• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRATEGI PENINGKATAN KINERJA PENYULUH AGAMA ISLAM DI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN: Sebuah Tinjauan Umum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "STRATEGI PENINGKATAN KINERJA PENYULUH AGAMA ISLAM DI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN: Sebuah Tinjauan Umum"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI PENINGKATAN KINERJA PENYULUH AGAMA ISLAM DI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN:

Sebuah Tinjauan Umum

Hamdi

Kementerian Agama Kabupaten Kerinci hamdikemenagkabkerinci@gmail.com

Diterima: 19 Maret 2021 | Disetujui: 16 Agustus 2021 | Dipublikasikan: 16 Agustus 2021

Abstrak

Penyuluh agama Islam merupakan satu di antara ujung tombak Kementerian Agama Republik Indonesia. Namun dalam melaksanakan tugas penyuluh agama Islam masih mengalami berbagai macam kendala dalam tugas yang dibebankan kepadanya. Oleh karenanya, diperlukan strategi untuk memudahkan penyuluh agama Islam menjalankan tugasnya. Tulisan ini bertujuan untuk memberikan strategi yang ideal dalam pelayanan penyuluhan keagamaan oleh penyuluh agama Islam di KUA Kecamatan dengan melihat fungsi penyuluh agama Islam dan faktor-faktor membuat pelayanan penyuluhan tersebut terhambat, baik faktor dari luar maupun dari dalam.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang bersifat studi pustaka. Bahan- bahan penelitian ini diperoleh dari bahan-bahan yang bersifat pustaka seperti buku-buku, artikel-artikel yang diterbitkan di jurnal yang berkaitan dengan penyuluhan agama Islam, strategi peningkatan kinerja dalam lingkup perkantoran. Data-data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis dengan teknik analisis data yang dikenalkan oleh Miles dan Huberman yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil analisis menunjukkan dalam strategi peningkatan kinerja penyuluh agama Islam faktor eksternal dan faktor internal saling berkaitan satu sama lain. Dengan memperbaiki dan mengatasi kedua faktor ini, penyuluh agama Islam setidaknya akan dapat terbantu dalam pelayanan penyuluhan pemahaman keagamaan kepada masyarakat.

Kata Kunci: Penyuluh Agama Islam, Kinerja, Strategi

Abstract

Islamic religious instructors are one of the spearheads of the Ministry of Religion of the Republic of Indonesia. However, in carrying out the duties of Islamic religious educators, they still experience various kinds of obstacles in the tasks assigned to them. Therefore, a strategy is needed to make it easier for Islamic religious instructors to carry out their duties. This paper aims to provide an ideal strategy in providing religious counseling services by Islamic religious instructors at the District KUA by looking at the function of Islamic religious instructors and the factors that hinder the extension services, both external and internal factors. This study uses a qualitative research method that is a literature study. The research materials were obtained from library materials such as books, articles published in journals related to Islamic religious education, performance improvement strategies within the office scope. The data that has been collected is then analyzed

(2)

interrelated. By enhancing and overcoming these two factors, Islamic religious instructors will at least be able to be assisted in providing religious understanding counseling services to the community.

Keywords: Islamic Religious Instructors, Performance, Strategy

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License

(3)

PENDAHULUAN

Penyuluh agama Islam merupakan satu di antara ujung tombak Kementerian Agama Republik Indonesia.

Namun dalam melaksanakan tugas penyuluh agama Islam masih mengalami berbagai macam kendala dalam tugas yang dibebankan kepadanya. Oleh karenanya, diperlukan strategi untuk memudahkan penyuluh agama Islam menjalankan tugasnya.

Eksistensi penyuluh agama fungsional sangat urgen dalam masyarakat (Syafriwaldi, 2019, p. 59).

Sehingga pada konteks ini penyuluh agama Islam harus menjunjung tinggi nilai-nilai keislaman dan ajaran Islam seperti berakhlak yang mulia, berbudi pekerti luhur, taat beribadah dan lain sebagainya. Akhlak dalam Islam merupakan sekumpulan ajaran dan norma yang harus dipelajari dan ditaati oleh setiap Muslim (Matondang, 2009, pp. 134–135). Seseorang menampilkan akhlaknya di masyarakat berdasarkan agamanya masing-masing. Sementara agama itu sendiri merupakan sebuah ajaran yang membahas mengenai kepercayaan tentang masalah kepercayaan kepada tuhan, sesuai dengan pedoman aturan melalui para Rasul-Nya (Ali, 1996, p. 9).

Dalam kehidupan berbangsa dan beragama penyuluh agama Islam memiliki peran yang sangat penting.

Kehidupan yang ada di masyarakat perlu adanya penyuluhan untuk mengontrol dan mengarahkan masyarakat kepada arah yang baik. Penyuluh agama Islam berperan aktif dalam membimbing masyarakat terutama dalam masalah keagamaan dan menjadi teladan bagi masyarakat di sekitarnya (Hidayatulloh, 2019, p. 71).

Dalam hal kemasyarakatan penyuluh yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) tugasnya dibantu dengan pegawai non PNS. Hal tersebut dipilih oleh kepala Kantor Urusan Agama (KUA), tentunya dengan landasan memiliki ilmu atau pemahaman yang luas terkait masalah agama. Khususnya dalam hal ini yang berkaitan dengan agama Islam. Selain itu, tujuan hal tersebut yaitu dalam rangka membimbing dan membina umat Islam untuk memahami masalah agama dan menciptakan akhlak yang baik.

Berdasarkan Peraturan Nomor 769 Tahun 2018 tentang Peningkatan Penyuluh Non PNS dan Keputusan Dirjen Bimas Islam No. Dj. III/342/Tahun 2016 tentang Petunjuk Teknis Pengangkatan Penyuluh Agama Islam, di luar PNS KUA, langsung disampaikan ke Kementerian Agama Kabupaten/ Kota.

