BAB II
TATA CARA PEMBERHENTIAN NADZIR WAKAF DALAM PERSPEKTIF FIQIH ISLAM DAN UNDANG-UNDANG WAKAF
NOMOR 41 TAHUN 2004
A. Wakaf
1. Dasar Hukum Dan Pengertian Wakaf
Para ulama sepakat wakaf merupakan salah satu amal kebajikan dalam ajaran
Islam. Wakaf bagi seorang muslim merupakan realisasi ibada kepada Allah SWT.
Ada beberapa dalil atau ketetuan yang menjadi dasar dari pada ibadah wakaf menurut
ajaran Islam, walaupun didalam Al-Qur’an secara tidak tegas dan terperinci mengatur
persoalan wakaf . Dasar disyariatkannya ibadah wakaf dapat kita lihat dalam
Al-Qur’an dan Hadist Nabi SAW sebagai berikut:
1. Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 267 yang artinya: Hai orang-orang yang
beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang
baik-baik dan sebagian dari yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan
jangan kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya
2. Al-Qur’an surat An-Nahl ayat 97 yang artinya : barang siapa yang berbuat
kebaikan, laki-laki atau perempuan yang beriman, niscaya akan aku beri
pahala yang lebih bagus dari pada yang mereka amalkan.
3. Al-Qur’an surat Al-Imran ayat 92 yang artinya : Engkau tidak akan sampai
pada kebajikan bila tidak melepaskan sebagian harta dari pada yang engkau
4. Hadist Riwayat Bukhari Muslim, yang menceritakan bahwa pada suatu hari sahabat umar datang pada Nabi Muhammad SAW untuk minta nasehat tentang tanah yang diperolehkannya di Ghaibar ( daerah yang amat subur di madinah) lalu ia berkata: Ya Rasullah apakah yang engkau perintahkan kepadaku mengenai tanah itu? Lalu Rasulullah berkata: Kalau engkau mau, dapat engkau tahan asalnya (pokoknya) dan bersedekah dengan dia. Maka bersedekahlah Umar dengan tanah itu, dengan syarat tiada dijual, tiada dihibahkan dan tiada pula diwariskan.43
Beberapa ayat Al-Qur’an dan Hadist dia atas walaupun secara tidak lagsung
menunjukan kepada masalah wakaf, akan tetapi para ulama menjadikannya sebagai
sandaran dari perwakafan berdasarkan pemahaman serat adanya isyarat dari hal
tersebut. Setidaknya mereka berpendapat bahwa wakaf tidak bertentangan dengan
ayat dan hadist diatas. Bila dalam Al-Qur’an menganjurkan agar manusia berbuat
baik melalui sebagian harta yang dimilikinya, maka wakaf adalah salah satu dari
realisasi ajaran dalam Al-Qur’an.
Sedangkan mengenai dasar hukum wakaf menurut Peraturan
Perundang-Undangan yang berlaku di Indonesia adalah sebagai berikut:
a. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Tentang Wakaf
b. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf
c. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1977 Tentang
Perwakafan Tanah Milik
d. Peraturan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 1978 Tentang Peraturan
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 Tentang
Perwakafan Tanah Milik.
e. Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor Dt.I.III/5/BA.03. Bahwa bagi
mayoritas umat Islam di Indonesia wakaf uang memiliki fleksibilitas
(keluawesan) dan kemalahatan besar yang tidak dimiliki oleh benda lain. Oleh
karena itu, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia memandang perlu
penetapan fatwa tentang hukum wakaf untuk dijadikan pedoman oleh
masyarakat.
Wakaf menurut bahasa arab berarti al-habsu, yang berasal dari kata kerja
habasa-yahbisu-habsan, menjauhkan orang dari sesuatu atau memenjarakan.
Kemudian kata ini berkembang menjadi habhasa dan berarti mewakafkan harta
karena Allah.44 Perkataan waqf menjadi wakaf dalam bahasa Indonesia berasal dari
kata kerja bahasa Arab waqofa-yaqifu-waqfan yang berarti ragu-ragu, berhenti,
meletakkan, memperhatikan, mengabdi dan tetap berdiri.45Sedangkan wakaf menurut
syara’adalah menahan harta yang mungkin diambil manfaatnya tanpa menghabiskan
atau merusakkan bendanya dan digunakan untuk kebaikan.
Dalam pandangan para pakar hukum Islam mereka mendefinisikan dengan
definisi yang beragam, sesuai dengan mazhab yang mereka ikuti, dan juga mereka
44Adijani Al-Alabij,Op.Cit, Hal 25
berbeda persepsi dalam menafsirkan tata cara pelaksanaan wakaf di tempat mereka
masing-masing yaitu sebagai berikut:46
1. Menurut Imam Syafi’I Wakaf adalah suatu ibadat yang disyariatkan. Wakaf itu telah berlaku sah, bila mana orang yang berwakaf(Wakif)telah dinyatakan dengan perkataan “saya telah mewakaf” (waqffu), sekalipun tanpa diputus oleh hakim’. Bila harta telah dijadikan harta wakaf, orang yang berwakaf tidak berhak lagi atas harta itu, walaupun harta itu tetap ditangannya, atau dengan perkataan lain walaupun harta itu tatap miliknya.
2. Menurut golongan Hanafi Menahan benda yang statusnya tetap milik si wakif (orang yang mewakafkan) dan disedekahkan adalah manfaatnya saja”. Sedangkan Wahbah adillatuh mengartikan wakaf adalah menahan suatu harta benda tetap sebagai milik orang yang mewakafkan ( Al Klakif ) dan mensedekahkan manfaatnya untuk kebajikan.
3. Menurut golongan Maliki “menjadikan manfaat benda yang memiliki, baik berupa sewa atau hasilnya untuk diserahkan kepada orang yang berhak, dengan bentuk penyerahan berjangka waktu sesuai dengan apa yang dikehendaki orang yang mewakafkan”.
4. Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004, Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan atau menyerahkan harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah atau kesejahteraan umum.
Dari pandangan mengenai pengertian wakaf di atas, maka secara menyeluruh
dapat kita ambil kesimpulan yaitu:47
a. Menahan harta untuk dikonsumsi atau dipergunakan secara pribadi
b. Definisi wakaf ini mencakup harta, baik berupa benda bergerak maupun tidak bergerak.
c. Mengandung pengertian melestarikan harta dan menjaga keutuhannya, sehingga memungkinkan untuk dimanfaatkan secara langsung atau mengambil manfaat hasilnya secara berulang-ulang.
d. Berulang-ulang manfaat dan kelanjutannya baik yang berlangsung lama, sebentar maupun selamanya.
e. Menghasilkan manfaat langsung dari harta atau benda yang diwakafkan mencakup juga wakaf produktif yang memberi manfaat dari hasil produksinya.
