• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Rezim Internasional Good Go

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Implementasi Rezim Internasional Good Go"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Implementasi Rezim Internasional

Good Governance

Terhadap Partisipasi Wanita Dalam Politik Indonesia

Dan Amerika Serikat (2009-2013)

Winda Hastuti-1042500791

1

Universitas Budi Luhur

Abstract

This paper shows condition of good governance in Indonesia and United States: voice and accountability, political stability and absence of violence, government effectiveness, regulatory quality, rule of law, and control of corruption. Both the state is embracing the democratic system. the level of participation of women in U.S. politics is lower than Indonesia. why participation (representation) of women in politics in Indonesia is higher than the United States, when in fact the indicators of democracy the United States is much higher than Indonesia? Knowing United States is the country's oldest democracy adherents in the world, even in every global political agenda the United States has always upheld the values of human rights and democracy. The paper also try to analysis of the low level of participation of women in political superpower.

Keywords:

Good Governance, Women in Politics, Indonesia, United States.

Pendahuluan

Pada tahun 1980-1990-an, rezim internasional telah menjadi fokus dalam dunia hubungan internasional (HI). Munculnya rezim internasional merupakan dampak dari ketidakpuasan terhadap tatanan internasional serta otoritas dan organisasi. Misalnya organisasi pemberian dana bantuan internasional, seperti Bank Dunia (World Bank) dan Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund), dsb telah mengeluarkan gagasan mengenai good governance. Sehingga negara yang dibantu oleh organisasi tersebut harus bisa mencapai tuntutan-tuntutan yang diberikan dan mengikuti semua prosedur yang dibuat oleh organisasi tersebut.

Indonesia masih jauh dalam kategori good governance dilihat dari indeks korupsi persepsi, dimana mengindikasikan salah satu negara yang bersih. Oleh karena itu, indikator-indikator pada good governance bisa sejalan pula dengan kondisi politik negara tersebut yang menganut sistem demokrasi. Salah satunya mengenai partisipasi di politik, dimana negara yang good governance bisa lebih tinggi partisipasi politik di negara. Partisipasi tersebut bisa secara langsung (berupa representasi) dan tidak langsung (hak suara).

1

(2)

Namun fakta yang ditunjukkan oleh Inter-Parliamentary-Union (IPU) tahun 2013 mengenai representasi wanita dalam politik menunjukkan posisi Amerika Serikat justru berada dibawah Indonesia. Kedua negara tersebut memiliki kesamaan yaitu sama-sama penganut demokrasi. Namun Amerika Serikat yang menganut demokrasi sejak tahun 1917 masih berada dibawa Indonesia yang menganut demokrasi sejak tahun 1955 perihal representasi wanita dalam politik. Dimana Indonesia hanya bisa mencapai 18,6% kuota wanita dalam politik, sedangkan Amerika Serikat baru mencapai 17,8% kuota wanita dalam politik.

Konsep Good Governance sebagai Rezim Internasional

Menurut Stephan Haggard dan Simmons, rezim merupakan perilaku kooperatif, dan memfasilitasi kerjasama, namun kerjasama dapat berlangsung tanpa adanya rezim.2 Stephen Krasner menyebutkan rezim internasional sebagai prinsip, norma, aturan, dan proses pembuatan keputusan yang berkaitan dengan pengharapan aktor-aktor berbagai kepentingan dalam suatu isu hubungan internasional.3 Sedangkan Robert O. Keohane mendefinisikan rezim internasional sebagai serangkaian rencana yang didalamnya terdapat aturan, norma, dan prosedur yang mengatur tingkah laku dan mengontrol efek yang ditimbulkan oleh rezim itu sendiri.4 Dari penjelasan tersebut rezim internasional dibuat oleh organisasi-organisasi pemberi dana bantuan internasional wajib dilaksanakan oleh negara penerima bantuan agar bisa bertanggung jawab atas pinjamannya, salah satunya persyaratan good governance.

