• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENENTUAN INDIKATOR PENCEMARAN AIR DENGAN PENDEKATAN INDEK KUALITAS AIR PADA AIR BAKU AIR MINUM DARI SALURAN TARUM BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENENTUAN INDIKATOR PENCEMARAN AIR DENGAN PENDEKATAN INDEK KUALITAS AIR PADA AIR BAKU AIR MINUM DARI SALURAN TARUM BARAT"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PENENTUAN INDIKATOR PENCEMARAN AIR DENGAN

PENDEKATAN INDEK KUALITAS AIR PADA

AIR BAKU AIR MINUM DARI SALURAN TARUM BARAT

DETERMINATION OF WATER POLLUTION INDICATOR

WITH WATER QUALITY INDEX APPROACH FOR

RAW WATER SOURCES FROM WEST TARUM CHANNEL

Djoko M. Hartono1), Sulistyoweni W2), dan Dwita Sutjiningsih3)

1,2)Program Studi Teknik Lingkungan ,Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok 3)Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok

Email: 1)djokomh@eng.ui.ac.id; 1)djokomhs@yahoo.com; 2)sulistyoweni1@yahoo.com; 3)dwita@eng.ui.ac.id

Abstrak: Dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan air minum, sungai atau air permukaan adalah alternative

utama sebagai sumber air baku untuk air minum. Pada kenyataannya kualitas air baku pada saat ini dalam kondisi yang kurang memenuhi persyaratan untuk tujuan sebagai air baku air minum dan melampau standar kualitas air baku yang ada. Perubahan kualitas air baku ini disebabkan antara lain aktivitas penduduk yang bermukim di sepanjang daerah aliran sungai yang membuang limbahnya baik limbah domestic maupun industri, baik berupa limbah padat maupun limbah cair. Kualitas air yang memburuk ini sangat mengganggu bangunan instalasi pengolahan air untuk melakukan proses pengolahan sesuai dengan standar yang ada bahkan pada saat tertentu bangunan instalasi tersebut tidak dioperasikan. Disamping aktivitas manusia, perubahan iklim global juga dapat berpengaruh terhadap perubahan kualitas air baku tersebut. Indek kualitas air adalah salah satu indikator pencemaran air untuk mengukur kualitas air baku air permukaan. Studi dilakukan pada Saluran Tarum Barat yang merupakan sumber air baku untuk 3 (tiga) bangunan pengolahan air minum untuk mengetahui indek pencemaran yang terjadi. Indek Kualitas Air (Water Quality Index) dari Metode Storet telah dihitung dan dibandingkan dengan Indek pencemaran Air serta Indek Kualitas Air dari National Sanitation Fuondation dengan berbagai penyesuaian dan perbaikan. Dari hasil perhitungan ke 3 (tiga) cara tersebut, kondisi air baku pada Saluran Tarum Barat memang dalam kondisi dengan katagori cemar berat.

Kata kunci: kriteria standar, indek kualitas air, indek pencemaran, dan bangunan pengolahan air minum.

Abstract: To fulfill the need for water supply, river is the main alternative of source of water among other

sources of water. However, the surface water has been setting worst basically in its quality and it is over its permissible criteria standards as source water for water supply. The change in the quality of water source is caused by people activities that make pollution along the river in form of both domestic waste industry waste and solid waste. In many cases pollutant contained in the river are so hard that water supply treatment plant can not run the operation well and most of the time the service to the user being stopped. Besides, global climate change will affect raw water resources and has to consider its effect so. Water Quality Index is one of indicator on water pollution is using to measure water quality of surface water. Study conducted from West Tarum Channel which are used by 3 Water Treatment Plan. Water Quality Index which has adopted from Storet Method was calculated and compare with Water Quality Index adopted from the National Sanitation Foundation USA with some modification and improvement. The raw water has been calculated and the results show the raw water quality among 3 water intake has in the worst category.

Keywords: criteria standard, water quality index, water pollution index, and water treatment plant.

