EVALUASI DAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN SAMPAH PERKOTAAN
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta Lingkup Hak Cipta
Pasal 1
1. Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan Pidana Pasal 113
1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf I untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan / atau pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan / atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan / atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan / atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Udayana UnIveRSIty PReSS 2016
Wayan Budiarsa Suyasa
Made Sudiana Mahendra
EVALUASI DAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN SAMPAH PERKOTAAN
Hak Cipta pada Penulis. Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang :
dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit.
Penulis: Wayan Budiarsa Suyasa Made Sudiana Mahendra
Penyunting: Jiwa atmaja Cover & Ilustrasi:
Repro Design & Lay Out:
I Wayan Madita Diterbitkan oleh: Udayana University Press Kampus Universitas Udayana denpasar, Jl. P.B. Sudirman, denpasar - Bali telp. (0361) 255128
[email protected] http://penerbit.unud.ac.id Cetakan Pertama:
2016, x + 101 hlm, 15 x 23 cm ISBN: 978-602-294-134-7
EVALUASI DAN PERENCANAAN
PENGELOLAAN SAMPAH PERKOTAAN
PRAKATA
P
erkembangan pembangunan wilayah perkotaan menjadi konsekuensi dari peningkatan berbagai kegiatan/aktivitas penduduknya yang semakin beragam dan meningkat. Pertumbuhan dan perkembangan penduduk menjadi konsekuensi dadri pesatnya pembangunan perkotaan. Pertambahan penduduk yang semakin meningkat membawa konsekuensi logis meningkatnya jumlah sampah serta menurunnya kemampuan pengelolaan sampah. di pihak lain, adanya tuntutan akan permukiman yang bersih dan sehat, dan upaya pemenuhan target MdGs mengakibatkan kebutuhan akan pelayanan persampahan harus tetap menjadi perhatian yang serius. Peningkatan pelayanan persampahan menuju standar kebersihan yang ditetapkan, harus direncanakan dengan pertimbangan yang matang. namun, sayangnya program peningkatan pelayanan persampahan seringkali dilakukan tanpa suatu kebijakan dan perencanaan sebagai acuan yang jelas sehingga menyulitkan para pelaksana di lapangan serta tujuan pelayanan persampahan dalam tahap jangka pendek, menengah dan panjang kurang dapat tercapai.Sampah menjadi masalah serius sehingga diperlukan penanganan secara seksama secara terintegrasi dengan inovasi-inovasi baru yang lebih memadai dalam perangkat sistem dan mekanisme pengelolaan persampahan sehingga kegiatan perencanaan, operasional, evaluasi dan pengendalian pengelolaan persampahan dapat berlangsung dengan baik. Untuk meningkatkan kondisi pengelolaan persampahan secara keseluruhan diperlukan suatu perencanaan yang memadai dalam bentuk masterplan persampahan. Masterplan persampahan ini
diharapkan dapat digunakan sebagai acuan bagi para pelaku pembangunan bidang persampahan dalam meningkatkan manajemen pengelolaan sampah. dalam pengelolaan sampah yang lebih baik kedepan diperlukan tiga hal penting meliputi 1) Perencanaan pengelolaan persampahan secara lebih memadai yang meliputi aspek teknis kelembagaan, pembiayaan, peraturan dan aspek peran serta masyarakat, 2) perencanaan pengelolaan sampah terpadu dan berkelanjutan, dan 3) tersedia payung hukum pengelolaan persampahan dan kemampuan implementasinya.
Yang menjadi sasaran dalam perencanaan tersebut adalah: 1. terwujudnya sistem pengelolaan persampahan yang
terpadu dan berkelanjutan.
2. terwujudnya pelayanan maksimum dalam penanganan persampahan.
3. terbentuknya payung hukum pengelolaan persampahan. Strategi pencapaian sasaran dilakukan beberapa hal terutama melakukan studi literatur atau review studi yang relevan, membuat program kerja kegiatan secara keseluruhan, menetapkan metode survey, menyusun kuesioner untuk menjaring data dan menyusun jadual kerja dan kegiatan. data menjadi suatu hal yang sangat penting yang menjadi entri dalam evaluasi, analisis dan penentuan strategi. data Primer diperoleh dengan melakukan survey lapangan tentang kondisi eksisting pengelolaan sampah berkaitan dengan daerah pelayanan, timbulan sampah, komposisi dan karakteristik sampah, kondisi pewadahan, pengumpulan, pemindahan. Pengangkutan dan pembuangan akhir, upaya 3 R baik yang dilakukan oleh masyarakat maupun pemerintah dan kemauan/kemampuan membayar retribusi serta pengumpulan data lain yang relevan.data Sekunder diperoleh dengan melakukan survey ke instansi terkait mengenai kondisi kelembagaan yang menanganani masalah persampahan(institusi, struktur organisasi, SdM dantata laksana kerja organisasi), kondisi
pembiayaan (investasi; operasi pemeliharaan dan retribusi) selama sedikitnya 3 (tiga) tahun terakhir, dukungan peraturan yang dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten/Kota berkaitan dengan pengelolaan persampahan dan program penyuluhan yang ada. Kondisi fisik, sosial ekonomi, pendapatan masyarakat, fasilitas, daerah kumuh), rencana pengembangan kota/wilayah (tata guna lahan) baik serta pengumpulan data lainyang relevan. analisis dilakukan dengan data yang dapat digunakan sebagai dasar untuk meningkatkan pola pelayanan persampahan. Metode analisis dapat dilakukan secara deskriptif, SWOt maupun metode lain. Penyusunan Perencanaan sampai tahun yang ditentukan dengan perencanaan teknis dan manajemen persampahan meliputi proyeksi perkembangan penduduk, volume sampah, pengembangan aspek institusi.
Pengembangan aspek teknis (kebutuhan prasarana dan sarana persampahan, pewadahan, pegumpulan, pemindahan, pengolahan / 3R, pengangkutan dan pembuangan akhir). Selain itu juga diperlukan rencana kebutuhan dukungan prasarana dan sarana dalam rangka mendukung pengoperasian sistem pengelolaan sampah dilengkapi dengan peta dan gambar dengan skala sesuai ketentuan. Pengembangan aspek pembiayaan (kebutuhan biaya investasi selama kurun waktu perencanaan, biaya operasi dan pemeliharaan per tahun serta perhitungan tarif retribusi). Pengembangan aspek pengaturan (penyempumaan perda termasuk untuk kerjasama regional dan usulan penerapannya). Pengembangan aspek peran serta masyarakat (usulan program penyuluhan, pilot project penanganan sampah berbasis masyarakat, pola pendidikan dan lain-lain).
PRaKata ... v
daFtaR ISI ... viii
BaB I anaLISIS PenGeLOLaan PeRSaMPaHan ... 1
1.1 Sub Sistem Operasional ... 1
1.2 Subsistem Kelembagaan ... 2
1.3 Subsistem Pembiayaan ... 3
1.4 Subsistem Pengaturan ... 4
1.5 Subsistem Peran Serta Masyarakat ... 6
1.6 Subsistem Pewadahan Sampah ... 10
1.7 Subsistem Pengumpulan ... 11
1.8 Subsistem Pengangkutan ... 15
1.9 Subsistem Pemrosesan akhir ... 17
1.9.1 aspek Sarana dan Prasarana ... 18
1.9.2 aspek Pembiayaan ... 19
1.9.3 aspek Organisasi dan Kelembagaan ... 21
1.9.4 Aspek Hukum/Pengaturan ... 24
1.9.5 aspek Peran Serta Masyarakat ... 28
1.9.6 analisis dampak tPa dan Pengendaliannya ... 32
BaB II KeBUtUHan dan RenCana PenGeMBanGan ... 37
2.1 Kriteria Perencanaan ... 37
2.2 Peran Serta Masyarakat ... 49
2.3 Sasaran ... 50
BaB III PeRenCanaan PenGeMBanGan SISteM PenGeLOLaan PeRSaMPaHan ... 52
3.1 Kebutuhan Peralatan dan Bangunan Utama ... 52
DAFTAR ISI
3.2 Kebijakan dan Pengembangan ... 52
3.3 arah Perkembangan Persampahan Kota ... 54
3.4 Penetapan Kawasan Strategis Kota ... 59
3.5 arahan Pengelolaan Kawasan Strategis Kota ... 60
3.6 teknik Operasional ... 62
3.7 Sistem Pemrosesan Akhir ... 84
3.8 Manajemen dan Organisasi ... 94
3.9 Pembiayaan ... 95 daFtaR PUStaKa ... 10 1
BAB I
ANALISIS PENGELOLAAN PERSAMPAHAN
1.1 Sub Sistem Operasional
Berbagai permasalahan yang timbul pada Subsistem Operasional pengelolaan sampah perkotaan umumnya teridentifikasi sbb:
1. Pelayanan dalam hal luasan daerah dan mutu pelayanan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah Kota/kabupaten masih rendah. Rendahnya tingkat pelayanan persampahan yang dilakukan oleh dinas Kebersihan dan Pertamanan masing-masing pemerintah Kota/kabupaten umumnya disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:
- Minimnya sarana dan prasarana pengelolaan sampah.
- area pelayanan yang luas dan kondisi lalu lintas yang padat.
- Banyaknya masyarakat yang mengelola sampahnya secara mandiri (on sitesystem) dengan menumpuk dan membakar sampah di halaman, di pinggir jalan, saluran drainase/sungai kecil, dan dibuang di tegalan / lahan kosong.
