkan diagnosis. Kalau penyakit tersebut kronik, biopsi hati dapat bermanfaat bukan hanya untuk diagnosis, tetapi juga untuk menilai aktivitas dan staging perjalanan penyakit. Pendekatan ini sebagian besar berlaku pada pasien tanpa penurunan kekebalan tubuh. Pada pasien dengan infeksi HIV atau setelah transplantasi sumsum tulang atau transplantasi organ padat, evaluasi diagnostik juga harus mencakup evaluasi infeksi oportunistik (adenovirus, sitomegalovirus, coccidioidomyocosis, dll) serta pembuluh darah dan kondisi imunologi (penyakit, venoocclusive graft-vs-host penyakit). HAV, HCV: Hepatitis A atau C virus, HbsAg, Hepatitis B sulface antigen, anti-HBc, antibodi terhadap hepatitis B inti (antigen); ANA, antibodi antinuklear, SMA, mulus-otot antibodi, MRI, magnetic resonance imaging, MRCP; cholangiopancreatography resonansi magnetik; ERCP cholangiopancreatography, endoscopic retrograde; α1AT, α1 antitrypsin; AMA; antimitochondrial antibodi; P-ANCA, antibodi sitoplasmik

(19)

Abdomen, sudah secara rutin digunakan karena pemeriksaannya noninvasif dan mudah dilakukan. Pemeriksaan USG meliputi sudut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan adanya massa. Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan noduler, permukaan irreguler, dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu USG juga dapat menilai asites, splenomegali, thrombosis vena porta, pelebaran vena porta, dan skrining karsinoma hati pada pasien sirosis. [2]

Tomografi komputerisasi, informasinya sama dengan USG, tidak rutin digunakan karena biayanya relatif mahal. [2]

Magnetic Resonance Imaging, peranannya tidak jelas dalam mendiagnosis sirosis selain mahal biayanya. [2]

Komplikasi

Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya. Kualitas hidup pasien sirosis diperbaiki dengan pencegahan dan penanganan komplikasinya. Komplikasi yang sering dijumpai antara lain peritonitis bakterial spontan, yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra abdominal. Biasanya pasien ini tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen. [2]

Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oligouri, peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal. Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada penurunan filtrasi glomerulus. [2]

Salah satu manifestasi hipertensi porta adalah varises esofagus. 20 sampai 40% pasien sirosis dengan varises esofagus pecah yang menimbulkan perdarahan. Angka kematiannya sangat tinggi, sebanyak duapertiganya akan meninggal dalam waktu satu tahun walaupun dilakukan tindakan untuk menanggulangi varises ini dengan berbagai cara. [2]

Ensefalopati hepatik, merupakan kelainan neuropsikiatrik akibat disfungsi hati. Mula-mula ada gangguan tidur (insomnia dan hipersomnia), selanjutnya dapat timbul gangguan kesadaran yang berlanjut sampai koma. Pada sindrom hepatopulmonal terdapat hydrothorax dan hipertensi portopulmonal. [2]

(20)

Tabel 2. Grade ensefalopati hepatik [8]

Penatalaksanaan

Sekali diagnosis Sirosis hati ditegakkan, prosesnya akan berjalan terus tanpa dapat dibendung. Usaha-usaha yang dapat dilakukan hanya bertujuan untuk mencegah timbulnya penyulit-penyulit. Membatasi kerja fisik, tidak minum alcohol, dan menghindari obat-obat dan bahan-bahan hepatotoksik merupakan suatu keharusan. Bilamana tidak ada koma hepatic diberikan diet yang

mengandung protein 1g/KgBB dan kalori sebanyak 2000-3000 kkal/hari. [2]

Penatalaksanaan sirosis kompensata

Tatalaksana pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untuk mengurangi progresi kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk menghilangkan etiologi, diantaranya: alkohol dan bahan-bahan lain yang toksik dan dapat mencederai hati dihentikan penggunaannya. Pemberian asetaminofen, kolkisin dan obat herbal bisa menghambat kolagenik. Hepatitis autoimun; bisa diberikan steroid atau imunosupresif. Penyakit hati nonalkoholik; menurunkan berat badan akan mencegah terjadinya sirosis. [2]

Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin (analog nukleosida) merupakan terapi utama. Lamivudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100 mg secara oral setiap hari selama satu bulan. Namun pemberian lamivudin setelah 9-12 bulan menimbulkan mutasi YMDD sehingga terjadi resistensi obat. Interferon alfa diberikan secara suntikan subkutan 3 MIU, tiga kali seminggu selama 4-6 bulan, namun ternyata juga banyak yang kambuh. [2]

Pada hepatitis C kronik, kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan terapi standar. Interferon diberikan secara suntikan subkutan dengan dosis 5 MIU

(21)

tiga kali seminggu dan dikombinasikan ribavirin 800-1000 mg/ hari selama 6 bulan. [2]

Pada pengobatan fibrosis hati; pengobatan antifibrotik pada saat ini lebih mengarah kepada peradangan dan tidak terhadap fibrosis. Di masa datang, menempatkan stelata sebagai target pengobatan dan mediator fibrogenik akan merupakan terapi utama. Pengobatan untuk mengurangi aktifasi sel stelata bisa merupakan salah satu pilihan. Interferon memiliki aktifitas antifibrotik yang dihubungkan dengan pengurangan aktivasi sel stelata. Kolkisin memiliki efek antiperadangan dan mencegah pembentukan kolagen, namun belum tebukti dalam penelitian sebagai anti fibrosis dan sirosis. Metotreksat dan vitamin A juga dicobakan sebagai antifibrosis. Selain itu, obat-obatan herbal juga sedang dalam penlitian. [2]

