• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Yuridis Terhadap Pelaksanaan Pasal 91 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Di Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Yuridis Terhadap Pelaksanaan Pasal 91 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Di Kota Medan"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu tugas Negara adalah melakukan pembangunan dengan tujuan akhir yaitu kesejahteraan rakyat yang merata. Tugas untuk melakukan pembangunan tersebut dapat terlaksana dengan adanya organisasi yang luas beserta segala cabang-cabang memungkinkan Negara dapat menunaikan tugasnya itu dengan sempurna, di mana tentunya untuk hal itu diperlukan biaya yang tidak sedikit. Salah satu sumber biaya untuk melaksanakan tugas Negara tersebut berasal dari sektor pajak. Pajak sebagai sumber utama penerimaan Negara dipandang sangatlah perlu untuk terus ditingkatkan sehingga pembangunan dapat dilaksanakan dengan kemampuan sendiri berdasarkan prinsip kemandirian.1

Dari berbagai jenis pajak yang dikenakan terhadap masyarakat sebagaimana dikemukakan di atas, salah satunya adalah pajak yang dikenakan akibat terjadinya perbuatan hukum atas peralihan hak atas tanah dan atau bangunan. Hal ini disebabkan karena Negara menganggap tanah dan bangunan merupakan salah satu aset yang mendatangkan nilai ekonomis. Jenis-jenis pajak ini dikenakan bagi pihak-pihak yang mengalihkan hak ataupun yang menerima hak atas tanah dan atau bangunan tersebut.2 Untuk dapat mengenakan pajak, satu syarat yang mutlak yang harus dipenuhi adalah adanya objek pajak yang dimiliki atau dinikmati oleh wajib pajak. Pada dasarnya objek pajak merupakan manifestasi dari taatbestand (keadaan yang 1

Tjipto Ismail,Pengaturan Pajak Derah di Indonesia,Yellow Printing, Jakarta, 2007, hal.1.

(2)

nyata). Dengan demikian taatbestand adalah keadaan, peristiwa, atau perbuatan yang menurut Peraturan Perundang-Undangan dapat dikenakan pajak. Kewajiban pajak dari seorang wajib pajak muncul (secara objektif) apabila ia memenuhi taatbestand. Tanpa dipenuhinya taatbestand tidak ada pajak terutang yang harus dipenuhi atau dilunasi.3

Dalam praktek masyarakat, pungutan pajak daerah sering kali disamakan dengan retribusi daerah. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa keduanya merupakan pembayaran kepada pemerintahan, pandangan ini tidak sepenuhnya benar karena pada dasarnya terdapat perbedaan yang besar antara pajak dan retribusi. Oleh sebab itu, sebelum membahas pajak daerah dan retrubisi daerah yang dipungut di Indonesia, perlu kiranya diketahui kedua jenis pungutan tersebut. ekonomi secara umum dalam bentuk uang oleh pemerintah kepada masyarakat guna membiayai pengeluaran yang dilakukan pemerintah untuk melakukan tugas pemerintah atau melayani kepentingan masyarakat. Penarikan pungutan yang dilakukan oleh pemerintah kepada masyarakat, harus memenuhi syarat, yaitu harus ditetapkan dengan Undang-Undang atau peraturan lainnya, dapat dipaksakan, mempunyai kepastian hukum, dan adanya jaminan kejujuran dan integritas si pemungut (petugas yang ditunjuk oleh pemerintah) serta jaminan bahwa pungutan tersebut akan dikembalikan lagi kepada masyarakat. Dengan adanya jaminan tersebut pungutan dapat dilaksanakan kepada masyarakat.

Saat ini di Indonesia, khususnya daerah, penarikan sumber daya ekonomi melalui pajak daerah dan retribusi daerah dilakukan dengan aturan hukum yang jelas, yaitu dengan peraturan daerah dan keputusan kepala daerah sehingga dapat diterapkan sebagai salah satu sumber penerimaan daerah. Hal 3

(3)

ini menunjukan adanya persamaan antara pajak dan retribusi, yaitu pemungutan oleh pemerintah daerah kepada masyarakat yang didasarkan kepada aturan hukum yang jelas dan kuat. Pajak dan retribusi daerah sebagai sumber penerimaan daerah telah dipungut di Indonesia sejak awal kemerdekaan Indonesia. Sumber penerimaan ini terus dipertahankan sampai dengan era otonomi daerah. Penetapan pajak dan retribusi daerah sebagai sumber penerimaan daerah ditetapkan dengan dasar hukum yang kuat, yaitu dengan undang-undang, khususnya undang-undang tentang pemerintahan daerah maupun tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah.4 Besarnya peran yang diberikan oleh pajak daerah sebagai sumber dana dalam pembangunan nasional, maka tentunya perlu lebih digali lagi potensi pajak yang ada dalam masyarakat sesuai dengan situasi dan kondisi perekonomian serta perkembangan bangsa ini. Salah satu sumber potensi pajak yang patut digali sesuai situasi dan kondisi perekonomian serta perkembangan pembangunan bangsa sekarang ini adalah jenis Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).5

Pajak BPHTB adalah jenis pajak daerah yang masih tergolong baru sebab sebelumnya ditangani oleh Pemerintah Pusat dan saat ini telah dialihkan kepada daerah. Oleh karena jangka waktu pelaksanaannya di daerah masih baru yaitu mulai berlaku sejak bulan Januari 2011, sehingga masih banyak penyesuaian di lapangan yang harus dilakukan oleh Pemerintah Daerah terutama dibidang pelayanan.

