• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS ISIM SYARAT DALAM AL-QUR AN SURAH AL- BAQARAH SKRIPSI SARJANA OLEH RIJAL AMRI SIREGAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS ISIM SYARAT DALAM AL-QUR AN SURAH AL- BAQARAH SKRIPSI SARJANA OLEH RIJAL AMRI SIREGAR"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS ISIM SYARAT DALAM AL-QUR’AN SURAH AL- BAQARAH

SKRIPSI SARJANA

OLEH

RIJAL AMRI SIREGAR 150704044

PROGRAM STUDI SASTRA ARAB FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2019

(2)

ANALISIS ISIM SYARAT DALAM AL-QUR’AN SURAH AL- BAQARAH

SKRIPSI SARJANA

OLEH

RIJAL AMRI SIREGAR 150704044

PROGRAM STUDI SASTRA ARAB FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(3)

ANALISIS ISIM SYARAT DALAM AL-QUR’AN SURAH AL- BAQARAH

SKRIPSI SARJANA O

L E H

RIJAL AMRI SIREGAR 150704044

Pembimbing

Dra. Kacar Ginting, M.Ag NIP.1964050419900320020

Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan Untuk melengkapi salah satu syara ujian SARJANA SASTRA Dalam Bidang Ilmu Bahasa Arab

PROGRAM STUDI SASTRA ARAB FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(4)

KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan yang telah mengajarkan kalam-Nya kepada manusia dan memberikan petunjuk untuk membedakan kebenaran dan kebatilan. Tuhan yang telah memberi fitrah dalam diri manusia untuk memilih jalan yang baik atau yang buruk. Shalawat dan salam juga penulis sampaikan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, seorang panutan dan suri tauladan, yang telah membawa umat manusia dari zaman kebodohan menuju zaman yang terang benderang dengan ilmu pengetahuan.

Alhamdulillah atas limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul: “analisis isim syarat dalam Al-Qur‟an Surah Al-Baqarah”. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Sastra pada Program Studi Sastra Arab Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan disebabkan oleh pengetahuan dan kemampuan serta pemahaman peneliti yang terbatas. Untuk itu, dengan kerendahan hati, penulis senantiasa menerima kritik dan saran yang bersifat membangun kearah perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini.

Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca maupun masyarakat pada umumnya yang ingin mendalami ilmu bahasa Arab.

Medan, 27 September 2019

Peneliti,

Rijal Amri Siregar 150704044

(5)

UCAPAN TERIMA KASIH Assalamuʻalaikum Warahmatullāhi Wabarakātuh

Syukur alhamdulillah kehadirat Allah SWT berkat rahmat dan hidayah- Nya sehingga skripsi ini dapat diwujudkan. Semoga kita semua mendapatkan rahmat dan karunia Allah SWT baik di dunia maupun di akhirat. Penulis menyadari terwujudnya skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan motivasi berbagai pihak. Oleh sebab itu dengan segala, kerendahan hati peneliti ingin mengucapkan terimakasih yang setulus-tulusnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H, M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Budi Agustono M.S, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Bapak Prof Drs. Mauly Purba, M.A, Ph.D selaku Wakil Dekan I, ibu Dra. Heristina Dewi, M.Pd selaku Wakil Dekan II, bapak Prof. Ikhwanuddin Nasution, M.Si selaku Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara dan kepada sivitas akademika yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

3. Ibu Dra. Rahlina Muskar Nasution,M.Hum.,Ph. D selaku Ketua Program Studi Sastra Arab Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara dan Bapak Drs.Bahrum Shaleh M.Ag selaku Sekretaris Program Studi Sastra Arab Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dra. Kacar Ginting, M.Ag selaku dosen dosen pembimbing yang dengan penuh perhatian memberikan waktu, tenaga, ilmu, nasehat, bimbingan, dan memberikan inspirasi dalam penulisan skripsi ini, sehingga skripsi ini dapat penulis rampungkan dengan baik.

5. Ibu Dra. Rahlina Muskar Nasution,M.Hum.,Ph. D dan ibu prof. Dra., Pujiati, M.Sos.Sc., Ph. D selaku dosen Penguji dan pengajar dengan penuh perhatian, serta kasih sayang, yang telah meluangkan pikirannya dalam membantu proses penelitian ini hingga selesai tepat pada waktunya.

(6)

6. Seluruh Staf Pengajar di Program Studi Sastra Arab Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, yang telah mengajarkan banyak ilmunya semenjak penulis terdaftar menjadi mahasiswa Sastra Arab FIB USU hingga menyelesaikan skripsi ini. Serta kak Fitri selaku Staf Administrasi Departemen Sastra Arab yang telah banyak membantu penulis dalam hal administrasi.

7. Teristimewa untuk kedua orang tua penulis Ayahanda tercinta Samsul Kamal Siregar dan Ibunda Enni Latifah Harahap yang telah menjadi orang tua terbaik, yang selalu memberikan motivasi, nasihat, cinta, perhatian, kasih sayang serta do‟a yang tentu takkan bisa penulis balas. Serta kepada Kakakku Putri Jamilah Siregar dan adikku Khairani Ulfah Siregar, Dinda Utami Siregar, Faiz Aziz Siregar yang telah memberikan doa kepada penulis sehingga penulis dapat dengan mudah menyelesaikan skripsi ini. Serta keluarga besar tercinta, terimakasih yang tak terhingga atas doa, Semoga Allah senantiasa mencurahkan rahmat dan ridha-Nya.

8. Sahabat sahabat seperjuanganku angkatan 2015 : Sangkot, Yaqin, Fadlan, Fariz ,Rico, Khair, Khaliq, Iqbal, Noval, Yusuf, Nina , Farah, Ade, Rauda, Popi, Dedek, Lisa, Suwardini, Nurfadilah, Leha, Puja, Shakila, Saila dan teman- teman lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu, semoga kita semua sukses.

9. Adik-adikku di Sastra Arab : Sahrul, Hanif, Wira, Raudhatul Husna, Siti Marlina, dhea, Mita, Vivi, Egik, Hani, Bila, Lily Handayani, Yuli, Sopi, deby dan kawan-kawan yang tak bisa disebutkan satu persatu.

10. Abang dan kakakku di Sastra Arab: bang Iril, bang Ridwan, bang Adi, bang wira, bang febri, bang Ilyas, bang faris, bang Fahmi, bang gan, bang Hilmi, bang Zulfan, bang Faddah kak Henny, kak Reni, kak Via, kak Nurul, kak Zulfa, kak Nisa, kak Maya Dkk

11. Para pengurus dan Anggota Ikatan Mahasiswa Sastra Arab (IMBA) Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

12. Semua pihak yang telah memberikan dorongan pada penulis yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu. Jazākumullāhu khairan.

(7)

Terimakasih banyak untuk semuanya semoga bantuannya menjadi amalan yang diridhai oleh Allah .

Medan, 27 September 2019 Penulis,

Rijal Amri Siregar 150704044

(8)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

UCAPAN TERIMA KASIH... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR SINGKATAN ... ..vii

ABSTRAK ... viii

PEDOMAN TRANSLITERASI ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah... 5

1.3 Tujuan Masalah ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.5 Metode Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Kajian Terdahulu ... 8

2.2 Landasan Teori ... ..8

2.2.1 Pembagian isim ... ...7

2.2.2 Pengertian Isim syarat dan Jenisnya ... ..11

2.2.3 Bentuk – Bentuk Jawab Syarat ... ..14

2.2.4 Fungsi dan Kedudukan Isim Syarat ... ..15

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ... ..17

3.1 Hasil ... ..17

3.2 Pembahasan ... ..18

3.2.1 Isim Syarat ٍِ /Man/ Dalam Surah Al- Baqarah ... ..18

3.2.2 Isim Syarat بٍ /ma/ Dalam Surah Al- Baqarah ... ..38

3.2.3 Isim Syarat بَْٝأ /aynama/ D15am Surah Al- Baqarah ... ..40

3.2.4 Isim Syarat ِٝأ /ayna/ Dalam Surah Al- Baqarah ... ..40

(9)

3.2.5 Isim Syarat بَضٞح /haysuma/ Dalam Surah Al- Baqarah ... ..41

BAB IV PENUTUP ... ..43

4.1 Kesimpulan ... ..43

4.2 Saran ... ..44 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(10)

DAFTAR SINGKATAN

1. SWT : Subhana Wa Ta‟ala

2. SAW : Sallallahu „Alaihi Wasallam 3. FIB : Fakultas Ilmu Budaya 4. USU : Universitas Sumatera Utara 5. IMBA : Ikatan Mahasiswa Bahasa Arab

6. Dkk : Dan kawan-kawan

7. No. : Nomor

8. RI : Republik Indonesia 9. SKB : Surat Keputusan Bersama

(11)

ABSTRAK

Rijal Amri Siregar (150704044) 2019, Analisis Isim Syarat dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah. Program studi Sastra Arab Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, Medan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui isim syarat apa saja yang ada dalam Al-Qur‟an surah Al-Baqarah, fungsi dan kedudukan isim syarat yang terdapat dalam Al-Qur‟an surah Al-Baqarah, dan bagaimana bentuk-bentuk jawab syarat dalam Al-Qur‟an surah Al-Baqarah. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research) dan menggunakan metode penelitian deskriptif analisis. Penelitian ini menggunakan teori Ni‟mah (tt). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dalam 286 ayat surah Al-Baqarah, ditemukan 5 isim syarat yang tersebar dalam 31 ayat. yakni Isim syarat ٍِ /man/ berjumlah 26 kata, Isim syarat بٍ /ma>/ berjumlah 2 kata, sedangkan Isim syarat بَْٝأ /aynama>/, ِٝأ /ayna/

dan بَضٞح /hayṡuma>/ hanya berjumlah satu kata saja. Dari 31 isim syarat diantaranya 13 kata berfungsi menzajamkan dan 18 kata yang tidak menzajamkan.