- Belum terlaksananya konsep 3 R (reduce, reuse dan
recycle) secara baik dari berbagai aktivitas sebagai
sumber penghasil sampah.
2 Pewadahan sampah di sumber sampah tidak memiliki kesamaan dalam prosedur operasional maupun sarana yang digunakan. Banyak dijumpai tumpukan-tumpukan sampah di pinggir jalan yang tanpa wadah, yang berasal dari berbagai sumber, seperti: sampah jalan, permukiman, rumah makan/warung, sekolahan dan lainnya. Pada umumnya, wadah sampah yang digunakan berupa
keranjang tanpa tutup dan tas plastik, sehingga menjadi sasaran hewan (anjing) untuk mengais makanan serta dapat menjadi vektor penyakit.
3. Ketidakseragaman dalam sistem pengumpulan sampah, sebagian masyarakat menggunakan pola individual tidak langsung, dimana sampahnya dibuang ke tPS atau kontainer terdekat yang ada, sementara sebagian masyarakat lainnya mengelola sendiri sampahnya dengan menumpuk dan atau membakarnya di halaman. Hal ini disebabkan karena jumlah petugas kebersihan lingkungan yang kurang sehingga pelayanan sampah di sumber sampah tidak dapat dilakukan.
4. Kondisi dan penempatan TPS yang tidak layak, sehingga berpotensi menimbulkan dampak negatif seperti pencemaran air tanah, sarang hewan-hewan pembawa penyakit (lalat, tikus), mengganggu arus lalu lintas dan estetika.
5. Kurang optimalnya ritasi pengangkutan sampah yang ada (kendaraan Dump Truck) dan jumlah truk yang ada tidak sebanding dengan area pelayanan yang ada, sehingga tidak semua sampah yang terangkut ke tPa. disamping itu kondisi truk angkut banyak yang mengalami kerusakan. 6. Umumnya, kondisi tPa yang ada tidak memadai dalam
daya tampung maupun sistem pengolahan yang digunakan, kondisi yang tidak baik tersebut dapat memicu gangguan lingkungan di sekitarnya. Metode pengolahan sampah di tPa menggunakan pengolahan open dumping dan pembakaran sehingga menimbulkan dampak negatif yang serius seperti terganggunya arus lalu lintas kendaraan, pencemaran air tanah, dan lainnya.
1.2 Subsistem Kelembagaan
Instansi yang menangani masalah kebersihan dan sampah umumnya adalah dinas Kebersihan dan Pertamanan masing-masing Kota/Kabupaten. dalam pengelolaan sampah Pemkot/
Pemkab dapat melibatkan pihak swasta dalam hal pengangkutan sampah ke tPa pada lokasi yang tidak terlayani oleh dinas, pihak swasta juga secara swakelola melakukan usaha pengolahan sampah menjadi kompos. Pada umumnya, dinas belum mempunyai pola kerja yang terintegrasi dan terpadu dalam pengelolaan sampah, dimana belum terarahnya koordinasi antara pihak dinas dan swasta sehingga banyak pihak swasta mengeluh karena kurang mendapat perhatian dari dinas.
Sebagai contoh struktur organisasi pengelolaan sampah Kota yang perlu mendapat penegasan dalam garis koordinasi ke pihak swasta maupun swakelola sebagai wujud maksimalisasi partisipasi. Gambar 4.1. menggambarkan struktur organisasi dalam pengelolaan sampah.
KELOMPOK JABATAN
FUNGSIONAL OPERASI KEBERSIHAN KEPALA BIDANG
KASI PEMBERSIHAN JALAN SALURAN DAN
SELOKAN KASI PENGANGKUTAN SAMPAH KASI PENYULUHAN KEPALA BIDANG PERTAMANAN KASI PEMBIBITAN DAN PENGHIJAUAN KASI PEMBANGUNAN DAN PEMELIHARAAN TAMAN KASI PENERANGAN JALAN TAMAN DEKORASI DAN REKLAMA KEPALA BIDANG PEMBUANGAN AKHIR KASI PENGELOLAAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR KASI PEMANFAATAN DAN PEMUSNAHAN SAMPAH KASI PENGELOLAAN AIR LIMBAH DAN
TINJA KEPALA BIDANG SARANA DAN PRASARANA KASI PENGADAAN PERALATAN DAN ANGKUTAN KASI PEMELIHARAAN PERALATAN DAN ANGKUTAN KASI GUDANG SEKRETARIS KASUBAG. UMUM
DAN KEPEGAWAIAN KEUANGAN KASUBAG. KASUBAG. PERENCANAAN
DATA DAN INFORMASI KEPALA DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN
UNIT PELAYANAN TEKNIS DAN DINAS
Gambar 1. Contoh Susunan Organisasi Pengelola Sampah Perkotaan
1.3 Subsistem Pembiayaan
aspek Pembiayaan dalam Sistem Pengelolaan Persampahan mempunyai peran penting dalam menjalankan roda operasi dan pemeliharaan sarana dan prasarana persampahan. Berbagai
masalah penanganan sampah yang timbul pada umumnya disebabkan oleh adanya keterbatasan dana, seperti keterbatasan dana investasi peralatan, dana operasi dan pemeliharaan sehingga kualitas pelayanan sampah sangat ditentukan oleh harga satuan per meter 3 sampah. Besaran biaya satuan ini bahkan dapat digunakan sebagai indikator tingkat efisiensi atau keberhasilan pengelolaan sampah disuatu kota. tanpa ditunjang dana yang memadai, akan sulit mewujudkan kondisi kota yang bersih dan sehat.
Kebutuhan biaya pengelolaan sampah ini akan meningkat sejalan dengan tingkat pelayanan atau volume sampah yang harus dikelola. Pihak institusi pengelola persampahan dituntut untuk dapat merencanakan kebutuhan dana secara akurat setiap tahunnya agar roda pengelolaan dapat terus berjalan sesuai dengan tujuan utama, yaitu mewujudkan kota bersih dan sehat.
Pada saat ini, kendala yang dihadapi oleh Pemerintah daerah dalam mengembangkan sistem pengelolaan sampah adalah tidak saja dana investasi yang terbatas, tetapi juga keterbatasan biaya investasi, operasi dan pemeliharaan sarana dan prasarana persampahan tersebut, sehingga optimalisasi penggunaan peralatan yang ada kurang memadai.
Untuk meningkatkan bantuan dana dalam pengelolaan sampah dapat memaksimalkan retribusi dari pelayanan pengelolaan sampah. Untuk mencapai target dan meningkatkan perolehan penerimaan retribusi perlu upaya peningkatan partisipasi masyarakat secara terus menerus/berkelanjutan. 1.4 Subsistem Pengaturan
dalam upaya pengelolaan persampahan oleh dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten/Kota harus merupakan bagian dari mewujudkan visi, yaitu “Mewujudkan pelayanan di bidang kebersihan dan penataan taman. adapun misi dalam pengelolaan sampah dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Meningkatkan aspek-aspek pengelolaan kebersihan, antara lain manajemen keuangan, teknis operasional, hokum dan peran serta masyarakat.
2. Meningkatkan kualitas pelayanan kebersihan dan pertamanan.
3. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah secara keseluruhan.
4. Mewujudkan lingkungan /wilayah yang bersih, sehat, rindang dan indah.
Untuk mewujudkan visi dan Misi tersebut, dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota . mengacu pada dasar hukum atau aspek perundangan dalam penyelenggaraan kebersihan wilayah. adapun aspek hukum tersebut dapat mengatur hal-hal sebagi berikut:
1. UU RI no. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. 2. Perda tentang Pembentukan Organisasi Persampahan. 3. Perda tentang Kebersihan dan Ketertiban Umum Wilayah. 4. Perda tentang Retribusi Kebersihan.
5. Peraturan Walikota/Bupati Pelaksanaan Swakelola Kebersihan wilayah.
6. Peraturan Walikota/Bupati tentang Penetapan Jadwal Waktu Membuang dan Pengangkutan Sampah, serta Ketentuan dan tata Cara Pemotongan Pohon Perindang 7. Lain-lain.
dinas Kebersihan dan Pertamanan Pemkab/Pemkot sebagai penanggung jawab pengelolaan kebersihan di Kabupaten/ Kota dapat menyediakan beberapa fasilitas pendukung dalam penyelenggaraan kebersihan. dalam menyelenggarakan program kebersihan di lapangan, para pejabat struktural membutuhkan mitra kerja yang dapat memberikan pembinaan kepada masyarakat luas. Mitra kerja tersebut adalah tim Penggerak PKK, LSM dan masyarakat. eksistensi mitra kerja perlu dicantumkan dalam Perda guna memperjelas dan memperkuat posisi mereka.