Dalam perbuatan hukum pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, bagi pihak yang mengalihkan dan pihak yang menerima pengalihan masing-masing telah ada ketentuan-ketentuan yang mengatur dan menetapkan dalam peraturan yang berbeda mengenai kewajiban masing-masing pihak dalam hal pembayaran. Tujuan

4Ibidhal 30 5

(4)

adanya ketentuan ini adalah agar dapat memaksimalkan penerimaan pajak bagi kas Negara.6

Dalam pelaksanaanya, BPHTB melibatkan banyak pihak yang terkait seperti : Kantor Pertanahan, Notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), Bank, Pemerintahan Daerah, Pengadilan termasuk lembaga-lembaga yang ada di bawahnya, selain itu peraturan-peraturan yang mendukung pelaksanaan BPHTB juga saling terkait antara satu dengan lainnya. Karena saling keterkaitan tersebut, baik keterkaitan peraturan maupun lembaga-lembaganya, maka dalam prakteknya tidak jarang malah menimbulkan masalah.

Dasar yuridis pemungutan BPHTB terdapat didalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah, telah mengatur dengan jelas bahwa untuk dapat dipungut pada suatu daerah, setiap jenis pajak daerah harus ditetapkan dengan peraturan daerah. Hal ini berarti untuk dapat diterapkan dan dipungut pada suatu daerah kabupaten, atau kota, harus terlebih dahulu ditetapkan peraturan daerah tentang pajak daerah tersebut.

Sehubungan pengalihan pengelolaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB) dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Kota dan Kabupaten sesuai amanat Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah, maka Pemerintah Kota Medan menerbitkan sejumlah peraturan, yakni, Peraturan Daerah

6Kartasapoetra G.,Pajak Bumi dan Bangunan Prosedur dan Pelaksanaannya,Bina Aksara,

(5)

Kota Medan Nomor 1 Tahun 2011, Peraturan Walikota Nomor 24 Tahun 2011 dan Surat Edaran Kepala Dinas Pendapatan (Dispenda) Kota Medan.7

Peraturan daerah tentang suatu pajak daerah diundangkan dalam lembaran daerah yang bersangkutan. Peraturan daerah tentang suatu pajak daerah tidak dapat berlaku surut dan tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menjelaskan Pasal 1 bahwa Peraturan Daerah Provinsi adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dengan persetujuan bersama Gubernur. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama Bupati/Walikota.

Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah menyatakan bahwa sistem untuk pembayaran BPHTB terutang menggunakan self assestment system, begitu juga dengan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 1 tahun

2011 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan dan Peraturan Walikota Nomor 34 Tahun 2011.

Beberapa masalah yang timbul disebabkan karena tindakan penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan Kadispenda Medan melalui surat edarannya yang

7 Harian Analisa, IPPAT Nilai Verifikasi Dispenda Medan Munculkan Berbagai Masalah,

(6)

mewajibkan para wajib pajak terlebih dahulu melakukan verifikasi (pemeriksaan) ke dinas tersebut. Padahal aturan verifikasi tidak diatur dalam Undang-Undang dan Peraturan Daerah dan Peraturan Walikota.8Maka dari ituself assestment systemtidak dapat terlaksana lagi.

Perolehan hak atas tanah yang telah bersertifikat yang dilakukan para pihak harus dibuat dengan menggunakan akta otentik dan dilakukan di hadapan PPAT. Oleh karena peralihan hak atas tanah itu, merupakan merupakan salah satu perbuatan hukum yang dibuat dengan akta otentik oleh PPAT, maka salah satu kewajiban PPAT dalam pembuatan akta itu adalah memastikan bahwa pembayaran BPHTB yang terutang sudah dilunasi oleh Wajib Pajak dengan memperlihatkan bukti Surat Setoran Pajak Daerah Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (SSPD).

Bagi Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SSPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. Dan bagi Wajib Pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SSPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang bayar.9

8Ibid

9Richard, Sistem Perpajakan di Indonesia, www.Sumaterautara.go.id/index.php/bphtb.html

(7)

Verifikasi Dispenda Kota Medan memunculkan beberapa masalah yang mengganggu lalu lintas penyetoran BPHTB ke kas Pemko Medan. Selain itu, berakibat kevakuman dan stagnasi kegiatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).10

Penelitian/verifikasi yang dilakukan oleh Dispenda Kota Medan, bukan saja terhadap kebenaran dari surat setoran BPHTB dan kelengkapan dokumen pendukungnya, akan tetapi penelitian/verifikasi dilakukan juga terhadap tunggakan pembayaran PBB mulai sejak tahun 1994 sampai tahun 2011, dan verifikasi terhadap Surat Setoran BPHTB baru dapat diberikan apabila tunggakan PBB yang ada sejak tahun 1994 sampai dengan tahun 2011 dilunasi oleh pemohon, dalam hal ini pembeli yang terakhir dari objek pajak (tanah/bangunan), walaupun data tunggakan yang disodorkan masih diragukan kebenarannya. Hal ini jelas menyimpang dari rasa keadilan dan kepatutan.11