Penatalaksanaan sirosis dekompensata

Asites, Tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 gram atau 90 mmol/hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan diuretic. Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sehari.Respon diuretic bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari, tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/hari dengan edema kaki. Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasikan dengan furosemid dengan dosis 20-40 mg/hari. Pemberian furosemid bisa ditambah dosisnya bila tidak ada respon, maksimal dosisnya 160 mg/hari. Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian albumin. [2]

Ensefalopati hepatik, Laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan ammonia. Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil ammonia, diet protein dikurangi sampai 0,5 gr/kg berat badan per hari, terutama diberikan yang kaya asam amino rantai cabang. [2]

Varises esophagus, Sebelum berdarah dan sesudah berdarah bisa diberikan obat β-blocker. Waktu perdarahan akut, bisa diberikan preparat somatostatin atau oktreotid, diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi. [2]

(22)

Peritonitis bakterial spontan, diberikan antibiotika seperti sefotaksim intravena, amoksilin, atau aminoglikosida. [2]

Sindrom hepatorenal, mengatasi perubahan sirkulasi darah hati, mengatur keseimbangan garam dan air. [2]

Transplantasi hati, terapi definitive pada pasien sirosis dekompensata. Namun sebelum dilakukan transplantasi ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi resipien dahulu. [2]

Prognosis

Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor, meliputi etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai. [2]

Klasifikasi Child-Pugh, juga untuk menilai prognosis pasien sirosis yang akan manjalani operasi, variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin, ada tidaknya asites dan ensefalopati juga status nutrisi. Klasifikasi ini terdiri dari Child A, B, dan C. Klasifikasi Child-Pugh berkaitan dengan angka kelangsungan hidup selama satu tahun pada pasien. Angka kelangsungan hidup selama 1 tahun untuk penderita sirosis dengan Child-Pugh A, B, dan C diperkirakan masing-masing 100, 80, dan 45% [2]

Tabel 3. Klasifikasi Child-Pugh pada Sirosis [8]2

Faktor Unit 1 2 3

Serum bilirubin µmol/L < 34 34−51 > 51

mg/dL < 2,0 2,0−3,0 > 3,0 Serum albumin g/L > 35 30−35 < 30 g/dL > 3,5 3,0−3,5 < 3,0 Prothrombin time Detik pemanjangan 0−4 4−6 >6 INR < 1,7 1,7-2,3 > 2,3

Ascites Tidak ada Dapat

dikontrol Tidak dapat dikontrol

Hepatic

encephalopathy Tidak ada Minimal Berat

2

Klasifikasi Child-Pugh dihitung dengan menjumlahkan skor dari lima faktor dan dapat bernilai dari 5 sampai 15. Klasifikasi Child-Pugh kelas A (5-6), B (7-9), atau C (10 atau lebih). Keadaan dekompensasi mengindikasikan cirrhosis dengan skor Child-Pugh 7 atau lebih (kelas

(23)

Daftar Pustaka

1. Raymon T. Chung, Daniel K. Podolsky. Cirrhosis and its complication. In: Kasper DL et.al, eds. Harrison's Principles of Internal Medicine. 16th Edition. USA : Mc-Graw Hill; 2005. p. 1858-62

2. Nurdjanah S. Sirosis hati. In Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K. MS, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan

Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. p. 443-6.

3. Wilson LM, Lester LB. Hati, saluran empedu, dan pankreas. In Wijaya C, editor. Patofisiologi konsep klinis proses proses penyakit. Jakarta: ECG; 1994. p. 426-63.

4. Guyton AC, Hall JE. The liver as an organ. In Textbook of medical physiology. 11th ed.: Elsevier; 2006. p. 859-64.

5. Netter FH, Machade CAG. Interactive atlas of human anatomy [Electronic Atlas].: Saunders/Elsevier; 2003.

6. Amiruddin R. Fisiologi dan biokimia hati. In Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K. MS, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat

Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. p. 415-9.

7. Porth CM. Alterations in hepatobiliary function. In Essentials of

pathophysiology: concepts of altered health states. 2nd ed.: Lippincott Williams & Wilkins; 2004. p. 494-516.

8. Ghany M, Hoofnagle JH. Approach to the patient with liver disease. In Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, editors. Harrison's principles of internal medicine. New York: McGraw-Hill; 2005. p. 1808-13.

(24)

LAPORAN KASUS

No. Reg. : 565482

Ruangan : Lontara 1 atas depan

Nama : Tn. Y

Umur : 56 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Prof Rauf Tarimana, Makassar

Tanggal MRS : 27 Agustus 2012

KU : Perut membesar

AT : Pasien mengeluh perut membesar sejak ± 3 bulan sebelum masuk rumah sakit

dan dirasakan semakin hari semakin membesar. Pada awalnya tungkai lebih dulu membengkak sejak ± 1 bulan yang lalu. Perut membesar secara perlahan, yang lama kelamaan membuat penderita sesak napas.