Dari segi kedudukan, 26 kata menjadi mubtada, 2 kata menjadi maf‟ulumbih muqaddam dan 3 kata menjadi zaraf makan. Dilihat dari bentuk jawab syarat : 20 kata terdiri atas jumlah ismiah, 5 kata terdiri dari fi‟il madi, 4 kata terdiri dari fi‟il mudari‟ dan 2 kata terdiri dari fi‟il amar.

(12)

ص خٝسٝطغر حض٘

ضبغٝطؼ ٛطٍأ هبعض (

٠٤١٧١٥١٥٥ )

٩١٠٢ وٞيحر

حطقجىا حض٘ؼ ُآطقىا ٜف ططش ٌؼإ .

ق ٌيػ خٞيم ,خٞثطؼىا خغيىا ٌؽ فبقضىا

ُاسٍٞ ,خٞىبَشىا حططٍ٘ؼ خؼٍبع ,خ

بٍأ فسٕ

فٗطؼَى شحجىا اصٕ

وَػ ٗ حطقجىا حض٘ؼ ُآطقىا ٜف ططش ٌؼإ خ ٗ وحٍ ٗ

حطقجىا حض٘ؼ ُآطقىا ٜف ططشىا ةا٘ع خغٞص

ٝ ٗ ٜجزنَىا شحجىا ٕ٘ شحجىا اصٕ .

ٔٞف ًسرزؽ

يٞيحر خقٝطط خٞ

ىا

٘

ٝ ٗ خٞفص خٝطظْىا وَؼزؽ

)خْؽؽىا ٜفبٍ( خَؼّ

شحجىا اصٕ ٍِ خغٞزْىاا هسٝ

ٜف ُأ حض٘ؼ حطقجىا ٩٦٨ خٝآ . ر سع٘

٤ ططش ٌؼإ

ٜف طشْٝ ٛصىا ٣٠

خٝآ ٕ٘ٗ

ٍِ

ٌؼا

ٍِ

٩٨

دبٝآ بٍ ٌؼا ٍِ ٗ , ٩

بَْٝا ٌؼا ٍِ ٗ ,خٝآ بَضٞح ٗ ِٝا ٗ

٠ ٍِ ٗ .ظقف خٝآ ٣٠

ٍِ دبَيم

بْٖٞث ططش ٌؼا ٠٣

ٗ ططش ٌؼا ًعغٝ دبَيم ٠٦

,ًعغٝ ٌى ,ّوحٍ خٖع ٍِ ٗ

٩٨ ٜف دبَيم

ٗ أسزجٍ ّوحٍ

٩ ٗ ًّسقٍ ٔث ه٘ؼفٍ ّوحٍ ٜف خَيم ٣

ٍِ ٗ .ُبنَىا فطظ ّوحٍ ٜف دبَيم

: ططّشىا ةا٘ع خغٞص ٗ خَٞؼإ خيَع ٍِ ُّ٘نزٝ دبَيم ٩١

٤

ٗ ضبٍ وؼف ٍِ دبَيم

٥

. طٍأ وؼف ٍِ خَيم ٩ ٗ عضبضٍ وؼف ٍِ دبَيم

(13)

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

Pedoman transliterasi yang digunakan adalah Sistem Transliterasi Arab- Latin Berdasarkan SKB Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 158/1987 dan No. 0543 b/U/1987 tertanggal 22 Januari 1988.

A. Konsonan Tunggal

Huruf Arab Nama Huruf Latin Keterangan

ا

Alif - tidak dilambangkan

ة

bā` B -

د

tā` T -

س

ṡā` ṡ es (dengan titik di

atas)

ط

Jīm J -

ػ

ḥā` ha (dengan titik di

bawah)

خ

khā` Kh -

ز

Dāl D -

ش

Żāl Ż zet (dengan titik di

atas)

ض

rā` R -

ظ

Zai Z -

غ

Sīn S -

ؾ

Syīn Sy -

ص

ṡad ṣ es (dengan titik di

bawah)

ض

ḍad ḍ de (dengan titik di

bawah)

ط

ṭā` ṭ t (dengan titik di

bawah)

(14)

ظ

ẓa ẓ zet (dengan titik di bawah)

ع

„ain koma terbalik (di

atas)

ؽ

Gain G -

ف

fā` F -

ق

Qāf Q -

ك

kāf` K -

ه

Lām L -

ً

Mīm M -

ُ

Nūn N -

ٗ

Wāwu W -

ٓ

hā` H -

ء

Hamzah ` Apostrof

ٛ

yā` Y -

B. Konsonan Rangkap

Konsonan rangkap, termasuk tanda syaddah, ditulis rangkap.

Contoh :

خٝسَحأ

ditulis Aḥmadiyyah C. Tā` marbutāh di akhir kata

1. Bila dimatikan ditulis h, kecuali untuk kata-kata Arab yang sudah terserap menjadi bahasa Indonesia, seperti salat, zakat, dan sebagainya.

Contoh:

خػبَع

ditulis jamāʻah Bila dihidupkan ditulis t

Contoh:

ءبٞىٗلأا خٍاطم

ditulis karāmatul auliyā`

(15)

D. Vokal pendek

Fathah ditulis “a” contoh:

ػْم

ditulis kanasa Kasrah ditulis “i” contoh:

ػطف

ditulis fariḥa Dhammah ditulis “u” contoh:

تزم

ditulis kutubun

E. Vokal Panjang

a panjang ditulis “ā”: contoh:

ًبّ

ditulis nāma i panjang ditulis “ī”: contoh:

تٝطق

ditulis qarībun u panjang ditulis “ū”: contoh:

ض٘طف

ditulis fuṭūrun

F. Vokal Rangkap

Vokal rangkap

ٛ

(fathah dan ya`) ditulis “ai”.

Contoh:

ِٞث

ditulis baina

Vokal Rangkap

ٗ

(fathah dan waw) ditulis “au”.

Contoh:

ً٘ص

ditulis ṣaumun

G. Vokal-vokal pendek yang berurutan dalam satu kata Dipisahkan dengan apostrof (`)

Contoh:

ٌزّأأ

ditulis a`antum

H. Kata Sandang Alif + Lām

1. Bila diikuti huruf qamariyah ditulis al- Contoh :

ُاطقىأ

ditulis Al- Qur`ān

2. Bila diikuti huruf syamsiah, huruf pertama diganti dengan huruf syamsiah yang mengikutinya.

Contoh:

ػَشىا

ditulis asy-syamsu

(16)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Kajian bahasa merupakan hal yang sedang banyak diminati oleh para ilmuan. Bahasa yang menjadi salah satu alat untuk berkomunikasi dan sebagai alat untuk pembelajaran. Bahasa juga memiliki struktur seperti, struktur dasar yaitu fonologi, morfologi dan sintaksis sebagai dasar dari bahasa. Bahasa Arab termasuk sebagai suatu bahasa yang memiliki struktur dasar tersebut.

Menurut Al-Ghalayain (2013: 27) ilmu Bahasa Arab adalah :

نع ملقلاو ناسللا ةمصع ىلإ اهب لصوتي يتلا مولعلا يه أطخلا

/hiya al’u lu>mu al-lati> yatawaṣṣalu biha> ila> ‘aṣamati al-lisa>ni wa al-qalami ‘ani al-khat}a>`i/ „ialah ilmu yang menyertakan manusia untuk melindungi lisan dan tulian dari kesalahan‟.

Dalam Bahasa Arab, sintaksis merupakan hal yang menarik bagi peneliti untuk dikaji. Bahasa Arab menyebut sintaksis adalah ilmu nahwu. Bahasa Arab memiliki pola kalimat yang berbeda dengan bahasa Indonesia karena ia tidak hanya berbicara tentang susunan kata dalam suatu kalimat, tetapi juga berbicara keadaan huruf terakhir dari suatu kata yang ada pada kalimat. Bila keadaan huruf terakhir suatu kata berbeda, maka berbeda pula maknanya. Sebagai seorang muslim mempelajari Bahasa Arab sudah merupakan suatu keharusan. Bagaimana kita bisa memahami isi kandungan Al-Qur‟an bila kita tidak memahami bahasanya. (Abu Razin & Umu Razin, 2015: 3-4)

Menurut Abu & Ummu Razin (2015: 2) ilmu nahwu adalah adalah satu cabang dari ilmu Bahasa Arab yang membahas tentang bagaimana menyusun kalimat yang sesuai dengan kaidah Bahasa Arab, baik yang berkaitan dengan letak kata dalam suatu kalimat atau kondisi kata (harakat akhir dan bentuk) dalam suatu kalimat.