Adapun hal-hal yang harus diverifikasi antara lain, kebenaran data tanah atau bangunan yang tertera dalam Surat Pemberitahuan Pajak Tahunan Bumi dan Bangunan (SPPT-BB) dengan kondisi lapangan. Selain itu, kaharusan membayar pajak tunggakan pajak bumi dan bangunan (PBB) sampai 15 tahun kebelakang. Keharusan verifikasi menjadi bermasalah karena mempengaruhi lamanya proses transaksi pemindahan dan peralihan hak atas tanah. Selanjutnya, keharusan membayar tunggakan PBB melanggar Peraturan Walikota karena dalam peraturan itu kadaluarsa pajak adalah sepuluh tahun dan menimbulkan ketidak-adilan bagi masyarakat terutama pihak penjual yang belum tentu pemilik tanah selama 15 tahun kebelakang.12

Masalah lain juga muncul diakibatkan Peraturan Walikota yang menentukan pengurangan pembayaran BPHTB terhadap warisan dan hibah dapat diberikan oleh

10

Harian Analisa,Loc.Cit

11Anthony,Tata cara pembayaran BPHTB di Kota Medan, www.analisadaily.com diakses

(8)

Kepala Dinas Pendapatan melalui Surat Keputusan pemotongan maksimal dengan jumlah 50 persen. Mereka menilai pemotongan itu membuka peluang kemungkinan terjadi kolusi dan nepotisme.

Pihaknya telah berupaya membahas persoalan-persoalan tersebut dengan pihak terkait yaitu, Komisi C DPRD Medan, Dispenda Medan, Kantor Pertahanan Medan namun tidak membuahkan hasil apapun, bahkan pertemuan terakhir dengan Kadispenda Medan, para notaris itu merasa dilecehkan.Selain itu, soal pernyataannya ada PPAT yang lain bukan melecehkan profesi PPAT tapi memang jika tidak mau bekerjasama dengan Dispenda masih ada PPAT yang mengganti. “Bukan PPAT yang lain, tapi PPAT pengganti. Kalau mereka berhenti kan ada penggantinya. Soalnya dari pertemuan itu ada salah satu orang yang ngotot betul, dan menyalahkan Dispenda bahkan menyampaikan kami capek-capek kerja, makanya saya bilang, kalau tidak sanggup jadi PPAT masih ada PPAT pengganti. Dispenda disini, lanjutnya sebenarnya tidak ada mempersulit hanya membantu bagaimana masuknya dana Anggaran Dasar ke Dinas Pendapatan Kota Medan.13 Dia juga menegaskan soal adanya tudingan intervensi bank. pihak bank tidak mau menerima sebelum Dispenda melakukan Verifikasi. Artinya, verifikasi untuk menyelamatkan dana yang terjadi di lapangan. “Kita harus verifikasi supaya jangan ada kekurangan bayar di lapangan, kalau tidak diverifikasi ternyata di lapangan ada tanah sebelumnya tidak ada bangunan, ternyata ada bangunan ini kita tarik lagi BPHTB sebelum mereka bayar.14

Pembinaan dan pengawasan pelaksanaan Tugas Pejabat Pembuat Akta Tanah diatur dalam Peraturan Menteri Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1999 Pasal 35 tentang Peraturan Jabatan Pembuat Akta Tanah, sebagai berikut;

a. Pembinaan dan Pengawasan pelaksanaan Tugas PPAT dilakukan dengan :

1) Penetapan peraturan mengenai ke-PPAT-an sebagai pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998;

(9)

2) Penetapan peraturan dan petunjuk teknis mengenai pelaksanaan tugas PPAT; 3) Sosialisasi kebijaksanaan dan peraturan pertanahan serta petunjuk teknis

kepada para PPAT;

4) Pemeriksaan mengenai pelaksanaan kewajiban-kewajiban PPAT; serta

5) Pengenaan tindakan administratif terhadap PPAT yang melangar larangan atau melalaikan kewajibanya.

b. Dalam rangka pembinaan dan pengawasan pelaksanaan tugas PPAT Kantor Pusat Badan Pertanahan Nasional;

1) Memberikan petunjuk teknis mengenai pelaksanaan tugas jabatan PPAT, serta 2) Menyampaikan dan menjelaskan kebijaksanaan dan peraturan pertanahan serta petunjuk teknis pelaksanaan tugas jabatan PPAT yang telah ditetapkan oleh pejabat yang berwenang menurut peraturan perundang-undangan.

c. Dalam rangka pembinaan dan pengawasan PPAT Kepala Kantor Wilayah; 1) Menyampaikan dan menjelaskan kebijaksanaan dan peraturan pertanahan

serta petunjuk teknis pelaksanaan tugas PPAT yang telah ditetapkan oleh pejabat yang berwenang menurut peraturan perundang-undangan;