Mual (-), muntah (-)

Demam (-) riwayat demam (-) sakit kepala (-) pusing (-)

Batuk (-), sesak (+) dirasakan sejak ± 3 minggu sebelum masuk rumah sakit. Sesak dirasakan terus-menerus. Sesak dirasakan dipengaruhi aktifitas dan tidak dipengaruhi cuaca. Penderita nyaman tidur setengah duduk. Riwayat terbangun tengah malam karena sesak (-).

BAB : biasa, kuning.

BAK : kuning, kesan lancar dan cukup.

Riwayat menderita penyakit yang sama sebelumnya pada tahun 2004 namun sembuh sendiri. Riwayat keluarga DM (-)

Riwayat keluarga HT (-)

Pemeriksaan fisik

Deskripsi umum : Sakit Sedang/ Gizi / Kompos Mentis

Berat Badan : 64 kg (Berat badan koreksi:)

Tinggi Badan : cm

(25)

Tanda vital

Tekanan darah : 120/70

Nadi : 100 x/menit, reguler, kuat angkat

Pernapasan : 28x/menit, tipe thoracoabdominal

Suhu axilla : 36º C aksiler

Mata : Konjungtiva anemis (-), Sklera ikterik (-), Pupil isokor ø 2,5 mm

Leher : DVR R-2 cm H2O, MT (-), NT (-)

Thorax :

Inspeksi : Hemothorax asimetris. Kanan tertinggal. Gynecomasti (-)

Palpasi : MT (-), NT (-), VF menurun hemithoraks dextra

Perkusi : redup hemithoraks dextra, BPH: ICS VI kanan depan

Auskultasi : BP: vesikuler

BT : Rh Wh :

-/-Jantung:

Inspeksi : IC tidak tampak

Palpasi : IC tidak teraba

Perkusi : pekak kesan normal

Auskultasi : BJ I/II murni reguler

Abdomen

Inspeksi : Cembung, ikut gerak nafas, umbilikus menonjol

Auskultasi : BU (+) kesan normal

Palpasi : MT (-) NT (-).

Hepar: sulit dinilai. Lien: Schuffner I

Perkusi : Ascites (+) Shifting dullness

Ekstremitas

Edema +/+ (pitting edem): pretibial dan dorsum pedis Eritema palmaris (-)

-

--

(26)

-Lain-lain

Rectal touche : Sphincter mencekik, mukosa licin. Feses (+) warna kuning, darah (-), lendir (-) Rencana Pemeriksaan

DR, Ureum, Kreatinin, SGOT, SGPT, GGT, HBsAg, Anti HCV, ALP, Bil. Total, Protein total, Albumin, PT, APTT

Assessment

Susp. Sirosis Hepatis Dekompensata ec HCV Efusi pleura dextra

Pemeriksaan penunjang Lab 27/8/12 3/9/12 WBC 14,59 x 103 9,2 x 103 RBC 3,31 x 108 3,23 x 108 HGB 11,5 11,6 HCT 35,4 33,9 PLT 85 x 103 87 x 103 MCV 106,9 105,0 MCH 32,5 35,9 MCHC 30,8 34,2 LED Creatinine 1,2 1,0 Ureum 47 40 ALP 201 SGOT 43 43 SGPT 23 30 Albumin 1,9 2,0 Tot. Protein 7,2 6,7 Bil. Total 10,4 Bil. Direct 9,1 GDS γGT natrium 126 Kalium 3,8 klorida 103

(27)

APTT fibrinogen Patologi klinik 27/8/12 HbsAg (-) Anti HCV (+) Follow Up Harian

Tanggal Perjalanan Penyakit Instruksi

27/8/12

T:110/70 mmHg N:92 x/mnt P:28 x/mnt S: 36,8 °C

S: Perut membesar (+), mata berwarna kuning (+)

Batuk (-) Sesak (+) O: SS/GK/CM

Anemis (-) Ikterus (+) Sianosis (-)

Leher: MT (-) NT (-) DVS R-2 cmH2O

Thorax: BP Vesikuler. Menurun pada hemithoraks D rh wh

-/-P/ IVFD NaCl 0,9% 20 tpm Spironolaktan 100 mg 1-0-0 DR,ureum/kreatinin,

SGOT/SGPT, albumin, protein total, HbsAg, Anti HCV

(28)

Abd: Hepar sulit dinilai Lien

Ascites Shifting dullness (+)

Eks: udem +/+ pretibial, dorsum pedis spider nevi (-) eritema palmaris (-) A: Sirosis hepatis dekompensata ec HCV

28/8/12

T:120/70 mmHg N:100 x/mnt P:28 x/mnt S: 36,7 °C

S: Perut membesar,mata berwarna kuning

O: Anemis (-) ikterus (+)

DVR R-2 cm H2O

Cor: BJ I.II reguler bising (-) Pulmo: ves rh (-) wh (-) Abd: BU (+) N, asites (+),

Eks: udem +/+ pretibial, dorsum pedis Eritema palmaris (-)

Flapping tremor (-)

A: - sirosis hepatis dekompensata e.c HBV

- Child pugh B USG: sirosis hepatis Lab:

GDS: 81 Alb: 2,1 Ur: 36 HbsAg: positif Cr: 0,8 Anti HCV:Negatif GOT: 156 Bil. Total: 9,3 GPT: 73

R/ Diet rendah protein 0,8 gr /kgBB/hr

Diet rendah garam

Retriksi cairan max 2L/hr Spironolactone 100g 1-0-0 Albumin 20 gr (3 botol) Pujimin 3x2 gr