Abu Hamzah Yusuf Al-Atsary (2007 :2) menambahkan bahwa ilmu nahwu adalah ilmu yang mempelajari tentang jabatan kata dalam kalimat dan

(17)

harakat akhirnya, baik secara i‟rab (berubah) atau bina‟ (tetap). Ilmu nahwu ini mengkaji tiga hal yaitu huruf, kata dan kalimat.

Defenisi nahwu juga disebutkan oleh (Ni‟mah, t.t : 16):

و ،ةلمجلا لخاد ةملك لك ةفيظو اهب فرعي دعاوق وحنلا اهبارعإ ةيفيكو ،تاملكلا رخاوأ طبض

/annahwu qawa>idun yu’rafu biha> wajifati kulli kalimati da>khili aljumlati, wa d}abt}u awa>khiril alkalima>ti, wa kayfiyati i’ra>buha>/ „Nahwu adalah ilmu yang mempelajari kaidah untuk mengenal fungsi-fungsi kata yang masuk pada kalimat, mengenal hukum akhir kata, dan untuk mengenal cara mengi‟rob.‟

Maka berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat peneliti simpulkan bahwa ilmu nahwu itu adalah ilmu qawaid yang mempelajari bunyi pada akhir suatu kata bahasa arab. Dalam ilmu nahwu terdapat kata isim yang memiliki makna dan fungsi yang berbeda, misalnya huruf

ام

/ma/. Huruf

ام

/ma/ bisa masuk kepada isim mausul,isim istifham dan isim syarat. Contoh :

Huruf

ام

/ma/ pada isim mausul:

ضرلاا و تاومسلا في ام لله

/lilla>hi ma> fi as- samawa>ti wa al-ard{i/ „Bagi Allah apa saja yang ada di langit dan di bumi.

Biasanya kalimat setelah

ام

/ma/ isim mausul bisa masuk kepada jumlah ismiah dan fi‟liyah.

ام

/ma/ pada isim mausul di artikan dengan kata “yang” yaitu kata sambung yang menghubungkan kalimat allah dengan langit dan bumi.

Selanjutnya contoh huruf

ام

/ma/ pada isim istifaham:

؟تلعف ام

/ma> fa’alta

?/ „apa yang telah kamu kerjakan?‟ بٍ /ma/ menunjukkan sebagai isim istifham yaitu digunakan untuk bertanya. Biasanya kata setelah بٍ /ma/ isitifham bisa masuk kepada jumlah ismiyah dan fi‟liyah.

Kemudian contoh huruf بٍ /ma/ pada isim syarat:

للها وملعي يرخ نم اولعفت ام و

/wa ma> taf’alu> min khairin ya’lamhulla>hu/ „dan segala yang baik yang kamu kerjakan, Allah mengetahuinya.‟

(18)

Dalam penelitian ini, hal yang menjadi fokus peneliti adalah isim syarat.

Isim syarat banyak sekali ditemukan di dalam Al-Qur‟an khususnya dalam surah Al-Baqarah, Al-Qur‟an merupakan kitab suci yang diturunkan dalam bentuk ungkapan bahasa arab yang fasih. Menurut Ali dkk, (2006: 3) Al-Qur‟an adalah :

ملاسلا هيلع ليربج نيملأا ةطساوب نيلسرملا و ءايبنلاا متاخ ىلع لزنملا زجعملا للها ملاكلا وه نآرقلا ب متتخملا ةحتافلا تروسب ءودبملا هتولاتب دبعتملا رتاوتلاب انيلإ لوقنملا فحاصملا يف بوتكملا تروس

سانلا /

al-qur’anu huwa alkala>mu alla>hi al mu’jizu al munazzalu ‘ala>kha>timi al anbiya>i wa al mursali>na bi wasi>t}ati al a>mini jibri>la ‘alaihi assala>mu al maktu>bu fi> al mus}a>hifi al manqu>lu ilaina> bi at attawa>tiri al muta’abbadi bitila>watihi al mabdu>’i bi su>rati Al fa<tihati al mukhtatamu bi su>rati an na>si/ “Al-qur‟an adalah kalamullah yang mengandung mukjizat yang diturunkan kepada nabi dan rasul terakhir, dengan perantara malaikat jibril, yang tertulis dalam mushaf, yang di sampaikan kepada kita secara mutawatir yang di anggap ibadah jika membacanya, yang di mulai dengan surah Al-fatihah dan di tutup dengan surah an-nas.”

Contoh isim syarat dalam Al-Qur‟an adalah sebagai berikut :

...

... مايأ ةثلاث مايصف دجي مل نمف

/...faman lam yazid fas{iya>mu sala>sati ayya>min.../ „Maka jika tidak mendapatkannya, maka dia wajib berpuasa selama tiga hari.‟ (QS. Al-Baqarah:

196)

Dalam ayat di atas isim

نم

berkedudukan sebagai mubtada yang seharusnya marfu‟, tetapi karena isim syarat adalah mabni, maka harakatnya tidak berubah yakni tetap sukun.

نم هلامف للها دهي نم ّلضم

/wa man yahdi alla>hu fa ma> lahu> min mud}illin/’dan barangsiapa yang diberi petunjuk oleh allah, maka tidak seorangpun yang dapat menyesatkannya.

(19)

Dalam ayat di atas isim

نم

berkedudukan sebagai maf‟ul muqaddam yang seharusnya manshub, tetapi karena isim syarat adalah mabni, maka harakatnya tidak berubah yakni tetap sukun.

اَهِلْثِم ْوَأ اَهْ نِم ٍرْيَخِب ِتْأَن اَهِسْنُ ن ْوَأ ٍةَيآ ْنِم ْخَسْنَ ن اَم

/Mā nansakh min āyatin au nunsihā na`ti bikhairim minhā au milihā/‟‟Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya‟‟

Dalam ayat di atas isim

اَم

berkedudukan sebagai maf‟ul muqaddam yang seharusnya manshub, tetapi karena isim syarat adalah mabni, maka harakatnya tidak berubah yakni tetap sukun.

Dari contoh tersebut, dapat diketahui bahwa kedudukan isim syarat dapat berubah ubah. Adakalanya kedudukan i‟rabnya menempati posisi mubtada, dan pada kalimat isim syarat lainnya bisa menjadi maf‟ulbih muqaddam, zharaf zaman, zharaf makan, dan lain-lain.

Berdasarkan contoh data di atas peneliti melihat adanya perubahan kedudukan isim syarat pada susunan kalimat Bahasa Arab, Selain itu alasan peneliti ingin meneleti isim syarat dalam Al-Qur‟an yaitu untuk mengetahui bagaimana membedakan isim istifham (kalimat tanya) dengan isim syarat di dalam Al-Qur‟an. Isim istifham dan isim syarat memiliki kesamaan dari segi arti, akan tetapi dari segi i‟rab memiliki fungsi dan kedudukan yang berbeda.

Alasan peneliti memilih Al-Quran pada surah Al-Baqarah sebagai objek penelitian karena pada surah tersebut banyak terdapat isim syarat yang perlu dikaji bagaimana kedudukan isim syarat tersebut. Kemudian pada Al-Qur‟an, kedudukan i‟rab isim syarat itu bisa berubah-ubah.

1.2. Rumusan Masalah

Agar penelitian ini tidak menyimpang dari pokok pembahasan, maka peneliti memberikan rumusan masalah sebagai berikut:

(20)

1. Isim syarat apa saja yang ditemukan dalam Al-Qur‟an surah Al-Baqarah?

2. Apa saja fungsi dan kedudukan isim syarat dalam Al-Qur‟an surah Al- Baqarah?

3. Bagaimana bentuk jawab syarat dalam Al-Quran surah Al-Baqarah?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini berdasarkan rumusan masalah adalah:

1. Mengetahui isim syarat apa saja yang ada dalam Al-Qur‟an surah Al- Baqarah.

2. Mengetahui kedudukan isim syarat yang terdapat dalam Al-Qur‟an surah Al-Baqarah.

3. Mengetahui bentuk-bentuk jawab syarat dalam Al-Qur‟an surah Al- Baqarah.

1.4. Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memenuhi tugas akhir pada prodi Sastra Arab FIB USU guna mendapatkan gelar sarjana. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Untuk pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dari penelitian sebelumnya tentang isim syarat pada kajian ilmu Sintaksis.

2. Untuk Menjadi sumber informasi atau rujukan untuk meningkatkan pemahaman tentang isim syarat bahasa Arab khususnya bagi mahasiswa Sastra Arab.

3. Untuk menambah ilmu pengetahuan penulis maupun pembaca mengenai kajian Sintaksiskhususnya fungsi dan kedudukan isim syarat dalam Al- Qur‟an.

1.5. Metode Penelitian

Metode penelitian dapat diartikan sebagai prosedur atau langkah – langkah teratur yang sistematis dalam menghimpun pengetahuan untuk dijadikan ilmu (Ginting, 2006: 25). Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dan termasuk ke dalam penelitian kepustakaan (library research). Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif. Analisis deskriptif yaitu gambaran ciri – ciri data secara akurat sesuai dengan sifat alamiyah itu sendiri (Djajasudarma, 1993: 16).