2) Melaksanakan fungsinya dalam rangka pengenaan tindakan administrasi kepada PPAT yang melanggar larangan atau melalaikan kewajibannya sesuai ketentuan dalam peraturan ini.

d. Dalam rangka pembinaan pengawasan PPAT Kepala Kantor Pertanahan;

(10)

yang berwenang menurut peraturan perundangan yang berlaku dalam koordinasi Kepala Kantor Wilayah;

2) Melaksanakan fungsinya dalam rangka mengenakan tindakan administratif kepada PPAT yang melanggar larangan atau melalaikan kewajiban sesuai ketentuan dalam peraturan ini;

3) Memeriksa akta PPAT dalam rangka pendaftaran peralihan atau pembebanan hak atas tanah yang bersangkutan dan memberitahukan alasannya secara tertulis kepada PPAT yang bersangkutan apabila akta tersebut tidak memenuhi syarat dasar pendaftaran peralihan atau pembebanan hak;

4) Melakukan pemeriksaan mengenai pelaksanaan kewajiban operasional PPAT. Dalam rangka pelaksanaan pemeriksaan mengenai pelaksanaan kewajiban operasional PPAT, Kepala Kantor Pertanahan dapat menugaskan staf Kantor Pertanahan untuk melakukan pemeriksaan di Kantor PPAT yang bersangkutan. Petugas ditugaskan untuk melakukan pemeriksaan harus disertai surat tugas.

Self assessment System adalah suatu sistem perpajakan dalam mana inisiatif untuk memenuhi kewajiban perpajakan berada di Wajib Pajak.15 Untuk bisa meningkatkan penerimaan pajak tidak mudah, karena sistem self assessment yang diterapkan di Indonesia mengandung banyak kelemahan. Salah satunya adalah sangat tergantung pada kejujuran wajib pajak. Apabila wajib pajak tidak jujur, maka tidak mudah bagi petugas pajak untuk menghitung pajak yang terutang hingga benar.

(11)

Apalagi masih terdapat kendala seperti kerahasiaan bank dan terbatasnya data transaksi keuangan pajak.16

Sistem pemungutan pajak di Indonesia saat ini menganut self assessment system. Dalam sistem ini, wajib pajak atau pengusaha kena pajak diberi kepercayaan untuk melakukan kewajiban pajaknya dengan menghitung sendiri dasar pengenaan pajak, menghitung sendiri pajak yang terutang, memperhitungkan sendiri pembayaran pajak baik yang dibayar sendiri maupun yang dibayar melalui pemotongan atau pemungutan oleh orang lain, membayar sendiri jumlah pajak terutang yang dimaksud dan melaporkan sendiri perhitungan tersebut dengan mengisi Surat Pemberitahuan dan menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.17

Sistem ini juga berlaku bagi wajib pajak dalam hal peralihan hak yaitu perhitungan pajak PPh (Pajak Penjual) dan BPHTB (Pajak Pembeli) . Jadi Perhitungan lembaran SSP dan SSPD tersebut diisi dan dibayar oleh wajib pajak tersebut terlebih dahulu sebelum melakukan penanda tanganan akta di hadapan PPAT/Notaris, sesuai dengan Pasal 91 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak daerah dan Retribusi Daerah secara tegas menyatakan: “Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris hanya dapat menandatangani akta pemindahan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan setelah Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak”.

Konsekuensi yang akan diterima oleh PPAT/Notaris, terhadap pelanggaran sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 91 ayat (1) akan dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp.7.500.000,00 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah)

16Siti Zubaidah, Sistem Self Assestment dalam pembayaran BPHTB, www.wikipedia.org/wiki/Pajak,

diakses 9 Juni 2012

(12)

untuk setiap pelanggaran.18 Sesuai dengan Pasal 93 ayat (1) Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 dan sesuai juga dengan Pasal 27 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Medan nomor 01 Tahun 2011 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Berdasarkan penjelasan di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam bentuk tesis tentang hal tersebut dengan judul : “Kajian Yuridis Terhadap Pelaksanaan Pasal 91 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah di Kota Medan.”

B. Perumusan Masalah

Adapun pokok masalah dari penelitian ini adalah:

1. Bagaimana fungsi pengawasan yang dilaksanakan oleh PPAT/Notaris terhadap pemenuhan kewajiban pembayaran BPHTB atas pengalihan hak atas Tanah dan Bangunan di Kota Medan?

2. Bagaimana sistem pemungutan BPHTB di Kota Medan?

3. Bagaimana kepastian hukum atas pembayaran BPHTB terutang yang akta pengalihan hak atas tanah dan bangunannya telah dibuat oleh PPAT

/

Notaris di Kota Medan?

C. Tujuan Penelitian

Sebagai tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahuifungsi pengawasan yang dilaksanakan oleh PPAT/Notaris

terhadap pemenuhan kewajiban pembayaran BPHTB atas pengalihan hak atas 18

(13)

Tanah dan Bangunan di Kota Medan

2. Untuk mengetahuisistem pemungutan BPHTB di Kota Medan.

3. Untuk mengetahui kepastian hukum atas pembayaran BPHTB terutang yang akta pengalihan hak atas tanah dan bangunannya telah dibuat oleh PPAT/Notaris di Kota Medan.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi pemerintah dalam

membuat kebijakan yang strategis dalam peningkatan pajak daerah dan retribusi daerah khususnya di Kota Medan.

