• Tidak ada hasil yang ditemukan

ABSTRAKSI PENGARUH BUDAYA ORGANISASIONAL. pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ABSTRAKSI PENGARUH BUDAYA ORGANISASIONAL. pdf"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

i

KERJA DAN KARAKTERISTIK INDIVIDU TERHADAP

KINERJA PERAWAT DENGAN MOTIVASI DAN KEPUASAN

KERJA SEBAGAI VARIABEL INTERVENING

( Survey pada Perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Umbu

Rara Meha Waingapu)

RAMBU NGGADI MAY

NPM 241120018

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui besarnya pengaruh budaya organisasional, lingkungan kerja dan karakteristik individu terhadap motivasi kerja, besarnya pengaruh motivasi kerja terhadap kepuasan kerja, serta besarnya pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Umbu Rara Meha Waingapu.

Sampel penelitian ini ditujukan pada 107 orang perawat RSUD Umbu Rara Meha Waingapu.

Metode analisis yang digunakan adalah Structural Equation Model (SEM) dengan serangkaian pengujian menggunakan program Amos.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel budaya organisasional, lingkungan kerja dan karakteristik individu berpengaruh signifikan terhadap motivasi kerja perawat. Motivasi kerja berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja perawat. Kepuasan kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja perawat.

(2)

1

memiliki beberapa tanggung jawab yaitu tanggung jawab terhadap dirinya sendiri, tanggung jawab terhadap konsumennya dan tanggung jawab terhadap lingkungan sekitar tempat perusahaan beroperasi. Untuk dapat memenuhi tanggung jawabnya suatu perusahaan harus dapat beroperasi dengan baik, dan memastikan seluruh komponen yang terlibat dalam kegiatan operasional perusahaan harus berjalan sesuai fungsinya. Komponen yang paling besar pengaruhnya adalah sumber daya manusianya. Perusahaan harus mampu mengelola dan mengoptimalkan kerja sumber dayanya agar dapat mencapai produktifitas yang optimal pula.

Bagi perusahaan jasa, pelayanan yang baik adalah kunci utama keberhasilannya. Rumah sakit merupakan suatu perusahaan jasa pelayanan dalam bidang kesehatan. Rumah sakit terdiri atas rumah sakit milik pemerintah dan rumah sakit milik swasta. Jika dilihat dari pelayanan maupun kelengkapan peralatan medis serta fasilitas penunjang lainnya, rumah sakit pemerintah berbanding terbalik dengan rumah sakit swasta yang tampak jelas sangat bersaing dan kompetitif. Hal ini setimpal dengan harga berobat di rumah sakit swasta yang cenderung mahal karena orientasinya terletak pada profit yang harus optimal. Hal ini menjadi berat bagi masyarakat di negara kita yang sebagian besar memiliki perekonomian menengah ke bawah sehingga sebagian besar lebih memilih berobat ke rumah sakit pemerintah.

(3)

Dalam bekerja setiap orang dipengaruhi oleh berbagai faktor dari dalam diri sendiri seperti kemampuan, motivasi diri dan komitmen dalam menyelesaikan pekerjaan. Serta dipengaruhi juga oleh faktor-faktor dari luar seperti lingkungan fisik tempatnya bekerja, hubungan dengan atasan, hubungan antara sesama rekan kerja maupun dengan bawahan. Hal-hal seperti ini dapat menjadi suatu kebiasaan yang terjadi berulang-ulang dalam waktu yang lama kemudian menjadi suatu budaya yang melekat sehingga akan sangat sulit untuk dihilangkan. Oleh karena itu sangat penting untuk meminimalkan atau secara perlahan menghilangkan budaya yang kurang mendukung kinerja organisasi.

Perawat di RSUD Umbu Rara Meha Waingapu didominasi oleh tenaga kerja perempuan, serta merupakan tenaga medis yang memiliki jumlah terbanyak dibanding tenaga medis lainnya. Perawat memiliki kontak terlama dengan pasien. biasanya berhubungan dengan pasien pada saat pemeriksaan sampai pada saat pasien dirawat inap dan jika pasien sudah dirawat dirumah sakit perawat akan berhubungan dengan pasien 24 jam.

Beban kerja yang semakin berat manakala waktu istirahat mereka harus dibalik ketika mendapat giliran kerja pada malam hari dan beristirahat pada siang harinya. Khususnya bagi mereka para perawat yang juga sekaligus seorang ibu rumah tangga yang harus membagi waktunya sedemikian rupa agar tugas kerjanya di kantor tetap terlaksana dan kewajibannya sebagai ibu rumah tangga pun tidak terbengkalai. Mereka membutuhkan dukungan yang kuat dari pihak rumah sakit yakni manajemennya agar mampu melaksanakan pekerjaannya dengan baik.

(4)

Meskipun lingkungan kerja tidak secara langsung memberikan output yang nyata bagi organisasi namun mampu mempengaruhi karyawannya secara langsung. Dalam bekerja karyawan harus didukung lingkungan kerja yang aman, nyaman, sarana prasarana yang memadai serta terjalin hubungan yang baik antar bawahan dengan atasan maupun antar sesama rekan kerja sehingga pekerjaan yang dilaksanakan dapat terselesaikan dengan baik. Tugas tenaga kerja medis pastinya membawa tekanan yang lebih besar dibandingkan dengan tenaga kerja lain seperti pegawai bank, guru, dan lain-lain. Tekanan ini seharusnya dapat diminimalkan dengan adanya pemutaran musik dengan nada yang lembut yang memiliki efek merelaksasi, namun hal ini belum menjadi perhatian bagi pihak manajemen RSUD Umbu Rara Meha.

Langkah lain yang dapat ditempuh manajemen RSUD Umbu Rara Meha dalam rangka menciptakan kualitas tenaga kerja yang lebih baik yaitu pimpinan harus tahu betul karakter setiap bawahannya sehingga dapat mengambil keputusan yang tepat ketika menghadapi masing-masing karyawan saat terjadi permasalahan. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan perasaan positif dalam diri karyawan yang akan mewujudkan kinerja yang lebih baik.

B. Tinjauan Pustaka

1. Budaya Organisasional

(5)

di miliki secara bersama dan mengikat dalam komunitas tertentu (Gibson, 2006). Dikemukakan juga oleh (Koesmono, 2005) bahwa budaya, motivasi dan kepuasan kerja berpengaruh terhadap kinerja baik secara langsung maupun tidak langsung. Individu dalam suatu organisasi dapat menjadi faktor yang mempengaruhi terbentuknya citra baik atau buruk bagi organisasi. Budaya baik yang kuat dan melekat dalam tubuh organisasi terbentuk dari visi maupun gaya dari pendirinya, ini sangat dibutuhkan dan harus dijaga untuk mengatur dan memberi pedoman bagi anggotanya khususnya bagi pendatang baru atau yang baru direkrut sehingga siklus hidup organisasi dapat dipertahan dan ditingkatkan. Budaya organisasional diartikan sebagai suatu sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi itu sendiri dengan organisasi lain (Robbins, 1998).

Pengertian lain budaya organisasional menurut para ahli yaitu budaya organisasioal itu didasarkan pada suatu konsep bangunan pada tiga tingkatan, yaitu tingkatan asumsi dasar (Basic Assumption), tingkatan nilai (value), tingkatan artifact (sesuatu yang ditinggalkan). Tingkatan asumsi dasar itu merupakan hubungan manusia dengan apa yang ada dilingkungannya, alam, tumbuh-tumbuhan, binatang, manusia dan hubungan itu sendiri. Tingkatan asumsi dasar dapat diartikan suatu filosofi, yaitu sesuatu yang tidak dapat dilihat oleh mata tetapi ditanggung bahwa itu ada. Tingkatan value dalam hubungannya dengan perbuatan atau tingkah laku dapat diukur (dites) melalui perubahan-perubahan atau konsensus sosial. Sedangkan artifact adalah sesuatu yang dapat dilihat tetapi sulit untuk ditirukan, dapat dalam bentuk teknologi, seni, atau sesuatu yang dapat didengar (Schein, 1991).

(6)

yaitu dengan memperkuat pemahaman anggota organisasi, kemampuan untuk merealisir, terhadap misi dan strategi, tujuan, cara, ukuran, dan evaluasi. Budaya juga berfungsi untuk mengatasi permasalahan internal dengan meningkatkan pemahaman dan kemampuan anggota organisasi untuk berbahasa, berkomunikasi, kesepakatan atau konsensus internal kekuasaan dan aturannya, hubungan anggota organisasi atau karyawan, serta imbalan dan sanksi (Schein, 1991).

Adapun proses terbentuknya budaya organisasional dan pengaruhnya terhadap kepuasan kerja dan kinerja yang ditunjukkan pada gambar dibawah ini :

Dipersepsi s sebagai

Gambar 1. Proses Terbentuknya Budaya Organisasional Sumber: Robbins, 1998

Meskipun bukan merupakan aturan tertulis yang apabila dilanggar akan langsung dikenakan sanksi sesuai dengan yang telah diatur bersama namun budaya memiliki andil dalam menentukan sikap dan perilaku bagi pemiliknya, sehingga tampak bahwa budaya organisasional sangatlah penting dan harus dipertahankan.