ADT, Bil. Total/direct, protein total/albumin, fibrinogen, PT APTT

10/5/12 S: demam (+) Perut membesar

R/ Diet rendah garam

(29)

BB: 61 kg T:110/60 mmHg N:100 x/mnt P:24 x/mnt S: 37,8 °C

BAB biasa, warna kuning O: Anemis (+) ikterus (+)

DVR R-2 cm H2O

Cor: BJ I.II reguler Pulmo: ves rh (-) wh (-)

Abd: BU (+) N , MT (-) NT (-) asites (+) shifting dullness (+)

A: Sirosis hepatis dekompensata e.c HBV child pugh B

Retriksi cairan max 2L/hr Spironolactone 100g 1-0-0 Pujimin caps 3x1 cap Albumin 20 gr / hr Laktulosa syr 0-0-2

Cefotaxime 1 gr /12jam (skin test)

Tunggu hasil lab

Rencana pro pungsi ascites hari ini EKG 11/5/12 LP: 87 cm BB: 58 kg T:120/80 mmHg N:96 x/mnt P:24 x/mnt S: 36,8 °C LP: 96 cm S: Demam (-) epistaksis (+) Perut membesar

OSI mengeluh susah tidur BAB biasa, warna kuning O: Anemis (+) ikterus (-)

DVR R-2 cm H2O

Cor: BJ I.II reguler Pulmo: ves rh (-/-) wh (-) Abd: BU (+) N,

asites (+) shifting dullness (+)

A: - Sirosis hepatis dekompensata e.c HBV Child Pugh C

- ensefalopati hepatikum Gr. I - hiponatremi

- Koagulopati hepatikum

R/ Diet rendah garam

Diet rendah protein 0,8 gr/kgBB/hr

Retriksi cairan max 2L/hr Spironolactone 100g 1-0-0 Pujimin caps 3x1 cap Albumin 20 gr / hr (tunda) Laktulosa syr 0-0-2 Ceftriaxone 1 gr/ 12jam Vit.K 2amp/IM (hari I) Kontrol: albumin/protein total Sistenol 3x1 (kp)

Aminofusin 1 botol/hr Balance cairan

(30)

Lab:

WBC: 12.300 PLT: 149.000 Hb: 9,0 Bil total: 10,4 PT: 18,3 Bil direk: 9,10 INR: 1,52 Prot total: 6,7 APTT: 34,6 albumin: 2,3 Fibrinogen: 274,1 Natrium: 129 Kalium: 4,1 12/5/12 LP: 88cm BB: 58kg T:120/80 mmHg N:76 x/mnt P:24 x/mnt S: 36,5 °C

S: Demam (-) mata berwarna kuning Mual (-) muntah (-)

Perut membesar

BAK: warna kuning, kesan lancar BAB biasa, kuning

O: Anemis (-) ikterus (+)

DVR R-2 cm H2O

Cor: BJ I.II reguler Pulmo: ves rh (-/-) wh (-)

Abd: BU (+) N, asites (+) shifting dullness

A: SHD e.c HBV Child Pugh C Koagulopati hepatik

Ensefalopati hepatikum Gr I

R/ aminofusin 2 botol/hr

Diet rendah garam, rendah protei 0,8gr/kgBB/hr

Retriksi cairan

Spironolactone 100mg 1-0-0 Laktulosa syr 0-0-2

Pujimin 3x2 caps

Albumin 20gr (tunda sampai cukup 4 botol)

LOLA (hepamerz) 4amp/ habis dalam 4 jam – selama min 4 hari Propanolol 10 mg 3x1

Balance cairan Konsul gizi klinik Vit.K 1amp/IM (hari II)

(31)

Resume

Laki-laki 49 tahun datang dengan keluhan utama perut membesar dan terasa penuh sejak ± 1 bulan sebelum masuk rumah sakit dan dirasakan makin membesar sejak ±1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Perut membesar secara perlahan, yang lama kelamaan membuat penderita sesak napas. Pasien mengeluh nafsu makannya menurun sejak ± 1 bulan sebelum masuk rumah sakit. Mual (+), muntah (-). Demam (-) riwayat demam (-) sakit kepala (-) pusing (-). Batuk (-), sesak (+) dirasakan sejak ± 3 minggu sebelum masuk rumah sakit. Sesak dirasakan tidak dipengaruhi cuaca dan aktifitas. Pasien biasa tidur dengan satu bantal. Riwayat terbangun tengah malam karena sesak (-). BAB :biasa, kuning. BAK :kuning, kesan lancar dan cukup. Riwayat sakit kuning sebelumnya (-). Riwayat mengkonsumsi alkohol (-). Riwayat merokok (+) sejak berumur 20 tahun. Frekuensi 2 bungkus/hari. Riwayat keluarga DM (-). Riwayat keluarga HT (-)

Pada pemeriksaan kepala didapatkan anemis (+), ikterik (+). Pada thoraks, leher dan jantung tidak ditemui adanya kelainan dan dalam batas normal. Abdomen didapatkan ascites (+) shifting dullness, pembesaran lien Scuffner 1. Pada ektremitas didapatkan eritema palmaris, dan pada ekstremitas bawah didapatkan udem pretibial +/+.