Kemudian Kementerian Agama Kabupaten/Kota mengajukan Surat Keputusan (SK) pengangkatan PAI non PNS. Alurisasi tersebut merupakan bentuk regulasinya, fungsi edukatif, informatif, advokatif, dan konsultatif (Patsan, 2020, p. 38).

Pemerintah memiliki kewajiban melindungi setiap hak setiap orang dalam memeluk agama dan keyakinannya masing-masing, sehingga dalam melayani masyarakat untuk mendapatkan pemahaman tentang agama yang diyakiniya, pemerintah dibantu penyuluh agama. Dengan landasan tersebut setiap masyarakat atau warga negara memiliki kewenangan dalam hak untuk menginternalisasikan diri dalam ajaran agama yang diyakininya.

Perbedaan paradigma terkait polemik agama menjadi salah satu persoalan dalam penyuluhan agama, sehingga di dalam kehidupan berbangsa

(4)

dan beragama tidak dapat dipungkiri bahwa masyarakat harus menjunjung tinggi nilai-nilai religiusitas dan harus toleran di dalam dinamika tersebut, terutama dalam hal keyakinan (Mukzizatin, 2020, p. 459).

Berdasarkan uraian di atas, tugas negara memberikan pembinaan kepada para penyuluh agama secara formal dengan tujuan memberikan jaminan Sumber Daya Manusia, dan juga untuk meningkatkan kualitas pemahaman keagamaan serta tingkat keprofesionalan dalam kinerjanya. Hal itu semua merupakan cara untuk menambah kemampuan para penyuluh agama Islam. Di sisi lain, satu di antara problematika yang dialami oleh penyuluh agama Islam adalah keterbatasan pengetahuan baik yang berasal dari PNS atau non PNS.

Dalam regulasi Nomor 54/KEP/MK.WASPAN/9/1999 tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Agama menyebutkan bahwa perlunya melakukan pengawasan sejauh mana proses eksekusi dari implementasi, dalam artian sebagai seorang penyuluh agama memerlukan bimbingan secara intensif untuk meningkatkan tingkat elektabilitas dan meningkatkan kompetensi penyuluh agama dalam upaya melakukan tindakan yang efektif dan efisien dalam melaksanakan tugasnya di masyarakat (Mulyono, 2014, p. 161).

Tugas di atas sebagai bentuk upaya menjaga stabilitas pemahaman pengetahuan dan pemahaman masyarakat di bidang agama, agar kehidupan masyarakat terbentuk secara aktif, sistematis, dan korelatif dalam menghayati dan menerapkan pemahaman-pemahaman

keagamaannya dalam kehidupan sehari- hari. Keharmonisan, kedamaian, dan

sikap toleransi merupakan proses dari setiap pemahaman yang diyakini seseorang dengan tujuannya menjaga kerukunan dalam masyarakat.

Keputusan Menteri Agama Nomor 791 tahun 1985 tentang Honorarium bagi Penyuluh Agama merupakan bentuk regulasi untuk penyuluh agama dalam memberikan jamninan hidup.

Sebagian dari proses rekonstruksi masyarakat merupakan tujuan yang tertuang di dalam regulasi tersebut.

Semua hal itu merupakan bentuk bagian dari keseriusan pemerintah menempatkan porsi elemen agama sebagai hal yang sangat penting dalam proses membangun pemahaman masyarakat yang baik tentang agama.

Subtansi yang terpenting di dalam regulasi tersebut adalah mengajarkan masyarakat dalam pemahaman keagamaan sehingga dapat memberikan sumbangsih dalam pembangunan nasional (Mangkunegara, 2009, p. 67).

Oleh karena itu, agar dapat memudahakan penyuluh agama Islam dalam memberikan pemahaman keagamaan kepada masyarakat diperlukan strategi agar dapat membuat pelayanan penyuluhan menjadi lebih efektif dan efisien, hal itu tidak hal dengan meningkat kinerja dari penyuluh agama Islam itu sendiri. Berangkat dari hal ini penyuluh agama Islam dengan berbagai macam cara diharapkan dapat

membantu meningkatkan

perkembangan literasi keagamaan dan memberikan tausiyah secara langsung kepada masyarakat. Hal ini bertujuan agar masyarakat memahami kajian Islam secara sistematis dan komprehensif serta dapat menjalankan ajaran agama Islam dengan baik dan benar. Penyuluh agama selain tugasnya sebagai pendakwah juga sebagai tim konsultatif

(5)

untuk membantu masyarakat khususnya umat Islam dalam menyikapi berbagai problematika yang berkaitan dengan keagamaan yang terjadi di masyarakat.

Tulisan ini bertujuan untuk memberikan strategi yang ideal dalam pelayanan penyuluhan keagamaan oleh penyuluh agama Islam di KUA Kecamatan dengan melihat fungsi penyuluh agama Islam dan faktor-faktor membuat pelayanan penyuluhan tersebut terhambat, baik faktor dari luar maupun dari dalam.

LANDASAN TEORI 1. Pengertian Kinerja

Kinerja merupakan pencapaian nilai dan hasil yang dapat diperoleh oleh sekelompok manusia atau perseorangan. Dalam ruang lingkup organisasi, nilai dan hasil tersebut biasanya harus tidak bertolak belakang dengan wewenang dan tanggung jawabnya, sehingga dapat memperoleh legalisasi dari tujuan organisasi, tidak melanggar regulasi serta koheren dengan etika dan moral (Hamzah, 2019, p. 42). Kinerja menjadi hal yang utama di dalam sebuah organisasi, karena puncak dari hasil organisasi adalah proses kinerja nyatanya. Job performance merupakan istilah yang sering digunakan untuk menjelaskan tentang kinerja. Selain dari kinerja, ada juga yang disebutkan dengan prestasi kerja.

