ASMA KERJA
I Gusti Ngurah Bagus Artana
Program Stud Spesialis Ilmu Penyakit Paru,
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana - RSUP Sanglah Denpasar
ABSTRAK
Asma kerja adalah asma yang diakibatkan karena menghirup bahan- bahan yang ditemukan di tempat kerja. Di Indonesia, asma kerja masih belum diketahui data yang pasti, namun 2% dari seluruh asma menderita asma kerja. Asma kerja diklasifikasian menjadi Asma kerja imunologikal, Asma kerja nonimunologikal, dan asthma-like disorders.
Telah dilakukan beberapa studi dan analitik yang melaporkan agen yang menyebabkan asma kerja, seperti isocyanates, tepung dan gabah, colophony, latex, hewan, dan serbuk pohon. Patofisiologi dari asma kerja tergantung dari pajanan yang diterima hingga akan mengaktifasi sel-sel inflamasi lainnya. Diagnosis dilakukan anamnesis untuk mencari riwayat pekerjaan dan pajanan di tempat kerja, lalu dilakukan pemeriksaan fisik untuk mencari adanya gangguan, setelah itu dilakukan pemeriksaan penunjang seperti spirometri, tes provokasi bronkus nonspesifik, dan baku emas yang digunakan adalah tes provokasi bronkus spesifik. Penanganan asma kerja sama seperti asma lainnya dengan pemberian kortikosteroid inhalasi dengan pencegahan berupa pencegahan primer, sekunder, tersier.
Kata kunci: asma kerja
PENDAHULUAN
Kemajuan dalam bidang industri sangat pesat yang telah menghasilkan bahan berupa logam, bahan kimia, plastic, karet, gas, dan sebagainya yang digunakan untuk keperluan sehari-hari untuk tujuan mempermudah kehidupan, tetapi bahan-bahan tersebut juga menyebabkan berbagai penyakit. Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang berhubungan dengan lingkungan kerja, salah satunya adalah asma kerja. Asma kerja merupakan asma yang terjadi karena adanya pajanan di tempat kerja. Tempat kerja bukan semata-mata seperti bengkel ataupun pabrik, tetapi semua tempat kerja seperti petani, industri tekstil, kantor, maupun pekerjaan seperti pendeta/pedanda. Asma kerja merupakan penyakit paru yang sering dijumpai di negara maju dengan prevalensi sekitar 5-10% penduduk. Dari hasil American Thoracis Society (ATS) di negara maju, para pekerja 15% menderita asma kerja dan merupakan penyakit tersering di tempat kerja. Di Indonesia sendiri belum ada data pasti tentang penyakit asma kerja, namun diperkirakan 2-10% penduduk yang bekerja dan 2% dari seluruh penyakit asma secara umum, merupakan penderita asma kerja.1,2
DEFINISI
Asma kerja adalah asma yang diakibatkan karena menghirup bahan- bahan yang ditemukan di tempat kerja seperti: bahan kimia, bahan gas, debu, atau bahan lainnya sehingga menyebabkan saluran nafas menjadi bengkak dan sempit.Asma kerja merupakan penyakit yang mempunyai karakteristik sebagai jalan nafas yang terbatas, inflamasi pada jalan nafas, dan airway hyperrespimsiveness yang diakibatkan oleh karena partikel di lingkungan kerja dan tidak distimulasi diluar lingkungan kerja.3
Definisi dari asma kerja bisa diadaptasikan untuk kebutuhan dan keadaan yang berbeda. Maka dari itu, untuk mendiagnosis asma kerja diperlukan beberapa bukti yang berhubungan dengan kesehatan dan sosial-ekonomi, oleh karena itu didapatkan kriteria-kriteria sebagai berikut:3
Kriteria diagnosis medis asma kerja yang diajukan oleh the American College of Chest Physicians
A. Diagnosis asma
B. Onset gejala saat masuk ke tempat kerja C. Berhubungan antara gejala asma dan pekerjaan D. Satu atau lebih dari kriteria berikut:
1. Tempat kerja yang telah terpapar oleh agen atau suatu proses yang secara nyata meningkatkan terjadinya asma kerja
2. Secara signifikan perubahan terkait pekerjaan pada FEV1 atau pemeriksaan puncak ekspirasi
3. Secara signifikan perubahan terkait pekerjaan pada pemeriksaan respon jalan nafas yang nonspesifik
4. Respon positif pada uji tes inhalasi yang spesifik dengan agen yang di mana didapatkan pada pasien yang terpapar saat kerja
5. Onset pada asma dengan jelas berhubungan dengan jelas memiliki keluhan saat terpapar oleh bahan iritan saat bekerja
Dari kriteria diatas, dikatakan asma kerja menurut medis yaitu:
A+B+C+D2 atau D3 atau D4 atau D5. Dikatakan definisi surveilen bila kriteria A+B+C+D1 atau D2 atau D3 atau D4 atau D5.