PENDAHULUAN

Air merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi mahluk hidup, baik manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan yang memungkingkan semua ini untuk tetap dapat bertahan hidup. Air permukaan adalah salah satu sumber air baku dari berbagai alternative

(2)

sumber air baku yang ada di bumi ini, untuk dilakukan proses pengolahan menjadi air minum pada suatu instalasi pengolahan air minum (AWWA, 1999).

Pertambahan penduduk, peningkatan urbanisasi, pertumbuhan industri, perkembangan ekonomi, dan peningkatan standar hidup adalah sebagian dari faktor-faktor meningkatnya kebutuhan akan air minum bagi manusia. Untuk keperluan tersebut diharapkan bahwa sumber air baku yang akan digunakan mempunyai kualitas dan kuantitas yang memenuhi persyaratan dan secara terus menerus tersedia untuk dapat digunakan melayani kebutuhan pada masa kini hingga masa yang akan datang sesuai dengan keinginan manusia (Metcalf and Eddy, 2003). Disamping itu ketersediaan air baku untuk air minum juga mengalami perubahan, terutama dalam jumlah air (kuantitas) maupun dalam kualitas air baku. Penurunan kuantitas dan kualitas air minum ini diakibatkan juga oleh pencemaran yang disebabkan oleh perkembangan-perkembangan tersebut diatas. Untuk itu sangat diperlukan peraturan untuk menjaga kelangsungan sumber-sumber air. (PP 82/2001, UU.7/2004, PP 16/2005). Air permukaan yang dijadikan sebagai air baku untuk air minum kualitasnya pada saat ini menurun. Pencemaran air yang sangat umum adalah oleh partikel tanah yang berasal dari erosi dengan ditandai secara visual dari air yang berwarna coklat. Diperlukan upaya untuk mengetahui lebih awal kualitas air baku yang akan digunakan sebagai sumber air baku untuk air minum. Indek kualitas air yang sudah dikembangkan sejak tahun 1970, dapat digunakan untuk melakukan monitoring terhadap perubahan kualitas air baku untuk sumber air minum atau dapat juga digunakan untuk membandingkan dengan kualitas air baku lainnya. Hasil yang didapat akan digunakan untuk mengetahui tingkatan air baku yang yang digolongkan atas air baku yang baik. Studi tentang kualitas air baku ini dilakukan pada air baku yang ada pada bangunan pengambilan Instalasi Pengolahan Air Minum Buaran, Pulo Gadung dan Pejompongan. Ke 3 (tiga) bangunan pengolahan ini merupakan instalasi pengolahan untuk kebutuhan Kota Jakarta, yang mempunyai sumber air baku dari Bendungan Jatiluhur yang dialirkan melalui saluran yang sama yaitu Saluran Tarum Barat sepanjang 70 km. Pada gambar 1 dapat dilihat Saluran Tarum Barat (West Tarum Channel) yang membawa air baku dari Bendungan Jatiluhur sampai dengan Instalasi Pengolahan Air Minum Buaran yang selanjutnya dialirkan menuju Instalasi Pengolahan Air Minum Pulo Gadung dan Pejompongan.

Sumber: PJT II

(3)

Saluran Tarum Barat (West Tarum Channel) berfungsi juga sebagai saluran pembawa (transmision line)air baku untuk ke 3 bangunan instalasi di Buaran, Pulo Gadung dan Pejompongan.

DASAR TEORI

Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air, didefinisikan bahwa mutu air adalah kondisi kualitas air yang diukur dan/atau diuji berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metode tertentu berdasarkan peraturan perundangan-undangan yang berlaku. Penentuan indikator kualitas air diperlukan untuk mengetahui status mutu air baku (Tilman, 1999 and Colibaly, 2004).Penentuan indikator kualitas air atau status mutu air dilakukan dengan 3 cara yaitu a. Penentuan status mutu air dengan menggunakan Metode STORET

