SEQUENTIAL WATER LEVEL CONTROL MENGGUNAKAN PLC MODICON TM221CE16R DENGAN PEMROGRAMAN GRAFCET
Hanif Taufiqurrahman1, Asepta Surya Wardhana1*
1Teknik Instrumentasi Kilang, Politeknik Energi dan Mineral Akamigas Jl. Gajah Mada No. 38 Cepu, Kabupaten Blora
*E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Pengendalian level air dalam suatu vessel merupakan salah satu proses yang umum dijumpai serta kritikal kaitannya dengan keberlangsungan proses yang ada pada industri. Pengendalian tersebut bertujuan supaya ketinggian air tidak melebihi batas kondisi operasi normalnya sehingga tidak membahayakan baik untuk proses maupun unit yang dikendalikan. Sistem pengendalian pada vessel yang memiliki ketinggian 20 cm ini menggunakan PLC sebagai alat kendali dengan tipe output channelnya berupa relay serta float switch sebagai sensor untuk pengukuran levelnya. Level air dijaga supaya berada di ketinggian tidak lebih dari 15 cm. Input berupa aliran air yang tidak terkontrol memasuki ruang vessel sedangkan output sistem kendalinya adalah aksi pompa dengan mekanisme tertentu yang mengalirkan air ke luar sistem. Metode pengendaliannya berupa kontrol sekuensial artinya sistem kendali memiliki beberapa tahapan supaya respon sistem yang diinginkan tercapai. Untuk memprogram sistem kendali sekuensial pada PLC, relatif sulit jika hanya menggunakan ladder diagram biasa. Solusinya adalah dengan memecah tahapan kendali menjadi beberapa bagian yang lebih kecil dengan memanfaatkan bahasa pemrograman SFC (Sequential Function Chart) atau biasa disebut juga dengan GRAFCET. GRAFCET ini sangat cocok untuk mendesain sistem kendali yang kerumitannya sangat tinggi.
Kata kunci: Pengendalian, Level, PLC, Sekuensial, GRAFCET
1. PENDAHULUAN
Ketika kita berbicara mengenai proses pengendalian yang ada pada industri, maka akan banyak dijumpai pengendalian salah satunya pada level atau ketinggian air dalam sebuah vessel. Dalam prakteknya dikenal banyak jenis level control yang dapat dilakukan. Tetapi yang paling umum adalah pengendalian level dengan pengaturan pada aliran air baik inlet maupun outlet vessel. Variabel level dikendalikan untuk mencegah supaya volume air tidak melebihi kapasitas maksimum yang dapat ditampung vessel [1].
Pada sistem kontrol yang sifatnya masih konvensional, relay dipilih sebagai pengontrol dengan mekanisme logika switching namun cakupan kontrolnya terbatas pada sistem on-off saja contohnya pada aplikasi pengontrol rangkaian sirkuit alarm apabila terdeteksi kegagalan.
Relay yang rentan terhadap gangguan terutama intervensi medan listrik serta ketidakmampuannya untuk mengendalikan sistem yang lebih rumit, tidak cocok diaplikasikan pada industri yang bergerak di bidang energi seperti pembangkit listrik maupun minyak dan gas. Umumnya DCS atau PLC lebih dipilih sebagai alat kendali. PLC didesain untuk perancangan sistem kontrol dengan beberapa pengaturan input dan output, memiliki kekebalan terhadap electrical noise, serta tahan terhadap suhu, getaran, maupun benturan [2].
Jika sistem pengendalian pada suatu plant tidak terlalu kompleks, dalam artian tidak banyak unit dan variabel yang dikendalikan, maka lebih ergonomis jika pengendalian diterapkan menggunakan PLC. Sangat penting bagi perusahaan untuk memilih alat kendali yang cocok dilihat dari tingkat efisiensi dan keamanan alat kendali terhadap proses kontrol dalam rangka memaksimalkan keuntungan dan mencegah terjadinya kecelakaan fatal [3]. Dibandingkan
924
dengan DCS, PLC menawarkan fleksibilitas sistem kendali yang tinggi dengan konsumsi daya rendah serta harga yang relatif murah. Selain itu, kecepatan pemrosesan PLC lebih cepat dikarenakan hanya mengontrol satu unit saja sedangkan DCS lebih dari satu unit pada saat yang bersamaan. Kemudahan dalam modifikasi program apabila dibutuhkan perubahan pada urutan operasional atau proses menjadi kelebihan lain dari PLC [4] [5].