46Abdul Manan,Op.Cit, Hal 238 47
f. Mencakup jalan kebaikan umum keagamaan, sosial dan sebagainya, juga mencakup kebaikan khusus yang dimanfaatkan untuk kebaikan keluarga wakif.
g. Mencakup pengertian wakaf menurut fikih dan perundang-undangan bahwa wakaf tidak terjadi kecuali dengan keinginan wakif dan mencakup pentingnya penjagaan wakif.
2. Rukun Wakaf dan Syarat-Syarat Wakaf
Rukun berasal dari bahasa arab yang secara etimologi, rukun biasa diartikan
dengan bagian terpenting dari sesuatu. Adapun dalam terminologi fiqih rukun adalah
suatu yang dianggap menentukan suatu disiplin itu sendiri. Dengan kata lain rukun
adalah penyempurnaan sesuatu dimana ia adalah merupakan bagian dari sesuatu itu.48 Dalam istilah Fikih islam, rukun wakaf merupakan penyempurnaan sesuatu
atau bagian dari sesuatu itu sendiri. Sedangkan menurut bahasa, rukun diterjemahkan
dengan sisi yang terkuat atau sisi dari sesuatu yang menjadi tempat bertumpu. Ulama
Mazhab Hanafi mengatakan bahwa rukun wakaf itu hanya satu yakni akad berupa
ijab (pernyataan perwakafan harta dari wakif). Sedangkan kabul (pernyataan
menerima wakaf) tidak termasuk rukun bagi ulama Mazhab Hanafi, karena menurut
mereka akad wakif tidak bersifat mengikat. Artinya, apabila seseorang mengatakan
“saya mengwakafkan harta saya pada anda”, maka akad itu sah dengan sendirinya
dan orang yang memberi wakaf berhak atas manfaat harta itu.
Meskipun para Mujtahid berbeda pendapat dalam merumuskan defenisi
wakaf, namun mereka sepakat bahwa dalam pembentukan wakaf diperlukan beberapa
rukun yaitu:
1. Wakif
Wakif adalah orang atau orang-orang atau badan hukum yang mewakafkan
tanah miliknya, karena mewakafkan tanah miliknya itu merupakan perbuatan
hukum, maka wakif haruslah orang atau orang-orang atau badan hukum yang
memenuhi syarat untuk melakukan tindakan hukum. Adapun syarat-syarat untuk
menjadi seorang wakif sebagaimana yang dijelaskan dalam pasal 8 ayat 1, 2, dan
3 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf adalah sebagai
berikut.49 a. Dewasa.
b. Sehat akalnya
c. Tidak terhalangan melakukan tindakan hukum
d. Atas kehendak sendiri mewakafkan tanahnya
e. Mempunyai tanah milik sendiri
Pada hakikatnya amalan wakaf adalah tindakan tabarru, (mendermakan harta
benda) oleh karena itu syarat sebagai seorang wakif adalah cakap melakukan tindakan
tabarru’, Artinya ia harus sehat akal, dalam keadaan sadar, telah mencapai umur
baligh dan tidak dalam keadaan terpaksa atau dipaksa. Dan wakif adalah benar-benar
pemilik harta yang akan diwakafkan. Kalau wakif orang yang gila, anak-anak, dan
orang terpaksa atau dipaksa tidak sah.50
2. Harta yang diwakafkannya (Mauqul bih)
Harta benda wakaf adalah harta yang memiliki daya tahan lama dan atau
manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut syariah yang
diwakafkan oleh wakif. Agar harta benda yang diwakafkan itu sah. Maka harta yang
diwakafkan itu harus memenuhi syarat-syarat adalah sebagi berikut:51
a. Benda yang diwakafkan itu harus mutaqawwin dan ‘aqar yaitu barang yang
dimiliki seseorang dan barang yang dimiliki itu boleh dimanfaatkan menurut
syari’at islam dalam keadaan apapun;
b. Benda yang diwakafkan itu harus jelas wujudnya dan pasti batas-batasnya.
Syarat ini dimaksudkan untuk menghindari perselisihan dan permasalahan
yang mungkin terjadi dikemudian hari;
c. Harta yang diwakafkan itu benar-benar kepunyaan wakif secara sempurna;
d. Benda yang diwakafkan itu harus kekal;
3. Mauquf
Mauquf adalah benda yang diwakafkan. Jadi Benda yang diwakafkan itu
adalah segala benda, baik benda bergerak maupun tidak bergerak yang memiliki daya
tahan dan hanya tidak dapat sekali pakai serta bernilai menurut ajaran islam. Dalam
pasal 16 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, harta benda wakaf
terdiri dari:
1. Benda tidak bergerak, meliputi
51
a. Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan yang
berlaku baik yang sudah yang belum terdaftar.
b. Bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah sebagaimana yang
dimaksud pada huruf a.
c. Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan benda tanah
d. Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketetuan Peraturan
Perundang-Undangan yang berlaku.
e. Benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan Peraturan
Perundang-Undangan yang berlaku.
2. Benda bergerak adalah harta benda yang tidak habis karena dikonsumsi,
meliputi:
a. Uang.
b. Logam mulia.
c. Surat berharga.
d. Kendaraan.
e. Hak atas kekayaan intelektual.
f. Hak sewa.
g. Benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan Peraturan
Perundang-Undangan yang berlaku.
Para ulama berpendapat harta wakaf tidak lagi menjadi milik wakif melainkan
secara hukum menjadi milik Allah atau dengan kata lain dalam terminolgi sosiologis
harta wakaf tersebut52. Adapun yang menjadi syarat-syarat Mauquf yaitu sebagai berikut:53
a. Benda wakaf dapat dimanfatkan untuk jangka panjang, tidak sekali pakai. b. Hak milik waqif jelas batas-batas kepemilikannya, selain itu benda wakaf
merupakan benda yang bebas dari segala pembebanan, ikatan,sitaan dan sengketa;
c. Benda wakaf itu tidak dapat dimiliki dan dilimpahkan kepemilikannya.
d. Benda wakaf dapat dialihkan hanya jika jelas-jelas untuk manfaat yang lebih besar.
e. Benda wakaf tidak dapat diperjualbelikan, di hibahkan atau diwariskan.
4. Mauquf’alaih.
Yang dimaksud dengan Mauquf’alaih adalah tujuan wakaf. Wakaf harus
dimanfaatkan dalam batas-batas yang sesuai dan diperbolehkan syari’at islam. Oleh
karena itu, benda-benda yang dijadikan sebagai objek wakaf yang baik, tidak
dibenarkan pelaksanaan wakaf itu didasarkan pada tujuan yang tidak baik dan
mendatangkan laratan kepada masyarakat. Akan tetapi wakaf hendaknya
dilaksanakan dengan tujuan untuk kebaikan sesama manusia dengan mendapat ridha
dan pahala dari Allah SWT.
Dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, menjelaskan
bahwa wakaf bertujuan untuk memanfaatkan harta benda wakaf sesuai dengan
fungsinya, yakni mengwujudkan potensi dan manfaat ekonomi harta benda wakaf
untuk kepentingan ibadah dan memajukan untuk kesejahteraan umum.
52 Ghufron A. Mas’adi, Fiqih Muamalah Kontektual, Jakarta, Pt. Raja Grafindo Persada, 2002, Hal: 12
Lebih lanjut lagi dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004
Tentang Wakaf, bahwa dalam mencapai tujuan dan fungsi wakaf harta benda wakaf
hanya dapat diperuntukan bagi:
a. Sarana dan kegiatan ibadah.
b. Sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan.
c. Bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar,yatim piatu dan bea siswa.
d. Kemajuan dan peningkatan ekonomi umat.
e. Kemajuan dan kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan dengan
syariah dan Peraturan Perundang-Undangan. Adapun syarat Mauquf’alaih
adalah qurbat atau pendekatan diri kepada allah.
5. Sighat atau Ikrar wakaf
Sighat wakaf ini merupakan rukun wakaf yang disepakati oleh Jumhur
Fuqaha. Tanpa adanya ikrar wakaf para Fuqaha menganggap wakaf belum sempurna
dilaksanakan. Yang dimaksud dengan ikrar wakaf adalah pernyataan yang merupakan
penyerahan barang-barang wakaf kepada nadzir untuk dikelola sebagaimana yang
diharapkan pemberi wakaf.54 Ikrar wakaf diucapkan pemberi wakaf pada umumnya
sebagai beriku: “saya wakafkan harta wakaf saya ini kepada madrasah polan untuk
dipakai pembelanjaan dan penyelenggaraannya” atau “saya wakafkan kebun kelapa
ini untuk digunakan hasilnya bagi penyelenggaraan yayasan yatim piatu polan”
Berdasarkan Ikrar wakaf dalam Pasal 1 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 41
Tahun 2004 Tentang Wakaf, pernyataan kehendak wakif yang diucapkan secara lisan
dan atau tulisan kepada nadzir untuk mewakafkan harta benda miliknya. Di dalam
pasal 21 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 suatu pernyataan wakaf atau ikrar
wakaf, paling sedikit memuat:
a. Nama dan indetitas wakif.
b. Nama dan indtitas nadzir.
c. Data dan keterangan harta benda wakaf.
d. Peruntukan harta benda wakaf.
e. Jangka waktu wakif.
6. Nadzir wakaf
Nadzir adalah orang atau badan yang memegang amanah untuk memelihara
dan mengurus harta wakaf sebaik-baiknya sesuai dengan wujud dan tujuannya55. Sesuai dengan tujuan wakaf yaitu untuk melestarikan manfaat dari benda wakaf,
maka kehadiran nadzir sangat diperlukan. Untuk menjadi seorang nadzir haruslah
diperlukan syarat-syarat yaitu sebagai berikut:56
a. Mempunyai kecakapan dalam melakukan perbuatan hukum mukallaf
sehingga nadzir bisa mengelola wakaf dengan baik.
b. Memiliki kreatifitas. Ini didasarkan kepada tindakan yang mempunyai ide
kreatifitas tersebut.
3. Macam-Macam Wakaf
Menurut Sayid Sabiq wakaf dilihat dari segi penggunaan atau yang
memanfaatkan benda wakaf yaitu dua macam. Ada kalanya kalau anak cucu atau
55Furqan Arif,Islam Untuk Disiplin Ilmu Hukum, Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2002, Hal: 160
kaum kerabat dan kemudian sesudah mereka itu untuk orang-orang miskin. Wakaf
demikian itu disebut wakaf ahli atau wakaf dzurri ( keluarga) dan kadang-kadang
pula wakaf itu diperuntukkan bagi kebajikan semata-mata. Wakaf yang demikian
dinamakan wakafkhairi(kebajikan).57Dengan demikian bisa dikatakan bahwa wakaf
ahli adalah wakaf yang diperuntukan bagi kepentingan lingkungan keluarga atau
famili dan kerabat sendiri.
Wakaf yang dikenal dalam syari’at Islam, dilihat dari penggunaan dan
pemanfaatnya benda wakaf dibagi menjadi dua macam yaitu:
a. Wakaf ahli (Wakaf Keluarga).
Wakaf ahli atau wakaf keluarga adalah wakaf yang diperuntukkan khusus
kepada orang-orang tertentu, seseorang atau lebih, keluargawakifatau bukan. Wakaf
ahli atau wakaf keluarga kadang-kadang disebut wakafalal-aulad yaitu wakaf yang
diperuntukkan bagi kepentingan dan jaminan sosial dalam lingkungan keluarga atau
famili, jadi yang menikmati manfaat benda wakaf ini sangat terbatas kepada yang
termasuk golongan kerabat sesuai dengan ikrar yang dikendaki oleh si wakif. Wakaf
untuk keluarga ini secara hukum dibenarkan berdasarkan hadist Nabi yang
diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik tentang adanya wakaf
keluarga Abu Thalhah kepada kaum kerabatnya yang artinya sebagai berikut:
“… Aku telah mendengar ucapanmu tentang hal tersebut. Saya berpendapat
sebaiknya kamu memberikannya kepada keluarga terdekat ,”Maka Abu
Thalhah membagikannya untuk para keluarga dan anak-anak pamannya.”58
57
Sayid Sabiq,Op.Cit, Hal: 378
Menurut Mohammad Daud Ali, maksud semula dari wakaf keluarga ini
adalah sama dengan wakaf umum, untuk berbuat baik pada orang lain dalam rangka
pelaksanaan amal kebajikan menurut ajaran islam, namun terjadilah penyalahgunaan
di antaranya yaitu: Menjadikan wakaf kelurga itu sebagai alat untuk menghindari
pembagian atau pemecahan harta kekayaan pada ahli waris yang berhak
menerimanya, setelah wakif meninggal dunia dan wakaf keluraga itu dijadikan
sebagai alat untuk mengelakkan tuntutan kreditur terhadap hutang-hutang yang dibuat
oleh seseorang sebelum ia mewakafkannya.
b. Wakaf Khairi (Wakaf Umum).
Wakaf Khairi atau Wakaf umum adalah yang diperuntukan bagi kepentingan
atau kemaslahatan umum,. Wakaf jenis ini jelas sifatnya sebagai lembaga keagamaan
dan lembaga sosial dalam bentuk mesjid, madrasah, pasatren, asrama, rumah sakit,
rumah yatim piatu, tanah pemakaman dan lain sebagainya. Wakaf khairi atau wakaf
umum inilah yang paling sesuai dengan ajaran islam dan dianjurkan pada orang yang
mempunyai harta untuk melakukannya guna memperoleh pahala yang terus mengalir
bagi orang yang bersangkutan, selama wakaf tersebut masih dapat diambil
manfaatnya.