Dikatakan seperti asma kerja bila kriteria A+B+C+D1.
Klasifikasi
Ada beberapa klasifikasi asma kerja dan pembagiaanya. Berdasarkan latensi dan berdasarkan onset kejadiannya.3,4
Berdasarkan laten dibagi menjadi dua yaitu: asma kerja immunologikal dan asma kerja nonimunologikal
Asma kerja imunologikal
Terkait dengan asma kerja yang muncul setelah terpapar pada masa laten yang terjadi karena adanya mediasi dalam tubuh sehingga menjadi sensitf terhadapa agen penyebab. Biasanya terjadi karena
terpapar molekul yang besar atau kecil yang secara imunologi telah terbukti, tetapi gejala terjadi setelah waktu yang cukup lama. Asma kerja dapat disebabkan molekul yang kecil seperti asisocyanates, western red cedar, acrylates, atau potroom asthma (asma yang terjadi karena terpapar bahan aluminium) yang dimana secara imunologis IgE-mediated belum teredintifikasi mekanismenya
Asma kerja nonimunologikal
Asma yang terjadi dalam hitungan jam setelah terhirup bahan polutan yang sangan tinggi konsentrasinya saat bekerja, seperti gas, uap, debu, atau bahan kimia yang iritan. Hal ini dalam klinis disebut juga reactive airwas disfunction syndrome (RADS) atau “irritant-induced asthma”. Gejala ini biasanya terjadi saat terpapar bahan iritan yang sangat tinggi konsentrasinya dan muncul gejala asma selama 24 sampai 72 jam setelah terpapar, keluhan yang menetap selama 3 bulan, dan saat dilakukan pemeriksaan adanya airflow limitation setelah menghindari penyakit paru lainnya.
Terdapat juga klasifikasi yang lain terhadapt asma kerja, yaitu asthma-like disorders. Biasanya terjadi karena terpapar debu tanaman (gabah, kapas, atau bahan-bahan lainnya) dan furniture dari berbahan hewan yang bisa menyebabkan keluhan seperti asma dan gejala sistemik yang berhubungan dengan sistem pernafasan. Dari keluhan juga didapatkan nyeri dada dan
adanya perubahan pada FEV1 tetapi tidak adanya hiperresposif bronkial yang persisten.
Etiologi
Ada ratusan agen di tempat kerja yang telah dilaporkan menyebabkan asma kerja. Telah dilakukan beberapa studi dan analitik yang melaporkan agen yang menyebabkan asma kerja, seperti isocyanates, tepung dan gabah, colophony, latex, hewan, dan serbuk pohon.
