TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Hutan Mangrove
Hutan mangrove merupakan sumber daya alam yang memiliki beberapa
sifat kekhususan diantaranya karena letak hutan mangrove yang sangat spesifik.
Peranan ekologisnya yang khas, potensi yang bernilai ekonomis tinggi. Hutan
mangrove merupakan sumber daya alam yang dapat dipulihkan
pendayagunaannya sehingga memerlukan penanganan yang tepat terutama untuk
mencegah musnahnya sumber daya alam dan untuk menjamin kelestarian masa
kini dan masa yang akan datang. Hutan mangrove dan hutan pantai merupakan
jalur hijau daerah pantai yang mempunyai fungsi ekologis dan sosial ekonomi.
Secara ekonomis, hutan mangrove dan hutan pantai merupakan sumber hutan
bukan kayu bagi masyarakat setempat, disamping manfaat jasa lingkungan dan
secara fisik berperan melindungi lahan pantai karena mampu memecahkan energi
kinetik gelombang air laut (Alwidakdo dkk., 2014).
Walaupun ekosistem hutan mangrove tergolong sumber daya yang dapat
pulih, namun bila pengalihan fungsi atau konversi dilakukan secara besar-besaran
dan terus menerus tanpa mempertimbangkan kelestariannya, maka kemampuan
ekosistem tersebut untuk memulihkan dirinya tidak hanya terhambat tetapi juga
tidak berlangsung, karena beratnya tekanan akibat perubahan tersebut. Kerusakan
hutan mangrove berdampak besar baik secara ekologi, ekonomi, maupun sosial
(Ghufran, 2012).
Sedangkan Saputro (2009) mengatakan bahwa, mangrove adalah
sekolompok tumbuhan, terutama golongan halopit yang terdiri atas bermacam
hal adaptasi morfologi dan fisiologi terhadap habitat tumbuhannya dan genangan
pasang surut air laut yang mempengaruhinya. Pengertian tersebut menunjukkan
adanya makna : (1) prinsip botani yang menyangkut antara lain lifeform,
taksonomi dan fisiologi tumbuhan; (2) prinsip habitat yang antara lain
menyangkut struktur lingkungan (environmental setting); dan (3) prinsip laut yang
antara lain menyangkut kondisi pasang-surut seperti kelas tingginya atau lamanya
genangan air laut.
Taksonomi dan Morfologi Avicennia alba
Api-api hitam (Avicennia alba) mempunyai taksonomi tumbuhan sebagai
berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Lamiales
Family : Avicenniace
Genus : Avicennia
Spesies : Avicennia alba
A. alba merupakan belukar atau pohon yang tumbuh menyebar dengan
ketinggian mencapai 20 m. Kumpulan pohon membentuk sistem perakaran
horizontol dan akar pasak yang rumit. Akar pasak biasanya tipis, berbentuk jari
(atau seperti asparagus) yang ditutupi oleh lentisel. Kulit kayu luar bewarna
keabu-abuan atau gelap kecoklatan, beberapa ditumbuhi tonjolan kecil, sementara
yang lain kadang-kadang memiliki permukaan yang halus. Pada bagian batang
Daun A. alba memiliki permukaan halus, bagian atas hijau mengkilat,
bawahnya pucat. Unit dan letak daun sederhana dan berlawanan. Bentuk daun
lanset (seperti daun akasia) kadang elips. Ujungnya meruncing dan berukuran 16
x 5 cm. Bunga A. alba seperti trisula dengan gerombolan bunga (kuning) hampir
sepanjang ruas tandan. Letak bunga di ujung / pada tangkai bunga. Formasi bulir
(ada 10-30 bunga per tandan). Daun mahkota berjumlah 4 dan bewarna kuning
cerah, panjangnya 3-4 mm. Kelopak bunga berjumlah 5 dan benang sari 4. Buah
A. alba berbentuk seperti kerucut/cabe/mente yaitu bewarna hijau muda
kekuningan dan berukuran 4 x 2 cm (Noor dkk., 2006).
Fungsi dan Manfaat Mangrove
Fungsi hutan mangrove dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu :
1. Fungsi Biologis/Ekologis
Hutan mangrove memiliki nilai penting sebagai kunci utama penyediaan
makanan bagi organisme yang tinggal di sekitar mangrove, seperti udang,
kepiting, ikan, burung, dan mamalia. Mangrove merupakan daerah mencari
makanan (feeding ground) bagi organisme-organisme yang ada di dalamnya.
