SKRIPSI
MEDIASI SEBAGAI PILIHAN PENYELESAIAN
SENGKETA ANTARA PT ALAM SUTERA REALTY Tbk.
DENGAN WARGA BANJAR (DUSUN) SUKA DUKA GIRI
DHARMA, DESA UNGASAN, KABUPATEN BADUNG
ANAK AGUNG WANDA PAKSINDRA DWIPAYANA NIM. 1203005030
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
ii
SENGKETA ANTARA PT ALAM SUTERA REALTY Tbk.
DENGAN WARGA BANJAR (DUSUN) SUKA DUKA GIRI
DHARMA, DESA UNGASAN, KABUPATEN BADUNG
Skripsi ini dibuat untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Udayana
ANAK AGUNG WANDA PAKSINDRA DWIPAYANA NIM. 1203005030
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena atas Asung Kertha Wara Nugraha-Nya, skripsi ini dapat penulis selesaikan dengan baik.
Adapun judul skripsi ini adalah “MEDIASI SEBAGAI PILIHAN PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA PT ALAM SUTERA REALTY Tbk. DENGAN WARGA BANJAR (DUSUN) SUKA DUKA GIRI DHARMA, DESA UNGASAN, KABUPATEN BADUNG”. Skripsi ini diajukan sebagai kewajiban dalam rangka memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Udayana.
Penulis menyadari bahwa penyusunan dan penyelesaian skripsi ini dapat berhasil
dengan baik berkat arahan, bimbingan, dukungan, masukan dan saran dari berbagai pihak
yang telah meluangkan waktunya dalam penyusunan skripsi ini. Pada kesempatan ini
izinkanlah penulis menyampaikan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. I Gusti Ngurah Wairocana, SH.,MH, Dekan Fakultas Hukum
5. Bapak Nyoman A. Martana, S.H., M.H Ketua Bagian Hukum Peradilan serta Bapak
Nyoman Satyayudha Dananjaya, S.H., M.Kn., Sekretaris Bagian Hukum Peradilan
Fakultas Hukum Universitas Udayana sekaligus sebagai Dosen Pembimbing II
vi
skripsi ini, yang telah memberi arahan, bimbingan, dukungan, saran dan petunjuk
yang sangat bermanfaat bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Bapak Nyoman Widana, Bapak Wayan Kurma selaku Klian Dinas dan Klian Adat
Br. Suka Duka Giri Dharma, Desa Ungasan, Kabupaten Badung yang telah
menyediakan waktunya untuk diwawancarai sehingga penulis dapat memperoleh
data dalam menyempurnakan skripsi ini.
8. Anak Agung Putu Siki Darmaja dan Niluh Suparmini (Jero Lestari) selaku orang
tua penulis yang senantiasa sabar dan tak pernah berhenti memberikan dukungan
demi rampungnya skripsi ini,
9. Anak Agung Aditya Alnanda Wibisana dan Anak Agung Winda Bardiandari
Prabandini S.H., selaku saudara penulis yang selalu memberikan motivasi-motivasi
penyemangat pada saat jenuh maupun suntuk.
10.Teman-teman tersayang dan seperjuangan yang selalu bersama-sama saat menjalani
masa-masa kuliah yaitu teman-teman angkatan 2012 dan keluarga besar, Badan
Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum, tempat saya menempa soft skill dan
menimba pengalaman yang tak kalah berguna dan sangat bermanfaat dalam
penyusunan dan perampungan tugas akhir ini yang tidak dapat penulis sebutkan
vii
11.Bapak dan Ibu Dosen di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Udayana yang
telah sangat berjasa memberikan ilmu pengetahuan selama penulis duduk di bangku
perkuliahan.
12.Seluruh Staff Administrasi dan Pegawai di lingkungan Fakultas Hukum Universitas
Udayana.
Akhirnya, dengan menyadari keterbatasan dan ketidaksempurnaan skripsi ini,
penulis mengharapkan kritik dan saran untuk penyempurnaan skripsi ini.
Denpasar, 25 Februari 2016
ix DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL DEPAN... i
HALAMAN SAMPUL DALAM ... ii
HALAMAN PERSYARATAN GELAR SARJANA HUKUM... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv
HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI ... v
KATA PENGANTAR ... vi
HALAMAN SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ... ix
DAFTAR ISI ... x
ABSTRAK ... ... xiii
ABSTRACT ... xiv
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 10
1.3 Ruang Lingkup Masalah ... 10
1.4 Orisinalitas Penelitian ... 11
1.5 Tujuan Penelitian ... 12
1.5.1 Tujuan Umum ... 12
1.5.2 Tujuan Khusus ... 12
1.6 Manfaat Penelitian ... 13
x
1.8.1 Jenis Penelitian ... 18
1.8.2 Jenis Pendekatan ... 18
1.8.3 Sumber Data ... 20
1.8.4 Teknik Pengumpulan Data... 21
1.8.5 Pengolahan dan Analisis Data ... 21
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MEDIASI SEBAGAI PILIHAN PENYELESAIAN SENGKETA 2.1 Pengertian Dan Model-Model Mediasi ... 22
2.2 Prinsip-Prinsip Mediasi ... 27
2.3 ... Sejarah dan Dasar Hukum Mediasi... 30
2.4 Perbandingan Mediasi di Luar Pengadilan Dengan Mediasi di Peng- adilan ... 35
BAB III EFEKTIFITAS PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI MEDIASI ANTARA PT ALAM SUTERA REALTY Tbk. DENGAN WARGA BANJAR (DUSUN) SUKA DUKA GIRI DHARMA, DESA UNGASAN, KABUPATEN BADUNG 3.1 Mekanisme Penyelesaian Sengketa Melalui Mediasi ... 38
3.2 Penyelesaian Sengketa Melalui Mediasi Antara PT. Alam Sutera
xi
BAB IV FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EFEKTIFITAS PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI MEDIASI
4.1 Faktor Yuridis ... 62
4.2 Faktor Para Pihak Yang Bersengketa ... 66
4.3 Faktor Mediator Dalam Penyelesaian Sengketa ... 71
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ... 77
5.2 Saran ... 79
xii ABSTRAK
Mediasi dalam penyelesaian sengketa diatur dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Dalam penyelesaian sengketa antara PT. Alam Sutera Realty Tbk. (ASRI) dengan warga Banjar (dusun) Suka Duka Giri Dharma, Desa Ungasan, Kabupaten Badung, Bali, telah memilih mediasi sebagai jalur penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Adapun metode yang penulis gunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian hukum empiris.
Dalam rangka menyempurnakan penelitian ini penulis menggunakan data primer dan data sekunder. Penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual, dan pendekatan kasus.
Berdasarkan hasil penelitian, mediasi penting untuk diterapkan sebagai penyelesaian sengketa antara PT. Alam Sutera Realty Tbk. (ASRI) dengan warga Banjar (dusun) Suka Duka Giri Dharma, Desa Ungasan, Kabupaten Badung, Bali, karena mediasi memberikan ruang kepada para pihak untuk menyelesaikan sengketa dan agar tercapainya kesepakatan untuk mewujudkan suatu win-win solution. Secara umum saran yang dapat penulis berikan melalui tulisan ini adalah PT. Alam Suter Realty Tbk. (ASRI) sebaiknya melaksanakan hak dan kewajiban pengelola Garuda Wisnu Kencana (GWK) sesuai yang tertulis dalam perjanjian terdahulu oleh PT. Garuda Adhimatra Indonesia (GAIN) dengan warga Banjar (dusun) Suka Duka Giri Dharma tersebut dan dari pihak warga Banjar (dusun) Suka Duka Giri Dharma juga harus ikut membantu dan memperlancar pelaksanaan hak dan kewajiban dari pihak PT. Alam Sutera Realty Tbk. (ASRI).
xiii ABSTRACT
Mediation in the dispute settlement stipulated in Act No. 30 year 1999 on Arbitration and Alternative Dispute Resolution. Dispute resolution between PT. Alam Sutera Realty Tbk. (ASRI) with residents of Banjar Suka Duka Giri Dharma Ungasan Village, Badung regency, Bali, has chosen the path of mediation as a dispute resolution out of court. The legal research used upon the research was empirical legal research.