Menurut Leach dan Percy-Smith, governance memecahkan antara “pemerintah” dan “yang

diperintah” karena semua adalah bagian dari proses governance. Dengan kata lain, dalam konsep

governance terkandung unsur demokratis, adil, transparan, rule of law, partisipatif dan kemitraan. Menurut Bintoro Tjokroamidjojo, “good governance” telah diterjemahkan menjadi penyelenggaraan pemerintahan yang amanah.5 Beberapa prinsip-prinsip good governance tersebut yang akan mengacu pada inti dari penelitian ini yaitu partisipasi wanita khususnya representasi wanita dalam politik. Teori partisipasi politik ini yang dapat membuktikan apakah good governance sebagai rezim internasional benar-benar mempengaruhi partisipasi politik atau tidak.

Teori Partisipasi Politik

Partisipasi merupakan aspek penting dari demokrasi. Partisipasi politik di negara-negara yang menerapkan sistem demokrasi merupakan hak warga negara, tetapi dalam kenyataan persentase warga negara yang berpartisipasi berbeda dari satu negara ke negara yang lain.6 Di negara yang menganut paham demokrasi menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat yang

2 Stephan Krasner, (1982), Structural Causes and Regime Consequences: Regime as Intervening Variables, dlm (Penyunt.)

International Regimes, New York: Cornell University Press, hal. 1-21.

3

Stephan Krasner, (1983), International Regimes, New York: Cornell University Press, hal. 7.

4 Robert Keohane, (2004), The Demand of International Regime, New Jersey: Cambridge University Press. Ch. VI. hal. 142-170. 5

Bintoro Tjokroamidjojo, (2001), Reformasi Administrasi Publik, Skripsi (tidak diterbitkan), Jakarta: UNKRIS hal. 18

6 Herbert Mc.Closky, (2010), International Encyclopedi of the Social Sciences, dlm. Pengantar Sosiologi Politik, Jakarta: Kencana

(3)

GOOD GOVERNANCE

(Rezim Internasional)

DEMOKRASI

PARTISIPASI

pelaksanaannya dapat dilakukan oleh rakyat secara langsung maupun melalui lembaga perwakilan. Huntington dan Nelson menjelaskan bahwa partisipasi politik sebagai kegiatan warga negara yang bertindak sebagai pribadi-pribadi, yang dimaksud untuk mempengaruhi pembuatan keputusan oleh pemerintah. Partisipasi biasa bersifat individual atau kolektif, terorganisir atau spontan, berkelanjutan atau sporadik, damai atau dengan kekerasan, legal atau illegal, efektif atau tidak efektif. 7 Dalam perspektif lain Mc.Closky menyatakan bahwa partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat, mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa baik secara langsung atau tidak langsung dalam proses pembentukan kebijakan umum.8

Namun, Budiardjo memaknai partisipasi politik sebagai kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, yaitu dengan jalan memilih pimpinan negara dan secara langsung atau tidak langsung, mempengaruhi kebijakan pemerintah (public policy). Kegiatan ini mencakup tindakan seperti memberikan suara dalam pemilihan umum menghadiri rapat umum, menjadi anggota suatu partai atau kelompok kepentingan, mengadakan hubungan (contacting) dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen, dan sebagainya”.9 Dan representasi wanita dalam politik adalah elemen utama jika kita akan meninjau upaya mempromosikan demokrasi yang ramah gender.10

Hubungan antara Partisipasi dan Good Governance

Penulis memilki skema kerangka pemikiran untuk menjawab permasalahan. Dimana good governance bisa mempengaruhi antara demokrasi dan partisipasi. Berdasarkan pada prinsip-prinsip good governance yang menyebutkan bahwa demokrasi dan partisipasi merupakan salah satu bagian dari prinsip tersebut. Oleh karena itu, penulis membuat skema kerangka pemikiran bahwa teori mikro (partisipasi politik) merupakan bagian dari teori makro (good governance), ditambah dengan teori yang mengkaitkan antara kedua teori tersebut yaitu demokrasi. Seperti yang tergambar pada skema berikut ini:

7

Samuel Huntington & Nelson, (1977), No easy choice political participation in developing countries, Cambridge: Harvard University Press, hal. 9.