Penyebab asma kerja dibagi menjadi 6 tipe mayor pada 3 kategori, yaitu:
Kategori Tipe
Berat molekul tinggi
Hewan, kerang, ikan, antropoda, serbuk pohon, sayuran, tanaman termasuk karet latex, tepung, enxim, dan obat- obatan
Berat molekul rendah
Bahan kimia (termasuk solder fluxes, cat, isocyanates, asam anhydrides, amines, asam plicatic), bahan logam (seperti platinum, nikel krom)
Bahan iritan Gas, uap, debu
Tabel 1. Penyebab asma kerja
Patofisiologi
Patofisiologi dari asma kerja berawal dari agen yang menyebabkan asma kerja dikategorikan sebagai berat molekul tinggi, berat molekul
rendah, dan bila terpapar bahan iritan yang tinggi bisa menyebabkan irritant-induced asthma. Agen berat molekul tinggi dikenali oleh antigen-presenting cells (APCs) dan memasang respon imunologi tipe 2 CD4 yang mengaharah untuk meproduksi antibodi IgE spesifik oleh sel B yang dirangsang Interleukin (IL)-4/IL-13. Setelah terikat pada IgE kereseptor, sitokin Th2 (IL-5) menginduksi dan mengaktivasi sel-sel inflamasi, yaitu: sel mast, eosinofil, dan makrofag. Setelah terkativasi, adanya inflamasi saluran nafas yang menyebabkan hiperesponsi saluran udara dan obstrusi saluran udara.4
Berat molekul rendah tertentu juga bisa menginduksi antibody IgE spesifik, bekerja sebagai Haptens dan berkombinasi dengan protin untuk membentuk antigen yang fungsional. Tetapi lebih banyak bahan dengan berat molekul yang rendah tidak merangsang antibody IgE spesifik. Pada tipe ini, peranan campuran respon imunologi CD4/ CD8 tipe 2/ tipe 1 atau rangasangan dari γ / δ CD8 spesifik. Sitokin Th2 (IL-5) dan Th1(IFN- γ) dan kemokin proinflamasi lainnya (monocyte chemoattractant protein 1[MCP-1]), TNF akan mengaktivasikan sel- sel inflamasi.4
Inhalasi dengan iritan konsentrasi tinggi bisa merusak epitel saluran nafas. Pada orang uang memiliki irritant-induced asthma, sinyal alarm dari sel epitel yang rusak bisa mengaktivasi sel imunokompeten.
Kerusakan pada epitel bronkus akan menghilangkan faktor relaksasi bronkus, paparan ujung saraf menyebabkan inflamasi neurogenic, dan pelepasan mediator inflamasi dan sitokon diikuti aktivasi sel mast non spesifik. Sekresi dari faktor pertumbuhan sel epitel, oto polos fibroblast, dapat menginduksi regenerasi jaringan dan remodeling.4
Gambar 1. Patofisiologi asma kerja4
Diagnosis
Anamnesis
Pada anamnesis ditanyakan pada riwayat pekerjaan, biasanya pekerjaan yang berhubungan dengan asma kerja. Yang ditanyakan merupakan pekerjaan yang sebelumnya dan pekerjaan saati ini atau onset keluhan asma, lalu ditanyakan kegiatan pekerjaan atau paparan saat bekerja termasuk lamanya terpapar. Ada beberapa hal penting yang perlu ditanyakan pada pekerja tersebut.2,5,6