In order to complete these writing are used primary and secondary data. The research approaches in this thesis are statute approach, conceptual approach, and case approach.
Based on the research results, it is important to apply mediation as a dispute settlement between PT. Alam Sutera Realty Tbk. (ASRI) with residents of Banjar Suka Duka Giri Dharma Ungasan Village, Badung regency, Bali, since mediation provides space for parties to settle the dispute and in order to achieve an agreement and win-win solutions for each parties. Suggestions for this article is PT. Alam Sutera Realty Tbk. (ASRI) should implement the rights and obligations of the manager of Garuda Wisnu Kencana (GWK) as written in first agreements by PT. Adhimatra Garuda Indonesia (GAIN) with residents of Banjar Suka Duka Giri Dharma and of the residents of Banjar Suka Duka Giri Dharma also have to assist and facilitate the implementation of the rights and obligations of the PT. Alam Sutera Realty Tbk. (ASRI).
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pariwisata merupakan salah satu bidang kegiatan pembangunan ekonomi
nasional, hakekat pembangunan nasional kita adalah pembangunan manusia
Indonesia seutuhnya dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan
makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Menurut Yusuf
Paisal, sasaran umum pembangunan ekonomi adalah tumbuh dan kembangnya
sikap dan tekad hidup yang produktif, bekerjasama dalam berkompetisi,
berkompetisi dalam efisien, mencapai suatu bangsa Indonesia yang unggul,
melalui peningkatan pengetahuan, keterampilan di berbagai sektor ekonomi dan
pengembangan sistem ekonomi yang demokratif.1
Pembangunan kepariwisataan sebagai bagian dari sektor ekonomi,
dilanjutkan dan ditingkatkan dengan mengembangkan dan mendayagunakan
sumber dan potensi kepariwisataan nasional menjadi kegiatan ekonomi yang
dapat diandalkan.
Penyelenggaraan kepariwisataan diarahkan untuk peningkatan
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat melalui peningkatan penerimaan negara
(devisa), mempercepat pembangunan daerah, memperkaya budaya nasional
dengan tetap melestarikan kepribadian bangsa dan terpeliharanya nilai-nilai
1
Yusuf Paisal, 1999, Sistem Ekonomi Pasar Berkeadilan Berdasarkan Demokrasi Ekonomi, Cet. I Penerbit Yayasan Sembilan Bintang, Jakarta, hal. 41.
2
agama. Penyelenggaraan kepariwisataan juga dapat mempererat persahabatan
antara bangsa, memperhatikan kelestarian fungsi dan mutu lingkungan serta
mendorong perkembangan, pemasaran dan pemberdayaan produk nasional
melalui pemanfaatan segala potensi sumber daya alam maupun sumber daya
manusia.
Menurut Gamal Suwantoro, penyelenggaraan kepariwisataan melibatkan 4
(empat) komponen utama yaitu :2
1. Komponen Pemerintah; komponen pemerintah bercirikan mampu meningkatkan sumber dana terutama devisa sebanyak-banyaknya serta menciptakan lapangan kerja dan berusaha seluas-luasnya bagi seluruh warganya.
2. Komponen Penyelenggara Pariwisata; komponen penyelenggara pariwisata cenderung bertujuan agar usahanya dapat terselenggara dengan lancar dan memberikan keuntungan yang sebesr-besarnya.
3. Komponen Masyarakat Penerima Pariwisata; komponen masyarakat penerima pariwisata sebagai pemilik wilayah dan pendukung serta pelaku budaya setempat cenderung bertujuan mengupayakan kelestarian wilayah dan kehidupan di alam budayanya agar tidak terancam dan tidak tercemar.
4. Komponen Wisatawan; komponen wisatawan, baik nusantara maupun mancanegara, cenderung berkeinginan untuk mendapatkan kepuasan dan kenyamanan selama berwisata.
Keempat komponen utama tersebut mempunyai kepentingan yang sama,
yaitu membangun dan mengembangkan pariwisata, dan juga kepentingan yang
berbeda-beda terutama dalam rangka pemuasan kebutuhan masing-masing. Oleh
karena itu keempat komponen ini dapat saja berjalan bersama-sama dan dapat
juga menimbulkan suatu konflik kepentingan yang dapat menimbulkan berbagai
masalah. Konflik kepentingan ini juga tidak hanya antar komponen utama tadi,
akan tetapi juga bisa terjadi dalam suatu komponen itu sendiri.
2
Untuk mengantisipasi dan mengatasi serta menjamin terselenggaranya
kegiatan usaha industri pariwisata ini dengan baik dan terarah, maka kegiatan
usaha ini telah diatur dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan, dan berbagai peraturan pelaksanaannya. Pengertian Pariwisata di
dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No. 10 Tahun 2009, disebutkan :
“Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai
fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah,
dan Pemerintah Daerah”. Kepariwisataan menurut Pasal 1 angka 4 Undang
-Undang No. 10 Tahun 2009, ditentukan : “Kepariwisataan adalah keseluruhan
kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta
multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta
interaksi antara wisatawan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Pengusaha”. Sedangkan “Usaha pariwisata adalah usaha yang menyediakan barang dan/atau
jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata”
(Pasal 1 angka 7 Undang-Undang No. 10 Tahun 2009). Wisatawan adalah orang
yang melakukan kegiatan wisata (Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 10 Tahun
2009).
Berdasarkan ketentuan tersebut, kegiatan usaha periwisata meliputi
penyediaan jasa pariwisata, seperti alat transportasi, penyediaan dan pengusaha
obyek wisata baik alam maupun buatan, dan pengadaan sarana wisata, seperti
hotel, wisma, restoran, bar, penginapan, permandian dan lainnya. Kesemuanya ini
memerlukan dana yang cukup besar dan kerjasama semua komponen terkait.
4
Wisnu Kencana (GWK). Taman wisata ini terletak di Jimbaran, Kabupaten
Badung, Bali.Garuda Wisnu Kencana berada tepat di Bukit Unggasan Jimbaran (263 meter di atas permukaan laut) yang memiliki kawasan sangat menarik untuk
dikunjungi.Para wisatawan yang datang berkunjung ke Garuda Wisnu Kencana
dapat berkeliling ke Wisnu Plaza.
Area ini adalah tempat wisata utama di mana terdapat patung Dewa Wisnu
menunggang Garuda yang dikelilingi oleh air mancur serta air sumur yang
dipercaya oleh penduduk Bali sebagai air suci. Konon air sumur ini tidak pernah
kering bahkan saat memasuki musim kemarau.Tempat air suci berada ini disebut
sebagai Parahyangan Somaka Giri.Tidak hanya patung Dewa Wisnu, di berbagai
sudut area objek wisata tersebut banyak terdapat patung dan arca dewa dan dewi
umat Hindu. Sebagai alternatif infrastruktur pariwisata buatan abad ke-21, GWK
Cultural Park saat ini tengah berkembang menjadi taman budaya yang
menyuguhkan berbagai acara yang meliputi pameran budaya, acara dan atraksi
hiburan serta menjadi forum informasi dan komunikasi untuk budaya lokal
setempat, nasional, regional dan bahkan internasional.