Karena kerapatan mangrove yang memungkinkan untuk melindungi kehidupan
organisme di dalamnya, maka hutan mangrove juga dijadikan sebagai tempat
berkumpul dan tempat persembunyian (nursery ground atau daerah asuhan),
terutama bagi anak udang, anak ikan, dan biota laut lainnya. Selain itu, dengan
bentuknya yang unik, hutan mangrove juga menyediakan tempat yang sangat baik
dan ideal bagi proses pemijahan (spawning ground) biota laut yang ada di
2. Fungsi Sosial dan Ekonomi
Upaya pengelolaaan sumber daya hutan mangrove secara lestari
hendaknya sudah memperhatikan inisiatif lokal masyarakat sekitar hutan. Hal ini
dimaksudkan sebagai upaya proteksi terhadap kemungkinan perusakan ekosistem
hutan. Dampak negatif yang mungkin akan timbul dapat ditekan apabila
masyarakat di sekitar hutan mangrove dilibatkan dan diberi akses untuk
mengelola hutan dengan tetap memperhatikan kelestariannya. Hasil hutan
mangrove baik hasil kayu dan non kayu dapat dimanfaatkan oleh masyarakat
sebagai bahan konstruksi, kayu bakar, bahan baku kertas, bahan makanan,
kerajinan, obat-obatan, pariwisata. Hal ini tentu saja akan memberikan manfaat
ekonomi bagi masyarakat. Pemenuhan kebutuhan masyarakat akan hasi hutan dan
jasa mangrove memberikan kontribusi dalam upaya peningkatan kondisi ekonomi
dan sosial masyarakat di sekitar hutan. Pembangunan lokasi ekowisata mangrove
dan hutan pendidikan dapat pula menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi
masyarakat sekitar hutan mangrove.
3. Fungsi Fisik
Hutan mangrove memiliki peran penting dalam melindungi pantai dari
gelombang besar, angin kencang dan badai. Mangrove juga dapat melindungi
pantai dan abrasi, menahan lumpur, mencegah intrusi air laut dan memerangkap
sedimen. Fungsi fisik keberadaan hutan mangrove adalah Menjaga garis pantai
dan tebing sungai dari erosi/abrasi agar tetap stabil, mempercepat perluasan lahan,
mengendalikan intrusi air laut, melindungi daerah di belakang hutan mangrove
Manfaat hutan mangrove telah diketahui memiliki manfaat ganda dan
merupakan mata rantai yang penting dalam memelihara siklus biologi di suatu
perairan. Manfaatnya dapat dibedakan atas manfat langsung dan manfaat tidak
langsung. Manfaat langsung dikategorikan sebagai manfaat yang secara langsung
dapat dirasakan kegunaannya, dan nilainya dapat dikuantifikasikan dalam
pemenuhan kebutuhan manusia akan suatu produksi atau jasa pelayanan.
Sedangkan manfaat tidak langsung sering kali sulit dirasakan dan dikuantitatifkan,
walaupun manfaat itu sesungguhnya mempunyai nilai strategis yang sangat
menentukan dalam menunjang kehudupan manusia, seperti dalam kaitannya
sebagai sumber plasmanutfah, ilmu pengetahuan, pendidikan, hidrologis, iklim,
dan lain sebagainya (Kusmana dkk, 2003)
Zonasi Hutan Mangrove
Arief (2003) mengatakan bahwa hutan mangrove yang masih alami pada
umumnya membentuk zonasi yaitu mulai dari arah laut ke daratan berturut-turut
sebagai berikut :
1. Zona Avicennia, terletak pada lapisan paling luar dari hutan mangrove. Pada
zona ini, tanah berlumpur lembek dan berkadar garam tinggi. Jenis Avicennia
banyak ditemui berasosiasi dengan Sonneratia spp. Karena tumbuh di bibir
laut, jenis-jenis ini memiliki perakaran yang sangat kuat yang dapat bertahan
dari hempasan ombak laut. Zona ini juga merupakan zona perintis atau pioner
karena terjadinya penimbunan sedimen tanah akibat cengkeraman perakaran
2. Zona Rhizophora, terletak di belakang zona Avicennia dan Sonneratia. Pada
zona ini, tanah berlumpur lembek dengan kadar garam lebih rendah. Perakaran
tanaman tetap terendam selama air laut pasang.