HGB 9,9 g/dl, SGOT 156 U/L, SGPT 73 U/L, GDS 81 mg/dL, PT 18,3; APTT 34,6, Albumin 1,9mg/dL, bilirubin Total 10,4 mg/dL, bilirubin direk 9,10 mg/dL, natrium 129 mmol/l. Hasil Usg abdomen : Splenomegaly et causa Sirosis Hepatis dan ascites. Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan laboratorium, maka pasien ini dapat didiagnosis sebagai Sirosis Hepatis Dekompensata e.c. susp HBv dengan klasifikasi Child-Pugh C.

(32)

Diskusi

Pasien datang dengan keluhan utama perut membesar (distensi abdomen), diduga beberapa penyebab distensi abdomen, yaitu fas (flatus), lemak (fat), cairan (fluid), feses, dan fetus. Penyebab fetus dapat disingkirkan berdasarkan jenis kelamin pasien : laki-laki. Penyebab gas dan feses dapat disingkirkan berdasarkan anamnesis dimana pasien masih buang angin (terakhir 5 jam sebelum masuk rumah sakit) dan buang air besar dengan konsistensi biasa warna kuning-coklat, lendir (-), darah (-). Berdasarkan data antropometrik, BB koreksi pasien = 49 Kg

dengan IMT=17,36 kg/m2 dengan status gizi kurang, maka penyebab lemak dapat disingkirkan.

Dari pemeriksaan fisis juga diperoleh bukti shifting dullness (+), yang menandakan bahwa penyebab distensi abdomen pada pasien ini merupakan cairan atau disebut juga ascites.

Terdapat beberapa penyakit yang menyebabkan ascites, antara lain sirosis hepatis, gagal jantung kongestif, hipotiroidisme, dan peritonitis.

Diagnosis gagal jantung kongestif dapat disingkirkan berdasarkan tidak adanya keluhan gejala-gejala gagal jantung kongestif, seperti sesak nafas terutama setelah beraktivitas, terbangun tengah malam dengan sesak nafas, harus tidur dengan bantal yang menyangga kepala lebih dari dua buah (posisi ½ duduk). Dari pemeriksaan fisis juga tidak diperoleh peningkatan desakan vena sentralis, kardiomegali, irama gallop (S3), dan takikardi.

Diagnosis hipotiroidisme juga dapat disingkirkan berdasarkan tidak adanya keluhan gejala-gejala hipotiroidisme, seperti lebih menyukai suhu yang panas, selalu merasa kedinginan atau tidak tahan dingin, konstipasi, jarang berketingat. Dari pemeriksaan fisis juga tidak diperoleh bradikardi, suhu tubuh dingin, dan edema non-pitting.

Diagnosis peritonitis juga dapat disingkirkan berdasarkan tidak adanya keluhan nyeri perut hebat yang muncul tiba-tiba, perut terasa kaku, dan perut terasa panas atau hangat. Dari pemeriksaan fisis juga tidak didapatkan rigiditas abdomen, hilangnya pekak hepar, nyeri tekan seluruh abdomen dan nyeri pantul.

Pasien didiagnosis Sirosis Hepatis (SH), oleh karena ditemukannya gejala kegagalan fungsi hati, yang dibuktikan mealalui hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia disebabkan karena gangguan sintesis dan sekresi albumin

(33)

yang menyebabkan edema. Selain itu terdapat pula tanda-tanda hipertensi porta, yaitu ascites dan edema tungkai. Pada pasien ini, juga terjadi penurunan nafsu makan, mual, dan kembung. Diagnosis ini semakin diperkuat dengan adanya hasil hasil USG abdomen yang menyatakan gambaran sesuai asites.

Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 – 25% oksigen darah. Ada beberapa fungsi hati yaitu : sebagai metabolisme karbohidrat, sebagai metabolisme lemak, sebagai metabolisme protein, sebagai hemodinamik, sebagai detoksikasi, sebagai metabolisme bilirubin.

Kegagalan fungsi hati menimbulkan keluhan seperti rasa lemah, turunnya berat badan, kembung, dan mual. Kulit tubuh di bagian atas, muka, dan lengan atas akan bisa timbul bercak mirip laba-laba (spider nevi). Telapak tangan bewarna merah (eritema palmaris), perut membuncit akibat penimbunan cairan secara abnormal di rongga perut (asites), dan pembesaran payudara pada laki-laki. Bisa pula timbul hipoalbuminemia, pembengkakan pada tungkai bawah sekitar tulang (edema pretibial), dan gangguan pembekuan darah yang bermanifestasi sebagai peradangan gusi, mimisan, atau gangguan siklus haid. Kegagalan hati pada sirosis hati fase lanjut dapat menyebabkan gangguan kesadaran akibat encephalopathy hepatic atau koma hepatik.

Tekanan portal yang normal antara 5-10 mmHg. Pada hipertensi portal terjadi kenaikan tekanan dalam sistem portal yang lebih dari 15 mmHg dan bersifat menetap. Keadaan ini akan menyebabkan limpa membesar (splenomegali), pelebaran pembuluh darah kulit pada dinding perut disekitar pusar (caput medusae), pada dinding perut yang menandakan sudah terbentuknya sistem kolateral, wasir (hemoroid), dan penekanan pembuluh darah vena esofagus atau cardia (varices esofagus) yang dapat menimbulkan muntah darah (hematemesis), atau berak darah (melena). Kalau pendarahan yang keluar sangat banyak maka penderita bisa timbul syok (renjatan). Bila penyakit akan timbul asites, encephalopathy, dan perubahan ke arah kanker hati primer (hepatoma).