2. METODE
Tahap awal dalam sistem pengendalian adalah pengukuran variabel proses oleh sensor.
Variabel proses di sini berupa level air. Teknik pengukuran level dibedakan menjadi dua yaitu contact dan non-contact type measurement. Pada contact type, sensor bersentuhan langsung dengan fluida yang diukur. Contoh sensornya adalah float type, capacitance probe, serta differential pressure cell. Pada non-contact type, sensor mengukur ketinggian tanpa bersentuhan langsung dengan fluida sedangkan sensornya berupa ultrasonic maupun optical sensor [6].
Selain itu, terdapat pula metode pengukuran level air yaitu point dan continuous level measurement. Point level measurement adalah pengukuran level hanya pada titik yang sudah ditentukan dengan dipasangnya sensor berupa float type sensor. Float switch digunakan untuk actuating (menggerakkan) perangkat lain ketika level meningkat di atas maupun turun di bawah set point. Float switch menghasilkan output sinyal diskrit dengan prinsip kerja on-off [7]. Continuous level measurement adalah pengukuran ketinggian air secara kontinyu yang nilainya dapat bervariasi sesuai dengan span dari sensor. Contoh sensor berupa level probe, differential pressure transmitter, ultrasonic, maupun radar. Umumnya pada metode ini digunakan sensor dengan prinsip kerja beda tekanan antara tekanan di dalam dengan di atas permukaan air [6].
Kedua metode pengukuran di atas masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan.
Pengukuran level air dengan float type sensor memiliki beberapa keuntungan yaitu harga sensor yang relatif murah. Dibandingkan dengan sensor yang bekerja secara kontinyu, float switch mengonsumsi daya yang lebih rendah. Kekurangannya ada pada keakuratan pengukuran karena hanya mendeteksi level pada tingkatan tertentu saja. Penggunaan ultrasonic sensor dapat menutupi kekurangan float type sensor. Selain itu, sensitivitasnya dapat ditingkatkan dengan meningkatkan frekuensi operasi [8]. Namun, sensor ini mempunyai resolusi rendah karena dibatasi oleh panjang gelombang yang dihasilkan.
Akibatnya, sensor memiliki keterbatasan dalam deteksi jangkauan air. Sensor ini juga tidak direkomendasikan untuk mendeteksi level air dengan perubahan yang cepat dikarenakan refresh ratenya lambat.
A. Gerbang Logika Pada PLC
PLC beroperasi dengan prinsip biner. Prinsip biner adalah sistem yang hanya memiliki dua kondisi saja yaitu 0 dan 1. Bilangan tersebut merepresentasikan on atau off suatu alat, open atau closed rangkaian listrik, maupun logika benar atau salah. Sistem biner hanya memproses dua keadaan saja sehingga hasil informasinya berupa logika tegas yaitu 0 atau 1, high - low, on-off, maupun 2 keadaan yang serupa. Dalam pemrosesan data, diperlukan sebuah gerbang logika. Gerbang logika merupakan rangkaian dengan beberapa input tetapi hanya satu output yang diaktifkan oleh kombinasi input tertentu. Konsep biner menjadi landasan pada gerbang logika untuk menentukan aksi dari outputnya. Operasi gerbang logika didasari pada tiga fungsi dasar yaitu AND, OR, dan NOT. Setiap fungsi memiliki aturan yang akan menentukan hasil operasi [9].
925
AND Gate memiliki aturan yaitu output akan berlogika 1 jika kedua inputnya bernilai 1.
Jika salah satu input bernilai 0 maka output akan bernilai 0. AND Gate beroperasi seperti saklar yang disusun secara seri.
