BAB III
STUDI KASUS LAPANGAN
3.1. Umum
Pada bab ini akan dilakukan studi kasus pada pipa penyalur minyak yang dipendam di bawah tanah (onshore pipeline). Namun karena dibutuhkan untuk inspeksi keadaan pipa, maka pipa pipa dibuka hingga tidak lagi berada di bawah tanah. Keadaan ini menyebabkan pipa mengalami kenaikan temperatur akibat terkespos langsung oleh panas matahari. Kondisi ini menyebabkan pipa pada akhirnya mengalami upheaval buckling dalam bentuk defleksi secara global seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.1.
Pipa penyalur minyak ini berada di Riau ± 21 km yang mengalirkan minyak crude oil dengan temperatur 80°C dan tekanan maksimum 180 psi atau 1.24 MPa.
Berdasarkan hasil inspeksi lapangan ditemukan bahwa telah terjadi upheaval buckling dengan tinggi defleksi 50 cm pada sepanjang 20 m segmen pipa.
(a)
Upheaval buckling Akibat Terekspos Panas Matahari
(b)
Upheaval buckling Akibat Kebakaran Hutan Gambar 3.1 Upheaval Buckling Pada Pipa Penyalur Minyak di Riau ± 21 km
3.1.1. Data Operasional Pipeline
Sebelumnya, perencanaan pipa harus dirancang sedemikian rupa sehingga pipa dapat bertahan selama masa operasi dan memenuhi persyaratan untuk instalasi. Data operasional serta instalasi akan mempengaruhi pipa secara struktural, seperti ketebalan pipa, sehingga pipa dapat bekerja optimal selama masa operasi.
Tabel 3.1 Data Operasional Pipeline
PARAMETER NILAI
Diameter Pipa, Do 8 (in) 203.2 (mm)
Ketebalan Pipa, t 0.313 (in) 7.94 (mm)
Tekanan Internal Pipa, P 180 (psi) 1.24 (MPa)
Temperatur Instalasi, T1 68 (°F) 20 (°C)
Temperatur Operasi Maksimum, T2 176 (°F) 80 (°C) Fluida Isi (content) Minyak mentah (crude oil)
Massa Jenis Oil, ρoil 834 (kg/m3)
Kelas Material Pipa API 5L Grade B
SMYS, S 35000 (psi) 241.3 (MPa)
SMTS 60000 (psi) 413.7 (MPa)
Modulus Young, E 30 x 106 (psi) 207,000 (MPa)
Rasio Poisson’s, υ 0.3
Massa Jenis Material Pipa, ρsteel 490 (lb/ft3) 7,849 (kg/m3)
Koefisien Ekspansi Termal, α 6.5 x 10-6 (in/in °F) 1.17 x 10-5 (mm/mm °C)
3.1.2. Properti Tanah
Seperti telah diketahui bahwa gaya aksial penyebab buckling ditahan oleh gaya friksi tanah serta berat total pipa. Oleh karena itu sangat penting untuk diketahui jenis serta properti tanah seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3.2 berikut :
Tabel 3.2 Data Properti Tanah
Properti Tanah
Jenis Tanah Sand
Massa Jenis Tanah, ρsoil 1,984 (kg/m3) Koefisien Friksi Tanah, μ 0.5
Kedalaman Pipa di Bawah Tanah 0 (mm)
3.2. Tekanan Isi Pipa
Disain tekanan isi pipa tentunya dirancang jauh lebih kecil daripada tekanan maksimum yang diijinkan. Namun dengan memperhitungkan tekanan maksimum yang diijinkan di dalam pipa terhadap ketebalan pipa, dapat diketahui profil kekuatan tebal pipa terhadap tekanan isi pipa. Dengan menggunakan persamaan ASME B 31.4 untuk disain pipa minyak berikut :
(
F E T)
D t P S
o
⋅
⋅ ⋅
= 2⋅
Maka diperoleh tekanan maksimum yang diijinkan bekerja pada tebal pipa 7.94 mm adalah P = 13.5 MPa. Tekanan disain operasi (P = 1.24 MPa) masih jauh lebih kecil dari tekanan ini atau lebih kurang 10 kali lebih kecil dari tekanan maksimum yang diijinkan.