(7)

Budaya organisasional diukur dengan tujuh karakteristik utama yang secara keseluruhan merupakan hakikat budaya sebuah organisasional (Robbins, 1998):

1. Inovasi dan keberanian mengambil risiko. Sejauh mana karyawan didorong untuk bersikap lebih inovatif dan berani mengambil risiko.Perhatian pada hal-hal rinci. Sejauh mana karyawan diharapakan menjalankan presisi, analisis, dan perhatian pada ha-hal detail.

2. Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen berfokus lebih pada hasil ketimbang pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut.

3. Orientasi orang. Sejauh mana keputusan-keputusan manajemen mempertimbangkan efek dari hasil tersebut atas orang yang ada dalam organisasi.

4. Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja diorganisasikan pada tim ketimbang pada individu-individu.

5. Keagresifan. Sejauh mana orang bersikap agresif dan kompetitif ketimbang santai.

6. Stabilitas. Sejauh mana kegiatan-kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo dalam perbandingannya dengan pertumbuhan.

Budaya organisasional juga dapat mempersatukan keragaman individu dalam suatu organisasi. Berikut sejumlah fungsi budaya organisasional (Robbins, 1998):

1. Berperan sebagai penentu batas-batas artinya budaya menciptakan perbedaan atau distingsi antara satu organisasi dengan organisasi lainnya.

2. Memberikan identitas bagi anggota organisasi.

(8)

4. Budaya meningkatkan stabilitas sistem sosial, budaya adalah perekat sosial yang membantu menyatukan organisasi dengan cara menyediakan standar mengenai apa yang sebaiknya dikatakan dan dilakukan karyawan. Terakhir budaya bertindak sebagai mekanisme sense-making serta kendali yang menuntun dan membentuk sikap dan

perilaku karyawan. 2. Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja mencakup seluruh dimensi yang terkait dalam suatu organisasi, yang berarti lingkungan kerja bisa manusianya sebagai pelaku, bisa alatnya juga bisa tempatnya, udara sekitar, ataupun organisasi itu sendiri. Lingkungan kerja adalah sarana dan prasaranan yang ada di tempat karyawan bekerja dan dapat mempengaruhi karyawan di dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan (Triguno 1999).

Adanya sarana dan prasarana kerja yang memadai sesuai dengan sifat tugas yang harus diselesaikan merupakan kondisi kerja yang kondusif (Siagian, 2004). Lingkungan kerja masih erat kaitannya dengan budaya organisasional karena budaya yang baik akan menciptakan lingkungan kerja yang kondusif.

Bagi anggota organisasi atau karyawan suatu lingkungan kerja yang baik akan sangat membantu mereka dalam melaksanakan tugas kerjanya. Hal ini penting bagi organisasi untuk menciptakan dan atau mempertahankan lingkungan kerja yang baik yang nantinya diharapkan mampu memotivasi karyawannya dalam bekerja demi terwujudnya pencapaian tujuan yang maksimal bagi organisasi.

Organisasi berkewajiban untuk memenuhi hak-hak karyawannya. Beberapa hak karyawan tertuang dalam lingkungan kerja yang baik seperti tempat kerja yang bersih, dan nyaman, perlakuan yang baik antar rekan sekerja maupun oleh atasan, dan lain-lain.

(9)

1. Lingkungan Kerja Fisik

Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat di sekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi karyawan baik secara langsung maupun scara tidak langsung. Lingkungan kerja fisik kemudian dibagi dalam dua kategori, yakni: (a) Lingkungan yang langsung berhubungan dengan karyawan (Seperti: pusat kerja, kursi, meja dan sebagainya). (b) Lingkungan kerja perantara atau lingkungan umum dapat juga disebut lingkungan kerja yang mempengaruhi kondisi manusia, misalnya: temperatur, kelembaban, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau tidak sedap, warna, dan lain-lain.

2. Lingkungan kerja non fisik

Lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik dengan atasan maupun dengan sesama rekan kerja ataupun hubungan dengan bawahan. Lingkungan kerja non fisik ini tidak bisa dikesampingkan dan sama pentingnya dengan lingkungan kerja fisik. Perusahaan hendaknya dapat mencerminkan kondisi yang mendukung kerja sama antara tingkat atasan, bawahan, maupun yang memiliki status jabatan yang sama diperusahaan. Kondisi yang hendaknya diciptakan adalah suasana kekeluargaan, komunikasi yang baik dan pengendalian diri (Nitisemito, 2001).

Berikut ini uraian beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terbentuknya suatu kondisi lingkungan kerja dikaitkan dengan kemampuan karyawan, diantaranya adalah (Sedarmayanti, 2001): 1. Penerangan/Cahaya di Tempat Kerja

(10)

sehingga pekerjaan akan lambat, banyak mengalami kesalahan, dan pada akhirnya menyebabkan kurang efisien dalam melaksanakan pekerjaan, sehingga tujuan organisasi sulit dicapai.

2. Temperatur di Tempat Kerja

Dalam keadaan normal, tiap anggota tubuh manusia mempunyai temperatur berbeda. Tubuh manusia selalu berusaha untuk mempertahankan keadaan normal, dengan suatu sistem tubuh yang sempurna sehingga dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di luar tubuh. Tetapi kemampuan untuk menyesuaikan diri tersebut ada batasnya, yaitu bahwa tubuh manusia masih dapat menyesuaikan dirinya dengan temperatur luar jika perubahan temperatur luar tubuh tidak lebih dari 20% untuk kondisi panas dan 35% untuk kondisi dingin, dari keadaan normal tubuh. Menurut hasil penelitian, untuk berbagai tingkat temperatur akan memberi pengaruh yang berbeda. Keadaan tersebut tidak mutlak berlaku bagi setiap karyawan karena kemampuan beradaptasi tiap karyawan berbeda, tergantung di daerah bagaimana karyawan dapat hidup.

3. Kelembaban di Tempat Kerja

(11)

oksigen, dan tubuh manusia selalu berusaha untuk mencapai keseimbangan antar panas tubuh dengan suhu disekitarnya.

4. Sirkulasi Udara di Tempat Kerja

Oksigen merupakan gas yang dibutuhkan oleh mahluk hidup untuk menjaga kelangsungan hidup, yaitu untuk proses metaboliasme. Udara di sekitar dikatakan kotor apabila kadar oksigen, dalam udara tersebut telah berkurang dan telah bercampur dengan gas atau bau-bauan yang berbahaya bagi kesehatan tubuh. Sumber utama adanya udara segar adalah adanya tanaman di sekitar tempat kerja. Tanaman merupakan penghasil oksigen yang dibutuhkan olah manusia. Dengan cukupnya oksigen di sekitar tempat kerja, ditambah dengan pengaruh secara psikologis akibat adanya tanaman di sekitar tempat kerja, keduanya akan memberikan kesejukan dan kesegaran pada jasmani. Rasa sejuk dan segar selama bekerja akan membantu mempercepat pemulihan tubuh akibat lelah setelah bekerja.

5. Kebisingan di Tempat Kerja

(12)

yaitu semakin lama telinga mendengar kebisingan, akan semakin buruk akibatnya, diantaranya pendengaran dapat makin berkurang. 6. Getaran Mekanis di Tempat Kerja

Getaran mekanis artinya getaran yang ditimbulkan oleh alat mekanis, yang sebagian dari getaran ini sampai ke tubuh karyawan dan dapat menimbulkan akibat yang tidak diinginkan. Getaran mekanis pada umumnya sangat menggangu tubuh karena ketidak teraturannya, baik tidak teratur dalam intensitas maupun frekwensinya. Gangguan terbesar terhadap suatu alat dalam tubuh terdapat apabila frekwensi alam ini beresonansi dengan frekwensi dari getaran mekanis. Secara umum getaran mekanis dapat mengganggu tubuh dalam hal : (a) Kosentrasi bekerja, (b) Datangnya kelelahan, (c) Timbulnya beberapa penyakit, diantaranya karena gangguan terhadap : mata,syaraf, peredaran darah, otot, tulang, dan lain,lain.

7. Bau-bauan di Tempat Kerja

Adanya bau-bauan di sekitar tempat kerja dapat dianggap sebagai pencemaran, karena dapat menganggu konsentrasi bekerja, dan bau-bauan yang terjadi terus menerus dapat mempengaruhi

kepekaan penciuman. Pemakaian “air condition” yang tepat

merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk menghilangkan bau-bauan yang menganggu di sekitar tempat kerja.

8. Tata Warna di Tempat Kerja

(13)

9. Dekorasi di Tempat Kerja

Dekorasi ada hubungannya dengan tata warna yang baik, karena itu dekorasi tidak hanya berkaitan dengan hasil ruang kerja saja tetapi berkaitan juga dengan cara mengatur tata letak, tata warna, perlengkapan, dan lainnya untuk bekerja.

10. Musik di Tempat Kerja

Menurut para pakar, musik yang nadanya lembut sesuai dengan suasana, waktu dan tempat dapat membangkitkan dan merangsang karyawan untuk bekerja. Oleh karena itu lagu-lagu perlu dipilih dengan selektif untuk dikumandangkan di tempat kerja. Tidak sesuainya musik yang diperdengarkan di tempat kerja akan mengganggu konsentrasi kerja.

11.Keamanan di Tempat Kerja

Guna menjaga tempat dan kondisi lingkungan kerja tetap dalam keadaan aman maka perlu diperhatikan adanya keberadaannya. Salah satu upaya untuk menjaga keamanan di tempat kerja, dapat memanfaatkan tenaga Satuan Petugas Keamanan (SATPAM).