Adapun yang dimaksud dengan prestasi kerja adalah pencapaian seorang pegawai yang secara kuantitas dan kualitas di dalam mengeksekusi amanah yang sudah diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2009, p. 67).

Kinerja seseorang dapat dilihat dari beberapa faktor antara lain: pertama, mampu menangkap penjelasan delegasi tugas; kedua, mampu dan minat dalam bekerja; dan ketiga, memiliki motivasi

yang tinggi. McClelland memberikan pendapat lain yang menyebutkan bahwa kinerja dapat dipengaruhi oleh konteks motivasi dan potensi (Wijaya & Susilo, 2018). Sedangkan menurut pendapat Steers menyatakan bahwa pada umumnya prestasi kerja dari setiap individu merupakan perpaduan dan gabungan dari beberapa hal yaitu (Rofi, 2012); pertama, minat dan sikap pekerja;

kedua, potensi; ketiga, motivasi kerja yang tinggi.

Indikator kinerja mengacu pada penilaian kinerja, secara tidak langsung yaitu hal-hal yang berkaitan dengan indikasi kinerja, sehingga bentuknya cenderung kualitatif atau tidak dapat dihitung (peningkatan, perputaran, tingkat, dan efektivitas). Sedangkan ukuran kinerja adalah kriteria yang mengacu pada penilaian kinerja secara langsung, sehingga lebih bersifat kuantitatif atau dapat dihitung (dalam bentuk persentase, perkalian, jumlah, unit dan rupiah) (Moeheriono, 2014, pp.

32–33).

Prestasi dan kerja merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan dikarenakan keduanya merupakan satu dimensi yang sama yaitu, output atau hasil kerja yang pencapaiannya diperoleh dengan alat bantu yaitu sumber daya manusia sebagai objek eksekusinya.

Oleh sebab itu, dapat dipahami bahwa kinerja pegawai yaitu perolehan pencapaian berupa hasil bagi semua orang dalam ruang lingkup organisasi, juga semua itu harus sesuai dengan tanggung jawab dan wewenangnya, dan tentunya tidak melanggar regulasi serta sesuai dengan esensi etika dan moral yang ada.

Sementara standarisasi kinerja yaitu planning, aksiologi, dan sasaran dari setiap karyawan dari kurun tertentu.

(6)

Tugas yang pokok yang harus dilaksanakan oleh karyawan adalah memberikan arahan seluruh elemen pekerja dalam segala hal agar hal itu semua memenuhi pencapaian standar kinerjanya.

2. Pengertian Penyuluhan Agama Islam

Penyuluhan agama Islam adalah seseorang yang mengemban amanah sebagai da’i yang ranahnya formal tertuju kepada kelompok atau individu dalam masyarakat. Terkhusus umat Islam sebagai objek dari penyuluh agama Islam yang memiliki maksud dan tujuan tertentu berupa membuka cakrawala berpikir tentang agama dan diharapkan dapat memperbaiki kualitas hidup masyarakat.

Dalam mengeksekusi tugas dari Kementerian Agama, penyuluh agama Islam menjadi harus menjadi eksekutor yang solid sehingga dapat memberikan pencerahan kepada seluruh umat Islam berkaitan dengan masalah keagamaan.

Selain itu, penyuluh agama juga harus memberikan dorongan kepada masyarakat di dalam membangun program melalui bahasa agama (Forsipaif dan Pokjaluh DIY, 2010), Sehingga berita yang disampaikan dapat bersifat edukatif dan informatif.

Terdapat dua materi yang setidaknya diberikan oleh penyuluh agama Islam diantaranya: materi akhlak, akhlak menjadi penyempurna dari iman dan Islam, yang bermaksud untuk meningkatkan stabilitas perilaku manusia. Oleh sebab itu diberikan kepada para penyuluh agama Islam sebagai tim penyuluhan. Selain itu, materi aqidah juga tidak luput diberikan.

Secara garis besar materi ini meliputi aspek iman dan rukun-rukunnya. Di dalam materi ini tidak hanya mengkaji

persoalan salah dan tidaknya suatu perbuatan, akan tetapi di dalamnya juga mengkaji terkait masalah hubungan manusia dengan manusia dan manusia dengan tuhan.

Strategi peningkatan kinerja penyuluh agama harus dapat diukur dengan berbagai macam pendekatan di antaranya melalui kompetensi dari setiap elemen dan persoalan selama dalam proses tugasnya sebagai seorang penyuluh agama. Sehingga pada konteks ini juga bisa masuk kepemimpinan penyuluh agama Islam yang bisa mempengaruhi individu dan kelompok dalam suatu masyarakat (Dharma, 1984, p. 136).

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang bersifat studi pustaka. Penelitian ini berangkat dari fenomena sosial yang ada di masyarakat. Penelitian ini membahas dan menganalisis mengenai strategi peningkatan kinerja PAI dalam tupoksinya sebagai salah satu pegawai Kantor Urusan Agama Kecamatan yang terdapat pada Kabupaten/ Kota.

Penelitian ini berfokus pada problematika mengenai permasalahan penyuluhan agama Islam. Dalam hal ini dilihat fungsi dan peran penyuluhan agama Islam terutama, yang ditekankan pada aspek sosial dan tingkat pengetahuannya terhadap permasalahan keagamaan. Bahan- bahan penelitian ini diperoleh dari bahan-bahan yang bersifat pustaka seperti buku-buku, artikel-artikel yang diterbitkan di jurnal yang berkaitan dengan penyuluhan agama Islam, strategi peningkatan kinerja dalam lingkup perkantoran. Bahan-bahan yang sudah diperoleh dan dikumpulkan dipahami satu per satu untuk

(7)

mengetahui substansi isi dalam bahan tersebut. Data-data tersebut, kemudian dianalisis dengan teknik analisis data yang dikenalkan oleh Miles dan Huberman yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan (Miles &

Huberman, 1984).