8 Herbert Mc.Closky, (1972), Political participation, international encyclopedia of the social science, (2nd ed.). New York: The

Macmillan Company and Free Press, hal. 20.

9 Miriam Budiardjo, (1996), Demokrasi di Indonesia: Demokrasi parlementer dan demokrasi Pancasila, Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama, hal. 183.

10

(4)

Tahun 1990-an (Deklarasi PBB pada Resolusi Majelis Umum 55/2) memiliki gagasan "good governance" untuk

pembangunan berkelanjutan dan pengurangan kemiskinan oleh organisasi-organisasi internasional)

Tahun 1991 (Resolusi Dewan Eropa menyatakan kehadiran lembaga-lembaga politik yang memiliki legitimasi demokratis

untuk pemerataan pembangunan di negara berkembang,

kemudian Dewan Komisi Eropa menekankan pentingnya good

governance)

Tahun 1994 (Bank Dunia mengadopsi good governance

sebagai syarat bagi pinjaman kepada negara-negara berkembang)

Tahun 1995 (Bank Pembangunan Asia melihat good

governance sebagai manajemen pembangunan yang baik untuk kebijakan ekonomi yang bisa diadopsi oleh pemerintah)

Tahun 1996 (Deklarasi Kemitraan IMF untuk Pertumbuhan

Berkelanjutan mempromosikan good governance dalam segala

aspek, termasuk menegakkan aturan hukum, efisiensi efisiensi dan akuntabilitas sektor publik, dan mengurus korupsi)

Tahun 1997 (United Nations Development

Programme; Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan; Kanada Internasional menyebutkan

good governance diperlukan akibat adanya krisis keuangan dunia melemah pada institusi-institusi

pemerintahan)

Tahun 1999 (good governance harus

dilakukan oleh Indonesia melalui adanya regulasi setelah reformasi dilaksanakan, dimana banyak Undang-Undang yang

mengatur dan mengimplementasikan good

governance di Indonesia)

Implementasi Good Governance Di Indonesia Dan Amerika Serikat

Perjalanan sejarah kemunculan good governance hingga sampai di Indonesia:11

Grafik 1.1 Sejarah Good Governance di Indonesia

Jika tuntutan-tuntutan tersebut dapat diterapkan dan dicapai oleh suatu negara, maka akan terwujudnya negara yang bersih dan responsif (clean and responsive state), munculnya masyarakat sipil (vibrant civil society), dan kehidupan bisnis yang bertanggung jawab (good corporate governance). Oleh karena itu, untuk mencapai suatu pemerintahan yang baik, maka prinsip demokrasi harus dipadukan dengan ciri-ciri good governance, seperti partisipasi, aturan hukum (rule of law), transparan, ketanggapan, orientasi konsensus, kesetaraan, serta efektifitas dan efisiensi.12 Perbandingan Good Governance ditinjau dari prinsip-prinsipnya antara Indonesia dan Amerika Serikat:

11

Eric Neumayer, (2003), The Pattern of Aid Giving: The impact of good governance on development assistance, London: Routledge, hal. 8-20.