Metode STORET merupakan salah satu metode untuk menentukan status mutu air. Dengan metode STORET ini dapat diketahui parameter-parameter yang telah memenuhi atau melampaui baku mutu air. Storet adalah singkatan dari Storage dan Retrieval yang dikembangkan oleh Environmental Protection Agency (EPA-USA) sebagai pangkalan data kualitas air, biologi, dan fisik untuk digunakan oleh berbagai institusi. Oleh karena itu dalam menentukan mutu air, parameter fisika, kimia dan biologi menjadi pertimbangan utama. Metode STORET mengklasifikasikan mutu air dalam 4 kelas, yaitu :

a) - Kelas A: baik sekali, skor = 0, memenuhi baku mutu - Kelas B: baik, skor = -1 sampai dengan -10, cemar ringan - Kelas C: sedang, skor = -11 sampai dengan -30, cemar sedang - Kelas D: buruk, skor ≥ -31, cemar berat.

Secara prinsip Metode STORET adalah membandingkan data kualitas air dengan baku mutu air yang disesuaikan dengan peruntukannya guna menentukan status mutu air. Jika hasil pengukuran memenuhi nilai baku mutu air (hasil pengukuran ≤ baku mutu) maka diberi skor 0. Jika hasil pengukuran tidak memenuhi nilai baku mutu air (hasil pengukuran > baku mutu), maka diberi skor seperti dalam Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Penentuan sistem nilai untuk menentukan status mutu air.

Jumlah

Contoh Nilai

Parameter

Fisika Kimia Biologi

< 10 Maksimum Minimum Rat-rata -1 -1 -3 -2 -2 -6 -3 -3 -9 ≥10 Maksimum Minimum Rata-rata -2 -2 -6 -4 -4 -12 -6 -6 -18

Sumber: Keputusan Meneg LH Nomor 115 tahun 2003.

Parameter biologi merupakan parameter yang paling penting di antara parameter kimia dan fisika sehingga mempunyai nilai skor yang tertinggi, baik untuk penentuan mutu air dengan jumlah parameter yang dihitung < 10 atau jumlah parameter yang dihitung ≥ 10. Selanjutnya jumlah negatif dari semua parameter dihitung dan ditentukan status mutunya dari jumlah skor yang didapat dengan menggunakan sistem nilai.

(4)

b. Penentuan status mutu air dengan Metode Indeks Pencemaran

Indeks pencemaran (Pollution Index) digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran relatif terhadap parameter kualitas air yang diijinkan. Indeks Pencemaran (IP) ditentukan untuk suatu peruntukan kemudian dapat dikembangkan untuk beberapa peruntukan bagi seluruh bagian badan air atau sebagian dari suatu sungai. Pengelolaan kualitas air atas dasar Indeks Pencemaran (IP) dapat memberi masukan pada pengambil keputusan agar dapat menilai kualitas badan air untuk suatu peruntukan. Kemudian melakukan tindakan untuk memperbaiki kualitas jika terjadi penurunan kualitas akibat kehadiran senyawa pencemar. Jika Lij merupakan konsentrasi parameter kualitas air yang dicantumkan dalam baku peruntukan air (j), dan Ci dinyatakan sebagai konsentrasi parameter kualitas air (i) yang diperoleh dari hasil analisis dari suatu lokasi pengambilan dari suatu alur sungai, maka Pij adalah Indeks Pencemaran bagi peruntukan (j) yang merupakan fungsi dari Ci/Lij

Indeks Pencemaran dapat dirumuskan sebagai berikut:

Pij = (C1/L1j,C2/L2j,...,Ci/Lij) . (1)

Dimana Pij = indeks pencemaran

Lij =konsentrasi parameter kualitas air berdasarkan baku mutu Ci = konsentrasi parameter kualitas air yang diambil

Nilai Ci/Lij = 1,0 adalah nilai kritik dan diharapkan untuk dipenuhi bagi suatu baku mutu air peruntukan air. Evaluasi terhadap nilai PI adalah:

0 ≤ Pij ≤ 1, memenuhi baku mutu (kondisi baik) 1,0 < Pij ≤ 5, cemar ringan

5,0 ≤ Pij ≤ 10, cemar sedang Pij > 10, cemar berat

c. Indeks Kualitas Air (Water Quality Index)

Indikator lain untuk menilai kondisi kualitas air adalah dengan menghitung water quality index atau indeks kualitas air. Indeks kualitas air dihitung dalam besaran angka yang menunjukkan total kualitas air yang ada pada lokasi dan waktu tertentu dari beberapa parameter tertentu. Indeks pada dasarnya adalah perhitungan matematik dengan menghitung dari berbagai hasil pengujian untuk mendapatkan satu angka tunggal.