PEMBAHASAN

1. Fungsi dan Program Kerja Penyuluh Agama

Penyuluh agama Islam mempunyai tugas (fungsi) menyampaikan pemahaman keagamaan kepada masyarakat yang ditugaskan padanya.

Hal ini akan menjadi suatu keberkahan bagi seorang penyuluh, karena pengetahuannya ditransfer atau dalam bahasa lain diajarkan kepada pada objek yang dalam hal in adalah masyarakat itu sendiri. Oleh karenanya, pesan atau wawasan keagamaan yang disampaikan harus komunikatif, advokatif, konsultatif dan mengajarkan masyarakat menghargai sesama secara manusiawi.

Implementasi program kerja penyuluh agama yang dikategorikan masuk terhadap pembinaan iman dan akhlak dapat dibentuk dengan beberapa tahap. Hal itu semua dapat diciptakan dan dihadirkan seiring kehadiran mereka bergaul dalam bermasyarakat.

Mengaplikasikan norma agama merupakan salah satu elemen dari rangkaian program kerja dan pelaksanaannya sebagai penunjang untuk memecahkan segala problematika yang dirasakan masyarakat untuk pembinaan, yang harus sesuai dengan ajaran atau syariat Islam. Kebiasaan yang seperti ini dapat berupa ibadah seperti shalat, puasa, membaca Al-Qur’an dan lain sebagainya.

Proses pembinaan masyarakat harus melalui pembiasaan yang

dilakukan secara berkelanjutan dan konsisten dalam melaksanakannya. Jalan yang dipakai juga melalui pembentukan kajian yang bernuansa keagamaan seperti halnya TPA dan TPQ diseluruh pelosok desa setempat.

Dalam hal pelaksanaan pembinaan keagamaan di dalam masyarakat yang terus menerus dilaksanakan rutin seperti mengaji, shalat, dan mengajarkan nilai-nilai religiusitas sehingga menjadi pembiasaan, menjadi hal yang biasa bagi masyarakat setempat. Dalam melaksanakan hal tersebut penyuluh agama ISlam hendaknya dibantu oleh masyarakat setempat yang memiliki wawasan keagamaan seperti bantuan para da’i-da’i seperti ustadz dan ustadzah yang berada di setiap domisili atau desa mereka masing-masing.

Kegiatan keagamaan pada setiap desa merupakan program pembinaan keagamaan dan hal itu biasanya dilakukan secara bergantian, dan harus dilaksanakan secara komprehensif terkait materi-materi yang diberikan.

Oleh karena itu, untuk memaksimalkan program keagamaan yang dilakukan oleh penyuluh agama Islam, ada beberapa program yang hendaknya terlaksana, antara lain:

a. Pengajian rutin mingguan dan bulanan

Program kerja kajian oleh penyuluh agama Islam yang diadakan secara rutin setiap minggu atau bulan yang sasarannya kelompok majelis ta’lim atau kelompok masyarakat lainnya diadakan di Masjid dan Mushalla yang berada pada desa tersebut. Substansi pesan atau nasehat keagamaan bisa disampaikan oleh penyuluh agama Islam dengan melalui metode ceramah dan mengajukan tanya jawab pada masyarakat (jama’ah) yang hadir pada

(8)

pengajian tersebut. Program kerja yang dilakukan oleh tim penyuluh agama Islam rata-rata sudah bisa dikatakan sampai pada tahap telah berjalan, akan tetapi terkadang partisipasi masyarakat terhadap pengajian tersebut belum terlaksana secara masif. Oleh karena itu, para penyuluh agama Islam harus berusaha keras agar pengajian rutin ini dapat berjalan secara maksimal.

b. Pemberantasan buta huruf Al-Qur’an Masjid, Mushalla, lembaga dakwah, kantor TPQ, TPA merupakan objek dari salah satu program penyuluh agama Islam yaitu dalam hal memberantas permasalahan buta huruf pada Al-Qur’an. Metode yang digunakan oleh penyuluh agama Islam terhadap masyarakay yang buta huruf Al-Qur’an yaitu menggunakan tasmi’

dalam artian cara yang sering digunakan oleh santri dan dipandu dengan murabbi atau ustadz dan ustdazah.

Menghilangkan dan meniadakan umat Islam yang buta aksara Al-Qur’an merupakan salah satu program dari penyuluhan agama Islam yang bertujuan membuat masyarakat bisa mengerti, membaca dan memahami kandungan Al-Qur’an. Akan tetapi tidak hanya itu, di dalam ilmu Al-Qur’an banyak terdapat pengetahuan dan informasi yang luas seperti perihal ilmu, adab, dan lain sebagainya.

Tujuan dari penyuluhan agama Islam oleh penyuluh agama Islam agar bisa membuat generasi muda cinta terhadap Al-Qur’an terutama menjadi generasi Hafidz dan Hafidzah/ generasi Qur’ani, guna dapat mengetahui ilmu dan kaidah untuk membaca Al-Qur’an secara benar dan cinta terhadap Al-Qur’an. Penyuluh agama Islam di dalam menentukan fokusnya di lapangan biasanya berbeda- beda sesuai dengan spesialis keilmuannya masing-masing.

2. Faktor Penghambat Kinerja Penyuluh Agama Islam

Berdasarkan arti penyuluh sering diidentifikasikan dengan kata suluh atau penerang (Novaili, 2015, p. 412). Secara garis besar penghambat dari proses kinerja penyuluh agama Islam adalah berasal dari dalam diri penyuluh agama Islam itu sendiri. Setiap orang tentunya mengalami hambatan yang akan membuatnya semangat atau tidak dalam melaksanakan tugas-tugasnya.

Oleh karenannya, dengan semangat diharapkan tujuan adanya tim penyuluh dapat diwujudkan yaitu untuk membawa perubahan pada sasaran objek yang didakwahkannya (Setiana, 2005, p. 61).