2. Untuk menambah wawasan keilmuan penulis terutama berkaitan dengan Hukum Pajak dalam hal ini Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

3. Hasil penelitian diharapkan dapat dipakai untuk pengembangan dalam rangka mencari dan untuk mendapatkan pemikiran baru mengenai pajak daerah dan retribusi daerah untuk menunjang pembangunan Daerah di Kota Medan.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan oleh peneliti di perpustakaan Universitas Sumatera Utara khususnya di Magister Kenotariatan, diketahui bahwa penelitian tentang Kajian Yuridis Terhadap Pelaksanaan Pasal 91 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi

(14)

masalah yang sama, walaupun ada beberapa topik yang mirip, namun jelas berbeda dengan penelitian ini.

Ada ditemukan beberapa penelitian sebelumnya tentang perpajakan (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan), namun topik permasalahan dan bidang kajiannnya berbeda dengan penelitian ini, peneliti tersebut antara lain :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Belinda Siti Ayesha, Mahasiswa Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul “Hak pemungutan pajak penghasilan dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan (Studi di Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota”.

Pokok masalah dari penelitian adalah:

a. Apakah pemungutan PPh dan BPHTB dapat dikenakan terhadap semua jenis Bangunan?

b. Bagaimana upaya yang dilakukan wajib pajak untuk mengajukan keberatan terhadap pemungutan PPh dan BPHTB atas setiap perolehan hak atas tanah dan bangunan?

c. Apakah kendala-kendala yang terdapat dalam pembayaran PPh dan BPHTB hak atas PPh/atau bangunan tersebut?

2. Penelitian yang dilakukan oleh Diana Elisabeth Siallagan, Mahasiswa Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul “Pembebanan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) terhadap Pemisahan dan Pembagian Warisan”.

(15)

a. Kapankah peralihan hak atas tanah dan bangunan karena pewarisan terjadi dengan sempurna sehingga dapat dikenakan BPHTB?

b. Apakah perolehan hak atas tanah dan bangunan karena pemisahan dan pembagian warisan merupakan objek BPHTB, sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan BPHTB?

c. Apakah kendala-kendala yang terdapat dalam pelaksanaan pemungutan Pajak Penghasilan dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan atau Bangunan?

3. Penelitian yang dilakukan oleh Agustina Lusiana, Mahasiswa Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul “Analisis Hukum Atas Perbuatan Notaris Yang Menerima Penitipan Pembayaran BPHTB (studi kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 2601/PD.B/2003/PN.MDN)”.

Pokok masalah dari penelitian adalah:

a. Bagaimanakah keabsahan sebuah akta yang dibuat oleh notaris yang menimbulkan delik hukum?

b. Bagaimanakah akibat hukum terhadap notaris yang melakukan penerimaan penitipan pembayaran BPHTB?

c. Bagaimanakah kebijakan hukum dalam upaya mengatasi perbuatan notaris yang menerima penitipan pembayaran BPHTB?

(16)

Kisaran”.

Pokok masalah dari penelitian adalah:

a. Bagaimana pengaturan PPh dan BPHTB tentang mengharuskan wajib pajak melakukan pembayaran terutang?

b. Kendala-kendala apa saja yang timbul dalam pelaksanaan pemungutan PPh dan BPHTB di Kota Kisaran?

c. Bagaimana penyelesian terhadap kendala-kendala yang timbul dalam pelaksanaan pembayaran PPh dan BPHTB?

Dengan demikian jelas bahwa penelitian ini adalah asli karena sesuai dengan asas-asas keilmuan yaitu jujur, rasional, objektif dan terbuka. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya secara akademis.

F. Teori dan Konsepsi

1. Teori

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan atau pegangan teoritis dalam penelitian.19

Ilmu hukum dalam perkembangannya tidak terlepas dari ketergantungan pada berbagai ilmu lainnya. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Soejono Soekanto bahwa perkembangan ilmu hukum selain bergantung pada metodologi, aktivitas

19M. Solly Lubis,Filsafat Ilmu dan Penelitian,Mandar Maju, Cetakan ke I, Bandung, 1994,

(17)

penelitian dan imajinasi sosial, juga semangat ditentukan oleh teori.20 Suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak benaranya.21 Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi.22Teori menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis artinya mendudukkan masalah penelitian yang telah dirumuskan didalam kerangka teoritis yang relevan, yang mampu menerangkan masalah tersebut.23

Teori diartikan sebagai ungkapan mengenal kausal yang logis diantara perubahan variabel dalam bidang tertentu, sehingga dapat digunakan sebagai kerangkan pikir (frame of thinking) dalam memahami serta menangani permasalahan yang timbul dalam bidang tersebut.24

Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan atau petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati.25