Tujuan dari penentuan indeks ini adalah untuk dijadikan sebuah informasi yang dapat dimengerti dan berguna untuk masyarakat dari suatu kumpulan data kualitas air yang sangat kompleks. Besaran indeks yang dihitung ini tidak hanya dikhususkan untuk kesehatan makhluk hidup atau peraturan mengenai kehidupan dalam perairan, namun juga dapat memberikan indikator kualitas air serta memberikan pandangan terhadap kemungkinan terjadinya masalah.

Perhitungan indeks ini pertama kali dikembangkan oleh National Sanitation Foundation-USA pada tahun 1970. Indeks kualitas air menggunakan skala 0 sampai 100, dimana nilai 100 adalah nilai yang paling tinggi. Indikator penilaian terhadap indeks kualitas air dengan rentang besaran sebagai berikut :

- Kategori sangat memuaskan jika memiliki nilai 91-100 - Kategori baik, memiliki nilai 71-90

(5)

- Kategori rata-rata, memiliki nilai 51-70 - Kategori rata-rata, memiliki nilai 26-50 - Kategori buruk, memiliki nilai 0-25

Kualitas air yang mempunyai peringkat baik dan sangat memuaskan mempunyai kemampuan untuk mendukung berbagai kehidupan dalam perairan. Tingkatan tersebut juga dapat digunakan untuk rekreasi termasuk kegiatan yang mempunyai kontak dengan air (Effendi, 2003)

Kualitas air dengan tingkatan rata-rata mempunyai diversitas kehidupan perairan yang rendah serta mempunyai kecenderungan pertumbuhan algae. Kualitas air yang mempunyai skala kurang diindikasikan mempunyai tingkat diversitas kehidupan perairan yang rendah dan mempunyai masalah dengan pencemaran. Kualitas air dengan skala buruk, tidak diperkenankan untuk melaksanakan kegiatan yang mempunyai kontak langsung dengan air misalnya berenang.

Persamaan untuk menghitung Water Quality Index adalah sebagai berikut: Lohani, (1981)

n

WQI = ∑ w1q1 (2) I=1

dimana:

WQI= Indeks kualitas air dengan besaran antara 0 and 100 q1 = Kualitas parameter dengan besaran antara 0 and 100 w1 = Unit pembebanan parameter dengan besaran antara 0 - 1

= = n 1 i i 1 w

Parameter yang diambil oleh rumus-rumus di atas bervariasi disesuaikan dengan keperluan penelitian masing-masing demikian juga terhadap kondisi musim dalam melaksanakan pengamatan tersebut.

Parameter yang akan dihitung adalah parameter kualitas air dengan memberikan bobot dengan nilai 0 sampai 100. Bobot dengan nilai 100 diberikan kepada parameter dengan batas maksimum yang diijinkan berdasarkan Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2001 untuk Baku Mutu Air kelas I. Parameter dengan data kualitas selama pengamatan yang terburuk diberikan bobot dengan nilai 0 terhadap Baku Mutu Air Kelas IV.

Parameter kualitas air baku yang akan digunakan untuk menghitung indek kualitas air akan sama untuk setiap saluran pengambilan air baku. Pembobotan akan dihitung berdasarkan korelasi antara debit air baku dengan parameter yang berkaitan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Status mutu air menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 tahun 2003 tentang pedoman penentuan status mutu air, adalah tingkat kondisi mutu air yang menunjukkan kondisi cemar atau kondisi baik pada suatu sumber air dalam waktu tertentu dengan membandingkan dengan baku mutu air yang ditetapkan. Untuk mengetahui status mutu air digunakan berbagai metode yaitu:

a. Penentuan status mutu air dengan Metode STORET yang didasarkan kepada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 tahun 2003.

b. Penentuan status mutu air dengan Metode Indeks Pencemaran yang juga didasarkan kepada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 tahun 2003.