Selain penghambat yang berasal dari dalam diri penyuluh agama Islam itu sendiri, ada juga penghambat lain yang berasal dari luar, antara lain:

a. Kesalahan pemanfaatan teknologi Perubahan era modernisasi saat ini tidak dapat dinafikan bahwa teknologi yang kian hari berkembang semakin pesat, baik yang menyentuh ranah perilaku, sikap, bahkan gaya hidup masyarakat. Tentunya era saat ini membuat sebagian manusia sebagai insan akademis semakin gampang dalam menentukan sebuah sikap, akan tetapi jikalau perkembangan teknologi saat ini juga memberikan dampak negatif dalam aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.

Perkembangan teknologi saat ini sudah mulai masuk pada sektor desa.

Hal inilah yang menjadi faktor perhambat, sehingga anak-anak yang dibawah umur sudah mulai dikenalkan dengan alat yang serba canggih saat ini.

Tidak jarang anak-anak terpapar candu menggunakan gadget sehingga melupakan pentingnya belajar ilmu

(9)

agama. Dampak tersebut menyebabkan masyarakat malas dan cendrung tidak mau pergi ke masjid. Penyebab awal adalah mudahnya masyarakat dalam menemukan informasi karena kesalahan menggunakan teknologi.

Sebagai penerus bangsa, masyarakat yang dalam hal ini adalah anak-anak harus mengikuti arahan penyuluh agama Islam dalam artian menghadiri kajian-kajian keagamaan. Apabila kajian-kajian sudah tidak menarik lagi bagi anak-anak dan mereka tidak lagi datang untuk menghadirinya.

Dikarenakan sudah bisa mendapatkan ceramah agama secara instan berupa live streaming di media sosial (youtube) yang dapat mereka akses dari manapun dan kapanpun.

b. Kurangnya kedisiplinan dan keseriusan masyarakat

Permasalahan mengenai

kedisiplianan biasanya

disangkutpautkan dengan masalah regulasi terutama dalam ketegori waktu.

Dalan ajaran agama Islam diajarkan bahwa perihal waktu adalah hal yamg utama, sebagaimana tertuang di dalam kitab suci Al-Qur’an dalam surat al- Asr/103 ayat 1-3:

ِۙ رْصَعْلا َو

ِۙ

١

ِۙ

ِۙ ن ا

َِۙناَسْن ْلْا ِۙ

ِْۙي فَل ِۙ

ِۙ رْسُخ ِۙ

ِۙ

٢

ِۙ

ِۙ لْ ا

ِۙ

َِۙنْي ذ لا

ِۙ

ا ْوُنَمٰا اوُل مَع َو ِۙ

ِۙ ت ٰح لّٰصلا ِۙ

ا ْوَصا َوَت َو ِۙ

ِۙ قَحْلا ب ِۙ

ِِۙۙ ە

ِۙ

ا ْوَصا َوَت َو

ِۙ رْب صلا ب ِۙ

ِۙ

ِۙ

٣

ِۙ

Artinya:

1. Demi masa, 2. sungguh, manusia berada dalam kerugian, 3.

kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran (Departemen Agama RI, 2010).

Kebanyakan rutinitas di desa dalam hal diadakannya pertemuan, baik

pertemuan itu dalam kategori kajian seperti membaca Al-Qur’an, shalat atau dalam keadaan ta’lim yang masih dalam ruang lingkup keagamaan, yaitu berkutat pada waktu yang molor.

Insiden tersebutlah yang membuat tim penyuluh agama Islam terhambat dalam mendakwahkan kajian agama dan proses pembinaan dalam keagamaan juga terhambat.

Selain itu, hal yang mejadi penghambat bagi penyuluh agama Islam adalah ketika saat menyampaikan materi keagamaan kepada jama’ah terkadan banyak yang bergosip dan bercakap-cakap sesama jam’ah sehingga tidak mendengarkan apa yang disampaikan oleh penyuluh agama Islam.

Pada saat penyampaian pembinaan keagamaan seluruh masyarakat tidak menghiraukan dan cenderung tidak mendengarkan kajian keagamaan yang disampaikan. Namun lebih bersikap individualis dalam artian apatis. Oleh karena itu, salah satu pendobrak suksesnya acara adalah berupa keseriusan dan kedisiplinan di dalam mendengarkan apa yang disampaikan oleh penyuluh agama Islam. Makan untuk mendapatkan hasil yang baik adalah mereduksi dan merevisi dari penyuluh agama Islam terkait strategi sebagai batu loncatan di dalam mengemas acaranya, yang bertujuan demi terlaksananya kajian keagaaman yang benar dan masyarakat patuh terhadap norma-norma agama yang sudah disyariatkan serta tidak melanggar adat setempat yang masih sejalan dengan syariat.

c. Kesibukan karena desakan ekonomi Kondisi finansial/ ekonomi masyarakat yang rendah akan menyebabkan kesenggangan sosial karena masyarakat tidak ikut andil dan

(10)

tidak berpartisipasi dalam kajian keagamaan karena tidak memiliki waktu untuk berkumpul dan bercengkerama dengan anggota masyarakat lainnya. Hal ini yang harus dihindari bagi seluruh elemen masyarakat dan hendaknya masyarakat menghilangkan mindset tersebut. Setiap kesibukan yang dilakukan oleh masyarakat semata-mata hanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya supaya sama dengan masyakat yang lain. Oleh karenanya, masyarakat harus menciptakan kesimbangan antara waktu mencari nafkah untuk hidup dan waktu mencari bekal untuk akhirat dengan pemahaman kegiatan keagamaan.