Dimana dalam penyelenggaraan kepariwisataan ada yang namanya
pengelola.Bahwa dari Tahun 1999 Taman Budaya Garuda Wisnu Kencana sudah
dikelola oleh PT. Garuda Adhimatra Indonesia (GAIN), I Nyoman Nuarta selaku
Direktur Utama. Dimana sebelum pembangunan GWK tersebut di laksanakan
bahwa masyarakat yang tinggal dari jaman dulu di lahan tersebut akan diberikan
Relokasi Pemukiman GWK bagi 18 kepala keluarga yang direalisasikan oleh
Lalu dibuatlah point-point kesepakatan oleh masyarakat Banjar (dusun)
Suka Duka Giri Dharma, Desa Ungasan dengan management PT. Garuda
Adhimatra Indonesia pada tanggal 22 April 2000 Nyoman Nuarta selaku
pengelola GWK. Dalam point-point kesepakatan tersebut, ada beberapa point
yang disepakati bersama-sama yaitu:
1. Akses jalan Rurung Agung diberikan seluas-luasnya untuk keperluan acara
adat kepada masyarakat Dusun Suka Duka Giri Dharma, dan Warga Desa
Ungasan pada umumnya, sesuai dengan masterplan kawasan GWK;
2. Jalan Lingkar dan Limbah;
3. Letak Banjar Suka Duka Dan Balai Kesenian Gandrung;
4. Fasilitas Listrik Dan Air bagi masyarakat di lingkungan relokasi pemukiman
GWK;
5. Tenaga Kerja bagi Masyarakat Banjar (dusun) Suka Duka Giri Dharma dan
Warga Desa Ungasan pada umumnya sebagai prioritas utama bagi pelamar
kerja di GWK; dan
6. Sanksi apabila tidak dilaksanakan oleh pihak pengelola GWK.
Pada Tahun 2012 PT. Alam Sutera Realty Tbk. telah menyelesaikan
akuisisi 90,3% saham PT. Garuda Adhimatra Indonesia, pemegang hak atas tanah
yang terletak di taman Budaya garuda wisnu Kencana (GWK) Bali, dengan total
dana sebesar Rp 812,6 miliar.3Akuisisi adalah pembelian suatu perusahaan oleh
perusahaan lain atau oleh kelompok investor. Sejak PT. Alam Sutra Realtry Tbk
3
6
(ASRI) menjadi pemilik saham terbesar dalam proyek GWK tersebut,
kesepakatan-kesepakatan terdahulu yang telah di sepakati oleh PT. GAIN dengan
warga Banjar Suka Duka Giri Dharma telah di sepelekan dan diingkari. PT. Alam
Sutera Realty Tbk. kemudian mengingkari point kesepakatan yang pertama yaitu
menutup akses jalan Rurung Agung yang menjadi jalan adat yang memang milik
adat, sebagai akses jalan ke kuburan, digunakan sebagai upacara keagamaan dan
juga jalan Rurung Agung itu jalan yang menghubungkan antara kuburan dengan
titik terjauh dari masyarakat di wilayah tersebut.
Sebelum terjadinya sengketa atas pihak pemegang saham yang baru yaitu
PT. Alam Sutera Realty Tbk. dengan masyarakat setempat bahwa Klian Banjar
Suka Duka Giri Dharma yaitu Bapak Kurma sendiri telah melakukan negosiasi
dan musyawarah kepada pihak pengelola agar tidak munutup akses Jalan Rurung
Agung. Padahal dalam industri pariwisata GWK tersebut masyarakat setempat
pun banyak berperan demi kesuksesan pembangunan pariwisata itu
sendiri.Dimana kearifan lokal juga sangat berpengaruh terhadap kebudayaan
tersebut.
Masyarakat akhirnya melakukan protes karena pihak investor PT. Alam
Sutera Realty Tbk. tidak memenuhi kewajibannya kepada masyarakat yang telah
membuat kesepatan terdahulu bersama PT. Garuda Adhimantra Indonesia dan
masyarakat merasa hak-hak mereka tidak dipedulikan lagi oleh pengelola GWK,
padahal mereka sudah melakukan negosiasi dan musyawarah.
Tetapi pihak PT. Alam Sutera Realty Tbk. tidak mendengarkan Bapak I
menutup akses Jalan Rurung Agung tersebut.Walaupun GWK dari dulu sudah
beberapa kali pergantian pengelola tapi kesepakatan awal antara masyarakat
Banjar Suka Duka Giri Dharma dengan pihak PT. Garuda Adhimatra Indonesia
harus dilaksanakan oleh semua pengelola yang mengelola GWK.
Dimana Jalan Rurung Agung adalah jalan adat yang memang milik adat
dan juga sebagai akses ke kuburan, digunakan sebagai upacara keagamaan.Juga
Jalan Rurung Agung itu jalan yang menghubungkan antara kuburan dengan titik
terjauh dari masyarakat di wilayah tersebut. Jadi, dalam kesepakatan dengan
pengelola sebelum bahwa telah disepakati Jalan Rurung Agung tersebut selebar 3
meter milik desa adat dan bukan pemilik dari investor GWK. Padahal masyarakat
setempat dari awal pembangunan GWK hingga sekarang mau dan ikut serta
dalam memperlancarkan pembangunan pariwisata tersebut.Juga dalam setiap ada
penyelenggaraan acara di GWK masyarakat setempat selalu berpartisipasi dalam
acara tersebut.
Jadi, PT. Alam Sutera Realty Tbk. telah mengingkari kesepatan yang telah
disepakati oleh pengelola sebelumnya dengan menutup akses Jalan Rurung Agung
tersebut. Warga Banjar (dusun) Suka Duka Giri Dharma tidak terima dengan
perlakuan oleh investor baru tersebut karena telah mengingkari kesepatan dan
tidak mau mendengarkan musyawarah dari perwakilan masyarakat setempat yaitu
Bapak Wayan Kurma selaku Klian Banjar Suka Duka Giri Dharma. Maka dari itu
terjadilah sengketa karena PT. Alam Sutera Realty Tbk. menutup akses Jalan
8
Pihak investor yang baru ini tidak dapat memenuhi hak dan kewajibannya
untuk memfasilitasi masyarakat setempat dengan kesepatan terdahulu yang sudah
disepakati bersama-sama.Melihat dari cara PT. Alam Sutera Realty Tbk. tersebut
msayarakat pun tidak mau lepas dari hak-hak dan kewajiban dalam beragama atau
adat istiadat tersebut.Masyarakat pun harus tegas dalam membicarakan tentang
penutupan akses Jalan Rurung Agung tersebut karena mengganggu aktifitas adat
istiadat dengan cara menutup akses Jalan tersebut.
Jika terjadi sengketa dalam kegiatan bisnis pariwisata pada saat sekarang
sudah tersedia dua jenis lembaga penyelesaian sengketa, yaitu lembaga
penyelesaian sengketa secara litigasi (Pengadilan) dan lembaga penyelesaian sengketa secara non litigasi atau di luar lembaga peradilan (melalui Mediasi). Penyelesaian sengketa bekerjasama di bidang usaha pariwisata ini, lembaga yang
akan menyelesaikannya adalah tergantung dari kesepakatan para pihak yang
bersengketa.
Mediasi salah satu alternatif penyelesaian sengketa yang kerap digunakan
oleh masyarakat Indonesia, termasuk di Bali.Mediasi muncul sebagai jawaban
atas ketidakpuasan yang berkembang pada sistem peradilan yang bermuara pada
persoalan waktu, biaya, dan kemampuannya dalam menangani kasus yang
kompleks.
“Mediation is not easy to define”. Beberapa alasan mengapa mediasi
sebagai altemetif penyelesaian sengketa mulai mendapat perhatian yang lebih di
Indonesia, antara lain :4
1. Faktor Ekonomis, dimana mediasi sebagai altematif penyelesaian sengketa
memiliki potensi sebagai sarana untuk menyelesaikan sengketa yang lebih
ekonomis, baik dari sudut pandang biaya maupun waktu.
2. Faktor ruang lingkup yang dibahas, mediasi memiliki kemampuan untuk
membahas agenda permasalahan secara lebih luas, komprehensif dan
fleksibel.
3. Faktor pembinaan hubungan baik, dimana mediasi yang mengandalkan
cara-cara penyelesaian yang kooperatif sangat cocok bagi mereka yang
menekankan pentingnya hubungan baik antar manusia (relationship), yang telah berlangsung maupun yang akan datang.
Berdasarkan latar belakang diatas pada umumnya memilih cara
penyelesaian sengketa yang tidak terfokus pada pengadilan yaitu penyelesaian
sengketa alternatif dan mediasi merupakan terobosan bagi penyelesaian sengketa
non litigasi. Mediasi muncul sebagai jawaban atas ketidakpuasan yang
berkembang pada sistem peradilan yang bermuara pada persoalan waktu, biaya,
kemampuannya dalam menangani kasus yang kompleks, dan win-win solution yang dapat menguntungkan kedua belah pihak, dan berdasarkan uraian tersebut
diatas maka dapat ditarik sebuah judul yang akan dibahas yaitu: “Mediasi
Sebagai Pilihan Penyelesaian Sengketa Antara PT Alam Sutera Realty Tbk. Dengan Warga Banjar (Dusun) Suka Duka Giri Dharma Desa Ungasan, Kabupaten Badung”.