(6)

Perhitungan indeks kualitas air atau water quality index dari National Sanitation Foundation USA.

c. Dengan menggunakan multivariate analysis, dan dari 48 parameter kualitas air baku dianalisa 9 parameter yang menunjukan parameter yang signifikan yang mempunyai kualitas air melebihi parameter yang lain. Ke 9 parameter yang mempunyai kualitas air baku yang menonjol yaitu kekeruhan, total dissolved solid, ammonia, besi, mangan, BOD, COD, suspended solid dan total coliform.

a. Penentuan Status Mutu Air dengan Metoda Storet

Dari Tabel 2 dapat dilihat kualitas air baku dari 9 parameter yang dibandingkan dengan parameter standar dari Pemda DKI dan Peraturan Pemerintah Nomer 82 Tahun 2001.

Tabel 2. Status Kualitas Air Baku (2003-2006).

No. Para meter Unit SK Gub.DKI No.582/ 1995 PP No. 82/2001

Raw Water Quality (Maximum) B P 1 P 2 PG 1. Turbidity NTU 100 - 1532 6 8800 9060 13246 2. TDS mg/l 500 1000 312 330 282 241 3. Ammonia mg/l 1,0 0,5 2,28 2,62 2,75 4 4. Iron mg/l 2,0 0,3 13,3 0,95 0,88 29,8 5. Manganese mg/l 0,5 0,1 6,79 5,5 1,48 5,6 6. BOD mg/l 10 2 60 42 41 60 7. COD mg/l 20 10 106 144 101 210 8. S S mg/l 100 50 5290 2834 2540 14560

9. Total coli x 10³ Nol/100 ml 10 1 201 4800 680 201

Dari Table 2 tersebut diatas, dapat dilihat bahwa ke 9 parameter tersebut melampaui parameter standar yang ada yang akan menyebabkan gangguan dalam proses pengolahan menjadi air minum. Dari Gambar 2, Gambar 3, dan Gambar 4 dapat dilihat data perhitungan kualitas air baku tersebut dengan menggunakan Metoda Storet untuk Tahun 2003, 2004 dan 2005, dan pada Tabel 3 adalah hasil akhir perhitungan dengan Metoda Storet tersebut.

Gambar 2. Perhitungan dengan method Storet tahun 2003.

0.E+00 1.E+06 2.E+06 3.E+06 4.E+06 5.E+06 6.E+06 Kekeruhan TDS Am onia Besi Mangan BOD COD SS To tal Coli Nilai Mutu Parameter Pejompongan 2 Pejompongan 1 Pulo Gadung Buaran

(7)

Tabel 3. Hasil akhir perhitungan dengan metoda Storet.

Dari Tabel 3 tersebut diatas, dapat dilihat bahwa selama periode tahun 2003 sampai dengan tahun 2005, kualitas air baku berada pada kondisi cemar berat ( > -31), yang menyebabkan upaya yang cukup besar perlu dilakukan oleh instalasi pengolahan air tersebut untuk memenuhi kualitas air minum standar.

Tahun Air Baku

Buaran Air Baku Pulo Gadung Air Baku Pejompongan I Air Baku Pejompongan II 2003 -72 -76 -64 -58 2004 -74 -74 -66 -66 2005 -72 -74 -64 -66

Gambar 3. Perhitungan dengan method Storet tahun 2004.

0.E+00 1.E+06 2.E+06 3.E+06 4.E+06 5.E+06 6.E+06 Nilai Baku Parameter Pejompongan 2 Pejompongan 1 Pulo Gadung Buaran

Gambar 4. Perhitungan dengan method Storet tahun 2005.