3.2.1. Properti Pipa
Dalam perhitungan, akan digunakan data – data operasional seperti yang telah diuraikan di atas. Awalnya diperhitungkan properti pipa sebagai berikut :
a) Luas penampang pipa
• Luas permukaan potongan melintang pipa
( )
870 2
,
4 mm
A
t t D A
s
o s
=
−
⋅
=π
• Luas permukaan pipa bagian dalam
( )
2 2
559 , 27
4 2
mm A
t D A
i
o i
=
−
⋅
=π
• Luas permukaan pipa bagian luar
2 2
429 . 32
4
mm A
D A
o
o o
=
⋅
=π
b) Momen inersia pipa
( )
[ ]
4 4 4
793 , 250 , 23 64 2
mm I
t D D
I o o
=
−
−
⋅
= π
c) Massa total pipa
content steel
p M M
M = +
Dimana :
•
( )
m kg M
t t D M
steel
steel o
steel
/ 23 .
=38
⋅
−
⋅
=π ρ
• Mcontent π
(
Do t)
ρoil⋅
−
⋅
= 2 2
4
Mcontent = 22.98 kg/m Maka :
Mp = 61.21 kg/m
3.2.2. Tegangan Kerja yang Diijinkan
Sesuai dengan kode standar ASME B31.4 2002, tegangan yang diijinkan :
Tabel 3.3 Besar Tegangan Operasi Yang Diijinkan Tegangan Kerja yang Diijinkan Tegangan
f . SMYS
Tegangan Hoop 72% SMYS 174 MPa
Tegangan Longitudinal 80% SMYS 193 MPa
Tegangan Ekivalen 90% SMYS 217 MPa
Jika terdapat salah satu tegangan yang melebihi tegangan ijinnya, maka sistem pipa akan mengalami kegagalan dalam bentuk deformasi plastis atau yielding.
3.3. Analisis Tegangan
Akan dilakukan analisis perhitungan tegangan yang mungkin bekerja pada pipa.
Dengan beban operasi tekanan dan perubahan temperatur pipa, tegangan – tegangan yang bekerja pada pipa didisain untuk tidak melebihi tegangan yang diijinkan. Oleh karena itu dilakukan perhitungan dan analisis tegangan – tegangan yang bekerja pada pipa apakah masih berada di bawah tegangan ijinnya hingga sistem pipa tidak akan mengalami kegagalan.
Tabel 3.4 Analisis Tegangan Pada Temperatur Operasi Normal
Analisis Tegangan Keterangan
t D P o
h 2
= ⋅
σ σh =16MPa Tegangan Hoop
t SMYS D P o
h 0.72
2 ≤
= ⋅
σ σh =16MPa≤174MPa OK!
h
P υ σ
σ = ⋅ σP =5MPa Tegangan longitudinal
Poisson’s
(
T T)
E −
−
= 2 1
T α
σ σT =−145MPa Tegangan longitudinal
termal
(
T2 T1)
h E
L =υσ − α −
σ σL =−140MPa Total tegangan longitudinal
L ≤0.8SMYS
σ σL =−140MPa≤193MPa OK!
(
h L)
L h
E σ σ σ σ
σ = 2 + 2 − σE =149MPa Tegangan ekivalen Von
Misses
E ≤0.9SMYS
σ σE =149MPa≤217MPa OK!
Berdasarkan tegangan operasi yang diijinkan, maka seharusnya pipa tidak mengalami kegagalan karena semua tegangan operasi masih berada di bawah tegangan ijinnnya. Namun, kondisi operasi di lapangan yang sebenarnya telah ditemukan bahwa
temperatur operasi lebih dari 80°C. Hal ini disebabkan karena sistem pipa terekspos oleh panas matahari hingga mengalami kenaikan temperatur diasumsikan hingga 150°C (302°F) .