3. Karakteristik Individu

(14)

karyawan sedang kerjakan, kreativitas yang tinggi dalam bekerja (Gibson, 2000).

Sebagai Sumber Daya yang terpenting, manusia menjadi perhatian khusus bagi para manajer dalam memberikan treatment. Untuk memberikan perlakuan manajer perlu mengenal dengan baik karakter setiap masing-masing individu karyawannya yaitu dengan mengenali latar belakangnya, mempelajari ciri-ciri emosi setiap karyawan, dan lain lain. Berkaitan dengan karakteristik individu, bahwa individu membawa kedalam tatanan organisasi, kemampuan, kepercayaan pribadi, pengharapan kebutuhan dan pengalaman masa lalunya. Karakteristik individu yang berbeda-beda ini dibawa kedalam dunia kerja sehingga motivasi tiap individu juga bervariasi.

Ada empat karakteristik individu yang mempengaruhi bagaimana orang-orang membuat pilihan karir (Mathis, 2002).

1. Minat, orang cenderung mengejar karir yang mereka yakini cocok dengan minat mereka.

2. Jati diri, karir merupakan perpanjangan dari jati diri seseorang juga hal yang membentuk jati diri.

3. Kepribadian, faktor ini mencakup orientasi pribadi karyawan ( sebagai contoh karyawan bersifat realistis, menyenangkan dn artistic) dan kebutuhan individual, latihan, kekuasaan dan kebutuhan prestasi. 4. Latar berlakang sosial, status ekonomi dan tujuan pendidikan

pekerjaan orang tua karyawan merupakan faktor yang berfungsi dalam kategori.

(15)

sendiri, karakteristik kemampuan meliputi kemampuan intelektual da fisik, karakteristik pribadi meliputi kepribadian (Robbins, 2008).

Sumber yang menyebabkan perbedaan individu di dalam bekerja meliputi faktor fisik dan psikis. Faktor fisik terdiri atas bentuk tubuh, tarap kesehatan fisik dan kemampuan panca indera. Perbedaaan lain adalah faktor psikis meliputi inteligensia, bakat, kepribadian dan edukasi

atau tingkat pendidikan (As”ad, 1999). Sementara Sujak (1990)

mengemukakan karakteristik individu meliputi (1) kebutuhan, (2) sikap, (3) nilai, (4) minat. Variabel individu diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu (1) kemampuan dan ketrampilan fisik dan mental, (2) demografis seperti jenis kelamin, usia dan ras, (3) latar belakang seperti keluarga, kelas sosial dan pengalaman. Sedangkan Hellierigel dan Slocum (1996) mengklasifikasin karakteristik individu, yaitu (1) kemampuan, (2) nilai, (3) sikap, dan (4) minat.

Dari pendapat diatas maka penelitian ini akan diukur dengan berdasarkan kemampuan, nilai, sikap, dan minat, dengan penjelasan sebagai berikut:

a. Kemampuan (ability)

Kemampuan (ability) adalah kapasitas seseorang individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan (Robbins, 1998). Setiap orang mempunyai kekuatan dan kelemahan dalam kemampuan dan hal itu yang membuatnya unggul atau asor dibandingkan dengan orang lain dalam melakukan tugas-tugas atau kegiatan tertentu. Perbedaan dalam kemampuan ini akan berpengaruh terhadap kepuasan kerja serta kinerja individu. Selanjutnya dijelaskan bahwa kemampuan merupakan sifat (bawahan atau dipelajari) yang memunginkan seseorang melakukan pekerjaan baik mental atau fisik.

b. Nilai (value)

(16)

hal-hal yang benar, baik, atau diinginkan. Nilai memiliki sifat isi dan intensitas. Sifat isi menyampaikan bahwa cara pelaksanaan atau keadaan akhir dari kehidupan adalah penting. Sifat intensitas menjelaskan betapa pentingnya hal tersebut. Ketika menggolongkan nilai seorang individu menurut intensitasnya, kita mendapatkan sistem nilai (value system) dari orang tersebut (Robbins, 1998).

Setiap dari kita memiliki hierarki nilai yang membentuk sistem nilai kita. Sistem nilai ini diidentifikasikan oleh kepentingan relatif yang kita tentukan untuk nilai seperti kebebasan, kesenangan, harga diri, kejujuran, kepatuhan dan persamaan. Sebagian besar nilai seseorang ditentukan secara genetis, sedang sisanya disebabkan faktor-faktor budaya, orang tua, guru, teman dan lingkungan (Robbins, 1998).

Memahami sisten nilai yang dianut seseorang merupakan hal yang sangat penting bagi seorang manager, karena pemahaman ini sesungguhnya meletakkan dasar yang kuat untuk dapat mengerti sikap, motivasi dan persepsi bawahannya (siagian, 2000). Selanjutnya siagian menyatakan bahwa sumber utama sistem nilai adalah (1) diri seseorang, (2) orang tua, (3) guru dan (4) teman.

c. Sikap (attitude)

Sikap (attitude) adalah pernyataan evaluatif, baik yang menyenagkan maupun tidak menyenangkan terhadap objek, individu atau peristiwa. Hal ini mencerminkan bagaimana perasaan seseorang tentang sesuatu. Untuk benar-benar memahami sikap kita harus mempertimbangkan karakteristik fundamental mereka (Robbins, 1998).

Selanjutnya sikap terdiri dari tiga komponen yaitu (Robbins, 1998): 1. Komponen kognitif, yaitu segmen opini atau keyakinan dari sikap 2. Komponen afektif, yaitu segmen emosional atau perasaan dari

(17)

3. Komponen perilaku, yaitu niat untuk berperilaku dalam cara tertentu terhadap seseorang atau sesuatu.

d. Minat (interest)

Minat (interest) adalah kecenderungan seseorang terkonsentrasi dalam satuan pengalaman/aktivitas tertentu dan kecenderungan untuk bersedia mengembangan diri atau melanjutkan. Pola-pola minat seseorang merupakan salah satu faktor yang menentukan kesesuaian orang dengan pekerjaannya. Minat orang dengan pekerjaanya berbeda-beda. Ada orang yang mempunyai kecenderungan terhadap aktivitas yang bersifat rutin, konkrit dan terorganisir. Ada pula orang mempunyai kecenderungan terhadap aktivitas yang melibatkan orang lain dan ada pula orang yang selalu berpindah aktivitas karena lebih menyukai tantangan dan menjanjikan penghargaan yang lebih tinggi.

Minat mempunyai kaitan erat dengan sikap dan perilaku. Minat merupakan variabel antara yang menyebabkan terjadinya perilaku dari sesuatu sikap/variabel lainnya (Handoko, 2000). Selanjutnya dinyatakan Handoko (2000) beberapa hal yang perlu diperhatikan pada variabel minat adalah:

1. Minat dianggap sebagai penangkap/perantara faktor-faktor motivasional yang mempunyai dampak pada suatu perilaku. 2. Minat menunjukkan seberapa keras seseorang berani mencoba. 3. Minat juga menunjukkan seberapa banyak upaya direncanakan

seseorang untuk dilakukan

4. Minat adalah paling dekat berhubungan dengan perilaku selanjutnya.

(18)

4. Motivasi Kerja

Motivasi adalah kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi beberapa kebutuhan individual (Robbins, 2001). Setiap organisasi tentunya menginginkan semua karyawannya selalu memberikan kinerja yang baik dan pencapaian organisasi sebisa mungkin dapat maksimal. Akan tetapi manusia tetaplah manusia yang memiliki keterbatasan yang membuat semangat kerjanya tidak selalu pada titik optimal. Hal ini bisa dipengaruhi oleh banyak faktor baik yang dari luar (rekan kerja, kebijakan organisasi tempat ia bekerja, dan lain lain) maupun dari dalam diri sendiri ( masalah keluarga, kondisi tubuh, dan lain lain).

Harapan akan kinerja yang tinggi dari karyawan oleh organisasi harus didahului dengan pemenuhan kebutuhan yang menjadi hak para karyawan sehingga didapatkan kepuasan yang mampu memunculkan semangat kerja yang tinggi. Sebaliknya apabila harapan organisasi tersebut tidak diikuti dengan pelaksanaan kewajibannya terhadap karyawannya akan menjadi penyebab menurunnya minat kerja karyawan yang berimbas pada menurunnya kinerja organisasi. Motivasi didefinisikan sebagai suatu proses menghasilkan, arah, dan ketekunan individual dalam usaha untuk mencapai suatu tujuan. Suatu kebutuhan (need), berarti suatu kekurangan secara fisik atau psikologis yang membuat keluaran tertentu terlihat menarik. Selanjutnya dikatakan bahwa suatu kebutuhan yang tidak terpenuhi akan menciptakan ketegangan, sehingga merangsang dorongan dalam diri individu. Dorongan-dorongan inilah yang menghasilkan suatu pencarian untuk menemukan tujuan-tujuan tertentu, yang jika tercapai akan memuaskan kebutuhan dan menyebabkan penurunan ketegangan (Robbins, 2001).

(19)

mendapatkan karyawan yang termotivasi melakukan sejumlah usaha seperti sistem pemberian kompensasi yang adil, merancang susunan pekerjaan yang realistis yang memperhatikan kemampuan individu sebagai pelaksana, menciptakan komunikasi yang baik sehingga terwujud situasi hubungan individu yang kondusif, dan lain lain.