3. Strategi peningkatan kinerja penyuluh agama Islam

Suksesnya kinerja penyuluh agama Islam merupakan harapan dari semua orang agar dapat meningkatkan daya tarik masyarakat untuk belajar nilai-nilai keagamaan. Kondisi saat ini yang objeknya (masyarakat) harus diberikan hal-hal yang edukatif dan perlu adanya edukasi yang baru dari sang edukator

(Zulkifli, Septiana, Sodikin, & Maseleno, 2018, p. 54). Penyuluh agama Islam dalam meningkatkan kinerja yaitu bisa dimulai dengan metode yang inovatif dalam penyampaian materi keagamaan (Barmawie & Humaira, 2018, p. 2). Selain itu juga bisa dengan cara menggunakan media konsultatif (Andrian, 2020, pp.

260–261), sehingga dapat terlaksana tugas dari penyuluh agama Islam untuk membimbing masyarakat (Departemen Pendidikan Nasional, 2008, p. 352). Juga penyuluh agama Islam harus memiliki kompetensi (Riswanto, 2019, p. 60).

Berdasarkan hal tersebut maka kinerja penyuluh wajib dikembangkan dan ditingkatkan dengan masif dan baik, agar kerjasama antar penyuluh agama Islam semakin solid dan saling kolaboratif. Terdapat dua faktor yang bisa menyebabkan dan mempengaruhi peningkatan kinerja penyuluh agama Islam yaitu faktor eksternal dan internal yang rinci dengan strateginya dalam bentuk tabel. Oleh karenanya untuk lebih jelas dapat dilihat di tabel tabel 1 dan tabel 2.

Tabel 1.

Faktor Eksternal dan Strateginya

No. Eksternal Strategi

1. Ketersediaan sarana dan prasarana yang diperlukan.

Sarana dan prasarana menjadi bahan yang harus dipersiapkan secara matang, di mana pada bagian ini menjadi hal yang sangat urgen bagi seluruh penyuluh agama Islam, dikarenakan sarana itu mejadi bagian fasilitator yang harus dipersiapkan. Oleh karenanya, dengan menggunakan sarana yang memadai pelayanan peyuluhan dapat terlaksana dengan efektif.

(11)

2. Sistem penghargaan. Alurisasi bagi seorang penyuluh agama Islam dalam memberikan

pemahaman masalah

keagamaaan menjadi hal yang penting. Oleh karenanya, penyuluh yang bisa melakukan penyuluhan dengan baik, maka harus diberikan reward (penghargaan) agar motivasi dan semangatnya tetap terjaga.

3. Jarak wilayah kerja. Hal yang lumrah jika jarak kantor KUA dengan rumah para penyuluh agama Islam berbeda- beda. Oleh karenanya, masalah kondisi geografis atau wilayah kerja harus terjadi pendekatan atau dengan mendekatkan lokasi kerja atau memberikan akomodasi transportasi kepada penyuluh agama Islam agar sampai ke tempat kerja tepat waktu.

4. Jumlah desa binaan. Jumlah desa binaan yang dibebankan kepada penyuluh agama Islam juga akan menjadi permasalahan jika jumlahnya terlalu banyak. Oleh karenanya jumlah desa binaan yang dibebankan kepada penyuluh agama Islam harus sesuai dengan kesanggupan dan kemampuan penyuluh agama Islam tersebut.

5. Teknologi informasi. Penggunaan teknologi harus dikontrol, bukan dengan cara membatasi. Oleh karenanya strategi yang bisa diterapkan dalam teknologi dan informasi yaitu dengan memberikan sosialisasi untuk penggunaan teknologi dengan baik dan benar dalam pelayanan penyuluhan.

(12)

6. Hubungan dalam organisasi. Hubungan antara pegawai KUA khususnya penyuluh agama Islam harus terjaga baik yang PNS maupun Non-PNS. Oleh karenanya masalah hubungan dalam organisasi bisa dilakukan dengan memberikan pelatihan

kepemimpinan dan

memberikan pelatihan manajemen organiasasi kepada setiap penyuluh agama Islam dalam suatu KUA.

7. Dukungan pembinaan dan supervisi.

Dukungan dan kontrol atasan menjadi hal yang penting dalam KUA karena akan dapat membuat penyuluh agama Islam merasa percaya diri serta terawasi dalam melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya. Oleh karenanya, dukungan pembinaan dan supervisi harus menjadi hal yang diperhatikan oleh Kepala KUA terhadap penyuluh agama Islam.

Tabel 2.

Faktor Internal dan Strateginya

No. Internal Strategi

1. Pendidikan Formal. Latar belakang pendidikan yang dimiliki oleh penyuluh agama islam merupakan modal dasar sebagai kompetensi yang dimilikinya. Oleh karena jika pendidikan yang dimiliki masih kurang untuk memberikan penyuluhan yang baik kepada masyarakat, maka bisa dengan memberikan pendidikan informal sebagai pengganti pendidikan formal yang tertinggal tersebut.

(13)

2. Pelatihan. Selain pendidikan informal sebagai langkah untuk menanggulangi pendidikan yang tertinggal, bisa juga dilakukan dengan cara mengadakan pelatihan. Oleh karenanya dengan mengadakan berbagai kegiatan pelatihan sesuai yang dibutuhkan, diharapkan dapat membantu penyuluh agama Islam dalam

menambah wawasan

keagamaan.

3. Umur. Faktor umur tidak bisa

dielakkan, karena semua manusia pasti akan menua seiring dengan perjalanan waktu. Oleh karenanya untuk menanggulangi faktor ini yaitu dengan menkolaborasikan penyuluh agama Islam yang muda dan yang sudah renta bekerjasama sehigga dapat terhubung penyuluh agama Islam yang memiliki tenaga dan pengalaman.

4. Motivasi. Motivasi merupakan dorongan yang timbul dari dalam diri seseorang. Dalam hal penyuluhan, penyuluh agama Islam ketika melaksanakan seyogyanya memiliki motivasi untuk mendapatkan pahala dari Allah s.w.t. Namun hal ini tidak dilakukan. Oleh karenanya, untuk menjaga kestabilan motivasi penyuluh agama Islam dalam bekerja, selain memberikan gaji (honor), maka harus dibarengi dengan memberikan reward kepada penyuluh agama Islam yang berprestasi.