3. Zona Bruguiera, terletak di belakang zona Rhizophora. Pada zona ini, tanah
berlumpur agak keras. Perakaran tanaman lebih peka serta hanya terendam
pasang naik dua kali sebulan.
4. Zona Nypa, yaitu zona pembatas antara daratan dan lautan, namun zona ini
sebenarnya tidak harus ada, kecuali jika terdapat air tawar yang mengalir
(sungai) ke laut.
Dekomposisi
Dekomposisi serasah adalah perubahan secara fisik maupun kimia yang
sederhana oleh mikroorganisme tanah (bakteri, fungi dan hewan tanah lainnya)
atau sering disebut juga mineralisasi yaitu proses penghancuran bahan organik
yang berasal dari hewan dan tanaman menjadi senyawa-senyawa anorganik
sederhana (Sutedjo dkk., 1991).
Sebagai suatu proses yang dinamis, dekomposisi memiliki dimensi
kecepatan yang mungkin berbeda dari waktu ke waktu tergantung faktor-faktor
yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut umumnya adalah faktor
lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan dekomposer disamping faktor
bahan yang akan didekomposisi. Proses dekomposisi bahan organik secara alami
akan berhenti bila faktor-faktor pembatasnya tidak tersedia atau telah dihabiskan
dalam proses dekomposisi itu sendiri. Oksigen dan bahan organik, menjadi faktor
kendali dalam proses dekomposisi. Kedua faktor ini terutama oksigen merupakan
berlimpah mungkin tidak berarti banyak dalam mendukung dekomposisi bila
faktor lain seperti oksigen tersedia dalam kondisi terbatas (Sunarto, 2003).
Produksi serasah merupakan bagian yang penting dalam transfer bahan
organik dari vegetasi ke dalam tanah. Unsur hara yang dihasilkan dari proses
dekomposisi serasah di dalam tanah sangat penting dalam pertumbuhan mangrove
dan sebagai sumber detritus bagi ekosistem laut dan estuari dalam menyokong
kehidupan berbagai organisme akuatik. Apabila serasah di hutan mangrove ini
dapat diperkirakan dengan benar dan dipadukan dengan perhitungan biomassa
lainnya, akan diperoleh informasi penting dalam produksi, dekomposisi, dan
siklus nutrisi di ekosistem hutan mangrove. Analisis dari komposisi hara dalam
produksi serasah dapat menunjukkan hara yang membatasi dan efisiensi dari
nutrisi yang digunakan, sehingga siklus nutrisi dalam ekosistem hutan mangrove
akan terpelihara (Rahajoe dkk., 2004).
Faktor-Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Mangrove
Menurut Biologi Resources on Shantybio (2004), faktor-faktor yang
mempengaruhi lingkungan mangrove adalah sebagai berikut :
Oksigen terlarut
Oksigen terlarut berperan penting dalam dekomposisi serasah karena
bakteri dan fungi yang bertindak sebagai dekomposer membutuhkan oksigen
untuk kehidupannya. Oksigen terlarut juga penting dalam proses respirasi dan
fotosintesis. Oksigen terlarut berada dalam kondisi tertinggi pada siang hari dan
Substrat
Karakteristik substrat merupakan faktor pembatas terhadap pertumbuhan
mangrove. Rhizophora mucronata dapat tumbuh baik pada substrat yang
dalam/tebal dan berlumpur A. marina dan Bruguiera pada tanah lumpur berpasir.
Tekstur dan konsentrasi ion mempunyai susunan jenis dan kerapatan tegakan,
misalnya jika komposisi substrat lebih banyak liat (clay) dan debu (silt) maka
tegakan menjadi lebih rapat. Konsentrasi kation Na > Mg > Ca atau K akan
membentuk konfigurasi hutan Avicennia – Sonneratia – Rhizophora – Bruguiera.
Mg > Ca > Na atau K yang ada adalah nipah. Ca > Mg , Na atau K yang ada
adalah Melauleuca.
Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang berperan penting
dalam proses fisiologis, seperti fotosintesis dan respirasi. Suhu rata-rata di daerah
tropis cukup baik bagi pertumbuhan mangrove. Kusmana (2000) kisaran
temperatur optimum pada pertumbuhan beberapa jenis tumbuhan mangrove, yaitu
jenis Avicennia tumbuh baik pada suh 18 – 20 oC.
Salinitas
Tinggi dan waktu penggenangan air laut disuatu lokasi pada saat pasang
juga menentukan salinitas. Salinitas juga merupakan salah satu faktor dalam
menentukan penyebaran tumbuhan mangrove. Di samping salinitas juga menjadi
faktor pembatas untuk spesies tertentu. Walaupun beberapa spesies tumbuhan
mangrove memiliki mekanisme adaptasi yang tinggi terhadap salinitas, namun
mencapai kondisi ekstrem sehingga mengancam kelangsungan hidupnya
(Dahuri, 2003).
Unsur Hara
Unsur hara yang terdapat di ekosistem mangrove terdiri atas hara
anorganik dan organik. Anorganik : P, K, Ca, Mg, Na. Organik : fitoplankton,
bakteri, alga. Sedangkan kandungan unsur hara yang terdapat di dalam daun-daun
berbagai jenis mangrove terdiri atas karbon, nitrogen, fosfor, kalium, kalsium dan
magnesium. Kandungan unsur hara di dalam daun-daun berbagai jenis mangrove
dapat dilihat dalam Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan Unsur Hara di Dalam Daun-daun Berbagai Jenis Mangrove
. ati a
0 8
Sumber : Laboratorium Fahutan, IPM (1997) diacu oleh Arifin (2003)
Karbon (C)
Karbon dan oksigen yang terdapat di atmosfer berasal pelepasan CO2 dan
H2O. Oksigen secara beransur terbentuk karena rata-rata produksi biomassa yang
menghasilkan oksigen melampaui sedikit respirasi yang mengkonsumsi oksigen,
maka CO2 berpran dalam pembentukan iklim. Karbondioksida berperan
besardalam proses pelapukan secara kimia batuan dan mineral
(Notohadiprawiro, 1998).
Nitrogen (N)
Nitrat (NO3) adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan
merupakan unsur hara utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga. Nitrat nitrogen
sangat mudah terlarut dalam air dan bersifat stabil. Senyawa ini dihasilkan dari
proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan. Nitrifikasi yang
merupakan proses oksidasi amonia menjadi nitrat dengan bantuan
mikroorganisme adalah proses yang penting dalam siklus nitrogen. Bahan organik
yang terdekomposisi adalah sumber amonia yang merupakan awal pembentukan
nitrat melalui pemecahan Nitrogen organik dan anorganik yang terdapat dalam
tanah dan air dengan bantuan mikroba dan jamur (Efendi, 2003). Fungsi nitrogen
dalam tanah bagi tumbuhan adalah berperan dalam pembentukan protein, selain
itu juga dapat memperbaiki pertumbuhan vegetatif. Tumbuhan dengan kandungan
Fosfor (P)
Effendi (2003), bahwa unsur fosfor tidak ditemukan dalam bentuk bebas
sebagai elemen, melainkan dalam bentuk senyawa organik yang terlarut. Fosfor
membentuk kompleks dengan ion besi dan kalsium pada kondisi aerob, bersifat
larut dan mengendap pada sedimen sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh alga
akuatik. Fosfor yang terdapat dalam air larut umumnya berasal dari dekomposisi
organisme yang sudah mati.
Fosfor merupakan salah satu senyawa unsur hara yang penting karena
akan diabsorbsi oleh fitoplankton dan masuk kedalam rantai makanan
(Hutagalung dan Rozak, 1997 diacu oleh Bahri, 2007). Fosfor dalam bentuk fosfat
merupakan mikronutrien yang diperlukan dalam jumlah kecil namun sangat
esensial bagi organisme akuatik. Kekurangan fosfat juga dapat menghambat
pertumbuhan fitoplankton (Zulfitria, 2003 diacu oleh Bahri, 2007).
Sumber-sumber alami fosfor diperairan adalah pelapukan batuan mineral dan dikomposisi
bahan organik. Sumbangan dari daerah pertanian yang menggunakan pupuk juga