4. Tujuan dan Fungsi Wakaf
Wakaf salah satu lembaga Islam potensial yang berkembangkan, khususnya di
negara-negara berkemban. Berdasarkan pengalaman negara yang lembaga wakafnya
sudah maju, pada umumnya dinegara tersebut wakaf dikelola secara produktif itu
dimanfaatkan untuk memberdayakan umat. Menurut Hasan Langgulung, lembaga
wakaf mencapai zaman keemasannya pada abad ke 8 dan ke 9 Hijriyah, karena pada
masa itu jumlah wakaf sangat banyak dan dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan
masyarakat.
Fungsi wakaf ajuga menjadikan kekal manfaat benda wakaf sesuai dengan
tujuan wakaf,59 Yakni untuk kepentingan peribadatan dan keperluan lainnya. Agar
wakaf itu dapat berfungsi sebagaimana mestinya maka kelembagaannya haruslah
untuk selama-lamanya.60 Wakaf ini ditunjukan untuk umum, dengan tidak terbatas penggunaannya, yang mencakup semua aspek untuk kepentingan dan kesejahteraan
umat manusia pada umumnya. Adapun kepentingan tersebut bisa digunakan untuk
jaminan sosoial, kesehatan, pendidikan, pertahanan, keamanan, dan lain-lain.
Selain itu terhadap tujuan wakaf yang di jelaskan dalam pasal 4
Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 yaitu Wakaf bertujuan untuk pemanfaatkan harta
benda wakaf sesuai dengan fungsinya. Adapun tujuan wakaf lainnya menurut Imam
Abu Zaharan adalah:61
a. Membantu yayasan pendidikan umum atau khusus, kelompok profes, yayasan
islam atau perpustakaan umum atau khusus.
b. Membatu pelajardan mahasiswa untuk belajar didalam negeri dan luar negeri.
c. Membantu yayasan riset ilmiah islam.
59Abdul Manandan M. Fauzan (eds),
Pokok-Pokok Hukum Perdata Wewenang Peradila nAgama,Jakarta : PT RajaGrafindoPersada, 2000, hal.123.
d. Memmelihara anak yatim, janda dan irang-orang lemah.
e. Memelihara orang tua jompo dan membantu yayasan yang memberi
pelayanan kepada mereka.
f. Melindungi anak-anak dan ibu-ibu dan keluarga lemah
g. Membantu fakir miskin dan semua keluarga yang berpenghasilan pas-pasan.
h. Memberikan pelatihan teknik dan workshop bagi yang membutuhkan untuk
meningkatkan pendapatan mereka.
i. Memberikan pelayann umum berupa air dan listrik, pelayana kesehatan,
penyebrangan dan lainnya baik kota maupu didesatempat tinggal.
j. Membantu penerangan jalan dan gang-gang yang dilewati oleh orang dan
kendaraan.
k. Membatu imam-imam mesjid, khotib dan orang-orang yang menjaga mesjid
l. Membantu mendanai dakwah baik didalam negeri maupun diluar negeri.
5. Tata Cara Pemberian Wakaf Menurut Perspektif Fiqih Islam Dan
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004
Seperti diketahui bahwa hukum Islam menganjurkan agar setiap orang
muslim yang memiliki harta kekayaan supaya tidak hanya menggunakan hartanya
untuk keperluan sendiri atau keluarga saja, akan tetapi harus diperuntukkan bagi
keperluan umum. Dalam Islam, pada masa Rasulullah tidak dijelaskan dengan jelas
tata cara dan pendaftarannya secara rinci. Akan tetapi yang dapat dipelajari dari
tindakan Nabi ataupun sahabatnya, Sedangkan perwakafan secara administratif ketika
menganjurkan untuk menuliskan dan disaksikan dua orang saksi laki-laki. Ayat
dalam makna umum itu, juga berarti Islam menghendaki masalah wakaf dengan
tertulis atau memakai administrasi serta saksi karena masalah wakaf juga termasuk
mu’amalah yang sudah diatur Allah SWT.62
Menurut Asy-Syafi’I berpendapat pemberian wakaf itu sah dan terjadi melalui
salah satu dari dua perkara:63
a. Perbuatan : Yang menunjukan keapdanya seperti bila seorang membangun
mesjid, dan dikumandangkan adzan untuk sholat didalamnya, dan dia tidak
memerlukan keputusan dari seorang hakim.
b. Ucapan : Ucapan ini ada dua, yangSharih(tegas) danKinayah(tersembunyi)
Ucapan yang Sharih misalnya “Aku wakafkan”, “aku hentikan
pemafaatannya”, “aku jadikan untuk sabilillah”, ”aku abadikan”. Selanjutnya
ucapan yang Kinayah misalnya “aku sedekahkan”, akan tetapi dia berniat
mewakafkannya.
Adapun wakaf yang dihubungkan dengan kematian, seperti kata seseorang “
Rumahku atau kudaku menjadi wakf sesudah mati” maka hal ini diperbolehkan
menurut zhahirnya Madzhab Ahmad, seperti yang disebutkan oleh Al-Khiraqi dan
lain-lain. Sebab ini semua termasuk kedalam wakaf wasiat.
Dalam Kompilasi Hukum Hukum Islam Pasal 223 menjelaskan lebih lanjut
tentang tata cara perwakafan yaitu:
62Halim Abdul,Hukum Perwakafan Di Indonesia,Ciputat: Ciputat Press, 2005, Cetakan Ke-1 Hal: Ke-104
1. Pihak yang hendak mewakafkan dapat menyatakan ikrar wakaf dihadapan.
Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf untuk melaksanakan Ikrar Wakaf.
2. Isi dan bentuk ikrar wakaf ditetapkan oleh Menteri Agama.
3. Pelaksanaan ikrar, demikian pula pembuatan Akta Ikrar Wakaf, dianggap sah
jika dihadiri dan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 orang saksi.
4. Dalam melaksanakan ikrar wakaf seperti dimaksud ayat (1) pihak yang
mewakafkan diharuskan menyerahkan kepada Pejabat yang tersebut dalam
pasal 215 ayat (6), surat-surat sebagai berikut :
a. Tanda bukti pemilikan harta benda.
b. Jika benda yang diwakafkan berupa benda tidak bergerak, maka harus
disertai oleh surat keterangan dari kepala desa, yang diperkuat oleh
Camat setempat yang menerangkan pemilikan benda tidak bergerak
dimaksud.
c. Surat atau dokumen tertulis yang merupakan kelengkapan dari benda
tidak bergerak yang bersangkutan.