(21)

Data dalam penelitian ini ada dua, yaitu data primer dan sekunder. Adapun sumber data primernya berupa Al-Qur‟an Tafsir Perkata Tajwid Kode Angka,terbitan kalim, Jakarta 2011. Data sekundernya berupa buku – buku, skripsi, kamus dan internet yang relevan dengan bahan kajian.Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teori Ma‟arif (2008) dan Ni‟mah (tt).

Teknik pengumpulan data yang akan dilakukan oleh peneliti sebagai berikut :

a. Mengumpulkan buku-buku referensi yang berkaitan dengan pembahasan penelitian tentang isim syarat.

b. Membaca bahan-bahan referensi yang akurat dengan masalah yang diteliti.

c. Mengumpulkan data isim syarat dalam Al-Qur‟an dengan membaca surah Al- Baqarah berulang kali untuk menemukan data-datai isim syarat dan mencatat ayat tersebut dalam kartu data.

d. Menggunakan aplikasi Quran For Android versi 2.9.5-p1 dan website quran.javakedaton. Cara mendapatkan data dengan memasukkkan kata isim syarat ke dalam pencarian kata di dalam aplikasi dan website untuk menyempurnakan data yang telah di proses

e. Data-data yang telah diperoleh kemudian diklasifikasikan sesuai dengan kedudukannya.

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Terdahulu

Penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian ini, pernah di lakukan oleh :

Nurmasitah (1987) membahas tentang fi‟il mudari‟ mazjum dalam bahasa arab. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa amil yang menjazmkan fi‟il mudari‟ berjumlah (16 kata), kemudian dari data tersebut amil yang menjazamkan fi‟il mudari‟ dibagi lagi menjadi dua macam yaitu huruf dan isim. Fi‟il syarat dan jawab syarat adalah terdiri dari fi‟il mudari‟, tetapi boleh fi‟il madi (salah satu diantara keduanya). Penelitian ini menggunakan teori Abubakar Muhammad, Mustafa Al-Ghalayaini, dan Mustafa Amin dan Ali Jarim.

Perbedaan penelitian di atas dengan penelitian ini yaitu penelitian ini memfokuskan kepada kedudukan i‟rab isim syarat dalam Al-Qur‟an menggunakan teori Fuad Ni‟mah (tt), sedangkan penelitian di atas yaitu menganalisis fi‟il mudari‟ majzum dalam bahasa arab menggunakan teori Abubakar Muhammad, Mustafa Al-Ghalayaini, dan Mustafa Amin dan Ali Jarim.

2.2. Landasan Teori 2.2.1 Pembagian isim

Pembagian isim dari segi i‟rab terbagi menjadi dua bagian yaitu : 1. Isim Mabni

Isim mabni adalah isim yang tidak berubah-ubah dalam keadaan apapun.

Yang termasuk kepada isim mabni yaitu : isim dhamir, isim isyaroh, isim maushul, isim syarat, isim istifham, isim fi‟il. (Ma‟arif, 2008: 128).

Isim Dhamir

Isim dhamir adalah kalimat yang menunjukkan kata ganti orang pertama, kedua dan ketiga. Contoh بّا /ana>/’saya’ , ذّا /anta/’kamu’, ٕ٘/huwa/‟dia‟. Isim dhamir dibagi menjadi empat bagian, yaitu :

1. Dhamir bariz : Isim dhamir yang nampak dalam lafalnya seperti ذجزم/katabtu/‟aku telah menulis‟.

(23)

2. Dhamir mustatir : Isim dhamir yang tidak nampak dalam lafalnya, seperti lafal ذّا/anta/‟kamu‟ pada kalimat أطقا/iqra’/‟bacalah‟.

3. Dhamir muttasil : Isim dhamir yang tidak bisa dijadikan permulaan kalimat atau jatuh setelah لاا seperti بْجزم/katabna>/’kami telah menulis.

4. Dhamir munfasil : Isim dhamir yang bisa dijadikan permulaan kalimat dan jatuh setelah لاا seperti شبزؼا ٕ٘/huwa usta>un/‟dia adalah seorang guru‟.

Isim Isyarah

Isim Isyarat (kata tunjuk) adalah isim yang menunjukkan pada sesuatu tertentu dengan perantara isyarat. Contoh : صٕ /ha>a/‟ini‟dan لىاش/ẓa>lika/’itu’.

Isim Maushul

Adalah isim yang menunjukkan pada sesuatu tertentu dengan perantara silah. Silah bisa berupa jumlah ismiah/fi‟liyah, atau jar –majrur atau zaraf. Isim maushul disamping mempunyai silah, ia juga mempunyai „aid (dhamir yang kembali pada isim maushul). Contoh : َٔيػ طضم ٛصىا ذٍطما/akramtu allai> kas}ura

‘ilmuhu/’aku memuliakan orang yang banyak ilmunya’.

Isim Istifham

Isim Istifham adalah isim yang digunakan untuk bertanya. Contoh isim istifaham:

؟تلعف ام

/ma> fa’alta ?/ „apa yang telah kamu kerjakan?

Isim Fi‟il

Isim fi‟il adalah isim yang mengantikan fi‟il tetapi tidak bisa terpengaruh oleh „amil dan tidak berubah. Contoh : دبٖٕٞ/hayha>ta/‟jauh‟.

2. Isim Mu’rab

Isim mu‟rab adalah isim yang merubah baris akhir suatu kata sebab berubahnya posisi pada kalimat. Isim mu‟rab terbagi lagi menjadi tiga yaitu: isim marfu‟, isim manshub dan isim majrur. (Ni‟mah, tt: 24)

Para ulama Nahwu berbeda-beda dalam mendefinisikan i‟rab. Tetapi dalam perbedaan pendapat tersebut antara ulama‟ satu dengan yang lainnya mengarah ke pada satu tujuan dan maksud yang sama.

(24)

Menurut Imam Shanhaji dalam kitab Matan al-Jurmumiyah (t.t: 1) menjelaskan, bahwa i‟rab adalah perubahan keadaan akhir kata karena perbedaan beberapa amil (penyebab perubahan akhir kata) yang menyertainya, baik secara lafal maupun perkiraan.

Hal yang sama juga dinyatakan oleh Musthafa Al-Ghalayain (2013: 36) menyatakan bahwa i‟rab adalah perubahan akhir kata karena perbedaan amil-amil yang masuk pada kata yang dimaksud. Dari pengertian tersebut, kita dapat memahami bahwa segala sesuatu yang berubah karena suatu amil maka disebut mu‟rab.

Menurut (Imam Sanhaji, t.t: 1) di dalam buku Matan al-Jurumiyah menjelaskan bahwa I‟rab adalah :

اريدقت وا اظفل اهيلع ةلخاّدلا لماوعلا فلاتخلا ملكلا رخاوا رييغت وه بارعلاا

/al-i’rābu huwa taghyīru aw ākhiru al-kalami liikhtilāfi al-‘awāmili ad-dākhilati

‘alayhā lafẓan aw taqdīran/ „I‟rab ialah perubahan akhir kata karena perbedaan amil yang memasukinya, baik secara lafazh ataupun secara perkiraan.‟

Maksudnya, i‟rab itu merubah syakal (harakat) tiap-tiap akhir kata disesuaikan dengan fungsi „amil yang memasukinya, baik perubahan itu tampak jelas lafazhnya atau hanya secara diperkirakan saja keberadaannya.

Isim mu‟rab kemudian ditandai dengan adanya penanda i‟rab. Imam Sanhaji (t.t : 1) mengatakan bahwa :

و ضفخو بصنو عفر ةعبرا هماسقا مزج

/aqsāmuhu arba’atun raf’un wa naṣbun wa khafḍun wa jazmun/ “I‟rab itu terbagi menjadi empat macam, yaitu i‟rab rafa‟, i‟rab nasab, i‟rab khafadz (jar), i‟rab jazem”

Contoh dari penanda i‟rab adalah sebagai berikut:

1. I‟rab Rafa‟, seperti:

ٌمِئاَق ٌدْيَز

/zaidun qa>imun/ “Zaid sedang berdiri.”

2. I‟rab Nasab, seperti:

اًدْيَز ُتْيَاَر

/ra`aytu zaidan/ “aku sedang melihat si Zaid.”

(25)

4. I‟rab Khafadh (jar), seperti:

دْيَزِب ُتْرَرَم

/marartu bizaydin/ “aku sedang berjalan dengan si Zaid.”

5. I‟rab Jazam, seperti:

ْبِرْضَي ْمَل

/lam yad}rib/ “dia tidak memukul.”

2.2.2 Pengertian Isim Syarat dan Jenisnya

Isim secara bahasa memiliki arti “yang dinamakan” atau “nama” atau

“kata benda”. (Abu Razin & Ummu Razin, 2015: 20). Abu Razin & Ummu Razin (2015: 20) mendefenisikan isim adalah :

نامزب نرتقت مل و اهسفن يف ىنعم ىلع تلد ةملك

/kalimatun dallat ‘ala> ma’na fi> nafsiha>wa lam taqtarin bizamanin/ “kata yang mengandung sebuah makna pada dirinya dan tidak berkaitan dengan waktu.”