Peningkatan temperatur operasi menyebabkan ekspansi termal juga semakin meningkat. Hal ini menyebabkan tegangan yang harus ditahan oleh pipa juga semakin meningkat. Dengan kata lain peningkatan temperatur operasi akan menyebabkan pipa semakin berada dalam keadaan kompresif.
Berikut dilakukan perhitungan tegangan termal pada temperatur 150°C sehingga diperoleh tegangan longitudinal dan tegangan ekivalen pada T = 150°C sebagai berikut :
Tabel 3.5 Analisis Tegangan Pada Temperatur Operasi 150°C
Analisis Tegangan Keterangan
(
T2 T1)
T =−E − 314.6MPa
σ α σT =− Tegangan longitudinal
termal
(
T2 T1)
h E
L =υσ − α −
σ σL =−309.8MPa Tegangan longitudinal
pada restraint pipe
L ≤0.8SMYS
σ σL =−309.8MPa≥193MPa Yielding
(
h L)
L h
E σ σ σ σ
σ = 2 + 2 − σE =318MPa Tegangan ekivalen Von
Misses
E ≤0.9SMYS
σ σE =318MPa≥217 MPa Yielding
Karena kedua tegangan longitudinal dan tegangan ekivalen bekerja melebihi tegangan ijinnya, maka pipa akan mengalami deformasi.
3.4. Analisis Gaya Aksial Efektif Pipa
Pada perhitungan ini akan dilakukan perhitungan gaya aksial yang dialami pipa pada temperatur operasi normal 80°C dan temperatur operasi 150°C sebagai berikut :
Tabel 3.6 Analisis Gaya Aksial Efektif Pipa
Analisis Gaya Aksial Keterangan
i
P PA
F =− FP =−34.2kN Gaya aksial akibat
tekanan internal
s h
Po A
F =υσ ⋅ FPo =23.2kN Gaya aksial akibat
pengaruh Poisson’s )
176 (
80 C F
T = ° °
kN FT =−707.2
( )
sT E T T A
F =− α 2 − 1 ⋅
) 302 (
150 C F
T = ° °
kN FT =−1,532
Gaya aksial akibat pengaruh termal
) 176 (
80 C F
T = ° °
kN F = −718.2
( )
ss h
i A E T T A
PA
F =− +υσ ⋅ − α 2 − 1 ⋅
) 302 (
150 C F
T = ° °
kN F =−1,543
Gaya aksial efektif pada restraint pipe
Melalui hasil perhitungan gaya aksial akibat pengaruh temperatur yang bekerja pada pipa, dapat dibuktikan bahwa gaya aksial akibat pengaruh temperatur sangat kompresif. Hal ini ditunjukkan bahwa gaya aksial akibat pengaruh temperatur jauh lebih negatif (-) daripada gaya aksial akibat tekanan internal dan pengaruh Poisson. Hal ini menyebabkan gaya aksial total yang bekerja pada pipa juga menjadi sangat kompresif.
3.5. Analisis Gaya Friksi
Tabel 3.7 Analisis Gaya Friksi Tanah pada H = 0 m
Analisis Gaya Friksi Keterangan
H
Pc =−γ Pc =0MPa Tekanan tanah yang
bekerja pada pipa
o
c D
A =π⋅ Ac =638mm2/mm panjang Luas penampang segmen pipa
g M
Wp = p⋅ Wp =600 N/m Berat pipa dan isinya
(
PA W)
Lf =μ⋅ c c + p . f =6kN Gaya friksi tanah
Sedangkan gaya friksi tanah yang menahan gaya aksial kompresif pipa dipengaruhi oleh tekanan tanah yang bekerja pada pipa dan berat pipa itu sendiri dan isinya. Melalui hasil perhitungan dimana pipa tidak lagi berada dalam kondisi terpendam, maka diperoleh pula bahwa tidak akan ada tekanan tanah yang bekerja pada pipa. Gaya friksi tanah dalam kondisi ini dipengaruhi oleh berat pipa itu sendiri dan isinya serta friksi tanah di sekeliling pipa.