0.E+00 1.E+06 2.E+06 3.E+06 4.E+06 5.E+06 6.E+06 Nilai Mutu Parameter Pejompongan 2 Pejompongan 1 Pulo Gadung Buaran

(8)

b. Penentuan Status Mutu Air dengan Indek Pencemaran

Dari Gambar 5, Gambar 6 dan Gambar 7 dapat dilihat perhitungan indek kualitras air baku dengan Metoda Indek Pencemaran untuk Tahun 2003, 2004 dan 2005. Pada Tabel 4 adalah hasil akhir perhitungan dengan menggunakan metoda indek pencemaran.

Gambar 5. Metoda indek pencemaran tahun 2003. 0 10 20 30 40 50 60 70 Kekeruhan TDS Am onia Besi Man gan BOD COD SS To tal Coli Nilai Baku Parameter Pejompongan 2 Pejompongan 1 Pulo Gadung Buaran

Gambar 6. Metoda indek pencemaran tahun 2004. 0 10 20 30 40 50 60 Kekeruhan TDS Am onia Besi Mangan BOD COD SS To tal Coli Nilai baku Parameter Pejompongan 2 Pejompongan 1 Pulo Gadung Buaran

(9)

Table 4. Perhitungan indek kualitas air baku dengan metoda indek pencemaran (2003-2005).

Dari tabel 4 tersebut diatas, dapat dilihat bahwa selama periode tahun 2003 sampai dengan tahun 2006, kualitas air baku berada pada kondisi cemar berat ( > -10), yang menyebabkan upaya yang cukup besar perlu dilakukan oleh instalasi pengolahan air tersebut untuk memenuhi kualitas air minum standar.

c. Perhitungan Status Mutu Air dengan Indek Kualitas Air

Pada Tabel 5, Tabel 6 dan Tabel 7 dibawah ini dapat dilihat perhitungan indek kualitas air dengan menggunakan metoda Indek Kualitas Air (WQI) dan pada Tabel 8 adalah perhitungan akhir kualitas air dengan metoda indek kualitas air.

Tahun Air Baku Buaran Pulo Gadung Air Baku Pejompongan I Air Baku Pejompongan II Air Baku

2003 11,75 11,79 10,91 10,35

2004 10,10 9,90 10,54 9,99

2005 10,70 10,34 11,09 11.03

Gambar 7. Metoda Indek pencemaran tahun 2005. 0 10 20 30 40 50 60 Kekeruhan Besi COD Nilai baku Parameter Pejompongan 2 Pejompongan 1 Pulo Gadung Buaran

(10)

Tabel 5.

Tabel 6

Tabel 7

Tabel 8. Perhitungan indek kualitas air dengan metoda Indek Kualitas Air (WQI) (Tahun 2003-2006)

Year Water Raw Buaran Raw Water Pulo Gadung Raw Water Pejompong an I Raw Water Pejompong an II 2003 21,21 21,21 22,02 25,08 2004 27,8 15,01 34,46 32,20 2005 15,98 15,01 45,22 46,88 Indek Kualitas Air tahun 2003

Parameter Rating IPA Buaran IPA Pulo Gadung IPA Pejom.1 IPA Pejom.2

q1 q1w1 q1 q1w1 q1 q1w1 q1 q1w1 Kekeruhan 0.0616 0 0 0 0 0 0 0 0 TDS 0.1501 100 15.01 100 15.01 80 12.008 100 15.01 Amonia 0.1839 0 0 0 0 0 0 0 0 Besi 0.1302 0 0 0 0 0 0 0 0 Mangan 0.0258 0 0 0 0 60 1.548 100 2.58 BOD 0.0447 0 0 0 0 0 0 0 0 COD 0.1938 32 6.2016 32 6.2016 0 0 0 0 SS 0.0974 0 0 0 0 87 8.4738 77 7.4998 Total coli 0.1123 0 0 0 0 0 0 0 0 21.2116 21.2116 22.0298 25.0898