Pembentukan kader lingkungan di setiap kampung yang juga berfungsi sebagai ujung tombak untuk mensosialisasikan dan memotivasi masyarakat untuk melakukan pengolahan sampah perlu diperhatikan. Sedangkan Peraturan daerah lainnya yang diperlukan adalah tentang ketentuan-ketentuan pembuangan sampah/kebersihan termasuk buangan industri, yang dapat digunakan sebagai landasan umum dalam pengelolaan sampah. 1.5 Subsistem Peran Serta Masyarakat
Program meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah perlu diperkuat dan secara berkelanjutan. Masyarakat harus dilibatkan secara langsung dalam hal pengelolaan sampah, seperti pembuatan kompos dari sampah rumah tangga yang dihasilkannya. Hal ini merupakan pelaksanaan konsep recycle sampah yang apabila dilaksanakan secara masal akan dapat mereduksi jumlah sampah yang dibuang ke tPa. Aspek-aspek Teknis Operasional
- Timbulan Sampah
Definisi dari timbulan sampah adalah banyaknya sampah yang timbul dari masyarakat dalam satuan volume maupun berat per kapita perhari, atau perluas bangunan, atau perpanjang jalan (SNI 19-2454-2002).Data timbulan sampah sangat penting diketahui untuk menentukan fasilitas setiap unit pengelolaan sampah dan kapasitasnya misalnya fasilitas peralatan, kendaraan pengangkut dan rute angkutan, fasilitas daur ulang, luas dan jenis tPa.
Proyeksi timbulan sampah digunakan untuk memperkirakan volume sampah yang dihasilkan di suatu wilayah dalam 10 tahun kedepan.Proyeksi ini juga berguna untuk menentukan jumlah sarana dan jumlah angkutan sampah di bidang kebersihan yang seharusnya ada pada saat tahun proyeksi. dalam menghitung proyeksi timbulan sampah, data yang diperlukan adalah data volume sampah yang dihasilkan oleh masyarakat pada tahun
sebelumnya, yang diperoleh dari pembagian volume sampah total dengan jumlah penduduk total.
data lain yang diperlukan adalah data mengenai laju persentase peningkatan perindustrian sebab dalam pengertian ini industri yang di maksud adalah industri makanan dan minuman, industri kayu, industri kimia, industri logam, tempat pengolahan air kotor dan air minum serta industri lainnya sampah yang di hasilkan biasanya sampah kering dan sampah basah sampah khusus dan sampah berbahaya. data selanjutnya adalah laju pertumbuhan sektor pertanian dimana pertanian dapat menghasilkan sampah organik seperti jerami, sampah an-organik seperti plastik pembungkus pupuk dan sampah kimia seperti sisa pestisida. data terakhir yang diperlukan adalah data mengenai persentase pendapatan perkapita dimana semakin tinggi pendapatan perkapita suatu daerah maka semakin tinggi pula produksi sampah, sebagai contoh daerah dengan pendapatan perkapita tinggi akan menghasilkan sampah an-organik seperti kertas dan plastik sebab daerah ini cenderung mayoritas merupakan daerah perkantoran dan pendidikan.
data-data yang diperlukan yang dapat diperoleh dari Badan Pusat Statistik setempat meliputi Produk domestik Regional Bruto (PdRB) Kota, persentase pertumbuhan perindustrian, persentase pertanian sebesar, pendapatan perkapita perkiraan jumlah penduduk untuk 10 tahun kedepan, perhitungan volume sampah (m3/org/hari).
Sebagai suatu contoh data hubungan jumlah penduduk dengan timbulan sampah di wilayah Kota disajikan pada tabel 1. Pada table tersebut ditunjukan perhitungan proyeksi pertumbuhan penduduk dengan peningkatan timbulan sampah yang dihasilkan suatu wilayah perkotaan.
Tabel 1
Contoh Perhitungan Proyeksi Timbulan Sampah Per Tahun
Tahun Jumlah Penduduk (jiwa) Volume Timbulan Sampah (m3/hari) Peningkatan Pertahun (%)
2011 848,587 9,455 2012 908,586 10,124 6.60 2013 968,584 10,792 6.19 2014 1,028,582 11,461 5.83 2015 1,088,580 12,129 5.51 2016 1,148,579 12,798 5.22 2017 1,208,577 13,466 4.96 2018 1,268,575 14,135 4.73 2019 1,328,573 14,803 4.52 2020 1,388,572 15,472 4.32 2021 1,448,570 16,141 4.14 2022 1,508,568 16,809 3.98
Perlu dilakukan survai untuk petugas penyapuan jalan pada rute pengangkutan sampah saja.Selain volume sampah penyapuan jalan, perlu dilakukan pula survai untuk menghitung jumlah titik pengumpulan sampah dan volume sampah di setiap titik pada rute angkut. Untuk titik pengumpulan sampah di sepanjang jalan pelayanan, diasumsikan menggunakan ukuran volume keranjang sampah dan tas plastik sebagai acuan untuk volume tas plastik dikonversikan menjadi 0.033 m3 dan keranjang
0.13 m3. Pada tabel 2. ditunjukan perbandingan besarnya volume
sampah jalanan dengan volume sampah total dari tahun ke tahun.
No Tahun Volume Sampah(m3/hari) Volume Sampah Jalan(m3/hari)
1 2013 1854 218 2 2014 1958 230 3 2015 2062 242 4 2016 2166 254 5 2017 2270 266 6 2018 2374 279 7 2019 2478 291 8 2020 2582 303 9 2021 2686 315 10 2022 2790 328 Tabel 2.
Perhitungan timbulan sampah pada jalur angkut sampah yang dilayani dinas Kebersihan Kota (dKP) meliputi nama ruas jalan, aktivitas ruas jalan yang meliputi jumlah petugas, jumlah shift, jumlah keranjang dan volume sampah (m3/hari). Sementara aktivitas pengumpulan meliputi pewadahan(keranjang dan tas plastik, jumlah/waktu shift dan volume sampah (m3/hari). Sub total volume sampah dihitung dari penjumlahan volume sampah dari penyapuan dan pengumpulan, total volume sampahnya adalah jumlah sub total yang dihasilkan dari masing-masing shift.
Kemudian ditentukan perkiraan volume sampah yang ada pada rute pengangkutan sampah yang dilayani oleh dKP Kota pada tahun dilakukan perhitungan. tabel 2. menyajikan perkiraan volume sampah yang ada di rute pangangkutan sampai tahun 2022 berdasarkan persentase perbandingan volume sampah total dengan volume sampah jalan berdasarkan persentase peningkatan tahun perhitungan.
Komposisi sampah juga perlu diketahui melalui analisa dengan melakukan pengambilan sampel di tPa sebanyak 100 Kg, kemudian dipilah menurut jenisnya, sampah yang telah dipilah tersebut selanjutnya ditimbang sehingga diketahui berat dan diketahui persentase masing-masing komposisi sampah tersebut. Contoh komposisi, persentase dan volume sampah yang dihasilkan suatu wilayah perkotaan, dapat dilihat pada tabel 3 berikut:
Tabel 3.
Komposisi Sampah suatu Wilayah Kota
No Kategori Sampah Berat (%) Volume (%) Volume (m3)
1 Kertas dan bahan-bahan kertas 32.98 62.61 2618.31
2 Kayu dan produk dari kayu 0.38 0.15 6.27
3 Plastik, kulit dan produk karet 6.84 9.06 378.88
4 Kain dan produk tekstil 6.36 5.10 213.28
5 Gelas dan kaca 16.06 5.31 222.06
6 Logam dan besi 10.74 9.12 381.39
7 Batu-batuan 0.26 0.07 2.93
8 Sampah organik dan sisa makanan 26.38 8.58 358.81
- Daerah Pelayanan
Secara umum daerah pelayanan pengelolaan persampahan dalam suatu wilayah perkotaan mencakup wilayah :
- daerah pemukiman - daerah komersial/pasar
- daerah institusi/perkantoran dansekitarnya, - jalan dan saluran
tetapi secara kuantitas dan kualitas, pelayanannyaharus terus ditingkatkan. Perlu dipertimbangkan untuk daerah-daerah pengembangan (yang umumnya memiliki kepadatan rendah) belum dijangkau oleh sistem pelayanan, karena pada daerah ini masih memungkinkan untuk pola pengelolaan secara individu dengan pembakaran dan penimbunan.
1.6 Subsistem Pewadahan Sampah
Subsistem pewadahan yang digunakan masyarakat umumnya mencakup permasalahan sebagai berikut :
1. Proses pemilahan sampah basah dan kering di lokasi sumber sampah maupun tPS belum dilakukan, sehingga sampah tercampur. Hal ini disebabkan :
a. Keterbatasan bak sampah yang mengakibatkan warga terpola untuk mencampur sampah. Bak sampah yang ada tidak ada penyekat untuk tempat sampah basah dan kering.
b. Kurangnya informasi terhadap manfaat pemilahan sampah kepada pelaku (ibu rumah tangga) serta informasi tentang kendala pengolahan sampah bila tidak dipilah.
c. Kurangnya kegiatan sosialisasi untuk melakukan pemilahan sampah basah maupun sampah kering baik secara individu, keluarga, organisasi dan komunitas kawasan yang luas lagi.
2. Pengambilan sampah dari sumber sampah menuju tPS tidak semuanya dilakukan setiap hari sehingga mengakibatkan penumpukan pada wadah sampah .
Sistem pewadahan yang ada dapat dilihat pada Gambar 2. berikut.
Gambar 2.Sistem Pewadahan Individual Dan Komunal.
1.7 Subsistem Pengumpulan
Secara umum pola yang diterapkan dalam proses subsistem pengumpulan dapat dilihat pada Gambar 3, sampai dengan Gambar 6.