Gambar 1. Gerbang Logika AND
Pada logika OR, output bernilai 1 apabila salah input bernilai 1. Output akan bernilai 0 hanya jika semua input bernilai 0. Pada rangkaian, gerbang logika OR digambarkan dengan dua saklar yang disusun secara paralel.
Gambar 2. Gerbang Logika OR
Berbeda dengan logika AND dan OR, fungsi NOT hanya memiliki satu input. Hasil operasi NOT selalu berkebalikan dengan inputnya oleh karena itu fungsi NOT disebut dengan inverter. Fungsi NOT paling sering dikombinasikan dengan AND dan OR. Simbol NOT yang ditempatkan pada keluaran gerbang AND akan membalikkan hasil keluaran normalnya.
Gerbang AND dengan keluaran terbalik disebut dengan NAND Gate. Aturan yang sama berlaku ketika fungsi NOT ditempatkan pada keluaran gerbang OR yang kemudian fungsinya disebut NOR. Kedua kombinasi tersebut digunakan untuk memecahkan logika sistem pengendalian yang kompleks.
Gambar 3. Gerbang Logika NAND dan NOR
926
B. Kontrol Sekuensial
Sistem kontrol sekuensial terdiri dari beberapa langkah individu yang saling berhubungan di mana langkah tersebut diproses dalam urutan yang telah ditentukan. Pergerakan satu step ke step lainnya didasarkan pada kondisi tertentu yang menjadi landasan valid tidaknya step untuk melangkah maju ke step setelahnya [10].
Gambar 4. Diagram Alir Kontrol Sekuensial
Gambar di atas merupakan struktur dari sistem kontrol sekuensial yang terdiri dari step block dan transitions block. Step block adalah blok untuk mendefinisikan proses yang dikehendaki misalnya proses start, running, dan stop pada sebuah mesin. Transition block merupakan tempat validasi suatu kondisi proses apakah step saat ini layak untuk lanjut ke step berikutnya. Contohnya untuk menyalakan mesin maka ada suatu kondisi yang harus terpenuhi yaitu menekan tombol start. Di sinilah terjadi transisi dari mesin yang mati kemudian menyala. Pemenuhan kondisi tersebut diibaratkan sebagai transition block.
C. Bahasa Pemrograman GRAFCET
PLC mendukung berbagai jenis bahasa pemrograman seperti Ladder Diagram (LD), Instruction List (IL), Sequential Function Chart (SFC) [11]. Seringkali SFC disamakan dengan GRAFCET. Namun, sebenarnya terdapat perbedaan di antara kedua bahasa tersebut.
Berdasarkan standar IEC 60848, GRAFCET memiliki kelebihan dalam penyusunan program sistem kontrol secara hierarkis. Program kontrol yang terstruktur secara hierarkis dapat memudahkan operator untuk melakukan perubahan pada kode PLC ketika commissioning dan maintenance perangkat lunak (software) [12]. Berbeda halnya dengan SFC, berdasarkan standar IEC 61131-3 menyatakan bahwa SFC tidak memiliki kelebihan yang sama dengan GRAFCET.
Bahasa GRAFCET berupa grafik diagram alir atau flowchart yang terdiri dari beberapa step dan transition block yang saling terhubung oleh suatu garis vertikal. PLC memproses step dimulai dari paling atas kemudian akan mengalir ke bawah hanya jika kondisi proses pada transition block terpenuhi [13]. Setiap step block mengandung program ladder diagram yang berfungsi menjalankan proses step itu sendiri. GRAFCET seringkali dijadikan solusi untuk penerapan sistem kontrol yang kompleks dengan memecah sistem tersebut ke dalam beberapa step individu [14].
927
Gambar 5. Diagram Alir Sederhana Bahasa GRAFCET [12]
3. PEMBAHASAN
Pengukuran level dilakukan dengan metode point level measurement dengan dipasangnya tiga buah sensor float switch. Meskipun saklar MCB closed, listrik tidak serta merta mengaktifkan PLC. Hal ini bertujuan supaya setelah MCB closed dan apabila terjadi over- voltage di power supply, PLC akan aman karena selector switch tidak di posisi closed.