4
Anonim, Alasan keberadaan BaMI, tersedia dalam URL:
10
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis mengangkat beberapa
permasalahan akan dibahas lebih lanjut. Adapun permasalahan tersebut adalah
sebagai berikut :
1. Apakah pilihan penyelesaian sengketa melalui mediasi antara PT. Alam Sutera
Realty Tbk. dengan warga Banjar (dusun) Suka Duka Giri Dharma Desa
Ungasan dapat berjalan efektif ?
2. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi efektifitas penyelesaian sengketa
melalui mediasi ?
1.3 Ruang Lingkup Masalah
Dalam penulisan karya tulis yang bersifat ilmiah, perlu ditegaskan
mengenaimateri yang diatur didalamnya. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari
menyimpangnya pembahasan materi dari pokok permasalahan yang telah
dirumuskan sebelumnya, sehingga dapat diuraikan secara sistematis. Adapun
ruang lingkup permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut :
1. Dalam permasalahan pertama, ruang lingkup permasalahannya yaitu terbatas
pada PT. Alam Sutera Realty Tbk. dan warga Banjar (dusun) Suka Duka Giri
Dharma Desa Ungasan memilih Mediasi sebagai upaya penyelesaian
sengketa, dan terbatas pada efektifnya penyelesaian sengketa melalui
2. Dalam permasalahan kedua, ruang lingkup permasalahan dibatasi pada
adanya faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas penyelesaian sengketa
melalui mediasi.
1.4 Orisinalitas
Berdasarkan informasi yang ada dan dari penelusuran yang dilakukan di
Kepustakaan Fakultas Hukum Universitas Udayana maka penelitian dengan judul
Mediasi Sebagai Pilihan Penyelesaian Sengketa Antara PT. Alam Sutera Realty
Tbk. Dengan Warga Banjar (Dusun) Suka Duka Giri Dharma Desa Ungasan,
Kabupaten Badung, belum pernah ada yang melakukan penelitian sebelumnya.
Namun pada Universitas Udayana ditemukan penelitian sejenis yang terkait
dengan mediasi sebagai penyelesaian sengketa, telah dilakukan penelusuran
diantaranya sebagai berikut:
1. Luh Anastasia Trisna Dewi, Fakultas Hukum, Universitas Udayana, pada
Tahun 2015 dengan judul “Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Mediasi” dengan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana peran dan fungsi mediator dalam penyelesaian perselisihan
hubungan industrial?
2. Bagaimanakah mediasi sebagai salah satu cara di dalam upaya
penyelesaian perselisihan hubungan industrial?
2. Ayu Komang Sari Merta Dewi, Fakultas Hukum, Universitas Udayana, pada
Tahun 2014 dengan judul “Efektifitas Penyelesaian Sengketa Konsumen
melalui Mediasi pasa Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota
12
1. Bagaimanakah efektifitas penyelesaian sengketa konsumen melalui
mediasi pada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Denpasar?
2. Bagaimanakah akibat hukum dari penyelesaian sengketa konsumen
melalui mediasi pada Badan Penyelesaian Konsumen Kota Denpasar?
Dengan melihat dua judul dan rumusan masalah diatas bahwa penelitian
ini tidak ada kesamaan dan dapat dijamin keasliannya.
1.5 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan-tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini
adalah sebagai berikut :
1.5.1 Tujuan umum
Adapun tujuan umum dari judul skripsi diatas untuk lebih mahamami
mengenai penyelesesaian sengketa melalui mediasi.
1.5.2 Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui dan menganalisis penyelesaian sengketa melalui
mediasi antara PT. Alam Sutera Realty Tbk. dengan warga Banjar
(dusun) Suka Duka Giri Dharma Desa Ungasan dapat berjalan efektif.
2. Untuk menyelidiki dan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
efektifitas penyelesaian sengketa melalui Mediasi.
1.6 Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat dijadikan referensi tambahan untuk acuan
ataupun pengembangan Ilmu Hukum, khususnya mengenai penyelesaian
sengketa melalui mediasi.
1.6.2 Manfaat praktis
Sedangkan secara praktis penelitian ini diharapkan dapat
memberikan keadilan bagi pihak-pihak yang berkaitan dengan pnyelesaian
sengketa melalui mediasi , antara lain:
1. Bagi kalangan akademisi yang berminat terhadap kajian pnyelesaian
sengketa non litigasi (diluar pengadilan) menggunakan mediasi dapat
dijadikan bahan informasi awal dalam melakukan penelitian dan
pengkajian yang lebih mendalam, dan
2. Bagi masyarakat mediasi dapat dijadikan pedoman atau rujukan dalam
melakukan upaya hukum apabila terjadi sengketa.
1.7Landasan Teoritis
Pengkajian mengenai mediasi sebagai pilihan penyelesaian sengketa
antara PT. Alam Sutera Realty Tbk. dengan Warga Banjar (dusun) Suka
Duka Giri Dharma Desa Ungasan, ada beberapa konsep atau teori yang nanti
digunakan sebagai landasan teoritis dalam mengkaji dan menganalisis
masalah ini.
14
Teori efektivitas hukum menurut Soerjono Soekanto adalah bahwa efektif
atau tidaknya suatu hukum ditentukan oleh 5 (lima) faktor, yaitu :5
1. Faktor hukumnya sendiri (undang-undang).
2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun
menerapkan hukum.
3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.
4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku
atau diterapkan.
5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang
didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.
1.7.2 Teori Mediasi
Mediasi adalah upaya penyelesaian sengketa dengan melibatkan
pihak ketiga yang netral, yang tidak memiliki kewenangan mengambil
keputusan yang membantu pihak-pihak yang bersengketa mencapai
penyelesaian (solusi) yang diterima oleh kedua belah pihak.Ada beberapa
teori-teori dalam mediasi yaitu :
1. Mediasi adalah proses langkah demi langkah yang terstruktur;
2. Mediasi bersifat amat rahasia dan berlangsung dengan cepat;
3. Ada pertemuan terpisah, kemudian pertemuan bersama jika
dimungkinkan;
4. Mengklarifikasi masalah;
5. Menciptakan Pilihan; dan
5
Soerjono Soekanto, 2008, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum,
6. Mencari solusi menguntungkan atau win-win solution.
Dalam teori mediasi tersebut, penyelesaian perselisihan atau
sengketa lebih banyak muncul dari keinginan dan inisiatif para pihak,
sehingga mediator berperan membantu mereka mencapai
kesepakatan-kesepakatan.6
1.7.3 Teori Alternatif Penyelesaian Sengketa
Menurut Takdir Rahmadi, istilah alternatif penyelesaian sengketa
merupakan terjemahan dari istilah Inggris “Alternative Dispute Resolution” yang lazim disingkat dengan sebutan ADR.7
Pasal 1 angka 10 UU No. 30 Tahun 1999, Alternatif Penyelesaian
Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat
melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar
pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau
penilaian ahli.
Secara umum ada beberapa asas yang berlaku pada Alternatif
Penyelesaian Sengketa antara lain:
a. Asas itikad baik; yaitu keinginan para pihak untuk menentukan
penyelesaian sengketa yang akan maupun sedang mereka hadapi;
b. Asas kontraktual; yaitu adanya kesepakatan yang dituangkan dalam
bentuk tertulis tentang cara penyelesaian sengketa;
6 Allan J. Stitt, 2004, Mediation: A Practical Guide, London: Routlegde Cavendish, hal.
22.