Tujuan motivasi adalah sebagai berikut (Hasibuan, 2005): 1. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan 2. Meningkatkan produktifitas kerja karyawan

3. Mempertahankan kestabilan karyawan perusahaan 4. Meningkatkan kedisiplinan karyawan

5. Mengefektifan pengadaan karyawan

6. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik

7. Meningkatkan loyalitas, kreatifitas, dan partisipasi karyawan 8. Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan

9. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya 10. Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku.

Menurut Herzberg (Siagian, 2002), bahwa karyawan termotivasi untuk bekerja salah satunya disebabkan oleh daya dorong yang timbul dari dalam diri masing –masing karyawan, berupa :

1. Pekerjaan itu sendiri (the work it self) yaitu berat ringannya tantangan yang dirasakan tenaga kerja dari pekerjaannya.

2. Kemajuan (advancement) yaitu besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja berpeluang maju dalam pekerjaannya seperti naik pangkat. 3. Tanggung jawab (responsibility) yaitu besar kecilnya yang dirasakan

terhadap tanggung jawab diberikan kepada seorang tenaga kerja. 4. Pengakuan (recognition) yaitu besar kecilnya pengakuan yang

diberikan kepada tenaga kerja atas hasil kerja.

5. Pencapaian (achievement) yaitu besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja mencapai prestasi kerja tinggi.

(20)

1. Teori hierarki kebutuhan oleh Abraham H. Maslow

Teori hierarki kebutuhan oleh Abraham H. Maslow menyatakan bahwa dalam setiap manusia terdapat hierarki dari lima kebutuhan berikut:

a. Fisiologis: meliputi ras lapar, haus, berlindung, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya.

b. Rasa aman: meliputi rasa ingin dilindungi dari bahaya fisik dan emosional.

c. Sosial: meliputi rasa kasih sayang, kepemilikan, penerimaan, dan persahabatan.

d. Penghargaan: meliputi faktor-faktor penghargaan internal seperti hormat diri, otonomi, dan pencapaian, dan faktor-faktor penghargaan eksternal seperti status, pengakuan, dan perhatian. e. Aktualisasi diri: dorongan untuk menjadi seseorang sesuai

kecakapannya meliputi pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang, dan pemenuhan diri sendiri.

Teori kebutuhan maslow telah menerima pengakuan diantara manajer pelaksana karena teori ini logis secara intuitif. Namun, penelitian tidak memperkuat teori ini dan maslow tidak memberikan bukti empiris dan beberapa penelitian yang berusaha mengesahkan teori ini tidak menemukan pendukung yang kuat.

2. Teori X dan teori Y oleh Douglas McGregor

Teori X dan teori Y oleh Douglas McGregor mengemukakan dua pandangan nyata mengenai manusia, pandangan pertama pada dasarnya negatif (Teori X), dan yang kedua pada dasarnya positif (Teori Y). setelah mengkaji cara para manajer berhubungan dengan karyawan, McGregor menyimpulkan bahwa pandangan para manajer mengenai sifat manusia didasarkan atas beberapa kelompok asumsi tertentu dan bahwa mereka cenderung membentuk perilaku mereka terhadap karyawan berdasarkan asumsi-asumsi tersebut.

(21)

1. Karyawan pada dasarnya tidak menyukai pekerjaan dan, sebisa mungkin berusaha untuk menghindarinya.

2. Karena karyawan tidak menyukai pekerjaan, mereka harus dipaksa, dikendalikan, atau dianca dengan hukuman untuk mencapai tujuan. 3. Karyawan akan menghindari tanggung jawab dan mencari perintah

formal bila mungkin.

4. Sebagian karyawan menempatkan keamanan diatas semua faktor lain terkait pekerjaan dan menunjukkan sedikit ambisi.

Bertentangan dengan Teori X, McGregor menyebutkan empat asumsi positif yang disebutnya Teori Y:

1. Karyawan menganggap kerja sebagai hal yang menyenangkan, seperti halnya istirahat dan bermain.

2. Karyawan akan berlatih mengendalikan diri dan emosi untuk mencapai berbagai tujuan.

3. Karyawan bersedia belajar untuk menerma, bahkan mencari, tanggung jawab.

4. Karyawan mampu membuat keputusan inovatif yang diedarkan ke seluruh populasi, dan bukan hanya bagi mereka yang menduduki posisi manajemen.

Sejalan dengan teori hierarki kebutuhan, kurang ada dukungan empiris semacam itu untuk Teori X da Teori Y.

3. Teori dua faktor yang disebut juga teori motivasi higiene

Teori dua faktor yang disebut juga teori motivasi higiene dikemukakan oleh seorang psikolog bernama Frederick Herzberg. Mengemukakan bahwa penemuannya menunjukkan adanya kesatuan

rangkap: Lawan dari “Kepuasan” adalah “Bukan Kepuasan”, dan

lawan dari “Ketidakpuasan” adalah “Bukan Ketidakpuasan”. Menurut

(22)

kondisi fisik pekerjaan, hubungan dengan individu lain, dan keamanan pekerjaan digolongkan oleh Herzberg sebagai faktor-faktor higiene (Hygiene Factors). Sama seperti dua Teori sebelumnya, ilmu pengetahuan juga tidak memberikan dukungan terhadap Teori ini.

5. Kepuasan Kerja

Kepuasan merupakan respon individual yang berbeda-beda dari setiap karyawan terhadap semua aspek yang berhubungan dengan pekerjaanya. Semakin banyaknya aspek yang sesuai dengan harapan karyawan maka semakin tinggi tingkat kepuasannya. Kepuasan kerja sebagai sikap yang dimiliki para pekerja tentang pekerjaan mereka. Hal itu merupakan hasil persepsi pegawai tentang pekerjaannya (Gibson, 2000).

Kepuasan kerja (job satisfaction), dapat didefinisikan sebagai suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi memiliki perasaan-perasaan positif tentang pekerjaan tersebut, sementara seseorang yang tidak puas memiliki perasaan-perasaan yang negatif tentang pekerjaan tersebut. Ketika individu membicarakan sikap karyawan, yang sering dimaksud adalah kepuasan kerja (Robbins, 1998). Ini menjadi tugas penting bagi manajer dalam menentukan kebijakan guna menciptakan kepuasan kerja yang tinggi pada karyawan yang nantinya mampu mendorong kinerja organisasi secara keseluruhan pada titik optimal.

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja adalah (Luthans, 2006):

a. Pembayaran Gaji/Upah

(23)

b. Pekerjaan itu sendiri

Pegawai cenderung lebih menyukai pekerjaan yang memberi kesempatan untuk menggunakan kemampuan dan keterampilan, kebebasan serta umpan balik.

c. Rekan kerja

Interaksi sosial dengan rekan kerja yang menyenangkan dapat meningkatkan kepuasan kerja.

d. Promosi

Dengan promosi memungkinkan organisasi untuk mendayagunakan kemampuan dan keahlian pegawai setinggi mungkin.

e. Penyelia (supervisi)

Supervisi mempunyai peran penting dalam suatu organisasi karena berhubungan dengan pegawai secara langsung dan mempangaruhi pegawai dalam melakukan pekerjaannya.

Kepuasan tidak hanya berkaitan dengan kondisi pekerjaan. Kepribadian juga memainkan sebuah peran (Robbins, 1998). Hal ini berarti bahwa kepuasan sangat didorong oleh persepsi diri masing-masing karyawan, sehingga harapan akan tingkat kepuasan setiap karyawan berbeda-beda. Jika suatu bayaran dianggap yang tinggi oleh karyawan yang satu, oleh karyawan yang lain kemungkinan tidak dilihat demikian.

Ada konsekuensi ketika karyawan menyukai pekerjaan mereka, dan ada konsekuensi ketika karyawan tidak menyukai pekerjaan mereka. Sebuah kerangka teoritis menunjukkan empat respon akan kerangka tersebut (Robbins, 1998):

1. Keluar (exit)

Ketidakpuasan dalam bentuk perilaku yang ditunjukkan untuk meninggalkan organisasi, termasuk mencari posisi baru dan mengundurkan diri.

2. Aspirasi (voice)

(24)

mendiskusikan masalah dengan atasan, dan beberapa bentuk aktivitas serikat kerja.

3. Kesetiaan (loyalty)

Ketidakpuasan yang diungkapkan secara pasif tetapi optimis menunggu membaiknya kondisi, termasuk membela organisasi ketika berhadapan dengan kecaman eksternal dan memercayai organisasi dan manajemennya untuk melakukan hal yang benar.

4. Pengabaian (neglect)

Ketidakpuasan diungkapkan secara pasif membiarkan kondisi menjadi lebih buruk, termasuk ketidakhadiran atau keterlambatan yang terus menerus, kurangnya usaha, dan meningkatnya angka kesalahan.