Selector switch harus diposisikan closed sehingga listrik dapat mengalir ke PLC. Sebagai indikator aktifnya PLC, dipasanglah LED putih.
Gambar 6. Bentuk Fisik dan Pengkabelan Alat
A. Mekanisme Sistem Kontrol
Sebuah vessel yang memiliki tinggi 20 cm ditempatkan tiga buah sensor horizontal float switch. Sensor pertama sebagai LSL (Level Switch Low) berada di ketinggian 5 cm akan mentrigger aksi on-off dari LED Merah. LSL ini merupakan pendeteksi apabila level air berada di batas bawah kondisi normal. Jika level kurang dari 5 cm maka LED Merah yang di dalamnya terdapat buzzer akan menyala. Level air dinyatakan normal apabila berada di antara 5 – 15 cm. Indikasi dari keadaan level normal adalah menyalanya LED Hijau.
Sensor kedua diletakkan pada ketinggian 15 cm berfungsi sebagai LSH (Level Switch High) yang akan mentrigger menyalanya LED Oren sebagai penanda bahwa level air memasuki kondisi waspada yaitu di ketinggian antara 15 cm hingga 18 cm. Output ketika levelnya waspada berupa LED Oren yang blinking (on-off) setiap 1 detik secara bergantian.
Sedangkan sensor ketiga disebut LSHH (Level Switch High High) ditempatkan di ketinggian 18 cm di mana jika level air mencapai lebih dari 18 cm maka LSHH akan
928
mentrigger pompa untuk menyala. Pompa akan terus menyala hingga level berada di bawah 15 cm. Umumnya pada sistem kendali yang memanfaatkan sinyal diskrit dari switch, dalam hal ini LSHH, ketika LSHH sudah kembali ke posisi normalnya maka pompa akan mati dengan sendirinya. Namun, sistem kendali yang diinginkan adalah pompa tetap menyala hingga levelnya berada di bawah 15 cm (kondisi level normal). Supaya pompa tetap berjalan meskipun LSHH sudah kembali ke posisi awalnya, harus dilakukan latching (penguncian) terhadap nyalanya pompa.
Tabel 1. Mekanisme Sistem Pengendalian
Level Air Aksi Keterangan
x < 5 cm LED Merah dan Buzzer ON Level Rendah 5 < x < 15 cm LED Merah OFF
LED Hijau ON Level Normal
15 < x < 18 cm LED Hijau ON
LED Oren Blinking ON-OFF Level Waspada x > 18 cm LED Hijau dan Oren tetap ON
LED Merah, Buzzer, dan Pompa ON
Level Tinggi. Pompa akan terus menyala hingga mencapai kondisi Level Normal (di bawah 15 cm).
B. Pertimbangan Safety pada Perancangan Posisi Sensor dan Ladder Diagram
Posisi float switch LSL adalah Normally Open (NO) sedangkan LSHH dipasang Normally Close (NC). Kedua switch ini berfungsi menentukan aksi output berupa LED Merah dan buzzer sebagai pemberi peringatan ketika level airnya rendah maupun tinggi. Posisi switch tersebut ditentukan dengan pertimbangan safety apabila salah satu sensor mengalami kegagalan dalam transmisi sinyal ke PLC. Nantinya pada program ladder diagram, LSL dan LSHH memiliki konfigurasi NAND Gate. Sensor LSH dipasang Normally Open (NO) supaya ketika air mencapai ketinggian sensor, sensor akan memberikan nilai 1 dan seketika menyalakan LED Oren. Dipasangnya LSH dengan NO bertujuan supaya dalam pemrogramannya, logika yang digunakan menjadi sederhana.