Dalam teori konvensional, tujuan hukum adalah “mewujudkan keadilan (rechtsgerchtigheid), kemanfaatan (rechtsutiliteit) dan kepastian hukum (rechtszekerheid).”26 Dalam hal mewujudkan keadilan, Adam Smith (1723-1790), Guru Besar dalam bidang filosofi moral dan sebagai ahli teori hukum dari Glasgow

20 Soejono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta 1986, hal. 6

21 J.J.J. M. Wuisman,Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I, penyunting M. Hisman, UI Press

Jakarta, 1996, hal. 203

22 Ibid, hal. 122

23 Made Wiratha, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian, Skripsi dan Tesis, Andi,

Yogyakarta, 2006, hal. 6

24Bintoro Tjokroamidjojo,Teori dan Strategi Pembangunan Nasional, CV. Haji Mas Agung,

Jakarta, 1998, hal. 12

25

Lexy J. Moleong,Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993, hal. 35

26 Achmad Ali, Menguak Takbir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), Gunung

(18)

University pada tahun 1750,27 telah melahirkan ajaran mengenai keadilan (justice). Smith mengatakan bahwa “tujuan keadilan adalah untuk melindungi diri dari kerugian” (the end of justice is to secure from injury).28

Dalam literatur dikenal beberapa teori tentang tujuan hukum. Kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu peraturan dibuat dan diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis. Jelas dalam arti tidak menimbulkan keragu-raguan (multitafsir) dan logis dalam arti karena menjadi suatu sistem norma dengan norma lain sehingga tidak berbenturan atau ketidakpastian aturan dapat berbentuk kontenstasi norma, reduksi norma atau distorsi norma.29

Hans Kalsen sebagai salah satu eksponen genre of legal positivism mengonstrusikan suatu model mengenai stufenbau des recht atauthe hierarchy of norms yang dijadikan referensi teoritis oleh banyak Negara dalam konstruksi tata urutan perundang-undangannya. Walaupun ada beberapa pemikir yang menngontruksi hirarki peraturan perundang-undangan, tetapi dengan model atau anasir-anasir yang berbeda.30

Eksplorasi pemikiran Hans Kalsen mengenai hirarki peraturan perundang-undangan yang ab initio harus didalam konteks nalar legal positivism atau the hierarchy of normsHans Kalsen intheren dengan nalar hukum legal positivism.Hans Kalsen mengkualifikasikan hukum sebagai sesuatu yang murni formil. Jadi, tata

27Bismar Nasution,mengkaji Ulang sebagai landasan Pembangunan Ekonomi, Pidato pada

Pengukuhan sebagai Guru Besar, USU- Medan, 17 Aprul 2004, hal. 4-5. sebagaimana dikutip dari Neil Mac Cormick, “Adam Smith On law” Valvaraiso University Law Review,Vol. 15. 1981, hal. 244

28Ibid, sebagaimana dikutip dari R.L. Meek, D.D. Raphael dan P.G. Stein, e.d, Lecture of

Jurisprudence, Indianapolis, Liberty Found, Tahun 1982, hal. 9

29

Denny Maulana, Tujuan dan fungsi hukum, www.Praktishkm.com, diakses tanggal 9 Agustus 2010

30 Muhammad Egi Prayoga, Teori Hans Kelsen,

(19)

hukum adalah suatu sistem norma, sistem norma merupakan suatu susunan berjenjang (hirarki) dan setiap norma bersumber pada norma yang berada di atasnya, yang membentuknya atau yang menentukan validasinya dan menjadi sumber bagi norma yang ada dibawahnya. Puncak dari hirarki tersebut adalah suatu norma dasar yaitu konstitusi. Norma dasar tersebut merupakan menjadi dasar tertinggi validitas keseluruhan tata hukum. Konstitusi yang dimaksud disini adalah konstitusi dalam arti materil, bukan formil.

Teori the hierarchy of norms yang diintrodusi Hans Kalsen di atas dapat dimaknai sebagai berikut : 1) peraturan perundang-undangan yang lebih rendah harus bersumber atau memiliki dasar hukum atau validasi dari suatu peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. 2) isi atau materi muatan peraturan perundang-perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh menyimpangi atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.31

Lebih lanjut, Hans Kalsen mempustulasikan bahwa sifat keputusan final yang dibuat otorita yang berkompeten tersebut adalah bersifat konstituif, bukan deklaratif. Jadi, keputusan yang membatalkan suatu norma dengan alasan tertentu pada norma hukum tersebut adalah batal (null) ab initio. Pembatalan tersebut adalah suatu pembatalan dengan kekuatan berlaku surut. Jadi pada prinsipnya setiap norma hukum selalu valid, tidak batal(null),tetapi ia dapat dibatalkan oleh suatu lembaga atau organ yang berkompeten dengan alasan tertentu menurut tata hukum. Konsekuensinya, suatu norma hukum harus selalu dianggap valid sampai ia dibatalkan manakala lembaga yang berkompoten memutuskan demikian melalui judicial review atau jika norma hukum tersebut adalah undang-undang, maka ia pula lazimnya dibatalkan oleh undang-undang lain menurut asas Lex posterior derogate priori atau dengan desuetude.32

31Hans Kalsen, TeoriHukum Murni (Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif Sebagai Ilmu

Hukum Empirik-Deskriptif,diterjemahan oleh Somardi Ahli Bahasa , Rimdipress, 1993, hal 7.