A. Kapan mulai bekerja di tempat sekarang?
B. Apakah tinggla di lingkungan tempat kerja?
C. Apa pekerjaan sebelum pekerjaan sekarang?
D. Apa yang dilakukan sehari-hari?
E. Proses apa yang terjadi di tempat kerja?
F. Bahan-bahan apa yang digunakan pada pekerjaan sehari-hari?
G. Apa saja keluhan yang dirasakan di tempat kerja dan sejak kapan?
H. Apakah keluhan membaik bila jauh dari tempat kerja atau sedang berlibur?
Ada beberapa pekerjaan yang mempunyai risiko tinggi yaitu: pembuat roti, pabrik detergen, pabrik obat, petani, buruh gabah, pekerja logam, pengukir, pekerja bangunan atau buruh bangunan, pendeta/mangku (di Bali).5
Pada penderita asma kerja memiliki keluhan yang disebabkan menyempitnya saluran nafas adanya spasme otot nafas yang mengakibatkan berkurangnya udara masuk dan menimbulkan suara wheezing. Keluhan biasanya muncul setelah terpapar pajanan di tempat kerja dan membaik saat di luar tempat kerja, terkadang ada beberapa orang yang muncul lebih dari 12 jam setelah terpapar pajanan. Gejala yang timbul antara lain: batuk, rasa nyeri di dada, sesak nafas, dan adanya suara wheezing.5,6
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada asma kerja sama dengan asma pada umumnya. Biasanya ditemukan saat serangan nafas cepat dengan RR>20x/menit, dan ada wheezing di kedua paru. Namun perlu diperhatikan apakah adanya jejas akibat bahan iritan, atau dermatitis akibat pajanan di tempat kerja.7
2.5.3 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan spirometry
Pada pemeriksaan spirometri dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator untuk mengetahui adanya hambatan jalan nafas dan untuk mengetahui respon bronkodilator sebagai alat diagnosis asma kerja.
Bila terjadi penurun FEV1 >10% atau peningkatan FEV1
>12% setelah pemberian bronkodilator.8
Tes provokasi bronkus non spesifik
Adanya hiperaktivitas bronkus dapat diuji dengan tes provokasi bronkus. Reaksi yang timbul dengan pajanan inhalasi didapatkan berupa rekasi cepat, lambat, bifaksi, atau reaksi yang berkepanjangan. Reaksi cepat mencapai efek maksimal setelah 30 menit dan berakhir 60-90 menit. Reaksi lambat muncul setelah 4-6 jam dengan efek maksimal 8-10 jam hingga berakhir 24-48 jam. Tipe bifasik timbul dengan reaksi cepat kemudian membaik lalu timbul reaksi lambat. Pada reaksi kepanjangan timbuk reaksi cepat dengan reaksi lambat,
tetapi tidak ada masa pemulihan dan terjadi reaksi terus menerus. Sedangkan bila hasil normal, perlu diperhatikan apakah penderita dibebaskan dari pajanan dengan waktu yang lama.6
Ters provokasi bronkus spesifik
Tes provokasi bronkus dengan allergen spesifik merupakan baku emas untuk mendiagnosis asma kerja, tetapi karena banyak menimbulkan serangan dan harus dikerjakan tenaga ahli di rumah sakit maka tes ini jarang dilakukan. Sebelum tes dilahkukan, pajanan yang dianggap/dicurigai sebagai allergen di tempat kerja sudah diketahui terlebih dahulu. Indikasi utama uji provokasi bronkus spesifik sebagai berikut: 6
o Bila pekerja asma kerja tidak diketahui zat penyebab
o Bila pekerja terpapar lebih dari satu zat penyebab asma kerja
o Bila diperlukan konfirmasi untuk mendiagnosis penyakit sebelum pekerja berhenti karena diduga menderita asma kerja
Penatalaksanaan
Penatalaksaana asma kerja sama dengan asma secara umum. Yang harus diperhatikan adalah menghindari pajanan di tempat kerja yang menyebabkan asma. Semakin cepat terbebas dari pajanan prognosis semakin baik. Bila terus terpapar pajanan meskipun telah memakai alat
pelindung diri atau pindah ke ruangan yang sedikit pajanan, akan memperburuk kondisi. Pada pasien RADS, bila risiko pajanan tinggi dapat dihindari, maka pekerja tidak perlu pindah ke tempat kerja baru.