Tabel 2. Tabel Kebenaran untuk Safety System pada Vessel
LSL NO
LSHH
NC Keterangan
Output LED Merah
dan Buzzer
Gerbang Logika
Open (0) Open (0)
Kondisi ini mustahil terjadi karena apabila vesselnya kosong, maka seharusnya LSL-NO bernilai 0 dan LSHH yang normalnya NC bernilai 1 namun karena terjadi kerusakan sehingga nilainya 0. Output diharapkan ON untuk menandakan adanya kegagalan transmisi sinyal dari sensor level.
1
NAND GATE
Open (0) Closed (1) Level < 5 cm 1
Closed (1) Open (0) Level > 18 cm 1
Closed (1) Closed (1) Level Normal 0
C. Pembuatan program GRAFCET pada Software PLC
Pada tahap ini hal pertama yang harus dilakukan adalah pengalamatan input maupun output devices pada channel I/O nya. Input devices yang mengisi Digital Input Channel yaitu
929
LSL, LSH, dan LSHH. Sedangkan output devices berupa LED Merah, LED Hijau, LED Oren, dan pompa akan mengisi Digital Output Channel.
Tabel 3. Pengalamatan I/O Devices
Devices Address Keterangan
LSL %I0.0
Input Devices
LSH %I0.1
LSHH %I0.2
LED Hijau %Q0.0
Output Devices
LED Oren %Q0.1
LED Merah %Q0.2
Pompa %Q0.4
Tahap selanjutnya adalah pendefinisian variabel sistem kendali dengan menggunakan Memory Bits. Memory Bits berfungsi untuk menyimpan hasil pembacaan dari pemrosesan gerbang logika pada sensor yang bekerja. Memory ini selain untuk menyimpan data, juga digunakan pada transition block GRAFCET, latching pompa, serta fungsi timer untuk looping sehingga timer dapat berjalan secara kontinyu.
Tabel 4. Define Variabel Kendali dengan Memory Bits
Symbol Address
LEVEL_WASPADA %M0
LEVEL_TINGGI %M1
RESET_TM0 %M2
MEMORY_POMPA %M3
Setelah semua pengalamatan selesai langkah selanjutnya adalah membuat diagram alir sistem kendali sekuensial berupa beberapa function block beserta blok transisinya. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa fungsi transisi adalah untuk menentukan valid tidaknya suatu tahapan agar dapat beranjak ke tahap selanjutnya. Sistem terdiri dari lima steps dengan total enam transition blocks. Step 1 akan menjalankan fungsi inisiasi kondisi level air kemudian di bawahnya terdapat Step 2 dan Step 3 yang disusun bercabang yang menandakan bahwa diagram alir GRAFCET menggunakan logika OR. Step 3 diikuti oleh beberapa steps di bawahnya. Pada kolom Step 3 inilah terjadi mekanisme latching pompa untuk mengendalikan level air supaya ketinggiannya sesuai dengan yang diharapkan. Pada GRAFCET, sistem akan beroperasi berurutan dari atas ke bawah. Selain itu, GRAFCET tidak memperbolehkan sistem untuk kembali ke step sebelumnya (contoh dari Step 4 ke Step 3) tanpa adanya garis feedback.
Contohnya pada Transition 5 dan 6 yang feedback ke Step 1.
930
Gambar 7. Diagram Alir Sistem Kontrol Water Level Berbasis GRAFCET
Gambar di bawah adalah ladder diagram yang terkandung di dalam Step 1. LSL dan LSHH diberi konfigurasi logika NAND Gate yang terhubung dengan output LED Merah.
Baris ini akan mengeksekusikan output ketika level tinggi ( > 18 cm) maupun rendah ( < 5 cm). Selanjutnya, LSL secara sederhana dihubungkan dengan LED Hijau yang akan menyala ketika LSL berlogika 1 atau sensor LSL (NO) menjadi closed. Baris selanjutnya digunakan untuk deteksi level waspada. LSL dan LSH disusun seri dan dihubungkan ke memory bit LEVEL_WASPADA yang akan bernilai 1 apabila kedua sensor closed. Baris terakhir adalah LSHH yang dihubung ke memory bit LEVEL_TINGGI. Ladder diagram disetting NC dengan alasan ketika level masih di bawah sensor, LSHH (NC) normalnya bernilai 1 sehingga pada ladder diberi fungsi NOT supaya outputnya masih bernilai 0. Memory bit LEVEL_TINGGI baru akan bernilai 1 ketika sensor LSHH open.