Agar perwakafan tanah milik dapat dilaksanakan dengan tertib, maka tata cara
perwakafannya harus ditentukan pula. Berbeda dengan ketentuan yang terdapat dalam
kitab-kitab fikih tradiisional dan kebiasaan yang terdapat dalam masyarakat adat.
Dalam pasal 28 sampai dengan pasal 30 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004
Tentang Wakaf menjelaskan lebih lanjut tentang tata cara perwakafan yaitu:
1. Pasal 28 : Wakif dapat mewakafkan benda bergerak berupa uang melalui
2. Pasal 29 ayat 1 : Wakaf benda berggerak berupa uang sebagai mana di
maksud dalam pasal 28 di laksanakan oleh wakif dengan pernyataan kehendak
wakif yang di lakukan secara tertulis.
3. Pasal 29 ayat 2 : Wakaf benda bergerak berupa uang sebagaimana disebut
dalam pasal 1 di terbitkan dalam bentuk sertifikat wakaf uang.
4. Pasal 29 ayat 3 : Sertifikat wakaf yang sebagaimana di maksud pada ayat 2 di
terbitkan dan di sampaikan oleh lembaga keuangan syariah terhadap wakif
dan nadzir sebagai bukti penyerahan harta benda wakaf
5. Pasal 30 : Lembaga keuangan syariah atas nama nadzir mendaftarkan harta
benda wakaf berupa uang kepada menteri selambat-lambatnya 7 hari kerja
sejak di terbitkannya sertifikat uang wakaf.
6. Pasal 31 : Ketentuan lebih lanjut mengenai wakaf benda bergerak berupa uang
sebagaimana di maksud dalam pasal 28, pasal 29, dan pasal 30 di atur dalam
Peraturan Pemerintah.
Selanjutnya tata cara perwakafan tanah milik juga dijelaskan menurut
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Wakaf
sebagai berikut:
1. Seseorang atau badan hukum yang hendak mewakafkan tanahnya (sebagai
calon wakif) datang sendiri kepada pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf
(PPAIW) untuk melaksanakan hendaknya. Kalau calon wakif itu tidak dapat
datang sendiri karena sakit, sudah tua atau karena alasan lain yang dapat
Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten yangt bersangkutan dihadapan
dua orang saksi . Ikrar wakaf itu kemudian dibacakan pada nadzir dihadapan
PPAIW. Pada waktu menghadap Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf itu, wakif
harus membawa surat-surat berikut :
a. Sertifikat hak milik atau benda bukti pemilikan tanah lainnya.
b. Surat keterangan kepala desa yang diperkuat oleh camat setempat
mengenai kebenaran pemilikan tanah itu dan penjelasan bahwa tanah
tersebut tidak dalam sengketa.
c. Surat keterangan pendaftaran tanah.
d. Izin Bupati/Walikotamadya dalam hal ini Kepala Subdirektorat Agraria
setempat.
7. Surat-surat yang dibawa calon wakif itu diperiksa lebih dahulu oleh Pejabat
Pembuat Akta Ikrar Tanah, apakah telah memenuhi aturan yang telah
ditetapkan oleh Perundang-Undangan . Kemudian PPAIW meneliti
saksi-saksi dan mengesahkan susunan nadzir .
8. Di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf dan dua orang saksi, wakif
mengucapkan ikrar wakafnya kepada nadzir yang telah disahkan dengan
ucapan yang jelas dan terang. Bila wakif tidak dapat mengucapkan ikrarnya
karena bisu misalnya, ia dapat menyatakan kehendaknya itu dengan isyarat,
kemudian mengisi formulir ikrar wakaf. Setelah selesai pengucapkan ikrar
wakaf, wakif, nadzir, saksi-saksi dan PPAIW segera membuat Akta Ikrar
disampaikan kepada para pihak-pihak yang bersangkutan. Pejabat Pembuat
Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) adalah pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Agama
(yang telah melimpahkan wewenang itu kepada Kepala Kantor Wilayah
Departemen Agama) untuk membuat Akta Ikrar Wakaf. Pejabat tersebut
adalah Kepala Kantor Urusan Agama kecamatan setempat. Bila di suatu
kecamatan belum ada Kantor Urusan Agama, maka yang menjadi PPAIW
untuk kecamatan bersangkutan adalah Kepala Urusan Agama Kecamatan
terdekat.
9. Akta Ikrar Wakaf yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf itu
adalah otentik. Ia dibuat setelah wakif mengikrarkan penyerahan tanah
wakafnya.
B. Nadzir Wakaf
1. Dasar Hukum Dan Pengertian Nadzir Wakaf
Meskipun nadzir adalah salah satu unsur pembentuk wakaf, namun didalam
al-Qur’an tidak menjelaskan dengan jelas mengenai dasar hukum nadzir, bahkan
untuk wakaf sendiri di dalam al-Qur’an tidak menerangkan secara jelas dan
terperinci. Dalam hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari
Ibnu Umar yang artinya :
Engkau kepadaku tentang tanah itu ?”. Rasulullah SAW menjawab : “Jika engkau mau, wakafkanlah tanah itu dan bersedekahlah dengan hasilnya. Berkata Ibnu Umar : Maka Umar mewakafkan harta itu dengan arti bahwa tanah itu tidak boleh lagi dijual, dihibahkan dan diwariskan. Ia menyedekahkan hasil harta itu kepada yang fakir, kepada kerabat, untuk memerdekakan budak, pada jalan Allah ,orang yang terlantar dan tamu. Tidak ada dosa bagi orang-orang yang mengurusnya (nadzir) memakan harta itu secara patut atau memberi asal tidak bermaksud mencari kekayaan”. (H.R. Bukhori)"64
Maka dari pejelasan hadist di atas sahabat Umar bin Khatab dikala itu
mengwakafkan tanah wakaf, beliau sendiri yang bertindak menjadi sebagai nadzir
waktu semasa hidupnya. Sepeninggalnya, pengelola wakaf diserahkan kepada
putrinya Hafsah. Setalah itu ditangani oleh Abdullah bin Umar, kemudian keluarga
umar yang lain dan seterusnya berdasarkan wasiat umar. Berati ini membuktikan
bahwa nadzir sangat diperlukan untuk berhasilnya tujuan wakaf.65
Nadzir wakaf menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang
Wakaf adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari Waqif untuk dikelola dan
dikembangkan sesuai dengan peruntukannya. Nadzir adalah pihak yang menerima
harta wakaf dari wakif untuk dikelola dan di kembangkan sesuai dengan
peruntukannya. Posisi nadzir sebagai pihak yang bertugas untuk memelihara dan
mengurusi harta wakaf mempunyai kedudukan yang penting dalam perwakafan.