Dari defenisi di atas , kita bisa mengetahui bahwa isim merupakan lawan dari fi‟il dari sisi keterkaitannya dengan waktu. Semua kata yang memiliki kandungan makna yang tidak terkait dengan waktu (telah, sedang, akan datang), maka kata tersebut termasuk isim . Karena tidak dibatasi dengan waktu, maka isim termasuk kata yang paling banayk jenisnya (Abu Razin & Ummu Razin, 2015: 20).

Menurut Ni‟mah (t.t : 16) isim adalah :

لدت ةملك لك وه امز وأ ناكم وأ دامج وأ تابن وأ ناويح وأ ناسنإ ىلع

ىنعم وأ ةفص وأ ن

درجم نامزلا نم

/huwa kullu kalimatun tadullu ‘ala insa>nin aw hayawa>nin awnaba>tin aw jama>din aw maka>nin aw zama>nin aw s}ifatin aw ma’na> mujarradi min azzama>ni/ “isim adalah setiap kata yang menandakan manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, benda mati, tempat, waktu, sifat atau makna yang terlepas dari waktu.”

(26)

Selanjutnya menurut Al-Ghulayain (2013: 29) isim adalah :

راد و روفصعو سرفو دلاخك .نامزب نرتقم ريغ هسفن يف ىنعم ىلع لد ام مسلاا ةطنحو

ءامو

/al ismu ma> dalla ‘ala ma’na> fi> nafsihi ghairi muqtarinin bi zama>nin. ka kha>lidin wa farasin wa ‘usfu>rin wa da>rin wa hintatin wa ma>in/ „isim adalah kata yang menunjukkan dirinya sendiri dan tidak berhubungan atau berkaitan dengan waktu.

Seperti khalid, kuda, burung, rumah, biji gandum, dan air.

Menurut Ma‟arif (2008: 145) isim syarat adalah isim yang masuk pada dua jumlah untuk menjelaskan bahwa jumlah yang kedua tergantung pada jumlah yang pertama.

Maksud dari defenisi di atas adalah bahwa kalimat kedua (jawab syarat) itu tergantung pada kalimat syarat pertama (fi‟il syarat), apakah kalimat pertama menjadi syarat bagi kalimat kedua yang di sebut dengan jawab syarat.

Contoh

حجني برصي نم

/man yas}bir yanjah/ “barang siapa yang sabar akan sukses). Fi‟il pertama disebut syarat, fi‟il kedua disebut jawab syarat.”

Isim syarat adalah isim mabni, dengan kata lain harkat atau bunyi akhir tidak berubah, namun ia dapat menempati tempat i‟rab isim sebagaimana isim mu‟rab lainnya seperi menempati rafa‟,menempati nasab dan menempati khofad.

Pada bagian ini (fi‟il mudari‟ majzum) terdapat dua bagian yaitu yang menjazamkan satu fi‟il dan yang menjazamkan dua fi‟il. Dan pembahasan mengenai isim syarat sendiri termasuk dalam pembahasan yang menjazamkan dua fi‟il. (Ma‟arif, 2008: 145).

Menurut Ni‟mah (tt:126),pengertian isim syarat sebagai berikut:

ةيناثلل طرش ىلولأا نيتلمج نيب طبري ينبم مسإ طرشلا مسإ

/`ismu asy-syarti `ismun mabniyyun yurbau bayna jumlatayni al`ūlā syartu liṡṡāniyati/ “Isim syarat adalah isim mabni yang mengikat antara dua kalimat, kalimat pertama menjadi syarat bagi kalimat ke dua”.

(27)

Isim syarat yang bertemu dengan fi‟il mudari‟, maka fiil mudari‟ pertama tersebut merupakan fi‟il syarat,dan fi‟il mudari‟ kedua disebut sebagai fi‟il jawab syarat.biasanya jawab syarat di tandai dengan huruf

ف

/fa/ jawabiah yang berada sebelum fi‟il mudari‟ kedua.

ف

/fa/ jawabiah tidak menjadi syarat wajib pada isim syarat. Biasanya

ف

/fa/ jawabiah digunakan untuk memperkuat atau meyakinkan jawab syarat itu sendiri, namun ada juga kalimat yang tidak menggunakan

ف

/fa/

jawabiah pada jawab syarat.

Menurut Ni‟mah (t.t: 126) membagi Isim-isim syarat ada 10 yaitu :

نم - ام – تىم – فايا – نيأ – امنيأ – نىأ – امثيح – امفيك – . يأ

/man – ma> - mata> - ayya>na – ayna – aynama> - anna> - haytsuma> - kaifama> -ayyu/

“siapapun, apapun, kapanpun, kapanpun, dimanapun, dimanapun, dimana saja, dimanapun, bagaimanapun, dimana saja.”

Kemudian Mustafa Tumum (t.t: 200) menjelaskan keterangan isim – isim syarat yaitu :

لقاعلل : )نم(

ل )امهم( و )ام( و , فامزلل : )فايأ( و )تىم(و .هيرغ

و . مثيح( و )نىأ( و )نيأ(

: )ا

ؿاحلل : )امفيك( و . فاكملل ركد ام عيملج حلصت )يأ( و .

/man lil ‘a>qil, wa ma> wa mahma lighayrihi. Wa mata> wa ayya>na lizzamani. Wa ayna wa anna> wa haitsuma>lilmaka>ni wa kayfama>lilha>li wa ayyu tasluhu lijami>’i ma> dzukira/ “man untuk yang berakal, dan ma dan mahma untuk yang tidak berakal. Mata dan ayyana untuk waktu. Ayna dan anna dan haitsuma untuk tempat. Kayfama untuk keadaan. dan ayyu bisa menerima keterangan apa saja yg sudah di sebutkan diatas.”

2.2.3 Bentuk–Bentuk Jawab Syarat

Hasyimi (t.t: 345) menyatakan bahwa boleh merafa‟kan jawab syarat apabila kata yang menjadi fi‟il syarat yaitu fi‟il madi contoh

كمركأ نيترز فا

(28)

/inzurtani> akramuka/ “jika kamu mengunjungiku aku akan memuliakanmu.”

Menurut Hasyimi (t.t: 346) wajib mengikat jawab syarat dengan fa pada tujuh tempat yaitu :

1. Apabila jumlah ismiah 2. Apabila fi‟il jamid

3. Apabila fi‟il syarat membutuhkan jawab syarat 4. Apabila dinafikan dengan huruf ma atau lan 5. Apabila bersambung dengan qad, sin, saufa

6. Apabila bersambung dengan kata rubama dan kaannama 7. Apabila bersandar dengan syarat yang sudah jelas jawabnya

Mustafa (t.t: 201) menambahkan jawab syarat tidak sah kecuali karena empat keadaan yaitu :

1. Apabila jumlah ismiah ( di dahului isim-isim syarat ) 2. Ada fiil (syarat) yang membutuhkan jawab syarat

3. Pada jawab syarat adakalanya bersambung dengan huruf ma, lan, qod atau sin, dan saufa

Fiil jamid seperti (laysa dan ‘asa) berada pada posisi jawab syarat.

2.2.4 Fungsi dan Kedudukan Isim Syarat

Fungsi isim syarat menurut Ma‟arif (2008: 145) terbagi dua yaitu yang menjazamkan dan yang tidak menjazamkan. Adapun kedudukan dan fungsi yang ditempati sism syarat sebagai berikut :

1. Mubtada

Mubtada adalah isim marfu‟ yang berada di awal kalimat (Ma‟arif, 2008 : 60). Mengacu kepada pengertian tersebut bahwa isim syarat bisa berkedudukan mubtada. Dalam isim syarat, yang masuk kepada mubtada adalah isim syarat man.Fungsi dari dari isim man sendiri yaitu menjazamkan fiil setelahnya.

(29)

وملام ْرثكي وملاك ْرثكي نم

/man yaktsur kala>amuhu yaktsur mala>amuhu/ “barang siapa yg banyak bicaranya maka banyak celaannya.”

2. Maf‟ul bih Muqaddam

Kata muqaddam adalah “yang didahulukan”, maka yang dimaksud dengan maf‟ul muqaddam itu adalah maf‟ul yang posisinya berada di depan dimana ini berbeda dari posisi asli maf‟ul yang biasanya berada di akhir setelah fa‟il. Dalam isim syarat,yang masuk kepada mubtada adalah isim syarat ma, man dan ayyu.

Fungsi dari isim syarat tersebut yaitu menjazamkan fiil setelahnya.

وباوث دتج يرخ نم قفنت ام

/ma> tunfiq min khairin tajid sawa>bahu/ “apa saja yg kamu nafakahkan dari nafaqah baik, niscaya kamu akan mendapat pahalanya.”

3. Zorof Zaman

Zorof zaman adalah isim yang menunjukkan keterangan waktu dengan menyimpan makna di dan pada (Ma‟arif, 2008: 160). Kedudukan zorof zaman dalam isim syarat masuk kepada isim syarat mata. Fungsi isim syarat mata yaitu menjazamkan fi‟il setelahnya.

تأي تىم بنعلا جضني فيصلا لصف

/mata> ya’tifashlus}s}aifu yand}aj al‘inabu/ “bilamana datang musim panas maka masaklah buah anggur.”