Gambar 8. Ladder Diagram pada Step 1
Ketika level waspada (antara 15 – 18 cm), menjadikan sensor LSL dan LSH menjadi closed. Pada Step 1, nilai output memory bit LEVEL_WASPADA menjadi 1 sehingga kondisi pada Transition 1 terpenuhi (valid) dan Step akan berlanjut ke Step 2. Baris pertama di dalam
931
Step 2 diterapkan fungsi timer serta memory bit RESET_TM0 supaya timer yang seharusnya berhenti setelah hitungan detik ke 2, timer tetap dapat berjalan secara terus menerus (fungsi looping). Baris selanjutnya berisi fungsi matematis supaya LED Oren dapat on-off bergantian ketika nilai timernya berada di detik ke 1 (Timer Value = 1).
Gambar 9. Ladder Diagram pada Transition 1, Step 2, dan Transition 5
Pada Step 1, ketika level mencapai kondisi tinggi maka nilai memory bit LEVEL_TINGGI menjadi 1 sehingga kondisi pada Transition 2 terpenuhi. Sistem akan menuju Step 3 yaitu menyalanya LED Oren, LED Merah, dan buzzer.
Gambar 10. Ladder Diagram pada Transition 2 dan Step 3
Pada Step 2, nilai memory bit MEMORY_POMPA menjadi 1 dan kondisi Transition 3 terpenuhi sehingga sistem melaju ke Step 4 yaitu menyalanya pompa.
Gambar 11. Ladder Diagram pada Transition 3 dan Step 4
Pompa yang menyala menghasilkan logika 1 yang menyebabkan kondisi Transition 4 valid. Sistem akan mengalir ke tahap selanjutnya yaitu Step 5 penguncian (latching) aksi menyalanya pompa. Pompa yang seharusnya off ketika memory bit LEVEL_TINGGI menjadi 0 dikarenakan pada Step 1 LSHH (NC) tidak lagi bernilai 1, dipaksa tetap on meskipun
932
kondisi level tinggi tidak terpenuhi. Diberikan fungsi Rising Edge Function di mana nilai dari MEMORY_POMPA akan bernilai 1 ketika terjadi perubahan dari 0 ke 1 yang kemudian dihubungkan dengan LSH untuk release latching pompa karena level sudah berada di bawah sensor LSH (kondisi normal). LSH akan open dan memutus aliran yang menuju output pompa.
Gambar 12. Ladder Diagram pada Transition 4, Step 5, dan Transition 6
D. Simulasi Alat
Pada simulasi, input sistem berupa aliran air memasuki vessel secara kontinyu. Sistem dibiarkan supaya berjalan satu kali looping dari level rendah ke tinggi hingga menjadi normal kembali. Setelah itu, diberikan gangguan berupa inlet air yang ditutup alirannya kemudian dibuka kembali pada menit selanjutnya.
Tabel 5. Pengambilan Data saat Simulasi Alat
Waktu (Menit) Level (cm) Aksi Kontrol Keterangan
0 0 LED Merah + Buzzer ON Level Rendah
1 6
LED Hijau ON Level Normal
2 12
3 16 Blinking LED Oren Level Waspada
4 19 LED Merah + Buzzer + Pompa ON Level Tinggi
5 17 LED Merah + Buzzer OFF
Blinking LED Oren Diberi Gangguan pada Inlet Air
6 14 Pompa OFF
LED Oren OFF Level Normal
7 18 Blinking LED Oren
Pompa ON
Pengisian Air hingga menyentuh LSHH
8 17
LED Oren ON Pompa tetap ON
Air dikeluarkan hingga level mencapai normal. Pompa akan OFF ketika level di bawah LSH
9 15
10 14 LED Oren + Pompa OFF
LED Hijau ON Level kembali Normal
4. SIMPULAN
GRAFCET merupakan bahasa pemrograman dengan memanfaatkan visual grafis berupa diagram alir yang terdiri dari beberapa blok step dan transisi. Sistem dengan bahasa GRAFCET memiliki mekanisme mengalir secara bertahap dengan syarat kondisi pada blok transisi terpenuhi. Sistem tidak dapat secara langsung kembali ke step sebelumnya tanpa adanya garis feedback. GRAFCET seringkali digunakan untuk mengatasi sistem kontrol yang kompleks dan cocok digunakan untuk kontrol sekuensial.