16
c. Asas mengikat; yaitu para pihak wajib untuk mematuhi kesepakatan
yang dibuat;
d. Asas kebebasan berkontrak; yaitu para pihak yang bersengketa bebas
menentukan hal yang diatur dalam perjanjian asal tidak bertentangan
dengan Peraturan perundang-undangan dan kesusilaan;
e. Asas kerahasiaan; yaitu penyelesaian atas suatu sengketa dilakukan
hanya oleh para pihak dan tidak dapat dihadiri oleh pihak lain.8
Kelebihan dari penyelesaian sengketa melalui Alternatif
Penyelesaian Sengketa yang dilakukan secara non litigasi dapat dikatakan
sebagai penyelesaian sengketa yang berkualitas tinggi karena sengketa
yang diselesaikan akan dapat selesai tuntas tanpa meninggalkan sisa
kebencian dan dendam.9
1.7.4 Teori Perjanjian
a. Menurut teori lama yang disebut perjanjian adalah hukum berdasarkan
kata sepakat untuk memberikan akibat hukum. dari definisi ini telah
tampak adanya asas konsensualisme dan timbulnya akibat hukum
(timbul/lenyapnya hak dan kewajiban).10
b. Menurut teori baru yang dikemukakan oleh Van Dunne, yang diartikan
perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih Pengadilan, Udayan University Press, Denpasar, hal. 4.
10
berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.. Ada tiga
tahap dalam membuat perjanjian menurut teori baru :
1. Tahap Pracontractual, yaitu adanya penawaran dan penerimaan
2. Tahap Contractual, yaitu adanya persesuaian pernyataan kehendak
antara para pihak
3. Tahap Post Contractual, yaitu pelaksanaan perjanjian.11
1.7.5 Doktrin Mengenai Mediasi
1. Takdir Rahmadi dalam bukunya Mediasi: Penyelesaian Sengketa Melalui
Pendekatan Mufakat disebutkan, bahwa mediasi adalah suatu proses
penyelesaian sengketa antara dua pihak atau lebih melalui perundingan
atau cara mufakat dengan bantuan pihak netral yang tidak memiliki
kewenangan memutus.12
2. Menurut Witanto, mediasi adalah metode penyelesaian yang termasuk
dalam kategori tripartite karena melibatkan bantuan atau jasa pihak ketiga.13
3. Menurut Bambang Sutiyoso, mediasi yaitu sebagai salah satu mekanisme
penyelesaian sengketa alternatif di luar pengadilan sudah lama dipakai
dalam berbagai kasus-kasus bisnis, lingkungan hidup, perburuhan,
pertanahan, perumahan, sengketa konsumen, dan sebagainya yang
18
merupakan perwujudan tuntutan masyarakat atas penyelesaian sengketa
yang cepat, efektif, dan efisien.
1.8 Metode Penelitian
Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk mendapatkan kebenaran adalah
dengan penelitian secara ilmiah, hal tersebut berarti suatu metode yang
bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa permasalahan dengan
jalan menganalisanya dan dengan mengadakan pemeriksaan yang
mendalam untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas
masalah-masalah yang timbul. Untuk dapat dinyatakan sebagai skripsi, maka
diperlukan suatu metodologi yang tentunya bertujuan untuk mengadakan
pendekatan atau penyelidikan ilmiah yang bersahaja. Adapun metodologi
penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai
berikut:
1.8.1 Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan oleh penulis merupakan penelitian
yuridis empiris (sosiologis), yakni penelitian yang menggunakan fakta-fakta empiris yang melakukan kajian terhadap mediasi sebagai pilihan
penyelesaian sengketa antara PT. Alam Sutera Realty Tbk. dengan warga
Banjar (dusun) Suka Duka Giri Dharma Desa Ungasan, Kabupaten
Badung, merupakan penelitian hukum yang memakai sumber data primer.
ketentuan yang mengatur permasalahan ini dan pemecahannya dalam
kehidupan masyarakat.
1.8.2 Jenis Pendekatan
Dalam penelitian hukum terdapat beberapa jenis pendekatan, antara
lain :
1. Pendekatan Perundang-undangan (the statute approach)
Menurut Peter Mahmud Marzuki, pendekatan undang-undang
dilakukan penulis dengan menelaah semua undang-undang dan
regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang
ditangani. Peraturan yang dimaksud dalam skripsi ini adalah dari aspek
instrumen hukum nasional, yakni Undang-Undang No. 30 Tahun 1999
Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Pearturan
Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2008 Tentang
Prosedur Mediasi Di Pengadilan, dan Undang-Undang No. 10 Tahun
2009 Tentang Pariwisata.
2. Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach)
Pendekatan konseptual beranjak dari pandangan-pandangan dan
doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum.dengan
mempelajari pandang-pandangan dan doktrin-doktrin di dalam ilmu
hukum, peneliti akan menemukan ide-ide yang melahirkan
pengertian-pengertian hukum, konsep-konsep hukum, dan asas-asas hukum
pandangan-20
pandangan dan doktrin-doktrin tersebut merupakan sandaran bagi
peneliti dalam membangun suatu argumentasi hukum dalam
memecahkan isu yang dihadapi yang dikemukakan oleh Peter Mahmud
Marzuki.
3. Pendekatan Kasus (The Case Approach)
Menurut Peter Mahmud Marzuki, pendekatan kasus dilakukan dengan
cara menelaah kasus-kasus terkait dengan isu yang sedang dihadapi,
dan telah menjadi putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
Kasus ini dapat berupa kasus yang terjadi di Indonesia maupun di
negara lain. Yang menjadi kajian pokok di dalam pendekatan kasus
adalah rasio decidendi atau reasoning yaitu pertimbangan pengadilan untuk sampai kepada suatu putusan.14
Secara praktis ataupun akademis, pendekatan kasus mempunyai
kegunaan dalam mengkaji rasio decidendi atau reasoning tersebut
merupakan referensi bagi penyusunan argumentasi dalam pemecahan
isu hukum. Perlu pula dikemukakan bahwa pendekatan kasus tidak
sama dengan studi kasus (case study). Di dalam pendekatan kasus
(case approach), beberapa kasus ditelaah untuk referensi bagi suatu isu
hukum. Sedangkan Studi kasus merupakan suatu studi dari berbagai
Data yang diteliti dalam penelitian hukum empiris ada dua yaitu data
primer dan data sekunder.
1. Data primer menurut Soerjono Soekanto, yaitu data yang diperoleh di
lapangan melalui penelitian.15 Hasil penelitian berupa data dari
observasi secara langsung dari Wawancara dengan :
a. Kelian Banjar Suka Duka Giri Dharma, Desa Ungasan,
Kabupaten Badung,
b. PT. Alam Sutera Realty Tbk., dan
c. Mediator.
Kemudian penyebaran Quisioner ke masyarakat Banjar Suka Duka
Giri Dharma, Desa Ungasan, Kabupaten Badung.
2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dengan cara membaca
dokumen-dokumen resmi, buku-buku, literatur dan
perundang-undangan.16 Adapun Peraturan Perundang-undangan yang digunakan
dalam penelitian ini antara lain:
a. Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa
b. Pearturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 1
Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan
c. Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 Tentang Pariwisata.
1.8.4 Teknik Pengumpulan Data
15
Soerjono Soekanto, 2012, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta, hal. 12.
22
Pengumpulan data di lapangan dilakukan dengan teknik observasi,
teknik interview (wawancara), dan teknik penyebaran kuisioner.
a. Teknik Observasi
Ada dua teknik observasi yaitu:
Teknik Observasi Langsung adalah teknik pengumpulan
data dimana peneliti mengadakan pengamatan secara
langsung atau tanpa alat terhadap gejala-gejala subyek yang
diselidiki baik pengamatan dilakukan dalam situasi yang
sebenarnya maupun dilakukan dalam situasi buatan, yang
khusus diadakan.
Teknik Observasi Tidak Langsung adalah teknik
pengumpulan data dimana peneliti mengadakan
pengamatan terhadap gejala-gejala subyek yang ditelitinya
dengan perantaraan sebuah alat.
b. Teknik Wawancara yaitu melakukan pertanyaan-pertanyaan yang
dirancang untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relevan
dengan masalah penelitian kepada responden maupun informan.
c. Penyebaran Quisioner membuat suatu kuis dan disebarkan kepada
responden.
1.8.5 Pengolahan dan Analisis Data
Penelitian dengan teknik analisa kualitatif maka keseluruhan data yang
dengan cara menyusun data secara sistematis, digolongkan dalam pola dan tema,
diklasifikasikan, dihubungkan antara satu data dengan data lainnya.