5. Pemanfaatan media penyuluhan.

Kesalahan dalam pemanfaatan media menjadi salah satu penghambat dalam penyuluhan

(14)

yang dilakukan penyuluh agama Islam. Oleh karenanya dengan memanfaatkan media seperti media sosial dapat membantu penyuluh agama Islam dalam melakukan sosialiasasi kepada masyarakat mengenai pemahaman keagamaan.

6. Masa kerja/ pengalaman kerja penyuluh agama.

Lamanya masa kerja akan berbandiing lurus dengan pengalaman yang didapatkan.

Oleh karenanya, dengan menganjurkan kepada penyuluh agama Islam profesional (senior) untuk berbagi kepada penyuluh agama Islam pemula (junior) agar tugas yang dibebankan kepada keduanya dapat terlaksana dengan baik.

Berdasarkan uraian di atas, strategi peningkatan kinerja penyuluhan agama Islam dapat ditingkatkan dengan memperhatikan faktor eksternal dan faktor internal yang dimiliki masing- masing penyuluh agama Islam baik yang PNS maupun Non PNS. Jika dilihat penjelasan mengenai strategi pada kedua tabel di atas ada beberapa hal yang tampak berkesinambungan atau berkaitan satu sama lain.

Pertama, ketersediaan sarana dan prasana yang diperlukan dengan pelatihan yang diadakan. Kedua hal ini memiliki keterikatan satu sama lain. Jika KUA ingin melakasanakan pelatihan (kegiatan keagamaan), maka memerlukan sarana yang memadai agar dapat terlaksana dengan baik. Kedua hal tersebut tidak dapat dipisahkan karena merupakan satu kesatuan yang saling terikat.

Kedua, penghargaan dengan motivasi. Penghargaan yang diberikan

terhadap penyuluh agama Islam yang berprestasi akan dapat meningkatkan motivasi kerja. Meskipun di sisi lain penyuluh agama Islam harus memiliki motivasi yang mulia yaitu berharap pahala dari Allah s.w.t., namun penghargaan yang diberikan atasan (Kepala KUA) juga harus diperhatikan.

Hal ini mengingat dengan adanya reward yang diperoleh oleh penyuluh agama Islam, maka akan dapat mempengaruh penyuluh agama Islam yang lain untuk melakukan kinerja yang lebih baik lagi.

Ketiga, teknologi dengan pemanfaatan media penyuluhan.

Teknologi seperti pedang bermata dua.

Jika tidak dimanfaatkan dengan baik, maka akan dapat menimbulkan atau memberikan dampak yang buruk terhadap penggunanya. Dengan memanfaatkan media sosial dengan bijak, maka penyuluh agama Islam akan dapat terbantu dalam melakukan

(15)

sosialisasi terhadap pemahaman keagamaan di masyarakat.

PENUTUP 1. Simpulan

Berdasarkan uraian di atas dapat dilihat bahwa dalam strategi peningkatan kinerja penyuluh agama Islam faktor eksternal dan faktor internal saling berkaitan satu sama lain. Dengan memperbaiki dan mengatasi kedua faktor ini, penyuluh agama Islam setidaknya akan dapat terbantu dalam pelayanan penyuluhan pemahaman keagamaan kepada masyarakat.

Seorang penyuluh agama Islam memegang suatu pekerjaan atau profesi yang posisinya berada pada porsi yang strategis, yang tugasnya mengajarkan dan mendidik masyarakat, serta mejadi pembina di dalam membina masyarakat terutama yang berkaitan dengan

masalah keagamaan. Sehingga tugas dari Kementerian Agama Republik Indonesia memberikan kepercayaan kapada para penyuluh agama Islam secara formal untuk dapat menjadi representasi dari Kementerian Agama itu sendiri tengah-tengah masyarakat.

2. Rekomendasi

Dalam pelayanan penyuluhan agama Islam di antaranya adalah menyampaikan hal-hal yang edukatif berkaitan dengan masalah keagamaan.

Suksesnya kinerja penyuluh agama Islam merupakan harapan dari semua orang agar dapat meningkatkan pemahaman masyarakat tentang aqidah, akhlak, dan ibadah dalam Islam. Oleh karenanya diperlukan kerjasama dari berbagai pihak baik dari Kementerian Agama, sesama jajaran pegawai KUA Kecamatan, dan masyarakat. Terutama sesama penyuluh agama Islam itu sendiri, baik yang PNS maupun Non PNS.

(16)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, A. M. (1996). Etika Agama Dalam Pembentukan Kepribadian Nasional. Yogyakarta:

Yayasan Nida.

Andrian, B. (2020). Komunikasi Konsultatif Penyuluh Agama Islam di Daerah Perbatasan Kalimantan Barat. Jurnal Bimbingan Penyuluhan Islam, 1(2), 251–268.

https://doi.org/10.32332/jbpi.v1i2.1717

Barmawie, B., & Humaira, F. (2018). Strategi Komunikasi Penyuluh Agama Islam dalam Membina Toleransi Umat Beragama. ORASI: Jurnal Dakwah Dan Komunikasi, 9(2), 1–14. https://doi.org/10.24235/orasi.v9i2.3688

Departemen Agama RI. (2010). Al-Quran dan Terjemahnya. Bandung: Syaamil Qur’an.

Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Dharma, A. (1984). Gaya Kepemimpinan yang Efektif bagi Para Manager. Bandung: Sinar Baru.

Forsipaif dan Pokjaluh DIY. (2010). Panduan Pembuatan Instrumen Administrasi Penyuluhan Agama. Yogyakarta: Kanwil Kemenag DIY.