12

(5)

Tabel 1.1 Perbandingan Good Governance di Indonesia dan Amerika Serikat

Partisipasi Wanita Dalam Politik Di Indonesia Dan Amerika Serikat

Indonesia terjadi perubahan dalam masyarakat Indonesia dan sistem politik di akhir tahun 1990-an. Pada tahun 1999 mengadakan Pemilihan Umum yang melibatkan 48 partai politik, dimana suasana politik jauh lebih demokratis. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum yaitu pemilihan langsung anggota legislatif, presiden dan wakil presiden. Partisipasi menjadi tolak ukur penerimaan atas sistem politik yang dibangun oleh sebuah negara. Di Indonesia juga ada Undang-Undang Pemilu Tahun 2003 No. 12 Pasal 65 yang mengatur tentang kuota 30% sebagai salah satu syarat bagi pencalonan anggota legislatif oleh partai politik tentunya secara logika mampu meningkatkan kuantitas perempuan di tingkat nasional, provinsi dan lokal di masing-masing daerah pemilihan umum. Pasal 8 Paragraf (1) dari UU No.10/2008 mengenai Pemilihan Umum mensyaratkan partai politik untuk memasukkan setidaknya 30% perempuan dalam dewan pimpinan pusat partai tersebut. Berikut data mengenai wanita dalam politik Indonesia:

Tabel 1.2 Representasi wanita dalam politik di Indonesia13

Namun, di Amerika Serikat sejak tahun 1800-an hingga saat ini sangat rendah representasi wanitanya dalam politik. Salah satu faktornya adalah kurangnya sosialisasi politik. Menurut Kedrowski, rendahnya wanita dalam politik di AS itu karena kurangnya rasa kepercayaan diri untuk mewakili konstituen di tingkat nasional. Menurut Darcy, wanita di AS kurang pendidikan mengenai hukum, politik, dan sebagainya.14 Sedangkan menurut McGlen mengatakan bahwa wanita tidak begitu minat terhadap politik karena terjun dalam dunia politik tidak membawa manfaat bagi kehidupannya.15 Akibat rendahnya partisipasi wanita dalam politik di AS ternyata juga menyebabkan kekalahan bagi kandidat wanita itu sendiri dalam politik.

Akhirnya representasi wanita dalam politik akan tetap rendah karena sedikitnya dukungan dari sesama perempuan. Ditambah lagi dengan adanya sistem distrik anggota tunggal di AS yang juga menjadi faktor rendahnya representasi wanita dalam poltik. Dimana pemilih hanya boleh memilih

13

Sekretariat Jenderal DPR RI, 2010

14 Darcy, R. Susan Welch, and Janet Clark, (1994), Women, Elections, and Representation, Lincoln: University of Nebraska P,

hal. 107-108.

15 McGlen, Nancy E., and Karen O'connor, (1998), Women, Politics, and American Society, Upper Saddle River: Prenice-Hall,

(6)

orang yang mereka percaya, disinilah kesulitan wanita politik AS bisa dipercaya oleh pemilih karena kurangnya dana untuk kampanye dan kurangnya dukungan dari partai politik. Biasanya wanita dalam politik yang terpilih hanya berdasarkan silsilah nama keluarga mereka yang pernah terlibat dalam dunia politik. Berikut grafik persentase wanita dalam politik di Amerika Serikat:

Gambar 1.1 Wanita dalam Politik di Amerika Serikat16

Menurut Lovenduski, representasi politik dari kalangan aktivis dan politisi perempuan setidaknya merepresentasikan tiga elemen penting, yakni mewakili pemilihnya (functional), partai politiknya (ideology) serta konstituen perempuan sebagai identitas (social).17 Representasi politik perempuan adalah elemen utama jika membicarakan upaya mempromosikan demokrasi yang ramah gender (gender democracy). Berikut data Inter-Parliamentary Union pada tahun 2013:

Tabel 1.3 Wanita dalam Parlemen18

16

www.cawp.rutgers.edu

17

Joni Lovenduski, (2001), “Women and Politics: Minority representation or critical mass?”, Parliamentary Affairs 54 (4).