Pengendalian level pada vessel dioperasikan dengan beberapa tahapan. Tahap awal adalah pengukuran variabel proses untuk mengetahui kondisi awal level air kemudian secara
933
bertahap menuju ke step berikutnya sesuai dengan konfigurasi pengendalian pada diagram alir GRAFCET.
5. DAFTAR PUSTAKA
[1] C. Illes, G. N. Popa, and I. Filip, “Water level control system using PLC and wireless sensors,”
ICCC 2013 - IEEE 9th Int. Conf. Comput. Cybern. Proc., no. July, pp. 195–199, 2013, doi:
10.1109/ICCCyb.2013.6617587.
[2] R. S. Bhapkar, “Water Tank Level Controller by using PLC,” Int. J. Res. Appl. Sci. Eng.
Technol., vol. 7, no. 5, pp. 2104–2106, 2019, doi: 10.22214/ijraset.2019.5353.
[3] A. M. Abdelrahman, M. O. Ali, and A. J. Alzubaidi, “Development of a Programmable Logic Controller Based Control System for a Water Plant,” vol. 4, no. 2, pp. 60–84, 2009.
[4] I. Setiawan, “Programmable Logic Controller dan Teknik Perancangan Sistem Kontrol,”
Penerbit Andi Yogyakarta, 2006.
[5] R. Fitriadi, A. Al Ghofari, and G. Kuncoro, “Modul Sistem Kontrol Industri Menggunakan PLC,” Semin. Nas. IENACO, pp. 272–280, 2014, [Online]. Available:
http://publikasiilmiah.ums.ac.id:8080/handle/123456789/4557.
[6] A. K. Joshi, V. M. Upadhye, and S. P. Madhe, “Design of Portable Air Purge Level Transmitter with Built-in Calibration Feature,” IOP Conf. Ser. Mater. Sci. Eng., vol. 1012, p.
012043, 2021, doi: 10.1088/1757-899x/1012/1/012043.
[7] E. Thar, E. Cho, H. Seng, and N. Awng, “Implementation of PLC Based Automatic Boiler Control System,” URJSEE, vol. 01, pp. 57–60, 2019.
[8] F. Lucklum and B. Jakoby, “Non-contact liquid level measurement with electromagnetic- acoustic resonator sensors,” Meas. Sci. Technol., vol. 20, no. 12, 2009, doi: 10.1088/0957- 0233/20/12/124002.
[9] F. D. Petruzella, Programmable Logic Controllers Fourth Edition. 2011.
[10] K. Vassiljeva, “Automation and Process Control,” pp. 1–13, 2017.
[11] H. Ji, “PLC Programming For A Water Level Control System: Design and System Implementation,” Univ. Victoria, pp. 1–47, 2017, [Online]. Available: dspace.library.uvic.ca.
[12] R. Julius, M. Schürenberg, F. Schumacher, and A. Fay, “Transformation of GRAFCET to PLC code including hierarchical structures,” Control Eng. Pract., vol. 64, pp. 173–194, 2017, doi:
10.1016/j.conengprac.2017.03.012.
[13] K. Fujino, K. Imafuku, Y. Yamashita, and H. Nishitani, “Design and verification of the SFC program for sequential control,” Comput. Chem. Eng., vol. 24, no. 2–7, pp. 303–308, 2000, doi: 10.1016/S0098-1354(00)00484-1.
[14] A. Azmi and M. A. A. Shukor, “Process Description for PLC Program Design,” Int. J. Integr.
Eng., pp. 2–4.