Gambar 3. Pola Pengumpulan Individual Tidak Langsung
Kantong Plastik
Becak Sampah TPS Dump Truk TONG (BIN) Gerobak Sampah Kontainer Truk Berlengan
Sumber
Sampah Pengumpulan &Pemindahan Pengangkutan PembuanganAkhir
TPA
Gambar 4. Pola Pengumpulan Komunal Tidak Langsung
Gerobak Komunal
Gerobak Komunal
TPS Dump Truk
Kontainer Komunal Kontainer Truk Berlengan
Sumber
Sampah KomunalWadah Pengumpulan &Pemindahan Pengangkutan PembuanganAkhir
Gambar 5. Pola Pengumpulan Individual Langsung
Kantong Plastik Truk Pemadat
TONG (BIN) Dump Truk
Sumber Sampah
TPA
Pengumpulan &
Pengangkutan PembuanganAkhir
Gambar 6. Pola Pengumpulan Komunal Langsung
Kontainer Komunal Truk Berlengan
Kontainer Truk Pemadal
TPS Dump Truk
TPA
Sumber
Sampah KomunalWadah Pengangkutan PembuanganAkhir
Beberapa permasalahan yang umumnya dihadapi dalam subsistem pengumpulan sampah Kota, adalah sebagai berikut: 1. Waktu pengambilan sampah dari sumber sampah sering
tidak sesuai dengan jadwal pengangkutan, sehingga banyak sampah yang tidak terangkut ke tPa.
2. Pengumpulan sampah di jalan-jalan umum belum optimal dilakukan sehingga masih ada pembuangan sampah secara liar. Hal ini disebabkan belum semua ruas jalan terlayani oleh kegiatan penyapuan sehingga penanganan sampah di jalan belum optimal. Serta tidak tersedianya bak sampah di tepi jalan akibatnya sampah dibuang di sembarang tempat atau di jalan, selokan/sungai, dan pekarangan.
Gambar 7. Pola Pengumpulan Sampah Oleh Masyarakat Penampungan Sampah Sementara
Sarana penampungan sampah sementara yang perlu disediakan adalah pewadahan sampah berupa container, sedangkan untuk pengumpulan sarana yang disediakan adalah tPS atau transfer depo. Selain itu, sarana yang ada juga berupa depo 3R sebagai tempat pengolahan sampah. Jumlah dan penempatan kontainer harus diperhitungkan berdasarkan analisis situasi sbelumnya.
Tabel 4.
Tabel 5. Kondisi Sarana Transfer Depo / TPS
LOKASI FOTO
LOKASI FOTO
Gambar 8. Sistem Container Tidak Tetap Model Arm Roll
1.8 Subsistem Pengangkutan
Permasalahan dalam subsistem pengangkutan sampah ke TPA, adalah sebagai berikut :
1. Sampah belum seluruhnya dapat terangkut ke tPa karena keterbatasan armada dan sumberdaya manusia. Sampah yang dihasilkan belum sepenuhnya dapat terangkut di tPa karena beberapa kendala diantaranya adalah kualitas sarana dan prasarana pengangkutan yang kurang optimal dan banyak yang mengalami kerusakan.
2. Kondisi/Umur kendaraan angkutan sampah akan mempengaruhi sehingga kemampuan operasional dalam pengangkutan sampah. disamping itu, jenis kendaraan mempengaruhi efisiensi loading dan unloading sampah, misalnya truk dengan bak terbuka memungkinkan banyak sampah yang tercecer saat pengangkutan.
3. Sarana kontrol angkutan sampah belum optimal karena tidak ada sistem kontrol yang efektif. terdapat kejadian bahwa sampah tidak diangkut ke tPa karena dump truck sedang digunakan untuk kegiatan lain tanpa ijin dari dinas.
Gambar 9.Truk Angkut Sampah
data kondisi truk harus dicatat secara berkala, selain faktor usia dan pengoperasian, faktor yang mempengaruhi kerusakan truk adalah karena perawatan yang tidak benar. Sering terjadi kerusakan truk karena proses pencucian truk yang dilakukan di tPa menggunakan air yang mengandung garam sehingga memiliki sifat korosif. Penggunaan air ini mengakibatkan komponen truk yang sebagian besar berbahan besi menjadi berkarat ditambah dengan seringnya badan truk terkena air lindi yang bersifat asam sehingga proses korosi semakin cepat, gambar kondisi kerusakan truk dan pencucian truk dapat dilihat pada Gambar10. berikut ini.
Gambar 10. Kerusakan Truk Angkut dan Pencucian Truk
dalam menjalankan proses pengangkutan rata-rata dalam 1 jalan akan dilewati 2 buah truk angkut dengan kondisi jalan memiliki 2 arah, yaitu mengangkut sampah di kedua sisi jalan,
Gambar 9.Truk Angkut Sampah
data kondisi truk harus dicatat secara berkala, selain faktor usia dan pengoperasian, faktor yang mempengaruhi kerusakan truk adalah karena perawatan yang tidak benar. Sering terjadi kerusakan truk karena proses pencucian truk yang dilakukan di tPa menggunakan air yang mengandung garam sehingga memiliki sifat korosif. Penggunaan air ini mengakibatkan komponen truk yang sebagian besar berbahan besi menjadi berkarat ditambah dengan seringnya badan truk terkena air lindi yang bersifat asam sehingga proses korosi semakin cepat, gambar kondisi kerusakan truk dan pencucian truk dapat dilihat pada Gambar10. berikut ini.
Gambar 10. Kerusakan Truk Angkut dan Pencucian Truk
dalam menjalankan proses pengangkutan rata-rata dalam 1 jalan akan dilewati 2 buah truk angkut dengan kondisi jalan memiliki 2 arah, yaitu mengangkut sampah di kedua sisi jalan,
sedangkan untuk jalan yang memiliki 1 arah akan dilewati 1 buah truk untuk mengangkut sampah di kedua sisi jalan seperti pada Gambar 11.
Gambar 11. Proses Pengangkutan Sampah
1.9 Subsistem Pemrosesan Akhir
Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk dan perkembangan ekonomi dengan segala dinamikanya wilayah/kawasan mengakibatkan terjadinya peningkatan timbulan sampah yang semakin cepat. Kondisi tersebut secara otomatis telah membawa akumulasi permasalahan yang semakin kompleks. Pada masa mendatang jika tidak dicari jalan keluarnya akan semakin sulit dikendalikan. Permasalahan tersebut ditambah lagi dengan semakin sulitnya mencari lokasi untuk tempat Pemrosesan akhir (tPa) Sampah, sehingga semakin kompleknya permasalahan sampah yang harus dihadapi.
1.9.1 Aspek Sarana dan Prasanana
a. Kondisi Sarana dan Prasarana
Saat ini, tPa umumnya beroperasi sebagian masih menggunakan sistem open dumping sehingga dikhawatirkan akan mengakibatkan pencemaran pada lingkungan terdekat, sehingga diperlukan peningkatan kualitas.
b. Pengadaan Sarana dan Prasarana
Untuk menunjang pelaksanaan kegaiatan pengangkutan sampah dan pembabatan rumput perlu dilakukan proses pengadaan sarana dan prasarana penunjang berupa :
• Perlengkapan:pakaian kerja para petugas kebersihan yang meliputi: wearpack, helm, sarung tangan, masker, kaos kaki, sepatu, dan kaos olah raga.
• Peralatan:peralatan merupakan hal yang sangat penting dalam kegiatan kebersihan kota. Selain memudahkan dan
Gambar 12. Sistem Open Dumping di TPA
mempercepat pekerjaan juga merupakan hal yang tidak boleh tidak ada karena bila peralatan tidak tersedia maka kegiatan kebersihan kota tidak dapat berjalan dengan semestinya. Peralatan yang disediakan antara lain: mesin babat dan suku cadangnya, pacul, sekop, dan garu-garu. • Jasa servis:Dalam pelaksanaan kegiatan kebersihan
kota pasti terjadi kerusakan alat baik sebagian maupun seluruhnya. Oleh karena itu maka jasa servis dilakukan pula dalam kegiatan ini.
1.9.2. Aspek Pembiayaan
a. Unsur Pembiayaan
didalam menjalankan sistem pengelolaan persampahan tidak dapat dipisahkan dari unsur biaya. Unsur biaya ini adalah sebagai imbalan terhadap pikiran ataupun tenaga yang telah diberikan oleh personil/tenaga kerja yang terlibat dalam sistem pengelolaan dan juga nilai materi/benda yang habis dipakai baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Pola pengelolaan persampahan saat ini sedapat mungkin dilaksanakan dengan pendekatan padat karya bukan dengan padat modal.
Unsur biaya yang terlibat dalam sistem pengelolaan persampahan untuk menyusun rencana manajemen keuangan dibagi sebagai berikut:
• Biaya Personil: Biaya personil adalah untuk pemberian gaji kepada karyawan (tetap ataupun lepas). Biaya personil akan mengalami kenaikan 10% setiap dua tahun didalam perhitungan proyeksi.
• Biaya Bahan Bakar Minyak Dan Oli: Perhitungan biaya ini didasarkan pada jumlah angkutan (truk) yang dioperasikan dan kemudian perhitungan jumlah ritasi selama satu tahun.
• Biaya Reparasi/Pemeliharaan: Biayareparasi/pemeliharaan dimaksudkan untuk perawatan gerobak, truk, buldozer, transfer depo sehingga fasilitas operasional ini dapat digunakan sepanjang unsur pemakaiannya. Biaya
reparasi/pemeliharaan ini dihitung berdasarkan standar yang telah disebutkan dalam kriteria dan khususnya untuk truk telah di keluarkan biaya BBM/olie.