4. Zorof Makan

Zorof makan adalah isim yang menunjukkan keterangan tempat dengan menyimpan makna di dan pada (Ma‟arif, 2008: 160). Kedudukan zorof makan masuk kepada isim ayyana, ayna, haitsuma, dan anna. Fungsi dari isim syarat tersebut yaitu menjazamkan fi‟il setelahnya.

(30)

هَرْطَش ْمُكَىوُجُو اوُّلَوَػف ْمُتْنُك اَم ُثْيَحَو

/wa haisuma> kuntum fawallu>wuju>hakumsyat}rah/ “Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya.” (QS. Albaqarah 144)

(31)

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil

Setelah dilakukan penelitian dalam surah Al-Baqarah, maka peneliti menemukan beberapa isim syarat yaitu :

1. Isim syarat ٍِ/man/ ditemukan sebanyak 26 kata yang terdapat pada ayat : 38, 81, 97, 98, 108, 121, 158, 173, 178, 181, 182,184, 185, 194, 196, 197, 203, 211, 217, 229, 231, 249, 256, 269, 275, dan 283.

2. Isim syarat بٍ /ma>/ ditemukan sebanyak 2 kata yang terdapat pada ayat:

106 dan 110.

3. Isim syarat بَْٝأ /aynama>/ ditemukan sebanyak satu kata yang terdapat pada ayat: 115.

4. Isim syarat ِٝأ /ayna/ ditemukan sebanyak satu kata yang terdapat pada ayat: 148.

5. Isim syarat بَضٞح /haysuma>/ ditemukan sebanyak satu kata yang terdapat pada ayat: 144.

Fungsi isim syarat dalam Al-Qur‟an surah Al-Baqarah yaitu ada yang menjazamkan dan yang tidak menjazamkan. Kedudukan isim syarat dalam surah Al-Baqarah adalah sebagai mubtada, maf‟ul muqaddam, dan zorof makan. Bentuk jawab syarat dalam Al-Qur‟an surah Al-Baqarah terdiri atas fi‟il madhi dan fi‟il mudari‟.

3.2. Pembahasan

3.2.1. Isim Syarat نم /Man/

1. Ayat 38

Dari hasil temuan peneliti terdapat isim syarat ٍِ /man/ dalam Al-Qur‟an surah Al-Baqarah ayat 38, yaitu:

َفوُنَزَْيَ ْمُى َلاَو ْمِهْيَلَع ٌؼْوَخ َلاَف َياَدُى َعِبَت ْنَم َف ىًدُى ٍّنيِم ْمُكَّنَػيِتْأَي اَّمِإَف ۖ اًعيَِجَ اَهْػنِم اوُطِبْىا اَن ْلُػق

(32)

/Qulnahbiu> min-hā jamī'ā, fa immā ya`tiyannakum minnī hudan fa man tabi'a hudāya fa lā khaufun 'alaihim wa lā hum yaḥzanu>n/"Turunlah kamu semuanya dari surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati".

Pada ayat di atas terlihat Isim syarat ٍِ /man/ „barang siapa‟, kemudian fi‟il syaratnya adalah fi‟il madhi pada kata غجر /tabi’a/ „mengikuti‟, kemudian huruf fa pada kata لاف /fala>/ „maka tidak takut‟ sebagai fa jawabiyah. Fa jawabiyah wajib di hadirkan karena yang menjadi jawab syarat berupa jumlah ismiah. Jawab syarat pada ayat diatas adalah ٌٖٞيػ ف٘ذ /khaufun ‘alaihim/ ’takut pada mereka‟.

Kemudian terlihat bahwa isim syarat ٍِ /man/ memiliki kedudukan sebagai mubtada karena kedudukannya berada di awal, kemudian fungsi isim syarat ٍِ

/man/ tidak menjazamkan karena fi‟il syaratnya adalah fi‟il madhi kata غجر /tabi’a/

„mengikuti‟ bukan fi‟il mudari‟.

2. Ayat 81

Isim syarat ٍِ /man/ dalam Al-Qur‟an surah Al-Baqarah ayat 81, yaitu :

َفوُدِلاَخ اَهيِف ْمُى ۖ ِراَّنلا ُباَحْصَأ َكِئََٰلوُأَف ُوُتَئيِطَخ ِوِب ْتَطاَحَأَو ًةَئٍّيَس َبَس َك ْنَم َٰىَلَػب

/Balā man kasaba sayyi`atan wa `aḥāṭat bihī khaṭī`atuhu> fa ulā`ika aṣḥābunnāri, hum fīhā khālidu>n/”(Bukan demikian), yang benar: barangsiapa berbuat dosa dan ia telah diliputi oleh dosanya, mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.”

Pada ayat di atas terlihat Isim syarat ٍِ /man/ „barang siapa‟ kemudian fi‟il syaratnya adalah fi‟il madhi تؽم /kasaba/ „berbuat‟, kemudian huruf fa pada kata لئىٗأف /faula>ika/ „mereka itulah‟ sebagai fa jawabiyah. Fa jawabiyah wajib di hadirkan karena yang menjadi jawab syarat berupa jumlah ismiah. Jawab syarat pada ayat diatas adalah ةبحصأ لئىٗأ /ula>ika as}h}a>bu/‟ mereka itulah penghuni‟.

Kemudian isim syarat ٍِ /man/ memiliki kedudukan sebagai mubtada karena kedudukannya berada di awal, kemudian fungsi isim syarat ٍِ /man/ tidak

(33)

menjazamkan karena fi‟il syaratnya adalah fi‟il madhi yaitu pada kata تؽم /kasaba/ „berbuat‟.

3. Ayat 97

Isim syarat ٍِ /man/dalam Al-Qur‟an surah Al-Baqarah ayat 97, yaitu :

َٰىَرْشُبَو ىًدُىَو ِوْيَدَي َْيَْػب اَمِل اًقٍّدَصُم ِوَّللا ِفْذِإِب َكِبْلَػق َٰىَلَع ُوَلَّزَػن ُوَّن ِإَف َليِْبرِِلج اًّوُدَع َفاَك ْنَم ْلُق َيِْنِمْؤُمْلِل

/Qul man kāna 'aduwwal lijibrīla fa innahu> nazzalahu> 'alā qalbika bi`iżnillāhi muṣaddiqal limā baina yadaihi wa hudaw wa busyrā lil- mu`minīn/"Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al Quran) ke dalam hatimu dengan seizin Allah; membenarkan apa (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang yang beriman.

Pada ayat di atas terlihat Isim syarat ٍِ /man/„barang siapa‟ kemudian fi‟il syaratnya adalah fi‟il madhi ُبم /ka>na/„yang menjadi‟, kemudian huruf fa pada kata ّٔئف/fainnahu/‟maka sesunggguhnya‟ sebagai fa jawabiyah. Fa jawabiyah wajib di hadirkan karena fi‟il jawab syarat terdiri dari fi‟il talab. Jawab syarat pada ayat diatas adalah ٔى ّعّ /nazzalahu/‟menurunkannya‟. Kemudian isim syarat

ٍِ /man/ memiliki kedudukan sebagai mubtada karena kedudukannya berada di awal, kemudian fungsi isim syarat ٍِ /man/ tidak menjazamkan karena fi‟il syaratnya adalah fi‟il madhi yaitu pada kata ُبم /ka>na/ „yang menjadi‟.

4. Ayat 98

Isim syarat ٍِ /man/dalam Al-Qur‟an surah Al-Baqarah ayat 98, yaitu :

َنيِرِفاَكْلٍّل ٌّوُدَع َوّللا َّفِإَف َؿاَكيِمَو َليِْبرِجَو ِوِلُسُرَو ِوِتَكِئلآَمَو ِوّلٍّل اًّوُدَع َفاَك نَم

/Man ka>na a’aduwwal lilla>hi wamala>ikatihi warusulihi wajibri>la wami>ka>la fainna Alla>ha ’aduwwun lilka>firi>na/ Barang siapa yang menjadi musuh Allah, malaikat-

(34)

malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril dan Mikail, maka sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir.

Pada ayat di atas terlihat Isim syarat ٍِ /man/ „barang siapa‟ kemudian fi‟il syaratnya adalah fi‟il madhi ُبم/ka>na/ „yang menjadi‟ kemudian huruf fa pada kata ُئف /fainna/‟maka sesungguhnya‟ sebagai fa jawabiyah. Fa jawabiyah wajib di hadirkan karena yang menjadi jawab syarat berupa jumlah ismiah. Jawab syarat pada ayat diatas adalah ٗسػ الله ُإ /innalla> ‘aduwwun/‟sesungguhnya allah adalah musuh‟. Kemudian isim syarat ٍِ /man/ memiliki kedudukan sebagai mubtada karena kedudukannya berada di awal, sedangkan fungsi isim syarat ٍِ /man/ tidak menjazamkan karena fi‟il syaratnya adalah fi‟il madhi yaitu pada kata ُبم /ka>na/‘yang menjadi‟.