Pengelolaan dan analisis data dalam skripsi ini menggunakan Analisa
Kualitatif, menurut Soerjono Soekanto analisa kualitatif yaitu suatu tata cara
penelitian yang menghasilkan data deskriptif-analitis, yaitu apa yang dinyatakan
oleh responden secara tertulis atau lisan, dan juga prilakunya yang nyata, yang
diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh.17 Dengan kata lain, penulis
mempergunakan analisa kualitatif ini, tidak semata-mata bertujuan untuk
mengungkapkan kebenaran belaka, akan tetapi untuk memahami kebenaran
tersebut.
2.1 Tinjauan Umum Mengenai Pengertian Dan Model-Model Mediasi 2.1.1 Pengertian Mediasi
Mediasi merupakan istilah yang berasal dari bahasa Inggris, yaitu Mediation. Mediasi berkaitan dengan cara penyelesaian sengketa atau bernuansa sosial dan legal.
Penjelasan mediasi dari sisi kebahasaan (etimologi) lebih menekankan pada keberadaan pihak ketiga yang menjembatani para pihak bersengketa untuk menyelesaikan
perselisihan.
Namun, istilah mediasi tidak mudah untuk didefinisikan secara lengkap dan
menyeluruh, karena cakupannya cukup luas. Mediasi tidak memberikan suatu model
yang dapat diuraikan secara terperinci dan dibedakan dari proses pengambilan keputusan
lainnya.1 Dalam mediasi, penyelesaian sengketa lebih banyak muncul dari keinginan dan
inisiatif para pihak, sehingga mediator berperan membantu mereka mencapai
kesepakatan-kesepakatan.
Istilah mediasi cukup gencar dipopulerkan oleh para ilmuan yang berusaha
mengungkap secara jelas berbagai pengertian mediasi, yaitu :
a. Gary Goopaster memberikan definisi mediasi sebagai proses negosiasi pemecahan
masalah di mana pihak luar yang tidak memihak (imparsial) bekerja sama dengan
1
pihak-pihak yang bersengketa untuk membantu mereka memperoleh kesepakatan
perjanjian yang memuaskan.2
b. Laurence Bolle menyatakan “mediation is a decision making process in which the
parties are assisted by a mediator; the mediator attempt to improve the process of decision making and to assist the parties the reach an outcome to which of them
can assent.”3
c. Pengertian mediasi yang agak luas diberikan oleh The National Alternative
Dispute Resolution Advisory Council. Menurut David Spencer dan Michael
Brogan dalam bukunya Mediation Law and Practice yaitu Mediation is a process in wich the parties to a dispute, with the assistance of a dispute resolution practitioner (a mediator), identify the dispute issues, develop options, consider
alternatives and endevour to reach an agreement.4
d. Christopher W. Moore menegaskan bahwa mediasi adalah intervensi terhadap
negosiasi. Ia menyebutkan “The intervention in a negotiation or conflict of an
acceptable third party who has limited or no authoritative decision making power, but assist the involved paties in voluntarily reaching a mutually
acceptable sattlement of issues in dispute.”5
2
Gary Goopaster, 1999, Panduan Negosiasi dan Mediasi, diterjemahkan oleh Nogar Simanjuntak, ELIPS Project, Jakarta, hal. 201.
3
Laurence Bolle, 1996, Mediation: Principles, Process, and Practice, New York, hal. 1.
4 David Spencer dan Michael Brogan, 2006, Mediation Law and Practice, Cambridge: Cambrigde University Press, hal. 9.
5
b. Penyelesaian melalui perundingan,
c. Tujuan perundingan untuk memperoleh kesepakatan, dan
d.Peranan Mediator dalam membantu penyelesaian.
2.1.2 Model-Model Mediasi
Menurut Lawrence Boulle terdapat empat model mediasi yang diklarifikasikan
untuk menemukan peran mediator dan para pihak serta posisi sengketa tersebut.6 Adapun
keempat model mediasi tersebut antara lain :
1. Settlement Mediation
Settlement Mediation atau mediasi kompromi merupakan mediasi yang bertujuan
untuk menghasilkan kompromi dari tuntutan para pihak yang sedang
bertikai.Dalam model mediasi ini mediator berperan untuk menentukan “bottom list” dan menjadi pihak yang secara persuasif mendorong para pihak untuk
mencapai titik kompromi. Biasanya mediator dalam mediasi model ini adalah
mediator yang berstatus tinggi dan tidak menekankan kepada keahlian dalam
proses atau teknik mediasi.
2. Facilitative Mediation
Facilitative mediation disebut juga mediasi yang berbasis kepentingan.Menurut
Allan J. Stitt bertujuan untuk menghindari para pihak yang bersengketa dari
posisi mereka dan menegosiasikan kebutuhan dan kepentingan para pihak dan
6
hak-hak legal mereka secara kaku.7 Dimana dalam Facilitative mediation ini memiliki beberapa prinsip antara lain :
a. Prosesnya terstruktur,
b. Lebih menekankan kepada kebutuhan dan kepentingan para pihak,
c. Mediator mengarahkan negosiasi para pihak menjadi interest based
negotiation dengan tujuan penyelesaian yang saling menguntungkan,
d. Mediator penting untuk memahami proses dan teknik mediasi agar mampu
mengarahkan para pihak yang bersengketa untuk mencari penyelesaian.
3. Transformative Mediation
Transformative mediation atau theurapic model atau rekonsiliasi adala suatu
model mediasi yang menekankan kepada pencarian akar atau penyebab masalah
yang mendasari munculnya sengketa guna meningkatkan hubungan para pihak
melalui pengakuan dan pemberdayaan para pihak.8 Berdasarkan pemaparan
tersebut maka dari mediasi model ini didapat beberapa prinsip yang mendasari
proses pelaksanaan mediasi, yaitu :
a. Mediator bertugas untuk mencari sebab sengketa tersebut terjadi sehingga
mediator yang berperan harus memiliki kemampuan yang baik dalam
counseling,
b. Dalam pelaksanaan mediasi tuntut adanya pengakuan dari para pihak sehingga
dapat diambil penyelesaian masalah yang sifatnya mampu memperbaiki
hubungan antara para pihak,
7
Syahrizal Abbas, op.cit, hal. 32.
8
4. Evaluative Mediation
Evaluative mediation atau mediasi normatif merupakan model mediasi yang
bertujuan untuk mencari kesepakatan berdasarkan hak legal dari para pihak dalam
wilayah yang diantisipasi oleh pengadilan.Peran mediator dalam mediasi ini
adalah memberikan saran dan prediksi tentang hasil yang didapat. Beberapa
prinsip dari model mediasi ini antara lain :
a. Para pihak berharap mediator akan menggunakan keahliannya dalam
mengarahkan penyelesaian sengketa yang telah diperkirakan terhadap masalah
tersebut,
b. Fokus mediasi tertuju pada hak melalui standar penyelesaian atas kasus yang
serupa,
c. Mediator adalah orang yang ahli dan terkualifikasi secara legal.
2.2 Prinsip-Prinsip Mediasi
Prinsip atau filosofi ini merupakan kerangka kerja yang harus diketahui oleh
mediator, sehingga dalam menjalankan mediasi tidak keluar dari arah filosofi yang
melatarbelakangi lahirnya institusi mediasi.9 Menurut David Spencer dan Michael
Brogan dengan merujuk pada pandangan Ruth Carlton yang menyatakan bahwa terdapat
9
5 (lima) prinsip yang mendasari mediasi dan dikenal dengan nama lima dasar filsafat
mediasi.10 Kelima prinsip itu sendiri terdiri dari : prinsip kerahasiaan; prinsip sukarela;
prinsip pemberdayaan; prinsip netralitas; dan prinsip solusi yang unik. Penjelasan dari
masing-masing prinsip tersebut oleh Syahrizal Abbas dalam bukunya dijabarkan sebagai
berikut :11
1. Prinsip Kerahasiaan
Prinsip kerahasiaan atau confidentiality dalam mediasi berarti segala sesuatu yang terjadi dalam pertemuan yang diselenggarakan mediator dan para pihak yang
bersengketa bersifat rahasia dan tidak boleh diberitahukan kepada publik oleh
mereka yang terlibat didalam pertemuan tersebut (baik para pihak maupun
mediator).Dalam pertemuan tersebut masing-masing pihak menjamin kerahasiaan
sehingga para pihak dapat mengungkapkan permasalahan secara terbuka. Urgensi
prinsip ini adalah untuk memberikan ruang bagi para pihak agar dalam
membicarakan masalahnya dalam proses mediasi dapat berlangsung secara
kondusif dan terbuka untuk menemukan solusi yang tepat untuk sengketa yang
dihadapi guna mampu menemukan kebutuhan dan kepentingan masing-masing
pihak.