18

(7)

Analisa Good Governance Terhadap Partisipasi Wanita Dalam Politik Di Indonesia

Dan Amerika Serikat

Dalam penelitian ini, fakta pertama mengenai ukuran yang telah dicapai antara negara Indonesia dengan Amerika Serikat berdasarkan dari prinsip-prinsip good governance, menyatakan bahwa Amerika Serikat jauh lebih unggul dibandingkan Indonesia karena berada pada kisaran diatas 50%. Penulis berasumsi bahwa berarti negara yang paling tinggi tingkat good governance, berarti negara tersebut telah berhasil dengan baik menjalankan semua dari prinsip-prinsip good governance. Dimana good governance juga merupakan salah satu dari syarat yang harus dilakukan oleh negara yang berhubungan dengan organisasi pendanaan internasional. Prinsip-prinsip good governance yang dibuat oleh rezim organisasi pendanaan internasional tidak jauh berbeda dengan prinsip-prinsip demokrasi. Demokrasi adalah dasar dari good governance, dimana akuntabilitas, partisipasi, transparansi, dll harus efisien dan efektif. Salah satunya adalah dengan meningkatkan partisipasi politik, dimana partisipasi politik merupakan salah satu tujuan pembangunan, termasuk pembangunan demokrasi (pembangunan politik) agar sistem politik dapat berjalan secara efektif.

Partisipasi politik juga menjadi indikator utama bagi tingkat keberhasilan penyelenggaraan Pemilu yang demokratis dalam negara demokrasi modern. Di negara-negara demokrasi umumnya beranggapan bahwa lebih banyak partisipasi masyarakat, berarti negara tersebut termasuk negara yang baik dalam penerapan nilai-nilai demokrasinya. Sebaliknya, tingkat partisipasi yang rendah berarti sebagai tanda yang kurang baik karena banyak warga yang tidak menaruh perhatiannya terhadap masalah kenegaraan. Berdasarkan dari prinsip-prinsip good governance yang salah satunya adalah partisipasi. Maka fakta kedua yang harus ditelusuri ialah bagaimana perbandingan representasi wanita dalam politik antara Indonesia dengan Amerika Serikat, apakah hasilnya akan berbanding lurus dengan hasil dari fakta yang pertama (good governance). Berikut tabel yang merangkum hasil partisipasi wanita dalam politik:

Negara Pemilu % Wanita dalam Parlemen (Dunia)

% Representasi Wanita Dalam Politik

INDONESIA 2009 18,6%(peringkat 76)  DPR: 18,04%

 DPD: 26,52%

 Partai:24,32%(Partai Demokrat) AMERIKA SERIKAT 2013 17,9%(peringkat 79)  Senat: 20,6%

 House: 25,3%

(8)

tidak ada dalam Konstitusi.19 Berikut perbandingan Undang-Undang terkait politik antara Amerika Serikat dan Indonesia:

Negara Tahun Perbandingan Undang Undang Dasar AMERIKA pencalonan peradilan harus dipilih tanpa mengacu pada politik.

 Pasal III bagian 8 tentang tidak ada keadilan selain untuk Mahkamah Agung untuk berkontribusi atau memegang jabatan apapun dalam partai politik.

 Pasal III bagian 21 (a) tentang tidak ada pembagian atau kabupaten disusun dengan maksud untuk menguntungkan atau merugikan partai politik.

 Pasal II bagian 5 tentang tidak ada partai politik harus menjadi anggota Dewan.20

INDONESIA 2002

2003

2008

 UU No. 31 Pasal 7 bagian 5 (e) tentang rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender.

 Undang-Undang Nomor 12 tentang Pemilihan Umum yaitu pemilihan langsung anggota legislatif, presiden dan wakil presiden.

 Pasal 7 tentang Politik dan Kehidupan Publik, dimana pihak negara harus mengambil semua langkah yang tepat untuk menghapuskan diskriminasi dalam kehidupan politik dan publik negara, khususnya menjamin kepada persamaan hak-hak perempuan dengan laki-laki.

 Pasal 65 yang mengatur tentang kuota 30% sebagai salah satu syarat bagi pencalonan anggota legislatif oleh partai politik tentunya secara logika mampu meningkatkan kuantitas perempuan di tingkat nasional, provinsi dan lokal di masing-masing daerah pemilihan umum.