Kerangka ini sangat bermanfaat dalam mempresentasikan konsekuensi yang mungkin terjadi dari ketidakpuasan. Berikut hasil-hasil yang lebih spesifik dari kepuasan dan ketidakpuasan (Robbins, 1998): 1. Kepuasan Kerja dan Kinerja

Sebuah tinjauan dari 300 penelitian menunjukkan bahwa korelasi tersebut cukup kuat. Ketika kita pindah dari tingkat individu ke tingkat organisasi, kita juga menemukan dukungan untuk hubungan kepuasan-kinerja. Ketika data produktivitas dan kepuasan secara keseluruhan dikumpulkan untuk organisasi, kita menemukan bahwa organisasi yang mempunyai karyawan yang lebih puas cenderung lebih efektif bila dibandingkan organisasi yang mempunyai karyawan yang kurang puas. 2. Kepuasan Kerja dan OCB (organizational citizenship behavior)

(25)

ketika keadilan diperhitungkan. Pada dasarnya kepuasan kerja bergantung pada gambaran-gambaran mengenai hasil, perlakuan, dan prosedur-prosedur yang adil.

3. Kepuasan Kerja dan Kepuasan Pelanggan

Karyawan yang puas bisa meningkatkan kepuasan dan kesetiaan pelanggan. Dalam organisasi jasa pemeliharaan dan peningkatan pelanggan sangat bergantung pada bagaimana karyawan garis depan berhubungan dengan pelanggan. Karyawan yang merasa puas cenderung lebih ramah, ceria dan responsif, yang dihargai oleh pelanggan. Karena karyawan yang puas tidak mudah berpindah kerja, pelanggan kemungkina besar menemui wajah-wajah yang familiar dan menerima layanan yang berpengalaman. Kualitas ini membangun kepuasan dan kesetiaan pelanggan. Selain itu hubungan itu tampaknya bisa diterapkan sebaliknya: Pelanggan yang tidak puas bisa meningkatkan ketidakpuasan kerja seorang karyawan. Karyawan yang mempunyai hubungan tetap dengan pelanggan melaporkan bahwa pelanggan yang kasar, tidak mempertimbangkan orang lain, atau menuntut dengan tidak masuk akal memengaruhi kepuasan kerja karyawan.

4. Kepuasan Kerja dan Ketidakhadiran

Terdapat suatu hubungan negatif yang konsisten antara kepuasan dan ketidakhadiran, tetapi korelasi tersebut berkisar sedang sampai lemah. Karyawan yang tidak puas cenderung melalaikan pekerjaan, faktor-faktor lain mamiliki pengaruh pada hubungan tersebut dan mengurangi koefisien korelasi.

5. Kepuasan Kerja dan Perputaran Karyawan

(26)

jabatan dengan organisasi merupakan batasan penting tentang keputusan yang aktual untuk meninggalkan pekerjaan seseorang pasa saat ini. Tingkat kinerja karyawan merupakan sebuah pengait penting dari hubungan kepuasan- perputaran karyawan. Tingkat kepuasan tidak begitu penting dalam memprediksi perputaran karyawan untuk pekerja-pekerja ulung. Organisasi biasanya melakukan banyak upaya untuk mempertahankan orang-orang ini. Mereka mendapatkan kenaikan bayaran, pujian, pengakuan, peluang promosi yang meningkat, dan lain-lain. Hal yang sebaliknya cenderung terjadi pada pekerja-pekerja yang tidak baik. Organisasi hanya mengerahkan sedikit usaha untuk memelihara mereka. Bahkan mungkin ada tekanan-tekanan halus untuk mendorong mereka keluar.

6. Kepuasan Kerja dan Perilaku Menyimpang di Tempat kerja

(27)

6 Kinerja

Kinerja merupakan pencapaian suatu hasil kerja yang menentukan tingkat keberhasilan usaha suatu organisasi. Dimensi ini menjadi sangat penting dan telah dikaji oleh banyak pakar penelitian dikemukakan dalam beragam pendapat namun pada kesimpulannya memiliki tujuan makna yang sama.

Istilah kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh

seseorang). Sehingga dapat didefinisikan bahwa kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2004).

Batasan mengenai kinerja atau performance adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika (Prawirosentono, 1997).

(28)

motivasi yang rendah maka kinerja yang dihasilkan rendah pula (As’ad,

1999).

Untuk menentukan kinerja seseorang maka dilakukan suatu penilaian atau evaluasi kinerja. Penilaian karya (kinerja) adalah kegiatan pengukuran (measurement) sebagai usaha menetapkan keputusan tentang sukses dan gagal dalam melaksanakan pekerjaan oleh seorang pekerja. Untuk itu diperlukan perumusan standar pekerjaan sebagai pembanding (tolak ukur). Berikut tujuan umum dan tujuan khusus penilaian kinerja (Krisnandini, dkk., 2008):

a. Tujuan Umum

1.Untuk memperbaiki pelaksanaan pekerjaan para pekerja, dengan memberikan bantuan agar setiap pekerja mewujudkan dan mempergunakan potensi yang dimiliki secara maksimal dalam melaksanakan misi organisasi/perusahaan melalui pelaksanaan pekerjaan masing-masing.

2.Untuk menghimpun dan mempersiapkan informasi bagi pekerja dan para manager dalam membuat keputusan yang dapat dilaksanakan, sesuai dengan bisnis organisasi/perusahaan ditempatnya bekerja.

3.Untuk menyusun inventarisasi SDM dilingkungan organisasi/perusahaan, yang dapat digunakan dalam mendesain hubungan antara atasan dan bawahan, guna mewujudkan saling pengertian pekerja secara individual dengan sasaran organisasi/perusahaan.

4.Untuk meningkatkan motivasi kerja, yang berpengaruh pada prestasi kerja para pekerja dalam melaksanakan tugas-tugasnya. b. Tujuan Khusus

(29)

menetapkan pemberian penghargaan/balas jasa, dan merupakan ukuran dalam mengurangi atau menambah pekerja melalui perencanaan SDM.

2.Menghasilkan informasi yang dapat dipergunakan sebagai kriteria dalam membuat tes yang validitasnya tinggi

3.Menghasilkan informasi sebagai umpan balik (feed back) bagi pekerja dalam meningkatkan efisiensi kerjanya, dengan memperbaiki kekurangan atau kekeliruannya dalam melaksanakan pekerjaan.

4.Berisi informasi yang dapat digunakan untuk mengidentifikasikan kebutuhan pekerjaan dalam meningkatkan prestasi kerjanya, baik yang berkenaan dengan pengetahuan dan ketrampilan/keahlian dalam bekerja, maupun yang menyentuh sikap terhadap pekerjaannya.

5.Memberikan informasi tentang spesifikasi jabatan, baik menurut pembidangnya maupun berdasarkan penjengjangnya dalam struktur organisasi/perusahaan.

6.Penilaian kinerja harus dilaksanakan oleh manajer atau supervisor, dengan atau tanpa petugas manajemen SDM terhadap bawahannya, akan meningkatkan komunikasi sebagai usaha mewujudkan hubungan manusiawi yang harmonis antar atasan dan bawahan. Data yang digunakan dalam suatu penilaian dibedakan menjadi tiga kelompok (Krisnandini, dkk., 2008):

b. Data Karakteristik Pekerja

Yaitu data yang menunjukkan karakter atau sifat-sifat pekerja yang sesuai/tidak sesuai untuk dapat melaksanakan suatu pekerjaan secara efektif dan efisien.

c. Data Nilai Tindakan/Perilaku Dalam Bekerja

(30)

pekerjaan pekerjaan sesuai dengan yang dituntut oleh metode dan teknologi yang paling produktif.

d. Data Hasil Kerja

Data ini menunjukkan tentang kemampuan mencapai target yang telah ditetapkan dan/atau kemampuan menyelesaikan masalah yang berpengaruh pada kuantitas dan kualitas hasil yang dicapai.

Untuk mengukur kinerja (prestasi kerja) terlebih dahulu harus mengetahui tipe-tipe pekerjaan yang harus di ukur yakni (Krisnandini, dkk., 2008):

a. Production Job yaitu pekerjaan yang hasilnya dapat diamati dan dihitung secara langsung, dengan demikian untuk melakukan pengukuran prestasi kerja cukup dengan menghitung jumlah produk yang dihasilkan karyawan.

b. Non Production Job yaitu jenis pekerjaan yang hasil produksinya tidak dapat dihitung secara langsung. Untuk menghitung prestasi kerja sulit dilaksanakan. Penelitian ini memiliki tipe pekerjaan Non Production Job sehingga untuk dapat mengukurnya digunakan

indikator-indikator sebagai berikut: 1. Kualitas Pekerjaan

Kualitas pekerjaan meliputi akurasi, ketelitian, kepuasan dalam menjalankan tugas, mempergunakan dan memelihara alat kerja, dan kecakapan dalam melaksanakan pekerjaannya.

2. Kuantitas Pekerjaan

Kuantitas pekerjaan yang meliputi output/keluaran, target kerja dalam kuantitas kerja.

3. Pengetahuan

(31)

4. Penyesuaian Pekerjaan

Penyesuaian pekerjaan merupakan penilaian pekerjaan yang ditinjau dari kemampuan karyawan dalam melaksanakan tugasnya diluar pekerjaan maupun adanya tugas baru serta kecakapan berfikir dan bertindak dalam bekerja

5. Ketangguhan

Ketangguhan merupakan pengukuran dari segi kemampuan seseorang dalam melaksanakan tugas.

6. Hubungan Kerja

Hubungan kerja penilaiannya berdasarkan sikap karyawan dan sikap terhadap atasan serta kesediaan menerima perubahan dalam bekerja.