5. Ayat 108

Isim syarat ٍِ /man/dalam Al-Qur‟an surah Al-Baqarah ayat 108, yaitu :

ءاَوَس َّلَض ْدَقَػف ِفاَيمِلإاِب َرْفُكْلا ِؿَّدَبَتَػي نَمَو ُلْبَػق نِم ىَسوُم َلِئُس اَمَك ْمُكَلوُسَر ْاوُلَأْسَت فَأ َفوُديِرُت ْـَأ ِليِبَّسلا

/am turi>du>na an tasalu> rasu>lakum kama> suila mu>sa min qablu waman yatabaddalil kuffra bii>ma>ni faqad d}alla sawa> assabi>li/ Apakah kamu menghendaki untuk meminta kepada Rasul kamu seperti Bani Israil meminta kepada Musa pada jaman dahulu? Dan barangsiapa yang menukar iman dengan kekafiran, maka sungguh orang itu telah sesat dari jalan yang lurus.

Pada ayat di atas terlihat Isim syarat ٍِ /man/„barang siapa‟ kemudian fi‟il syaratnya adalah fi‟il mudari‟ هّسجزٝ /yatabaddal/„mengganti‟. Fiil mudari‟ menjadi kasrah karena ada dua sukun yang berjumpa, kemudian huruf fa pada kata سقف /faqad/‟maka sungguh‟ sebagai fa jawabiyah. Fa jawabiyah wajib di hadirkan karena yang menjadi jawab syarat bersambung dengan qad. Jawab syarat pada ayat diatas adalah pada kata ّوض /d}alla/ „sesat‟. Isim syarat ٍِ /man/ memiliki

(35)

kedudukan sebagai mubtada karena kedudukannya berada di awal, kemudian fungsi isim syarat ٍِ /man/ menjazamkan karena syaratnya fi‟il mudari‟ yaitu pada kata هّسجزٝ /yatabaddal/ „mengganti‟.

6. Ayat 121

Isim syarat ٍِ /man/dalam Al-Qur‟an surah Al-Baqarah ayat 121, yaitu :

َفوُرِساَْلْا ُمُى َكِئَلْو ُأ َف ِوِب ْرُفْكَي نم َو ِوِب َفوُنِمْؤُػي َكِئَلْوُأ ِوِتَوَلاِت َّقَح ُوَنوُلْػتَػي َباَتِكْلا ُمُىاَنْػيَػتآ َنيِذَّلا

/allaz}i>na ataynahumu alkitaba yatlu>nahu haqqa tilawatihi ula>ika yu’minu>na bihi waman yakfur bihi faula>ika humulkha>siru>na/ Orang-orang yang telah Kami berikan Al Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya. Dan barangsiapa yang ingkar kepadanya, maka mereka itulah orang-orang yang rugi.

Pada ayat di atas terlihat Isim syarat ٍِ /man/ „barang siapa‟ kemudian fi‟il syaratnya adalah fi‟il mudari‟ طفنٝ /yakfur/ „ingkar‟, kemudian huruf fa pada kata لئىٗأف /faula>ika/„mereka itulah‟ sebagai fa jawabiyah. Fa jawabiyah wajib di hadirkan karena yang menjadi jawab syarat berupa jumlah ismiah. Jawab syarat pada ayat di atas adala

َفوُرِساَْلْا ُمُى َكِئَلْو أ /

ula>ika humulkha>siru>na/’mereka itulah orang-orang yang rugi. Isim syarat ٍِ /man/ memiliki kedudukan sebagai mubtada karena kedudukannya berada di awal, kemudian fungsi isim syarat ٍِ /man/

menjazamkan karena syaratnya fi‟il mudari‟ yaitu pada kata طفنٝ /yakfur/„ingkar‟.

7. Ayat 158

Isim syarat ٍِ /man/dalam Al-Qur‟an surah Al-Baqarah ayat 158, yaitu :

نَمَو اَمِِبِ َؼَّوَّطَي فَأ ِوْيَلَع َحاَنُج َلا َف َرَمَتْعا ِوَأ َتْيَػبْلا َّجَح ْنَم َف ِوّللا ِرِئآَعَش نِم َةَوْرَمْلاَو اَفَّصلا َّف َإ اًرْػيَخ َعَّوَطَت

ٌميِلَع ٌرِكاَش َوّللا َّفِإَف

(36)

/Innassafa> walmarwata min sya’a>irillahi faman hajjalbayta awi’tamara fala>

juna>ha ‘alayhi an yat{t}awwafa bihima waman tat}awwa’a khayran fainnalla>ha sya>kirun ‘ali>mun/ Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebahagian dari syi'ar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber'umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa'i antara keduanya. Dan barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui.

Pada ayat di atas terlihat Isim syarat ٍِ /man/ „barang siapa‟ kemudian fi‟il syaratnya adalah fi‟il madhi ّظح/h}ajja/ „beribadah haji‟, kemudian huruf fa pada kata لاف /fala>/ „maka tidak takut‟ sebagai fa jawabiyah. Fa jawabiyah wajib di hadirkan karena yang menjadi jawab syarat berupa jumlah ismiah. Jawab syarat pada ayat di atas adalah pada kata ٔٞيػ ػبْع لا /fala>juna>h}a ‘alayhi/ „maka tidak ada ف dosa baginya‟. Kemudian isim syarat ٍِ /man/ memiliki kedudukan sebagai mubtada karena kedudukannya berada di awal, kemudian fungsi isim syarat ٍِ

/man/ tidak menjazamkan karena syaratnya fi‟il madhi yaitu pada kata ّظح /h}ajja/

„beribadah haji‟.

8.

Ayat 173

Isim syarat ٍِ /man/dalam Al-Qur‟an surah Al-Baqarah ayat 173, yaitu :

َْثِْإ لاَف ٍداَع َلاَو ٍغاَب َرْػيَغ َّرُطْضا ِنَم َف ِوّللا ِْيرَغِل ِوِب َّلِىُأ اَمَو ِريِزنِْلْا َمَْلََو َـَّدلاَو َةَتْيَمْلا ُمُكْيَلَع َـَّرَح اََّنَِّإ ٌميِحَّر ٌروُفَغ َوّللا َّفِإ ِوْيَلَع

/Innama> harrama ‘alaykumu almaytata waddama walah}ma alkhinzi>ri wama>

uh}illa bihi lighayri Allahi famanidturra ghayra ba>ghin wala> ‘a>din fala> isma

‘alayhi inna lla>ha ghafu>run rahi>mun/

Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak

(37)

menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya.

Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Pada ayat di atas terlihat Isim syarat ٍِ /man/ „barang siapa‟ kemudian fi‟il syaratnya adalah fi‟il madhi ّططضا /id}t}urra/‟keadaan terpaksa‟, kemudian huruf fa pada kata لاف /fala>/ „maka tidak ada‟ sebagai fa jawabiyah. Jawab syarat pada ayat di atas adalah pada kata ٔٞيػ ٌصإ /isma ‘alayhi/ „dosa baginya‟. Fa jawabiyah wajib di hadirkan karena yang menjadi jawab syarat berupa jumlah ismiah. Kemudian isim syarat ٍِ /man/ memiliki kedudukan sebagai mubtada karena kedudukannya berada di awal, kemudian fungsi isim syarat ٍِ /man/ tidak menjazamkan karena syaratnya fi‟il madhi yaitu pada kata ّططضا /id}t}urra/‟keadaan terpaksa‟.

9. Ayat 178

Isim syarat ٍِ /man/dalam Al-Qur‟an surah Al-Baqarah ayat 178, yaitu :

ْن َمَف ىَثنُلأاِب ىَثنُلأاَو ِدْبَعْلاِب ُدْبَعْلاَو ٍّرُْلَاِب ُّرُْلَا ىَلْػتَقْلا ِفي ُصاَصِقْلا ُمُكْيَلَع َبِتُك ْاوُنَمآ َنيِذَّلا اَهُّػيَأ اَي ِنَمَف ٌةَْحَْرَو ْمُكٍّبَّر نٍّم ٌفيِفَْتَ َكِلَذ ٍفاَسْحِإِب ِوْيَلِإ ءاَدَأَو ِؼوُرْعَمْلاِب ٌعاَبٍّػتاَف ٌءْيَش ِويِخَأ ْنِم ُوَل َيِف ُع

ٌميِلَأ ٌباَذَع ُوَلَػف َكِلَذ َدْعَػب ىَدَتْعا

/Ya> ayyuha allaz}i>na a>manu> kutiba ‘alaykumu alqis}as}u fi> alqat}la alh}urru bilhurri wal’abdu bil’abdi walunsa bilunsa faman ‘ufiya lahu min akhi>hi s}ayun fattiba>un bilma’ru>fi wa ada>un ilayhi bi ihsanin z}a>lika takhfi>fun min rabbikum warahmatun famani i’tada ba’da z}alika falahu ‘az}a>bun ali>mun/.

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu

(38)

keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih.

Pada ayat di atas terlihat Isim syarat ٍِ /man/ „barang siapa‟ kemudian fi‟il syaratnya adalah fi‟il madhi ٜفػ /’ufiya/‟pemaafan‟, kemudian huruf fa pada kata عبجّرابف /fattiba>’u/’maka hendaklah mengikuti‟sebagai fa jawabiyah. Fa jawabiyah wajib di hadirkan karena fi‟il jawab syarat terdiri dari fi‟il talab. Jawab syarat pada ayat di atas adalah pada kata عبجّرا/ittiba>’u/ „mengikuti. Isim syarat ٍِ

/man/ memiliki kedudukan sebagai mubtada karena kedudukannya berada di awal, kemudian fungsi isim syarat ٍِ /man/ tidak menjazamkan karena syaratnya fi‟il madhi yaitu pada kata ٜفػ /’ufiya/‟pemaafan‟.