4. Biaya Peralatan : Biaya peralatan adalah biaya untuk perlengkapan dan alat kerja para petugas lapangan dan alat tersebut masa pakainya satu atau kurang dari satu tahun. alat kerja tersebut adalah sapu lidi, garuk, sekop, dan perlengkapan K3. Khusus mengenai perlengkapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) ikut diperhitungkan sesuai dengan anjuran Pemerintah Pusat, dalam hal ini departemen tenaga Kerja maupun Pemerintah daerah dan yang termasuk dalam K3, yaitu baju kerja, sarung tangan, sepatu dan helm.
5. Biaya Administrasi: Di dalam menunjang operasional sistem pengelolaan persampahan dibutuhkan kerja administrasi yang mantab dan memadai. Untuk biaya administrasi diperkirakan sebesar 2,5% dari biaya keseluruhan personil baik biaya personil administrasi maupun personil lapangan.
6. Penyusutan: Pertanyaan tentang penyusutan sering timbul pada manajemen biaya dilingkungan Pemerintah daerah dalam prinsip recovery, sebab penyusutan adalah istilah umum biaya yang mengurangi nilai asset pada setiap periode yang berjalan hingga sampai asset tersebut tidak berguna lagi. Proporsi penyusutan tidak menambah sumber pendapatan bagi Pemda (Pengelola Persampahan) tetap sebagai capital sampai akhir masa penggunaan asset.
b. Biaya dan Retribusi
Biaya Satuan Pengelolaan Persampahan
Biaya satuan dihitung berdasarkan: • Jumlah penduduk yang dilayani. • Jumlah sampah yang diangkut.
Biaya pengelolaan sampah/m3 nya adalah dilihat dari jumlah retribusi yang diterima dibagi jumlah sampah (efektif) yang dikelola. Sedangkan biaya satuan per penduduk dilayani adalah sebagai berikut jumlah penduduk Kota.dengan demikian, biaya satuan per penduduk terlayani adalah Rp/kapita/orang. dengan demikian, terlihat bahwa biaya pengelolaan sampah perorang melebihi jumlah biaya pengelolaan sampah.
c. Struktur Tarif Retribusi
Biaya pengelolaan umumya diperoleh dari Pemerintah daerah dan masyarakat. Besarnya biaya dari pemerintah daerah diharapkan akan berkurang seiring dengan peningkatan dana partisipasi yang diperoleh dari masyarakat (self financing). adapun besarnya dana pengelolaan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan operasional dan struktur tarif yang sesuai terutama untuk permukiman. Berdasarkan kriteria perencanaan, biaya pengelolaan persampahan yang layak dianggarkan untuk suatu kota adalah 10% dari aPBd.
Peningkatan retribusi ditujukan pada:
• Perbaikan tarif sesuai dengan biaya pengelolaan
• Perlunya satu kendali dalam prosedur penarikan retribusi • Pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan retribusi.
1.9.3 Aspek Organisasi dan Kelembagaan
dalam suatu sistem pengelolaan sampah, aspek kelembagaan/ organisasi sangat penting agar sistem bisa berjalan dengan baik. Struktur organisasi harus dapat memperlihatkan secara jelas alur koordinasi baik secara vertikal maupun horizontal, kewenangan dalam penggunaan anggaran, dan tata laksana kerja harus memuat dengan jelas fungsi dan tugas masing-masing personil.
Organisasi dan manajemen pengelolaan sampah merupakan faktor untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna dari sistem pengelolaan sampah. Organisasi dan manajemen juga mempunyai peranan pokok dalam menggerakkan, mengaktifkan
dan mengarahkan sistem pengelolaan sampah dengan ruang lingkup bentuk institusi pola organisasi, personalia serta manajemen (perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian) untuk jenjang strategis, taktis maupun operasional.
dalam aspek kelembagaan ini hal yang perlu diperhatikan adalah bentuk organisasi (formal maupun non formal), yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, penempatan tenaga kerja, pola organisasi, yang meliputi pola organisasi Pemerintahan, peraturan pelaksanaan, pedoman tingkat kemampuan personil, beban lingkup kerja dan pola organisasi kemasyarakatan.
a. Struktur Organisasi
Secara umum, struktur organisasi yang menangani persampahan di suatu wilayah masih terdapat kekurangan, yaitu belum terdapat garis organisasi menuju pihak swasta dan swakelola kebersihan.
analisis struktur organisasi dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota yang berhubungan langsung dengan masalah kebersihan/persampahan adalah:
1. Masih belum dijabarkannya seksi kebersihan ke dalam bentuk yang jelas seperti perencanaan dan evaluasi, sarana dan prasarana, Retribusi, Operasional.
2. Belum adanya seksi kerjasama dengan pihak swasta dan swakelola kebersihan, sehingga beban kerja seksi kebersihan terlalu berat.
3. Perlu ada seksi retribusi, yang membantu dalam penarikan retribusi kebersihan.
Bentuk organisasi yang ada perlu pengembangan dengan penataan struktur yang lebih jelas dengan pertimbangan keseimbangan beban kerja, spesifikasi tugas, dan prioritas pengembangan, mengingat fungsi organisasi tidak hanya menangani kebersihan saja, tetapi juga menangani tugas lain yaitu pertamanan, air kotor, dan makam umum.
b. Tata laksana kerja
Struktur organisasi harus mencerminkan aktivitas ataupun interaksinya, sehingga perlu dirancang tata laksana kerjanya. Tata laksana mendefinisikan lingkup tugas, wewenang, tanggung jawab serta bentuk interaksi antar unit / komponen organisasi. Hal ini harus di perhatikan dalam tata laksana kerja yang baik adalah:
1. Menciptakan pengendalian otomatis. 2. tingkat pembebanan yang merata.
3. Pendelegasian wewenang yang proposional dan seimbang 4. Birokrasi yang pendek
5. Penugasan yang jelas dan teratur
Untuk mencapai tata laksana kerja yang diharapkan, maka diperlukan penegasan tugas dan tanggung jawab masing-masing unit organisasi, baik yang terkait secara struktural maupun sebagai unit organisasi, baik pendukung yang sifatnya koordinasi. Penugasan harus dituangkan dalam bentuk yuridis, sehingga dapat dijadikan pedoman dalam pelaksanaannya.
agar seluruh komponen sistem dapat berjalan dengan baik, jumlah dan kualitas personil harus memadai. Umumnya, status personil terdiri dari PnS dan tenaga Kontrak.
ditinjau dari pendidikan formal, maka pendidikan personil yang menempati jabatan struktural harus sesuai dengan kualifikasi dan kompetensinya dengan pendidikan di bidang pengolahan persampahan. dengan dikembangkannya pengolahan persampahan, baik secara teknis maupun manajemen, maka diperlukan pengembangan jumlah personil dan kualitasnya. Pengembangan jumlah personil adalah untuk mengisi kekosongan dan penyempurnaan struktur serta agar sesuai dengan kebutuhan operasional (bertambahnya peralatan karena pengembangan wilayah pelayanan). Pengembangan kualitas personil melalui training maupun kursus di bidang pengelolaan persampahan.
1.9.4 Aspek Hukum/Pengaturan
a. Jenis/Kelompok Peraturan Daerah
Guna memenuhi pelaksanaan pengelolaan persampahan yang maksimal dan terkoordinasi dengan baik, maka perlu landasan hukum yang memadai. Keberhasilan sistem manajemen persampahan juga perlu didukung oleh peraturan-peraturan yang melibatkan wewenang dan tanggung jawab badan pengelola serta partisipasi masyarakat. dalam pelaksanaannya peraturan-peraturan tersebut perlu disertai pembinaan, pengawasan dan sanksi-sanksi dalam menegakkannya.
aspek legal diperlukan untuk menunjang terlaksananya program-program pengelolaan sampah. aspek legal berfungsi sebagai pemberi arah dan dorongan agar masyarakat benar-benar memperhatikan akan pentingnya pengelolaan sampah, dimulai dari sumber sampah hingga tahapan pemrosesan akhirnya.
ditinjau dari kelengkapan Perda, maka pada umumnya terdapat 3 (tiga) jenis Perda persampahan yang sebaiknya ada, yaitu :
- Perda tentang pembentukan institusi formal persampahan dan penanggung jawab masalah kebersihan dan persampahan.
- Perda tentang struktur tarif retribusi.
- Perda tentang kebersihan, keindahan, dan ketertiban kota. Sebagai contoh diperlukan Perda sebagai berikut :
- Perda tentang pembentukan dinas Kebersihan dan Pertamanan sebagai institusi formal yang menangani persampahan di Kota .
- Perda mengenai retribusi pelayanan persampahan dan atau kebersihan kebersihan di Kota.
- Sedang Peraturan daerah lainya yang mengatur masalah kebersihan, keindahan kota beserta sanksi-sanksi bagi pelanggarnya, peraturan ini ditujukan bagi masyarakat luas belum ada.
Sistem pengaturan yang terkait dengan pengelolaan kebersihan dan persampahan perlu pemantapan dan evaluasi secara terus menerus. dari segi kelengkapan jenis peraturan, materi dan pelaksanaannya, Perda perlu terus dikaji untuk memayungi dinamika pengelolaan sampah yang ada.
Jika dikaitkan dengan Undang-Undang no 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah, pada PaSaL 6, maka tugas Pemerintah Daerah dalam mengelola sampah terdiri atas:
Menumbuh-kembangkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sampah.