(20)

Dari penjelasan diatas maka dapat diketahui sistem pendaftaran tanah tidak lepas dari sistem perpajakan. Hal ini tentunya dalam model manajemen modern terhadap tanah yang dimiliki dua pokok kepentingan Negara, yaitu berkenaan dengan kepentingan devisa dari pajak dan kepentingan rakyat (kewajiban Negara) untuk aspek kepastian dan perlindungan hukum terhadap pemilikan tanah.

2. Konsepsi

Konsep adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang disebut denganoperational definition.33Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai.34 Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan.

Pasal 25 Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 1 Tahun 2011 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, dinyatakan bahwa Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris hanya dapat menandatangani akta pemindahan Hak Atas Tanah dan/atau bangunan setelah wajib pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak berupa Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD). PPAT adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu

33 Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi

Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia,Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1993, hal. 10.

34 Tan Kamelo, Perkembangan Lembaga Jaminan Fiducia: Suatu Tinjauan Putusan

(21)

mengenai hak atas tanah. PPAT bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah, yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu.35 Demikian halnya dalam pemberian hibah atas tanah dan bangunan.

Selanjutnya dapat definisi konsepsi dasar dalam penulisan ini yaitu:

1. Kewajiban perpajakan adalah sebagai kewajiban kenegaraan dan merupakan sarana peran serta rakyat dalam pembiayaan Negara dan pembangunan nasional.36 2. Retribusi adalah suatu pembayaran wajib dari penduduk kepada Negara karena

adanya jasa tertentu yang diberikan Negara bagi penduduk secara perorangan.37 3. Kepatuhan adalah seseorang yang langsung mentaati kepada sesuatu hal

yangtelah menjadi perintah atau larangan38 berdasarkan peraturan perundang-undangan.

4. Bea Perolahan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB) adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan (pajak pembeli).39 5. Verifikasi adalah proses pengecekan data apakah sudah sesuai dengan aturan atau

tidak. Apakah sudah sesuai dengan data yang ada atau berbeda.

35

Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah

36

Penjelasan umum Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

37 Amin Widjaya Tunggal, Pelaksanaan Pajak Penghasilan Perorangan, Rineka Cipta,

Jakarta, 1995 hal 6. 38

Supandi, .Kepatuhan Hukum Pejabat Dalam Mentaati Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara di Medan., Disertasi, SPs-USU, Medan, 2005, hal. 62.

39

(22)

6. PPAT ( Pejabat Pembuat Akta tanah) adalah adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai Hak Atas Tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun. 7. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan

kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN).

8. Self assessment merupakan suatu sistem perpajakan yang memberikan kepercayaan dan tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk berinisiatif mendaftarkan dirinya untuk mendapatkan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) serta menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri pajak terutang.

G. Metode Penelitian

1. Sifat Penelitian

Sifat penelitian penulisan ini yaitu deskriptif analitis. Bersifat deskriptif maksudnya dari penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan yang diteliti. Analitis mengungkapkan karakteristik objek dengan cara menguraikan dan menafsirkan fakta-fakta tentang konvensi bahasa dan pokok persoalan yang diteliti40.

Jenis penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif (normative legal research), yaitu dengan meneliti bahan kepustakaan atau data sekunder yang

40Effendy,Tata Cara Pembuatan Tesis, www.universitaspendidikanIndonesiaonline.com

(23)

meliputi buku-buku serta norma-norma hukum yang terdapat pada peraturan perundang-undangan, asas-asas hukum, kaedah hukum dan sistematika hukum serta mengkaji ketentuan perundang-undangan, putusan pengadilan dan bahan hukum lainya.41Penelitian normatif merupakan prosedur penelitian Ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya.42 Penelitian normatif seringkali disebut dengan penelitian doktrinal yaitu penelitian yang objek kajiannnya adalah dokumen peraturan perundang-undangan dan bahan kepustakaan.43 Penelitian ini menggunakan pendekatan hukum normatif tersebut karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral penelitian.44

2. Pendekatan Penelitian

Sesuai dengan jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian yuridis normatif, pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach).

Pendekatan perundang-undangan dilakukan untuk meneliti ketentuan yang mengatur mengenai perlindungan hukum yang diberikan kepada PPAT/Notaris terhadap Akta pengalihan hak atas tanah dan bangunan yang pajak BPHTBnya dibayarkan sebelum ditanda-tanganinya akta tersebut, untuk menghindari adanya

41Johnny Ibrahim,Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayu Media

Publishing, Malang, 2005, hal. 336

42Ibid

, hal. 57

(24)

permasalah hukum dikemudian hari, dimana di dalam pengaturannya masih terdapat hal-hal penting agar diatur secara tegas dan jelas.

3. Sumber Data Penelitian

Data yang diperoleh dan diolah dalam penelitian hukum normatif adalah data sekunder yang diperoleh dari sumber kepustakaan.45Data sekunder yang dipakai adalah bahan hukum.