C. Metode Penelitian 1. Populasi

Populasi adalah jumlah keseluruhan dari suatu gejala yang mempunyai karakteristik yang sama (Arikunto, 2006). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh tenaga kerja keperawatan yang berjumlah 107 orang berdasarkan data pada rekam medik di RSUD Umbu Rara Meha kota Waingapu.

2. Sampel dan Teknik Sampling

(32)

3. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer adalah data yang dikumpulkan sendiri oleh peneliti secara langsung dari sumber data.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan metode kuesioner. Teknik kuesioner/angket adalah daftar pertanyaan yang diberikan kepada orang lain yang bersedia memberikan respon sesuai dengan permintaan pengguna. Kuesioner berisikan instrumen untuk masing-masing variabel penelitian disusun untuk menggali informasi lebih lanjut dari setiap variabel.

5. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini yang merupakan variabel penelitian adalah: 1. Variabel endogen (endogenous variable) : kinerja

Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2004). Adapun kinerja dalam penelitian di ukur berdasarkan: kualitas pekerjaan, kuantitas pekerjaan, pengetahuan, penyesuaian pekerjaan, ketangguhan, hubungan kerja (Krisnandini, dkk., 2008).

2. Variabel intervening yaitu: motivasi kerja, kepuasan kerja a. Motivasi kerja

(33)

pengakuan (recognition), pencapaian (achievement) (Siagian, 2002).

b. Kepuasan kerja

Kepuasan kerja sebagai sikap yang dimiliki para pekerja tentang pekerjaan mereka. Hal itu merupakan hasil persepsi pegawai tentang pekerjaannya (Gibson, 2000). Beberapa instrumen untuk mengukur kepuasan kerja yaitu: pembayaran gaji/upah, pekerjaan itu sendiri, rekan kerja, promosi, penyelia (supervisi).

3. Variabel eksogen (exogenous variable) atau variabel bebas yaitu: a. Budaya organisasional

Budaya organisasional merupakan falsafah, ideologi, nilai-nilai, anggapan, keyakinan, harapan, sikap, dan norma-norma yang di miliki secara bersama dan mengikat dalam komunitas tertentu (Gibson, 2006). Variabel karakteristik budaya organisasional dalam penelitian ini diukur berdasarkan: Inovasi dan keberanian mengambil risiko, perhatian pada hal-hal rinci, orientasi hasil, orientasi orang, orientasi tim, keagresifan, stabilitas (Robbins, 1998).

b. Lingkungan kerja

Lingkungan kerja adalah sarana dan prasaranan yang ada di tempat karyawan bekerja dan dapat mempengaruhi karyawan di dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan (Triguno 1999). Untuk mengukur variabel lingkungan kerjadi gunakan instrumen berikut: penerangan/cahaya, temperatur, kelembaban, sirkulasi udara, kebisingan, getaran mekanis, bau-bauan , tata warna, dekorasi, musik, keamanan (Sedarmayanti, 2001).

c. Karakteristik individu

(34)

pengukuran Karakteristik individu meliputi usia, jenis kelamin, status perkawinan, banyaknya tanggungan dan masa kerja dalam organisasi.

6. Definisi Operasional Variabel

Adapun definisi operasional, dimensi dan indikator variabel dapat dijelaskan melalui tabel sebagai berikut:

Tabel 3.6 Definisi Operasional, Dimensi dan Indikator Variabel Variabel Definisi

Operasional

Dimensi Indikator Kinerja Hasil kerja secara

(35)
(36)

9.Dekorasi merupakan metode yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang tentang subyek, obyek, dan kejadian tertentu (Sugiyono, 2008).

Menurut Sugiyono (2008), untuk keperluan analisis kuantitatif, itu dapat diberi skor sebagai berikut:

(37)

d. Jawaban tidak setuju diberi skor... 2 e. Jawaban sangat tidak setuju diberi skor... 1

Instrumen penelitian dengan menggunakan skala likert ini dapat dibuat dalam bentuk check list ataupun pilihan ganda. Skala likert ini kemudian menskala individu yang bersangkutan dengan menambah bobot dari jawaban yang dipilih. Nilai rata-rata dari masing-masing responden dapat dikelompokkan dalam kelas interval dengan jumlah kelas = 5, sehingga intervalnya sebagai berikut:

Interval = Nilai Maksimal – Nilai Minimal Jumlah Kelas

Interval = 5 – 1 = 0,8 5

8. Pengujian Instrumen

Untuk mendapatkan data yang berkualitas, maka instrumen yang digunakan harus diuji validitas dan reliabilitasnya (Huck dan Cormier, 1996).

1.Uji Validitas

Uji Validitas dilakukan untuk mengetahui sejauhmana suatu alat pengukur dapat digunakan untuk mengukur apa yang ingin diukur (Ancok, 1989). Validitas item diuji dengan menggunakan confirmatory factor analysis (CFA) dengan menguji convergent validity (Hair, et. Al., 2006)

Indikator dalam penelitian ini merupakan indikator yang multidimensi, maka uji validitas dari setiap latent variabel / construct akan diuji dengan melihat loading factor dari hubungan antara setiap obseverd variable dan latent variable. Alat analisis yang digunakan untuk menghitung loading faktor dengan menggunakan confirmatory factor analysis (CFA). Syarat item dinyatakan valid jika memiliki nilai CFA

(38)

Tabel 4.12 Rangkuman hasil uji validitas instrumen pertanyaan

Sumber : Data primer diolah, 2014

(39)

organisasi, lingkungan kerja, karakteristik individu, motivasi kerja, kepuasan kerja dan kinerja karyawan yang tertuang dalam angket penelitian dapat dinyatakan valid dan dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya.

2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui sejauhmana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya (Azwar, 1997). Reliabilitas item diuji dengan menghitung composite reliability (Hair, et. Al., 2006).

Reliabilitas adalah ukuran mengenai konsistensi internal dari indikator-indiktor sebuah konstruk yang menunjukkan derajat sampai dimana masing-masing indiktor itu mengindikasikan sebuah konstruk / faktor laten yang umum.

Menurut Hair, et. Al., (2006) model fit keseluruhan dievaluasi pengukuran dan setiap konstruk dapat dinilai unidimentionalitas dan reliabilitasnya. Unidimentionalitas adalah suatu asumsi yang menggarisbawahi perhitungan reliabilitas dan ditunjukkan bila indikator dari suatu konstruk sudah memenuhi model fit. Penggunaan pengukuran reliabilitas dapat dilihat pada nilai composite reliability.

Composit reliability diperoleh dari rumus : Construct – Reliability =

Nilai batas yang digunakan untuk menilai sebuah tingkat reliabilitas yang dapat diterima adalah 0,7. Hasil Uji reliabilitas dapat ditunjukkan pada tabel berikut :

Tabel 4.13 Uji Reliabilitas

(40)

BO8 0.852 0.146

Variabel Indikator Loading Faktor

(41)

9. Teknik Analisis Data 1. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif ditujukan untuk menjabarkan sebuah situasi atau serangkaian proses. Analisis deksriptif hanya menjelaskan apa yang terjadi dan tidak menjelaskan apa yang terjadi itu baik atau buruk, berdampak positif atau negatif (Ferdinand, 2006)

Untuk memperoleh gambaran tentang karakteristik karyawan yang akan diteliti dilakukan pengolahan terhadap data kasar melalui perhitungan statistik deskriptif. Dengan mendeskripsikan skor dari suatu ubahan atau variabel yang ada didapatkan suatu gambaran tentang permasalahan yang akan diajukan dalam penelitian ini

2. Analisis Kuantitatif

Teknik atau metode untuk analisis ini menggunakan bantuan program Structural Equation Model (SEM). Untuk estimasi dalam pengukuran model digunakan program AMOS sebagai rangkaian dari penggunaan metode SEM (Hair, et al.,2006).

Kelebihan program SEM adalah :

1. Dapat menganalisis multivariate secara bersamaan atau simultan melalui program AMOS.

2. Memiliki metode alur diagram yang menjelasakan ide peneliti mengenai hubungan sebab akibat antar variabel dan dapat mengukur keandalan dimensi-dimensi yang membentuk suatu variabel penelitian (unidimentional) yang dihipotesiskan dalam model dengan menggunakan Confirmatory Factor Analysis atau CFA (Hair, et.al.,2006)

Menurut Hair, et.al., 2006 ada tujuh langkah dalam SEM untuk melihat hubungan kausalitas antar konstruk menjadi lengkap, yaitu:

(42)

3. Mengubah diagram kedalam serangkaian persamaan struktural dan persamaan penilaian.

4. Memilih jenis matrik input dan menilai model usulan.

5. Menganalisis identifikasi model struktural. Hal ini dilakukan dengan melihat besarnya kesalahan baku dalam estimasi dan korelasi yang tinggi (0,90 atau lebih) diantara koefisien yang diestimasikan.

6. Mengevaluasi kriteria goodness of fit.

7. Membuat modifikasi yang ditunjukkan untuk model yang bisa ditentukan secara teoritis.

Model pengukuran Confirmation Factor Analysis dari program AMOS akan digunakan untuk menguji hipotesis yang diajukan, mengkonfirmasikan atau mengukur ketepatan model, serta menjelaskan bahwa variabel laten tersebut merupakan unidimentionality dari beberapa indikator yang paling dominan memiliki kesamaan dalam membentuk saru vaiabel laten. Alat analisis yang digunakan adalah uji Chi-Square.