Indek Kualitas Air Tahun 2004

Parameter Rating IPA Buaran IPA Pulo Gadung IPA Pejom.1 IPA Pejom.2

q1 q1w1 q1 q1w1 q1 q1w1 q1 q1w1 Kekeruhan 0.0616 0 0 0 0 0 0 0 0 Tds 0.1501 100 15.01 100 15.01 100 15.01 100 15.01 Amonia 0.1839 0 0 0 0 0 0 0 0 Besi 0.1302 0 0 0 0 100 13.02 100 13.02 Mangan 0.0258 0 0 0 0 0 0 0 0 BOD 0.0447 0 0 0 0 66 2.9502 76 3.3972 COD 0.1938 66 12.7908 0 0 18 3.4884 4 0.7752 SS 0.0974 0 0 0 0 0 0 0 0 Total coli 0.1123 0 0 0 0 0 0 0 0 27.8008 15.01 34.4686 32.2024

Indek Kualitas Air tahun 2005

Parameter Rating IPA Buaran IPA Pulo Gadung IPA Pejom.1 IPA Pejom.2

q1 q1w1 q1 q1w1 q1 q1w1 q1 q1w1 Kekeruhan 0.0616 0 0 0 0 0 0 0 0 Tds 0.1501 100 15.01 100 15.01 100 15.01 100 15.01 Amonia 0.1839 0 0 0 0 0 0 0 0 Besi 0.1302 0 0 0 0 100 13.02 100 13.02 Mangan 0.0258 0 0 0 0 0 0 0 0 BOD 0.0447 0 0 0 0 0 0 0 0 COD 0.1938 0 0 0 0 49 9.4962 58 11.2404 SS 0.0974 10 0.974 0 0 79 7.6946 78 7.5972 Total coli 0.1123 0 0 0 0 0 0 0 0 15.984 15.01 45.2208 46.8676

(11)

Berdasarkan indeks tersebut dapat dilihat bahwa air baku untuk Bangunan IPA Buaran dan Bangunan IPA Pulo Gadung untuk tahun 2003, termasuk pada tahun 2004 dan 2005, masuk dalam katagori kualitas air yang mempunyai skala buruk (NSF: skala 0-25) diindikasikan mempunyai tingkat diversitas kehidupan perairan yang rendah dan mempunyai masalah dengan pencemaran.

Bahkan pada tahun 2005, baik air baku untuk bangunan IPA Buaran dan Pulo Gadung mempunyai kualitas air yang menurun dibandingkan tahun sebelumnya, dan masih dalam skala buruk. Karakteristik air permukaan yang mempunyai skala buruk, tidak diperkenankan untuk melaksanakan kegiatan yang mempunyai kontak langsung dengan air misalnya mandi dan berenang. Skala Kualitas air bangunan IPA Buaran hampir sama dengan bangunan IPA Pulo Gadung, karena keduanya mempunyai bangunan pengambilan air yang hampir berdekatan.

Indeks kualitas air pada air baku Bangunan IPA Pejompongan mempunyai skala baik, yang lebih baik dari air baku bangunan IPA Buaran maupun air baku Bangunan IPA Pulogadung, walaupun pada tahun 2003 masih mempunyai skala kualitas buruk. Namun pada tahun 2004 dan tahun 2005, mempunyai kualitas air dengan tingkatan sedang (skala 26-50) mempunyai diversitas kehidupan perairan yang rendah serta mempunyai kecenderungan pertumbuhan algae. Pada air baku untuk Pejompongan, air baku diambil pada bangunan pengambilan air di Cawang. Pada bangunan tersebut ternyata air baku tersebut telah mengalami proses pengolahan awal, yaitu dengan adanya saringan halus, saringan kasar, pemompaan dan pembubuhan khlor. Dengan demikian kualitas air baku untuk bangunan IPA Pejompongan sudah mengalami pengolahan awal sebelum dilakukan proses pengolahan pada bangunan IPA Pejompongan. Hal inilah yang menyebabkan kualitas air baku IPA Pejompongan lebih baik dari kualitas air baku untuk Bangunan IPA Buaran maupun untuk bangunan IPA Pulo Gadung.