Ada 2 faktor yang mempengaruhi terbentuknya asites pada penderita Sirosis Hepatis, yaitu :

• Tekanan koloid plasma yang biasa bergantung pada albumin di dalam serum. Pada keadaan normal albumin dibentuk oleh hati. Bilamana hati terganggu fungsinya, maka pembentukan albumin juga terganggu, dan kadarnya menurun, sehingga tekanan koloid

(34)

osmotic juga berkurang. Terdapatnya kadar albumin kurang dari 3 gr % sudah dapat merupakan tanda kritis untuk timbulnya asites.

• Tekanan vena porta. Bila terjadi perdarahan akibat pecahnya varises esophagus, maka

kadar plasma protein dapat menurun, sehingga tekanan koloid osmotic menurun pula, kemudian terjadilah asites. Sebaliknya bila kadar plasma protein kembali normal, maka asitesnya akan menghilang walaupun hipertensi portal tetap ada. Hipertensi portal mengakibatkan penurunan volume intravaskuler sehingga perfusi ginjal pun menurun.Hal ini meningkatkan aktifitas plasma rennin sehingga aldosteron juga meningkat. Aldosteron berperan dalam mengatur keseimbangan elektrolit terutama natrium . dengan peningkatan aldosteron maka terjadi terjadi retensi natrium yang pada akhirnya menyebabkan retensi cairan.

Pasien ini mendapatkan penatalaksanaan berupa spironolakton yang merupakan diuretika hemat kalium yang bekerja ditubulus ginjal dan menahan reabsorbsi Na. pemberian spironolakton diawali dengan dosis 100-200mg/hari. Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat bias dikombinasikan dengan furosemid yang merupakan diuretic kuat dengan dosis 20-40 mg/hari dan diberikan secara bertahap untuk menghindari dieresis berlebihan. Respon diuretic bila dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari yang tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/hari bila edema kaki ditemukan. Jika tidak ada respon pemberian furosemid bias ditambahkan dosisnya, maksimal dosisnya 160 mg/hari. Pengeluaran asites bisa 4-6 liter dan diikuti dengan pemberian albumin. Target dari pemberian terapi berupa tirah baring, diet rendah garam, dan terapi diuretika adalah peningkatan dieresis sehingga berat badan menurun 400-800gr/hari. Pasien yang edema perifer penurunan berat badan 1500 gr/hari.

Tindakan yang lain berupa parasintesis, baru dapat dikerjakan bila ascites cukup besar yang dapat menimbulkan kesulitan pernafasan.

Pasien ini didiagnosis dengan Sirosis hepatis dekompensata e.c.susp. HBV (Child-Pugh C). Mengingat bahwa pengobatan sirosis hepatis hanya merupakan simptomatis dan mengobati penyulit, secara umum dapat dikatakan bahwa prognosis pada pasien ini buruk.

Gambar

Gambar 1. Permukaan anterior hati  [5]
Gambar 3. Struktur dasar lobulus hati  [4]
Gambar 4. Pola lobular hati normal  [5]
Gambar 5. Manifestasi klinis dari sirosis hepatis  [1]
+5