Structural Equation Model (SEM) yang digunakan untuk

mengukur, menguji model dan hipotesis yang diajukan melalui teori tentunya tidak dapat mengukur secara pasti. Oleh karena itu, derajat ketepatannya hanya diukur dengan model estimasi yang didasarkan pada pengukuran tingkat signifikansi dari beberapa goodness of fit sebagai input matrik dan derajat ketepatan model ditentukan dari cut of value sebagai berikut (Hair, et.al., 2006):

1. X2,, yaitu Apabila Chi-Square rendah, model dipandang baik atau memuaskan, semakin kecil nilai X2 semakin baik model itu dan diterima berdasarkan probabilitas dengan cut of value sebesar p > 0,05 atau p > 0,10.

2. Goodness of Fit Index (GFI), adalah ukuran no statistikal yang mempunyai rentang nilai antara 0 (poor-fit) sampai dengan 1 (perfect fit).

(43)

diestimasikan dalam populasi. Nilai RMSEA yang lebih kecil atau sama dengan 0,08 merupakan index untuk dapat diterimanya model yang menunjukkan sebuah close fit dari model itu berdasarkan degrees of freedom.

4. CMIN/DF, adalah The Minimum Sample Discrepancy Function yang dibagi dalam Degreee of Freedom. CMIN/DF merupakan statistik Chi-Square, X2 dibagi DF-nya disebut X2 relatif. Bila X2 relatif kurang dari 2,0 atau 0,3 adalah indikasi dari acceptable fit antara model dan data.

5. Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) , adalah tingkat penerimaan direkomendasikan apabila AGFI mempunyai nilai sama dengan atau lebih besar daripada 0,90.

6. Comparative Fit Index (CFI), adalah jika mendekati 1 menunjukkan tingkat fit yang paling tinggi. Nilai yang direkomendasikan CFI

adalah ≥ 0,95.

Adapun index-index yang digunakan untuk menguji kelayakan sebuah model adalah sebagai berikut:

Tabel 3.9. Goodness of Fit Index

Goodness of Fit Cut of Value

1. Chi-Square Significance Probability ≥ 0,05

2. Goodness of Fit Index (GFI) ≥ 0,90

3. Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) ≥ 0,90 4. Root Mean Square Error Aproximation

(RMSEA)

0,08 atau 0,04

5. Comparative Fit Index (CFI) ≥ 0,90

6. Minimum Sample Discrepancy Function (DFCMIN/DF)

(44)

D. Analisis Deskriptif

1. Karakteristik Responden

Untuk memperoleh gambaran tentang karakteristik karyawan yang akan diteliti dilakukan pengolahan terhadap data kasar melalui perhitungan statistik deskriptif. Dengan mendeskripsikan skor dari suatu ubahan atau variabel yang ada didapatkan suatu gambaran tentang permasalahan yang akan diajukan dalam penelitian ini.

2. Umur Responden

Berdasarkan hasil jawaban atas pertanyaan terbuka umur responden, dapat diketahui umur termuda responden adalah 23 tahun dan umur tertua responden adalah 52 tahun. Dengan membagi 3 kelompok maka interval umur responden adalah sebagai berikut :

Interval =

3 29 3

23 52

= 9,66 (dibulatkan = 10)

Hasil analisis data tentang karakteristik responden berdasarkan umur dapat ditunjukkan pada tabel berikut:

Tabel 4.1

Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

Umur Jumlah Persentase

23 - 32 tahun 33 33%

33 - 4 2 tahun 50 50%

43 - 52 tahun 17 17%

Total 100 100%

Sumber : Data Primer yang diolah, 2014

Berdasarkan data diatas menunjukkan bahwa responden mayoritas berumur antara 33 - 42 tahun yaitu sebanyak 50%, sehingga karakteristik responden sebagian besar masih dalam usia produktif. 3. Jenis Kelamin Responden

(45)

Tabel 4.2

Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah Persentase

Laki – laki 15 15%

Perempuan 85 85%

Total 100 100%

Sumber : Data Primer yang diolah, 2014

Berdasarkan data diatas menunjukkan bahwa karakteristik responden didominasi oleh tenaga kerja perempuan yaitu sebanyak 85%. 4. Pendidikan Formal Responden

Berdasarkan tingkat pendidikan formal responden, terdiri atas 5 kelompok, yaitu kelompok, SD, SMP, SMA, D3 dan S1. Berdasarkan data yang telah dikumpulkan diperoleh data seperti ditunjukkan pada tabel berikut:

Tabel 4.3

Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Formal

Pendidikan Jumlah Persentase

SMA Sederajat 18 18%

Diploma 77 77%

S1 5 5%

Total 100 100.0%

Sumber : Data Primer yang diolah,2014

Berdasarkan table diatas pendidikan formal responden mayoritas adalah diploma 3.

5. Masa Kerja Responden

Berdasarkan hasil jawaban atas pertanyaan terbuka pada masa kerja responden, dapat diketahui masa kerja terendah responden adalah 1 tahun dan masa kerja terlama responden adalah 27 tahun. Dengan membagi 3 kelompok maka interval masa kerja responden adalah sebagai berikut :

Interval =

3 26 3

1 27

= 8,66 (Dibulatkan 9)

(46)

Tabel 4.4

Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja

Masa Kerja Jumlah Persentase

1 – 9 tahun 58 58%

10 - 18 tahun 27 27%

19 - 27 tahun 15 15%

Total 100 100%

Sumber : Data Primer yang diolah, 2014

Dari Tabel 4.4 dapat diketahui bahwa berdasarkan masa kerja karyawan mayoritas adalah mempunyai masa kerja antara 1 – 9 tahun yaitu 58%.

6. Golongan Responden

Berdasarkan data yang telah dikumpulkan diperoleh data seperti ditunjukkan pada tabel berkut:

Tabel 4.5

Karakteristik Responden berdasarkan Golongan

Pendidikan Jumlah Persentase

IIA 1 1%

IIB 7 7%

IIC 21 21%

IID 22 22%

IIIA 17 17%

IIIB 20 20%

IIID 12 12%

Total 100 100%

Sumber : Data Primer yang diolah,2014

Dari Tabel 4.5 dapat diketahui bahwa persentase golongan karyawan terbanyak adalah IID yaitu 22%.

2.Deskriptif Variabel Penelitian

Variabel Budaya organisasional (X1)

(47)

Interval = 0,8 5

1 5

 

Deskriptif variabel penelitian berdasarkan penilaian pada variabel budaya organisasonal ditunjukkan pada tabel berikut:

Tabel 4.6

Penilaian Variabel Budaya organisasional (X1)

Interval Penilaian Jumlah %

1,00 - 1,79 Sangat Lemah 2 2%

1,80 - 2,59 Lemah 5 5%

2,60 - 3,39 Cukup Kuat 4 4%

3,40 - 4,19 Kuat 61 61%

4,20 - 5,00 Sangat Kuat 28 28%

Jumlah 100 100%

Sumber : Data Primer Yang Diolah, 2014

Berdasarkan Tabel 4.6 diatas dapat diketahui bahwa dari 100 responden yang diambil sebagai sampel, hampir semua responden menggambarkan budaya organisasional yang baik yaitu terdapat 61% menggambarkan budaya organisasional yang kuat dan 28% menggambarkan budaya organisasional yang sangat kuat.

a. Variabel Lingkungan kerja (X2)

Variabel Lingkungan kerja terdiri 11 butir pertanyaan, dari hasil jawaban responden yang telah dikumpulkan maka dapat dijelaskan distribusi penilaian responden atas variabel Lingkungan kerja.

Tabel 4.7

Penilaian Variabel Lingkungan kerja (X2)

Interval Penilaian Jumlah %

1,00 - 1,79 Sangat Buruk 12 12%

1,80 - 2,59 Buruk 9 9%

2,60 - 3,39 Kurang Baik 12 12%

3,40 - 4,19 Baik 47 47%

4,20 - 5,00 Sangat Baik 20 20%

Jumlah 100 100%

Sumber : Data Primer Yang Diolah, 2014

(48)

menggambarkan lingkungan kerja yang baik dan 20% menggambarkan lingkungan kerja yang sangat baik.

b. Variabel Karakteristik individu (X3)

Variabel Karakteristik individu terdiri 4 butir pertanyaan, dari hasil jawaban responden yang telah dikumpulkan maka dapat dijelaskan distribusi penilaian responden atas variabel Karakteristik individu.

Tabel 4.8

Penilaian Variabel Karakteristik individu (X3)

Interval Penilaian Jumlah %

1,00 - 1,79 Sangat Buruk 5 5%

1,80 - 2,59 Buruk 5 5%

2,60 - 3,39 Kurang Baik 5 5%

3,40 - 4,19 Baik 45 45%

4,20 - 5,00 Sangat Baik 40 40%

Jumlah 100 100%

Sumber : Data Primer Yang Diolah, 2014

Berdasarkan Tabel 4.8 diatas dapat diketahui bahwa dari 100 responden yang diambil sebagai sampel, 45% diantaranya menggambarkan karakteristik individu yang baik dan 40% menggambarkan karakteristik individu yang sangat baik.

c. Variabel Motivasi kerja (Y1)

Variabel Motivasi kerja terdiri 5 butir pertanyaan, dari hasil jawaban responden yang telah dikumpulkan maka dapat dijelaskan distribusi penilaian responden atas variabel Motivasi kerja.