Berdasarkan hasil perhitungan indeks tersebut, dapat sumber air baku yang diambil dari Saluran Tarum Barat sudah mengalami pencemaran yang tinggi, untuk itu perlu adanya upaya yang lebih keras untuk melindungi sumber air baku tersebut dan meningkatkan kemampuan bangunan IPA.

Membandingkan dengan negara tetangga, ketentuan yang diberlakukan pada sungai-sungai yang ada di Malaysia, yang peruntukannya untuk sumber air baku air minum, rekreasi, perikanan, pelayaran dan transportasi, bahwa sampai dengan nilai indeks 40, tidak layak untuk digunakan sebagai sumber air baku air minum, yang dikategorikan sama dengan kelompok kelas 5 atau kelompok kelas yang terburuk kualitasnya dari 5 kategori kelas yang ada.

Penelitian yang dilakukan di Sungai Bangpakong di Thailand dari Juni 1998 sampai dengan Maret 1999 (Bordallo et all, 2001), menghasilkan indeks kualitas air antara 48 sampai 63. Pada kondisi seperti itu, peraturan yang ada hanya memperbolehkan digunakan untuk kegiatan rekreasi yang tidak langsung dan tidak ada kontak dengan badan manusia. Kualitas indeks seperti tersebut di atas, menurut peraturan setempat tidak diperkenankan digunakan sebagai sumber air baku untuk air minum kecuali dengan pengolahan tambahan atau pengolahan lebih lanjut.

KESIMPULAN

Perhitungan indek kualitas air yang dilakukan terhadap sumber air baku air minum menghasilkan kualitas air baku tersebut dalam keadaan tercemar. Pertambahan penduduk and perkembangan serta pertumbuhan industri sepanjang daerah aliran sungai dapat menyebabkan terjadinya pencemaran terhadap air baku yang digunakan sebagai sumber air

(12)

minum. Demikian juga terhadap perubahan alam terutama adanya air hujan yang menyebabkan adanya erosi menyebabkan kualitas air baku dari Saluran Tarum Barat dalam katagori tercemar barat. Secara teknik, perlu ada upaya tambahan dalam bangunan pengolahan air minum untuk mengantisipasi adanya perubahan kualitas air baku tersebut. Selain dari itu sudah ada Undang-Undang dan Peraturan-Peraturan yang mengatur tentang pelestarian kualitas air baku khususnya untuk dihasilkan air minum, namun demikian masih diperlukan koordinasi yang terus menerus antar berbagai instansi/pihak yang terlibat dalam penggunaan air baku serta memperkuat pelaksanaan produk-produk hukum yang telah dihasilkan tersebut.

Daftar Pustaka

American Water Works Association. Water Quality and Treatment, A Handbook of Community Water Supplies. fifth edition, McGraw Hill, 1999.

Bordalo A.A, Nilsumranchit W and Chalermwat K. “Water Quality and Uses of the Bangpakong River (Estern Thailand).” Water Research, Volume 35 No. 15, 2001: 3635-3642.

Coulibaly H.D., and Rodrigueez M.J.. Development of performance indicators for small Quebec drinking water utilities, Journal of Environmental Management 73, (2004): 243-255.

D.Tilman, T.A. Larsen, et al. ”Modeling the Actors in Water Supply System”. Water Science Technology ,Vol. 39 N0.4 (1999): 203-211.

Effendi, Hefni. Telaah Kualitas Air : Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius, 2003. Metcalf and Eddy. Waste Water Engineering : Collection, Treatment, Disposal. McGraw Hill, 2003

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2005, tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum.

Gambar

Gambar 1. Saluran Tarum Barat.
Gambar 2.  Perhitungan dengan method Storet tahun 2003.
Tabel 3.  Hasil akhir perhitungan dengan metoda Storet.
Gambar 5.  Metoda indek pencemaran tahun 2003.
+3

Referensi

Dokumen terkait