Hamzah, A. (2019). Kinerja Penyuluh Agama Non Pns Kementerian Agama. Islamika :

Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman, 18(2), 37–48.

https://doi.org/10.32939/islamika.v18i02.309

Hidayatulloh, M. T. (2019). Dimensi religiusitas masyarakat: sebuah bukti dedikasi penyuluh agama di kota tangerang selatan. Al Irsyad, 11(1), 71–86. Retrieved from https://ejournal.uinib.ac.id/jurnal/index.php/alirsyad/article/view/1516

Mangkunegara, A. P. (2009). Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung:

PT Remaja Rosdakarya.

Matondang, H. A. (2009). Al-Islam: Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi.

Bandung: Citapustaka Media Perintis.

Miles, M. B., & Huberman, A. M. (1984). Qualitative Data Analysis (a Source book of New Methods). Beverly Hills: Sage Publications.

Moeheriono, M. (2014). Perencanaan Aplikasi dan Pengembangan Indikator Kinerja Utama. Jakarta: Rajawali Press.

Mukzizatin, S. (2020). Kompetensi Penyuluh Agama Islam dalam Memelihara Harmoni Kerukunan Umat Beragama di Jakarta Selatan. Andragogi: Jurnal Diklat Teknis

Pendidikan Dan Keagamaan, 8(1), 458–475.

https://doi.org/10.36052/andragogi.v8i1.113

Mulyono, A. (2014). Pemberdayaan Penyuluh Agama dalam Peningkatan Pelayanan Keagamaan di Kota Medan. Harmoni: Jurnal Multikultural & Multireligius, 13(2), 159–

175. Retrieved from

https://jurnalharmoni.kemenag.go.id/index.php/harmoni/article/view/133

Novaili, N. (2015). Metode Dakwah Penyuluh Agama Islam dalam Mewujudkan Keluarga Sakinah terhadap Pasangan Calon Suami Isteri di Kantor Urusan Agama (KUA).

KONSELING RELIGI: Jurnal Bimbingan Konseling Islam, 6(2), 401–418.

https://doi.org/10.21043/kr.v6i2.1036

Patsan, S. (2020). Evaluasi Kinerja Penyuluh Agama Non PNS Kota Makassar Pasca Diklat pada Balai Diklat Keagamaan Makassar. Jurnal Widyaiswara Indonesia, 1(1), 37–46.

Retrieved from https://ejournal.iwi.or.id/ojs/index.php/iwi/article/view/9

(17)

Riswanto, D. (2019). Falsafah Huma Betang di Kalimantan Tengah: Sebuah Pergulatan Identitas Konselor Dayak Muslim. Jurnal Ilmiah Syi’ar, 19(1), 66–75.

https://doi.org/10.29300/syr.v19i1.2266

Rofi, A. N. (2012). Pengaruh Disiplin Kerja dan Pengalaman Kerja Terhadap Prestasi Kerja Karyawan pada Departemen Produksi PT. Leo Agung Raya Semarang. Jurnal Ilmu Manajemen Dan Akuntansi Terapan, 3(1), 1–21. Retrieved from http://jurnal.stietotalwin.ac.id/index.php/jimat/article/view/33

Setiana, L. (2005). Teknik Penyuluhan dan Pemberdayaan Masyarakat. Bogor: Ghalia Indonesia.

Syafriwaldi, S. (2019). Kerjasama Penyuluh Agama Islam Fungsional Dengan Aparat Kelurahan Dalam Mengatasi Penyakit Masyarakat di Kelurahan Purus Kecamatan Padang Barat Kota Padang. Alfuad: Jurnal Sosial Keagamaan, 2(2), 59–71.

https://doi.org/10.31958/jsk.v2i2.1441

Wijaya, A. J., & Susilo, H. (2018). PENGARUH MOTIVASI TERHADAP KINERJA (Studi Pada Karyawan PT. Ika Jaya Sahara Karya Malang). Jurnal Administrasi Bisnis, 60(1), 180–

186. Retrieved from

http://administrasibisnis.studentjournal.ub.ac.id/index.php/jab/article/view/2495 Zulkifli, Z., Septiana, T. A., Sodikin, S., & Maseleno, A. (2018). Perancangan Sistem

Pengolahan Data Penyuluh Agama di Kecamatan Banyumas Berbasis Website.

Jurnal TAM (Technology Acceptance Model), 9(1), 54–61. Retrieved from https://ojs.stmikpringsewu.ac.id/index.php/JurnalTam/article/view/597

Referensi

Dokumen terkait

Pengguna hak pilih dalam Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb)/pengguna KTP atau identitas lain atau paspor1. Jumlah seluruh pengguna Hak

Hasil penelitian yang dilakukan kepada 26 pasien dengan diagnosa gastritis di IGD RSUD Dr.Soegiri Lamongan menunjukkan bahwa sebagian besar pasien berpola makan buruk

Secara spesifik tujuan penelitian ini adalah: (1) mengidentifikasi tipe- tipe dan makna eufemisme dalam proses Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Melayu Langkat, (2)

Untuk melakukan konversi dari bilangan biner atau bilangan berbasis selain 10 ke bilangan berbasis 10 (desimal) maka anda tinggal mengalikan setiap digit

Kesatuan ini adalah antara Kesatuan Sekerja yang telah lama tertubuh di negara ini dan saya yakin dengan pengalaman selama dua puluh lima tahun itu, Kesatuan ini akan terus

Karya tulis ilmiah berupa skripsi dengan judul “Studi Preparasi Karbon Termodifikasi Kimia dari Cangkang Kelapa Sawit (Palm Kernel Shell) Untuk Menyerap

Sebagai Penyuluh Agama Islam yang memdapatkan Surat Keputusan (SK) dari Pemerintah (Kementerian Agama), ia mendapat tugas sebagai Penyuluh Agama Islam yang

Al-Islam atau Pendidikan Agama Islam adalah mata pelajaran yang memberikan pengetahuan kepada siswa mengenai ajaran agama Islam agar dapat menjadi nilai-nilai