Melakukan penelitian, pengembangan teknologi pengurangan dan penanganan sampah.
Memfasilitasi, mengembangkan dan melaksanakan upaya pengurangan, penanganan dan pemanfaatan sampah. Melaksanakan pengelolaan sampah dan memfasilitasi
penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah. Mendorong dan memfasilitasi pengembangan manfaat
hasil pengolahan sampah.
Memfasilitasi penerapan teknologi spesifik lokal yang berkembang pada masyarakat setempat untuk mengurangi dan menangani sampah.
Melakukan koordinasi antarlembaga pemerintah, masyarakat dan dunia usaha agar terdapat keterpaduan dalam pengelolaan sampah.
Berdasarkan pasal di atas terlihat bahwa Pemerintah harus berupaya untuk menumbuhkembangkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sampah. artinya, pengelolaan sampah berbasis mandiri yang saat ini sudah berjalan harus terus meningkat karena manfaat yang dapat diperoleh dari kegiatan pengelolaan sampah di sumber sampah yang ada, terutama pada kegiatan-kegiatan yang menimbulkan sampah di luar kegiatan permukiman, seperti terminal, pasar, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang masih sangat minim bahkan belum dilakukan.
tanggung jawab pemerintah daerah dalam hal penanganan sampah mandiri juga harus ditingkatkan dalam hal kemudahan memperoleh sarana dan prasarana pengolahan sampah seperti komposter berskala rumah tangga (KRt) atau Keranjang takakura atau alat lainnya yang mendukung pelaksanaan sampah mandiri.
dalam Pasal 12 UU RI no.18 tahun 2008 juga dijelaskan bahwa masyarakat penghasil sampah juga wajib melakukan kegiatan sampah mandiri seperti terurai pada pasal tersebut, yaitu :
• (1) Setiap orang dalam pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga wajib mengurangi dan menangani sampah dengan cara yang berwawasan lingkungan.
• (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan kewajiban pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan daerah.
dari pasal 12 di atas terlihat bahwa terdapat ketentuan bahwa masyarakat yang menghasilkan sampah rumah tangga dan sejenisnya wajib untuk melakukan pengurangan atau penerapan konsep 3 R (Reuse, Reduce dan Recyle).
Pasal 13 UU No.18 Tahun 2008 : berisikan kewajiban pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya untuk menyediakan fasilitas pemilahan sampah dan produsen wajib mengelola kemasan dan/atau barang yang diproduksinya yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam.
yang dimaksud dengan Kawasan permukiman meliputi kawasan permukiman dalam bentuk klaster, apartemen, kondominium, asrama, dan sejenisnya. Fasilitas pemilahan yang disediakan diletakkan pada tempat yang mudah dijangkau oleh masyarakat. dari UU no.18 tahun 2008 tersebut dapat di analisis
bahwa pengurangan sampah dari sumbernya meluas pada seluruh aspek kegiatan.
b. Karakteristik Peraturan Daerah Pengelolaan Persampahan
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan Peraturan Daerah :
1. Sesuai dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan yang berderajat lebih tinggi. 2. Mendukung dan mencerminkan tujuan dari sistem yang
diterapkan.
3. Mampu mengkoordinasikan antarbagian sistem yang terkait.
4. Merupakan pedoman dalam penanganan masalah yang timbul.
5. Bersifat implementatif, peraturan tersebut berlaku didalam wilayah yuridiksinya, meskipun dengan segala keterbatasan dan kekurangan pemerintah daerah.
6. Mempunyai masa berlaku yang terbatas, untuk melanjutkan perlu dievaluasi kembali.
Untuk menutupi kelemahan yang ditimbulkan dari sifat luwes (), maka diperlukan peraturan pelaksanaan yang bersifat sebagai penjabaran lebih lanjut secara tuntas dan jelas, sehingga peraturan tersebut lebih mudah untuk dilaksanakan dan dimengerti.
Pasal mengenai sanksi dan denda perlu disempurnakan kembali dengan berpedoman pada undang-undang yang lebih tinggi, yaitu Undang-Undang no.32 tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Untuk dapat melaksanakan Perda secara tertib, maka diperlukan peningkatan penyampaian informasi melalui penyuluhan dan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda tersebut.
1.9.5 Aspek Peran Serta Masyarakat
a. Umum
Untuk dapat membantu usaha pemerintah dalam mengelola sampah antara lain dilakukan dengan cara membiasakan masyarakat berperilaku tertentu dengan tujuan (agar perilaku itu) dapat menjadi komponen penunjang yang potensial dalam mencapai keberhasilan usaha pengelolaan sampah. Permasalahan sebenarnya adalah interaksi manusia dengan sampah serta buruknya komunikasi antara dinas dengan Konsumen. Pengertian komunikasi adalah proses penyampaian buah pikiran atau penilaian antara dua pihak atau lebih dengan menggunakan suatu sistem. adapun proses tersebut mencakup sumber pesan/berita, pikiran pesan dan efek atau akibat. agar suatu program dapat digunakan sebagai alat untuk mengelola dan mengubah sikap masyarakat dalam pengelolaan sampah, maka penyusunannya harus disesuaikan dengan kelompok sasarannya, untuk itu perlu diketahui:
Persepsi dan sikap masyarakat terhadap pengelolaan sampah yang tertib, lancar dan merata.
Faktor sosial, yakni struktur dan adat istiadat.
Kebiasaan dalam pengelolaan sampah yang pernah dan telah dilakukan.
Ketiga faktor tersebut merupakan tiga hal yang saling berkaitan.artinya, dengan mengetahui persepsi-persepsi, sikap dan kebiasaan masyarakat dapat diperkirakan pola tingkah laku masyarakat yang bersangkutan. Selain hal tersebut akan sangat dipengaruhi oleh struktur masyarakat dan adat istiadat dalam suatu lingkungan masyarakat.
a. Pendekatan
Persoalan utama adalah kurangnya komunikasi antara dinas Kebersihan dan Pertamanan dengan masyarakat. Komunikasi yang kurang ini bermula kepada kemampuan managerial yang masih terbatas, karena sumber daya manusia dan personil yang
bertugas di bidang kebersihan terutama petugas lapangan sangat minim, apalagi untuk bidang kehumasan dan penyuluhan. Pendekatan dalam peran serta masyarakat adalah melalui public
education dan public relation. Oleh karena itu, perlu dirancang
suatu sistem komunikasi yang berisikan suatu sistem komunikasi yang berisikan pesan maupun umpan balik yang merupakan informasi. adapun peran serta masyarakat yang dimaksud adalah peran serta masyarakat pada tahap opersional.
Suatu komunikasi dapat dikatakan berhasil apabila menimbulkan umpan balik dari pesan yang diberikan. Isi pesan dapat berupa informasi, penjelasan, dan penyuluhan. Sedangkan umpan balik yang diharapkan berupa ketentuan-ketentuan pelanggan untuk memenuhi kewajibannya, seperti:
Membayar retribusi pada waktu yang telah ditentukan. Memelihara kebersihan lingkungan dan dukungan moral
terhadap dinas Kebersihan dan Pertamanan didalam menjalankan kegiatannya.
ada beberapa strategi untuk dapat menimbulkan perubahan, yaitu :
- Menyampaikan informasi.
- Strategi pertama dan paling sederhana untuk menimbulkan perubahan adalah dengan jalan menyampaikan atau meneruskan informasi melalui media masa seperti radio, surat kabar/majalah, televisi mempunyai sarana yang paling serasi untuk menyampaikan sejumlah informasi dengan cepat orang-orang sebanyak mungkin.
- Membujuk atau Menghukum.
- tujuan utama adalah proses membujuk dan menghukum adalah untuk mempengaruhi pihak-pihak yang diajak berkomunikasi. dan yang hendak dipengaruhi itu adalah kepercayaan, nilai dan cara bertindak pihak yang menjadi partner berkomunikasi
tersebut. apabila bujukan tidak berhasil, maka harus dilakukan hukuman terhadap pelanggan yang menyalahi aturan yang berlaku. Hukuman merupakan senjata terakhir untuk “memaksa” pelanggan berubah sikap. tentu saja dalam menjatuhkan hukuman tetap diperhatikan proses dan kepatuhannnya.
- Mengadakan dialog
- dialog merupakan cara yang tepat untuk menumbuhkan perubahan bersama. Syaratnya adalah para pesertanya bersedia menilai kembali segi pandangan masing-masing dengan mempertimbangkan segi pandangan peserta lainnya. dialog akan berjalan baik bila dilakukan dalam situasi yang tidak mengandung ancaman besar bagi pesertanya. Kaitan dengan masalah ini, misalnya dinas Kebersihan dan Pertamanan mengadakan forum tatap muka dengan masyarakat dan selalu terbuka untuk berdialog dengan pelanggan yang melakukan protes. Banyaknya keluhan konsumen dapat diredakan dengan mengajaknya berdialog dan mengemukakan persoalan yang sedang dihadapi. dialog dapat merupakan salah satu jawaban terhadap keluhan konsumen.
b. Sasaran Peran Serta Masyarakat:
Sasaran peran serta masyarakat yang dikehendaki dalam sistem pengelolaan persampahan kota adalah sebagai berikut : Membiasakan masyarakat hidup di lingkungan yang
bersih dan teratur serta memelihara kebersihan tersebut di lingkungannya.