2. Prinsip Sukarela
Prinsip sukarela atau volunteer bermakna para pihak yang sedang bersengketa datang atau memilih prosedur penyelesaian sengketa melalui mediasi atas
keinginan dan kemauan sendiri secara sukarela tanpa tekanan dan paksaan orang
10
Syahrizal Abbas, op.cit., hal. 28.
11
penjelasan diatas, menurut Kathy Domenici dan Stephen Littlejohn disebutkan
bahwa, “most mediation programs are voluntary and parties choose to come to
the mediation table; each parties has the power to bring about the resolution”.12
3. Prinsip Pemberdayaan
Prinsip pemberdayaan atau empowermentdidasarkan kepada asumsi bahwa para pihak yang akan melakukan mediasi pada dasarnya memiliki kemampuan untuk
menyelesaikan masalah. Sehingga dalam mediasi yang diberdayakan dalam
proses penyelesaian sengketa adalah para pihak. Para pihaklah yang berdiskusi
dengan difasilitasi oleh mediator dalam hal menemukan solusi atas permasalahan
atau sengketanya.Sehingga dalam perundingan keberadaan para pihak oleh satu
dengan lainnya harus dihargai.Oleh karena itu solusi sebaiknya datang langsung
dari para pihak yang berunding bukan dari luar sehingga lebih mudah diterima.
4. Prinsip Netralitas
Prinsip netralitas atau neutrality bermakna mediator hanya berperan untuk memfasilitasi prose mediasi saja dan bersifat netral dan tidak memihak salah satu
pihak yang bersengketa. Dalam proses mediasi, mediator hanya berwenang untuk
mengontrol proses mediasi untuk berjalan sesuai dengan prosedurnya dan tidak
bertindak sebagai hakim atau juri yang berwenang untuk memutuskan satau atau
12
benarnya para pihak serta tidak berhak untuk memaksakan pendapat atau
penyelesaian bagi para pihak.
5. Prinsip Solusi yang Unik
Prinsip solusi yang unik bermakna solusi yang dihasilkan dari proses mediasi
tidak harus sesuai dengan standar legal, tetapi dapat dihasilkan dari proses yang
kreatif. Sehingga hasil mediasi mengacu atau sesuai dengan keinginan para pihak
karena erat kaitannya dengan prinsip pemberdayaan.
2.3 Sejarah dan Dasar Hukum Mediasi
Penyelesaian konflik (sengketa) secara damai telah dipraktikan dalam kehidupan
masyarakat Indonesia berabad-abad yang lalu. Masyarakat Indonesia merasakan
penyelesaian sengketa secara damai telah mengantarkan mereka pada kehidupan yang
harmonis, adil, seimbang, dan terpeliharanya nilai-nilai kebersamaan (komunalitas)
dalam masyarakat.
Penyelesaian konflik atau sengketa dalam masyarakat mengacu pada prinsip
“kebebasan” yang menguntungkan kedua belah pihak. Penyelesaian sengketa yang dapat
memuaskan para pihak dapat ditempuh melalui mekanisme musyawarah dan mufakat.
Penerapan prinsip musyawarah ini umumnya dilakukan di luar pengadilan.
Mediasi adalah satu diantara sekian banyak Alternatif Penyelesaian Sengketa
atau biasa dikenal dengan istilah ”Alternative Dispute Resolution” yang tumbuh
pertama kali di Amerika Serikat. Mediasi dapat dilihat sebagai salah satu bentuk
penyelesaian sengketa di luar pengadilan (non litigasi) yang merupakan salah satu bentuk
yang berkembang pada sistem peradilan yang bermuara pada persoalan waktu,
biaya dan kemampuannya dalam menangani kasus yang kompleks. Pada hal di
nusantara telah lama dipratekkan tentang penyelesaian sengketa melalui
musyawarah. Istilah khusus dalam pengadilan disebut dengan mediasi.
Mediasi sangat sulit diberi pengertian. Pada awalnya, mediasi sebenarnya
merupakan lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat di luar lembaga
pengadilan.13Dimensinya sangat jamak dan tak terbatas. Sehingga banyak orang
yang menyebutkan mediasi tidak mudah diberi definisi. ”Mediationis not easy to definite”.14 Mediasi sebagai institusi penyelesaian sengketa dapat dilakukan oleh hakim
(aparatur negara) di pengadilan atau para pihak lain di luar pengadilan, sehingga
keberadaannya memerlukan aturan hukum.
2.3.1 Masa Kolonial Belanda
Pada masa Kolonial Belanda pengaturan penyelesaian sengketa melalui upaya
damai lebih banyak ditujukan pada proses damai di lingkungan peradilan, sedangkan
penyelesaian sengketa di luar pengadilan, Kolonial Belanda cenderung memberikan
kesempatan pada hukum adat. Belanda meyakini hukum adat mampu menyelesaikan
13
I Ketut Artadi dan I Dewa Nyoman Rai Asmara Putra, 2014, Implementasi Ketentuan-Ketentuan Hukum Perjanjian Kedalam Perancangan Kontrak, Udayana University Press, Denpasar, hal. 14.
14
sengketa kaum pribumi secara damai, tanpa memerlukan intervensi pihak penguasa
Kolonial Belanda.15
Pada masa Kolonial Belanda lembaga pengadilan diberikan kesempatan untuk
mendamaikan para pihak yang bersengketa. Hakim diharapkan mengambil peran
maksimal dalam proses mendamaikan para pihak yang bersengketa. Dalam Pasal 130
HIR (Het Herziene Indonesich Reglement, Staatsblad 1941: 44), atau Pasal 154 R.Bg
(Rechtsreglement Buitengewesten, Staatsblad, 1927: 227)atau Pasal 31 Rv (Reglement op
de Rechtsvordering, Staatsblad, 1874: 52), disebutkan bahwa hakim atau majelis hakim
akan mengusahakan perdamaian sebelum perkara mereka diputuskan.
Peraturan perundang-undangan pada masa Belanda juga mengatur penyelesaian
sengketa melalui upaya damai di luar pengadilan. Upaya tersebut dikenal dengan
arbitrase. Ketentuan mengenai hal ini diatur dalam Pasal 615-651 Rv (Reglement op de
Rechtsvordering, Staatsblad, 1874: 52), atau Pasal 377 HIR (Het Herziene Indonesich
Reglement, Staatsblad 1941: 44), atau Pasal 154 R.Bg (Rechtsreglement Buitengewesten,
Staatsblad, 1927: 227), atau Pasal 31 Rv (Reglement op de Rechtsvordering, Staatsblad,
1874: 52). Ketentuan dari pasal-pasal ini antara lain berbunyi: jika orang bangsa
bumiputra dan orang Timur Asing hendak menyuruh memutuskan perselisihannya oleh
juru pemisah, maka dalm hal ini mereka wajib menurut peraturan mengadili perkara bagi
bangsa Eropa.16
15
Syahrizal Abbas, op.cit., hal. 286.
16
peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan
peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Dalam peradilan di
Indonesia, proses penyelesaian perkara/sengketa menganut asas sederhana, cepat dan
biaya ringan. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 4 ayat (2) UU No. 14 Tahun 1970 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman sebagaimana telah diubah dengan
UU No. 35 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1970
tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Asas ini berlaku pada
lembaga pemegang kekuasaan kehakiman yang terdiri atas Mahkamah Agung dan
badan-badan peradilan di bawahnya.