Bila penderita yang telah pindah ke tempat kerja yang bebas pajanan, harus dilakukan pemeriksaan ulang setiap 6 bulam selama 2 tahun. Bila menghindari pajanan allergen penyebab, maka kesembuhan bisa menjadi 50%. Pengobatan farmakologi dengan pemberian kortikosteroid inhalasi, dan lebih bermanfaat bila diberikan lebih awal setelah diagnosis ditegakkan.8,9
Pencegahan
Asma kerja dapat dicegah dan bila lebih dini diketahui maka kesembuhannya lebih bagus. Oleh karena itu pencegahan sangat penting. Untuk pencegahan asma kerja dibagi 3 yaitu: primer, sekunder, tersier.10,11
Pencegahan primer
Pencegahan tahap pertama terhadap bahan atau zat paparan yang dilingkungan tempat kerja agar tidak terkena pekerja, kegiatan yang dilakukan adalah penyuluhan tentang perilaku kesehatan lingkungan kerja, menurunkan pajanan, pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja untuk screening, dan menggunakan alat proteksi
Pencegahan Sekunder
Mencegah terjadinya asma akibat pada pekerja yang sudah terpajan dengan bahan atau zat paparan. Usaha yang dilakukan
adalah pengendalian jalur kesehatan seperti pemeriksaan berkala yang bertujuan untuk mendeteksi dini penyakit asma akibat kerja.
Pencegahan Tersier
Dilakukan bila sudah terpapar agen yang menyebabkan asma kerja di tempat kerja dan diagnosis sudah ditegakkan. Bagi yang belum pindah kerja agar diberitahu maka agar terjadi perburukan atau memerlukan obat-obatan, maka dari itu disarankan untuk pindah kerja sesegera mungkin.
RINGKASAN
Asma kerja adalah asma yang diakibatkan karena menghirup bahan- bahan yang ditemukan di tempat kerja. Asma kerja diklasifikasian menjadi Asma kerja imunologikal, Asma kerja nonimunologikal, dan asthma-like disorders. Telah dilakukan beberapa studi dan analitik yang melaporkan agen yang menyebabkan asma kerja, seperti isocyanates, tepung dan gabah, colophony, latex, hewan, dan serbuk pohon.
Penyebab asma kerja dibagi menjadi 6 tipe mayor pada 3 kategori.
Patofisiologi dari asma kerja tergantung dari pajanan yang diterima hingga akan mengaktifasi sel mast, markofag, dan sel-sel inflamasi lainnya. Untuk mendiagnosis dilakukan anamnesis untuk mencari riwayat pekerjaan dan pajanan di tempat kerja, lalu dilakukan pemeriksaan fisik untuk mencari adanya gangguan, setelah itu dilakukan pemeriksaan penunjang seperti spirometri, tes provokasi bronkus nonspesifik, dan baku emas yang digunakan adalah tes provokasi bronkus spesifik. Penanganan asma kerja sama seperti asma lainnya dengan pemberian kortikosteroid inhalasi dengan pencegahan berupa pencegahan primer, sekunder, tersier.
DAFTAR PUSTAKA
1. Karjadi T, Djauzi S. Dasar-Dasar Penyakit Akibat Kerja.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I edisi IV.Balai Penerbit FKUI Jakarta, 2006;122-123.
2. Baratawidjaja K, Harjono T. Asma Akibat Kerja. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI Jakarta, 2001;33-42
3. Yeung MC. Malo JL.Occupational Asthma.The New England Journal of Medicine.vol 333 no 2, 2007;107-112.
4. Maestrelli P, Fabbri LM. Pathophysiology.Asthma in the workplace, 2006; 3: 109-129.
5. Tarlo S.M.Cough :Occupational and Environmental Considerations. Chest,2006;129 :186-196.
6. Lombardo LJ, Balmes JR.Occupational Asthma. Environmental Health Perspectives Supplements.2000;108:1-19.
7. Cristina M, Boschetto P.Occupational Asthma.Am J Respir Crit Care Med, 2005;172:280-305.
8. Gina Executive Committee. Asthma Medications. Global Strategy for Asthma Management and Prevention, 2018;95 9. Mangunnegoro.H. Program Penatalaksanaan Asma. Asma
Pedoman dan Penatalaksanaan Di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2004;28-73.
10. Venables K.M. Prevention of Occupational Asthma. Eur Respir Journals.1994;7:768-778
11. Liss G M, Tarlo S M. Prevention and Surveilance. Asthma in the workplace. 2006; 3: 353-362.