 UU No.10 Pasal 8 Paragraf (1) mengenai Pemilihan Umum mensyaratkan partai politik untuk memasukkan setidaknya 30% perempuan dalam dewan pimpinan pusat partai tersebut.

Tabel 1.5 Perbandingan Undang-Undang tentang Politik antara Indonesia-AS

Sedikitnya representasi wanita dalam politik di Indonesia tidak cukup jika hanya menggunakan kuota 30% untuk memperoleh kursi parlemen. Meskipun pada Pemilu 2009, Indonesia telah menerapkan elaborasi kuota 30%, nomor urut, dan sistem zipper, tetapi belum bisa meningkatkan representasi wanita dalam politik dari critical mess 30%. Sedikitnya wanita dalam politik di Amerika Serikat bukan karena tidak adanya konstitusi mengenai politik. Namun, Amerika Serikat berdasarkan dari prinsip-prinsip good governance yang mencapai angka persentase tertinggi dibandingkan Indonesia pada kisaran di atas 50% justru telah membuktikan efektivitasnya. Jadi, good governance disini terkait partisipasi politik wanita yang berupa kuantitas tertinggi tidak bisa dijadikan suatu jaminan. Meskipun good governance juga termasuk dalam nilai-nilai demokrasi.

Demokrasi bukan penyebab yang menjadi indikator good governance, contohnya good governance tanpa demokrasi (Dubai, Singapura, dan Pakistan); demokrasi tanpa good governance

19

http://www.hg.org/elections-and-politics.html

20

(9)

(India dan Indonesia); dan good governance sebanding dengan demokrasi (Amerika Serikat). Pada penelitian ini, Indonesia memang memiliki undang-undang yang mengatur terkait partisipasi wanita dalam politik, sedangkan Amerika Serikat tidak memiliki undang-undang. Tetapi, kualitas wanita yang berkompeten dalam dunia politik pada kedua negara tersebut sangatlah baik. Good governance sebagai pelaksanaan tata pemerintahan dalam sebuah negara. Salah satunya dalam bidang politik bisa berupa sistem kuota untuk wanita. Namun, kuantitas hanyalah hitungan angka yang tidak bisa mencerminkan kompetensi seseorang dalam bidangnya. Oleh karena itu, good governance serta indikator-indikator demokrasi yang terbilang tinggi diharapkan bisa mencerminkan suatu keadaan yang tinggi pula (kuantitasnya).

Pelaksanaan good governance di Indonesia memunculkan banyak adanya undang-undang yang terkait dengan prinsip-prinsip good governance. Salah satunya undang-undang untuk mengatur masuknya wanita dalam politik yang dipatokan oleh kuota 30%. Berbeda halnya dengan Amerika Serikat yang melahirkan berbagai organisasi pendanaan bantuan internasional (IMF, World Bank, dsb). Kemudian memunculkan adanya rezim dari organisasi-organisasi tersebut yaitu good governance tidak akan berpengaruh terhadap konstitusi-konstitusi yang sudah ada di Amerika Serikat. Berikut contoh wanita yang berkompeten dalam dunia politik di Indonesia dan Amerika Serikat: INDONESIA  Nurul Arifin (2009)

 Sri Mulyani (2010)

(10)

Kesimpulan

Berdasarkan dari serangkaian data yang dipaparkan pada pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa jawaban dari anomali yang terjadi di Amerika Serikat karena tidak adanya konstitusi mengenai politik. Kemudian, ditambah kondisi wanita di Amerika Serikat masih sangat rendah terhadap kepeduliaannya untuk masalah politik. Namun, seharusnya dengan tingginya angka good governance di Amerika Serikat bisa mencerminkan tingkat partisipasi politik di Amerika Serikat khususnya wanita. Berbeda halnya dengan Indonesia, berbagai Undang-Undang mengenai politik termasuk salah satunya Undang-Undang yang menyatakan bahwa diberikannya kuota 30% untuk wanita. Keterwakilan wanita dalam politik ini merupakan bagian dari demokrasi. Demokrasi dan partisipasi (partisipasi wanita dalam politik) juga merupakan bagian dari demokrasi. Sehingga seharusnya negara-negara demokrasi (termasuk Indonesia dan Amerika Serikat) harus bisa mengatasi semua apa saja yang menjadi hambatan bagi wanita untuk masuk dalam ruang lingkup politik.