Tabel 4.9

Penilaian Variabel Motivasi kerja (Y1)

Interval Penilaian Jumlah %

1,00 - 1,79 Sangat Rendah 2 2%

1,80 - 2,59 Rendah 4 4%

2,60 - 3,39 Cukup Tinggi 11 11%

3,40 - 4,19 Tinggi 51 51%

4,20 - 5,00 Sangat Tinggi 32 32%

Jumlah 100 100%

(49)

Berdasarkan Tabel 4.9 diatas dapat diketahui bahwa dari 100 responden yang diambil sebagai sampel, sebagian besar diantaranya menggambarkan motivasi kerja yang tinggi yaitu sebanyak 51% dan 32% menggambarkan motivasi kerja yang sangat tinggi.

d. Variabel Kepuasan kerja (Y2)

Variabel Kepuasan kerja terdiri 5 butir pertanyaan, dari hasil jawaban responden yang telah dikumpulkan maka dapat dijelaskan distribusi penilaian responden atas variabel Kepuasan kerja.

Tabel 4.10

Penilaian Variabel Kepuasan kerja (Y2)

Interval Penilaian Jumlah %

1,00 - 1,79 Sangat Tidak Puas 2 2%

1,80 - 2,59 Tidak Puas 5 5%

2,60 - 3,39 Kurang Puas 9 9%

3,40 - 4,19 Puas 48 48%

4,20 - 5,00 Sangat Puas 36 36%

Jumlah 100 100%

Sumber : Data Primer Yang Diolah, 2014

Berdasarkan Tabel 4.10 diatas dapat diketahui bahwa dari 100 responden yang di ambil sebagai sampel, hampir setengah bagian di antaranya menggambarkan responden yang puas yaitu sebanyak 48% dan 36& menggambarkan responden yang sangat puas.

e. Variabel Kinerja (Y3)

Variabel Kinerja terdiri 6 butir pertanyaan, dari hasil jawaban responden yang telah dikumpulkan maka dapat dijelaskan distribusi penilaian responden atas variabel Kinerja seperti pada Tabel 4.11 berikut ini :

Tabel 4.11

Penilaian Variabel Kinerja (Y3)

Interval Penilaian Jumlah %

1,00 - 1,79 Sangat Rendah 3 3%

1,80 - 2,59 Rendah 2 2%

2,60 - 3,39 Cukup tinggi 5 5%

3,40 - 4,19 Tinggi 55 55%

4,20 - 5,00 Sangat Tinggi 35 35%

Jumlah 100 100%

(50)

Berdasarkan Tabel 4.11 diatas dapat diketahui bahwa dari 100 responden yang diambil sebagai sampel, sebagian besar diantaranya menggambarkan kinerja yang tinggi yaitu sebanyak 55% dan 35% menggambarkan kinerja yang sangat tinggi.

a. Analisis Kuantitatif

Analisis kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis jalur atau Path Analisys dan uji asumsi SEM. Model analisis jalur ini digunakan analisis SEM (Structural Equation Model) yaitu sekumpulan teknik-teknik statistikal yang memungkinkan pengujian sebuah rangkaian hubungan yang relatif rumit secara simultan. Analisis ini dipilih untuk mengetahui pengaruh secara bertahap yaitu budaya organisasi, lingkungan kerja, dan karakteristik individu terhadap motivasi kerja dan pengaruh motivasi kerja terhadap kepuasan kerja, serta pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan.

1. Uji Kebaikan Model (Goodness of Fit)

Untuk mengetahui kriteria model yang baik (Goodness of Fit) digunakan: Absolut Fit Measured (pengukuran indeks mutlak), Incremental Fit Measured (Pengukuran tambahan indeks) dan Parsimonious Fit Measured (Pengukuran kesederhanaan indeks). Uji kebaikan model ini menggunakan software Amos versi 6.0. Berikut ini goodness of fit index yang dihasilkan setelah pengujian :

Tabel 4.12

Goodness of Fit Index

Goodness of Fit Index Hasil Cut Off Value Kriteria Likelihood Chi Square 741.933 Diharapkan kecil

Probability 0.065 ≥0,05 Baik

CMIN/DF 1.083 ≤3,00 Baik

RMSEA 0.049 ≤0,08 Baik

GFI 0.934 >0,9 Baik

AGFI 0.914 >0,9 Baik

TLI 0.960 ≥0,90 Baik

CFI 0.978 >0.90 Baik

(51)

Nilai probability X2 – Chi Square dengan tingkat signifikansi sebesar 0,065 yang nilainya p>0,05. Hal ini menunjukkan bahwa Ho yang menyatakan tidak terdapat perbedaan antara matrik kovarians sampel dengan matrik kovarians populasi yang diestimasi dapat diterima. Artinya matrik kovarians sampel dengan matriks kovarians populasi yang diestimasi adalah sama, sehingga model dinyatakan fit.

The minimum Sampel Discrepancy Funcion – CMIN/DF merupakan indeks kesesuaian parsimonious yang mengukur hubungan goodnes of fit model dan jumlah koefisien-koefisien yang diestimasi yang

diharapkan untuk mencapai tingkat kesesuaian. Hasil CMIN/DF sebesar 1,083 yang nilainya lebih kecil dari nilai yang direkomendasikan CMIN/DF < 3, sehingga menunjukkan model fit yang baik.

Berdasarkan analisis terhadap goodnes of fit – GFI mencerminkan tingkat kesesuian model secara keseluruhan. Tingkat penerimaan yang direkomendasikan GFI >0,90. Hasil menunjukkan nilai GFI sebesar 0,934>0,9, sehingga modelmemiliki fit yang baik.

Adjusted Goodness of fit Index – AGFI sebagai pengembangan indeks GFI, merupakan indeks yang telah disesuaikan dengan rasio degree of freedom model yang diusulkan dengan dengan degree of fredom dari

null model. Hasil penelitian menunjukkan nilai AGFI sebesar 0,914 yang nilainya lebih besar dari nilai AGFI yang direkomendasikan > 0,9, sehingga menunjukkan bahwa model ini memiliki fit yang baik.

Tucker Lewis Index – TLI merupakan alternatif incremental fit index yang membandingkan model yang diuji dengan baseline. Nilai yang

direkomendasikan sebagai tingkat kesesuaian yang baik adalah > 0,90. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai TLI sebesar 0,960 sehingga dapat dinyatakan bahwa tingkat kesesuaian berada pada kriteria baik.

(52)

The Root Mean Square Error of Approximation – RMSEA, indeks yang digunakan untuk mengkompensasi Chi Square Statistik dalam sampel yang besar. Nilai RMSEA menunjukkan goodnes of fit yang dapat diharapkan bila model diestimasi dalam populasi. Nilai penerimaan yang direkomendasikan < 0,08, sementara hasil pengujian sebesar 0,049 yang menunjukkan bahwa model adalah baik.

Dari hasil pengukuran Goodness of Fit Index di atas, dapat disimpulkan seluruh parameter telah memenuhi persyaratan yang diharapkan, Ditinjau dari nilai Chi Square, CMIN/DF, RMSEA, TLI,AGFI, GFI dan CFI telah memenuhi persyarakat goodness of fit. 2. Hasil Pengujian Hipotesis

Seperti dijelaskan pada bab II, hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini terdiri dari 5 hipotesis. Untuk mengetahui apakah hipotesis didukung oleh data atau tidak, maka nilai probabilitas dari Critical Ratio

(C.R) dibandingkan dengan α = 5%. Apabila nilai probabilitas dari Critical Ratio (C.R) kurang dari α= 5%, maka dapat disimpulkan bahwa

hipotesis penelitian didukung oleh data (terbukti secara signifikan).

Gambar

gambar dibawah ini :
Tabel 3.6  Definisi Operasional, Dimensi dan Indikator Variabel
Tabel 4.13 Uji Reliabilitas Error Variance
Tabel 3.9. Goodness of Fit Index
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pelanggaran Administrasi Pasal 248 UU Pemilu mendefinisikan perbuatan yang termasuk  dalam pelanggaran administrasi adalah pelanggaran terhadap ketentuan UU Pemilu yang

Peneliti melakukan evaluasi terhadap kondisi kapabilitas Inspektorat Kabupaten Ponorogo saat ini, mengkaji faktor-faktor yang menyebabkan Inspektorat Kabupaten Ponorogo

yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara

Transfer depo yang diharapkan dapat mempercepat pengangkutan sampah, ternyata sebagian masih berfungsi sebagai tempat pembuangan sampah sementara (TPS) karena

Tidak terdapat hubungan yang linear antara peningkatan dosis fraksi air ekstrak etanol daun teh hijau [Camellia sinensis (L.) O.K.] dengan peningkatan efek penurunan

kewajiban nasabah atau jangka waktunya. Hal ini dilakukan dengan cara, pihak BRI Syariah Pamekasan akan melakukan penjadwalan ulang dari jadwal yang sudah ditetapkan

Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan kualitas bakteriologis selada (Lactusa sativa ) dengan mengidentifikasi keberadaan bakteri Salmonella sp pada selada yang dijual

Aplikasi yang dibuat ini dapat menyediakan in.formasi yang berkaitan dengan informasi kejuaraan Road Race secara /uas, yang melipuli in.formasi kejuaraan, data