Masyarakat turut aktif melaksanakan bentuk peran serta yang diminta sesuai dengan program, misalnya mengurangi sampah dari sumbernya seperti program sampah mandiri. Membangkitkan/meningkatkan kesadaran masyarakat
untuk tidak membuang sampah disembarang tempat. tercapainya suatu kontrol sosial dimana masyarakat saling
mengingatkan bila melihat anggota masyarakat lain yang melanggar peraturan yang berlaku.
Masyarakat mau membayar retribusi persampahan sesuai dengan ketentuan.
Melibatkan secara aktif simpul-simpul masyarakat dalah hal memberi penerangan dan menyebarkuaskan informasi tentang masalah penanggulangan kebersihan.
Setelah melihat kondisi dari keikutsertaan masyarakat dalam pengelolaan sampah di Kota , beberapa kekurangan yang harus segera diperbaiki yaitu:
Pemerintah daerah perlu menyusun program penyuluhan dan rencana pelaksanaannya, sehingga penyuluhan dapat dilaksanakan secara kontiniu.
dalam pembayaran retribusi, peran serta masyarakat masih nihil karena belum adanya implementasi/pelaksanaan Perda no. 10 tahun 2001.
Kegiatan pengolahan kebersihan yang bersifat gotong-royong belum sepenuhnya digalakkan terhadap masyarakat.
Tingkat partisipasi masyarakat yang diharapkan adalah:
Kebiasaan untuk membuang sampah pada tempatnya, baik bila berada di tempat umum maupun di lingkungannya. Kebiasaan untuk memelihara kebersihan di
lingkungannya.
Kesadaran untuk membiayai pengolaan dengan membayar retribusi.
Keikutsertaanya dalam kegiatan pengumpulan.
adapun dinas Kebersihan dan Pertamanan perlu membina peran serta masyarakat dengan:
Menyusun program penyuluhan dan rencana program, sehingga pembinaan terhadap masyarakat dapat dijalankan dengan target dan sasaran yang terencana secara kontiniu.
Mengadakan kegiatan-kegiatan yang dapat meningkatkan kegitan kebersihan lingkungan secara gotong-royong. Mempersiapkan daerah-daerah yang dapat menjadikan
sebagai daerah perintisan / percontohan dalam melaksanakan seluruh program pengelolaan persampahan, terutama dalam pelaksanaan Perda.
1.9.6 Analisis Dampak TPA dan Pengendaliannya
Secara garis besar terdapat beberapa dampak akibat beroperasinya tPa yang harus dilakukan upaya pengelolaan untuk mengurangi dampak yaitu:
• Bau busuk dari tumpukan dan pembusukan sampah terhadap masyarakat disekitarnya.
• Pencemaran air tanah dari resapan lindi kedalam tanah. • Pencemaran air laut dari TPA(dekat laut) berupa leachete
dari timbulan sampah sudah sampai ke laut, dapat dilihat secara visual pada permukaan air laut di kawasan tPa berwarna hitam.
• Pencemaran tanah dapat dilihat secara visual terdapat banyaknya genangan lindi dan kondisi tPa yang masih mempergunakan sistem open-dumping dimana sampah hanya dihamparkan saja sehingga juga menyebabkan terjadinya pencemaran udara.
• Estetika dan ancaman kesehatan (ispa) dari debu dan sampah yang berserakan.
• Proses komposting yang cenderung lama karena tidak dikondisikan.
• Umumnya sarana dan prasarana persampahan yang ada saat sering masih jauh dari ideal dan begitu pula dengan sistem pengelolaan persampahan yang diterapkan masing-masing daerah/kota saat ini masih menemui banyak kendala.
a. Dampak Terhadap Komponen Kesehatan Masyarakat
Lokasi dan pengelolaan sampah tPa yang yang kurang memadai (pemrosesan akhir sampah yang tidak terkontrol) merupakan tempat yang cocok bagi beberapa organisme dan menarik bagi berbagai binatang seperti lalat yang dapat menjangkitkan penyakit. Potensi bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan adalah sebagai berikut:
Penyakit diare, kolera, tifus menyebar dengan cepat karena virus yang berasal dari sampah dengan pengelolaan tidak tepat dapat bercampur air bersih
Penyakit jamur dapat juga menyebar (misalnya jamur kulit).
Penyakit yang dapat menyebar melalui rantai makanan. Salah satu contohnya adalah suatu penyakit yang dijangkitkan oleh cacing pita (taenia). Cacing ini sebelumnya masuk ke dalam pencernakan binatang ternak melalui makanannya yang berupa sisa makanan/sampah.
Penyakit ISPa (Infeksi Saluran Pernafasan atas) juga cukup berpotensi untuk berkembang akibat dari proses penghamparan sampah dan pembusukan yang menghasilkan gas.
Insidensi penyakit dapat terjadi dari penyebaran lalat. Lalat menjadi vektor penyebaran penyakit yang timbul dari transportasi sampah, penumpukan sampah maupun pemisahan sampah.
Sumber dampak negatif pada aspek kesehatan masyarakat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya adalah:
Penurunan kualitas udara ambien, karena meningkatnya partikel (debu), emisi gas dari proses penguraian sampah, pembakaran sampah maupun truk pengangkut sampah. Peningkatan konsentrasi bau dari lokasi tPa dapat
menurunkan kesehatan bagi masyarakat sekitar yang sensitif. Bau yang timbul berasal dari pembentukan gas H2S yang berbau busuk. area penyebaran bau ini akan meluas
apabila kondisi angin kencang. Bau juga menghasilkan dampak berupa meningkatnya jumlah lalat yang dapat menjadi vektor penyakit.
Pada saat pascaoperasi diprakirakan bahwa terdapat beberapa dampak terhadap aspek kesehatan masyarakat yang berasal dari kegiatan pengelolaan lindi, pengelolaan gas, penutupan akhir (cover soil). Bentuk dampak yang memacu terjadinya penurunan kesehatan masyarakat berasal dari kemungkinan adanya lindi yang tidak terolah, serta sebaran abu dan gas beracun
b. Dampak Terhadap Komponen Lingkungan Fisik-Kimia
Salah satu perubahan kualitas lingkungan di sekitar tPa adalah adanya perubahan kualitas air permukaan/air tanah Penyebab dampak pada kualitas air permukaan/air tanah diantaranya adalah :
Rembesan lindi yang tidak diolah dengan baik. Cairan rembesan sampah (lindi sampah) yang masuk ke dalam badan air akan mencemari air.
air limpasan hujan yang tidak tertampung dengan baik pada lahan tPa
Lebih jelasnya untuk komposisi kimia Landfill dapat dilihat pada Tabel 7. berikut :
Tabel 7. Komposisi Kimia dari Lindi Landfill
Parameter (mg/l) Range COD BOD 5 pH Alkalinitri (mg CaCO3/liter) Hardness (mg CaCO3/liter) NH4 Norganik N total NO3 NO2 150 – 100.000 100 – 90.000 5.3 – 8.5 300 - 11.500 500 – 8.900 1 – 1500 1 – 2000 50 – 5000 0.1 – 50 0 - 25
Tabel 8.
Analisis Kualitas Air Lindi TPA
NO. PARAMETER SATUAN MAKSIMUM YANG KADAR DIPERBOLEHKAN FISIKA
1 Temperatur oC 35
2 Zat padat larut mg/L 1500
3 Zat padat tersuspensi mg/L 50 KIMIA
1 Ph mg/L 6 - 9
2 Besi terlarut (Fe) mg/L 5 3 Mangan terlarut (Mn) mg/L 2 4 Barium (Ba) mg/L 2 5 Tembaga (Cu) mg/L 2 6 Seng (Zn) mg/L 5 7 Krom Heksavalen (Cr6+) mg/L 0,1 8 Krom Total (Cr) mg/L 0,5 9 Cadmium (Cd) mg/L 0,05 10 Raksa (Hg) mg/L 0,002 11 Timbal (Pb) mg/L 0,1 12 Stanum mg/L 2 13 Arsen mg/L 0,1 14 Selenum mg/L 0,05 15 Nikel (Ni) mg/L 0,2 16 Kobalt (Co) mg/L 0,4 17 Sianida (CN) mg/L 0,05 18 Sulfida (H2S) mg/L 0,05 19 Flourida (F) mg/L 2 20 Klorin Bebas (Cl2) mg/L 1 21 Amonia bebas (NH3-N) mg/L 1 22 Nitrat (NO3-N) mg/L 20 23 Nitrit (NO2-N) mg/L 1 24 BOD5 mg/L 75 25 COD mg/L 100
26 Senyawa aktif biru metilen mg/L 5
27 Fenol mg/L 0,5 28 Minyak Nabati mg/L 10 29 Minyak Mineral mg/L 10 MIKROBIOLOGI 1 Coliform Jumlah/100 mL 1000 2 E. coli Jumlah/100 100
c. Dampak Terhadap Komponen Lingkungan Sosial-Ekonomi
Pengelolaan sampah di tPa yang kurang optimal akan membentuk lingkungan yang kurang menyenangkan bagi masyarakat sekitar: bau tidak sedap dan pemandangan yang buruk karena timbunan sampah yang menggunung.
Pengelolaan sampah yang tidak memadai menyebabkan rendahnya tingkat kesehatan masyarakat. Hal penting di sini adalah meningkatnya biaya kesehatan secara langsung (untuk mengobati orang sakit) dan pembiayaan secara tidak langsung (tidak masuk kerja, rendahnya produktivitas).