Referensi

Dokumen terkait

perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user86.Sawi Monumen Sawi monumen tubuhnya amat tegak dan berdaun kompak. Penampilan sawi jenis ini sekilas mirip dengan petsai. Tangkai daun berwarna putih berukuran agak lebar dengan tulang daun yang juga berwarna putih. Daunnya sendiri berwarna hijau segar. Jenis sawi ini tegolong terbesar dan terberat di antara jenis sawi lainnya. D.Syarat Tumbuh Tanaman Sawi Syarat tumbuh tanaman sawi dalam budidaya tanaman sawi adalah sebagai berikut : 1.Iklim Tanaman sawi tidak cocok dengan hawa panas, yang dikehendaki ialah hawa yang dingin dengan suhu antara 150 C - 200 C. Pada suhu di bawah 150 C cepat berbunga, sedangkan pada suhu di atas 200 C tidak akan berbunga. 2.Ketinggian Tempat Di daerah pegunungan yang tingginya lebih dari 1000 m dpl tanaman sawi bisa bertelur, tetapi di daerah rendah tak bisa bertelur. 3.Tanah Tanaman sawi tumbuh dengan baik pada tanah lempung yang subur dan cukup menahan air. (AAK, 1992). Syarat-syarat penting untuk bertanam sawi ialah tanahnya gembur, banyak mengandung humus (subur), dan keadaan pembuangan airnya (drainase) baik. Derajat keasaman tanah (pH) antara 6–7 (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user9E.Teknik Budidaya Tanaman Sawi 1.Pengadaan benih Benih merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha tani. Kebutuhan benih sawi untuk setiap hektar lahan tanam sebesar 750 gram. Benih sawi berbentuk bulat, kecil-kecil. Permukaannya licin mengkilap dan agak keras. Warna kulit benih coklat kehitaman. Benih yang akan kita gunakan harus mempunyai kualitas yang baik, seandainya beli harus kita perhatikan lama penyimpanan, varietas, kadar air, suhu dan tempat menyimpannya. Selain itu juga harus memperhatikan kemasan benih harus utuh. kemasan yang baik adalah dengan alumunium foil. Apabila benih yang kita gunakan dari hasil pananaman kita harus memperhatikan kualitas benih itu, misalnya tanaman yang akan diambil sebagai benih harus berumur lebih dari 70 hari. Penanaman sawi memperhatikan proses yang akan dilakukan misalnya dengan dianginkan, disimpan di tempat penyimpanan dan diharapkan lama penyimpanan benih tidak lebih dari 3 tahun.( Eko Margiyanto, 2007) Pengadaan benih dapat dilakukan dengan cara membuat sendiri atau membeli benih yang telah siap tanam. Pengadaan benih dengan cara membeli akan lebih praktis, petani tinggal menggunakan tanpa jerih payah. Sedangkan pengadaan benih dengan cara membuat sendiri cukup rumit. Di samping itu, mutunya belum tentu terjamin baik (Cahyono, 2003). Sawi diperbanyak dengan benih. Benih yang akan diusahakan harus dipilih yang berdaya tumbuh baik. Benih sawi sudah banyak dijual di toko-toko pertanian. Sebelum ditanam di lapang, sebaiknya benih sawi disemaikan terlebih dahulu. Persemaian dapat dilakukan di bedengan atau di kotak persemaian (Anonim, 2007). 2.Pengolahan tanah Sebelum menanam sawi hendaknya tanah digarap lebih dahulu, supaya tanah-tanah yang padat bisa menjadi longgar, sehingga pertukaran perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user10udara di dalam tanah menjadi baik, gas-gas oksigen dapat masuk ke dalam tanah, gas-gas yang meracuni akar tanaman dapat teroksidasi, dan asam-asam dapat keluar dari tanah. Selain itu, dengan longgarnya tanah maka akar tanaman dapat bergerak dengan bebas meyerap zat-zat makanan di dalamnya (AAK, 1992). Untuk tanaman sayuran dibutuhkan tanah yang mempunyai syarat-syarat di bawah ini : a.Tanah harus gembur sampai cukup dalam. b.Di dalam tanah tidak boleh banyak batu. c.Air dalam tanah mudah meresap ke bawah. Ini berarti tanah tersebut tidak boleh mudah menjadi padat. d.Dalam musim hujan, air harus mudah meresap ke dalam tanah. Ini berarti pembuangan air harus cukup baik. Tujuan pembuatan bedengan dalam budidaya tanaman sayuran adalah : a.Memudahkan pembuangan air hujan, melalui selokan. b.Memudahkan meresapnya air hujan maupun air penyiraman ke dalam tanah. c.Memudahkan pemeliharaan, karena kita dapat berjalan antar bedengan dengan bedengan. d.Menghindarkan terinjak-injaknya tanah antara tanaman hingga menjadi padat. ( Rismunandar, 1983 ). 3.Penanaman Pada penanaman yang benihnya langsung disebarkan di tempat penanaman, yang perlu dijalankan adalah : a.Supaya keadaan tanah tetap lembab dan untuk mempercepat berkecambahnya benih, sehari sebelum tanam, tanah harus diairi terlebih dahulu. perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user11b.Tanah diaduk (dihaluskan), rumput-rumput dihilangkan, kemudian benih disebarkan menurut deretan secara merata. c.Setelah disebarkan, benih tersebut ditutup dengan tanah, pasir, atau pupuk kandang yang halus. d.Kemudian disiram sampai merata, dan waktu yang baik dalam meyebarkan benih adalah pagi atau sore hari. (AAK, 1992). Penanaman dapat dilakukan setelah tanaman sawi berumur 3 - 4 Minggu sejak benih disemaikan. Jarak tanam yang digunakan umumnya 20 x 20 cm. Kegiatan penanaman ini sebaiknya dilakukan pada sore hari agar air siraman tidak menguap dan tanah menjadi lembab (Anonim, 2007). Waktu bertanam yang baik adalah pada akhir musim hujan (Maret). Walaupun demikian dapat pula ditanam pada musim kemarau, asalkan diberi air secukupnya (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). 