Melalui hasil perhitungan dapat diketahui bahwa gaya berat pipa dan isinya jauh lebih kecil daripada gaya aksial kompresif pipa yang harus ditahan oleh gaya friksi tanah.
Secara teoritis, hal ini tentunya akan menyebabkan sistem pipa mengalami buckling karena gaya aksial pipa yang sangat kompresif tidak dapat ditahan oleh gaya friksi tanah.
3.6. Pengaruh Variabel Temperatur terhadap Gaya Aksial Kompresif Pipa
Untuk mengetahui pengaruh temperatur terhadap gaya aksial efektif pipa, maka dilakukan variasi besar temperatur. Pada studi kasus ini, terjadi 2 kasus perubahan temperatur yaitu akibat sun heat dan kebakaran hutan.
Tabel 3.8 Parameter Perhitungan Gaya Aksial Efektif Pipa
PARAMETER NILAI
Diameter Pipa, Do 203.2 (mm)
Ketebalan Pipa, t 7.94 (mm)
Tekanan Internal Pipa, P 1.24 (MPa) Temperatur Instalasi, T1 20 (°C)
Temperatur Operasi, T2 80 (°C)
Modulus Young, E 2.07 x 105 (MPa)
Rasio Poisson’s, υ 0.3
Koefisien Ekspansi Termal, α 1.17 x 10-5 (mm/mm °C) Luas Penampang Internal Pipa, Ai 27,559 (mm2)
Luas Penampang Baja, As 4,871 (mm2)
Tegangan Hoop, σh 15.88 (MPa) Gaya Aksial Pengaruh Tekanan Internal, σp -34,200 (N) Gaya Aksial Pengaruh Poisson, σPo 25,524 (N) 3.6.1. Kenaikan Temperatur Akibat Sun Heat
Tabel 3.9 Perhitungan Gaya Aksial Efektif Pipa dengan Peningkatan Temperatur Akibat Sun Heat Temperatur Operasi
Akibat Sun Heat (°C)
Gradien Temperatur
(°C)
Gaya Aksial Pengaruh Termal
(kN)
Gaya Aksial Efektif
(kN)
80 60 -707 -716
100 80 -943 -952
120 100 -1,179 -1,187
130 110 -1,297 -1,305
140 120 -1,414 -1,423
150 130 -1,532 -1,541
3.6.2. Kenaikan Temperatur Akibat Kebakaran Hutan
Tabel 3.10 Perhitungan Gaya Aksial Efektif Pipa dengan Peningkatan Temperatur Akibat Kebakaran Hutan Temperatur Operasi
Akibat Forest Fired (°C)
Gradien Temperatur
(°C)
Gaya Aksial Pengaruh Termal
(kN)
Gaya Aksial Efektif
(kN)
80 60 -707 -716
200 180 -2,122 -2,130
400 380 -4,479 -4,488
600 580 -6,836 -6,845
700 680 -8,015 -8,024
3.7. Pengaruh Variabel Kedalaman Pipa terhadap Gaya Friksi Tanah
Untuk mengetahui pengaruh kedalaman pipa di bawah tanah terhadap gaya friksi tanah, maka dilakukan variasi kedalaman pipa di bawah tanah yaitu 0 m, 0.5 m, 1 m, 1,5
m, dan 2 m. Pengaruh ini ditunjukkan dengan melakukan plot gaya friksi tanah terhadap kedalaman tanah.