Secara substantif, demokrasi harus melibatkan juga kehadiran wanita secara adil di dalamnya. Dengan kata lain, tidak ada negara yang demokratis tanpa wanita dilibatkan di dalamnya. Demokrasi tidak memilah rakyat hanya untuk laki-laki saja, tetapi juga untuk wanita. Oleh karena itu, seharusnya demokrasi di sini berlaku adil dan memberikan kesempatan yang sama antara laki-laki dan perempuan. Demokrasi tanpa keterlibatan wanita bukanlah demokrasi yang baik. Dan partisipasi rakyat (wanita) yang merupakan bagian dmeokrasi, kemudian keduanya juga merupakan bagian dari prinsip-prinsip good governance seharusnya bisa berjalan seiringan. Mengingat pelaksanaan elemen good governance bukan saja negara atau swasta, namun masyarakat juga menjadi elemen terpenting juga.

Daftar Pustaka

Budiardjo, Miriam. (1996). Demokrasi di Indonesia: Demokrasi parlementer dan demokrasi Pancasila. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. hal. 183.

Darcy, R. Susan Welch, and Janet Clark. (1994). Women, Elections, and Representation. Lincoln: University of Nebraska P. hal. 107-108.

Hardy, Richard J. (2011). The Paradoxes of Political Parties in American Constitutional Development. German-American Conference. India: Indiana University. Bloomington. hal. 1-2

Hardy, Richard J. (2011). The Paradoxes of Political Parties in American Constitutional Development. German-American Conference. India: Indiana University. Bloomington. hal. 1-2

(11)

Krasner, Stephan. (1982). Structural Causes and Regime Consequences: Regime as Intervening Variables. dlm (Penyunt.) International Regimes. New York: Cornell University Press. hal. 1-21. Krasner, Stephan. (1983). International Regimes. New York: Cornell University Press. hal.7

Lovenduski, Joni. (2001). “Women and Politics: Minority representation or critical mass?”.

Parliamentary Affairs 54 (4).

Mc.Closky, Herbert. (1972). Political participation, international encyclopedia of the social science, (2nd ed.). New York: The Macmillan Company and Free Press. hal. 20.

Mc.Closky, Herbert. (2010). International Encyclopedi of the Social Sciences. dlm. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. hal. 285.

McGlen, Nancy E., and Karen O'connor. (1998). Women, Politics, and American Society. Upper Saddle River: Prenice-Hall. hal. 66.

Neumayer, Eric. (2003). The Pattern of Aid Giving: The impact of good governance on development assistance. London: Routledge. hal. 8-20.

Tjokroamidjojo, Bintoro. (2001). Reformasi Administrasi Publik. Skripsi (tidak diterbitkan). Jakarta: UNKRIS hal. 18

Riyanto, Puji & Launa. (2009). Representasi Politik Perempuan: Sekedar Ada atau Pemberi Warna. Jurnal Sosial Demokrasi. hal. 12.

Sekretariat Jenderal DPR RI, 2010 http://www.unescap.org

www.ipu.org/wmn-e/classif.htm

Gambar

Grafik 1.1 Sejarah Good Governance di Indonesia
Tabel 1.2 Representasi wanita dalam politik di Indonesia13
Tabel 1.3 Wanita dalam Parlemen18
Tabel 1.4 Perbandingan partisipasi wanita dalam politik antara Indonesia-Amerika Serikat
+3

Referensi

Dokumen terkait