Berdasarkan kekuatan yang mengikatnya, bahan hukum untuk memperoleh data terbagi menjadi 3 (tiga) bagian yaitu :

a. Bahan hukum primer yaitu hukum yang mengikat dari sudut norma dasar peraturan dasar dan perundang-undangan.46

Didalam Penelitian ini penulis mengkaji ketentuan yang berasal dari perundang-undangan yang mengatur perlindungan hukum terhadap Notaris/PPAT yang terdiri dari :

1) Norma atau kaidah dasar, yaitu Pembukaan UUD 1945

2) undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 21 tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah. 3) Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi daerah.

45 Ibid, hal. 57

46 Soerjono Soekanto dan Sri Mulyadi,Penelitian Hukum Normatif Suatu Tujuan Singkat,

(25)

4) Peraturan Daerah Kota Medan, Nomor 1 Tahun 2011 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.

5) Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

6) Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

7) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah

b. Bahan hukum sekunder terutama adalah buku teks karena buku teks berisi mengenai prinsip-prinsip dasar ilmu hukum dan pandangan-pandangan klasik para sarjana yang mempunyai klasifikasi tinggi.47 Bahan hukum sekunder yaitu semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi, yang terdiri atas :

1) Buku-buku literatur atau bacaan yang menjelaskan mengenai Perlindungan Hukum Bagi Notaris/PPAT terhadap sanksi/denda yang dikenakan atas pembayaran BPHTB

2) Pendapat ahli yang berkompeten dengan penelitian peneliti.

3) Tulisan dari para ahli yang berkaitan dengan sanksi/denda atas pembayaran BPHTB

(26)

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan tambahan terhadap bahan hukum primer dan sekunder yang terdapat dalam penelitian yaitu :48

1) Kamus Bahasa Indonesia 2) Kamus Ilmiah Populer 3) Surat Kabar

4) Internet, makalah-makalah yang berkaitan dengan objek penelitian.

4. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode Penelitian Kepustakaan (library research). Studi kepustakaan dilakukan untuk mengumpulkan data sekunder melalui pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan, literatur-literatur, tulisan-tulisan para pakar hukum, bahan kuliah yang berkaitan dengan penelitian ini.49

Pengumpulan data mana yang akan dipergunakan di dalam suatu penelitian hukum, senantiasa tergantung pada ruang lingkup dan tujuan penelitian yang dilakukan yaitu50 untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian ini digunakan teknik penelitian dengan cara studi dokumen (documentary study).

48

Soerjono Soekanto dan Sri Mulyadi, Op.Cit.,hal. 55

49Riduan,Metode& Teknik Menyusun Tesis, Bina Cipta, Bandung, 2004, hal. 97

50 Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta,

(27)

Namun apabila dari studi dokumen tidak dapat mendapatkan data yang lengkap maka untuk melengkapi dan menambah data dalam penelitian ini akan dipergunakan cara memperoleh data dari informan bila diperlukan51.

5. Analisis Data

Analisis data merupakan proses mengorganisasikan dan menguraikan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesa kerja seperti yang disarankan data.52

Pengolahan, analisis dan konstruksi data penelitian hukum normatif dapat dilakukan dengan cara melakukan analisis terhadap kaidah hukum dan kemudian konstruksi dilakukan dengan cara memasukkan kategori-kategori atas dasar pengertian dasar sistem hukum tersebut. Hasil pengumpulan data akan ditabulasi dan di sistematisasi. Kemudian menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum untuk permasalahan yang bersifat rasio/logika berfikir deduktif induktif.53

Selanjutnya bahan hukum yang telah ada akan dianalisis berdasarkan untuk melihat bagaimana ketentuan hukum perpajakan Indonesia mengatur mengenai sanksi/denda atas pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.

51Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum,Rineka Cipta, Jakarta, 2003, hal. 91 52Lexi J. Moleong,Op.Cit, hal.103

Referensi

Dokumen terkait

Konsep ini menunjukkan bahwa anggota sistem sosial kapan saja bisa letih dan jenuh ketika tunduk atau terlalu terikat dalam sistem sosial. Untuk itu semua sistem sosial harus

Pemprograman visual Basic 6.0 Potensi Kombinasinya Dengan Macromedia Flash MX. Panduan Mudah

Dari keempat strategi bauran pemasaran tersebut peneliti cenderung memiliki strategi produk dan harga sehingga saya tertarik untuk mengetahui perilaku konsumen dalam

Berdasarkan angka sementara hasil pencacahan lengkap Sensus Pertanian 2013, jumlah usaha pertanian di Kabupaten Sintang sebanyak 69.093 dikelola oleh rumah

Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, adalah Allah yang cemburu, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya,

Beberapa fasilitas inilah yang dikemas dalam satu chip yang kemudian dipasang pada papan arduino uno dengan penambahan-penambahan komponen lain seperti penyediaan

TOWR Sarana Menara Nusantara Tbk Purwantono, Suherman dan Surja (Ernst & Young) 1 39. ROTI Nippon Indosari Corpindo Tbk Purwantono, Suherman dan Surja (Ernst & Young)

Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa: penerapan PPR dapat meningkatkan ketiga aspek pembelajaran, yaitu: competence (kompetensi) ,