Perhitungan gaya friksi tanah berdasarkan ASME B31.1 Power Piping Non-mandatory Appendix VII akan mengikuti perumusan berikut :
(
PcAc Wp)
f =μ⋅ +
Dimana Pc =γH untuk H/Do ≤3 dan
d d
c C B
P =γ untuk H/Do >3
Tabel 3.11 Parameter Perhitungan Gaya Friksi Tanah
PARAMETER NILAI
Panjang Segmen Pipa, L 20 (m)
Diameter Pipa, Do 203.2 (mm)
Ketebalan Pipa, t 7.94 (mm)
Luas Penampang Internal Pipa, Ai 27,559 (mm2) Luas Penampang Baja, As 4,871 (mm2) Massa Jenis Material Pipa, ρsteel 7,849 (kg/m3) Massa Jenis Oil, ρoil 834 (kg/m3) Massa Jenis Tanah, ρsoil 1980 (kg/m3) Koefisien Friksi Tanah, μ 0.5
Luas Permukaan Segmen Pipa, Ac 638 (mm2/mm panjang)
Berat Pipa, Msteel 375 (N/m)
Berat Oil Content, Moil 225 (N/m) Berat Pipa dan Oil Content, Wp 600 (N/m)
Tabel 3.12 Perhitungan Pengaruh Kedalaman Tanah Terhadap Gaya Friksi Tanah
Kedalaman Pipa (m)
Rasio H/Do
Koefisien Cd
Tekanan Tanah (N/m2)
Gaya Friksi Tanah (N/m)
Gaya Friksi Tanah (kN)
0 0 - 0 300 6
0.5 2.5 - 9,700 3,396 68
1 4.9 1.28 14,860 5,043 101
1.5 7.4 1.70 19,788 6,616 132
2 9.8 2.02 23,513 7,805 156
3.8. Analisis Kolom Euler
a) Jari – jari girasi pipa
mm r
A I
r s
69 /
=
=
b) Slenderness ratio pipa
289 /
=
= ratio s Slendernes
r L ratio s Slendernes
c) Beban kritis Euler pipa
kN P
L P EI
cr cr
66 . 118
2 2
=
=π
d) Tegangan kritis Euler pipa
( )
MPa r L
E
cr cr
24
2 2
=
= σ σ π
e) Kurva elastis Lx A
y π
= sin
Plot kurva ini dilakukan dengan mengambil amplitud maksimum A = 50 cm dimana amplitud ini sama dengan defleksi maksimum yang terjadi. Dengan mengambil batasan dan A = 50 cm dimana L = 20 m, maka diperoleh kurva elastis sebagai berikut :
L x≤ 0≤
0 10 20 30 40 50 60
0 5 10 15 20
Jarak dari x (m)
Dispalcement,y (cm)
Gambar 3.2 Defleksi Vertikal Pipa Sebagai Fungsi Panjang Pipa 3.9. Analisis Panjang Pipa Berdasarkan Kriteria Kolom
Berdasarkan kriteria beban kritis kolom Euler, maka dapat ditentukan panjang kolom atau panjang pipa efektif agar tidak terjadi buckling pada temperatur operasi normal 80°C. Panjang pipa efektif ini dapat diketahui dengan menggunakan batasan beban kritis Euler terhadap gaya aksial efektif. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut :
F Pcr =
( )
ss h i
iA A E T T A
P L
EI 2 2 1
2 = −υσ + α −
π m L=8
3.10. Ekspansi dan Flexibilitas Sistem Pipa
Sebagai salah satu alternatif mencegah upheaval buckling dapat dilakukan dengan memasang loop pada sistem pipa. Sistem loop ini digunakan agar mampu menyerap defleksi yang tertahan oleh pipa. Maka untuk mengakomodasi defleksi sebesar 50 cm, pipa harus memiliki panjang loop yang cukup agar defleksi ini tidak terjadi dalam bentuk buckling. Perhitungan panjang loop mengikuti perumusan berikut hingga diperoleh panjang loop sebagai berikut :
m S
y ED 4 . 11
2 ) ( 3
=
= l l