4.Pemeliharaan tanaman Pemeliharaan dalam budidaya tanaman sawi meliputi tahapan penjarangan tanaman, penyiangan dan pembumbunan, serta pemupukan susulan. a.Penjarangan tanaman Penanaman sawi tanpa melalui tahap pembibitan biasanya tumbuh kurang teratur. Di sana-sini sering terlihat tanaman-tanaman yang terlalu pendek/dekat. Jika hal ini dibiarkan akan menyebabkan pertumbuhan tanaman tersebut kurang begitu baik. Jarak yang terlalu rapat menyebabkan adanya persaingan dalam menyerap unsur-unsur hara di dalam tanah. Dalam hal ini penjarangan dilakukan untuk mendapatkan kualitas hasil yang baik. Penjarangan umumnya dilakukan 2 minggu setelah penanaman. Caranya dengan mencabut tanaman yang tumbuh terlalu rapat. Sisakan tanaman yang tumbuh baik dengan jarak antar tanaman yang teratur (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user12b.Penyiangan dan pembumbunan Biasanya setelah turun hujan, tanah di sekitar tanaman menjadi padat sehingga perlu digemburkan. Sambil menggemburkan tanah, kita juga dapat melakukan pencabutan rumput-rumput liar yang tumbuh. Penggemburan tanah ini jangan sampai merusak perakaran tanaman. Kegiatan ini biasanya dilakukan 2 minggu sekali (Anonim, 2007). Untuk membersihkan tanaman liar berupa rerumputan seperti alang-alang hampir sama dengan tanaman perdu, mula-mula rumput dicabut kemudian tanah dikorek dengan gancu. Akar-akar yang terangkat diambil, dikumpulkan, lalu dikeringkan di bawah sinar matahari, setelah kering, rumput kemudian dibakar (Duljapar dan Khoirudin, 2000). Ketika tanaman berumur satu bulan perlu dilakukan penyiangan dan pembumbunan. Tujuannya agar tanaman tidak terganggu oleh gulma dan menjaga agar akar tanaman tidak terkena sinar matahari secara langsung (Tim Penulis PS, 1995 ). c.Pemupukan Setelah tanaman tumbuh baik, kira-kira 10 hari setelah tanam, pemupukan perlu dilakukan. Oleh karena yang akan dikonsumsi adalah daunnya yang tentunya diinginkan penampilan daun yang baik, maka pupuk yang diberikan sebaiknya mengandung Nitrogen (Anonim, 2007). Pemberian Urea sebagai pupuk tambahan bisa dilakukan dengan cara penaburan dalam larikan yang lantas ditutupi tanah kembali. Dapat juga dengan melarutkan dalam air, lalu disiramkan pada bedeng penanaman. Satu sendok urea, sekitar 25 g, dilarutkan dalam 25 l air dapat disiramkan untuk 5 m bedengan. Pada saat penyiraman, tanah dalam bedengan sebaiknya tidak dalam keadaan kering. Waktu penyiraman pupuk tambahan dapat dilakukan pagi atau sore hari (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user13Jenis-jenis unsur yag diperlukan tanaman sudah kita ketahui bersama. Kini kita beralih membicarakan pupuk atau rabuk, yang merupakan kunci dari kesuburan tanah kita. Karena pupuk tak lain dari zat yang berisisi satu unsur atau lebih yang dimaksudkan untuk menggantikan unsur yang habis diserap tanaman dari tanah. Jadi kalau kita memupuk berarti menambah unsur hara bagi tanah (pupuk akar) dan tanaman (pupuk daun). Sama dengan unsur hara tanah yang mengenal unsur hara makro dan mikro, pupuk juga demikian. Jadi meskipun jumlah pupuk belakangan cenderung makin beragam dengan merek yang bermacam-macam, kita tidak akan terkecoh. Sebab pupuk apapun namanya, entah itu buatan manca negara, dari segi unsur yang dikandungnya ia tak lain dari pupuk makro atau pupuk mikro. Jadi patokan kita dalam membeli pupuk adalah unsur yang dikandungnya (Lingga, 1997). Pemupukan membantu tanaman memperoleh hara yang dibutuhkanya. Unsur hara yang pokok dibutuhkan tanaman adalah unsur Nitrogen (N), Fosfor (P), dan Kalium (K). Itulah sebabnya ketiga unsur ini (NPK) merupakan pupuk utama yang dibutuhkan oleh tanaman. Pupuk organik juga dibutuhkan oleh tanaman, memang kandungan haranya jauh dibawah pupuk kimia, tetapi pupuk organik memiliki kelebihan membantu menggemburkan tanah dan menyatu secara alami menambah unsur hara dan memperbaiki struktur tanah (Nazarudin, 1998). 5.Pengendalian hama dan penyakit Hama yang sering menyerang tanaman sawi adalah ulat daun. Apabila tanaman telah diserangnya, maka tanaman perlu disemprot dengan insektisida. Yang perlu diperhatikan adalah waktu penyemprotannya. Untuk tanaman sayur-sayuran, penyemprotan dilakukan minimal 20 hari sebelum dipanen agar keracunan pada konsumen dapat terhindar (Anonim, 2007). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user14OPT yang menyerang pada tanaman sawi yaitu kumbang daun (Phyllotreta vitata), ulat daun (Plutella xylostella), ulat titik tumbuh (Crocidolomia binotalis), dan lalat pengerek daun (Lyriomiza sp.). Berdasarkan tingkat populasi dan kerusakan tanaman yang ditimbulkan, maka peringkat OPT yang menyerang tanaman sawi berturut-turut adalah P. vitata, Lyriomiza sp., P. xylostella, dan C. binotalis. Hama P. vitatamerupakan hama utama, dan hama P. xylostella serta Lyriomiza sp. merupakan hama potensial pada tanaman sawi, sedangkan hamaC. binotalis perlu diwaspadai keberadaanya (Mukasan et al., 2005). Beberapa jenis penyakit yang diketahui menyerang tanaman sawi antara lain: penyakit akar pekuk/akar gada, bercak daun altermaria, busuk basah, embun tepung, rebah semai, busuk daun, busuk Rhizoctonia, bercak daun, dan virus mosaik (Haryanto et al., 1995). 6.Pemanenan Tanaman sawi dapat dipetik hasilnya setelah berumur 2 bulan. Banyak cara yang dilakukan untuk memanen sawi, yaitu: ada yang mencabut seluruh tanaman, ada yang memotong bagian batangnya tepat di atas permukaan tanah, dan ada juga yang memetik daunnya satu per satu. Cara yang terakhir ini dimaksudkan agar tanaman bisa tahan lama (Edy margiyanto,