Penerapan asas sederhana, cepat dan biaya ringan mengalami kendala dalam
praktik peradilan, karena banyaknya perkara masuk, terbatasnya tenaga Hakim, dan
minimnya dukungan fasilitas bagi lembaga peradilan terutama peradilan tingkat pertama
yang wilayah hukumnya meliputi kabupaten/kota. Hal ini disebabkan sistem hukum
Indonesia memberikan peluang setiap perkara dapat dimintakan upaya hukumnya, baik
upaya banding, kasasi dan bahkan peninjauan kembali. Akibat tersendatnya perwujudan
asas ini telah mengakibatkan pencari keadilan mengalami kesulitan mengakses keadilan
(acces to justice) guna mendapatkan hak-hak secara cepat. Keadaan ini tentu tidak dapat
dibiarkan, karena berdampak buruk pada penegakan hukum di Indonesia.
Ketentuan mengenai mediasi baru ditemukan dalam UU No. 30 Tahun 1999
54 Tahun 2000 tentang Lembaga Penyedia Jasa Pelayanan Penyelesaian Sengketa
Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan dan Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun
2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. UU No. 30 Tahun 1999 membawa
perubahan penting bagi pola penyelesaian sengketa dalam masyarakat Indonesia.
Masyarakat cenderung berpikir bahwa ketika terjadi konflik atau sengketa, maka yang
terbayang adalah pengadilan. Namun, ketika berhadapan dengan pengadilan, para pihak
yang bersengketa menghadapi persoalan antara lain waktu, biaya dan mungkin persoalan
mereka diketahui oleh publik.
UU No. 30 Tahun 1999 membawa angin baru bagi para pihak yang ingin
menyelesaikan sengketa di luar pengadilan. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan
menganut prinsip sama-sama menguntungkan (win-win solution), dan berbeda dengan penyelesaian sengketa di pengadilan dimana prinsip yang dianut adalah menang-kalah.
Undang-undang ini memberikan dorongan kepada para pihak bersengketa agar
menunjukan itikad baik, karena tanpa itikad baik apa pun yang diputuskan di luar
pengadilan tidak akan dapat dilaksanakan. Prinsip win-win solution dan penyelesaian sengketa secara cepat telah menjadi pilihan masyarakat akhir-akhir ini, shingga
keberadaan UU No. 30 Tahun 1999 benar-benar memenuhi kebutuhan hukum
masyarakat yang semakin berkembang.
Kedua peraturan perundang-undangan diatas, yaitu UU No. 30 Tahun 1999 dan
PP No. 54 Tahun 2000 mengatur sejumlah ketentuan menyangkut mediasi di luar
pengadilan. Ketentuan mengenai mediasi di pengadilan diatur dalam PERMA No. 1
Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Perma ini menempatkan mediasi
2.4 Perbandingan Mediasi di Luar Pengadilan Dengan Mediasi di Pengadilan 2.4.1 Mediasi Di Luar Pengadilan
Undang-Undang No. 30 tahun 1999 merupakan landasan yuridis bagi
penyelenggaraan mediasi di luar pengadilan. UU No. 30 Tahun 1999 menekankan
penyelesaian sengketa di luar pengadilan dengan menempuh cara arbitrase atau alternatif
penyelesaian sengketa yang di dalamnya meliputi konsultasi, negosiasi, fasilitasi, mediasi
atau penilaian ahli.
Penyelesaian sengketa melalui mediasi di luar pengadilan bukan berarti mediasi
tidak ada kaitan sama sekali dengan pengadilan. Mediasi tetap memiliki keterkaitan
dengan pengadilan terutama menyangkut hasil kesepakatan para pihak dalam mediasi.
Proses pelaksanaan mediasi di luar pengadilan dalam UU No. 30 Tahun 1999
diatur dalam Pasal 6 yang berbunyi:
1. Sengketa atau beda pendapat perdata dapat diselesaikan oleh para pihak melalui
alternatifpenyelesaian sengketa yang didasarkan pada itikad baik dengan
mengesampingkanpenyelesaian secara litigasi di Pengadilan Negeri.
2. Penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui alternatif penyelesaian
sengketasebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselesaikan dalam pertemuan
langsung oleh para pihakdalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari dan
3. Dalam hal sengketa atau beda pendapat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak
dapatdiselesaikan, maka atas kesepakatan tertulis para pihak, sengketa atau beda
pendapatdiselesaikan melalui bantuan seorang atau lebih penasehat ahli maupun
melalui seorangmediator.
4. Apabila para pihak tersebut dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari dengan
bantuanseorang atau lebih penasehat ahli maupun melalui seorang mediator tidak
berhasil mencapaikata sepakat, atau mediator tidak berhasil mempertemukan kedua
belah pihak, maka para pihakdapat menghubungi sebuah lembaga arbitrase atau
lembaga alternatif penyelesaian sengketauntuk menunjuk seorang mediator.
5. Setelah penunjukan mediator oleh lembaga arbitrase atau lembaga alternatif
penyelesaiansengketa, dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari usaha mediasi harus
sudah dapat dimulai.
6. Usaha penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui mediator sebagaimana
dimaksuddalam ayat (5) dengan memegang teguh kerahasiaan, dalam waktu paling
lama 30 ( tiga puluh )hari harus tercapai kesepakatan dalam bentuk tertulis yang
ditandatangani oleh semua pihakyang terkait.
7. Kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda pendapat secara tertulis adalah final
danmengikat para pihak untuk dilaksanakan dengan itikad baik serta wajib
didaftarkan di PengadilanNegeri dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak
penandatanganan.
8. Kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda pendapat sebagaimana dimaksud
dalam ayat(7) wajib selesai dilaksanakan dalam waktu paling lama 30 ( tiga puluh)
ad–hoc.
Bila kesepakatan telah dicapai melalui proses mediasi, maka kesepakatan tersebut
wajib dituangkan dalam bentuk perjanjian tertulis di atas kertas bermaterai, yang
ditandatangai oleh para pihak dan mediator. Dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga
puluh) hari terhitung sejak tanggal ditandatanganinya kesepakatan tersebut, maka
lembaga asli atau salinan autentik kesepakatan diserahkan dan didaftarkan pada panitera
pengadilan negeri. Penyerahan dan pendaftaran salinan autentik kesepakatan dilakukan
oleh mediator atau salah satu pihak atau para pihak yang bersengketa.
2.4.2 Mediasi Di Pengadilan
Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 01 Tahun 2008 tentang
Prosedur Mediasi di Pengadilan menjadikan mediasi sebagai bagian dari proses beracara
pada pengadilan. Mediasi menjadi bagian integral dalam penyelesaian sengketa di
pengadilan. Mediasi pada pengadilan memperkuat upaya damai sebagaimana yang
tertuang dalam hukum acara Pasal 130 HIR atau Pasal 154 R.Bg. Mediasi mendapatkan
kedudukan penting dalam Perma Mediasi karena proses mediasi merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari proses berperkara di pengadilan. Hakim wajib mengikuti prosedur
penyelesaian sengketa melalui mediasi. Bila hakim melanggar atau enggan menerapkan
prosedur mediasi, maka putusan hakim tersebut batal demi hukum (Pasal 2 ayat (3)
bahwa perkara yang bersangkutan telah diupayakan perdamaian melalui mediasi dengan
menyebutkan nama mediator untuk perkara yang bersangkutan.
Dalam mediasi di pengadilan para pihak diberikan kebebasan menentukan
mediator mana yang akan dipilih, dan dalam waktu satu hari ia harus memberikan
keputusan. Karena bila dalam satu hari kerja para pihak tidak memperoleh kesepakatan
untuk memilih mediator di dalam atau di luar pengadilan, maka para pihak wajib memilij
mediator dari daftar yang disediakan oleh pengadilan tingkat pertama. Penerapan asas
cepat dalam penentuan mediator juga terlihat dari kewenangan majelis hakim untuk
menunjuk mediator dengan penetapan, bila para pihak tidak dapat bersepakat dalam
memilih mediator yang disediakan oleh pengadilan tingkat pertama.
Pemilihan mediasi sebagai jalur penyelesaian sengketa akan mempermudah dan
mempercepat penyelesaian perkara di pengadilan. Dengan demikian, penerapan mediasi
dalam pengadilan merupakan bagian integral dari sejumlah rentetan proses hukum acara,