Katanadzirsecara etimologis berasal dari dari kata kerjaNadzara- Yandzuru
yang berarti menjaga dan mengurus.66Dalam kitab fiqih, masalahnadzirini dibahas dengan judul“al-Wilayat‘alaal-Waqf”(penguasaan terhadap wakaf atau pengawasan
64Al-imam abi abdilhal, Muhammad bin ismail, shahih bukhori juz II, darul fikr,2005, Hal:124
terhadap wakaf). Orang yang diserahi kekuasaan atau diberitugas untuk mengawasi
harta wakaf itulah yang disebutnadzirataumutawalli.
Nadzir dalam bahasa Arab adalah nadzara-yandzurunadzaran yang
mempunyai arti, menjaga, memelihara, mengelola dan mengawasi. Adapun nadzir
adalah isim fa’il dari kata nadzir yang kemudian dapat diartikan dalam bahasa
indonesia dengan pengawas (penjaga).67 Dengan demikian nadzir berarti orang yang
berhak untuk bertindak atas harta wakaf, baik untuk mengurusnya,
memeliharanya,dan mendistribusikan hasil harta wakaf kepada orang yang berhak
menerimanya.
Dalam hal ini bagitu pentingnya kedudukan nadzir dalam perwakafan,
sehingga berfungsi tidaknya wakaf bagaimauqul’alaihsangat bergantung pada nadzir
wakaf. Meskipun demikian tidak berarti bahwa nadzir mempunyai kekuasaan mutlak
terhadap harta yang di amanahkan kepadanya.
Pada umumnya, para ulama telah bersepakat bahwa kekuasaan nadzir hanya
terbatas pada pengelolaan wakaf untuk dimanfaatkan sesuai dengan tujuan wakaf
yang di hendaki wakif. Asaf A.A Fyzee berpendapat, sebagaimana dikutip oleh Dr.
Uswatun Hasanah bahwa kewajiban nadzir adalah mengerjakan segala sesuatu yang
layak untuk menjaga dan mengelola harta. Sebagai pengawas harta wakaf, nadzir
dapat mempekerjakan beberapawakil atau pembantu untuk menyelenggarakan
urusan-urusan yang berkenan dengan tugas dan kewajibannya. Oleh karena itu nadzir
dapat berupa nadzir perseorangan, organisasi maupun badan hukum. Nadzir sebagai
pihak yang berkewajiban mengawasi dan memelihara wakaf tidak boleh menjual,
mengadaikan atau menyewakan harta wakaf kecuali diijinkan oleh pengadilan.
Ketentuan ini sesuai dengan masalah kewarisan dlam kekuasaan kehakiman yang
memiliki wewenang untuk mengontrol wewenang nadzir. Sehingga dengan demikian,
keberadaan harta wakaf yang ada di tangan nadzir dapat dikelola dan diberdayakan
secara maksimal untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat banyak yang bisa
dipertanggung jawabkan secara moral dan hukum Allah SWT.68
Menurut Madzhab Maliki, Nadzir boleh menyewakan harta wakaf dalam
jangka wakatu satu sampai dua Tahun, apabila harta wakaf itu berbentuk tanah.
Tetapi harta wakaf itu sudah tidak berfungsi seperti lahan pertanian yang sudah
berubah menjadi hutan dan memerlukan biaya perbaikan, maka dibolehkan
menyewanya kepada orang lain selama selama emapat puluh sampai lima puluh
tahun. Akan tetapi harga sewa tidak boleh kurang dari harga sewa yang berlaku
umum. Hasil sewa harta wakaf itu menurut mereka tidak boleh tidak dibagikan
kepada yang berhak mennerimanya kecuali harta yang disewakan itu telah kembali ke
tangan nadzir. Apabila nadzir membangun rumah atau menanam pohon di atas tanah
wakaf, rumah dan tanaman itu termasuk harta wakaf. Tetapi apabila ada keterangan
yang meyakinkan hakim bahwa rumah dan tanaman itu milik nadzir maka rumah dan
tanaman itu diberikan kepada ahli waris nadzir yang akan menjadi penerus pengelola
harta wakaf.
Menurut madzhab Syafi’I, apabila harta wakaf itu disewakan dengan harga
yang lebih rendah dari harga sewaan yang berlaku didaerah setempat, maka sewa
menyewa itu dianggap tidak sah.
2. Syarat-Syarat Dan Tata Cara Pengangkatan Nadzir Wakaf Menurut
Perspektif Fiqih Islam Dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang
Wakaf.
Dalam proses pengangkatan Nadzir secara umum hendaklah terlebih dahulu
diketahui oleh seorang nadzir haruslah memiliki kepribadian yang baik:69
a. Paham tetang hukum wakaf baik dalam tinjauan Syaria’ah maupun dalam
perundang-undangan negara Republik Indonesia.
b. Jujur, amanah, terutama menyangkut perkembangan sasaran wakaf.
c. Tahan godaan, terutama mentangku perkembangan usaha.
d. Pilihan, sungguh-sungguh dan suka tantangan.
e. Punya kecerdasan, baik emosional maupun spiritual.
Dalam hal ini tentunya Nadzir seebagai pengelolaan wakaf sebagai ujung
tanduk pengelolaan dan pengembangan harta wakaf, Tentunya menjadi tolak ukur
kedepan dalam memantau proses dan eksistensi benda wakaf itu sendiri. Tidak bisa
dipandang sebelah mata bahwa berbagai masalah dibidang wakaf tentunyadisebabkan
oleh karena nadzir yang kurang professional dalam pengelolaan.
Adapun terhadap ketentuan umum tentang apa yang tidak boleh dilakukan
oleh seorang Nadzir adalah seorang nadzir harus mampu mencegah dirinya dari
tindakan yang bisa membahayakan atau merusak harta wakaf atau menyalahi aturan
yang telah disepakati.70
1. Nadzir tidak diperkenankan menyewa harta wakaf kepada dirinya sendiri atau
anaknuya yang berada dibawah tanggungannya. Hal itu dilarang sebagai
upaya menghindari sangkaan buruk, selain itu nadzir juga tidak dibolehkan
menyewa harta kepada orang yang tidak di terima atau diragukan
kesaksiannya. Pengarang kitab Al-Is’af mengatakan meskipun harta wakaf
tersebut disewakan kepada dirinya sendiri atau ditempatinya dengan
membayar harga sewa yang memadai.hal itu tidak boleh , begitu juga kalau
harta wakaf disewakan kepada anaknya,ayahnya, budaknya, hal ini dilarang
karena menimbulkan persangka buruk buruk orang lain.
2. Pada umumnya Nadzir tidak diperbolehkan berhutang atas nama wakaf, baik
melalui pinjaman maupu dengan membeli keperluan yang diperlukan yang
dibutuhkan untuk perwatatan harta wakaf.