Pengolahan sampah membutuhkan dana untuk biaya operasi dan biaya pemeliharaan yang cukup besar. dana tersebut selain untuk operasional UPL (Unit Pengolah Limbah) juga untuk operasional dan pemeliharaan alat berat yang dipergunakan, terutama untuk operasional sanitary landfill yang mana harus menyediakan tanah urug untuk lapisan penutup. Sedangkan dana yang dianggarkan oleh pemerintah sangat terbatas. Hal ini menyebabkan proses pengolahan sampah menjadi tidak optimal.
BAB II
KEBUTUHAN DAN RENCANA
PENGEMBANGAN
Kebijakan Dasar Perencanaan Persampahan
Perencanaan sistem pengelolaan persampahan di daerah dikembangkan berdasarkan kebijakan Pemerintah, dengan berpedoman kepada:
- Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah
- Undang-Undang no.18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Persampahan
- Kriteria perencanaan dan Petunjuk penyusunan Rencana Sistem Pengelolaan Persampahan.
Mengingat pedoman tersebut diatas, maka sistem pengelolaan persampahan direncanakan secara bertahap, yaitu: - Tahap Mendesak : periode satu tahun
- Tahap I : periode > 1 tahun hingga 5 tahun - Tahap II : periode > 5 tahun
2.1 Kriteria Perencanaan
a. Subsistem Organisasi dan Manajemen
Bentuk Badan pengelola
Bentuk organisasi biasanya ditentukan oleh landasan hukum yang berlaku. Menurut kriteria yang ada maka bentuk badan pengelola dapat berbentuk dInaS atau bagian dari dinas yang ada.
Struktur Organisasi
Struktur dan bagian-bagiannya harus dapat menggambarkan aktivitas utama dalam sistem pengelolaan persampahan yang dikehendaki. Struktur organisasi harus mencerminkan
pola kerja yang jelas yang mempunyai fungsi perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian (khusus untuk bentuk organisasi dinas dan Perusahaan daerah).
Yang termasuk fungsi perencanaan adalah :
1. Penyusunan rencana-rencana jangka panjang, antara lain: - Penyusunan program tahunan (penjabaran program
jangka panjang).
- Penyusunan anggaran rutin dan pembangunan tahunan.
- Penyusunan rencana induk pengembangan. - Penyusunan program pengendalian.
- Penyusunan program pendidikan masyarakat. - dan lain-lain.
2. Penyusunan rencana jangka pendek, antara lain : - Penjabaran program tahunan.
- Penyusunan penugasan petugas, kendaraan. - Penyusunan pelaksanaan rinci program. - Penyusunan program perawatan peralatan. Yang termasuk fungsi pelaksanaan :
1. Pelaksanaan rencana program rutin.
2. Pelaksanaan program periodik maupun insidentil. 3. Pelaksanaan aktivitas perawatan peralatan.
4. Pelaksanaan aktivitas administrasi. Yang termasuk fungsi pengendalian : 1. Pengendalian program operasional. 2. Pengendalian pemakaian peralatan. 3. Pengukuran prestasi kerja.
4. Pengendalian petugas. 5. Umpan balik.
Pengendalian menurut stratanya terbagi menjadi 3 bagian, yaitu :
1. tingkat operasional (dilaksanakan oleh Mandor, Supervisi dan lain-lain).
2. tingkat manajerial (dilaksanakan oleh Ka. Bidang, Ka. Seksi, lain-lain).
3. tingkat strategis (dilaksanakan oleh Kepala dinas dan diatasnya).
Pengendalian meliputi:
1. Pengendalian administrasi. 2. Pengendalian teknis.
Hal yang perlu diperhatikan adalah:
1. Fungsi pelaksana tidak dapat digabung dengan fungsi perencanaan dalam satu unit kerja.
2. Fungsi pelaksana tidak dapat digabung dengan fungsi pengendalian.
3. Fungsi perencana dapat bergabung dengan fungsi pengendalian dalam beberapa kasus.
Hal-hal yang harus diperhatikan pula adalah kapasitas kerja, departemenisasi, nomenklatur (penamaan), pembebanan pekerjaan, tingkat heterogenitas pekerjaan rentang kendali, jenjang struktur.
Personalia
Mengingat dalam pengelolaan persampahan masalah kemampuan manajemen dan teknik sangat diperlukan maka kualifikasi personil tingkat pimpinan harus mencerminkan hal tersebut. Jumlah personil unit pengelolaan persampahan harus cukup memadai sesuai dengan lingkup tugasnya, termasuk pembersihan /penyapuan jalan, taman, dan saluran-saluran tertier drainase yang ada. Untuk sub sistem pengumpulan sampah, jumlah personil minimal 1 orang/1000 penduduk yang dilayani, sedangkan untuk sub sistem angkutan, sub sistem pembuangan akhir dan staff, minimal 1 orang/1000 penduduk yang dilayani.
Tata Laksana Kerja
Struktur organisasi harus mencerminkan aktivitas ataupun interaksinya, sehingga perlu dirancang tata laksana kerjanya. Tata laksana kerja mendefinisikan lingkup tugas, wewengan, tanggung jawab serta bentuk interaksi antar unit/komponen
organisasi. Hal yang harus diperhatikan dalam menyususn tata laksana kerja yang baik adalah :
1. Menciptakan pengendalian otomatis. 2. tingkat pembebanan yang merata.
3. Pendelegasian wewenang yang proporsional dan berimbang.
4. Birokrasi yang pendek.
5. Penugasan yang jelas dan terukur. b. Subsistem Operasional
Tingkat Pelayanan
tingkat pelayanan terbagi dalam 2 penggolongan, yaitu kualitas dan kuantitas.
Tingkat pelayanan dari segi kualitas: 1. Pelayanan tinggi untuk:
- daerah pemukiman high income - institusional
- komersil
2. Pelayanan menengah untuk daerah pemukiman middle
income
3. Pelayanan rendah untuk daerah pemukiman low income Tingkat pelayanan dari segi kuantitas:
1. Tahap mendesak (periode 1 tahun): - 50% pemukiman
- 70% komersil - 100% institusional
2. Tahap I (periode >1 tahun – 5 tahun): - 80% pemukiman
- 100% komersil - 100% institusional 3. Tahap II (periode >5 tahun):
- 80% pemukiman - 100% komersil - 100% institusional
Daerah Pelayanan
Penentuan daerah pelayanan didasarkan pada kriteria sebagai berikut:
- daerah yang pada saat ini telah dilayani sistem pengelolaan sampah.
- daerah yang pada saat ini telah berkembang menjadi daerah pemukiman, pasar, daerah komersil, dan perkantoran. - daerah yang berpenghasilan tinggi.
- daerah dimana terdapat fasiltas umum. - Penyapuan jalan dan pembersihan saluran.
- daerah yang dilalui oleh alat-alat pengangkut sampah. Penentuan prioritas daerah pelayanan berdasarkan kriteria: - daerah yang pada saat ini telah berkembang menjadi daerah
pemukiman, pasar/daerah komersial, daerah industri. - daerah urban yang mempunyai kepadatan penduduk yang
tinggi.
Penentuan prioritas juga memperhatikan kendala pembiayaan (konsep subsidi silang). Daerah pelayanan terdiri atas:
1. daerah pemukiman - Berpenghasilan rendah. - Berpenghasilan menengah/tinggi. 2. daerah komersial - Pertokoan - Pasar - Hotel - Industri 3. Fasilitas umum - Perkantoran
- Gedung/Gelanggang olah raga - Sekolah
- taman
4. Penyapuan jalan dan pembersihan halaman
Pengembangan wilayah operasi memenuhi konsep ”rumah tumbuh”, yaitu pengembangan pelayanan wilayah terdekat
dengan daerah yang telah dilayani. daerah dengan daya dukung lahan yang tinggi (pemukiman jarang) mendapat prioritas pengelolaan terakhir atau disarankan untuk mengelola sendiri. c. Sub-subsistem Pengumpulan
1. Penampungan
Sub-subsistem ini merupakan awal dari sistem pengelolaan persampahan, yang dapat dilakukan dengan beberapa pola, diataranya :
- disediakan oleh masyarakat dengan model bebas.
- disediakan oleh masyarakat dengan model ditentukan oleh pemerintah
- disediakan oleh pemerintah daerah.
- disediakan oleh organisasi swadaya masyarakat.
Berdasarkan mekanisme penggunaannya dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
- Tetap (contoh: Bak sampah dari pasangan bata), model ini disarankan untuk tidak dipergunakan lagi karena menghambat kecepatan operasi, sulit dikontrol tingkat kebersihannya dan estetika kurang baik.
- Semi tetap (tong sampah yang menggunakan tiang penyangga), sering dimanfaatkan untuk menghindari gangguan binatang, bentuk ini masih dianggap lebih baik dari bentuk tetap. tetapi pada umumnya mempunyai kesulitan perawatannya, mencegah dari pencurian (tutup, maupun keseluruhannya). Contoh bahan :terbuat dari besi, seng, plastik, anyaman bambu, kayu dan lain-lain.
- Non tetap, banyak dianjurkan karena sangat fleksibel, tetapi dalam penerapannya harus memperhatikan kondisi sosial budaya. Contoh: kantong plastik, bin, keranjang, dan lain-lain.