10. Ayat 181

Isim syarat ٍِ /man/dalam Al-Qur‟an surah Al-Baqarah ayat 181, yaitu :

ٌميِلَع ٌعيَِسَ َوّللا َّفِإ ُوَنوُلٍّدَبُػي َنيِذَّلا ىَلَع ُوُْثِْإ اََّنَِّإَف ُوَعَِسَ اَمَدْعَػب ُو َلَّدَب نَم َف

/Faman baddalahu ba’dama> sami’ahu fainnama> ismuhu ‘ala> allaz}i>na yubaddilu>nahu innalla>ha sami>’un ‘ali>mun/ Maka barangsiapa yang mengubah wasiat itu, setelah ia mendengarnya, maka sesungguhnya dosanya adalah bagi orang-orang yang mengubahnya. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Pada ayat di atas terlihat Isim syarat ٍِ /man/ „barang siapa‟ kemudian fi‟il syaratnya adalah fi‟il madhi هّسث /baddala/’mengubah‟, kemudian huruf fa pada kata بَّّئف /fainnama>/’maka sesungguhnya’ sebagai fa jawabiyah. Fa jawabiyah wajib di hadirkan karena yang menjadi jawab syarat berupa jumlah ismiah. Jawab syarat pada ayat di atas adalah pada kata

ُوَنوُلٍّدَبُػي َنيِذَّلا ىَلَع ُوُْثِْإ اََّنَِّإ

/innama> ismuhu ‘ala> allaz}i>na yubaddilu>nahu/„sesungguhnya dosanya adalah bagi orang-orang yang mengubahnya‟. Isim syarat ٍِ /man/ memiliki kedudukan

(39)

sebagai mubtada karena kedudukannya berada di awal, kemudian fungsi isim syarat ٍِ /man/ tidak menjazamkan karena syaratnya fi‟il madhi yaitu pada kata هّسث /baddala/’mengubah‟.

11. Ayat 182

Isim syarat ٍِ /man/dalam Al-Qur‟an surah Al-Baqarah ayat 182, yaitu :

ٌميِحَّر ٌروُفَغ َوّللا َّفِإ ِوْيَلَع َْثِْإ َلاَف ْمُهَػنْػيَػب َحَلْصَأَف اًْثِْإ ْوَأ اًفَػنَج ٍصوُّم نِم َؼاَخ ْن َمَف

/Faman kha>fa min mu>s}in janafan aw isman faas}lah}a baynahum fala> isma ‘alayhi innalla>ha ghafu>run rahi>mun/(Akan tetapi) barangsiapa khawatir terhadap orang yang berwasiat itu, berlaku berat sebelah atau berbuat dosa, lalu ia mendamaikan antara mereka, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Dari ayat di atas terlihat Isim syarat ٍِ /man/ „barang siapa‟ kemudian fi‟il syaratnya adalah fi‟il madhi فبذ /kha>fa/’khawatir’, kemudian huruf fa pada kata لاف /fala>/ „maka tidak ada’ sebagai fa jawabiyah. Fa jawabiyah wajib di hadirkan karena yang menjadi jawab syarat berupa jumlah ismiah. Jawab syarat pada ayat di atas adalah pada kata ٔٞيػ ٌصإ /isma ‘alayhi/‟dosa baginya‟. Isim syarat

ٍِ /man/ memiliki kedudukan sebagai mubtada karena kedudukannya berada di awal, kemudian fungsi isim syarat ٍِ /man/ tidak menjazamkan karena syaratnya fi‟il madhi yaitu pada kata فبذ /kha>fa/’khawatir’.

12. Ayat 184

Isim syarat ٍِ /man/dalam Al-Qur‟an surah Al-Baqarah ayat 184, yaitu :

ٌةَيْدِف ُوَنوُقيِطُي َنيِذَّلا ىَلَعَو َرَخُأ ٍـاَّيَأ ْنٍّم ٌةَّدِعَف ٍرَفَس ىَلَع ْوَأ اًضيِرَّم مُكنِم َفاَك نَم َف ٍتاَدوُدْعَّم اًماَّيَأ َفوُمَلْعَػت ْمُتنُك فِإ ْمُكَّل ٌرْػيَخ ْاوُموُصَت فَأَو ُوَّل ٌرْػيَخ َوُهَػف اًرْػيَخ َعَّوَطَت نَمَف ٍيِْكْسِم ُـاَعَط

/Ayya>man ma’du>da>tin faman ka>na minkum mari>dan aw ‘ala> safarin fa’iddatun min ayya>min ukhara wa’ala allaz}i>a yuti>qu>nahu fidyatun ta’a>mu miski>nin faman

(40)

t}at}awwa’a khayran fahuwa khayrun lahu waan tas}u>mu> khayrun lakum in kuntum ta’lamu>na/(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.

Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.

Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.

Dari ayat di atas terlihat Isim syarat ٍِ /man/ „barang siapa‟ kemudian fi‟il syaratnya adalah fi‟il madhi ُبم/ka>na/ „yang menjadi‟ kemudian huruf fa pada kata حّسؼف /fa’iddatu/‟maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan‟ sebagai fa jawabiyah. Fa jawabiyah wajib di hadirkan karena yang menjadi jawab syarat berupa jumlah ismiah, dimana kalimat aslinya ٔٞيػ حّسػ/’alayhi ‘iddah/. Jawab syarat pada ayat diatas adalah حّسػ /’iddatu/‟mengulang/mengganti‟. Kemudian isim syarat ٍِ /man/ memiliki kedudukan sebagai mubtada karena kedudukannya berada di awal, sedangkan fungsi isim syarat ٍِ /man/ tidak menjazamkan karena fi‟il syaratnya adalah fi‟il madhi yaitu pada kata ُبم /ka>na/„yang menjadi‟.

13. Ayat 185

Isim syarat ٍِ /man/dalam Al-Qur‟an surah Al-Baqarah ayat 185, yaitu :

َرْهَّشلا ُمُكنِم َدِه َش ن َمَف ِفاَقْرُفْلاَو ىَدُْلْا َنٍّم ٍتاَنٍّػيَػبَو ِساَّنلٍّل ىًدُى ُفآْرُقْلا ِويِف َؿِزنُأ َيِذَّلا َفاَضَمَر ُرْهَش َرْسُعْلا ُمُكِب ُديِرُي َلاَو َرْسُيْلا ُمُكِب ُوّللا ُديِرُي َرَخُأ ٍـاَّيَأ ْنٍّم ٌةَّدِعَف ٍرَفَس ىَلَع ْوَأ اًضيِرَم َفاَك نَمَو ُوْمُصَيْلَػف

َفوُرُكْشَت ْمُكَّلَعَلَو ْمُكاَدَى اَم ىَلَع َوّللا ْاوُرٍّػبَكُتِلَو َةَّدِعْلا ْاوُلِمْكُتِلَو

/Shahru ramad}a>na allazi> unzila fi>hi alqura>nu hudan linna>si wabayyina>tin mina alhuda> walfurqa>ni faman syahida minkumussyahra falyas}umhu waman ka>na

(41)

mari>d}an aw ‘ala safarin fa’iddatun min ayya>min ukhara yuri>du Alla>hu bikumulyusra wala> yuri>du bikumul’us}ra walitukmilu al’iddata walitukabbiru Alla>ha ‘ala> ma hada>kum wala’allakum tasykuru>na/(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.

Dari ayat di atas terlihat Isim syarat ٍِ /man/ „barang siapa‟ kemudian fi‟il syaratnya adalah fi‟il madhi سٖش /syahida/‟menyaksikan‟. kemudian huruf fa pada kata َٔصٞيف /falyas}umhu/‟maka hendaklah ia berpuasa‟ sebagai fa jawabiyah.

Fa jawabiyah wajib di hadirkan karena fi‟il jawab syarat terdiri dari fi‟il talab.

Jawab syarat pada ayat diatas adalah َٔصٝ /yas}umhu/‟hendaklah ia berpuasa‟.

Kemudian isim syarat ٍِ /man/ memiliki kedudukan sebagai mubtada karena kedudukannya berada di awal, sedangkan fungsi isim syarat ٍِ /man/ tidak menjazamkan karena fi‟il syaratnya adalah fi‟il madhi yaitu pada kata سٖش /syahida/‟menyaksikan‟.

14. Ayat 194

Isim syarat ٍِ /man/dalam Al-Qur‟an surah Al-Baqarah ayat 194, yaitu :

ىَدَتْعا اَم ِلْثِِبِ ِوْيَلَع ْاوُدَتْعاَف ْمُكْيَلَع ىَدَتْعا ِنَم َف ٌصاَصِق ُتاَمُرُْلَاَو ِـاَرَْلَا ِرْهَّشلاِب ُـاَرَْلَا ُرْهَّشلا

َيِْقَّتُمْلا َعَم َوّللا َّفَأ ْاوُمَلْعاَو َوّللا ْاوُقَّػتاَو ْمُكْيَلَع

Referensi

Dokumen terkait