3. Nadzir tidak boleh mengadaikan harta wakaf dengan membebankan biaya
tebusan kepada kekayaan wakaf atau dirinya sendiri atau kepada salah
seorang mustahik. Sebab tindakan ini bisa mengakibatkan hilangnya harta
wakaf dimana harta wakaf itu menjadi milik si penggadai ketika nadzir tidak
mampu menembusnya kembali.
Dalam Penggelolaan lembaga wakaf yang dapat berbentuk pengelola
perseorangan, organisasi dan badan hukum. Nadzir ditunjukan untuk memanggul
tanggung jawab sebagai pengelola wakaf, baik diterima oleh wakif maupun
ditunjukan oleh pemerintah. Sebagai pengelola wakaf, nadzir bertanggung jawab
penuh terhadap pemelihara wakaf. Dalam hal nadzir wakaf perseorangan, organisasi
dan badan hukum para ahli menentukan beberapa syarat yang harus dipenuhi.
1. Nadzir Perorangan
Nadzir yang terdiri dari perorangan harus merupakan suatu kelompok atau
suatu pengurus sekurang-kurangnya tigaorang salah seorangan diantaranya menjadi
ketua. Jumlah nadzir perorangan dalam suatu desa ditetapkan satu nadzir. Jumlah
nadzir perorangan dalam satu kecamatan ditetapkan sebanyak-banyaknya sejumlah
desa yang terdapat diKecamatan tersebut.71
Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf pasal 10 ayat
(1) menyatakan bahwa: Nadzir perseorangan sebagai mana dimaksud dalam pasal 9
huruf a hanya dapat menjadi nadzir apabila memenuhi persyaratan:
a. Warga Negara Indonesia.
b. Beragama Islam.
c. Dewasa.
71
d. Amanah.
e. Mampu Secara Jasmani Dan Rohani.
f. Tidak Terhalang Melakukan Perbuatan Hukum.
Dalam hal ini lebih jelas mengenai Nadzir Perseorangan diatur dalam pasal 4
peraturan pemerintah republik indonesia nomor 42 tahun 2006 Tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, yang menjelaskan:
a. Nadzir perseorangan ditunjuk oleh wakif dengan memenuhi persyaratan
menurut Undang-Undang.
b. Nadzir sebagimana dimkasud pada ayat (1) wajib didaftarkan pada
Menteri dan BWI melalui kantor Urusan Agama.
c. Dalam hal tidak terdapat Kantor Urusan Agama setempat sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), pendaftaran nadzir dilakukan melalui Kantor
Urusan Agama, atau perwakilan Badan Wakaf Indonesia.
d. BWI menerbitkan tanda bukti pendaftaran.
e. Nadzir perseorangan harus merupakan satu kelompok yang terdiri dari
paling sedikit 3 (tiga) orang, dan salah seorang diangkat sebagai ketua.
f. Salah seorang nadzir perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
harus bertempat tinggal dikecamatan setempat benda wakaf berada.
2. Nadzir Organisasi
Terhadap Nadzir Organisai diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun
sebagaiman dimaksud dalam pasal 9 huruf b hanya dapat menjadi nadzir apabila
memenuhi persyaratn:
1) Pengurus organisasi yang bersangkutan memenuhi persyaratan nadzir
perseorangan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1); dan;
2) Organisasi yang bergerak dibidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan
dan atau keagamaan Islam.
Selain itu terhadap ketentuan mengenai nadzir organisasi tercantum dalam
pasal 7 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 tahun 2006 Tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, yang
menjelaskan:
1. Nadzir Organisasi wajib didaftarkan pada Menteri dan BWI melalui Kantor
Urusan Agama setempat.
2. Dalam hal tidak terdapat Kantor Urusan Agama setempat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), pendaftaran madzir dilakukan melalui Kantor Urusan
Agama terdekat, Kantor Departemen Agama, atau perwakilan BWI di
provinsi/kabupaten/kota.
3. Nadzir Organisasi merupakan organisasi yang bergerak di bidang sosial,
pendidikan, kemasyarakatan dan/atau keagamaan islam yang memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. Pengurus organisasi harus memenuhi persyaratan Nadzir perseorangan
b. Salah seorang pegurus Nadzir harus berdomisili di kabupaten/kota letak
c. Memiliki:
1. Salinan akta Notaris tentang pendirian dan anggaran dasar.
2. Daftar susunan pengeurus.
3. Anggaran rumah tangga .
4. Program kerja dalam pengembangan wakaf.
5. Daftar kekayaan yang bersala dari harta wakaf yang terpisah dari
kekayaan lain atau yang merupakan kekayaan organisasi; dan
6. Surat pernyataan untuk bersedia di audit.
d. Persyaratan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) huruf c
dilampirkan pada permohonan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).
e. Pendaftaran sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dilakukan
sebelum penandatanganan AIW.
3. Nadzir Badan Hukum
Jumlah nadzir yang berbentuk badan hukum ditentukan sebanyak-banyaknya
sejumlah badan hukum yang ada di Kecamatan tersebut. Jika berbentuk badan
hukum, maka nadzir badan hukum harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:72 1. MempunyaiperwakilandiKecamatantempatletakbendayang diwakafkan.
2. Pengurus badan hukum yang bersangkutan harus memenuhi persyaratan
nadzir perseorangan.
3. Badan hukum indonesia yang dibentuk sesuai dengan Peraturan
Perundang-Undangan yang berlaku
Ketentuan mengenai Nadzir Badan Hukum tercantum dalam Pasal 10
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Pasal 10 ayat (3) yang
menyatakan bahwa: Nandzir organisasi sebagaiman yang dimaksud dalam pasal 9
huruf c hanya dapat menjadi Nadzir apabila memenuhi persyaratan:
a. Pengurus badan hukum yang bersangkutan memenuhi persyaratan nadzir
perseorangan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1); dan
b. Badan Hukum Indonsia yang dibentuk sesuai dengan Peraturan
Perundang-Undangan yang berlaku; dan
c. Badan Hukum yang bersangkutan bergerak di bidang sosial, pendidikan,
dan/atau keagamaan Islam.
Terhadap ketentuan Nadzir Badan Hukum lebih lanjut di atur Dalam Pasal 11
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2006 Tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, yang
menjelaskan:
a. Nadzir Badan Hukum wajib didaftarkan pada Menteri dan BWI melalui Kantor Urusan Agama setempat.
b. Dalam hal tidak terdapat Kantor Urusan Agama setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pendaftaran Nadzir dilakukan melalui Kantor Urusan Agama terdekat, kantor departemen agama, atau perwakilan BWI di provinsi/kabupaten/kota.
c. Nadzir badan hukum yang melaksanakan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan:
1. Badan Hukum Indonesia yang bergerak dibidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan, dan/atau keagamaan Islam
3. Salah seorang pengurus badan hukum harus berdomisili di kabupaten/kota benda wakaf berada.
4. Memiliki :
a. Salinan akta Notaris tentang pendirian dn anggaran dasar badan hukum yang telah disahkan oleh instansi berwenang.
b. Daftar susuna pengurus. c. Anggaran rumah tangga.
d. Program kerja dalam pengembangan wakaf
e. Daftar terpisah kekayaan yang berasal dari harta benda wakaf atau yang merupakan kekayaan badan hokum
f. Surat pernyataan bersedia untuk diaudit.
Menurut Fathurrahman Djamil, Guru Besar Fakultas Syariah UIN Syarif
Hidyatullah Jakarta melalui bwi.or.id, mengatakan masih ada persyaratan umum lain
bagi Nazhir, antara lain:73
1. Nazhir adalah pemimpin umum dalam wakaf. Oleh karena itu nazhir harus berakhlak mulia, amanah, berpengalaman, meWahbah Al-Alzuhaili,Fiqh Al-Islami Wa Adillatuh, (Damsyik: Dar Al-Fik, 1989), Juz VIII,Hal: 215nguasai ilmu administrasi dan keuangan yang dianggap perlu untuk melaksanakan tugas-tugasnya sesuai dengan jenis wakaf dan tujuannya.
2. Nazhir bisa bekerja selama masa kerjanya dalam batasan undang-undang wakaf sesuai dengan keputusan organisasi sosial dan dewan pengurus. Nazhir mengerjakan tugas harian yang menurutnya baik dan menentukan petugas-petugasnya, serta punya komitmen untuk menjaga keutuhan harta wakaf, meningkatkan pendapatannya, menyalurkan manfaatnya. Nazhir juga menjadi utusan atas nama wakaf terhadap pihak lain ataupun di depan mahkamah (pengadilan).
3. Nazhir harus tunduk kepada pengawasan Kementerian Agama dan Badan Wakaf Indonesia, dan memberikan laporan keuangan dan administrasi setiap seperempat tahun minimal, tentang wakaf dan kegiatannya.
4. Nazhir bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian atau hutang yang timbul dan bertentangan dengan undang-undang wakaf.
Nadzir kelompok atau badan hukum yang diserahi tugas pemeliharaan dan
pengurusan benda wakaf, yang dimaksud dengan kelompok orang dalam perumusan
itu adalah kelompok orang yang merupakan satu kesatuan atau merupakan suatu
pengurus. Jadi, bukan orang seorang, sebagaimana yang dimungkinkan dalam fiqih
tradisional. Hal ini mungkin dimaksudkan agar pengurusan harta wakaf dapat
dilakukan secara lebih baik oleh kumpulan orang yang dapat saling mengawasi dan
menghindari terulangnya pengalaman di masa lampau, harta wakaf yang banyak
hilang bahkan jadi milik perorangan nadzir wakaf yang bersangkutan.Akan tetapi di
dalam hukum fiqih tradisional, nadzir tidak termasuk dalam rukun (unsur-unsur)
wakaf. Orang dapat saja menjadi nadzir apabila wakif menunjuknya. Para ahli hukum
islam (fuqaha) daahulu berpendapat bahwa nadzir tidak harus orang llain atau
kelompok. Wakif itu sendiri bisa untuk menjadi nadzir harta yang diwakafkannya.
Oleh karena itu, ketentuan nadzir seperti yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah
merupakan pengembangan dari hukum fiqih di Indonesia.74
3. Tata Cara Pemberhentian Nadzir Wakaf Menurut Perspektif Fiqih Islam Dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.
Mengenai tentang pemberhentian nadzir wakaf di atur dalam Kompilasi
Hukum Islam Pasal 221 yaitu:
1. Nadzir diberhentikan oleh Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan karena :
a. Meninggal dunia
b. Atas permohonan sendiri
c. Tidak dapat melakukan kewajibannya lagi sebagai nadzir
d. Melakukan suatu kejahatan sehingga dipidana
2. Bila mana terdapat lowongan jabatan madzir karena salah satu alasan
sebagaimana tersebut dalam ayat 1, maka penggantinya diangkat oleh Kepala
Kantor Urusaan Agama Kecamatan atas saran Majelis Ulama Kecamatan dan
Camat setempat
3. Seorang nadzir yang telah berhenti, sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 sub
a, tidak dengan sendirinya diganti oleh seorang ahli warisnya.
Sedangkan terhadap Pemberhentian dan pergantian nadzir di laksanakan oleh
Badan Wakaf Indonesia, seorang nadzir berhenti dari jabatannya. Terhadap
pemberhentian nadzir wakaf diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004
Tentang Wakaf dalam Pasal 45 menyatakan:
3. Dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf, nadzir
diberhentikan dan diganti dengan nadzir lain apabila nadzir yang
bersangkutan:
a. Meninggal dunia bagi nadzir perseorangan
b. Bubar atau dibubarkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku untuk nadzir organisasi atau nadzir badan hukum
c. Atas permintaan sendiri
d. Tidak melaksanakan tugsnya sebagai nadzir dan/atau melanggar
ketentuan larangan dalam pengelolaan dan pengembangan harta benda
wakaf sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
e. Dijatuhi hukuman pidana oleh pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap.
f. Pemberhentian dan pergantian nadzir sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan oleh Badan Wakaf Indonesia.
g. Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang dilakukan oleh
Nadzir lain karena pemberhentian dan pergantian Nadzir, dilakukan
dengan tetap memperhatikan peruntukan harta benda wakaf yang
ditetapkan dan tujuan serta fungsi wakaf.
Maka dalam menjalankan hak dan kewajibannya sebagai nadzir wakaf harus
melaksanakan tugasnya dengan amanah yaitu memelihara dan menyelenggarakan
harta wakaf sesuai dengan tujuan pewakaf sebagaimana yang telah dikehendaki oleh
wakif. Dan seorang nadzir mempunyai tanggung jawab yang besar dalam mengurus
dan mengawasi harta waka agar lebeih berkembang untuk kedepan.
Hal ini sesuai dengan teori amanah Abu A. Baiguni, amanah merupakan suatu
kepercayaan atau dipercayakan. Suatu yang harus ditunaikan sesuai dengan
kewajiban yang dibebankan termasuk dalam akhlakul karimah. Amanah disini dapat
diartikan suatu titpan seperti tanggung jawab yang harus di tanggung oleh seseorang
terhadap barang maupun sesuatu yang telah ditipkan kepadanya.75Lebih lanjut lagi hal ini sejalan dengan firman Allah yang terdapat dalam QS.An.Nisa’ ayat 58 yang
artinya: “sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang
berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara
manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah maha